34
10 BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Online 1. Pengertian jurnalistik Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau laporan setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik. 7 MacDougall menyebutkan bahwa jurnalisme/jurnalistik adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalistik sangat penting di mana pun dan kapan pun. Tidak bisa dibayangkan jika tidak ada seorang pun yang fungsinya mencari berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan berita tersebut kepada khalayak ramai disertai dengan penjelasan tentang peristiwa itu. 8 Adinegoro menegaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberi pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Astrid S. Susanto menyebutkan, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan 7 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), 2. 8 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 15-16.

BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Jurnalistik dan Media Online

1. Pengertian jurnalistik

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa

Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana

jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan

atau laporan setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers, bukan

pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers

atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik.7

MacDougall menyebutkan bahwa jurnalisme/jurnalistik adalah

kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.

Jurnalistik sangat penting di mana pun dan kapan pun. Tidak bisa

dibayangkan jika tidak ada seorang pun yang fungsinya mencari berita

tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan berita tersebut kepada

khalayak ramai disertai dengan penjelasan tentang peristiwa itu.8

Adinegoro menegaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian

mengarang yang pokoknya memberi pekabaran pada masyarakat dengan

selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Astrid S. Susanto

menyebutkan, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan

7 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis

Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), 2. 8 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2006), 15-16.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

11

serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari. Onong Uchjana Effendy

mengemukakan, secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai

teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada

penyebarluaskannya kepada masyarakat.

Setelah memperhatikan dan menyelami pendapat para pakar

tersebut, Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia,

mendefinisikan jurnalistik sebagai “kegiatan menyiapkan, mencari,

mengumpulkan, mengolah, menyajkan, dan menyebarkan berita melalui

media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya”.9

Sedangkan pengertian jurnalistik online memiliki banyak istilah,

yakni jurnalistik online, internet, dan website. Jurnalistik dipahami sebagai

proses peliputan, penulisan dan penyebarluasan informasi atau berita

melalui media massa. Secara ringkas dan praktis, jurnalistik bisa diuraikan

sebagai memberitakan sebuah peristiwa.

Online dipahami sebagai keadaan konektivitas (ketersambungan)

mengacu pada internet atau world wide web (www). Online merupakan

bahasa internet “informasi dapat diakses di mana saja dan kapan saja”

selama ada jaringan internet (konektivitas). Sehingga, jurnalistik online

dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian informasi melalui media

internet, utamanya website.10

9 Haris, Jurnalistik Indonesia.,3. 10 Ibid., 12.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

12

2. Media online

Media online merupakan media komunikasi yang pemanfaatannya

menggunakan perangkat internet. Karena itu, media online tergolong media

massa yang populer dan tergolong khas. Kekhasan media ini terletak pada

keharusan untuk memiliki jaringan teknologi informasi dengan

menggunakan perangkat komputer, di samping pengetahuan tentang

program komputer untuk mengakses informasi atau berita.11

Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) yang dikeluarkan

Dewan Pers mengartikan media siber sebagai “segala bentuk media yang

menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta

memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers

yang ditetapkan Dewan Pers”.12

a. Karakreristik media online

Karakteristik sekaligus keunggulan media online dibandingkan

media konvensional (cetak/elektronik) antara lain:13

1) Informasinya bersifat up to date

Media online dapat melakukan upgrade suatu informasi atau berita

dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena media online memiliki

proses penyajian informasi dan berita lebih mudah dan sederhana

dibandingkan dengan jenis media lainnya.

11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia Indonesia,

2011),46. 12 Romli, Jurnalistik Online.,31. 13 Suryawati, Jurnalistik., 46.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

13

2) Informasinya bersifat real time

Media online dapat menyajikan informasi dan berita saat peristiwa

sedang berlangsung (live).

3) Informasinya bersifat praktis

Media online dapat diakses di mana saja dan kapan saja selama

didukung teknologi internet dan perangkat untuk mengaksesnya,

seperti komputer dan juga ponsel pintar (smartphone).

