63
8 BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Keluarga 1. Definisi Keluarga Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, dalam bentuk bio-psiko-sosiokultural-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan dalam praktik keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan, pedoman standar keperawatan, serta landasan etika dan etiket keperawatan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Sudiharto, 2007 : 22) Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu

BAB II KONSEP DASAR A. Konsep Keluargadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-wahyunovia-6307-2-bab2dhf.pdfpedoman standar keperawatan, serta landasan etika dan etiket

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, dalam bentuk bio-psiko-sosiokultural-spiritual yang

komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik

sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan

dalam praktik keperawatan yang diberikan kepada klien pada berbagai

tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan,

pedoman standar keperawatan, serta landasan etika dan etiket keperawatan

dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu

atap dalam keadaan saling ketergantungan.

(Sudiharto, 2007 : 22)

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang

diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu

9

menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan.

(Sri Setyowati, 2008 : 75)

2. Bentuk-Bentuk Keluarga

Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut.

a. Keluarga inti (Nuclear Family)

Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan

yang terdiri dari suam, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran

(natural) maupun adopsi.

b. Keluarga besar (Extended Family)

Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah),

misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern,

seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan

sejanis (guy/lesbian families).

c. Keluarga Campuran (Blended Family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung dan anak-

anak tiri.

d. Keluarga menurut hukum umum (Common Law Family) Anak-anak

yang tinggal bersama.

e. Keluarga orang tua tinggal

Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah

bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,

serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

10

f. Keluarga Hidup Bersama (Commune Family)

Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal

bersama berbagi hak dan tanggungjawab, serta memiliki kepercayaan

bersama.

g. Keluarga Serial (Serial Family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan

mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing

menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangannya masing-

masing, tetapi semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.

h. Keluarga Gabungan (Composite Family)

Keluarga yang terdiri dari suam dengan beberapa istri dan anak-anaknya

(poligami) atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya

(poliandri).

i. Hidup bersama dan tinggal bersama (Cohabitation Family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada

ikatan perkawinan yang sah.

Sedangkan menurut Sussman (1970) membedakan 2 bentuk keluarga, yaitu :

1. Keluarga Tradisional (Traditional Family)

a. Keluarga yang terbentuk karena/tidak melanggar norma-norma

kehidupan masyarakat yang secara tradisional dihormati bersama-

sama, yang terpenting adalah keabsahan ikatan keluarga.

b. Keluarga Inti (Nuclear Family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak yang hidup

bersama-sama dalam satu rumah tangga.

11

c. Keluarga Inti diad (Nuclear Dyad Family)

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak, atau anak-anak

mereka telah tidak tinggal bersama.

d. Keluarga orang tua tunggal (Single Parent Family)

Keluarga inti yang suami atau istrinya telah meninggal dunia.

e. Keluarga orang dewasa bujangan (Single Adult Living Alone)

Keluarga yang terdiri dari satu orang dewasa laki-laki atau wanita

yang hidup secara membujang.

f. Keluarga tiga generasi (Three Generation Family)

Keluarga inti ditambah dengan anak yang dilahirkan oleh anak-anak

mereka.

g. Keluarga pasangan umur jompo atau pertengahan (Middle Age or

Aldert Couple)

Keluarga inti diad yang suami atau istrinya telah memasuki usia

pertengahan atau lanjut.

h. Keluarga jaringan keluarga (Kin Network)

Keluarga inti ditambah dengan saudara-saudara menurut garis

vertikal atau horizontal, baik dari pihak suami maupun istri.

i. Keluarga karier kedua (Second Carrier Family)

Keluarga inti diad yang anak-anaknya telah meninggalkan keluarga,

suami atau istri aktif lagi kerja.

12

2. Keluarga Non Tradisional

Keluarga yang pembentukannya tidak sesuai atau dianggap

melanggar norma-norma kehidupan tradisional yang dihormati bersama.

Yang terpenting adalah keabsahan ikatan perkawinan antara suami-istri.

Dibedakan 5 macam sebagai berikut :

a. Keluarga yang hidup bersama (Commune Family)

Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal

bersama, berbagi hak dan tanggungjawab bersama serta memiliki

kekayaan bersama.

b. Keluarga dengan orang tua tidak kawin dengan anak (Unmarried

Parents and Children Family): pria atau wanita yang tidak pernah

kawin tetapi tinggal bersama dengan anak yang dilahirkannya.

c. Keluarga pasangan tidak kawin dengan anak (Unmarried couple with

children Family): keluarga inti yang hubungan suami-istri tidak terikat

perkawinan sah.

d. Keluarga pasangan tinggal bersama (Combifity Family): keluarga

yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ikatan

perkawinan yang sah.

e. Keluarga homoseksual (Homoseksual Union) adalah keluarga yang

terdiri dari dua orang dengan jenis kelamin yang sama dan hidup

bersama sebagai suami istri.

(Sudiharto, 2007 :23)

13

3. Tugas Kesehatan Keluarga

Dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan, tugas keluarga

merupakan faktor utama untuk pengembangan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat. Tugas kesehatan keluarga menurut Friedmann 1998

adalah sebagai berikut:

a. Mengenal gangguan perkembangan masalah kesehatan setiap

anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat.

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timabal-balik antara keluarga lembaga-

lembaga kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas kesehatan

dengan baik.

(Sri Setyowati, 2007 : 32)

4. Struktur dan Fungsi Keluarga

Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan

informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala

keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan

dan pelindung keluarga.

Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,

kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem

14

pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan

kemampuan menyelesaikan masalah.

Menurut Friedman (1999) ada lima fungsi dasar keluarga adalah

sebagai berikut.

a. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih,

serta saling menerima dan mendukung.

b. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan

individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan

belajar berperan di lingkungan sosial.

c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarg meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.

e. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarg untuk

merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

(Sudiharto, 2007 : 24)

5. Peran Perawat Keluarga

Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat perlu

memerhatikan prinsip-prinsip berikut.

a. Melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif.

b. Memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga.

15

c. Menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap

perkembangan keluarga.

d. Menerima dan mengakui struktur keluarga.

e. Menekankan pada kemampuan keluarga.

Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut.

a. Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga,terutama untuk memandirikan

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah

kesehatan.

b. Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat

bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang

komprehensif.

c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan, pelayanan keperawatan dapat

diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama dengan anggota

keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.

d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan, perawat melakukan

supervise ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui kunjungan

rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun

yang tidak.

e. Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokat

keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga sebagai klien.

f. Sebagai fasilisator, perawat dapat menjadi tempat bertanya individu,

keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan

16

keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu

memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah.

g. Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat

memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota

keluarga.

h. Sebagai modifikasi lingkungan, perawat komunitas juga harus dapat

memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah, lingkungan

masyarakat, dan lingkungan sekitarnya agar dapat tercipta lingkungan

yang sehat.

(Sudiharto dan Sri Setyowati, 2007 : 29 dan 43)

B. Konsep Penyakit

Beberapa pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) menurut beberapa

ahli :

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang terdapat pada

anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang

disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati.

Trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.

(Noer Sjaefullah, 2000 : 20)

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri

demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan

yang dapat menyebabkan kematian.

(Arief Mansjoer, 2000 : 428)

17

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat

gejala klinis utama yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan,

hepatomegali, dan tanda–tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya

renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma

yang dapat menyebabkan kematian.

(Soegeng Soegijanto, 2002 : 45)

Dari beberapa pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) diatas

penulis dapat menyimpulkan dengue haemoragic fever adalah satu penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam

disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan

kematian.

C. Anatomi dan Fisiologi

Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan

oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sel-sel tubuh. Selain

itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa

metabolism dari sel-sel ke ginjal, paru-paru, dan kulit yang merupakan

tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi

mencakup jantung, pembuluh darah dan darah.

18

1. Jantung

Merupakan organ yang berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan

dengan basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Terletak di dalam

thorak, diantara paru-paru, agak lebih ke arah kiri.

Gambar 1

anatomi sistem sirkulasi

(Sumber: Guyton, 2000)

19

Gambar 2

anatomi pembuluh darah

(Gambar: Syaifuddin, 2000)

20

Struktur jantung :

a. Atrium kanan

Atrium kanan berada disepanjang sebelah kanan jantung dan terbuka

pada bagian kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.

b. Atrium kiri

Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis

masuk kedalam setiap sudutnya.

c. Ventrikel kanan

Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan memompakan

darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.

d. Ventrikel kiri

Dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan dinding ventrikel

kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal diperlukan untuk

memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi melalui

sirkulasi sistemik.

e. Katup bikuspidalis

Katup yang menjaga aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.

f. Katup trikuspidalis

Katup yang terdapat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan yang

terdiri dari 3 katup.

21

g. Endokardium

Merupakan lapisan jantung yang terdapat disebelah dalam sekali,

yang terdiri dari jaringan indotel atau selaput lender yang melapisi

permukaan rongga jantung.

h. Myocardium

Merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung, otot

jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.

i. Pericardium

Lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus,

terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu

dipangkal jantung membentuk kantung jantung.

2. Pembuluh darah

Pembuluh darah ada tiga, yaitu :

a. Arteri (pembuluh nadi)

Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan. Beberapa

pembuluh darah arteri yang penting :

1) Arteri koronaria

Arteri yang mendarahi dinding jantung

2) Arteri subklavikula

Arteri bawah selangka yang bercabang kanan kiri leher melewati

aksila.

22

3) Arteri brachialis

Arteri pada lengan atas.

4) Arteri radialis

Arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.

5) Arteri karotis

Arteri yang mendarahi kepala dan otak.

6) Arteri temporalis

Arteri yang teraba denyutnya pada depan telinga.

7) Arteri facialis

Teraba berdenyut di sudut rahang bawah.

8) Arteri femoralis

Arteri yang berjalan ke bawah menyusuri paha menuju ke

belakang lutut.

9) Arteri tibia

Arteri pada kaki.

10) Arteri pulmonalis

Arteri yang menuju ke paru-paru.

23

Gambar 3

Struktur arteri

(Akhtyo, 2009 http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/struktur arteri.html

Sabtu, 23 Mei 2009)

b. Kapiler (pembuluh rambut)

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal dari

cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali di bawah

mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,

kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi pembuluh

darah yang lebih besar yang disebut vena. Fungsi kapiler adalah :

24

1) Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.

2) Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan

jaringan.

3) Mengambil hasil-hasil dari kelenjar.

4) Menyerap hasl makanan yang terdapat di usus.

5) Menyaring darah yang terdapat di ginjal.

c. Vena (pembuluh darah balik)

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang

penting :

1) Vena Cava Superior

Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa darah kotor

dari daerah kepala, thorak, dan ekstremitas atas.

2) Vena Cava Inferior

Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua

organ tubuh bagian bawah.

3) Vena Jugularis

Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung.

4) Vena Pulmonalis

Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari paru-paru.

25

Gambar 4

Struktur vena

(Akhtyo, 2009 http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/struktur vena.html

Sabtu, 23 Mei 2009)

3. Darah

Beberapa pengertian menurut beberapa ahli :

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair

yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah.

(Pearce Evelyn, 2008 : 133)

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat

tinggi yang berfungsi mengirimkan zat – zat dan oksigen yang

26

dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan – bahan kimia hasil

metabolisme dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau

bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengn darah diawali dengan kata

hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti

darah.

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya

adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel – sel di seluruh

tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut

zat–zat sisa metabolisme dan mengandung berbagai bahan penyusun

sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai

penyakit. Hormon–hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui

darah. Proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat,

yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa.

(Syaifuddin, 2006 : 23)

a. Sumsum tulang

Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah :

1) Tulang vertebrae

Vertebrae merupakan serangkaian tulang-tulang kecil yang

tidak teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang

belakang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan

penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap

vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang)

berbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga berat

27

badan. Bagian yang menjorok dari korpus ke belakang disebut

Arkus neoralis (lengkung neural) yang dilewati medulla spinalis

yang membawa serabut-serabut dari otak ke semua bagian tubuh.

Pada Arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan

dilekati oto-otot yang menggerakkan tulang belakang, yang

dinamakan Processus Spinalis.

2) Sternum (tulang dada)

Sternum adalah tulang dada. Tulang ini sebagai pelekatan

tulang costa dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni,

Corpus Sterni, dan Processus Spinosis.

3) Costa (tulang iga)

Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang costa vertebra

sternalis, 3 pasang costa vertebra condrals dan 2 pasang costa

fluktuantes. Costa di bagian posterior tubuh melekat pada tulang

vertebrae dan bagian anterior melekat pada tulang sternum, baik

secara langsung maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama

sekali tidak melekat.

b. Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar

pada tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen

di bawah diafragma. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus

28

dextra dan lobus sinistra. Dari kedua lobus tampak adanya ductus

hepaticus dextra dan ductus hepaticus sinistra, kedua bertemu

membentuk ductus hepaticus komunis. Ductus hepaticus comunis

menyatu dengan ductus sistikus membentuk ductus coledaktus.

c. Limpa

Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen limpa

berbentuk setengah bulan berwarna kemerahan. Limpa adalah organ

berkapsula dengan berat normal 100-150 gr. Limpa mempunyai 2

fungi sebagai organ limfoid dan mefagosit material tertentu dalam

sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah

merah yang rusak.

Volume darah pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat

darah kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan

jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama tergantung pada

umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.

Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari

pada air yaitu mempunyai berat jenis 1,041 – 1,067 dengan

temperature 38ºC dan Ph 7,37 – 7,45.

29

Gambar 5

Komponen darah sel-sel darah

Fungsi darah secara umum terdiri atas :

a. Sebagai alat pengangkut

1) Mengambil O2 atau zat makanan dari paru-paru untuk diedarkan

ke seluruh jaringan tubuh.

2) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-

paru.

3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan

dan dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh.

30

4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi

tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan

racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit,

antibodi atau zat-zat anti racun.

c. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh

Fungsi khususnya diterangkan lebih banyak di struktur atau

bagian-bagian dari masing-masing sel-sel darah dan plasma darah.

Gambar 6

Bagian-Bagian Darah

Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :

a) Eritrosit (sel darah merah)

31

Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak

berhenti, ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak,

banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna

kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat

yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah

jika didalamnya banyak mengandung O2. Fungsi dari eritrosit

adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan

melalui paru-paru.

Pengikat O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin

yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksihemoglobin

yang telah bersenyawa dengan O2 disebut oksi hemoglobin

(Hb+ O2 HbO2) jadi O2 dingkut dari seluruh tubuh sebagai

oksi hemoglobin dan kemudian dilepaskan dalam jaringan

HbO2 Hb+O2 dan seterusnya Hb akan mengikat dan

bersenyawa dengan Hb+ O2 HbO2CO2 yang disebut

karbondioksida hemoglobin (Hb+ CO2 HbCO2) yang mana

CO2 akan dilepaskan dari paru-paru.

Eristrosit di buat dalam sumsum tulang, limpa dan

hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-

15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari

eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin

yang menjadi Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru

32

dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit

yang berguna untuk mengikat O2 dan CO2. Jumlah Hb dalam

orang dewasa kira-kira 11, 5-15 mg %. Normal Hb wanita 11,

5- 15, 5 mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %.

Dari dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa

berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel

darah merah. Apabila keduanya berkurang maka keadaan ini

disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena pendarahan

yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit.

Gambar 7

Struktur eritrosit yang berbentuk bikonkaf

b) Leukosit (sel darah putih)

Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan

dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia)

33

mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat

dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak

berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.

Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu

membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang

masuk ke dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem).

Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit

mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui

limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam

pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh

manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena

kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada

dalam darah akan meningkat.

Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal

di dalam kelenjar limfe sekaran beredar dalam darah untuk

mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit

tersebut. Macam-macam leukosit meliputi :

(1) Agranulosit

Sel yang tidak mempunyai granula, terdiri dari :

(a) Limfosit

Leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan

kelenjar limfe di dalam sitoplasmanya tidak terdapat

granula dan intinya besar, banyaknya 20-25%.

34

Fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang

masuk ke dalam jaringan tubuh.

(b) Monosit

Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%.

(2) Granulosit

(a) Neutrofil

Mempunyai inti, protoplasma banyaknya bintik-bintik,

banyaknya 60-70%.

(b) Eosinofil

Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.

(c) Basofil

Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar,

banyaknya 1/2 %.

Gambar 8

Jenis-jenis leukosit: (a) granulosit dan (b) agranulosit

35

(3) Trombosit (sel plasma)

Merupakan benda-benda kecil yang bentuknya dan

ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada

yang lonjong. Warnanya putih dengn jumlah normal

150.000-450.000/mm3. Trombosit memegang peran

penting dalam pembekuan darah, jika kurang dari normal.

Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga

timbul perdarahan terus menerus.

Proses pembekuan darah dibantu oleh zat Ca2+ dan

fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh

mendapat luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar,

trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut

trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan

protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi thrombin.

Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan

benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur

letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian

pembekuan.

2) Plasma darah

Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening

kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :

(a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.

36

(b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan

lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga

mengadakan osmotik).

(c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas

darah dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk

memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

(d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).

(e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

D. Etiologi

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke

dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe

yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut

terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara

serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini

berdiameter 40 meter dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai

macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya

sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel–sel Arthropoda misalnya

sel aedes Albopictus.

(Soedarto, 2001: 36)

37

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui

vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang

berperan berperan infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan

antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada

perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya

(Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000: 420)

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan

vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya

melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di

daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua

nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang

biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang

terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar

rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan

daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk

betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari

terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.

(Soedarto, 2001 : 37)

3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya

maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,

38

sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama

tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever

(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus

dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya

atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus

dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap

dengue dari ibunya melalui plasenta.

(Soedarto, 2001 : 38)

E. Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang

jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal

di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah

pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau

seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan

zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga

cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya

perembesaran plasma akibatnya terjadi pengurangan volume plasma yang

terjadi hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem retikulo endotel bisa

terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti body yang akhirnya bisa

menyebabkan anaphylaxia.

39

Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan

menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia

yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit

dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar

adrenalin.

Plasma merembas sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya

saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat

berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi

akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini

biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.

Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya

gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler,

trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit

dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan

fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa

terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti petekie, ekimosis,

purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus

gastrointestinal.

(Salmiyatun, 2004 : 18 dan Soegeng Soegijanto, 2002 : 48)

40

F. Manifestasi Klinik

1. Masa Inkubasi

Sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukkan virus

dengue ke dalam kulit , terdapat masa laten yang berlangsung 4 – 5 hari

diikuti oleh demam , sakit kepala dan malaise.

2. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlagsung selama 2 – 7 hari

kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan

dengan berlangsungnya demam , gejala- gejala klinik yang tidak spesifik

misalnya , anoreksia , nyeri punggung , nyeri tulang dan persendian ,

nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya.

3. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan

umumnya terjadi pada kulit , dan dapat berupa uji turniket yang positif ,

mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena , petekia dan purpura.

Selain itu juga dapat dijumpai epstaksis dan perdarahan gusi ,

hematomesis dan melena.

4. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba ,

meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah teraba. Bila terjadi

peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal , harus diperhatikan

kemungkinan akan terjadinya renjatan pada penderita.

41

5. Renjatan ( syok )

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya

penderita , dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit

lembab , dingin pada ujung hidung , jari tangan dan jari kaki serta

cyanosis di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka

biasanya menunjukkan prognosis yang buruk. Nadi menjadi lembut dan

cepat , kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan

menurun sampai di bawah angka 80 mmHg.

6. Gejala klinik lain

Nyeri epigastrum , muntah-muntah , diare maupun obstipasi dan

kejang-kejang. Keluhan nyeri perut yang hebat seringkali menunjukkan

akan terjadinya perdarahan gastrointestinal dan syok.

( Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002 )

G. Penatalaksanaan

Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga

penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan, terdiri

dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin

yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia

terutama pada vektornya.

(Soemarmo, 2000 : 56)

Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Soemarmo, 2000 : 57)

1. Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan

42

melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS

2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada

tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu

sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.

4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi

penularan tinggi.

Menurut Rezeki S, 2002 : 22 ,

Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang

paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat

perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu :

a. Menguras tempat–tempat penampungan air secara teratur sekurang–

kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya.

b. Menutup rapat – rapat tempat penampung air.

c. Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat

menampung air hujan seperti dilanjutkan di baliknya.

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever

(DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 2001 : 344)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat,

Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak

memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam

43

pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu

perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit

( Purnawan dkk, 2001 : 571)

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA,

2004 : 203) yaitu: Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah,

masukan kurang) atau kejang–kejang. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut,

pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV

meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)

menurut UPF IKA, 2004 : 203 – 206 adalah.

Belum atau tanpa renjatan:

1. Grade I dan II

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika

dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan

asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari

Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan

1) infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak

dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <

44

10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air susu

secukupnya

2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum

sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan

infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita

dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik

untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Dengan Renjatan ;

2. Grade III

a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg

dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral

hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi

dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung

berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi

cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi

45

waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan

cairan dalam 24 jam diperhitungkan sebagai berikut :

100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan berat badan 26-30 Kg.

60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

1. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam

keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat

lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma

atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10

mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam

kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan

RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang

sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.

2. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg

BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang

80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita

tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L

atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang

maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

46

H. Tumbuh Kembang Anak

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya

berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan

pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,

jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang

bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran

panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi

kalsium dan nitrogen tubuh).

2. Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan

tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi

dengan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak

terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan

pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu

terjadi secara sinkron pada setiap individu.

47

a. Tumbuh kembang Infant / bayi , umur 0 – 12 bulan

1) Umur 1 bulan :

Fisik : berat badan akan meningkat 150 – 200

gram/minggu, tinggi badan meningkat 2,5 cm /

bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan.

Besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung

sampai bayi umur 6 bulan.

Motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat

kepala dengan dibantu oleh orang tua, tubuh

ditengkurapkan, kepala menoleh ke kiri ataupun ke

kanan, reflek menghisap, menelan, menggenggem

mulai positif.

Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah

Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada

di sekitarnya

2) Umur 2 – 3 bulan :

Fisik : fontanel posterior sudah menutup

Motorik : mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk

menahannnya sendiri dengan tangan, memasukkan

tangan ke mulut, mulai berusaha untuk meraih

benda-benda yang menarik yang ada di sekitarnya,

bisa di dudukkan dengan posisi punggung

disokong, mulai asyik bermain-main sendiri,dengan

tangan dan jari-jarinya.

Sensoris : sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi

ke atas dan ke bawah, mulai mendengarkan suara

yang didengarnya

Sosialisasi : Mulai tertawa pada seseorang, senang jika tertawa

keras, menangis sudah mulai berkurang.

48

3) Umur 4 – 5 bulan :

Fisik : berat badan menjadi dua kali berat badan lahir,

ngeces karena tidak adanya koordinasi menelan

saliva

Motorik : jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang dan

punggung sudah mulai kuat, bila ditengkurapkan

sudah bisa mulai miring dan kepala sudah bisa

tegak lurus, berusaha meraih benda di sekitar

tangannya.

Sensoris : sudah bisa mengenal orang-orang yang sering

berada di dekatnya, akomodasi mata positif

Sosialisasi : senang jika berinteraksi dengan orang lain

walaupun belum pernah dilihat atau dikenalnya,

sudah bisa mengeluarkan suara petanda tidak

senang bila mainan atau benda miliknya diambil

oleh orang lain.

4) Usia 6 – 7 bulan :

Fisik : berat badan meningkat 90-150 gram/minggu, tinggi

badan meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar kepala

meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya kenaikan seperti

ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan,

gigi sudah mulai tumbuh.

Motorik : bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri,

memindahkan anggota badan dari tangan yang satu

ke tangan yang lainnya, mengmbil mainan dengan

tangannya, senang memasukkan kaki ke mulut,

sudah bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri.

Sensoris : sudah dapat membedakan orang yang dikenalnya

dengan yang tidak dikenalnya, jika bersama dengan

orang yang tidak dikenalnya bayi akan merasa

cemas, sudah dapat menyebut atau mengeluarkan

49

suara em...em...em..., bayi biasanya cepat menangis

jika terdapat hal-hal yang tidak disenanginyaakan

tetapi akan cepat tertawa lagi.

5) Umur 8 – 9 bulan :

Fisik : sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi

tangan ke mulut sangat sering, bayi mulai

tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk

merangkak, sudah bisa mengambil benda dengan

menggunakan jari-jarinya.

Sensoris : bayi tertarik dengan bend-benda kecil yang ada

disekitarnya

Sosialisasi : bayi merasa cemas terhadap hal-hal yang belum

dikenalnya ( orang asing ) sehingga dia akan

menangis dan mendorong serta meronta-ronta,

merangkul/memeluk orang yang dicintainya, jika

dimarahi dia sudah bisa memberikan reaksi

menangis dan tidak senang, mulai mengulang kata-

kata “ dada...dada” tetapi belum punya arti.

6) Umur 10 – 12 bulan :

Fisik : berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi

bagian atas dan bawah mulai tumbuh.

Motorik : sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan

lama, belajar berjalan dengan bantuan, sudah bisa

berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan

dengan menggunakan sendok, akan tetapi lebih

senang menggunakan tangan, sudah bi8sa bermain

ci...luk...ba.., mulai senang mencorat-coret kertas.

Sensoris : sudah dapat membedakan bentuk

Sosialisasi : emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada

lingkungan yang sudah diketahuinya, merasa takut

pada situasi yang asing, mulai mengerti akan

50

perintah yang sederhana, sudah mngerti namanya

sendiri, sudah bisa menyebut abi,umi.

b. Tumbuh kembang Toddler, umur 1 – 3 tahun

1) Umur 15 bulan :

Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan

orang lain.

Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir,

memasukkan jari ke lubang, membuka

kotak , melempar benda.

2) Umur 18 bulan :

Motorik kasar : mulai berlari tetapi masih sering jatuh,

menarik-narik mainan, mulai senang naik

tangga tetapi masih dengan bantuan.

Motorik halus : sudah bisa makan dengan menggunakan

sendok, bisa membuka halaman buku,

belajar menyusun balok-balok.

3) Umur 24 bulan :

Motorik kasar : berlari sudah baik, dapat naik tangga

sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.

Motorik halus : sudah bisa membuka pintu, membuka

kunci, menggunting sederhana, minum

dengan menggunakan cangkir, sudah dapat

menggunakan sendok dengan baik.

4) Umur 36 bulan :

Motorik kasar : sudah bisa naik turun tangga tanpa

bantuan, memakai baju dengan bantuan,

mulai bisa naik sepeda roda tiga.

Motorik halus : bisa menggambar lingkaran, mencuci

tangannya sendiri, menggosok gigi.

51

c. Tumbuh kembang Pra Sekolah

1) Usia 4 tahun

Motorik kasar : berjalan berjinjit, melompat, melompat

dengan satu kaki, menangkap bola dan

melemparkannya dari atas kepala.

Motorik halus : sudah bisa menggunakan gunting dengan

lancar, sudah bisa menggambar kotak,

menggambar garis vertikal maupun

horizontal, belajar membuka dan

memasang kancing baju.

2) Usia 5 tahun

Motorik kasar : berjaln mundur sambil berjinjit, sudah bisa

menangkap dan melempar bola dengan

baik, sudah dapat melompat dengan kaki

secara bergantian.

Motorik halus : menulis dengan angka-angka, menulis

dengan huruf, menulis dengan kata-kata,

belajar menulis nama, belajar mengikat tali

sepatu.

Sosial emosional : bermain sendiri mulai berkurang,sering

berkumpul dengan teman sebaya, interaksi

sosial selama bermain meningkat, sudah

siap untuk menggunakan alat-alat bermain.

Pertumbuhan fisik : berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi

badan meningkat 6,75 – 7,5 cm/tahun.

d. Tumbuh kembang Usia Sekolah

Motorik : lebih mampu menggunakan otot-oto kasar

daripada otot-otot halus . Misalnya lompat tali,

batminton, bola volley,pada akhir masa sekolah

52

motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki

lebih aktif daripada anak perempuan.

Sosial emosional : mencari lingkungan yang lebih luas sehingga

cenderung sering pergi dari rumah hanya untuk

bermain dengan teman, saat ini sekolah sangat

berperan untuk membentuk pribadi anak, di

sekolah anak harus berinteraksi dengan orang

lain selain keluarganya, sehingga peranan guru

sangatlah besar.

Pertumbuhan fisik : berat badan meningkat 2 – 3 kg/tahun, tinggi

badan meningkat 6 – 7 cm/tahun.

e. Tumbuh Kembang Remaja ( Adolescent )

Pertumbuhan fisik : merupakan tahap pertumbuhan yang sangat

pesat, tinggi badan 25 %, semua sistem tubuh

berubah dan yang paling banyak perubahan

adalah sistem endokrin, bagian –bagian tubuh

tertentu memanjang, misalnya tangan, kaki,

proporsi tubuh memanjang.

Sosial emosional : kemampuan kan sosialisasi meningkat, relasi

dengan teman wanita/pria akan tetapi lebih

penting dengan teman yang sejenis,

penampilan fisik remaja sangat penting karena

supaya mereka diterima oleh kawan dan

disamping itu pula persepsi terhadap badannya

akan mempengaruhi kosep dirinya, peranan

orang tua/keluarga sudah tidak begitu penting

tetapi sudah mulai beralih pada teman sebaya.

(Soetjiningsih, 2002 : 1)

53

I. Komplikasi

Adapun komplikasi dari Dengue Haemoragic Fever adalah

1. Perdarahan

Perdarahan pada Dengue Haemoragic Fever disebabkan adanya

perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati, dan

trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam

sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendesi

perdarahan saluran cerna, hematemesis, melena.

2. Kegagalan Sirkulasi

DSS (Dengue Syock Syndrome) biasanya terjadi sesudah hari 2-7

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi

kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,

hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan

berkurangnya aliran balik vena, preload, miokardium, penurunan volume

sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan

sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Dengue Syock Syndrome juga

disertai dengan kegagalan homeostatis mengakibatkan aktifitas dan

integritas sistem kardiovaskuler, perfusi miokard dan curah jantung

menurun, sirkulasi darah terganggu dan iskemi jaringan dan kerusakan

fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan

organ sehingga pasien akan meninggal dalam waktu 12-24 jam.

54

3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan

nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobules hati dan sel-sel

kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limfosit yang lebih besar dan

lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibodi.

4. Efusi Pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan

ekstravasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dapat dibuktikan adanya

cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea.

J. Pengkajian Fokus

Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah Utama DHF (Dengue

Haemorragic Fever)

Pengkajian Asuhan Keperawatan Keluarga dengan DHF menurut Friedman.

1. Identitas Data

a. Nama Kepala Keluarga :

b. Usia :

c. Pendidikan :

d. Pekerjaan :

e. Alamat :

f. Komposisi keluarga

Jumlah keluarga yang banyak (extended family), status sosial

ekonomi menurun dan tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah

55

menyebabkan keluarga tidak mampu menjalankan 5 fungsi keluarga

di bidang kesehatan (5 tahap) terhadap penderita DHF di keluarga.

g. Tipe keluarga

Biasanya tipe keluarga besar yang ekonominya rendah, lebih

berpengaruh terhadap status kesehatan terutama DHF.

h. Suku bangsa

Asal suku, identifikasi budaya suku yang terkait dengan masalah

kesehatan.

i. Agama

Agama yang dianut serta kepercayaan yang dapat berpengaruh pada

persepsi keluarga dalam pengobatan atau perawatan pada penderita

DHF.

j. Status sosial ekonomi keluarga

Pendidikan yang rendah, didukung pendapatan yang rendah pula kan

berpengaruh pada keluarga dalam mengenal masalah DHF dalam

pengambilan keputusan, dan keluarga tidak mampu untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan gizi pada penderita DHF serta

biaya pengobatannya.

k. Latar Belakang Budaya

1) Kebiasaan fasilitas Kesehatan

Keluarga mempunyai kebiasaan jika ada anggota keluarga yang

sakit, sumber pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat

56

merupakan tempat pertama yang dituju dalam rangka

pengobatan. Contohnya Puskesmas.

2) Pengobatan Tradisional

Keluarga biasanya hanya memberikan pengobatn tradisional,

misalnya untuk mengurangi demam, keluarga menganjurkan

penderita untuk istirahat dan jika masih demam hanya dibelikan

obat di warung.

l. Aktivitas di waktu senggang

Kebiasaan aktivitas yang mempengaruhi penderita DHF yaitu

aktivitas yang banyak apalagi di tempat yang kotor. Penderita DHF

harus mengurangi aktivitas, istirahat dan harus bayak minum air putih

secara teratur.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Anggota keluarga yang tertua akan berpengaruh pada keluarga,

dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah.

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Dalam tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi misalnya

dalam masalah kesehatan, keluarga belum bisa meningkatkan

kesehatan anggota keluarga.

57

c. Riwayat keluarga inti

Jika dalam silsilah keluarga didapatkan anggota keluarga ada yang

menderita DHF maka tidak dapat beresiko pada kerabat atau

keturunan berikutnya untuk menderita DHF, sebab DHF merupakan

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.

3. Data Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

Karakteristik luas tipe, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan

ruangan, peletakan perabot, jarak sumber air dengan septic tank,

sumber air yang digunakan, status kepemilikan dan denah rumah.

Keadaan rumah yang kecil, sempit, kotor, ventilasi yang kurang,

perabotan rumah berserakan, penataan ruangan atau kamar yang

banyak baju bergantungan. Hal tersebut merupakan faktor

predisposisi timbulnya penyakit DHF. Di samping itu, tempat-tempat

di luar rumah penderita DHF, misal : lingkungan dengan kondisi atau

keadaan kotor, pembuangan sampah terbuka, pembuangan air limbah

tidak lancar.

(Nelson, 2001)

b. Karakteristik tetangga dan komunitas

Karakteristik fisik tetangga dan masyarakat yang berpengaruh pada

penyakit DHF, misal : sanitasi jalan terlihat kumuh, rumah,

58

pekerjaan, kelas sosial dan karakteristik sosial budaya masyarakat,

serta sulitnya masyarakat menggunakan transportasi.

c. Mobilitas geografis keluarga

Penderita DHF biasanya sering bertempat tinggal di daerah yang

kumuh, kotor sehingga akan mempengaruhi pada penderita DHF.

d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Keluarga menyadari pentingnya intoleransi dengan masyarakat dan

menggunakan fasilitas pelayanan masyarakat misalnya pelayanan

kesehatan.

e. Sistem pendukung keluarga

Biasanya yang membantu keluarga saat membutuhkan bantuan

adalah tetangga dekat atau sanak keluarga dan petugas kesehatan

dalam membantu kesehatan keluarga.

4. Struktur Keluarga

a. Pola komunikasi keluarga

Kurang komunikasi diantara keluarga yang menderita DHF akan

mempengaruhi pengambilan keputusaN dalam memutuskan suatu

masalah.

b. Struktur kekuatan keluarga

Dalam keluarga yang membuat keputusan dalam menyelesaikan

masalah biasanya dilakukan oleh kepala keluarga dengan cara

59

demokrasi. Jika kepala keluarga tidak mampu mengambil keputusan

tepat dalam mengatasinya maka dapat memperberat penyakit DHF.

c. Struktur Peran

Peran kepala keluarga adalah memenuhi kebutuhan anggota

keluarganya dn setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-

masing dalam menaggulangi, mencegah serta merawat anggota

keluarga yang sakit.

d. Nilai dan norma keluarga

Keluarga mempunyai persepsi bahwa suatu penyakit tidak dapat

sembuh tanpa diobati seperti DHF tidak dapat sembuh tanpa

pengobatan.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Afektif

Perhatian yang kurang sehingga penderita DHF tidak mendapatkan

perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Fungsi Sosialisasi

Tingkat kependidikan dan pengetahuan masyarakat rendah, sehingga

dalam proses sosialisasi masyarakat, keluarga tidak mendapatkan

informasi yang tepat tentang DHF dan penanganannya.

c. Fungsi Kesehatan

Keluarga mampu melakukan lima tugas kesehatan keluarga yaitu :

60

1) Mengenal masalah kesehatan tentang penyakit DHF (pengertian,

faktor penyebab, tanda dan gejala, akibat serta penatalaksanaan).

2) Mengambil keputusan jika ada anggota keluarga yang sakit.

3) Merawat anggota keluarga yang sakit dengan menjauhkan faktor-

faktor pencetus terjadinya DHF (Dengue Haemorragic Fever) dan

pemenuhan nutrisi yang cukup.

4) Memodifikasi lingkungan misal menjaga kebersihan agar terhindar

dari penyakit.

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan misalnya : membawa

anggota keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan terdekat

seperti Puskesmas.

d. Fungsi Reproduksi

Berapa jumlah anak, bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak,

metode yang digunakan.

e. Fungsi Ekonomi

Keluarga mempunyai fungsi dalam memenuhi kebutuhan ekonominya

dan termasuk pemanfaatan sumber yang ada di masyarakat dalam

upaya peningkatan status kesehatan keluarga.

6. Stress dan Koping Keluarga

a. Stressor jangka pendek

Apabila keluarga mempunyai masalah dalam kesehatan, anggota

keluarga ada yang menderita DHF maka bagaimana cara keluarga

merawat anggota keluarga yang menderita tersebut.

61

b. Stressor jangka panjang

Keluarga mampu bertindak tenang dan sabar dalam perawatan DHF

dan pengobatannya.

c. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor

Keluarga begitu peka terhadap situasi yang terjadi dalam anggota

keluarga, sehingga akan lebih cepat dalam mengambil keputusan

sehingga tidak berakibat buruk, misal akibat atau komplikasi dari DHF

(Dengue Haemorragic Fever).

d. Strategi koping yang digunakan

Keluarga yang menggunakan mekanisme koping yang tidak adaptif

terkait dengan masalah kesehatan yang muncul, misal tidak segera

membawa anggota keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan

cenderung akan mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga.

7. Keluhan utama

Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit

kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.

8. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil

dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas terjadi antara

hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai

keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau

konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan

62

pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan

pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.

9. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya

mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.

10. Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan

akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

11. Riwayat gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak

dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor

predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan

mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut

dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat

mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi

kurang.

12. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan

yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang

di kamar).

63

13. Pola kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme

Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan

berkurang, dan nafsu makan menurun.

b. Eliminasi BAB

Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau

konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.

c. Eliminasi BAK

Eliminasi BAK: perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau

banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.

d. Tidur dan istirahat

Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan

kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.

e. Kebersihan

Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada

keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.

14. Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai

ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak

adalah :

64

a. Kesadaran : Apatis

b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg

c. Kepala : Bentuk mesochepal

d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,

mata anemis

e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada

gangguan pendengaran

f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis

g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada

perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan

gusi.

h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan

leher tidak ada, nyeri telan

i. Dada

Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan

Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan

Perkusi : Sonor

Palpasi : taktil fremitus normal

j. Abdomen

Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)

Auskultasi : bising usus 8x/menit

Perkusi : tympani

Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

65

k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot,

sendi tulang

l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang

kateter

15. Sistem integumen

Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat

dingin dan lembab.

Kuku sianosis atau tidak.

a. Kepala dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tamp0ak kemerahan karena demam

(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan

(epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa

mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.

Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi

perdarahan telingga (grade II, III, IV ).

b. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax

terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan,

(efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III

dan IV.

66

c. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.

Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta

tulang.

67

K. Pathways Keperawatan

68

L. Diagnosa Keperawatan Keluarga

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. L dikeluarga Tn.

A dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat An. L yang

mengalami DHF (Dengue Haemorragic Fever).

2. Kurangnya volume cairan tubuh pada An. L dikeluarga Tn. A dengan

ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah An. L yang

mengalami DHF (Dengue Haemorragic Fever).

3. Kurangnya pengetahuan pada An. L dikeluarga Tn. A dengan

ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah An. L yang

mengalami DHF (Dengue Haemorragic Fever).

M. Fokus Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan 1

a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi

dapat terpenuhi.

b) Rencana tindakan

1) Pencegahan primer

- Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

- Meyakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk

mencegah kontipasi.

- Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan.

- Menurunkan kebutuhan metabolisme untuk mencegah

penurunan kalori dan simpanan energi dengan melakukan tirah

baring atau pembatasan aktivitas selama fase sakit.

- Anjurkan pasien untuk meningkatkan masukan Fe, protein dan

Vitamin C.

69

2) Pencegahan sekunder

- Anjurkan untuk sediakan makanan dalam ventilasi yang baik,

lingkungan menyenangkan karena lingkungan yang

menyenangkan akan menurunkan stress dan lebih kondusif

untuk makan.

- Berikan kebersihan oral karena mulut yang bersih dapat

meningkatkan rasa makanan.

3) Pencegahan tersier

- Monitor mual dan muntah.

- Monitor adanya penurunan BB.

- Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan.

- Kolaborasi nutrisi perenteral total, terapi IV sesuai indikasi.

2. Diagnosa Keperawatan 2

a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak adanya

tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa lembab, tidak

ada rasa haus yang berlebihan.

b) Rencana tindakan

1) Pencegahan primer

- Pantau status hidrasi (kelembaban membran, nadi akurat).

- Monitor masukan makanan/cairan.

2) Pencegahan sekunder

- Anjurkan banyak minum 1500-2000 ml/hari.

- Batasi aktivitas yang menguras tenaga.

3) Pencegahan tersier

- Kolaborasi dokter juga pemberian cairan IV sesuai dengan

suhu ruangan.

- Memberikan deuritik sesuai intruksi.

70

3. Diagnosa Keperawatan 3

a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga

mengetahui sumber-sumber informasi.

b) Rencana tindakan

1) Pencegahan primer

- Menentukan tingkat pengetahuan keluarga sebelumnya.

- Mempunyai perencanaan pada kondisi kegawatan.

- Dorong untuk mengikuti informasi yang diberikan oleh

tenaga kesehatan lain.

2) Pencegahan sekunder

- Diskusikan tentang proses penyakit (pengertian, tanda dan

gejala, faktor penyebab dan komplikasi.

- Jelaskan secara rasional tentang pengelolaan terapi atau

perawatan yang dianjurkan.

- Ajarkan tentang makanan yang boleh dan tidak boleh

dimakan.

3) Pencegahan tersier

- Kaji ulang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit.

- Rujuk kepelayanan kesehatan bila kondisi pasien semakin

memburuk.