BAB II Kasus

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Polip hidung adalah peradangan kronis selaput lendir dan sinus paranasal yang ditandai dengan pembengkakan massa mukosa yang meradang dengan tangkai dasar luas atau sempit. Kebanyakan polip berasal dari celah osteomeatal yang menyebabkan obstruksi hidung1. Polip sering tumbuh pada sinus ethmoidalis dan maxillaris. Polip antrokoanal adalah jenis polip yang berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior. Polip ini juga dikenal sebagai Killians polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian pada tahun 1753. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu komponen kistik dan padat9 Penyebab dan mekanisme yang mendasari polip masih tidak dipahami dengan baik, namun peradangan kronis merupakan faktor utama seperti peningkatan sel inflamasi seperti eosinofil3. Polip sering dikaitkan dengan rinosinusitis kronis dan alergi3,4. Namun peran alergi pada polip masih kontroversial. Sebuah studi 3000 pasien atopik menunjukkan prevalensi 0,5%, sedangkan studi di 300 pasien alergi menunjukkan prevalensi sebesar 4,5%4. Polip antrochoanal hanya mewakili sekitar 3-6% dari polip nasal. Etiologi yang tepat tidak diketahui, tetapi diduga infeksi mungkin merupakan penyebab umum. Namun Cook et al menemukan kejadian yang lebih tinggi 10,4%9. Sinusitis kronik ditemukan pada sekitar 25% dari pasien. Tidak seperti polip lainnya, polip antrochoanal lebih sering terjadi pada pasien non atopic (4,7 %) daripada pasien rinitis atopik (1,5 %). Polip ini sering pada anak-anak dan remaja tetapi dapat bermanisfestasi pada usia lebih tua dan lebih banyak mengenai laki-laki dibandingkan perempuan9. Pada anak-anak insidensi polip ini mencapai 33%15.

Dalam sejumlah studi perspektif pada tahun 2002, diketahui bahwa usia rata-rata terjadinya polip antrokoanal ini adalah 27 dan 50 tahun. Gejala ACP yang sering dikeluhkan adalah sumbatan hidung dan secret yang keluar dari hidung, kadang diawali dengan episode epistaksis, rhinorrea purulenta, strangulasi polip, amputasi spontan, dispneu dan disfagia, gangguan berbicara, obstructive sleep apnoea, serta kakeksia. Nasal endoskopi dan computed tomography (CT) scan yang perencanaan perawatan . Sebagaimana polip jenis lain, penatalaksanaan polip antrokoanal ini masih belum memuaskan. Hal ini dikarenakan tingkat rekurensinya yang cukup tinggi. Hingga saat ini cara yang sering digunakan untuk mencegah rekurensi polip ini adalah dengan mengangkat mukosa sumber polip hingga mendekati dasarnya agar terbentuk jaringan parut yang menghambat pertumbuhan sel. Penatalaksanaan polip antrocoanal umumnya adalah dengan operatif. Berbagai teknik pembedahan yang sudah dikembangkan untuk tujuan ini antara lain metode Caldwell-Luc, polipektomi endoskopis dengan meatotomi media, polipektomi endoskopis dengan antrostomi melalui meatus inferior, dan penggunaan microshaver dengan atau tanpa pemberian transkanin. Functional endoscopic sinus surgery (FESS) merupakan prosedur yang umum digunakan serta aman dan efektif9. B. Tujuan Penulisan9

diperlukan

untuk membuat

diagnosis

dan

BAB II LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien No RM Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Pekerjaan Tanggal Masuk Rumah Sakit : 230128 : Nn. SNN : Perempuan : 20 Tahun : Karangrejo 3/5 Karanganyar : Mahasiswa : 12 Januari 2012

B. Anamnesis 1. Keluhan Utama Hidung kiri terasa tersumbat 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan hidung kiri terasa tersumbat sejak kurang lebih 1 tahun ini. Hidung tersumbat tidak pernah berganti dengan hidung kanan dan hanya dirasakan pada hidung kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan selama 1 tahun ini sering pilek yang kambuh-kambuhan dengan sekret warna kekuningan kental dan berbau. Keluhan juga dirasakan semakin memberat disertai penurunan sensasi penghidu. Pasien juga mengeluhkan kadangkadang terasa ada dahak yang turun ke tenggorok serta saat tidur sering mengorok. Nyeri pada hidung (-), mimisan (-), nyeri pada daerah pipi (-). Keluhan telinga nyeri (-/-), telinga berdengung (-/-), penurunan pendengaran (-/-), telinga gatal (-/-), telinga terasa penuh (-/-), telinga seperti kemasukan air (-/-), keluar cairan dari telinga (-/-), di korek dengan cotton bud (-/-), kemasukan air saat mandi (-/-), keluhan nyeri tenggorok (-/-), nyeri tenggorok yang kumat-kumatan (-), nyeri telan (-), nyeri telan kambuh-kambuhan(-),sulit