Ada juga karakter media online yang menjadi kekurangan atau

kelemahannya, di antaranya:14

1) Ketergantungan terhadap perangkat komputer dan koneksi internet.

Jika tidak ada aliran listrik, baterai habis dan tidak ada koneksi

internet, juga tidak ada browser, maka media online tidak bisa

diakses.

2) Bisa dimiliki dan dioperasikan oleh sembarang orang. Mereka yang

tidak memiliki keterampilan menulis sekalipun dapat menjadi pemilik

media online dengan isi berupa “copy-paste” dari informasi situs lain.

3) Adanya kecenderungan mata “mudah lelah” saat membaca informasi

media online, khususnya naskah yang panjang.

4) Akurasi sering terabaikan. Karena mengutamakan kecepatan, berita

yang dimuat di media online biasanya tidak seakurat media cetak,

utamanya dalam penulisan kata (salah tulis).

14 Romli, Jurnalistik Online.,34.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

14

5) Karena merupakan sebuah teknologi yang memanfaatkan internet,

maka media online rentan terhadap serangan hacker (orang yang

menerobos jaringan).15 Sehingga bisa dengan mudah diretas oleh

pihak-pihak yang menguasai teknologi, terutama teknologi

informatika dan jaringan komputer.

b. Kredibilitas media online

Media online diragukan dari sisi kredibilitas mengingat orang

yang tidak memiliki keterampilan menulis (jurnalistik) yang memadai

pun bisa mempublikasikan informasinya. Kredibilitas tinggi umumnya

dimiliki media online yang dikelola oleh lembaga pers yang juga

menerbitkan edisi cetak atau elektronik.16

Kehadiran internet sebagai medium baru dengan segala implikasi

praktisnya, memunculkan ketegangan baru di ranah etis. Setidaknya,

persoalan etik jurnalistik muncul pada dua tataran. Pertama, masalah etik

yang muncul ketika kerja-kerja jurnalistik masa kini bercampur dengan

interaksi pembaca. Kedua, langgam baru jurnalistik online yang

berkembang di Indonesia sangat khas. Gaya baru jurnalisme ini unik dan

berbeda dengan jurnalistik lama yang selama ini berlaku di media cetak

dan televisi.17

15 Wikipedia.org/wiki/peretas. Diakses tanggal 11 Mei 2017. 16 Romli, Jurnalistik Online.,36. 17 Heru Margianto dan Asep Syaefullah. “Media Online: Pembaca, Laba, dan Etika”. Divisi

Penyiaran dan Media Baru AJI Indonesia, (2006): 33.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

15

3. Kode etik jurnalistik

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh

informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan

meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan

kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya

kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan

norma-norma agama.18

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers

menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan

terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk

memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan

landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam

menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta

profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan

menaati Kode Etik Jurnalistik.19

a. Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang

akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

b. Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam

melaksanakan tugas jurnalistik.

18 “Kode Etik Jurnalistik”, lpds.or.id, http://www.lpds.or.id, diakses tanggal 19 Desember 2016. 19 Margianto, Media Online: Pembaca., 67-68.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

16

c. Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara

berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta

menerapkan asas praduga tak bersalah.

d. Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan

cabul.

e. Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi

pelaku kejahatan.

f. Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima

suap.

g. Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber

yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,

menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the

record” sesuai dengan kesepakatan.

h. Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan

prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan

suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

17

merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat

jasmani.

i. Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan

pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

j. Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita

yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada

pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

k. Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara

proporsional.

4. Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS)

Dewan Pers mengesahkan kode etik jurnalistik media online pada 3

Februari 2012. Nama resmi kode etik jurnalistik bagi praktisi

jurnalistik/media online itu adalah Pedoman Pemberitaan Media Siber

(PPMS). PPMS tetap mengacu kepada UU No. 40 tentang Pers, Kode Etik

Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang

disahkan Dewan Pers.20

Isi dari media siber adalah segala yang dibuat atau dipublikasikan

oleh penggunanya antara lain artikel, gambar, komentar, suara, video, dan

20 Romli., Jurnalistik Online., 45.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

18

berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog,

forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.21

Dalam pedoman pemberitaan media siber diatur mengenai verifikasi

dan keberimbangan berita; isi buatan pengguna; ralat, koreksi, dan hak

jawab; pencabutan; iklan; hak cipta; pencantuman pedoman; dan sengketa.

Isi lengkap PPMS adalah sebagai berikut:22

a. Ruang Lingkup

1) Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana

internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi

persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang

ditetapkan Dewan Pers.

2) Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang

dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain,

artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan

yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar

pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

b. Verifikasi dan keberimbangan berita23

1) Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.

2) Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada

berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.

3) Ketentuan dalam butir (1) di atas dikecualikan, dengan syarat:

21 Aditia Noviansyah, “Pedoman Pemberitaan Media Siber Diresmikan”, Tempo.co,

http://www.tempo.co, 03 Februari 2012, diakses tanggal 19 Desember 2016. 22 “Pedoman Pemberitaan Media siber”, pdm jogja, https://www.pdmjogja.org, diakses tanggal 19

Desember 2016. 23 Margianto, Media Online: Pembaca., 57.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

19

- Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat

mendesak;

- Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan

identitasnya, kredibel dan kompeten;

- Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui

keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;

- Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita

tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan

dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari

berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.

4) Setelah memuat berita sesuai dengan butir (3), media wajib

meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil

verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan

tautan pada berita yang belum terverifikasi.

c. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)24

1) Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi

Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang

No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang

ditempatkan secara terang dan jelas.

2) Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi

keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat

24 “Pedoman Pemberitaan Media siber”, pdm jogja, https://www.pdmjogja.org, diakses tanggal 19

Desember 2016.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

20

mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan

mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.

3) Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi

persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:

- Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;

- Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian

terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta

menganjurkan tindakan kekerasan;

- Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin

dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,

sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

4) Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau

menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (3).

5) Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan

Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (3).

Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah

dapat diakses pengguna.

6) Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan

koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar

ketentuan butir (3), sesegera mungkin secara proporsional selambat-

lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

21

7) Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (1), (2), (3),

dan (6) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan

akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (3).

8) Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang

dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu

sebagaimana tersebut pada butir (6).

d. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab25

1) Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers,

Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan

Dewan Pers.

2) Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang

diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.

3) Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan

waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.

4) Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain,

maka:

- Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita

yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang

berada di bawah otoritas teknisnya;

- Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus

dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media

siber yang dikoreksi itu;

25 Margianto, Media Online: Pembaca., 60.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

22

- Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan

tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh

media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung

jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak

dikoreksinya itu.

5) Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani

hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak

Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

e. Pencabutan Berita26

1) Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan

penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA,

kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau

berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.

2) Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari

media asal yang telah dicabut.

3) Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan

diumumkan kepada publik.

f. Iklan27

1) Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan

iklan.

26 “Pedoman Pemberitaan Media siber”, pdm jogja, https://www.pdmjogja.org, diakses tanggal 19

Desember 2016. 27 Margianto, Media Online: Pembaca., 60.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

23

2) Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar

wajib mencantumkan keterangan ”advertorial”, ”iklan”, ”ads”,

”sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi

tersebut adalah iklan.

g. Hak Cipta28

Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

h. Pencantuman Pedoman29

Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini

di medianya secara terang dan jelas.

i. Sengketa

Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman

Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

B. Fungsi Media

Harrold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar

yang benar-benar serius mempetimbangkan fungsi dan peran media massa

dalam masyarakat. Lasswell mencatat ada tiga fungsi media massa:

pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk

merespon lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi

28 “Pedoman Pemberitaan Media siber”, pdm jogja, https://www.pdmjogja.org, diakses tanggal 19

Desember 2016. 29 Margianto, Media Online: Pembaca., 62.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

24

ke generasi selanjutnya. Kemudian, Wright menanambahkan fungsi yang

keempat, yaitu hiburan.30

Berikut ini adalah penjabaran dari empat fungsi media yang

dikemukakan oleh Wright:

1. Pengamat ligkungan atau pengawasan (Surveillance)

Yaitu berfungsi untuk memberi informasi dan menyediakan berita.

