26
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Usaha Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberi arah dan memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. 16

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Usaha · 2017. 4. 1. · 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Usaha Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi,

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 16

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Kinerja Usaha

    Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional organisasi,

    bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang

    telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil

    kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam

    melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

    Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam

    suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja

    kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang

    memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan

    jajaran personel di dalam organisasi. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga

    komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap

    unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan

    memberi arah dan memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang

    diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan

    tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah

    mencapai kinerja yang diharapkan.

    16

  • 17

    Menurut Notoatmodjo (2009), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-

    faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya

    Ability (kemampuan yang dapat dikembangkan), Capacity (kemampuan yang sudah

    tertentukan/terbatas), Help (bantuan untuk terwujudnya performance), Incentive

    (insentif material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja

    karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian tugas), dan Evaluation (adanya

    umpan balik hasil kerja).

    Kinerja adalah suatu konsep kontekstual terkait dengan fenomena yang

    sedang dipelajari, sehingga langkah-langkah yang digunakan untuk mewakili kinerja

    dipilih berdasarkan keadaan perusahaan yang sedang diamati. Penilaian kinerja

    merupakan aktivitas penting bagi suatu perusahaan sebagai proses evaluasi seluruh

    aktivitasnya. Sifat dasar kinerja suatu perusahaan dan pengukurannya menjadi topik

    para ahli dan praktisi sejak perusahaan pertama kali dibentuk. Tetapi penilaian kinerja

    sering menjadi masalah karena penilaian kinerja seakan-akan hanya ditujukan untuk

    tujuan evaluasi semata dan mengesampingkan tujuan yang lain seperti tujuan

    pengembangan kompetensi dan kemampuan individu dalam melaksanakan tugas serta

    tujuan lainnya.

    2.2 Daya Saing

    Daya saing adalah suatu konsep yang umum digunakan di dalam ekonomi,

    yang biasanya merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar dalam kasus

    perusahaan-perusahaan dan keberhasilan dalam persaingan internasional dalam kasus

    negara-negara. Dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan persaingan

  • 18

    bebas, daya saing telah menjadi satu dari konsep-konsep kunci bagi perusahaan-

    perusahaan, negara-negara, dan wilayah-wilayah untuk bisa berhasil dalam

    partisipasinya di dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia (Markovics, 2005).

    Dengan memakai konsep daya saing, Man (2002) membuat suatu model

    konseptual untuk menghubungkan karakteristik-karakteristik dari manager atau

    pemilik IKM dan kinerja perusahaan jangka panjang. Model konsepsual untuk daya

    saing terdiri dari: skop daya saing perusahaan, kapabilitas organisasi dari perusahaan,

    kompetensi pengusaha/pemilik usaha, dan kinerja. Daya saing merupakan

    kemampuan perusahaan, industri daerah, negara atau antar daerah untuk

    menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan

    berkesinambungan dalam rangka menghadapi persaingan internasional.

    Daya saing memiliki tiga karakteristik yakni, potensi, proses, dan kinerja.

    Selain hal tersebut daya saing juga dicirikan oleh orientasi jangka panjang,

    kontrolabilitas, relativitas, dan dinamika. Disamping itu ada tiga aspek penting yang

    memengaruhi daya saing IKM, yakni : faktor-faktor internal perusahaan, lingkungan

    eksternal, dan pengaruh dari pengusaha/pemilik usaha. Daya saing sebuah perusahaan

    tercerminkan dari daya saing dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Daya

    saing dari perusahaan ditentukan oleh tujuh faktor yang sangat penting diantaranya

    keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal,

    sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan

    teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya, seperti

    energi, dan bahan baku (Tambunan, 2009).

  • 19

    Menurut Tambunan (2008a), IKM yang berdaya saing tinggi dicirikan oleh:

    (1) kecenderungan yang meningkat dari laju pertumbuhan volume produksi, (2)

    pangsa pasar domestik dan atau pasar ekspor yang selalu meningkat, (3) untuk pasar

    domestik, tidak hanya melayani pasar lokal saja tetapi juga nasional, dan (4) untuk

    pasar ekspor, tidak hanya melayani di satu negara tetapi juga banyak negara.

    Keunggulan bersaing merupakan kemampuan sebuah perusahaan untuk menang

    konsisten dalam jangka panjang pada situasi persaingan. Untuk mampu bersaing

    dipasar, maka usaha yang harus dilakukan adalah memberdayakan para pelaku IKM

    itu sendiri agar memiliki tanggung jawab serta bisa meningkatkan kerja sama dengan

    pemerintah disamping harus mempunyai kemampuan dan keterampilan yang

    memadai.

    Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pendekatan dalam pembangunan

    yang berpusat pada rakyat (People Centered Development). Paradigma ini menuntut

    untuk menempatkan masyarakat/rakyat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus

    pelaku utama dalam pembangunan. Untuk itu segala upaya pembangunan harus selalu

    diarahkan pada penciptaan kondisi dan kesempatan yang memungkinkan masyarakat

    untuk dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, sekaligus memberikan

    kesempatan yang lebih luas kepada mereka untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai

    dengan kebutuhan, potensi dan karakteristik yang mereka miliki. Pendekatan ini

    muncul sebagai reaksi terhadap timbulnya berbagai kesenjangan, baik kesenjangan

    kamampuan antar daerah, kesenjangan kemajuan antar sektor maupun kesenjangan

    kemajuan dan kesejahteraan antara kelompok masyarakat sebagai akibat dari

  • 20

    pendekatan pembangunan yang bersifat Top Down dengan lebih mengutamakan

    pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, pendekatan ini menempuh strategi dengan

    memberikan perhatian yang lebih banyak kepada lapisan masyarakat bawah yang

    masih tertinggal dengan memberikan kesempatan, daya dan potensinya secara

    maksimal sehingga mampu bertahan mencapai taraf hidup yang lebih baik secara

    mandiri.

    2.3 Konsep Budaya Lokal dan Potensi Modal Sosial

    Konsep budaya lokal Bali menyimpan sejumlah potensi nilai-nilai yang

    mengatur kelembagaan kemasyarakatan, norma dan hukum adat (Koentjaraningrat,

    1987). Nilai-nilai demokrasi, hidup damai, toleransi, dengan semangat persaudaraan

    (menyama-braya). Nilai nilai demokrasi dalam konsep menyama-braya tersebut

    diyakini sebagai modal sosial, modal religius kultural, yang sangat bermanfaat

    apabila diperluas penerapannya dibidang pengelolaan bisnis.

    Kearifan lokal yang ditelusuri melalui potensi budaya Bali dengan simbol

    menyama-braya terkandung di dalamnya semangat kebersamaan sebagaimana

    diuraikan oleh Zuhro (2009) dan Gaffar (2004). (Lihat Gambar 2.1). Dalam dinamika

    kehidupan global, maka persaingan pasar global akan membawa dampak pada

    perubahan sosial kemasyarakatan Bali, yang dapat memperkuat ketahanan kearifan

    lokal atau bahkan memperlemah ketahanan budaya lokal tersebut (Plano, 1982).

    Kearifan lokal budaya Bali yang terkandung pada semangat menyama-braya

    seperti penghargaan terhadap hak individu, semangat bekerja sama, toleransi dalam

    perbedaan pendapat adalah modal dasar yang dapat ditingkatkan menjadi fondasi

  • 21

    modal sosial sebagaimana dirumuskan oleh Putnam (1978). Perubahan sosial

    kemasyarakat yang terjadi sebagai akibat pengaruh pasar global, adalah proses

    dinamika yang akan berdampak kepada peluang, tantangan dan keberhasilan

    perubahan sosial menuju penguatan nilai-nilai lokal dalam memperkuat struktur

    kemasyarakatan.

    Gambar 2.1

    Konsep Budaya Lokal dan Modal Sosial

    Sumber : Zuhro (2009), Gaffar (2004)

    Demokrasi

    Menyame - Braya

    1. Penghargaan terhadap hak individu 2. Mementingkan tata krama 3. Semangat bekerja sama 4. Kesetaraan dan penghargaan atas hak warga 5. Toleransi dalam perbedaan pendapat 6. Transparansi dan akuntabilitas pemegang kekuasaan

    7. Partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik

    Globalisasi

    Perubahan Sosial

    Kemasyarakatan

    Transformasi ekonomi desa ke kota

    Ekonomi Pasar dan Kapitalisme

    (Keberadaan IKM)

  • 22

    Pengembangan potensi modal sosial sebagai alternatif dalam pengembangan

    usaha berdaya saing telah dipelopori oleh DiMaggio dan Powell (2001) yaitu dengan

    menerapkan modal sosial sebagai kekuatan baru dalam mengelola daya saing sebuah

    perusahaan bisnis. Budaya Bali dengan kearifan lokal sebagaimana telah disajikan

    pada konsep menyama-braya, memiliki identifikasi yang searah dengan konsep

    modal sosial sebagaimana dirintis oleh Putnam (1978) dan DiMaggio dan Powell

    (2001).

    Dalam mengembangkan kegiatan usaha selalu memerlukan sarana dalam

    berkomunikasi antara yang satu dengan lainnya. Pengusaha sebagai individu selalu

    juga akan berusaha mengembangkan kemampuan untuk bisa mengadaptasikan

    dirinya dalam bekerja sama dalam sebuah organisasi. Pola kerja sama yang

    terorganisir, teratur berdasarkan tujuan tertentu yang saling terkait satu sama lainnya

    sangat ditentukan oleh tingkat kedalaman dari pola hubungan tersebut (Corodanu,

    2000).