menelan (-), batuk (-), sulit membuka mulut (-), sakit gigi (-), keluar ludah banyak(-), nafas bau (-), bau mulut(-), bicara seperti orang sengau (-), seperti ada yang mengganjal di tenggorokan (-), pusing (-), lemas (-), sesak (-), gatal setelah minum obat tertentu (-), gatal setelah makan makanan tertentu (-). 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi Riwayat DM Riwayat Allergi Riwayat benturan kepala Riwayat Asma Riwayat Trauma Sebelumnya : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

C. Pemeriksaan Fisik STATUS GENERALIS Keadaan Umum Suhu Badan Tekanan darah Nadi Respirasi : Compos Mentis : 36,50C : 110/70 mmHg : 76 x / menit : 20 x / menit

STATUS LOKALIS TELINGA Inspeksi AD : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis (-), sekret(-). AS : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis (-), sekret(-).

Palpasi AD : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit. AS : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit.

Otoskopi AS : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-), serumen (+), membrane timpani tampak utuh, discharge (-), secret (-). AD : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-), serumen (+), membrane timpani tampak utuh, discharge (-), secret (-).

HIDUNG DAN PARANASAL Inspeksi : Deformitas (+) pada apeks hidung kiri, bekas luka (-), sekret dari hidung kiri berwarna kekuningan kental (+), edema (-) Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)

RINOSKOPI ANTERIOR ND: Mukosa hiperemis (-), concha media dan inferior hipertrofi (-), concha

hiperemis (-), secret (-), septum nasi deviasi (-), udem (-), massa dirongga hidung (-). NS: Mukosa hiperemis (+), concha media dan inferior hipertrofi (-), concha

hiperemis (-), secret (+) warna kekuningan kental, septum nasi deviasi (-), udem (-),

massa

dirongga

hidung

(+)

warna

kekuningan, permukaan licin, tidak nyeri. NASOFARING (RINOSKOPI POSTERIOR) Dinding belakang Muara tuba eustachii Adenoid Tumor : Dbn : Dbn : Dbn : terlihat massa warna kekuningan

TENGGOROKAN DAN LARING Inspeksi : Mukosa faring

hiperemis (-), granulasi (-), tonsil tak membesar (-), (-), uvula tonsil tak

hiperemis

membengkak, palatum mole tak membengkak. Palpasi : limfadenopati (-), nyeri tekan (-)

LARING (LARINGOSKOPI INDIREK) Epiglotis Aritenoid Plika vokalis Gerak plika vokalis Subglotis Tumor : Dbn : Dbn : Dbn : Dbn : Dbn : Dbn

KEPALA DAN LEHER Kepala Leher : Dbn : Dbn

D. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Tanggal 21 Maret 2011Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit HITUNG JENIS LEUKOSIT Granulosit Limfosit Monosit Trombosit MCV MCH MCHC 10,7 8.400 5.130.000 41 L : 14-18 g% P : 12-16 g% 5000-10.000/mm3 L : 4,5 5,5 juta/mm3 P : 4,0 - 5,0 juta/mm3 L : 40-43 vol % P : 37-43 vol% Dibawah Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Hasil Nilai Normal Interprestasi Hasil