Dalam membentuk fungsi ini, media serigkali memperingatkan kita akan

bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau

berbahaya. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang tersedia di media

yang penting dalam ekonomi, publik dan masyarakat, seperti laporan bursa

pasar, lalu lintas, cuaca dan sebagainya.

2. Korelasi (Correlation)

Fungsi korelasi adalah fungsi yang menghubungkan bagian-bagian

dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya. Erat kaitannya dengan

fungsi ini adalah peran media massa sebagai penghubung antara berbagai

komponen masyarakat. Sebuah berita yang disajikan oleh reporter akan

menghubungkan antara narasumber dengan pembaca.31

3. Penyampaian warisan sosial

Penyampaian warisan sosial merupakan fungsi di mana media

menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi

selanjutnya. Dengan cara ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan

30 Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan

di Dalam Media Massa, Edisi Kelima, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2011), 386. 31 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 82.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

25

kesatuan masyarakat dengan cara memperluas dasar pengalaman umum

mereka.

4. Hiburan (Entertainment)

Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari

rutinitas setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekspos budaya

massa berupa seni dan musik, dan sebagian besar orang merasa senang

karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni.

C. Ideologi Media

Ideologi media mengandung pengertian ideologi yang dimiliki oleh

media sebagai sebuah institusi atau yang menjadi landasan hidup media.32

Dalam media dimuat berbagai sajian fakta atau opini atau juga ilusi dalam

berbagai bentuk berita, iklan, drama, film, musik, atau talk show. Sumber dan

pelaku atau aktor dalam sajian tersebut bisa orang media atau orang-orang dari

luar media.33

Melihat posisi media sebagai lembaga masyarakat yang ada pada dua

posisi yaitu sebagai lembaga bisnis dan lembaga sosial, maka kemungkinan

ideologi yang berkembang adalah ideologi yang terkait pada bisnis media yang

sudah masuk pada fase industrialisasi. Maka dalam konteks ini ideologi yang

dominan adalah kapitalisme.

Ideologi yang ada dalam media bisa merupakan proses reproduksi dari

ideologi yang ada dan bisa juga merupakan sebuah pertarungan ideologi

32 Udi Rusadi, Kajian Media: Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2015), 82. 33 Ibid., 86.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

26

kepentingan baik politik, ekonomi maupun kultural. Dengan demikian,

ideologi dalam media mengandung arti bahwa dalam media dimuat berbagai

macam ideologi di mana media merupakan arena tempat berbagai ideologi

dipresentasikan dan didistribusikan, yang kemungkinan di antara ideologi

saling berkontestasi atau masing-masing berjuang untuk menjadi ideologi

dominan.34

D. Analisis Framing

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada

dalam kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas

kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari

konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis

adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksi, dengan

cara apa konstruksi itu dibentuk.35

1. Konsep framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson

tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau

perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan,

wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk

mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh

Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan

34 Ibid., 90. 35 Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2002),

43.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

27

perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca

realitas.36

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk

membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.

Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke

dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih

diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana

perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika

menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada

akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan

dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut. Karenanya,

berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek

sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak

terelakkan.37

Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir

di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada

dasarnya tergantung pada bagaimana kita melangsungkan frame atas

peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas

suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama

dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan

mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan

36 Sobur, Analisis Teks Media.,162. 37 Ibid.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

28

menuliskan pandangannya dalam berita. Apa yang dilaporkan oleh media

seringkali merupakan hasil dari pandangan mereka (predisposisi perseptuil)

wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa. Analisis framing membantu

kita untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa yang sama itu dikemas

secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang secara

radikal berbeda.38

Menurut Entman, framing atau pembingkaian berita merupakan

proses menyeleksi dan menunjukkan secara mencolok aspek-aspek tertentu

dari suatu realitas dalam teks, sehingga terbentuk kecenderungan cara

mendefinisikan apa yang menjadi masalah, penyebab masalah, penilaian

moral dan penawaran solusi. Pembingkaian merupakan strategi bagaimana

media mengkonstruksi berita politiknya, sesuai dengan ideologi dan nilai-

nilai yang hendak diperjuangkan.39

Proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tapi juga

pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-

masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkan

(sambil menyembunyikan sisi-sisi lain), sambil mengaksentuasikan

kesahihan pandangannya dengan mengacu pada pengetahuan,

ketidaktahuan, dan perasaan para pembaca. Proses framing menjadikan

media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah tertentu

diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-

sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.

38 Eriyanto, Analisis Framing., 97. 39 Salvatore Simarmata, Media dan Politik: Sikap Pers Terhadap Pemerintahan Koalisi di

Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), 46.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

29

Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja

media massa (sejumlah orang dari pekerja media yang bertanggung jawab

atas editorial sebuah media), tatkala melakukan konstruksi realitas politik

yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah

kekuatan politik.40

Pertama, dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Dalam komunikasi

politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melalui

lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol)

politik yang diterimanya. Dalam konteks ini, sekalipun melakukan

pengutipan langsung (direct quotation) atau menjadikan seseorang

komunikator politik sebagai sumber berita, media massa tetap terlibat

langsung atau pun tidak langsung dengan pilihan simbol yang digunakan

sumber tersebut.

Kedua, dalam melakukan framing peristiwa politik. Minimal oleh

sebab adanya tuntutan teknis: keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman

(pada media cetak) atau waktu (pada media elektronika), jarang ada media

yang membuat berita sebuah peristiwa secara utuh, mulai dari menit

pertama kejadian hingga menit paling akhir. Untuk kepentingan

pemberitaan ini, komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal

yang “penting” (mempunyai nilai berita) dari sebuah peristiwa politik. Dari

segi ini saja, mulai terlihat ke arah mana pembentukan (formasi) sebuah

berita. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi

40 Sobur, Analisis Teks Media.,166.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

30

realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan

(menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan berita

tersebut.

Ketiga, menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa

politik. Semakin besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian

yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini media massa mempunyai

fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal orang dengan Teori Agenda

Setting. Tesis utama teori ini adalah besarnya perhatian masyarakat terhadap

sebuah isu amat bergantung seberapa besar media memberikan perhatian

pada isu tersebut. Bila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh sebuah

kasus sebagai headline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian

yang besar dari khalayak.

2. Teknik Framing

Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk mem-

framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian

(happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek framing

jurnalis. Pada umumnya terdapat empat teknik mem-framing berita yang

dipakai berita yang dipakai wartawan, yaitu: (1) Cognitive dissonance

(ketidaksesuaian sikap dan perilaku); (2) empati (membentuk “pribadi

khayal”); (3) Packing (daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan); (4)

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

31

Asosiasi (menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual

dengan fokus berita).41

3. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki ini adalah

salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Model itu sendiri

diperkenalkan lewat suatu tulisan di Jurnal Political Communication.

Tulisan itu semua adalah makalah yang dipresentasikan pada konvensi

Asosiasi Komunikasi Internasional di Florida. Bagi Pan dan Kosicki,

analisis framing ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisis

teks media di samping analisis isi kuantitatif. Analisis framing dilihat

sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau kebijakan

dikonstruksikan dan dinegosiasikan.42

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan

mereka “Framing Analysis: An Approach to News Discourse”

mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai

perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi

struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-

elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini

berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai

pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan

elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber, latar informasi,

pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan.

41 Ibid., 172. 42 Eriyanto, Analisis Framing.,289-290.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

32

Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu

peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.43

4. Perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Sintaksis. Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata

atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada

pengertian susunan dan bagian berita─headline, lead, latar informasi,

sumber, penutup─dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan.

Bentuk sintaksis yang paling populer adalah struktur piramida terbalik yang

dimulai dengan judul headline, lead, episode, latar, dan latar penutup.

Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang bagaimana

wartawan memaknai peristiwa dan hendak ke mana berita tersebut akan

dibawa.

Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Hal ini

karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan

hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa

sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan

teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari

struktur skrip ini adalah pola 5 W + 1 H ─ who,what, when, where, why, dan

how. Meskipun pola ini tidak selalu dapat dijumpai dalam setiap berita yang

ditampilkan, kategori informasi ini yang diharapkan diambil oleh wartawan

untuk dilaporkan.

43 Sobur, Analisis Teks Media.,175.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

33

Tematik. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu

diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan

dengan bagaimana fakta itu ditulis, bagaimana kalimat yang dipakai,

bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara

keseluruhan.

Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan

gaya atau kata yang dipilih wartawan untuk menekankan arti yang ingin

ditonjolkan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat

citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan

gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana

berita juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan

tersebut adalah suatu kebenaran.44

E. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

1. Sejarah berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia adalah badan otonom non-pemerintah yang

menghimpun ulama, zuama, dan cendekiawan muslim Indonesia.45 Majelis

Ulama Indonesia didirikan pada tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah bertepatan

dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. Lembaga ini hadir ke pentas sejarah

ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali,

setelah tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi bangsa terserap dalam

perjuangan politik baik di dalam negeri maupun di dalam forum

44 Eriyanto, Analisis Framing., 295-304. 45“Selayang Pandang Majelis Ulama Indonesia”, Penerbit Erlangga, www.erlangga.co.id, diakses

tanggal 19 Desember 2016.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

34

internasional sehingga kurang mempunyai kesempatan untuk membangun

menjadi bangsa yang maju, dan berakhlak mulia.46

Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh dua hal, pertama adalah

respons atas kebangkitan kembali bangsa Indonesia setelah 30 tahun

merdeka. Kedua, keprihatinan terhadap sektarianisme yang amat

mendominasi perpolitikan umat Islam di tahun 1970-an, sehingga mulai

mengabaikan masalah kesejahteraan rohani. Majelis Ulama Indonesia

mempunyai sembilan orientasi perkhidmatan, yaitu:47

1) Diniyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam

yang kaffah.

2) Irsyadiyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan dakwah wal

irsyad, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta

melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam arti yang seluas-

luasnya. Setiap kegiatan Majelis Ulama Indonesia dimaksudkan untuk

dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah.

3) Ijabiyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

berorientasi istijabiyah, senantiasa memberikan jawaban positif dan

responsif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat

46 Ahmad Subakir, Kontroversi Fatwa MUI tentang Ahmadiyah (Surabaya: Elkaf, 2007),47. 47 “Sekilas Tentang Majelis Ulama Indonesia MUI”, www.suduthukum.com, diakses tanggal 6

Juni 2017.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

35

melalui prakarsa kebajikan (amal saleh) dalam semangat berlomba dalam

kebaikan (fastabiq al-khairat).

4) Hurriyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan independen

yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh

pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pikiran,

pandangan dan pendapat.

5) Ta'awuniyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

mendasari diri pada semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan

ketakwaan dalam membela kaum dhu'afa untuk meningkatkan harkat dan

martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan

atas dasar persaudaraan di kalangan seluruh lapisan umat Islam

(ukhuwwah Islamiyah). Ukhuwah Islamiyah ini merupakan landasan bagi

Majelis Ulama Indonesia untuk mengembangkan persaudaraan

kebangsaan (ukhuwwah wat{aniyyah) dan memperkukuh persaudaraan

kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah).

6) Syuriyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui

pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap

berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

36

7) Tasamuh

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam menghadapi

masalah-masalah khilafiyah.

8) Qudwah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan

yang bersifat perintisan untuk kemaslahatan umat.

9) Addualiyah

Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang

menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif

memperjuangkan perdamaian dan tatanan dunia sesuai dengan ajaran

Islam.

Sedangkan dalam perannya MUI mempunyai lima peran utama

yaitu:48

1) Pewaris tugas-tugas para Nabi (warathatul anbiya)

2) Pemberi fatwa (Mufti)

3) Pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa kha>dim al ummah)

4) Gerakan kedamaian dan pembaruan (Islah} wa> at-Tajdi>d)

5) Penegak hal-hal yang baik dan pencegah dari hal-hal yang mungkar

(Amar ma’ruf nahi munkar)

48 “Selayang Pandang Majelis Ulama Indonesia.”, Penerbit Erlangga, www.erlangga.co.id,

diakses tanggal 19 Desember 2016.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

37

2. Fatwa MUI No. 56 Tahun 2016 Tentang Hukum Menggunakan Atribut

Non-Muslim

Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 14 Desember 2016 telah

menetapkan sebuah fatwa tentang hukum menggunakan atribut keagamaan

non-Muslim. Ada pun isi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:49

a. Menimbang

1) Bahwa di masyarakat terjadi fenomena di mana saat peringatan hari

besar agama non-Islam, sebagian umat Islam atas nama toleransi dan

persahabatan, menggunakan atribut dan/atau simbol keagamaan

nonmuslim yang berdampak pada siar keagamaan mereka;

2) Bahwa untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam, ada

sebagian pemilik usaha seperti hotel, super market, departemen store,

restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan

mengharuskan karyawannya, termasuk yang Muslim untuk

menggunakan atribut keagamaan dari non-Muslim;

3) Bahwa terhadap masalah tersebut, muncul pertanyaan mengenai

hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim;

4) Bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang

hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim guna dijadikan

pedoman.

49 Herianto Batubara, ”Isi Lengkap Fatwa MUI Soal Atribut Keagamaan Nonmuslim Haram

Dipakai”, Detik news, http://www.detik.com, 14 Desember 2016, diakses tanggal 14 Desember

2016.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

38

b. Mengingat

1) Al-Qur’an

a) Firman Allah SWT yang menjelaskan larangan meniru perkataan

orang-orang kafir, antara lain:

ت قولوار ٱلذين أ ي ه اي اباك و للوعواو ٱس ن اعن او قولواٱنظراء ام نوال ع ذ فرين

أ ليم

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada

Muhammad): "Ra< ina", tetapi katakanlah: "Unz{urna<", dan

"dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”

(QS. Al-Baqarah: 104)

b) Firman Allah SWT yang melarang mencampuradukkan yang haq

dengan yang bathil, antara lain:

ت ل تمواو ت كب طلبٱلقٱل بسواو ل ن مول ت وعو أ نتمال ق

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang

bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu

mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 42)

c) Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang toleransi dan

hubungan antar agama, khususnya terkait dengan ibadah, antara

lain:

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

39

افرون الك ا ي اأ ي ه ت وعبدون (1)قل م ا أ عبد م ا(2)ل ع ابدون أ ن تم و ل

أ ن اع ابدم اع ب دت(3)أ عبد م اأ عبد(4)و ل أ ن تمع ابدون ل كمدينكم(5)و ل

)6)و ل دين

"Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan

menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah

Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah

apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi

penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan

untukkulah, agamaku" (QS. al-Kafirun: 1-6) 2) Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

و ف روا الفواالمشركني خ ع نالنبص لىاللهع ل يهو س لم ق ال ر ع نابنعم

ىو أ حفواالشو ارب اللح

“Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah Saw beliau bersabda: Selisihilah

kaum musyrikin, biarkanlah jenggot panjang, dan pendekkanlah

kumis" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

3) Qaidah Sadd al-Dzari'ah, dengan mencegah sesuatu perbuatan yang

lahiriyahnya boleh akan tetapi dilarang karena dikhawatirkan akan

mengakibatkan perbuatan yang haram, yaitu pencampuradukan antara

yang hak dan bathil.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

40

4) Qaidah Fidhiyyah: لبالم ص الح د رأالم ف اسدمق دمع ل ىج

"Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) daripada

menarik kemaslahatan"

c. Memperhatikan

1) Pendapat Imam Khatib al-Syarbini dalam kitab "Mughni al-Muhtaj ila

Ma'rifati Alfazh al-Minhaj, Jilid 5 halaman 526, sebagai berikut:

أ عي ادهم في الكف ار و اف ق م ن و يوع ز ر الن ار ، و ي دخل الح ي ة يمسك ،و م ن

....و م نه ن أ هبوعيده،و م نق ال لذميي اح اج

"Dihukum ta'zir terhadap orang-orang yang menyamai dengan kaum

kafir dalam hari-hari raya mereka, dan orang-orang yang mengurung

ular dan masuk ke dalam api, dan orang yang berkata kepada seorang

kafir dzimmi 'Ya Hajj', dan orang yang mengucapkan selamat

kepadanya (kafir dzimmi) di hari raya (orang kafir)...”

2) Pendapat Imam Jalaluddin al-Syuyuthi dalam Kitab "Haqiqat al-

Sunnah wa al-Bid'ah : al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida',

halaman 42:

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

41

ومواسهم أعيادهم يف وموافقتهم الكفار مشاهبة واملنكرات البدع ومن

امللوعونةكمايفوعلهكثريمنجهلةاملسلمنيمنمشاركةالنصارىوموافقتهم

والتشبهبالكافرينحراموإنمليقصدماقصد…فيمايفوعلونه

“Termasuk bid'ah dan kemungkaran adalah sikap menyerupai

(tasyabbuh) dengan orang-orang kafir dan menyamai mereka dalam

hari-hari raya dan perayaan-perayaan mereka yang dilaknat (oleh

Allah). Sebagaimana dilakukan banyak kaum muslimin yang tidak

berilmu, yang ikut-ikutan orang-orang Nasrani dan menyamai mereka

dalam perkara yang mereka lakukan… Adapun menyerupai orang

kafir hukumnya haram sekalipun tidak bermaksud menyerupai"

3) Pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab al-Fatawa al-Kubra al-

Fiqhiyyah, jilid IV halaman 239 dan pendapat-pendapat seterusnya.

d. Memutuskan

Menetapkan: Fatwa tentang hukum menggunakan atribut

keagamaan non-muslim.

1) Pertama : Ketentuan Umum

Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan :

Atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan

sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

42

dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual

ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.

2) Kedua : Ketentuan Hukum

1) Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.

2) Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan

non-muslim adalah haram.

3) Ketiga : Rekomendasi

1) Umat Islam agar tetap menjaga kerukunan hidup antara umat

beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak

mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan

keyakinan agama lain.

2) Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan

setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai

kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan

dengan saling mengakui kebenaran teologis.

3) Umat Islam agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta

tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan

atribut keagamaan non-muslim.

4) Pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam

menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan

keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Jurnalistik dan Media Onlineetheses.iainkediri.ac.id/84/3/5 BAB II.pdf · 11 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia

43

menggunakan atribut keagamaan non-muslim kepada karyawan

muslim.

5) Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam

sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan

syari'at agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi

beragama.

6) Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-

pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja)

dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada

pegawai atau karyawan muslim untuk melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan

penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam.

4) Keempat : Penutup

1) Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan

disempurnakan sebagaimana mestinya.

2) Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat

mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan

fatwa ini.

Fatwa ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Rabi'ul Awwal 1437 H

atau bertepatan dengan 14 Desember 2016 M dan ditandatangani oleh Ketua

Komisi Fatwa MUI yaitu Prof. Dr. H. Hasanuddin AF dan Sekretaris Dr.

HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA.