Upload
duongnhi
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN KONSEP DAN TEORI
A. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita sakit. Salah satu peran dan fungsi keluarga adalah
memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota
keluarganya dalam memberikan kasih sayang (Friedman, 2010).
Dukungan keluarga menurut Franis dan Satiadarma (2004) merupakan
bantuan/sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dai anggota
keluarga yang lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat
didalam sebuah keluarga.
Menurut Smith (1994), dukungan keluarga adalah pertolongan dan
semangat yang diberikan oleh keluarga terhadap anggotanya dimana dukungan
tersebut sebagai variabel mediator yang menunjukkan fasilitas koping selama
waktu krisis. Dukungan keluarga dapat memberikan pengaruh yang positif
terhadap kesehatan anggota keluarganya. Bentuk dukungan ini dapat diberikan
melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Secara
langsung dukungan ini akan memberikan dorongan kepada anggotanya untuk
berperilaku sehat, sedangkan secara tidak langsung dukungan yang diterima dari
orang lain akan mengurangi ketegangan atau depresi sehingga tidak
menimbulkan gangguan (Kaplan, 2005).
Menurut Friedman (2003), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan,
dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi
8
sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan. Caplan (1976), dalam Friedman (2003), menjelaskan
bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan, yaitu: dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumen dan dukungan
emosional.
1. Dukungan informasional
Adalah sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia.
Manfaatnya dapat menahan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran,
petunjuk dan pemberian informasi.
2. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan
validator identitas keluarga, diantaranya adalah memberikan support,
penghargaan dan perhatian.
3. Dukungan instrumen
Keluarga bertindak sebagai sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Dukungan instrumen diantaranya adalah kesehatan dalam hal makan,
minum, istirahat dan terhindarnya dari kelelahan.
9
4. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi diantaranya
menjaga hubungan emosional, perasaan aman , nyaman dan terlindung,
serta hubungan interpersonal. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian dan mendengarkan atau didengarkan. Menurut
Friedman (2003), dukungan sosial keluarga merupakan sebuah proses yang
terjadi sepanjang masa kehidupan; sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-
beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dalam semua tahap
kehidupan, dukungan sosial keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini akan meningkatkan
kesehatan dan daptasi keluarga.
Hasil penelitian sesuai dengan teori Akhmadi (2005) yang mengatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah
kelas sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan dan
tingkat pendidikan.
Ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan dukungan
emosional, Wardaningsih (2007) orang yang tidak bekerja akan
memberikan dukungan, dimana responden yang tidak bekerja tentunya
mempunyai waktu luang yang cukup untuk merawat anggota keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan dibandingkan dengan keluarga atau
responden yang bekerja, ada juga sebagian responden yang bekerja
10
memberikan dukungan terutama dukungan emosional seperti memberikan
perhatian, kasih sayang, motivasi dan memberikan rasa aman.
Hasil penelitian Delia Ulpa (2009) tentang dukungan keluarga yang
mengalami halusinasi bahwa dukungan keluarga sangat berpengaruh pada
kepatuhan klien dalam mengikuti regimen terapeutik dan mempercepat
proses penyembuhan klien. Semakin baik dukungan yang diberikan
keluarga maka beban keluarga semakin ringan.
Hasil penelitian Khairumahmi (2009) ada hubungan antara karakteristik
jenis pendidikan dengan dukungan keluarga. Semakin tinggi tingkat
pendidikan responden, semakin tinggi responden memberikan dukungan
keluarga.
Hasil penelitian Nuraenah (2012) menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan dukungan Informasi, Emosional,
Instrumental, Penilaian dan Keluarga. Menurut Lueckenotte (2000), bahwa
tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyerap informasi, menyelesaikan masalah, dan berperilaku baik.