54 28 2 327.000 86 27 33

50-70 % 20-40 % 2-8 % 150.000-450.000 mm 82-92 mikron 27-31 pikogram 32-37 %3

Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

CT BT

400 130

2-8 1-3

Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

E. Differential Diagnosis Tumor nasal sinistra ec suspect polip nasal sinistra

F. Terapi Rencana operasi polipektomi tanggal 13 Januari 2012

G. FOLLOW UPTanggal 13-1-2012 Anamnesa (S) Keluar jendalan darah 5cc dari mulut, flatus +, makan & minum +, lain-lain tak ada keluhan Pemeriksaan (O) VS TD (110/80) KU: baik Kesadaran:CM, Kepala : CA (-/-); SI (-/-) Leher : Pembesaran Ln (-) Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-). Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-) Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+) Perut : Ins supel ; AusPeristaltik (+), Pal NT (-) Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+) Telinga : serumen -, membrane timpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masih terpasang tampon, lain-lain tak ada keluhan. Sebelah kanan dbn Tenggorok : dbn VS TD (110/80) KU: baik Kesadaran:CM, Kepala : CA (-/-); SI (-/-) Leher : Pembesaran Ln (-) Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-). Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-) Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+) Perut : Ins supel ; Diagnosa (A) Post op polipektomi a/I polip antrokoana H-1 Penatalaksanaan(P Tx) - Inf RL 20 tpm - Inj lapiron 1 gr/24 jam - Inj norages 1A/8 jam - Kinj kalmethason 1A/8jam

14-1-2012

flatus +, makan & minum +, lain-lain tak ada keluhan

Post op polipektomi a/I polip antrokoana H-1

- BLPL - Kalmethason tab 3x1 - Norages tab 3x1

AusPeristaltik (+), Pal NT (-) Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+) Telinga : serumen -, membrane timpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masih terpasang tampon, lain-lain tak ada keluhan. Sebelah kanan dbn Tenggorok : dbn

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang disebut polip antrokoanal1,11. Polip ini berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior, membentuk struktur bilobus. Satu lobus tetap berada dalam sinus, sedangkan lobus yang satunya masuk ke dalam hidung dan terus ke nasofaring. 5

Polip antrochoanal mempunyai 2 komponen yaitu kistik dan padat. Komponen kistik sebagian besar berasal dari dinding posterior inferior, lateral atau medial antrum maxillaris, dan melekat pada polip yang padat dengan pedikel dalam rongga hidung9.

B. Anatomi dan Fisiologi11,12 1. Anatomi Hidung Luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah : Pangkal hidung (bridge) Dorsum nasi Puncak hidung Ala nasi Kolumela Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os

frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh : Superior : os frontal, os nasal, os maksila Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel. Perdarahan : 1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna). 2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna) 3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan : 1. 2. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis) Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi : Posterior Atap : berhubungan dengan nasofaring : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

sfenoidale dan sebagian os vomer Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.

Lateral

: dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima,

os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid. Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfenoetmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini. Perdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri.

Persarafan : 1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior 2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda

dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet. Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Fisiologi hidung11,12 a) Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. b) Pengatur kondisi udara (air conditioning)

2.

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

c) Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi Silia Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime. d) Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. e) Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. f) Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara. g) Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. C. Etiologi1,5,11 Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip.

Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis (65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks ostiomeatal menghalangi fungsi mukosiliar dari mukosa sinus. Beberapa penelitiann

menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan inhibitor urokinase plasminogen dan peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP9. Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. Alergi terutama rinitis alergi. Sinusitis kronik. Iritasi. infeksi Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

D. Patofisiologi Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip11,12. Pembagian polip nasi : Grade 0 : Tidak ada polip Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi total Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total Beberapa teori tentang pembentukan polip yaitu1 : 1. Ketidakseimbangan vasomotor

Teori ini tersirat karena mayoritas polip hidung pasien tidak atopik dan tidak ada alergen yang jelas yang dapat ditemukan. Pasien sering memiliki periode prodomal rhinitis sebelum terjadinya polip. Polip hidung sering memiliki vaskularisasi yang buruk tidak memiliki persarafan vasokonstriktor. Vaskular terganggu peraturan dan permeabilitas pembuluh darah meningkat dapat menyebabkan edema dan pembentukan polip. 2. Alergi Alergi dicurigai karena 3 faktor yaitu mayoritas nasal polip mempunyai

eosinofil, berhubungan dengan asma, dan mempunyai gejala dan tanda mirip dengan alergi 3. Fenomena Bernoulli Hasil Fenomena Bernoulli dalam Penurunan tekanan yang menyebabkan vasokonstriksi. Tampaknya bahwa tekanan negatif menginduksi mukosa yang meradang pada rongga hidung mengakibatkan pembentukan polip. Jika ini satu-satunya faktor, mukosa terdekat katup hidung akan membentuk polypoidal. 4. Teori Ruptur Epitel Rupturnya epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat menyebabkan prolaps mukosa lamina propria sehingga polip terbentuk. Mungkin cacat diperbesar oleh efek gravitasi atau obstruksi drainase vena. 5. Intoleransi Aspirin Banyak konsep yang canggih untuk menjelaskan patogenesis

intoleransi aspirin dan asosiasi dengan polip hidung. Sebuah entitas klinis terkenal yang merupakan produk dari tiga kondisi: asma, aspirin sensitivitas dan polip hidung. Ini adalah sindrom klinis yang berbeda, ditandai dengan presipitasi serangan rhinitis dan asma oleh aspirin dan

kebanyakan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID). Rinitis persisten muncul di usia rata-rata 30 tahun, maka asma, intoleransi aspirin, dan hidung polip. COX1 atau COX2 mungkin lebih rentan terhadap

ASA atau bisa menghasilkan metabolit yang tidak diketahui yang merangsang cysteinyl leukotrien (Cys-LT). Metabolisme asam arakidonat merangsang jalur inflamasi leukotrien. Hal ini menyebabkan penurunan di tingkat PGE2, PG antiinflamasi. LTC4 sintase berlebih selanjutnya akan meningkatkan jumlah dari LTS cysteinyl, memiringkan keseimbangan ke arah peradangan. Hal ini dapat berkontribusi untuk respon peradangan tidak terkendali dan peradangan kronis. 6. Cystic fibrosis Cystic fibrosis adalah merupakan gangguan autosomal resesif populasi kulit putih. Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal pada kromosom 7, nama transmembran cystic fibrosis regulator (CFTR). Hal ini menyebabkan adanya siklik AMP-regulated saluran klorida dan abnormal regulasi natrium, klorida menghasilkan impermeabilitas dan penyerapan natrium meningkat. Poeningkatan penyerapan natrium dan penurunan sekresi klorida menyebabkan pergerakan cairan ke dalam sel dan ruang interstitial yang menyebabkan retensi cairan, pembentukan polip, dan dehidrasi. 7. Nitrat oksida Oksida nitrat adalah gas radikal bebas, yang dihasilkan dari L-arginin oleh keluarga enzim oksida nitrat synthases (Noss). Nitrat oksida memainkan peran utama dalam reaksi imun spesifik, regulasi vaskular, pertahanan tubuh, dan peradangan jaringan. Radikal bebas dipertahankan dalam keseimbangan oleh sistem pertahanan antioksidan superoksida dismutase (SOD) peroksidase, katalase dan glutation. Meskipun transien, radikal bebas bisa membanjiri antioksidan yang mengakibatkan kerusakan sel, cedera jaringan dan penyakit kronis. Karlidag et al melaporkan peningkatan dalam kadar oksida nitrat dan penurunan enzim (SOD) pada pasien polip hidung dibandingkan

dengan kontrol, menunjukkan adanya radikal bebasyang menyebabkan kerusakan pada polip hidung. 8. Infeksi

Peran infeksi dianggap penting dalam pembentukan polip. Ini didasarkan pada model eksperimental di mana terdapat gangguan epitel dengan proliferasi jaringan diinisiasi oleh infeksi bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides fragilis (semua umum patogen dalam rinosinusitis) atau Pseudomonas aeruginosa, yang sering ditemukan dalam cystic fibrosis. 9. Hipotesis superantigen Staphylococcus aureus terdapat pada musin polip hidung pada sekitar 60 sampai 70%. Organisme ini selalu menghasilkan toxin, Staphylococcus enterotoxin A (SEA), Staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan Toxic shock syndrome toxin-1 (TSST-1), yang mungkin bertindak sebagai superantigens, menyebabkan aktivasi dan klon perluasan dari limfosit dengan dalam dinding lateral hidung. Ini diaktifkan limfosit menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 baik (IFN-, IL-2, IL-4, IL-5), menyebabkan penyakit kronis

lymphocyticeosinophilic. Antibodi IgE spesifik untuk SEA dan SEB terdeteksi pada 50% dari hidung jaringan polip dan antibodi IgE spesifik dalam serum untuk stafilokokus (SEB, TSST) ditemukan pada 78% dari polip hidung. 10. Infeksi jamur Elemen jamur dihirup menjadi terperangkap dalam lendir sinonasal, menyebabkan eosinofil bergeser dari mukosa pernafasan ke lumen oleh mekanisme yang belum diketahui. Selama proses ini, mereka memproduksi mediator yang mengakibatkan peradangan pada mukosa. Elemen jamur ditemukan pada histologi pada 82% pasien rinosinusitis kronis menjalani operasi sinus. 11. Predisposisi genetik Etiologi genetik dicurigai dalam pengembangan dari poliposis hidung berdasarkan agregasi keluarga. Cystic fibrosis merupakan resesif autosomal yang berhubungan dengan mutasi gen CFTR dalam wilayah Q31 pada lengan

panjang kromosom 7. HLA-DR dinyatakan pada permukaan sel-sel inflamasi paranasal pada mukosa dan polip hidung. Orang dengan HLA-DR7-DQA1 dan HLA-DQB1 haplotipe memiliki dua atau tiga kali lebih tinggi untuk mengembangkan polip hidung. 12. Komposisi Selular Pada sebagian besar polip hidung, eosinofil terdiri lebih dari 60% dari populasi sel, kecuali di cystic fibrosis. Ada adalah peningkatan sel T CD8 + diaktifkan oleh sel T mendominasi lebih dibandingkan CD4 +. Mast sel dan plasma sel juga meningkat dibandingkan dengan mukosa hidung yang normal. 13. Kimia mediator Selain infiltrasi sel inflamasi meningkat, peningkatan ekspresi dan produksi varietas sitokin proinflamasi dan kemokin telah telah dilaporkan dalam polip hidung. Histamine nyata meningkat pada polip hidung, melebihi tingkat 4000 ng/ml. Peningkatan produksi granulosit/macrophage colony-stimulating factor, IL-5, RANTES dan eotaxin dapat berkontribusi untuk migrasi eosinofil. Peningkatan kadar IL-8 dapat menginduksi infiltrasi

neutrofil. Meningkatkan ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular dan upregulationnya dengan mengubah faktor pertumbuhan-[beta] yang dapat berkontribusi edema dan angiogenesis dalam polip hidung. IgA dan IgE juga meningkat pada hidung polip. Selain itu, produksi lokal IgE dalam polip hidung dapat berkontribusi pada kekambuhan polip hidung melalui IgE-sel mast-Fc RI [epsilon] kaskade. E. Gejala Klinis2,4,8,11 Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip antrokhoanal adalah : Rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Hiposmia atau anosmia

Epistaksis Mendengkur Nyeri pada pipi Sleep apneu Nyeri kepala Post nasal drip Bernafas dengan mulut Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan

cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan semakin memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuhsembuh, suara sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat menimbulkan gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok. 4

F. Histopatologis Berdasarkan temuan histologis diklasifikasikan polip menjadi empat jenis1: 1) Tipe eosinofilik edema stroma dengan sejumlah besar eosinofil 2) Inflamasi atau fibrosis jenis kronis Sejumlah besar sel-sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil

dengan eosinofil lebih sedikit. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas. 3) Seromucinous Tipe I + hiperplasia kelenjar seromucous. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

4)

Jenis atipikal stroma Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma Karakteristik histopatologi ACP mirip dengan orang non-alergi. ACP

dilapisi

dengan epitel bersilia pseudostratified, dan

jaringan ikat

stroma

berisi sel inflammatori. Stroma membengkak dan sangat vaskular terdiri dari jaringan ikat longgar disisipi sel plasma dan sedikit eosinofil. Infiltrasi sel inflamasi lebih parah daripada infiltrasi eosinofilik. Sebuah studi melaporkan memiliki sedikit atau tidak

bahwa sel-sel permukaan epitelial pasien ACP

ada silia, dan stroma berisi sejumlah minimal kelenjar lendir dengan eosinofil9.

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Naso-endoskopi Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi. 2. Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. 3. CT scan

Sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.

Gb. Antrochoanal polip pada hidung kanan H. Diagnosa Banding9 Diagnosis diferensial dari ACP mencakup : Angiofibroma Angiofibroma adalah neoplasmavaskuler jinak yang memiliki potensi untuk penghancuran lokal, dan ini timbul dari pterygoideus plate glioma hidung meningoencephalocele limfoma keganasan/ tumor nasofaringeal menyebabkan obstruksi saluran napas, penghancuran struktur tulang dan invasi ke dalam sinus paranasal

Hemangioma lesi vaskuler jinak di rongga hidung dan sinus paranasal. Kebanyakan muncul dari septum hidung anterior dan turbinat hidung

Mukokel Mucocele mengandung lendir dan epitel desquamated dan mucoceles dapat mengisi rongga sinus. Ini biasanya terjadi di frontoethmoid. Mucoceles jarang muncul di sinus maksilaris dan tidak mencapai choana

I. Penatalaksanaan5,7,9 Perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy sederhana dan prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai untuk mengobati pembedahan ACP. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang berukuran kecil atau polip yang tersembunyi. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus fungsional (FESS) menjadi teknik bedah lebih disukai. Polypectomy Sederhana membawa tingkat kekambuhan yang tinggi. Bagian antrum dari polip harus dihapus untuk menghindari kekambuhan pasca operasi. Ada kontroversi mengenai rute penghapusan bagian antrum. Prosedur Caldwell-Luc menawarkan eksposur yang baik untuk

penghapusan lengkap dari bagian antrum dari polip.Tapi prosedur ini mungkin memiliki komplikasi, termasuk pembengkakan pipi dan cedera saraf infraorbital, dan risiko merusak gigi tumbuh dan pusat-pusat pertumbuhan dari rahang atas pada anak-anak. FESS baru-baru ini terbukti menjadi metode yang aman dan efektif untuk mengobati ACP, dan terdiri dari reseksi bagian dari polip hidung dan bagian antrum kistik dengan lampiran ke dinding rahang atas melalui meatus menengah. Bagian bawah dari proses uncinate dihapus dan kemudian ostium maxilla diperluas. Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off). Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hilang. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

J. Prognosis9 Sebuah penelitian mengamati tidak ada kekambuhan untuk 33 pasien dengan ACP setelah FESS. Ozer et al dilakukan FESS, dikombinasikan FESS dan transcanin sinoscopy atau pendekatan Caldwell Luc untuk pengobatan ACP. Dari penelitian ditemukan kekambuhan pada 3 pasien setelah FESS, namun tidak menemukan kekambuhan setelah sinoscopy FESS dan transcanin gabungan atau pendekatan Caldwell Luc.

Atighechi et al menggunakan pendekatan mini Caldwell dengan FESS. Dilaporkan teknik ini menunjukkan kekambuhan minimal dan tingkat komplikasi yang rendah, sehingga teknik ini berguna untuk sepenuhnya menghapus negara ACP. Peneliti lain melaporkan tingkat keberhasilan pendekatan endoskopi transnasal dan gabungan pendekatan endoskopi dan transcanine sebesar 76,9% dan 100%, masing-masing9.

BAB III PEMBAHASAN

A. Anamnesis Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah hidung kiri tersumbat yang semakin lama semakin memberat kurang lebih 1 tahun ini. Keluhan lain yang dirasakan adalah pilek dengan sekret warna kuning kental dan berbau, selain itu didapatkan penurunan sensasi penghidu pada hidung kiri, terasa ada dahak yang turun ke tenggorok serta tidur mengorok. Sedangkan menurut berbagai sumber keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien adalah hidung tersumbat yang semakin memberat. Gejala lain yang biasa dikeluhkan adalah hiposmia atau anosmia, epistaksis, post nasal drip, mendengkur, nyeri pada pipi, sleep apneu, nyeri kepala, dan bernafas dengan mulut.

B. Pemeriksaan Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran massa berwarna kekuningan dengan permukaan licin disertai dengan secret kental warna kekuningan. Sedangkan pada rinoskopi posterior didapatkan gambaran massa berwarna kekuningan . Pada pemeriksaan rinoskopi anterior bisanya didapatkan gambaran massa polip warna keabuan atau kekuningan dan dapat mencapai hingga nasofaring sehingga akan terlihat pada rinoskopi posterior.

C. Penatalaksanaan Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan polipektomi. Serta diberikan terapi medikamentosa pasca polipektomi dengan antiinflamasi steroid serta norages sebagai agen analgetik.

Dalam sebuah literature perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy sederhana dan prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai untuk mengobati ACP. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus fungsional (FESS) telah menjadi metode yang lebih banyak dipilih. Teknik ini diketahui merupakan metode yang aman dan efektif dalam penatalakasanaan polip antrokoanal. Tingkat rekurensi setelah tindakan ini diketahui jauh lebih rendah.

D. PROGNOSIS Tingkat rekurensi yang tinggi pada polip nasal masih menjadi masalah yang sulit diatasi. Pada polipektomi sederhana memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan metode FESS oleh karena sumber polip masih tertinggal. Akan tetapi tingkat komplikasi pada polipektomi sederhana lebih rendah daripada metode Caldwell Luc.