    Trust adalah salah satu aspek social capital yang menjadi fondasi dasar dalam

    rangka perekatan antar komunitas dalam kebersamaan, dimana semua orang yang

    tergabung dalam komunitas mendapatkan bagian dari manfaat terhadap kegiatan

    bisnis, sehingga dapat menjadi pemicu dan memberikan dampak kesejahteraan bagi

    komunitas. Pendekatan social capital adalah melaksanakan pengembangan sumber

    daya manusia melalui potensi networking mencakup bonding, bridging dan linkage.

    Salah satu wujud komunitas yang dapat dikembangkan sebagai modal sosial

    untuk mendorong produksi dan nilai tambah adalah norma organisasi

  • 23

    kegotongroyongan. Maka cara pandang pengusaha tentang norma kegotongroyongan

    adalah kekuatan sosial pengusaha yang dapat diwujudkan dalam kegiatan produksi

    dan investasi, sehingga potensi norma gotong royong dapat menjadi kekuatan nyata

    sebagai modal bagi pembangunan organisasi.

    2.4 Strategi Pengembangan Usaha

    Porter (1995) telah merumuskan strategi bersaing untuk meningkatkan nilai

    tambah pelanggan serta dapat mempertinggi posisi daya saing produk suatu

    perusahaan. Strategi bersaing pada perusahaan dan industri dinyatakan berdimensi 5

    mencakup hubungan, yang berintikan posisi dari industri bersangkutan (Gambar

    Tengah) terhadap 4 komponen pendukung, yaitu threat of new entrance (kuadran

    atas), bergaining power of supplier (kuadran kiri), bargaining power of customer

    (kuadran kanan), dan the threats of substitute of product and service (kuadran

    bawah).

    Gambar 2.2

    Strategi Ancaman Pesaing Porter

    Sumber : Porter (1995).

  • 24

    Strategi dalam pengembangan usaha mengikuti Porter (1995) merupakan

    kombinasi dalam meningkatkan potensi daya saing perusahaan dengan

    memperhatikan lingkungan kuadran customer, supplier, pesaing berupa ancaman dari

    pendatang baru, serta adanya product development sebagai ancaman pesaing. Dalam

    proses perjalanan waktu, strategi pengembangan usaha dapat ditahapkan sebagai

    periode waktu pengembangan, periode perolehan laba dan periode ancaman (lihat

    Gambar 2.3).

    Gambar 2.3

    Implementasi Strategi Berdasarkan Periode Waktu

    Sumber : Porter (1995)

    Barney (1998) yang menyajikan strategi secara lebih terfokus kepada

    pengembangan sumber daya dan kapabilitas yang dipetakan melalui konsep resources

    based views (RBV) mendapat perhatian untuk diangkat kembali sebagai kerangka

    strategi pilihan, setelah dipandang pendekatan Porter (1995) kurang relevan dengan

    Imitation

    duplicatio

    n and

    “attacks”

    by rivals

    erode the

    advantage

    Size of

    Advantage

    Achieved

    Strategic Moves are

    succsessfull in

    producing a

    competitive advantage

    Erosion

    Period

    Benefit Period Buildup Period

    Siz

    e of

    Com

    pet

    itiv

    e

    Adva

    nta

    ge

    Time

  • 25

    arah persaingan pasar yang menuntut ketajaman produk dan kualitas serta harga

    bersaing untuk selalu mampu berada di atas pesaing yang lain.

    Tingkat Analisis

    Individu

    Perusahaan Antar

    Perusahaan

    Determinan

    Berbasis

    Sumber Daya

    Rasionalitas

    Ekonomi

    Faktor Strategis

    Ketidaksempurnaan

    Pasar

    Proses dan

    Hasil

    Pilihan

    Managerial

    Temukan

    Resource

    Heterogenitas

    Perusahaan

    Keuntungan

    Yang

    Berkelanjutan

    Penentu

    Kelembagaan

    Rasionalitas

    Normatif

    Faktor

    Institusional

    Tekanan

    Isomorfisma

    Gambar 2.4

    Konsep RBV

    Sumber : Barney (1998)

    Konsep Barney (1998) diteruskan dengan focus strategi yang mencakup

    periode waktu, yang dikenal dengan RBV competitive advantage. Gambar 2.4

    menyajikan konsep RBV yang telah diperluas melalui tahapan pengembangan

    individual, strategi perusahaan dan persaingan pasar.

    Gambar 2.5 menyajikan focus strategi Barney (1998) dalam rangka

    mempertahankan kinerja usaha agar tetap pada kisaran di atas pesaing secara

    berkelanjutan (sustained competitive advantage). Berbeda dengan formulasi strategi

    Porter dan lainnya, pada konsep strategi Barney (1998), dibangun strategi focus

    berdasarkan ketersediaan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk dapat

  • 26

    menampilkan capability dan competency sebagai fondasi sumber daya dalam rangka

    menciptakan nilai tambah produksi secara berkelanjutan.

    Gambar 2.5

    Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Keunggulan Kompetitif

    Sumber : Barney (1998)

    Gambar 2.6

    Proses Nilai Tambah dan Keunggulan Kompetitif

    Sumber : Barney (1998)

    Berharga, sumber

    daya

    langka/kemampuan

    Keunggulan

    Kompetitif

    Kinerja

    Berharga, langka,

    ditiru, sumber daya

    nonsubstitutable, /

    kemampuan

    Keunggulan

    berkelanjutan

    Kinerja yang

    bekelanjutan

    Praktek Sumber

    Daya Manusia

    pool Sumber

    daya Manusia

    Perilaku

    Sumber daya

    Manusia

    Keunggulan

    kompetiti yang

    berkelanjutan

  • 27

    Produk perusahaan yang berdaya saing dibangun berdasarkan konsep

    kelangkaan sumber daya dan bernilai tambah tinggi dengan produk yang tidak mudah

    disubstitusi dengan produk lain dengan biaya lebih murah, sehingga daya saing

    produk dapat dipertahankan secara berkesinambungan (lihat Gambar 2.6).

    Komponen Analisis Internal

    Gambar 2.7

    Komponen Kinerja Untuk Menghasilkan Daya Saing Berkelanjutan

    Sumber : Barney (1998)

    Keunggulan produk yang berdaya saing akan diciptakan oleh basis

    kompetensi sumber daya (core competency), kapabilitas sumber daya mencakup

    tangible dan intangible resources. Kapabilitas sumber daya yang mendorong daya

    saing menjadi berkelanjutan mencakup 4 kriteria unik yang akan menjadi

    Menemukan

    Kompetensi

    Inti

    Empat kriteria

    keuntungan yang

    berkelanjutan

    Analisis

    rantai nilai

    Berharga

    Langka

    Mahal untuk meniru

    nonsubstitutable

    Outsourcing

    Keunggulan

    kompetitif

    Penciptaan nilai

    Kompetensi inti

    Kemampuan

    Sumber

    Tangible

    intangible

    Komponen Analisis Internal

  • 28

    keuanggulan daya saing berkelanjutan, yaitu memiliki nilai tambah (valuable), langka

    (rare), tidak mudah untuk ditiru (costly toimitiate) serta tidak mudah disubstitusi

    dengan barang lain (non-substitutable).

    2.5 Pendekatan Kelembagaan dan Sumber Daya

    DiMaggio dan Powell (2001) menawarkan konsep pendekatan new

    institutional sebagai external factor yang menjadi penentu keberhasilan sumber daya

    perusahaan dalam meningkatkan dan mempertahankan daya saing mereka tetap pada

    kisaran kinerjanya. Pendekatan new institutional relevan dengan kondisi di negara

    berkembang dimana norma, tradisi, budaya dan politik sangat kuat berakar pada

    tatanan masyarakat, sehingga dapat menjadi unsur penentu (actors) dalam melakukan

    perubahan menuju industri dengan dukungan sumber daya berdaya saing tinggi.

    Pengembangan sumber daya melalui sinkronisasi dengan norma dan budaya lokal,

    arah perubahan dapat dikombinasikan secara harmoni, sehingga akan dapat

    diwujudkan integrasi nilai budaya lokal yang memberi dukungan bagi perubahan pola

    budaya tradisional menuju perubahan industri bersaing.

    Dengan demikian, modernisasi tidak disikapi sebagai westernisasi adat dan

    peradaban, karena kemajuan ekonomi westernisasi adalah pola peradaban barat yang

    belum tentu sejalan dengan kondisi Negara berkembang. Maka transformasi sektor

    ekonomi menjadi lebih efisien dan berdaya saing berkelanjutan, adalah dengan

    memelihara dan mengharmonikan budaya dan adat istiadat masyarakat lokal untuk

    berkembang harmonis bersama modernisasi di sektor produksi.

  • 29

    2.6 Karakteristik dan Tingkatan Kompetensi

    Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan

    suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta

    didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian,

    kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh

    profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai

    unggulan bidang tersebut (Wibowo, 2007). Pendapat lainnya yang dikemukakan oleh

    Palan (2007) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakter dasar orang yang

    mengidentifikasikan cara berperilaku atau berfikir, yang berlaku dalam cakupan

    situasi yang sangat luas dan berperan untuk waktu yang lama. Selanjutnya Hutapea

    (2008) menyatakan bahwa kompetensi adalah perilaku produktif yang harus dimiliki

    serta diperagakan oleh seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar dapat

    berprestasi luar biasa.

    Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kompetensi

    adalah karakter dasar seseorang yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan

    sikap dalam suatu bidang tertentu agar seseorang dapat melaksanakan suatu pekerjaan

    dan berprestasi luar biasa. Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasar pada

    setiap individu yang dihubungkan dengan kriteria yang direferensikan terhadap

    kinerja yang unggul atau efektif dalam sebuah pekerjaan atau situasi. Terdapat lima

    tipe karakteristik kompetensi yaitu seperti yang diuraikan berikut ini (Wibowo,

    2007).

  • 30

    1. Motif

    Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang

    yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan dan memilih

    prilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu.

    2. Sifat

    Sifat adalah karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau

    informasi.

    3. Konsep diri

    Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang. Percaya diri

    merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap

    situasi adalah bagian dari konsep diri seseorang.

    4. Pengetahuan

    Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang spesifik.

    Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan

    sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal dalam mengukur

    pengetahuan dengan caya yang sebenarnya digunakan dalam pekerjaan.

    5. Keterampilan

    Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu.

    Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berfikir analitis dan

    konseptual.

  • 31

    Kompetensi dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan (Palan, 2007).

    1. Kompetensi inti (core competencies)

    Kompetensi inti menggambarkan kompetensi yang paling penting bagi

    keseluruhan sebuah organisasi. Setiap kompetensi inti unik bagi organisasinya.

    Oleh karena itu kompetensi inti harus diidentifikasi melalui diskusi kelompok

    dengan manajemen madya dan puncak. Kompetensi inti ini diadaptasi agar sesuai

    dengan tuntutan bermacam-macam pekerjaan dalam organisasi.

    2. Kompetensi peran (role competencies)

    Kompetensi peran hanya relevan bagi karyawan yang memegang posisi

    managerial. Kompetensi peran dikategorikan ke dalam kompetensi yang

    berhubungan dengan aktivitas, orang, sumber daya dan informasi. Kompetensi

    peran merupakan pilar bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.

    3. Kompetensi prilaku (behavioural competencies)

    Kompetensi prilaku merupakan karakteristik tersembunyi yang berkait dengan

    kinerja efektif atau unggul. Kompetensi prilaku diklasifikasikan menjadi tugas,

    atribut pribadi, hubungan antar individu dan pelayanan.

    4. Kompetensi fungsional (fungsional competencies)

    Kompetensi fungsional terdiri dari komponen dan keahlian untuk suatu pekerjaan

    tertentu. Kompetensi fungsional diklasifikasikan menjadi tiga bidang yang

    mencerminkan klasifikasi pekerjaan yang luas yaitu jasa utama perusahaan,

    pelayanan terhadap jasa utama dan pelayanan terhadap organisasi.

  • 32

    2.7 Industri Kecil dan Ruang Lingkupnya

    Industri kecil pada dasarnya merupakan bagian dari usaha kecil (small

    business), sehingga setiap berbicara usaha kecil, maka termasuk di dalamnya adalah

    industri kecil. Bidang kegiatan small business dapat diklasifikasikan menjadi :

    manufacturing, wholesaling, retailing, service, mining dan finance (Pickle, at al,

    1989). Sedangkan menurut Justis (1981) selain 6 bidang itu masih ada satu lagi yaitu

    agriculture. Terhadap tujuh bidang kegiatan usaha kecil ini, Justis menyebutkan

    empat bidang yang pertama sebagai industrial groups. Disini manufacturing (pabrik)

    berkedudukan sebagai penghasil (pembuat), wholesaling (grosir) sebagai perantara

    dari pabrik ke retailing service merupakan perusahaan yang tidak menghasilkan

    produk, akan tetapi memberikan kemampuannya (yaitu jasa dan keterampilan) baik

    kepada pabrik, grosir, pengecer, maupun konsumen. Selanjutnya pada bagian ini akan

    dijelaskan tentang pengertian industri kecil dan ruang lingkupnya. Berbicara tentang

    industri kecil sudah barang tentu akan berkaitan dengan usaha kecil karena industri

    kecil merupakan bagian dari usaha kecil.

    Pengertian usaha kecil, masing-masing negara memberikan batasan yang

    berbeda-beda. Ada yang melihat dari sisi jumlah tenaga kerja, modal dan atau

    kekayaan yang dimiliki perusahaan. Di Indonesia sampai sekarang batasan industri

    kecil masih belum punya bakuan yang pasti antar lembaga atau instansi, masing-

    masing instansi memberikan definisi usaha kecil yang berbeda-beda sesuai dengan

    kepentingannya. Ada yang melihat dari aspek finansial, tenaga kerja, maupun

    lainnya, perbedaan pandangan tentang batasan dan pengertian tentang industri kecil

  • 33

    masih belum dapat dipadukan secara baku. Berikut ini dikemukakan beberapa kriteria

    perusahaan kecil di Indonesia.

    1. Undang-undang Republik Indonesia No.: 9/1995, perusahaan yang :

    a) Memiliki kekayaan bersih < Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan

    tempat usaha.

    b) Memiliki hasil penjualan tahunan < Rp. 1 milyar.

    c) Milik warga negara Indonesia.

    d) Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

    yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung

    dengan usaha menengah atau besar.

    e) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

    hukum atau berbadan hukum, termasuk koperasi.

    2. Bank Indonesia dan Depperindag, mendefinisikan perusahaan yang didasarkan

    pada nilai kekayaan < Rp. 600 juta, di luar bangunan dan tanah.

    3. Departemen Keuangan mendasarkan jumlah kekayaan dan omset penjualan <

    Rp. 300 juta per tahunan).

    4. BPS mendefinisikan berdasar jumlah karyawan yaitu perusahaan yang berjumlah

    antara 15 – 19 orang dan mempunyai modal tetap < Rp. 100 juta.

    Berdasarkan pada beberapa kriteria industri kecil di atas, maka kriteria

    industri kecil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri kecil menurut

    kriteria Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) yaitu perusahaan

    yang didasarkan pada nilai kekayaan < Rp. 600 juta, diluar bangunan dan tanah.

  • 34

    Menurut UURI 1995 memiliki hasil penjualan tahunan < Rp. 1 milyar dan menurut

    BPS jumlah karyawan antara 5 – 19 orang termasuk pengusaha. Ini dilakukan dengan

    pertimbangan informasi awal terhadap beberapa hal berikut sulit diperoleh, yaitu (a)

    jumlah karyawan per unit usaha kecil, (b) prosentase pemilikan modal bagi pribumi,

    (c) hasil penjualan maksimal pertahun.

    Pengelompokan industri kecil dapat dilihat dari berbagai aspek. Pertama,

    berdasarkan pengelompokannya, industri kecil dibedakan menjadi tiga kategori,

    yaitu: (1) industri lokal, (2) industri sentra, (3) industri mandiri. (Saleh, 1986).

    Industri lokal adalah kelompok industri yang menggantungkan kelangsungan

    hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas, serta lokasinya relatif tersebar.

    Kelompok ini dilihat dari skala usahanya pada umumnya sangat terbatas, sehingga

    pada umumnya hanya mempergunakan sarana transportasi yang sederhana, seperti :

    sepeda, gerobak, dan pikulan. Karena pemasaran hasil produksinya pada umumnya

    ditangani sendiri, maka peranan jasa pedagang kurang menonjol.

    Industri sentra adalah kelompok jenis industri yang dari segi satuan usaha

    mempunyai skala kecil, tetapi membentuk suatu kelompok atau kawasan produksi

    yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis. Target

    pemasaran kelompok ini pada umumnya menjangkau pasar yang lebih luas dibanding

    kelompok industri lokal, sehingga pada kelompok ini peranan pedagang perantara

    menjadi cukup menonjol.

    Industri mandiri adalah kelompok industri yang pada dasarnya termasuk

    kelompok jenis industri kecil (skala usaha kecil, dan atau sistem manajemen yang

  • 35

    digunakan masih relatif sederhana), namun telah berkemampuan mengadaptasi

    teknologi produksi yang cukup canggih. Pemasaran hasil produk kelompok ini relatif

    tidak tergantung kepada peranan pedagang perantara. Kedua, berdasarkan

    keunikannya dibanding perusahaan sedang dan besar, usaha kecil memiliki

    karakteristik seperti berikut: (1) modal berasal dari individu atau kelompok kecil, (2)

    ukuran relatif kecil, (3) perusahaan dijalankan oleh pemilik sebagai manager, dan (4)

    lokasi usaha mengutamakan lokal. Sedangkan menurut Bumback (1985)

    karakteristik industri kecil meliputi ; (1) dikelola oleh pemilik, (2) kepribadian tinggi,

    (3) daerah operasi sebagian besar lokal, dan (4) sumber modal sebagian besar

    internal.

    Secara umum, Departemen Perindustrian mengelompokkan industri kecil

    mencakup; industri kerajinan, industri rumah tangga, usaha informal dan usaha

    tradisional. Namun secara teknis, mengelompokkan kegiatan industri kecil dalam

    empat kelompok, yaitu :

    1. Kelompok industri pangan terdiri atas industri pengolahan ikan dan makanan

    ringan.

    2. Kelompok industri sandang terdiri atas industri pakaian jadi, barang jadi tekstil,

    sepatu alas kaki kulit, barang jadi kulit dan batik.

    3. Kelompok industri kimia dan bahan bangunan terdiri atas industri furniture,

    barang jadi rotan dan arang kayu/tempurung.

    4. Kelompok industri kerajinan terdiri atas industri anyaman, perhiasan emas,

    perhiasan perak, kerajinan kayu, mainan anak-anak dan sulaman bordir.

  • 36

    2.8 Peran Pemerintah dan Industri Kecil dan Menengah

    Peran pemerintah dalam pelayanan kepada pengusaha industri kecil di

    sejumlah Negara, khususnya di Amerika Serikat telah berjalan dari sejak

    pemerintahan Thomas Jefferson, jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya.

    Salah satu peranan yang menonjol dari fungsi pemerintahan adalah upaya mendorong

    pertumbuhan industri kecil melalui bantuan sarana dan pengembangan teknologi.

    Fungsi kepemerintahan telah terpolakan dalam fungsi yang secara permanen

    mendorong pertumbuhan industri kecil, terbukti telah ikut serta memperkuat

    pertumbuhan industri kecil untuk berkembang dengan jenis usaha lainnya (Phillips,

    2002).

    Dalam kesejarahan peranan pemerintah di sejumlah Negara maju, yang telah

    berkembang sebagai akibat dari revolusi industri, yang bersamaan dengan itu terjadi

    perang antar Negara telah menumbuhkan tantangan baru pengembangan industri

    persenjataan, sehingga secara tidak langsung, industri kecil mendapat segmen pasar.

    Sehingga muncul incubator bisnis yang menjadi alasan saat ini mengapa banyak

    industri kecil di Negara maju memiliki posisi yang relatif kuat dalam bersaing dan

    menciptakan laba dan lapangan pekerjaan baru. Entrepreneurs telah mengalami

    pertumbuhan yang matang sebagai akibat dari perpaduan antara revolusi industri dan

    perang antara Negara pada era perang dunia pertama maupun perang dunia kedua.

    Sejumlah usahawan yang muncul terkemuka setelah perang dunia kedua,

    tidak dapat dilepaskan dari kolaborasi industri kecil sebagai penyedia komponen

    persenjataan di satu pihak, dengan pemerintah sebagai pembeli peralatan militer.

  • 37

    Kondisi demikian, telah melahirkan entrepreneurs terkemuka setelah perang dunia

    kedua, seperti Andrew Carnegie, J.P.Morgan, J.D. Rockefeller, Marshall Field dan

    Philip Armour sebagai pengusaha terdepan yang dikenal dunia. Setelah perang dunia

    kedua, terjadi peralihan sumber dari bersekala industri kecil ke bisnis raksasa, sebagai

    akibat dari revolusi industri. Sejumlah sektor transportasi, batu bara, energi dan jenis

    produk strategis lainnya telah bergeser ke perusahaan besar, yang juga tidak dapat

    dilepaskan dari peran pemerintah dalam mendorong kelas pengusaha baru.

    Pada era tahun 1950-an pemerintah telah mengalami perubahan dibidang

    regulasi dan perencanaan. Riley (1995) menyatakan bahwa pemerintahan di banyak

    Negara memiliki konflik atas kepentingan melakukan pengawasan terhadap harga-

    harga barang, dan pada saat bersamaan juga mendorong industri dan perdagangan

    untuk berkembang.

    Ketika pemerintah melahirkan banyak perusahaan besar yang mendominasi

    perekonomian melalui produk economic-scale dengan jaringan multi nasional, maka

    pada saat itu juga pemerintah bertindak melakukan regulasi dengan tujuan untuk

    memproteksi usaha kecil dan menengah dari eksploitasi dan dominasi perusahaan

    besar yang dikenal sebagai perusahaan multi nasional (Riley, 1995).

    Bersamaan dengan dominasi perusahaan besar tersebut, industri kecil

    dibanyak Negara melakukan penyesuaian diri untuk menjadi incubator bisnis yang

    semakin spesialis untuk tetap dapat beras ditengah pasar yang semakin mengarah

    kepada globalisasi pasar (Blackford, 2003).

  • 38

    Regulasi pemerintah terhadap industri kecil juga semakin berkembang

    dengan dilakukannya antara lain dengan menempatkan kolaborasi industri kecil

    dalam kawasan zona ekonomi dimana model economic area zone dimaksudkan

    sebagai upaya mengintegrasikan pangsa pasar, bantuan permodalan, pusat pelatihan

    serta bentuk kerja sama kemitraan dari industri zone area tersebut dengan pengusaha

    besar sebagai bapak angkat dari pengusaha kecil yang tergabung dalam kawasan kerja

    sama industri kecil tersebut. Pemerintah juga dapat melakukan regulasi perpajakan

    melalui stimulus fiskal yang tujuannya dapat memberikan efek perlindungan

    pemerintah terhadap keberadaan industri kecil (Spiegel, 2002).

    2.9 Penelitian Sebelumnya

    Hernan 'Banjo' Roxas and Doren Chadee (2011) dengan judul penelitian A

    Resources Based View of Small Export Firms, Social Capital In Southeas ASIAN

    Country, penelitian ini mengembangkan model resources based view dari Barney

    (1991) yang dikombinasikan dengan Social Capital untuk perusahaan kecil berbasis

    ekspor di Negara Philipina. Gagasan dasar dari penelitian Roxas dan Chadee adalah

    bahwa perusahaan konsep Barney (1991) tentang resources based view adalah focus

    strategi pengembangan sumber daya yang tidak sepenuhnya mengandalkan sumber

    daya manusia sebagai pendukung perusahaan dalam rangka menghasilkan produk

    yang berdaya saing tinggi. Roxas dan Chadee melakukan terobosan untuk

    memperhatikan kondisi lingkungan sosial sebagai kekuatan yang dapat dimanfaatkan

    dalam rangka menghasilkan produk yang berdaya saing berkelanjutan. Maka

    konstruksi dari knowledge and capability of the manpower dipetakan dengan

  • 39

    mengkaitkan pada social capital networking. Konsep modal sosial dan pendekatan

    Resources Based Views (RBV) yang dikembangkan oleh Roxas dan Chadee, sebagai

    berikut.

    Gambar 2.8

    Konsep Modal Sosial dan Resources Based Views

    Sumber : Hernan 'Banjo' Roxas and Doren Chadee (2011)

    Berdasarkan Gambar 2.8 kemudian dikembangkan oleh Roxas dan Chadee

    menjadi kerangka pikir yang lebih operasional, untuk membuktikan hipotesis mereka

    tentang peranan sosial capital yang dikolaborasikan dengan konsep RBV. Hasil

    analisis yang diperoleh Roxas dan Chadee disajikan sebagai berikut.

    Gambar 2.9

    Framework Penelitian Roxas dan Chadee (2011)

    Sumber : Hernan 'Banjo' Roxas and Doren Chadee (2011)

  • 40

    Hasil analisis dari model yang dikembangkan oleh Roxas dan Chadee

    menunjukkan bahwa eksport partner relational capital dan generic export relational

    capital ternyata memiliki hubungan positif dengan export knowledge. Apabila dilihat

    dari kontribusinya ternyata exsport partner relational capital memiliki dorongan

    yang lebih kuat terhadap exsport knowledge dibandingkan dengan generic export

    relational capital. Ternyata penelitian Roxas dan Chadee juga menunjukkan dampak

    positif terhadap pembentukan entrepreneur orientation.

    Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh dari sosial kapital terhadap

    orientasi entrepreneur yang dimediasi oleh export knowledge. Penelitian ini

    menunjukkan secara emperik bahwa sosial kapital memerlukan mediator dalam

    rangka mencapai sasaran akhir yaitu peningkatan produk eksport yang dikelola oleh

    dunia usaha.

    Penelitian ini juga menegaskan bahwa sosial kapital memerlukan dukungan

    variabel lain untuk dapat mencapai sasaran akhir yang diinginkan oleh dunia usaha.

    Studi ini berusaha untuk membangun link social capital dalam rangka peningkatan

    nilai tambah yang menciptakan daya saing sebuah perusahaan berbasis export melalui

    media export knowledge dan orientasi entrepreneur. Dalam konteks peningkatan daya

    saing, maka sosial kapital yang pada intinya sebuah usaha kebersamaan atau

    kolaborasi dimana dalam kebersamaan perusahaan dapat membangun kolaborasi

    dengan prinsip membangun informasi bersama dalam rangka menghadapi persaingan

    bisnis.

  • 41

    Konsep sosial kapital tentu akan mendorong dan menciptakan nilai tambah

    dalam rangka membangun kapasitas organisasi melalui kolaborasi dan prinsip

    membangun kebersamaan untuk mencapai sasaran akhir yang diinginkan. Maka

    penggabungan antara sosial kapital dengan teori RBV telah menghasilkan nilai

    tambah yaitu produk eksport yang berdaya saing.

    Penelitian yang dilakukan oleh Ozcelik, at al (2006) tentang Competency

    Approach to Human Resources Management; outcomes and Contribution in a

    Turkish Cultural Context, yang menunjukkan bahwa pendekatan kompetensi adalah

    merupakan sarana yang efektif untuk membantu pekerja dalam mencapai kinerja

    yang superior. Pendekatan kompetensi juga berperan penting dalam meningkatkan

    kinerja individu dan organisasi. Persamaan penelitian Ozcelik dengan penelitian ini

    adalah bahwa kompetensi mempengaruhi kinerja usaha, sedangkan perbedaannya

    yaitu dalam penelitian Ozcelik menggunakan analisis kualitatif sedangkan dalam

    penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif.