Upload
voduong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Disease Management
Disease management adalah sistem dimana kegiatan dan komunikasi
akan kepedulian kesehatan yang terkoordinasi untuk populasi atau komunitas
dengan kondisi dimana usaha pasien penting (Disease Management Association of
America [DMAA], 2003).
Disease management merupakan bentuk praktik kesehatan yang
merawat pasien berisiko dan berbiaya tinggi dimana terdapat banyak variasi
dalam pengobatannya. Program ini merupakan strategi pengobatan dan cara untuk
memelihara kesehatan pasien penyakit kronis. Seseorang dikatakan menderita
penyakit kronis apabila menderita penyakit dalam kurun waktu lebih dari tiga
bulan atau seumur hidup. Disinilah peran disease management tersebut, agar
bagaimana pasien tidak bertambah parah.
Yang termasuk penyakit kronis adalah penyakit degeneratif. Penyakit
degeneratif ini adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh dan
tidak disebabkan oleh bakteri. Contoh penyakit degeneratif ini adalah hipertensi,
diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, TBC, HIV AIDS.
Tidak semua penyakit dapat disembuhkan oleh perawatan medis yang
ada. Ketika perawatan medis tidak mampu menyembuhkan penyakit tersebut,
maka diperlukan usaha penanganan agar pasien tersebut bisa dapat bertahan dari
2
penyakitnya. Dengan kata lain meminimalkan efek dari penyakit yang
dideritanya.
Komponen dari disease management terdiri dari (DMAA, 2003):
1. Model praktis yang berkolaborasi untuk menggabungkan dokter dan penyedia
layanan pendukung.
2. Petunjuk penanganan dasar penyakit (evidence-based guidelines).
3. Edukasi manajemen diri pasien (termasuk pencegahan, program modifikasi
perilaku, kepatuhan)
4. Proses identifikasi populasi
5. Proses dan hasil pengukuran, evaluasi, dan manajemen
6. Laporan berkala atau feedback loop (termasuk komunikasi dengan pasien,
dokter, rencana kesehatan dan penyedia tambahan, dan profil praktek)
Program disease management harus dapat menyangkut keenam
komponen tersebut (DMAA, 2003). Program yang tidak termasuk keenam
komponen diatas diasumsikan sebagai layanan pendukung disease management.
Elemen berikut termasuk dari program disease management secara utuh:
1. Menekankan pada pencegahan dan panduan klinis berdasarkan kejadian yang
memanfaatkan komplikasi dan strategi pemberdayaan pasien.
2. Mengevaluasi hasil klinis, humanistik dan ekonomis pada dasar yang sedang
berjalan dengan tujuan meningkatkan kesehatan secara umum.
3. Mendukung dokter atau praktisi kesehatan atau hubungan pasien dan rencana
kesehatan (DMAA, 2003).
3
Program petunjuk penanganan dasar pada pasien (evidence-based
disease management) dirancang untuk membantu pasien agar dapat merawat
dirinya sendiri dan menyediakan informasi klinik bagi dokter dan tim perawat
(Bowles, Holland, & Horowitz, 2009). Pasien dapat menerapkan disease
management ini dengan merawat dirinya sendiri di rumah atau disebut juga home
health care. Disease management memiliki pedoman dalam pelaksanaannya.
Pedoman tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan kondisi terakhir pasien yang
bisa diketahui dari hasil screening, penilaian, pemantauan, dan pengobatan
terhadap pasien (Bowles, Pham, & O’Connor, 2010).
Komponen pembentuk disease management dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Disease Management (Beich,
Scanlon, Ulbrecht, Ford, & Ibrahim, 2006)
4
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa tujuan utama dari disease management
adalah untuk meningkatkan hasil kesehatan pasien bagi mereka yang berada
dalam kondisi kronis. Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kerjasama
antara tim perawat dengan pasien itu sendiri. Pasien penyakit kronis harus
diidentifikasi, diklasifikasikan berdasarkan keparahan penyakit dan ditangani
dengan tepat. Proses perawatan pasien ini mengacu pada Chronic Care Model
yang digagas oleh Wagner yang meliputi keterlibatan praktisi kesehatan dalam
menyediakan pedoman klinis, kolobarasi tim perawat, interaksi dengan pasien,
dan penanganan penyakit mandiri.
Program disease management pada PT. Panasonic Manufacturing
Indonesia (PMI) adalah program yang memantau penyakit karyawan yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif. Penyakit yang termasuk dalam program
disease management di PMI adalah hipertensi, diabetes mellitus, dan TBC. Proses
pemantauan dilakukan secara berkala oleh dokter (dokter klinik dan dokter khusus
disease management) seperti konsultasi dan pemeriksaan rutin, serta pemberian
obat. Kalau pasien disease management tidak cocok dengan dokter yang ada di
poliklinik PMI, pasien tersebut diperbolehkan konsultasi dengan dokter lain,
tetapi harus tetap melapor ke poliklinik PMI.
2.2 Manajemen Diri dan Edukasi Pasien
Program manajemen penyakit memperlengkapi pasien dengan
informasi dan rencana perawatan diri untuk mengatur kesehatan mereka dan
mencegah komplikasi yang dihasilkan dari rendahnya pengawasan terhadap
proses penyakit tersebut.
5
Edukasi pasien merupakan komponen penting dari manajemen diri
dalam program manajemen penyakit. Strategi edukasi mungkin mencakup
individu atau kelompok untuk keadaan atau penyakit tertentu serta penyediaan
handout tertulis yang mudah dibaca dan dimengerti pasien.
2.3 Panduan Praktik Klinis
Program manajemen penyakit menggunakan intervensi, misalnya
Clinical Practice Guidelines (CPG) sebagai komponen kunci dari panduan
perencanaan perawatan pasien. CPG adalah “ dikembangkan secara sistematis
laporan untuk membantu praktisi dan ien memutuskan tentang layanan perawatan
kesehatan yang sesuai untuk kondisi klinis tertentu.” (Institute of Medicine,
2001).
Terdapat kebiasaan berdasarkan petunjuk dasar penyakit didirikan
setelah meninjau percobaan pengaturan klinis daripada pengalaman anekdot dari
provider individu. Panduan klinis harus memenuhi kriteria berikut (Institute of
Medicine, 2001):
1. Klinis yang berlaku dan fleksibel
2. Dikembangkan melalui proses multidisiplin
3. Melakukan pengkajian berdasarkan jadwal
4. Valid, reliable, dan dapat digandakan
5. Terdokumentasi
6
2.4 Model Perawatan Kronis (Chronic Care Model [CCM])
CCM dikembangkan dari hasil penelitian oleh Wagner, dkk dan
digunakan sebagai kerangka kerja konseptual untuk merawat pasien yang
menderita penyakit kronis (Beich, Scanlon, Ulbrecht, Ford, & Ibrahim, 2006;
Bodenheimer, Wagner, Grumbach, 2002; Frei et al., 2010; Langford, Sawyer,
Gioimo, Brownson, & O’Toole, 2007; Nutting et al., 2007; Strickland et al., 2010;
Zai et al., 2008).
CCM bertujuan untuk mengintegrasikan konsep berdasarkan petunjuk
(evidence-based concepts) yang ada kedalam kerangka kerja konseptual (Frei et
al., 2010). CCM dikembangkan di USA dan dipakai oleh WHO.
CCM terdiri dari enam komponen perawatan yaitu: mendukung
penanganan diri (self-management), mendukung keputusan, desain sistem
pengantaran, sistem informasi klinis, organisasi kesehatan, dan sumber daya
komunitas (Bodenheimer et al., 2002; Frei et al., 2010; Langford et al., 2007;
Strickland et al., 2010; Zai et al., 2008).
2.4.1 Mendukung Manajemen Diri (Self Management)
Pada komponen ini, pasien yang berperan utama dalam
menjaga kesehatannya yang bertujuan untuk menekan biaya pengobatan.
Pasien diajarkan dan dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk
memantau dan menjaga kesehatannya seperti memantau tekanan darah dan
kadar gula darah secara rutin. Ketaatan pasien untuk melakukan
serangkaian perawatan, serta teratur meminum obat sangat diperlukan
untuk menjalankan komponen ini.