Hasil penelitian Nuraenah&Mustikasari (2012) menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara dukungan Informasi dengan beban
keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin bertambah
dukungan informasi semakin berkurang beban keluarga. Dukungan
informasi yang diberikan oleh keluarga adalah memberikan saran,
informasi, masukan, nasehat atau arahan dan memberikan informasi-
informasi penting yang terkait dengan yang sangat dibutuhkan oleh anggota
11
keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan dalam upaya meningkatkan
kebutuhan dukungan keluarga melalui status kesehatannya jiwa (Friedman,
2010).
Dukungan keluarga yang kurang terhadap pasien gangguan jiwa
khususnya halusinasi akan mempengaruhi keadaan psikisosial karena klien
di anggap tidak dibutuhkan lagi dan terlepas dari integral keluarga maupun
masyarakat. Kondisi ini akan mempengaruhi tingkat kekambuhan bagi
klien, oleh karena itu individu merupakan bagian integral dari keluarga,
maka seharusnya keluarga lebih di libatkan dalam setiap tindakan
perawatan gangguan jiwa.
Semakin baik dukungan keluarga yang dimiliki maka akan sangat
membantu klien dalam mengontrol halusinasinya. Hal ini sejalan dengan
Friedman (1998) bahwa peran utama keluarga terhadap klien gangguan
jiwa halusinasi adalah mengubah pola perilaku klien dalam hal mengontrol
halusinasinya dan membantu mempercepat penyembuhan atau promosi
kesehatan dan sosialisasi klien. Sebagai bagian dari tugasnya untuk
menjaga kesehatan anggotanya, keluarga perlu menyusun dan menjalankan
aktivitas-aktivitas pemeliharaan kesehatan berdasarkan apa yang
dibutuhkan oleh keluarga.
Peranan keluarga sangat penting karena keluarga merupakan awal dari
interaksi setiap individu dimana terjadi proses tumbuh kembang. Keluarga
merupakan sebuah sistem yang saling tergantung satu sama lain karena
perubahan fungsi dari salah satu anggota keluarga akan memberi dampak
12
pada semua anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat belajar utama
individu untuk mengembang nilai, keyakinan dan sikap yang akan dibawa
dalam masyarakat (Arif,2006).
Motivasi keluarga berperan besar dalam membangkitkan kemauan klien
untuk mengontrol halusinasinya. Semakin klien dimotivasi maka klien akan
semakin mampu melakukan sesuatu untuk kesembuhannya. Sebaliknya
klien yang tidak dimotivasi akan merasa diabaikan sehingga klien
cenderung tidak mampu mengontrol halusinasinya. Hal ini sejalan dengan
Arif (2006) bahwa seseorang dengan senang hati mengemukakan tujuannya
mengikuti program pengobatan yang di berikan oleh petugas kesehatan jika
ia memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap pengobatan yang di
berikan dan keluarga serta teman memberikan motivasi atau mendukung
keyakinan tersebut. Pernyataan-pernyataan yang dipublikasikan dapat
meningkatkan kepatuhan. Kesepakatan apapun yang di harapkan dari
pasien harus berasal dari pasien itu sendiri, paksaan dari tenaga kesehatan
hanya akan menghasilkan efek yang negatif. Dengan adanya motivasi
keluarga terhadap klien, dapat mengurangi beban pikiran klien, klien tidak
merasa sendiri dengan adanya anggapan bahwa masih ada keluarga yang
mau peduli dan mau menerima klien dalam kondisi tersebut (Nurdiana,
Syafwani dan Umbransya, 2007).
Peran serta keluarga sangat penting untuk penyembuhan pasien, karena
keluarga merupakan sistem pendukung yang terdekat bagi pasien. Keluarga
agar selalu dilibatkan dalam perencanaan, perawatan dan pengobatan,
13
persiapan pemulangan pasien, dan rencana perawatan tindak lanjut di
rumah. Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu
berhubungan dengan kita. Keadaan ini kita perlu menyadari sepenuhnya
bahwa setiap individu merupakan bagiannya dan dikeluarga juga semua
dapat di ekspresikan tanpa hambatan yang berarti (Setiawati dan
Dermawan, 2008).