7
2.4.2 Mendukung Keputusan
Keputusan perawatan harus berdasarkan pedoman yang
eksplisit dan telah terbukti pada praktek klinis harian, yang didukung oleh
setidaknya satu studi klinis yang menentukan. Organisasi perawatan
kesehatan secara kreatif mengintegrasikan pedoman yang eksplisit dan
telah terbukti kedalam praktek sehari-hari penyedia layanan kesehatan
dalam cara yang mudah diakses dan digunakan.
2.4.3 Desain Sistem Pengantaran
Pemberian perawatan pasien membutuhkan tidak hanya
penentuan perawatan apa yang dibutuhkan, tetapi memperjelas peran dan
tugas untuk memastikan pasien mendapatkan prawatan, memastikan
semua dokter yang merawat pasien telah terpusat, mendapatkan informasi
terkini tentang status pasien, dan membuat tindak-lanjut sebagai bagian
dari prosedur standar.
2.4.4 Sistem Informasi Klinis
Menurut situs Biohealthmatics disebutkan bahwa sistem
informasi klinis adalah sistem berbasis komputer yang dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan menyediakan informasi klinis
yang penting dalam proses dalam proses pelayanan kesehatan. Data klinis
ini meliputi riwayat penyakit pasien, dan interaksi pasien dengan penyedia
layanan kesehatan.
8
Data klinis yang tersedia akan membantu dokter untuk
memutuskan tindakan medis apa yang akan diberikan terhadap pasien
berdasarkan kondisi pasien. Sistem informasi klinis mencakup beberapa
area seperti:
• Pendukung keputusan klinis: sistem informasi klinis ini membantu
pengguna untuk memperoleh, mengolah, menyediakan dan
menampilkan informasi yang sesuai untuk membantu menyediakan
informasi yang tepat, cepat, keputusan berdasarkan fakta klinis (Situs
Biohealthmatics, 2006).
• Registry adalah sistem yang dapat melacak dan mengidentifikasi
penyakit pasien serta data klinis. Sistem ini akan membantu petugas
klinik untuk mengorganisir perawatan dari setiap pasien (Darves,
2005). Registry dapat dibuat secara manual ataupun terkomputerisasi
(otomatis). Secara manual pelacakan dilakukan dalam sebuah file kartu
atau notebook. Sedangkan secara terkomputerisasi, registry dapat
mengolah, mengatur dan menyediakan informasi tentang kondisi
pasien (Institute for Healthcare Improvement, 2004). Sehingga petugas
klinik dapat melacak data klinis terbaru dari setiap pasien dan
mengetahui klasifikasi setiap pasien berdasarkan penyakit (Lester, Zai,
Chueh, & Grant, 2008). Pengklasifikasian pasien dilakukan dengan
membuat kategori berdasarkan status keparahan penyakit atau
kemungkinan menderita komplikasi akut, sehingga mendapat prioritas
untuk dilakukan tindakan perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien
(Beich et al., 2006).
9
• Rekam Medik Elektronik (EMR): menyediakan informasi mengenai
data pasien mulai dari data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan
jenis kelamin hingga seluruh tindakan medis yang diberikan oleh
rumah sakit seperti berobat jalan sampai operasi (Biohealthmatics,
2006).
• Pelatihan dan Penelitian: informasi pasien dapat dijadikan dokter
sebagai bahan pelatihan dan penelitian. Penambangan informasi data
yang tersimpan di dalam database dapat memberikan informasi
mengenai kondisi penyakit dan cara terbaik untuk mengatasinya
(Biohealthmatics, 2006).
2.4.5 Organisasi Kesehatan
Sistem kesehatan dapat menciptakan lingkungan yang
diselenggarakan untuk meningkatkan upaya perawatan orang dengan
penyakit kronis berkembang.
Program perencanaan yang mencakup tujuan yang terukur
untuk perawatan penyakit kronis yang lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari
terdapatnya peningkatan dukungan yang diberikan oleh pemimpin senior.
Serta dukungan dana bagi penyedia jasa kesehatan.
10
2.4.6 Komunitas
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, organisasi
kesehatan membentuk kerjasama dengan program pemerintah, lembaga
lokal, sekolah, lembaga keagamaan, bisnis, dan klub. Hal ini berarti
mengembangkan kemitraan dengan organisasi yang mendukung dan
memenuhi kebutuhan pasien. Ini dapat diwujudkan dengan
mengidentifikasikan program yang efektif dan mendorong partisipasi yang
sesuai.
CCM dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Perawatan Kronis (Bodenheimer et al., 2002; Frei et
al., 2010; Langford et al., 2007; Strickland et al., 2010; Zai et al., 2008).
11
2.5 Diabetes
Diabetes adalah penyakit dimana tubuh gagal memproduksi insulin
atau tidak bisa memanfaatkan insulin sehingga tidak dapat menguraikan gula dan
sari makanan (Beauliau, Cutler, Ho, Horrigan, & Isham, 2003). Hal ini yang
menyebabkan tingginya glukosa darah atau kadar gula dalam darah. Insulin
adalah hormon yang dibuat didalam pankreas, yang membantu menguraikan sari
makanan menjadi energi.
Pada pengendalian diabetes secara mandiri, hal yang paling mendasar
adalah mempertahankan kadar gula darah berada pada batas normal (70 dan 110
mg/dl) dengan melakukan pengukuran secara berkala, diet makanan yang tepat,
kegiatan fisik dan minum obat rutin, tetapi pasien menganggap hal tersebut
kompleks dan rumit (Tatara, Arsand, Nilsen, & Hartvigsen, 2009). Pasien
diharapkan bisa mengendalikan diabetes mereka secara mandiri agar terhindar
dari penyakit komplikasi akibat diabetes sehingga bisa menekan biaya untuk
berobat.
Penyebab diabetes secara umum berasal dari faktor genetik dan
lingkungan seperti kegemukan dan kurang olahraga. Ada tiga tipe diabetes yaitu:
1. Diabetes tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik dimana tubuh tidak dapat
menghasilkan insulin. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh
menyerang dan menghancurkan insulin yang menghasilkan sel beta pada
pancreas (National Diabetes Information Clearinghouse [NDIC], 2008). Tipe
1 ini kebanyakan diderita oleh anak-anak, remaja, dan orang muda. Satu-
12
satunya pengobatan yang efektif adalah melalui penyuntikan insulin setiap
hari (Beaulieu et al., 2003).
2. Diabetes tipe 2 merupakan gangguan metabolisme yang dihasilkan dari
ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin yang dibutuhkan
(Beaulieu et al., 2003). Pengobatan yang diberikan biasanya berbentuk oral.
Ketika positif mengidap diabetes tipe 2, pankreas meghasilkan cukup insulin,
tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin tersebut dengan baik (NDIC,
2008). Kondisi seperti ini disebut perlawanan insulin. Diabetes tipe 2 dapat
dikendalikan agar tidak mengalami situasi kronis dengan mengikuti saran
dokter mengenai diet makanan, obat-obatan dan perilaku gaya hidup (Chiou,
Campbell, Horswell, Myers, & Culbertson, 2009).
3. Gestational diabetes muncul pada masa kehamilan. Diabetes tipe ini akan
hilang setelah melahirkan. Wanita yang terkena gestational diabetes memiliki
kesempatan 40% hingga 60% untuk berkembang menjadi diabetes tipe 2
dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun (NDIC, 2008). Usaha yang perlu
dilakukan untuk mencegah agar tidak terkena diabetes tipe 2 adalah
mempertahankan berat badan yang ideal dan aktif berolahraga.
Sejumlah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit
diabetes (NDIC, 2008; University of Birmingham, 2010; University of California
[UCSF], 2010;):
1. Pemeriksaan HbA1C (Medweb, 2010)
Darah terdiri dari sel darah merah yang dibentuk dari molekul yang
disebut hemoglobin (Hb). Glukosa menempel pada Hb untuk membentuk
molekul glycosylated haemoglobin yang disebut hemoglobin A1C (HbA1C).
13
Semakin banyak glukosa dalam darah, semakin banyak HbA1C terdapat
dalam darah. Masa hidup sel darah merah dalam tubuh sekitar 8-12 minggu
sebelum digantikan dengan sel darah merah yang baru.
Dengan melakukan tes ini dapat mengetahui kadar rata-rata
glukosa darah dalam 8-12 minggu terakhir. Nilai HbA1C bagi mereka yang
bukan penderita diabetes adalah sekitar 3.5 - 5.5%. Sedangkan bagi penderita
diabetes, kadar HbA1C dikatakan cukup baik jika bernilai 6.5%. Menurut
American Diabetes Association (ADA), kadar HbA1C diatas 6.5% didiagnosis
terkena diabetes. Diantara 5.7 – 6.4% diduga pre-diabetes atau memiliki risiko
terkena diabetes. Kurang dari 5.6% dianggap bebas dari diabetes.
Kadar HbA1C serupa dengan kadar glukosa. Ketika kadar HbA1C
bernilai 10% itu berarti rata-rata kadar glukosa untuk 10 minggu terakhir
adalah 13mmol/l. Tabel dibawah ini menunjukkan hubungan antara kadar
HbA1C dengan kadar glukosa.
Pada tabel 2.1 menjelaskan bahwa ketika kadar HbA1C bernilai
13% itu berarti rata-rata kadar glukosa untuk 10 minggu terakhir adalah
18mmol/l. Kadar HbA1C bernilai 12% itu berarti rata-rata kadar glukosa
untuk 10 minggu terakhir adalah 17mmol/l, dan seterusnya.
14
Tabel 2.1 Hubungan antara Kadar HbA1C dengan Kadar Glukosa (Medweb, 2010)
HbA1C % Rata-rata kadar glukosa darah mmol/l
13 18
12 17
11 15
10 13
9 12
8 10
7 8
6 7
5 5
2. Pemeriksaan Plasma Glukosa
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur seberapa banyak gula
atau glukosa yang terdapat dalam aliran darah. Untuk melakukan pemeriksaan
ini, tidak perlu melakukan puasa terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan
sewaktu puasa atau sehabis makan tidak akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan tersebut. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika hasilnya
menunjukkan nilai sama dengan atau lebih besar dari 200 mg/dL.
3. Pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa (sebelum makan)
Pemeriksaan ini dilakukan setelah puasa dari makanan dan
minuman (kecuali air) setidaknya selama delapan jam. Kadar plasma glukosa
yang normal setelah puasa bernilai antara 60 sampai 99 mg/dL.
15
4. Pemeriksaan oral toleransi glukosa
Jika pada pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa diduga
terkena diabetes, maka akan dilakukan pemeriksaan berikutnya. Pasien
kembali diminta untuk puasa dari makanan dan minuman (kecuali air) selama
8 jam dan setelah itu diminta untuk minum suatu cairan yang mengandung
glukosa (biasanya 75 gram). Darah pasien akan diambil sebelum meminum
glukosa tersebut. Dua jam kemudian, pasien tidak diperbolehkan untuk makan
sampai pemeriksaan ini selesai. Pemeriksaan ini disebut Oral Glucose
Tolerance Test (OGTT).
Jika pada pemeriksaan plasma glukosa dengan puasa, nilainya
dibawah 100mg/dL maka didiagnosis tidak terkena diabetes. Nilai 100 mg/dL
hingga 126 mg/dL didiagnosis berada dalam kondisi pre-diabetes. Nilai diatas
126 mg/dL didiagnosis terkena diabetes.
Dua jam kemudian setelah meminum glukosa, nilai normal plasma
glukosa kurang dari 140 mg/dL. Nilai 140 mg/dL hingga 199 mg/dL
didiagnosis berada dalam kondisi pre-diabetes. Dikatakan terkena diabetes
jika kadar plasma glukosa sama dengan atau diatas 200 mg/dL.
Kadar gula sebelum makan terbagi atas lima kategori yaitu terkategori
normal, diabetes, abnormal glucose tolerance, abnormal fasting blood sugar,
dan low blood sugar serta kadar gula setelah makan dapat dikategorikan
normal, diabetes, abnormal glucose tolerance, dan abnormal fasting blood
sugar (Kim, Lee, Yoon, & Gaton, 2007).
16
Selain pemeriksaan yang diatas, ada juga pemeriksaan lain yang perlu
dilakukan oleh pasien seperti:
1. Pasien memantau sendiri kadar gula darah mereka secara rutin
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Pemeriksaan kadar kolesterol
4. Pemeriksaan mata dan kaki pasien
Pada program penanganan penyakit diabetes, komponen yang
termasuk didalamnya adalah panduan berdasarkan kejadian untuk dokter dan
pembentukan tujuan pasien dengan edukasi, pengobatan, dan dukungan klinik
untuk menangani pasien diabetes (Chiou et al., 2009).
Panduan pada penyakit diabetes memerlukan ketersediaan tes
hemoglobin glycosolated terbaru atau HbA1C, laporan gula darah sebelum
dan setelah makan, dokumentasi kemampuan pasien dalam mengenali
hypoglycemia, kadar kolesterol dan trigliserida, pemeriksaan mata tahunan,
dan pengukuran tekanan darah, dan juga rejimen pengobatan untuk menangani
diabetes (Bowles et al., 2010).
Pasien yang mengikuti program manajemen penyakit diabetes dapat
menekan biaya pengobatan dengan memantau kondisi mereka secara berkala.
Pasien juga dapat mengetahui dan memantau perkembangan A1c mereka
sendiri seperti yang dilakukan di klinik. A1c merupakan indikator terpenting
untuk mengetahui kondisi diabetes pasien. Nilai A1C ini akan menjadi
parameter dalam diabetes disease management.
17
Pasien penderita diabetes tidak hanya melakukan cek up di klinik,
tetapi juga memantau perkembangan diabetes melalui pemeriksaan kaki dan
mata untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi (Chiou et al., 2009).
Screening juga dapat dilakukan untuk deteksi dini dan perawatan
terstruktur menurut pedoman yang berlaku merupakan strategi yang paling
tepat untuk menghindari komplikasi diabetes (Sönnichsen et al., 2008). Pada
studi yang dilakukan Sönnichsen, dkk disebutkan bahwa untuk menyediakan
perawatan yang optimal diperlukan desain penanganan penyakit yang terdiri
dari dokter untuk menjalankan pedoman dalam terapi dan edukasi pasien
diperlukan sebagai pengingat dan feedback yang berkelanjutan.
2.5.1 Standar perawatan Diabetes
Untuk perawatan diabetes yang baik diperlukan kerjasama tim
kesehatan dan partisipasi dari pasien untuk memperoleh hasil kesehatan
yang baik. Tim kesehatan dapat terdiri atas dokter, perawat, asisten dokter,
ahli gizi, apoteker dan ahli kesehatan mental dalam diabetes. Setiap bagian
harus berperan aktif dalam perannya. Pasien juga sangat diharapkan untuk
turut serta aktif mendukung manajemen perawatan yang dianjurkan oleh
pihak kesehatan. Setiap pasien akan memperoleh rencana perawatan
berkala dengan memperhatikan hasil kesehatan yang dicapai dalam waktu
tertentu (± 3 bulan).
Hal – hal yang perlu diketahui oleh pasien diabetes antara lain
(Asian-Pacific Type 2 diabetes Policy Group, 2010):
• Sifat penyakit / gangguan,
18
• Gejala diabetes,
• Risiko komplikasi, khususnya pentingnya perawatan kaki,
• Target pengobatan,
• Persyaratan gaya hidup dan rencana pola makan,
• Pentingnya olahraga teratur dalam pengobatan,
• Interaksi asupan makanan, aktivitas fisik dan obat-obatan
hipoglikemik oral, insulin (administrasi dan penyesuaian
insulin, jika perlu) atau obat lain,
• Pemantauan (diri) glukosa dalam darah atau urin (hanya
jika pemantauan glukosa darah tidak tersedia atau praktis)
dan makna hasil glukosa darah, serta tindakan apa yang
perlu diambil,
• Bagaimana mengatasi keadaan darurat seperti sakit, stres,
hipoglikemia, dan operasi,
• Wanita dengan diabetes memerlukan perhatian khusus
selama kehamilan.
Perawatan diabetes meliputi (American Diabetes Association,
2009):
Kontrol Glycemic
Untuk pencapaian rencana manajemen pada kontrol glycemic,
pemeriksaan kontrol glycemic dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu
dengan pemantauan gula darah dan dengan pengukuran A1C.
a. Pemantauan Gula darah
19
Dilakukan oleh pasien (Self – monitoring of blood glucose /
SMBG). Rekomendasi :
– SMBG harus dilakukan tiga kali atau lebih dalam sehari
untuk pasien yang menggunakan suntikan insulin atau
terapi pompa insulin.
– Untuk pasien yang jarang menggunakan suntikan insulin,
non-insulin terapi, atau yang melakukan terapi nutrisi medis
(medical nutrition therapy (MNT)) dan yang hanya
melakukan aktifitas fisik saja, SMBG berguna sebagai
panduan untuk keberhasilan terapi yang sedang dijalankan.
SMBG merupakan komponen terapi yang efektif. Dengan
adanya SMBG pasien dapat mengevaluasi dan menilai apakah
target glycemic mereka tercapai. Hasil SMBG bermanfaat dalam
mencegah hipoglikemia, dalam penentuan obat (dosis), manajemen
nutrisi dan aktifitas fisik.
b. Pengukuran A1C
Rekomendasi :
– Melakukan tes A1C minimal dua kali setahun untuk pasien
yang mencapai target perawatan (dan yang memiliki
kontrol glycemic yang stabil).
– Melakukan uji A1C triwulanan pada pasien yang terapinya
telah diubah atau yang tidak mencapai target glycemic.
– Pemeriksaan A1C memungkinkan untuk perubahan terapi
bila diperlukan.
20
Nilai A1C mencerminkan rata-rata glycemia selama
beberapa bulan, dan memiliki nilai prediktif yang kuat untuk
komplikasi diabetes. Untuk menentukan apakah target glycemic
pasien tercapai, pengukuran dilakukan kira-kira setiap tiga bulan.
Frekuensi pengukuran A1C tergantung pada situasi klinis,
penggunaan obat, dan pertimbangan dokter.
Tabel 2.2 Korelasi antara A1C dengan rata-rata glukosa (American Diabetes Association, 2009)
Glukosa plasma rata-rata
A1C (%) Mg/dl Mmol/l
6 126 7.0
7 154 8.6
8 183 10.2
9 212 11.8
10 240 13.4
11 269 14.9
12 298 16.5
Perkiraan didasarkan pada data ADAG pengukuran glukosa
~2700 selama 3 bulan sejak pengukuran A1C pada 507 orang
dewasa dengan tipe 1, tipe 2, dan tanpa diabetes. Korelasi antara
A1C dan rata-rata glukosa: 0,92 (42). Penghitungan untuk
mengkonversi hasil A1C menjadi eAG, baik dalam mg / dl atau
mmol / l.
21
Medical Nutrition Therapy (MNT)
Rekomendasi :
– Individu dengan pra-diabetes atau diabetes harus menerima
individual MNT yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perawatan, sebaiknya diberikan oleh seorang ahli diet yang telah
terdaftar dan akrab dengan komponen MNT diabetes.
MNT merupakan komponen integral dari pencegahan diabetes,
manajemen dan edukasi manajemen diri diabetes dan juga merupakan
komponen penting dalam gaya hidup sehat.
Diabetes self-management education (DSME)
Rekomendasi :
– Penderita diabetes harus menerima DSME sesuai dengan standar
nasional ketika diabetes mereka didiagnosa
– Manajemen diri dan perubahan pola hidup adalah kunci hasil
DSME dan harus diukur dan dipantau sebagai bagian dari
perawatan.
– DSME harus menangani masalah-masalah psikososial karena
kesejahteraan emosional sangat terkait dengan hasil positif untuk
diabetes
Pendidikan membantu penderita diabetes memulai perawatan diri
yang efektif.
Penderita diabetes dapat memulai perawatan diri yang efektif
ketika mereka mengetahui apa yang harus dilakukan. Dengan edukasi
22
yang diberikan, pasien dibantu untuk mengatur diri mereka dan memantau
penyakit mereka. DSME mengarahkan pasien untuk mengoptimalkan
kontrol metabolik, mencegah dan menangani komplikasi, dan
memaksimalkan kualitas hidup dengan biaya yang efektif.
Aktivitas Fisik
Rekomendasi :
– Penderita diabetes harus didorong untuk melakukan aktivitas fisik
aerobik intensitas sedang setidaknya 150 menit / minggu (50-70%
dari denyut jantung maksimum).
– Tanpa adanya kontraindikasi, penderita diabetes tipe 2 harus
didorong untuk melakukan pelatihan ketahanan tiga kali per
minggu.
Olahraga teratur telah terbukti memperbaiki kontrol glukosa darah,
mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi terhadap
penurunan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan.
2.6 Hipertensi
Hipertensi atau yang lebih sering dikenal dengan tekanan darah tinggi
yang terjadi pada arteri. Tekanan darah adalah pengukuran terhadap dinding arteri
saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh (US National Library of Medicine
[NLM], 2010). Hipertensi merupakan kondisi serius yang dapat menjadi penyebab
beberapa masalah kesehatan.
23
Tekanan darah diukur dengan menggunakan dua buah angka yang
mereprensentasikan sistol dan diastol. Tekanan darah manusia pada umumnya
adalah 120/80 mmHg. Angka 120 merepresentasikan tekanan sistol dimana
tekanan yang terjadi selama jantung berdetak. Sedangkan angka 80
merepresentasikan tekanan diastol dimana tekanan yang terjadi ketika jantung
beristirahat berdetak. Alat pengukur tekanan darah disebut sphygmomanometer.
Tekanan darah diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Tekanan darah normal adalah kondisi dimana nilai sistol kurang dari 120
mmHg dan diastol kurang dari 80 mmHg.
2. Prehipertensi adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 120 - 139
mmHg atau diastol 80 - 89 mmHg.
3. Hipertensi tahap 1 adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 140 -
159 mmHg atau diastol 90 - 99 mmHg
4. Hipertensi tahap 2 adalah kondisi dimana nilai sistol diatas 160 mmHg atau
diastol diatas 100 mmHg.
Hasil pengukuran tekanan sistol dan diastol ini yang akan menjadi
input parameter dalam sistem dismen. Sehingga karyawan yang diduga terkena
hipertensi dapat dipantau tekanan darahnya agar tidak bertambah parah.
2.6.1 Standar Perawatan Hipertensi
Sama halnya dengan diabetes, manajemen perawatan penderita
hipertensi bertujuan untuk memcapai hasil yang baik dimana keadaan
pasien stabil atau lebih baik. Tujuan dari evaluasi pasien hipertensi adalah
untuk menilai gaya hidup pasien dan mengidentifikasi faktor risiko
24
cardiovascular; untuk mengetahui penyebab tingginya tekanan darah
(blood pressure/BP); dan untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan organ
dan CVD (cardiovascular disease) (American Heart Association, 2003).
Perawatan yang dilakukan untuk manajemen hipertensi adalah :
Kontrol Tekanan Darah.
Kontrol tekanan darah dipengaruhi oleh pola hidup pasien, dosis
obat yang diberikan, kombinasi obat yang diberikan. Jika hal-hal tersebut
tidak tepat maka tentunya mengakibatkan hasil tekanan darah yang tidak
terkontrol. Terapi antihipertensi dilakukan untuk mengurangi gangguan
cardiovascular dan ginjal serta kematian. Target perawatan hipertensi
adalah agar penderita hipertensi mencapai tekanan darah (BP) < 140 / 90
mmHg atau BP < 130 / 80 mmHg untuk pasien penderita diabetes atau
penyakit ginjal kronis.
Modifikasi Pola Hidup
– Mengurangi berat badan
Rekomendasi : Menjaga berat badan normal ( body mass index
(BMI) 18.5 -24.9 kg/m2).
– Perencanaan pola makan (Dietary Approaches to Stop
Hypertension (DASH))
Rekomendasi : Mengadopsi diet buah-buahan, sayuran, dan susu
rendah lemak.
– Diet natrium
25
Rekomendasi : Mengurangi asupan natrium < 100 mmol per hari
(2,4 g natrium atau 6 gram natrium klorida).
– Aktivitas fisik
Rekomendasi : Aktifitas fisik teratur (misalnya jalan cepat)
minimal 30 menit per hari.
– Konsumsi alkohol
Rekomendasi : Untuk pria < 2 x minum per hari sedangkan wanita
dan orang berberat badan ringan < 1 x minum per hari. Keterangan
: 1 x minum = 1 / 2 oz atau 15 mL etanol (misalnya, 12 bir oz, 5 oz
anggur, 1.5 oz 80 wiski).
Obat
Pemberian obat dilakukan ketika pendekatan modifikasi pola hidup
tidak menghasilkan tekanan darah pasien sesuai dengan target Disman.
26
Gambar 2.3 Algoritma Perawatan Hipertensi (American Heart
Association, 2003).
Algoritma terapi untuk pemeliharaan pasien hipertensi pada
gambar 4.1 diawali dengan modifikasi pola hidup. Jika target tekanan
darah tidak tercapai maka thiazide-type diuretics harus digunakan sebagai
terapi inisiasi dengan dan tanpa kombinasi dengan salah satu dari ACEIs,
ARBs, BBs, CCBs.
Pada tabel 4.2 di bawah ini terlihat jenis-jenis indikasi yang
memaksa dan opsi terapi obat yang dapat diberikan.
27
Gambar 2.4 Indikasi Yang Memaksa Dan Opsi Terapi Awal (American
Heart Association, 2003).
Follow-Up dan Monitoring
Pasien harus ditindak-lanjuti dan melakukan pengobatan untuk
interval waktu tertentu (bulanan atau kurang dari sebuan) sampai tujuan
BP tercapai ketika terapi obat antihipertensi dimulai. Konsultasi akan perlu
untuk sering dilakukan untuk pasien hipertensi stadium 2 atau dengan
komlikasi lainnya. Serum potassium dan creatinine harus dipantau
minimal 1 atau 2 kali dalam setahun. setelah BP mencapai target dan
stabil, konsultasi dilakukan 3-6 bulan sekali. Penentuan interval konsultasi
juga tergantung pada faktor adanya penyakit lain misalnya diabetes.
Pemberitahuan untuk tidak mengkonsumsi rokok (tembakau) harus selalu
diberikan.
2.7 Tuberkulosis (TBC)
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini lebih sering menyerang paru-paru namun
juga dapat menyerang bagian tubuh lainnya (Gerakan Terpadu Penanggulangan
28
TB Terpadu [Gerdunas TB], 2005). Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Klasifikasi TBC berdasarkan The American Thoracic Society:
1. Klasifikasi 0 berarti tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita
TBC.
2. Klasifikasi I berarti tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC.
3. Klasifikasi II berarti terinfeksi TBC / test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita
TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi
negatif).
4. Klasifikasi III berarti sedang menderita TBC.
5. Klasifikasi IV berarti pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif.
6. Klasifikasi V berarti dicurigai TBC.
Untuk mendiagnosa seseorang terkena penyakit TBC, ada beberapa
pemeriksaan yang perlu dilakukan seperti (Media Informasi Obat Penyakit
[Medicastore]):
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak)
4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA)
5. Rontgen dada (thorax photo)
6. Uji tuberkulin
29
Pengobatan LTBI (Latent Tuberculosis Infection) digunakan untuk
mencegah penyebaran penyakit TB dan digunakan bersama obat-obatan.
Pengujian target seharusnya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengobati
pasien:
• Beresiko tinggi untuk terinfeksi M. tuberculosis
• Beresiko tinggi terkena penyakit TB sekali terinfeksi dengan M. tuberculosis
• Pasien dalam kelompok ini seharusnya menerima prioritas pertama untuk
pengobatan LTBI jika hasil Tuberculin Skin Test (TST) mereka dinyatakan
positif atau Interferon-Gamma Release Assay (IGRA).
Kelompok dengan prioritas pertama akan menerima pengobatan LTBI
jika hasil IGRA atau TST dinyatakan positif > 5 mm dengan kondisi:
• Baru-baru ini berhubungan dengan pasien lain yang terkena TB
• Pasien yang tinggal dengan penderita HIV
• Dari hasil X-Ray dada pasien diketahui menderita penyakit TB sebelumnya
• Pasien dengan transplantasi organ
• Pasien imunosupresi lainnya (pasien dengan kekebalan tubuh lemah)
Kelompok dengan prioritas pertama akan menerima pengobatan LTBI
jika hasil IGRA atau TST dinyatakan positif > 10 mm dengan kondisi:
• Pasien yang telah datang ke Amerika dalam kurun waktu lima tahun yang
berasal dari negara-negara penderita TB
• Pasien pengguna narkoba
• Pasien yang tinggal atau bekerja dengan fasilitas beresiko tinggi
• Pasien yang bekerja di laboratorium micobakteri
30
• Pasien dengan kondisi medis dapat meningkatkan resiko penyakit TB
• Pasien yang berumur dibawah empat tahun
• Bayi, anak-anak, dan remaja yang memiliki hubungan dengan orang dewasa
dalam kelompok beresiko tinggi.
Prioritas rendah pengobatan LTBI:
• Individu tanpa faktor resiko umumnya tidak perlu dilakukan pengujian TB
• Bagaimanapun juga, individu tanpa faktor resiko dimana telah diuji dan hasil
IGRA atau TST positif > 15 mm seharusnya dievaluasi untuk pengobatan
LTBI.
Pada tabel dibawah ini diberikan rejimen pengobatan LTBI menurut
Centers for Disease Control and Prevention.
Tabel 2.3 Rejimen Pengobatan LTBI (Centers for Disease Control and Prevention)
Obat Durasi
(bulan)
Interval Dosis Minimum
Keterangan
INH 9 Harian 270 1. Pengobatan harian selama sembilan bulan
2. Disarankan bagi pasien yang tinggal dengan penderita HIV, anak-anak, dan pasien yang diketahui menderita TB sebelumnya dari hasil pemeriksaan X-Ray dada.
3. Dua kali seminggu dosis seharusnya memakai DOT.
Dua kali seminggu
76
31
Tabel 2.3 menjelaskan bahwa dalam rejimen pengobatan LTBI dalam
pemberian obat dapat dilakukan secara harian ataupun dua kali seminggu sesuai
dengan dosis obat minimum yang disarankan selama waktu yang telah ditentukan.
Mengobati penyakit TB bermanfaat untuk pasien yang menderita TB
dan lingkungannya. Manfaat bagi pasien adalah mencegah cacat dan kematian,
memulihkan kesehatan. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah mencegah
penyebaran TB.
INH 6 Harian 180 1. Tidak disarankan bagi pasien yang tinggal dengan penderita HIV, anak-anak, dan pasien yang diketahui menderita TB sebelumnya dari hasil pemeriksaan X-Ray dada.
2. Dua kali seminggu dosis seharusnya memakai DOT
Dua kali seminggu
52
RIF 4 Harian 120 1. Disarankan untuk TB resisten INH
2. Alternatif bagi pasien yang tidak bisa mentolerir INH
3. Tidak disarankan untuk pasien terinfeksi HIV pada terapi ARV tertentu. Rifabutin dapat digunakan sebagai pengganti untuk beberapa pasien
RIF/ PZA Kombinasi RIF dan PZA umumnya tidak ditawarkan padapengobatan LTBI.
32
Penyakit TB harus diobati paling tidak selama enam bulan. Pada
beberapa kasus, pengobatan bisa memakan waktu lebih lama. Misalnya pasien
dengan rongga di dada dan memiliki dahak selama dua bulan harus
memperpanjang pengobatannya selama sembilan bulan.
Tabel 2.4 Fase dalam Pengobatan TBC (Centers for Disease Control and Prevention)
Fase Awal • Pengobatan selama delapan minggu pertama. • Banyak basil terbunuh selama fase ini. • Digunakan empat obat.
Fase Selanjutnya • Setelah delapan minggu pertama pengobatan TB. • Basil yang tersisa setelah fase awal diobati dengan menggunakan dua obat.
Kambuh • Terjadi pada saat pengobatan tidak berlangsung pada waktu yang lama. • Basil yang tersisa dapat menyebabkan penyakit TB muncul kembali.
Tabel 2.4 menjelaskan fase dalam pengobatan TBC dan tindakan yang
harus dilakukan pada waktu fase awal, selanjutnya ataupun pada saat kambuh.
Rejimen awal seharusnya terdiri dari empat obat berikut:
– Isoniazid (INH)
– Rifampin (RIF)
– Pyrazinamide (PZA)
– Ethambutol (EMB)
33
Pengobatan harus terdiri dari beberapa obat yang rentan terhadap
organisme. Pengobatan dengan satu obat dapat mengakibatkan TB resistan
terhadap obat. Resistensi obat dapat terjadi ketika pasien diberikan resep
pengobatan yang tidak tepat yaitu:
1. TB harus diobati dengan menggunakan dua obat paling sedikit yang rentan
terhadap basil.
2. Menggunakan hanya satu obat dapat membuat basil resisten terhadap obat.
3. Menambahkan satu obat pada rejimen yang gagal mungkin memiliki efek
yang sama dengan menggunakan hanya satu obat.
Resistensi dapat terjadi ketika pasien tidak minum obat sesuai dengan
yang diresepkan.
1. Pasien tidak minum seluruhnya pil.
2. Pasien tidak minum pil sesering mungkin.
3. Ketika hal ini terjadi, pasien menyebabkan resistensi basil untuk obat tunggal.
Faktor yang menyebabkan pasien memiliki atau membuat resistensi obat TB:
1. Pasien telah menghabiskan waktu dengan penderita TB yang resisten terhadap
obat.
2. Pasien tidak minum obat secara teratur.
3. Pasien tidak minum seluruh obatnya.
4. Pasien menyebabkan penyakit TB menjadi aktif setelah minum obat di waktu
sebelumnya.
5. Pasien berasal dari daerah dimana resisten obat TB sering terjadi.
34
Tabel 2.5 Rejimen Pengobatan TBC dan Dosis yang Disarankan (Centers for Disease Control and Prevention)
Fase Awal Fase Berikutnya Rejimen Obat Waktu & Rejimen Obat Waktu & Kisaran
Total Dosis
Dosis± Dosis± §
1 INH 7 hari / minggu
1a INH 7 hari / minggu untuk 126 dosis atau
182 - 130
RIF untuk 56 dosis
RIF 5 hari / minggu untuk 90 dosis
(26 minggu)
PZA (56 minggu)
(18 minggu)
¶
EMB atau
5 hari / minggu
untuk 40 dosis
1b# INH 2 hari / minggu untuk 36 dosis
92 - 76
(8 minggu)¶
RIF (18 minggu)
¶ (26 minggu)
1c** INH 1 hari / minggu untuk 18 dosis
74 - 58
RPT (18 minggu)¶
(26 minggu)
2 INH
7 hari / minggu untuk 14 dosis (2 minggu), kemudian
2a# INH 2 hari / minggu
62 - 58
RIF
2 hari / minggu untuk 12 dosis (6 minggu)
RIF untuk 36 dosis
(26 minggu)
35
PZA
atau (18 minggu)¶
EMB
5 hari / minggu untuk 10 dosis (2 minggu)¶, kemudian 2 hari / minggu untuk 12 dosis (6 minggu)
2b** INH 1 hari / minggu
44 – 40
RPT untuk 18 dosis
(26 minggu)
(18 minggu)
¶
3 INH
3 minggu sekali
3a INH 3 minggu sekali untuk 54 dosis
78
RIF
untuk 24 dosis
RIF (18 minggu) ¶
(26 minggu)
PZA
(8 minggu)
EMB
4 INH
7 hari / minggu untuk 56 dosis (8 minggu)
4a INH
7 hari / minggu untuk 217 dosis (31 minggu)
273 - 195
RIF
atau RIF
atau (39 minggu)
EMB
5 hari / minggu untuk 40 dosis (8 minggu) ¶
5 hari / minggu untuk 155 dosis (31 minggu) ¶
36
4b# INH
Dua kali seminggu untuk 62 doses (31 minggu) ¶
118 - 102
RIF
(39 minggu)
Tabel 2.5 menjelaskan rejimen pengobatan TBC pada waktu fase awal
dan fase berikutnya dengan jenis obat yang harus diminum beserta waktu dan
dosis yang disarankan.
Keterangan simbol pada tabel 2.4:
1. Simbol (*) berarti untuk informasi lebih lanjut mengenai kekuatan saran dan
kualitas untuk mendukung bukti, lihat ATS, CDC, dan IDSA MMWR pada
panduan pengobatan TB.
2. Simbol (±) berarti ketika DOT digunakan, obat-obatan diberikan 5 hari /
minggu dan menyesuaikan dosis yang diperlukan.
3. Simbol (§) berarti pasien yang memiliki rongga pada awal pemeriksaan X-Ray
dada dan budaya positif yang diselesaikan dalam dua bulan terapi seharusnya
menerima fase lanjutan selama tujuh bulan.
4. Simbol (¶) Pasien yang diberikan rejimen kurang dari 7 hari seminggu harus
menerima DOT.
5. Simbol (#) berarti rejimen berlangsung kurang dari tiga kali seminggu tidak
disarankan untuk pasien yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4+ kurang
dari 100.
6. Simbol (**) berarti hanya digunakan untuk pasien HIV negatif dengan dahak
negatif diselesaikan dalam terapi dua bulan dan pasien yang tidak memiliki
37
rongga di dadanya. Untuk pasien yang memulai rejimen ini dan ditemukan
budaya positif selama spesimen dua bulan, pengobatan diperpanjang menjadi
tiga bulan tambahan.
Tabel 2.6 Anjuran Dosis Obat1(Centers for Disease Control and Prevention)
Dosis dalam mg / kg (dosis maksimum berada dalam tanda kurung)
Obat Orang dewasa /
Anak-anak2 Harian Seminggu
sekali3
Dua kali seminggu3
Tiga kali seminggu3
EMB4
Orang dewasa
B
E
R
A
T
B
A
D
A
N
40 - 55 kg
14.5 – 20
mg / kg (800 mg)
36.4 – 50
mg / kg (2000 mg)
21.8 – 30
mg / kg (1200 mg)
56 - 75 kg
16 - 21.4
mg / kg (1200 mg)
37.3-50
mg / kg (2800 mg)
26.7 - 35.7
mg / kg (2000 mg)
76 - 90 kg
17.8 - 21.1 mg / kg (1600 mg)
44.4-52.6
mg / kg (4000 mg)
26.7 - 31.6
mg / kg (2400 mg)
Anak-anak
15 – 20
mg / kg (1000 mg)
50 mg / kg (2500 mg)
38
Pada tabel 2.6 menjelaskan tentang anjuran dosis obat yang harus
diminum orang dewasa ataupun anak-anak. Dosis obat yang disarankan
tergantung pada berat badan si pasien.
Keterangan pada penomoran angka pada tabel 2.5:
• Angka (1) menyatakan meskipun rejimen ini berlaku secara luas, perubahan
mungkin diperlukan untuk kondisi tertentu (pasien ARV). Untuk informasi
lebih lanjut, lihat ATS, CDC, dan IDSA MMWR pada panduan pengobatan TB.
• Angka (2) menyatakan dosis untuk orang dewasa dimulai pada umur 15 tahun.
Anak-anak dengan berat badan lebih dari 40 kg mengikuti dosis orang dewasa.
Dosis disesuaikan menurut perubahan berat badan pasien.
• Angka (3) menyatakan seluruh pasien yang diresepkan dengan rejimen yang
memiliki selang waktu diberikan DOT.
• Angka (4) menyatakan ethambutol harus digunakan hati-hati pada anak-anak
karena sulit memantau gerakan mereka. Namun, jika mereka memiliki TB
yang resisten terhadap INF atau RIF, dosis 15 mg / kg per hari dapat
digunakan.
Pedoman perawatan dan pengobatan penyakit TBC yang telah disebutkan pada
bagian sebelumnya bersumber dari Centers for Disease Control and Prevention.
2.7.1 Standar perawatan TBC
Untuk pasien terinfeksi TB, penderita tidak akan merasa sakit. Obat
TB harus dikonsumsi untuk membunuh kuman TBC. Meskipun kuman
TBC tidak aktif, mereka masih sangat kuat. Ketika kuman tersebut aktif
maka baru akan terasa sakit. Satu-satunya cara untuk membunuh kuman
39
tersebut adalah dengan mengkonsumsi obat-obatan TB. Sedangkan bagi
pasien berpenyakit TBC, yang perlu diingat adalah kuman TBC mati secara
perlahan-lahan (sangat lambat). Bahkan setelah beberapa minggu
mengkonsumsi obat-obatan TB pasien akan merasa lebih baik, namun tidk
berarti semua kuman TB telah mati. Mengobati TB perlu berbulan-bulan.
Tetap menjalani pengobatan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana
pengobatan adalah cara untuk menyembuhkan TBC.
Penderita TBC harus tetap meminum obat sampai dokter
menyarankan untuk berhenti (Centers for Disease Control and Prevention
[CDC], 2005). Jika pasien berhenti minum obat lebih awal dari waktu yang
ditentukan atau tidak meminumnya dengan benar maka :
- Pasien bisa sakit lagi dan sakit untuk waktu yang lama
- Obat dapat berhenti bekerja dan pasien mungkin harus meminum obat
yang berbeda yang memiliki efek samping yang lebih banyak
- Obat baru mungkin tidak dapat bekerja untuk menyembuhkan TB
- Pasien dapat menularkan kuman TBC ke orang lain
Penanganan pasien berpenyakit TBC (Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance [TBCTA], 2006) :
Dokter dalam tanggung jawabnya mengobati pasien TB tidak hanya
memberikan panduan obat yang tepat tetapi juga mampu menilai
kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan yang telah dibuat dan
menangani ketidakpatuhan bila terjadi.
Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum
pernah diobati sebelumnya harus menerima pengobatan pertama yaitu
40
fase awal terdiri atas dua bulan isoniazid, pirazinamid, rifampisin, dan
etambutol. Tahap lanjutan terdiri atas isoniazid dan rifampisin
diberikan selama empat bulan. Enam bulan isoniazid dan etambutol
diberikan sebagai fase lanjutan dari rencana pengobatan alternatif
yang dapat digunakan jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai dan
hubungannya dengan tingkat pengobatan akan gagal atau kambuh
terutama pada pasien dengan infeksi HIV.
Untuk membina dan menilai kepatuhan pasien terhadap rencana
pengobatan yang diberikan, pendekatan yang berpusat pada pasien
dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan adanya saling pengertian
antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Pengawasan dan
dukungan yang dilakukan harus mempertimbangkan gender dan usia
pasien. Hal ini juga dapat dilakukan dengan konsultasi dan edukasi
bagi pasien. Elemen penting dalam strategi pemeliharaan kesehatan
pasien adalah memastikan kepatuhan pasien terhadap perencanaan
pengobatan dan bagaimana penanganan bila ada pasien yang tidak
patuh. Pendekatan yang dilakukan dalam terapi obat misalnya dengan
directly observed therapy (DOT). Strategi ini diartikan sebagai
"pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas
pengobatan" setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk mengetahui respon terhadap terapi
yang telah dijalani dan efek samping dari obat yang diberikan.
Penilaian terbaik adalah dengan meninjau mikobakterium tuberkulosa
(bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal
41
juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA), minimal pada penyelesaian
pengobatan tahap awal (2 bulan), 5 bulan, dan pada akhir pengobatan.
Pasien dengan BTA positif pada bulan ke lima dianggap sebagai
pengobatan yang gagal dan terapi harus dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan pasien.
Adanya catatan tertulis mengenai semua obat yang diberikan, respon
bacteriologic, dan efek samping untuk semua pasien.
2.8 Teknologi Informasi dan Sistem Informasi
Tabel dibawah ini menjelaskan perbedaan antara Information Technology
(IT) dengan Information System (IS).
Tabel 2.7 Perbedaan IT dan IS
Teknologi Informasi (IT) Sistem Informasi (IS)
Kumpulan dari sistem-sistem komputasi yang digunakan organisasi untuk mendukung operasionalnya (Turban, 1998)
Mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisa, dan menyebarkan informasi untuk tujuan khusus (Turban, 1998)
Penggunaan dari piranti keras, piranti lunak, fungsi yang dilakukan komputer dan mendukung infrastruktur yang tersedia untuk mengatur dan menyampaikan informasi dalam bentuk audio, data dan video.
Kumpulan perangkat keras dan lunak yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna (Bodnar & Hopwood, 1993)
Bagian-bagian komputer yang harus terhubung kesuatu jaringan agar bisa beroperasi
Kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah perusahaan (Alter, 1992)
Kemampuan komputer untuk melakukan pencatatan, penyimpanan, pengolahan, pengambilan kembali,
Kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas manusia dengan menggunakan teknologi untuk mendukung operasi, manajemen dan pengambilan keputusan
42
pengiriman, dan penerimaan informasi. (Laporan SEI, "Glossary")
Seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi (Haag & Keen, 1996)
Interaksi manusia dengan menggunakan teknologi informasi untuk mendukung proses bisnis dalam perusahaan.
Teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Williams & Sawyer, 2003)
Sistem yang melibatkan manusia, mesin ataupun metoda yang terorganisir untuk melakukan pengumpulan, pemrosesan, pengiriman, dan penyebaran data yang merupakan representasi dari informasi pengguna.
Tidak hanya terbatas pada perangkat komputer untuk memproses informasi, tetapi juga mencakup telekomunikasi.
Berbagai perangkat komputer atau telekomunikasi yang saling terhubung dan digunakan untuk proses akuisisi, penyimpanan, manipulasi, pengaturan, perpindahan, pengawasan, penampilan, transmisi, atau penerimaan suara atau data.
Dari definisi IT dan IS di atas, IT melibatkan teknologi komputer meliputi
hardware, software dan network untuk pemrosesan dan penyimpanan informasi.
Sedangkan IS melibatkan hardware, software, data, network, procedures, dan
people untuk membentuk suatu aplikasi.
2.9 Teknologi Informasi Mendukung Industri Kesehatan
Perkembangan dan inovasi dalam bidang IPTEK telah memberikan
pengaruh terhadap industri kesehatan. IPTEK membuat industri kesehatan
mengembangkan cara yang praktis, efektif dan efisien untuk melakukan
diagnosis, menangani, dan mengobati masalah kesehatan, dimana hal ini tidak
bisa dilakukan sebelumnya.
43
Riset menunjukkan sejumlah aplikasi IPTEK untuk mengembangkan
industri kesehatan seperti telemedicine dimana layanan kesehatan diberikan secara
efektif dan biaya sedikit dengan bantuan IPTEK, eHealth yang dibentuk dari
koneksi internet dengan teknologi web, pengembangan EHR (Electronic Health
Record) yang mengintegrasikan data pasien kedalam proses perawatan dan
memiliki otorisasi terhadap yang mengaksesnya.
Komponen yang diperlukan untuk membentuk aplikasi kesehatan
berdasarkan teknologi informasi (Saranummi, Korhonen, Kivisaari, & Ahjopalo,
2006) adalah:
1. Sensor dan peralatan informasi dibutuhkan untuk memperoleh dan
menyimpan data yang berhubungan dengan kesehatan pasien seperti membaca
kadar gula darah, serta meneruskannya ke sistem atau aplikasi lain untuk
diolah lebih lanjut.
2. Interpretasi data sesuai konteksnya diperlukan untuk membuat hubungan data
yang diperoleh pada konteks yang sesuai. Konteks disini merujuk pada hal-hal
seperti ini riwayat pasien, data pasien yang diperoleh sebelumnya, bisa juga
berarti keadaan lingkungan dimana pasien itu berada. Sehingga metode
pendukung keputusan mungkin perlu diterapkan pada konteks data yang
dibangun.
3. Integrasi diperlukan untuk menggabungkan data yang diperoleh seperti hasil
pengukuran, pembacaan dengan data pasien terdahulu dan data lainnya yang
berhubungan disimpan dalam EHR dan harus kompatibel dengan EHR sampai
level tertentu. Hal ini tentu menarik minat para peneliti untuk menentukan
standar dalam format penulisan atau penyimpanan EHR.
44
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.5 Komponen IPTEK pada Industri Kesehatan (Saranummi,
Korhonen, Kivisaari, & Ahjopalo, 2006)
2.10 Solusi Teknologi Informasi
Berbagai studi telah dilakukan untuk menerapkan teknologi informasi
pada industri kesehatan. Salah satu studi tersebut adalah pada penerapan disease
management.
2.10.1 Pemantauan
Pemantauan jarak jauh dilakukan dengan menyediakan layanan
pemantauan, pengawasan dan pemberian edukasi bagi pasien penyakit
kronis. Pada kasus perawatan yang dilakukan di rumah tim perawat tetap
memantau status pasien.
45
Sehingga pemantauan tersebut dapat meningkatkan hasil
kesehatan dan berpotensi untuk menekan biaya pengobatan. Alat untuk
melakukan pemantauan terhubung pada pemancar (transmitter) dan pasien
dapat mengendalikannya dari jarak jauh. Pada saat data telah dikirimkan,
pasien dapat melihat halaman web pribadi mereka dan memastikan bahwa
hasil pembacaan data mereka telah diterima (Leijdekkers, Gay, &
Lawrence, 2007; Pomazan, Petcu, Sintea, & Ciorap, 2009; Shahriyar, Bari,
Kundu, Ahamed, & Akbar, 2009).
Alaoui, Clement, Khanafer, Collman, Levine, dan Mun (2007)
merancang sistem untuk memonitor pasien penderita diabetes tipe 1 dari
jarak jauh menggunakan peralatan elektronik untuk membaca kadar gula
darah dan mengirimkannya kepada dokter mereka. Setiap pasien
dilengkapi dengan alat pembaca kadar gula darah yaitu One Touch meter
oleh Johnson and Johnson dan komputer pribadi yang dilengkapi dengan
“in Touch” Diabetes Management Software oleh Lifescan Johnson and
Johnson.
Harper, Nicholl, McTear, Wallace, Black, dan Kearney (2008)
merancang sistem yang memungkinkan pasien untuk menggunakan
telepon genggamnya untuk menginput dan mencatat hasil pengukuran
mereka menggunakan suara, selagi tim perawat memantau kegiatan sehari-
hari pasiennya melalui web dan memberikan respon kepada sistem untuk
memberikan alert. Pasien dapat mengakses hasil pembacaan data mereka
dalam bentuk tabulasi dan grafik melalui internet.
46
Zhang, Lee, dan Gatton (2009) mengembangkan arsitektur real
time Knowledge Base yang efisien pada web Health Care Center (HCC)
berbasis agent yang digunakan untuk memantau pasien yang terkena
diabetes dan sebagai pengelolaan sistem. Cara kerja sistem tersebut adalah
dengan memasang monitor di dalam rumah pasien, yang berfungsi sebagai
reactive agent. Monitor ini mengambil data sampel dari pasien pada waktu
yang telah ditetapkan, mengirimkan data dan melaporkan kejadian yang
tidak seperti biasanya kepada reasoning agent (sistem pakar) melalui
internet.
47
2.11 Perbandingan Sistem-sistem untuk DisMan dari Prespektif IT
Dalam tabel 2.7 di bawah ini tampak perbedaan antar sistem-sistem untuk mendukung perawatan penyakit kronis dari
prespektif IT. Kriteria-kriteria yang dilihat diantaranya adalah ketersediaan data, jarak dalam pengukuran, pengukuran otomatis dan
sistem pakar.
Tabel 2.8 Perbandingan sistem-sistem untuk DisMan
Kriteria DisMan pada PT. PMI
Pomazan, Petcu, Sintea, Ciorap (2009)
Dai, Gui, dan Shu (2008)
David A. Tong (2006)
Paganelli dan Giuli (2007)
LeRouge, Gaynor, Li, Ma (2010)
Tura, Quareni, Longo, Condoluci, van Rijn & Albertini (2005)
Ketersediaan data
a. Staf DisMan dan dokter K2 kesulitan dalam memperoleh data pasien karena data tidak teratur dan tidak terintegrasi sehingga
Adanya kepastian perolehan data. Sistem dapat merespon kebutuhan perawatan, analisis dan prognosis dan pengawasan berkelanjutan.
Informasi dapat dikumpulkan, diverifikasi kemudian dipertimbangkan dengan rekam medik, data pengobatan yang telah dijalani, rencana perawatan sebelumnya untuk
Membangun database repository untuk data; antar muka berbasis web untuk menampilkan data ke pengguna.
Antar penyedia layanan kesehatan, pasien, dan keluarga pasien dapat mengetahui status kesehatan pasien. Didukung dengan adanya Alarm
Menyediakan komunikasi yang baik antar pasien dan penyedia layanan dengan layanan kesehatan berbasis internet : email,
Data diperoleh dari pengukuran pasien secara otomatis dan sesuai jadwal yang ditentukan.
48
menyita waktu untuk mengetahui informasi pasien.
pengambilan tindakan oleh dokter.
management sehingga membantu pihak kesehatan untuk mengambil tindakan lanjutan dalam perencanaan kesehatan.
private chats, atau melalui suara.
b. Data mengenai pasien tentang keseharian pasien (pola hidup) diketahui pada saat konsultasi dan diperoleh dengan bertanya kepada pasien.
Analisis statistik mengenai data dapat dilakukan dan divisualisasikan oleh dokter sehingga informasi mengenai sejarah pasien dapat diperoleh untuk tindakan berikutnya.
data disimpan dalam database telehealth.
Penyedia layanan kesehatan dapat berbagi akses data pasien.
Web portal dimanfaatkan oleh pasien, keluarga, para medis untuk memperoleh informasi.
49
Jarak dalam pengukuran
Pengukuran dilaksanakan pada saat konsultasi.
Pasien datang pada kios yang terdapat pada beberapa tempat. Tidak perlu datang pada penyedia layanan kesehatan karena masalah jarak.
Pasien mengunjungi stasiun-stasiun yang telah disediakan untuk melakukan pengukuran tanpa harus mengunjungi penyedia layanan kesehatan.
Mendukung Home Health Monitoring, dengan memanfaatkan monitoring devices (biomedical & environmental sensors); emergency & ordinary call buttons; serta PDA atau PC untuk mengakses data.
Mendukung Home Health Monitoring, dengan smart device : smart phone yang digunakan sebagai input device (data diet, aktifitas, komplain pengobatan)
Pengukuran otomatis
Pengukuran dilaksanakan pada saat konsultasi.
Komputer dihubungkan dengan pengukur tekanan darah (Kentaro) via port serial dan paralel. Kemudian dikontrol dengan program LabVIEW
Memanfaatkan monitoring devices (biomedical & environmental sensors)
Smart phone dihubungkan melalui wireless interface (Bluetooth atau Wifi) dengan perangkat medis dan sensor (timbangan, pulse oximeters,
Merancang perangkat medis portabel sehingga pengukuran dapat berlangsung bahkan ketika pasien sedang bergerak bebas. Data dikirim
50
lalu secara otomatis data tekanan darah yang dikumpulkan diteruskan ke databaser repository via HTTP.
pemantau gula darah)
otomatis ke tablet PC melalui bluetooth kemudian ke Pusat layanan kesehatan.
Sistem pakar Belum ada sistem pakar dalam pelaksanaan DisMan.
Tidak menggantikan tugas dokter dalam menentukan tindakan selanjutnya.
Sistem pakar untuk melakukan diagnosa. Pasien diminta untuk memasukan gejala-gejala yang terjadi. Sistem memberikan tes berupa kuisioner.