B. Konsep Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indra sensasi panca indra tanpa
rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan
rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsnag yang tertuju pada kelina
indera tersebut (Izzudin,2005).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damayanti&Iskandar, 2012).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstern:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari
luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi
14
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep, 2010).
Menurut Varcalosis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-
hearing voices or sound), penglihatan (Visual-seeing persons or things),
penciuman (Olfactory-smeling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing
taste). Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau
sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui
bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa.
Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun.
Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.
15
2. Rentang Respon Halusinasi
RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF
1. Pikiran Logis 1. Distorsi Pikiran 1. Gangguan Pikir/
2. Persepsi Akurat 2. Ilusi delus
3. Emosi Konsisten 3. Reaksi Emosi 2. Sulit Merespon
dengan Pengalaman 4. Perilaku Aneh/ Emosi
4. Perilaku Sesuai tidak biasa 3. Perilaku
5. Berhubungan Sosial 5. Menarik Diri Disorganisasi
4.Isolasi Sosial
Rentang respon Neurobiologi (Stuart dan Laraia,2005)
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, adapun respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman para ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dapat batas
kewajaran.
16
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepri sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
17
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
3. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Non Patologis
Menurut (National Alliance For Mentally (NAMI) III) Halusinasi dapat
terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada
umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau
kelelahan juga bisa karena pengaruh obat-obatan (Halusinasinogenik)
Halusinasi ini antara lain:
1) Halusinasi Hipnogenik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi
sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur
2) Halusinasi Hipnopomik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi
pada saat seseorang terbangun tidur
b. Halusinasi Patologi
Halusinasi ada 5 macam yaitu :
1) Halusinasi Pendengaran (Auditory)
Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan
stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya
2) Halusinasi Penglihatan (Visual)
18
Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak melihat
3) Halusinasi penciuman (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak mencium
4) Halusinasi Pengecapan (Gusfactory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasa merasakan
makanan yang tidak enak
5) Halusinasi perabaan (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.
4. Fase-fase dalam Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laria
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu :
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk fokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini pasien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
19
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
(denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disini pasien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori mernjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang. Kondisi pasien sangat membahayakan.
5. Faktor Penyebab Halusinasi
a. Predisposisi
1) Faktor Pekembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
20
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
21
b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:
a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
22
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
23
e) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri. Irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan takdirnya memburuk.
6. Tanda dan gejala
Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008), dan menurut keliat dikutip
oleh Syahbana (2009) , perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b. Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat dan respon
verbal yang lambat
c. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain
d. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
24
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan),
dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitas dan kataton
C. Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Yang perlu dikaji: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi dibawa kerumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, erganggu karena perilaku klien dan hal lain,
gejala yang dinampakkan dirumah sehingga klien dibawa kerumah sakit
untuk mendapatkan perawatan.
c. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minumdan rasa
aman.
b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
25
c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a. Komunikasi peran ganda
b. Tidak ada komunikasi
c. Komunikasi dengan emosi berlebihan
d. Komunikasi tertutup
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih
dalam tahap penelitian.
d. Faktor presipitasi
Faktor-faktor penceus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
26
2) Mekanisme penghataran listrik disyaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal)
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
e. Status mental
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian
2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit
3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun
4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi
5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan
ambivalen
6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan non verbal
7) Persepsi: ketidakmampuan menginterpretasukan stimulus yang
ada sesuai dengan informasi
8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilain realistis
10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang
11) Memori:
a) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah
lebih setahun berlalu
b) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu
yang lalu dan pada saat dikaji
27
12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan
menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana
13) Kemampuan penilaian: apakah terdapat masalah ringan atau berat
14) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang
diri
f. Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk
makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri,
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan serta aktifitas dalam dan ruang
luar ruangan.
g. Mekanisme koping
1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2) Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik stimulus
internal
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan
perumahan atau pemukiman.
i. Aspek medik
Diagnosa medik dan terapi medik
28
2. Penatalaksanaan Halusinasi
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa
pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga
yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorilk yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melawan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberika pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
29
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri
dari:
1. Terapi aktivitas
a. Terapi musik
Fokus mendengar, memaikan alat musik dan bernyanyi. Adapun
terapi musik yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang
disukai pasien
b. Terapi seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
c. Terapi menari
Fokus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
d. Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam
kehidupan.
2. Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
3. Terapi kelompok
a. Terapi group (kelompok terapeutik
b. Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
30
c. TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
d. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
(home like atmosphere).
3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
persepsi sensori adalah sebagai berikut :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi.
b. Resiko perilaku kekerasan.
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah
(Keliat, 2006)
31
4. Pohon Masalah
5. Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat (2006) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan berhubungan dengan
intoleransi aktifitas
Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan, dan verbal)
Effect
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
Core Problem
Isolasi Sosial
Causa
32
1) Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi
TUM : tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
TUK 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria
hasil:
1. Ekspresi wajah bersahabat,
2. Menunjukkan rasa senang,
3. Ada kontak mata,
4. Mau berjabat tangan,
5. Mau menyebutkan nama,
6. Mau menjawab salam,
7. Klien mau duduk berdampingan dengan perawat,
8. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri denga sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
33
TUK 2. Klien dapat mengenali halusinasi dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuens timbulnya halusinasi
2. Klien dapat memungkinkan perasaan terhadap halusinasi
Intervensi :
a. Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap.
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; berbicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri atau kekanan atau kedepan
seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenali halusinasinya.
1) Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara
yang didengar
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa yang dikatakan.
3) Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
peerawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
4) Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.
d. Diskusikan dengan klien
1) Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah atau takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaanya.
34
TUK 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
2. Klien dapat menyebutkan cara baru
3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien
Intervensi :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi:
a. Katakana “saya saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasi
terjadi)
b. Menemuai orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasinya terdengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak muncul
d. Minta keluarga/teman/perawat jika nampak bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
TUK 4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
dengan kriteria hasil :
4. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
35
5. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan kegiatan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1. Gejala halusinasi yang dialami klien
2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3. Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi dirumah,
beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian
bersama.
4. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan:
halusinasi terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
TUK 5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil :
1. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
obat.
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat secara benar
3. Klien dapat informasi tentang efek samping obat
4. Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi :
36
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat
obat
b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar
D. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari individu-individu
yang bergabung dan berinteraksi secara teratur antara satu dengan yang lain
yang diwujudkan dengan adanya saling ketergantungan dan berhubungan
untukmencapai tujuan bersama.
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga
selalu berinteraksi satu sama lain.
Menurut Duvall, keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan
oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota.
37
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, cit Effendi,
1998). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), keluarga
adalah sanak saudara yang bertalian oleh turunan atau saudara yang bertalian
oleh perkawinan, orang seisi rumah, anak, suami, atau istri.
2. Karakteristik keluarga adalah:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah mereka
tetap memerhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial: yaitu sebagai suami, istri, anak, kakak dan
adik.
d. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial para
anggotanya.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa keluarga juga merupakan suatu
sistem. Sebagai sistem, keluarga mempunyai anggota yaitu: ayah, ibu dan
anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut.
Anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi untuk
mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka
sehingga dapat dipengaruhi oleh suprasistemnya yaitu lingkungan
38
(masyarakat) dan sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan
(masyarakat) keluarga dapat mempengaruhi masyarakat (suprasistem).
Oleh karena itu, betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam
membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat biopsikosial
spiritual. Jadi sangatlah tepat jika keluarga sebagai titik sentral pelayanan
keperawatan. Diyakini bahwa keluarga yang sehat akan mempunyai
anggota yang sehat dan mewujudkan masyarakat yang sehat pula.
3. Struktur Keluarga
a. Macam-macam struktur keluarga
Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam,diantaranya adalah:
1) Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak keluarga
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur ayah.
2) Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yng terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui
jakur garis ibu.
3) Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
39
4) Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suam istri yang tinggal bersama keluarga
saudara suami.
5) Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak.
b. Ciri-ciri struktur keluarga
1) Terorganisasi, yaitu saling berhubungan, saling ketergantungan
antara anggota keluarga.
2) Ada keterbaatasan, dimana setiap anggota memiliki kebebasan tetapi
mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
3) Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setia anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsnya masing-masing.
Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas:
a) Pola dan proses komunikasi
b) Struktur peran
c) Struktur peran dan struktur nilai
d) norma
4. Tujuan Dasar Keluarga
a. Tujuan dasar pembentukan keluarga adalah:
1) Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat
terhadap perkembangan individu.
40
2) Keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota
keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
3) Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota
keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosio-
ekonomi dan kebutuhan seksual.
4) Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan
identitas seorang individu dan perasaan harga diri.
Alasan mendasar mengapa keluarga menjadi fokus sentral dalam
perawatan adalah:
a) Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera,
perpisahan) yang memengaruhi satu atau lebih keluarga, dan dalam
hal tertentu,sering akan memengaruhi anggota keluarga yang lain,
dan unitini secara keseluruhan
b) Ada hubungan yang kuat dan signifikan antara keluarga dan status
kesehatan anggota keluarganya.
c) Melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada
peningkatan, perawatan diri (self care), pendidikan kesehatan, dan
konseling keluarga, serta upaya-upaya yang berarti dapat mengurangi
resiko yang diciptakan oleh pola hidup keluarga dan bahaya dari
lingkungan.
d) Adanya masalah-masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga
dapat menyebabkan ditemukannya faktor-faktor risiko pada anggota
keluarga yang lain.
41
e) Tingkat pemahaman dan berfungsinya seorang individu tidak lepas
dari andil sebuah keluarga.
5. Fungsi Keluarga
Friedman (1988) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga
diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi,
fungsi ekonomi dan fungsi perawatan keluarga.
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tampak
melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga
mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan yang dimiliki,
perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang. Dukungan
(reinforcement) yang semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui
interaksi dalam keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiri dengan
kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur
hidup, dimana individu secara kontinu mengubah perilaku mereka
sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka
alami.
42
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan
dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga
berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol. Disisi lain banyak
kelahiran yang tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan, sehingga
lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua.
d. Fungsi ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian,
dan perumahan, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi
ini sulit dipenuhi oleh keluarga yang berbeda dibawah garis kemiskinan,
perawat bertanggung jawab untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat
yang dapat digunakan oleh keluarga dalam meningkatkan status
kesehatan.
e. Fungsi perawatan keluarga
Bagi para profesional kesehatan keluarga, fungsi perawatan
kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga.
Guna menempatkan dalam sebuah persektif, fungsi ini merupakan salah
satu fungsi keluarga yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan fisik,
seperti: makan, pakaian, tempat tinggal dan perawatan kesehatan. Jika
diliat dari perspektif masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar,
dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur dan diamankan.
43
6. Tipe Keluarga
a. Keluarga Tradisional
1) Tradisional Nuclear/Keluarga Inti
Merupakan satu bentuk keluarga tradisional yang
dianggap paling ideal. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak, tinggal dalam satu rumah, dimana ayah
adalah pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
2) Keluarga Pasangan Suami Istri Bekerja
Adalah keluarga dimana pasangan suami istri keduanya
bekerja diluar rumah. Keluarga ini merupakan pengembangan
varian nontradisional dimana pengambilan keputusan dan
pembagian fungsi keluarga ditetapkan secara bersama-sama oleh
kedua orang tua. Meskipun demikian, beberapa keluarga masih
tetap menganut bahwa fungsi kerumahtanggaan tetap dipegang
oleh istri.
3) Keluarga Tanpa Anak atau Dyadic Nuclear
Adalah keluarga dimana suami-istri sedah berumur, tetapi
tidak mempunyai anak. Keluarga tanpa anak dapat diakibatkan
oleh ketidakmampuan pasangan suami istri untuk menghasilkan
keturunan ataupun ketidaksanggupan untuk mempunyai anak
akibat kesibukan dari kariernya. Biasanya keluarga ini akan
mengadopsi anak.
44
4) Commuter Family
Yaitu keluarga dengan pasangan suami istri terpisah
tempat tinggal secara sukarela karena tugas dan pada kesempatan
tertentu keduanya bertemu dalam satu rumah.
5) Reconstituted Nuclear
Pembentukan keluarga baru dari keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam satu rumah dengan
anaknya, baik anak bawaan dari perkawinan lama maupun hasil
perkawinan baru. Pada umumnya, bentuk keluarga ini terdiri dari
ibu bersama anaknya dan tingal bersama ayah tiri.
6) Extended Family/Keluarga Besar
Keluarga besar tradisional adalah satu bentuk keluarga
dimana pasangan suami istri sama-sama melaksanakan
pengaturan dan belanja rumah tangga dengan orang tua, sanak
saudara, atau kerabat dekat lainnya. Dengan demikian, anak
dibesarkan oleh beberapa generasi dan memiliki pilihan terhadap
model-model yang akan menjadi pola perilaku bagi anak-anak.
Tipe keluarga besar biasanya bersifat sementara dan terbentuk
atas dasar persamaan dan terdiri dari beberapa keluarga inti yang
secara adil menghargai ikatan-ikatan keluarga besar.
7) Keluarga dengan Orang Tua Tunggal/Single Parent
Keluarga dengan orang tua tunggal adalah bentuk
keluarga yang didalamnya hanya terdapat satu orang kepala
45
rumah tangga yaitu ayahatau ibu. Varian tradisonal keluarga ini
adalah bentuk keluarga dimana kepala keluarga adalah janda
karena cerai atau ditinggal mati suaminya, sedangkan varian
nontradisonal dari keluarga ini adalah Single Adult yaitu kepala
keluarga seorang perempuan atau laki-laki yang belum menikah
atau tinggal sendiri.
b. Keluarga Tradisional
Bentuk-bentuk varian keluarga nontradisonal meliputi bentuk-
bentuk keluarga yang sangat berbeda satu sama lain, baik dalam struktur
maupun dinamikanya, meskipun lebih memiliki persamaan satu sama
lain dalam hal tujuan dan nilai daripada keluarga inti tradisional. Orang-
orang dalam pengaturan keluarga nontradisional sering menekankan nilai
aktualisasi diri, kemandirian, persamaan jenis kelamin, keintiman dalam
berbagai hubungan interpersonal. Bentuk-bentuk keluarga ini meliputi :
1) Communal/Commune Family
Adalah keluarga dimana dalam satu rumah terdiri dari dua atau
lebih pasangan yang monogami tanpa pertalian keluarga dengan
anak-anaknya dan bersama-sama, dalam penyediaan fasilitas. Tipe
keluarga ini biasanya terjadi pada daerah perkotaan dimana
penduduknya padat.
2) Unmaried Parent and Child
Adalah keluarga yang terdiri dari ibu-anak, tidak ada perkawinan
dan anaknya dari hasil adopsi.
46
3) Cohibing Couple
Merupakan keluarga yang terdiri dari dua orang atau satu
pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
4) Institusional
Keluarga yang terdiri dari anak-anak atau orang-orang dewasa
yang tinggal bersama-sama dalam panti. Sebenarnya keluarga ini
tidak cocok untuk disebut sebagai sebuah keluarga, tetapi mereka
sering mempunyai sanak keluarga yang mereka anggap sebagai
keluarga sehingga sebenarnya terjadi jaringan yang berupa kerabat.
Meskipun banyak tipe keluarga disajikan diatas, akan tetapi di
Indonesia tetap menganut UU Nomor 10 tahun 1992 yang
menyatakan bahwa keluarga adalah unit masyarakat terkecil yang
terdiri dari suami-istri dan anak. Kemudian pada pasal 1 undang-
undang tersebut menyatakan bahwa keluarga sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk berdasar atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak,
bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, keluarga Indonesia
adalah keluarga yang dimulai dengan perkawinan sah dari seorang
laki dan perempuan yang menghasilkan keturunan atau tidak.