Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Bimbingan Belajar
a. Pengertian Bimbingan Belajar
Sukmadinata (2005: 233) menyatakan bahwa "Pendidikan
dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran, dan praktik.
Bimbingan atau pedoman memiliki dua makna, yaitu pedoman umum
yang memiliki makna yang sama untuk mendidik atau menanamkan
nilai, mengembangkan moral, mengarahkan siswa untuk menjadi orang
baik. Sedangkan makna bimbingan secara khusus disebut sebagai upaya
atau program yang membantu untuk mengoptimalkan pengembangan
siswa. Panduan ini diberikan melalui bantuan pemecahan masalah, serta
dorongan untuk pengembangan potensi siswa. "
Prayitno dan Amti (2004: 99) menyatakan bahwa “Bimbingan
adalah proses bantuan yang dilakukan oleh seseorang yang terampil
kepada satu atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja, dan orang
dewasa, sehingga orang-orang dibimbing untuk menguraikan
kemampuannya secara mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan fasilitas yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan
norma-norma yang berlaku.”
13
Fungsi bimbingan belajar adal empat macam, yaitu:
1) Preservatif: memelihara dan membina suasana dan situasi yang baik
dan tetap diusahakan terus bagi lancarnya belajar mengajar.
2) Preventif: mencegah sebelum terjadi masalah.
3) Kuratif: mengusahakan dalam pembentukan dalam mengatasi
masalah.
4) Rehabilitasi: mengadakan tindak lanjut secara penempatan sesudah
diadakan treatment yang memadai (Ahmadi dan Supriono, 2004:
117).
Hamalik (2004: 200), menyatakan bawha “Program bimbingan
dalam rangka proses belajar mengajar memiliki daya guna. Alasannya,
pelayanan dan pengakomodiran terhadap perbedaan individual
berpengaruh terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik.
Bimbingan ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik,
sehingga dapat mendorong pendidik untuk menggunakan bermacam-
macam tes sesuai dengan kebutuhan individu, sekaligus berguna untuk
melakukan penelitian terhadap peserta didik. Program bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik agar mengenali
dirinya sendiri, mendapatkan pendidikan yang serasi, serta dalam rangka
memberikan gambaran seperti apa dunia yang dihadapinya dimasa yang
akan datang. Selain itu, bimbingan belajar bertujuan agar peserta didik
mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, menyiapkan
kehidupan yang efektif, dan berkembang secara optimal.”
14
Prinsip-prinsip belajar harus dipahami dan diterapkan agar
belajar dapat berjalan lebih optimal. Prinsip-prinsip belajar tersebut
meliputi (1) Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas, (2) Proses
belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematik,
(3) Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna daripada belajar
dengan hafalan, (4), Belajar merupakan proses yang kontinu, (5) Belajar
memerlukan kemampuan yang kuat, (6) Keberhasilan belajar ditentukan
oleh banyak faktor. (7) Belajar secara keseluruhan akan lebih berhasil
daripada belajar secara terbagi-bagi, (8) Proses belajar memerlukan
metode yang tepat, (9) Belajar memerlukan kesesuaian antara guru
dengan murid, (10) Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap
intisari pelajaran itu sendiri (Hakim, 2000: 2-10).
Kegiatan pembelajaran diperlukan suatu periode waktu tertentu
bagi anak untuk secara penuh memahami suatu konsep pada saat
pertama kali diajarkan. Guru perlu menyadari keadaan anak dalam
tahapan bealajar dalam merancang kegiatan pembelajaran. Ada empat
tahapan yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Perolehan. Pada tahapan ini
anak terbuka pada tahapan baru tetapi belum secara penuh
memahaminya. Anak masih memerlukan banyak dorongan dan
pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut, (2)
Kecakapan. Pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau
keterampilan tetapi masih memerlukan banyak latihan, (3)
Pemeliharaan. Anak dapat memelihara atau mempertahankan suatu
15
kinerja taraf tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan
penguatan dihilangkan, (4) Generalisasi. Anak telah memiliki dan
menginternalisasikan pengetahuan yang dipelajari sehingga ia dapat
menerapkan ide dalam berbagai situasi (Abdurrahman, 2003: 90).
b. Manfaat Bimbingan Belajar
Manfaat bimbingan belajar menurut Suherman dalam Astamie
(2015: 22) meliputi (1) Tersedianya kondisi belajar yang nyaman dan
kondusif yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan potensinya
secara optimal, (2) Terperhatikannya karakteritik pribadi siswa secara
utuh yang akan menjadi dasar bagi yang bersangkutan untuk
menempatkan dirinya ada posisi yang tepat, (3) Dapat mereduksi dan
mengatasi kemungkinan terjadinya kesulitan belajar yang pada
gilirannya dapat meningkatkan keberhasilan belajar.
Berikut ini manfaat bimbingan belajar menurut Sukardi dan
Kusmawati (2008: 13-14) meliputi (1) Pemantapan sikap dan kebiasaan
belajar yang efektif dan efisien serta produktif, baik dalam mencari
informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru,
mengembangkan keterampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas
pelajaran dan menjalani program penilaian hasil belajar (2) Pemantapan
disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok,
(3) Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah, (4)
Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan
budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat untuk
16
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan, serta pengembangan
pribadi, dan (5) Orientasi belajar di sekolah sambungan/perguruan
tinggi.
Siswa yang mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah
biasanya memiliki alasan tersendiri mengapa mengikuti bimbingan
belajar seperti kesulitan dalam belajar di sekolah ataupun masalah
belajar lainnya. Menurut Sriyanti (2013: 147), faktor-faktor penyebab
timbulnya kesulitan belajar bersumber dari beberapa ranah, yaitu: (1)
Kesulitan belajar yang bersumber dari ranah kognitif (ranah cipta),
antara lain karena rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi anak didik,
(2) Bersumber dari ranah afektif (ranah rasa) antara lain emosi labil,
pembentukan sikap yang salah, perasaan bersalah yang berlebihan dan
tidak mempunyai gairah hidup, (3) Bersumber dari aspek psikomotor
antara lain seperti terganggunya organ psikomotor pada tangan-kaki,
penghilatan dan pendengaran sehingga gerak motoriknya menjadi
terganggu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat
bimbingan belajar yaitu siswa dapat mengembangkan potensinya secara
optimal dan dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Pemberian bimbingan
belajar kepada siswa dimaksudkan agar siswa dapat menemukan
pengetahuan dan pengalaman baru yang dapat diterapkan dalam
kehidupannya.
17
c. Lembaga Bimbingan Belajar
Pendidikan non-formal (di luar sekolah), belajar non-sekolah
yang disadari oleh sumber maupun pelajar dengan maksud untuk
mempromosikan terjadinya peristiwa belajar. Definisi pendidikan non-
formal memakai aspek-aspek non-sekolah yang artinya aktivitasnya
tidak sama dengan instruksi dalam kelas yang biasa dan tidak sama pula
dengan serentengan aktivitas yang normal dilakukan oleh sekolah.
Pendidikan non-formal merupakan aktivitas yang terorganisir dengan
maksud mencapai seperangkat tujuan belajar tertentu. Kriteria-kriteria
ini mengeluarkan beberapa aktivitas pendidikan yang dalam literatur
termasuk dalam pendidikan non-formal, tetapi batasan-batasan yang
dikemukakan dengan suatu definisi akan menolong perencana
menentukan batasan ruang lingkup aktivitas yang harus
dipertanggungjawabkan (Suherman, 2012: 12).
Firdaus (2015: 1), menyatakan bahwa “Menjamurnya lembaga
pendidikan non-formal (lembaga bimbingan belajar) saat ini
menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan dari stakeholder (pengguna jasa
layanan pendidikan) meningkat tajam. Lembaga pendidikan non-formal
yang hampir menyamai sekolah formal jika dilihat dari antusias para
siswa yaitu lembaga bimbingan belajar (bimbel). Bimbel sangat diminati
oleh siswa dan orang tua siswa, karena bimbel dirasakan para siswa
dapat memberikan energi motivasi belajar dan bagi orang tua bimbel
juga sangat membantu mereka yang sibuk bekerja agar anak mereka
18
ketika diberikan tugas dari sekolah yang dirasa berat bagi orang tua
untuk menyelesaikannya maka bimbel sebagai solusi bagi pendidikan
anak.”
Siswa yang memilih menggunakan jasa lembaga bimbingan
belajar ini pada dasarnya adalah mencari kenyamanan dalam belajar
sehingga mereka bisa fokus. Perbedaan metode pengajaran dari setiap
lembaga bimbingan belajar sebenarnya tidak terlalu jauh, sehingga
dengan lembaga bimbingan belajar apa saja asalkan anak yang
mengikuti lembaga belajar itu serius maka tidak berpengaruh pada di
mana siswa mengikuti lembaga bimbingan belajar. Yang terpenting
adalah ketika mereka mengikuti lembaga bimbingan belajar, tujuan
mereka meningkatkan prestasi dapat tercapai (Nugroho, 2016:7).
Sementara itu, Eriany dkk, (2014: 13), menyatakan bahwa
“Siswa yang mengikuti program bimbel banyak dipengaruhi oleh faktor
intrinsik. Besarnya faktor tersebut ada kemungkinan disebabkan oleh
adanya rasa ketakutan menghadapi ujian, kurang adanya rasa percaya
diri, serta harapan yang tinggi untuk diterima ditingkat pendidikan yang
lebih tinggi. Namun demikian, peranan orang tua maupun teman dan
orang lain juga tidak bisa diabaikan meskipun sedikit.”
Persamaan antara pendidikan non-formal (Lembaga Bimbingan
Belajar) dengan pendidikan formal meliputi (1) Memiliki jam pelajaran
tertentu, (2) Menyelenggarakan evaluasi pelaksanaan programnya, (3)
19
Diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak swasta, (4) Materi
pendidikan diprogram secara tertentu (Suherman, 2012:51).
2. Kompetensi Guru
a. Pengertian Kompetensi Guru
J.B Situmorang dan Winarno (2008: 17) menyatakan bahwa
“Kompetensi dalam Bahasa Inggris disebut competency, merupakan
kebulatan penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
ditampilkan melalui unjuk kerja yang dicapai setelah menyelesaikan
suatu program pendidikan.” Menurut Echols dan Shadly (Jejen Musfah,
2012: 27) bahwa “Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku,
dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan
sumber belajar.” Sementara itu Jamil Suprihatiningkrum (2014: 97)
menyatakan bawha “Pengertian dasar kompetensi (competency) yaitu
kemampuan atau kecakapan.”
Suyanto dan Asep Jihad (2013: 39) menyatakan bahwa
“Kompetensi pada dasarnya merupakan deskripsi tentang apa yang
dapat dilakukan seseorang dalam bekerja, serta apa wujud dari pekerjaan
tersebut yang dapat terlihat. Untuk dapat melakukan suatu pekerjaan,
seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan ketrampilan yang relevan dengan bidang pekerjaannya.” Sementara
menurut pernyataan dari Jejen Musfah (2012: 28) bahwa “Seseorang
20
disebut kompeten dalam bidangnya jika pengetahuan, ketrampilan dan
sikapnya, serta hasil kerjanya sesuai standar (ukuran) yang ditetapkan
dan/atau diakui oleh lembanganya/pemerintah.”
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa “Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.”
Mulyasa (2013: 17) menyatakan bahwa “Hakekatnya standar
kompetensi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan
tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya,
sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.”
Bernawi Munthe (2009: 29) mengemukakan beberapa unsur atau
elemen yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu (1)
Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran di bidang kognitif. Misalnya,
seorang guru mengetahui cara melaksanakan kegiatan identifikasi,
penyuluhan, dan proses pembelajaran terhadap warga belajar, (2)
Pengertian (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan efektif yang
dimiliki siswa. Misalnya, seorang guru yang akan melaksanakan
kegiatan harus memiliki pemahaman yang baik tentang keadaan dan
kondisi warga belajar di lapangan, sehingga dapat melaksanakan
program kegiatan secara baik dan efektif, (3) Keterampilan (skill), yaitu
21
kemampuan individu untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Misalnya, kemampuan yang dimiliki oleh guru
untuk menyusun alat peraga pendidikan secara sederhana, (4) Nilai
(value), yaitu suatu norma yang telah diyakini atau secara psikologis
telah menyatu dalam diri individu, dan (5) Minat (interest), yaitu
keadaan yang mendasari motivasi individu, keinginan yang
berkelanjutan, dan orientasi psikologis. Misalnya, guru yang baik selalu
tertarik kepada warga belajar dalam hal membina dan memotivasi
mereka supaya dapat belajar sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengertian kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan yang sebaiknya dapat dilakukan seorang guru dalam
melaksanakan pekerjaannya. Guru dituntut untuk profesional dalam
menjalankan perannya sebagai pengajar dimana guru harus bisa
menyesuaikan apa yang dibutuhkan masyarakat dan jaman dalam hal
ini yaitu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang.
b. Jenis-jenis Kompetensi Guru
Charles (E. Mulyasa, 2013: 25) mengemukakan bahwa
“Competency as rational performance which satisfactorily meets the
objective for a desired condition.” Artinya bahwa kompetensi
merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
22
Sudjana (Abdul Hadis dan Nurhayati, 2012: 19-20)
mengemukakan bahwa “Kompetensi yang harus dikuasai dan diterapkan
oleh guru profesional dalam membelajarkan siswa atau peserta didik di
kelas ialah mencakup menguasai bahan atau materi pelajaran, mengelola
program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau
sumber belajar, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi
belajar mengajar, menilai prestasi belajar siswa, mengenal fungsi dan
layanan bimbingan dan konseling, mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, serta memahami dan menafsirkan hasil penelitian
guna keperluan pengajaran.
Undang-undang Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 Pasal 10
ayat 1 Dan Peraturan Pemerintah No.19/2005 pasal 28 ayat 3 bahwa
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional:
1) Kompetensi Pedagogik
Pedagogik menurut Marselus R.Payong (2011: 28-29) secara
etimologis kata pedagogi berasal dari kata bahasa Yunani, paedos
dan agagos (paedos=anak dan agage = mengantar atau
membimbing) karena itu pedagogi berarti membimbing anak. Tugas
membimbing ini melekat dalam tugas seorang pendidik. Oleh sebab
itu, pedagogi berarti segala usaha yang dilakukan oleh pendidik
untuk membimbing anak muda menjadi manusia yang dewasa dan
matang.
23
J.B Situmorang dan Winarno (2008: 23) mengemukakan
bahwa “Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan teknis
dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, pengajar dan
pembimbing. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru
yang berkenaan dengan pemahaman terhadap peserta didik dan
pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara
substantif, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, serta pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru
dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu
kemampuan pedagogik juga ditunjukkan dalam membantu,
membimbing dan memimpin peserta didik. Selain itu, dalam
kompetensi ini seorang guru harus mampu: (1) Menguasai
karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual., (2) Menguasai teori belajar dan prinsip-
prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) Mengembangkan
kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu, (4) Menyelenggarakan pembelajaran
yang mendidik, (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (6) Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai
24
potensi yang dimiliki, (7) Berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik, (8) Menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan (9) Melakukan
tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Imam
Wahyudi, 2012: 22).
Rohmat (2013:79) menyebutkan bahwa “Kompetensi
pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik. Perencanaan dan
peleksanaan pembelajaran, evaluasi belajar dan penggembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.”
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan
seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang
berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan
atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,
pengembangan kurikulum atau silabus, perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemahaman
teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Lebih lanjut dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang
Standar Pendidik dan Kependidikan dikemukakan bahwa
25
kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran siswa yang sekurangkurangnya meliputi
hal-hal yaitu (1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
(kemampuan mengelola pembelajaran), (2) Pemahaman terhadap
peserta didik, (3) Perancangan pembelajaran, (4) Pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (5), Pemanfaatan
teknologi pembelajaran, (6) Evaluasi hasil belajar, (7)
Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya (Jamil Suprihatiningkrum, 2014: 101-103).
Jadi, harapannya guru dapat memiliki kompetensi pedagogik
yang baik sehingga dapat menyusun rancangan pembelajaran dan
melaksanakannya.
2) Kompetensi Kepribadian
J.B Situmorang dan Winarno (2008: 21) mengemukakan
bahwa “Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal
yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif
dan wibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Kepribadian guru sangat kuat pengaruhnya terhadap tugasnya
sebagai pendidik. Kewibawaan guru ada dalam kepribadiannya. Sulit
bagi guru mendidik peserta didik untuk disiplin kalau guru yang
bersangkutan tidak disiplin. Peserta didik akan menggugu dan
meniru gurunya sehingga apa yang dikatakan oleh guru seharusnya
sama dengan tindakannya. Guru yang jujur dan tulus dalam
26
menjalankan tugasnya sebagai pendidik berbeda dengan guru yang
mengajar karena tidak ada pekerjaan lain. Peserta didik dengan
mudah membaca hal tersebut.”
Mulyasa (2007:117) mengemukakan bahwa “Kompetensi
Kepribadian adalah kemampuan yang melekat dalam diri pendidik
secara mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa menjadi teladan
bagi anak didik, dan berakhlak mulia.” Menurut Stori (2011: 25)
mengemukakan bahwa “Kompetensi kepribadian adalah kompetensi
yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak
harus memiliki nilai- nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku
sehari-hari.”
Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10
bahwa kompetensi kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup
kepribadian yang: mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana,
berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat. Manusia merupakan agen dan tujuan dalam proses
pembangunan paripurna dalam suatu bangsa.
Permendiknas No.16 Tahun 2007 bahwa Kemampuan dalam
standar kompetensi ini mencakup lima kompetensi utama yakni: (1)
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan
kebudayaan nasional Indonesia, (2) Menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat, (3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,
27
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, (4) Menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi serta bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri, (5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Simpul dari pendapat tersebut bahwa kompetensi kepribadian
merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan
kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung
pelaksanaan tugas. Faktor yang terpenting dari seorang guru adalah
kepribadiannya. Karena dengan kepribadian itulah seorang guru bisa
menjadi seorang pendidik dan pembina bagi anak didiknya, atau
bahkan sebaliknya. Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak,
sulit dilihat dan tidak bisa diketahui secara nyata, yang dapat
diketahui hanyalah penampilan dari segi luarnya saja. Misalnya
dalam ucapannya, tindakannya, dan lain-lain.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Selanjutnya pengertian lain, terdapat kriteria lain kompetensi yang
harus dimiliki oleh setiap guru. Dalam konteks ini seorang guru
harus mampu: (1) Bersikap inklusif, bertindak objektif serta tidak
diskriminatif, karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, (2)
28
Berkomunikasi secara efektif, simpatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat, (3)
Beradaptasi ditempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia, (4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan
profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain (Imam
WahyudI, 2012: 25).
Guru merupakan makhluk sosial, yang dalam kehidupannya
tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan
lingkungannya. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kompetensi
sosial memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang
tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pendidikan
yang terjadi dan berlangsung di masyarakat. dengan demikian guru
diharapkan dapat memfungsikan dirinya sebagai makhluk sosial di
masyarakat dan lingkungannya, sehingga mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua dan wali peserta didik serta masyarakat
sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Wahyudi (2012: 34), mengemukakan bahwa “Kompetensi
profesional merupakan kemampuan dalam penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi.
29
Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan khusus yang
sadar dan terarah kepada tujuan-tujuan tertentu.”
Janawi (2011: 48), mengemukakan bahwa “Kompetensi
profesional merupakan kemapuan dasar tenaga pendidik. Ia akan
disebut profesional, jika ia mampu menguasai keahlian dan
keterampilan teoritik dan praktik dalam proses pembelajaran.”
Kompetensi profesional adalah profil kemampuan
penampilan mengajar tenaga edukatif. Dimensi kompetensi
profesional meliputi : (a) penguasaan bahan ajar; (b) mengelola
program belajar mengajar; (c) mengelola kelas; (d) menggunakan
media dan sumber yang meliputi; dan (e) menggunakan micro
teaching dalam program pengalaman lapangan (Riduwan, 2008 :
192).
Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang
berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan substansi isi
materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah
wawasan keilmuan sebagai guru. Karakteristik guru yang dinilai
kompetensi secara profesional adalah mampu mengembangkan
tanggung jawab dengan baik, mampu melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik, mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan
pendidikan sekolah, mampu melaksanakan peran dan fungsinya
30
dalam pembelajaran dalam kelas (Jamil Suprihatiningkrum, 2014:
113).
Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan
seperti Soediarto, sebagai seorang guru agar mampu menganalisis,
mendiagnosis dan memprognisis situasi pendidikan. Guru yang
memiliki kompetensi profesional perlu menguasai, antara lain:
disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran, bahan
ajar yang diajarkan, pengetahuan tentang karakteristik siswa,
pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan, pengetahuan
serta penguasaan metode dan model mengajar, penguasaan terhadap
prinsip-prinsip teknologi pembelajaran dan pengetahuan terhadap
penilaian serta mampu merencanakan, memimpin guna kelancaran
proses pendidikan.
Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan
seperti Soediarto menuntut dirinya sebagai seorang guru agar
mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis situasi
pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu
menguasai antara lain : (a) disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber
bahan pelajaran, (b) bahan ajar yang diajarkan, (c) pengetahuan
tentang karakteristik siswa, (d) pengetahuan tentang filsafat dan
tujuan pendidikan, (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan
model mengajar, (f) penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi
pembelajaran, (g) pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu
31
merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan (Uno,
2007 : 64).
Adapun dalam kompetensi ini seorang guru hendaknya
mampu untuk: (1) Menguasai materi, struktur konsep dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang ditempuh, (2)
Menguasai standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang ditempuh, (3)
Mengembangkan materi pembelajaran yang di ampu secara kreatif,
(4) Mengembangkan keprofesionalan serta berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif, (5) Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
(Janawi, 2011 : 48).
Kompetensi profesional merupakan aktivitas peningkatan
kompetensi profesional yang meliputi kualifikasi akademik,
pendidikan dan pelatihan, workshop, pengalaman mengajar,
keikutsertaan dalam forum ilmiah, prestasi yang meliputi prestasi
akademik, karya pengembangan profesi, penghargaan yang diterima
yang relevan dengan pendidikan.
Berdasarkan standar kompetensi di atas dapat disimpulkan
bahwa guru harus memiliki kemampuan untuk menguasai
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi
profesional. Adapun indikator profesional guru sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya yang meliputi (1) kualifikasi
32
akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar,
(4) perencanaan dan pelaksanaan mengajar, (5) penilaian atasan dan
pengawas, (6) prestasi akademik, (7) pembimbingan dalam prestasi
siswa, (8) karya pengembangan profesi, (9) keterlibatan dalam
penyusunan evaluasi, (10) keikutsertaan dalam forum ilmiah (11)
pengalaman dalam pengurusan organisasi, (12) peran dalam aktivitas
masyarakat, (13) penghargaan yang relevan dengan pendidikan.
c. Peningkatan Kompetensi Guru
Peningkatan kompetensi guru dapat dilaksanakan melalui
berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. Jenis-jenis
pendidikan dan latihan yang sering dilaksanakan untuk meningkatkan
kompetensi guru, antara lain sebagai berikut ini (Raharjo, 2013: 24-27).
1) Inhouse training (IHT)
Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan
pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan
kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal,
tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada
guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini
diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya. Pelatihan
dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara
internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan pelatihan.
33
2) Program magang
Program magang merupakan pelatihan yang dilaksanakan di
industri/institusi yang relevan dalam rangka meningkatkan
kompetensi professional guru.
3) Kemitraan sekolah
Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau tempat mitra
sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah diperlukan dengan alasan
bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat
dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi profesionalnya. Pelatihan melalui
kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama dengan institusi
pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu.
4) Belajar jarak jauh
Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat
tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan
sejenisnya,
5) Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan
lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan
disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut
dan tinggi.
34
6) Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya.
Melatih meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa
kemampuan seperti menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain.
7) Pembinaan internal oleh sekolah
Dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang
memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas
mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan
rekan sejawat dan sejenisnya.
8) Pendidikan lanjut
Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat
dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam
maupun luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan
pendidikan lanjut akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat
membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi guru.
Di samping kegiatan-kegiatan diklat sebagaimana disebutkan di
atas, kegiatan-kegiatan non-diklat yang dapat dilaksanakan untuk
mewujudkan peningkatan kompetensi guru, antara lain sebagai berikut:
(Raharjo, 2013: 27-28).
1) Diskusi masalah pendidikan
Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik
sesuai dengan masalah yang di alami di sekolah.
35
2) Seminar
Pengikutsertaan guru dalam kegiatan seminar dan pembinaan
publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan
profesi guru dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui kegiatan
ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara
ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
3) Workshop
Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun
pengembangan karirnya.
4) Penelitian
Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian
tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam
rangka peningkatan mutu pembelajaran.
5) Penulisan buku/bahan ajar
Bahan ajar yang dibuat guru dapat berbentuk diktat, buku
pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
6) Pembuatan media pembelajaran
Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat
peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik
(animasi pembelajaran).
36
7) Pembuatan karya teknologi/karya seni
Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya
teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan
dan karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh
masyarakat.
3. Dukungan Orangtua
a. Pengertian Terhadap Dukungan Orang Tua
Rahman (2002: 97-98), mengemukakan bahwa “ Dukungan
orang tua sangat penting bagi individu dalam menjalani kehidupannya.
Anak dapat hidup karena pemeliharaan dan dukungan orang tua. Orang
tua yang tidak memberikan kehidupan bagi anak maka sulit bagi anak
untuk bertahan hidup. Sebelum anak sampai pada tingkat kemandirian
maka orang tuanyalah yang bertanggung jawab terhadap kehidupan
anak, sekaligus menyiapkan anak untuk dapat mandiri baik secara fisik
material maupun mental spiritual.”
Memberi dukungan (supporting) artinya selalu memberi
pertimbangan (consideration), penerimaan (recievement) dan perhatian
(attention) terhadap kebutuhan dan keinginan para siswa (Sam Deep &
Lyle Sussman) (Sahlan, 2009: 148). Sedangkan Kathryn Geldard &
David Geldard (2013: 212) menyatakan bahwa dukungan melibatkan
upaya membantu anak-anak merasa aman, dihormati dan bernilai, saat
mereka mengeksplorasi perasaan khawatir dan rasa takut. Dalam hal ini
37
dukungan orang tua menjadi sangat penting dalam meningkatkan
kemampuan anak.
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 dikatakan
bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.”
Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi
hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya untuk memelihara dan
mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kesadaran orang tua akan
dukungan dalam mendidik dan membina anak secara terus menerus
perlu dikembangkan, anak juga perlu dibekali teori-teori pendidikan
khusunya teori pendidikan agama. Kewajiban orang tua mendidik anak
ini terus berlanjut sampai ia dikawinkan atau dapat berdiri sendiri.
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 45 Ayat 2
bahwa “Kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila
perkawinan antara keduanya putus karena sesuatu hal. Maka anak ini
kembali menjadi tanggung jawab orang tua.” Orang tua adalah kunci
utama keberhasilan anak. Orang tualah yang pertama kali dipahami anak
sebagai orang yang memiliki kemampuan luar biasa di luar dirinya. Dan
dari orang tuanyalah anak pertama kali mengenal dunia. Melalui mereka
anak mengembangkan seluruh aspek pribadinya (Rahman, 2002: 95-96).
Daradjat, dkk., (2006: 35) mengemukakan bahwa “Pendidikan
dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan
38
pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena
secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami
membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat
adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal
balik antara orang tua dan anak.”
Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh
pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-
lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila
ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya. Pengaruh ayah
terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi
gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya
(Daradjat, dkk., 2006: 35-36).
Dukungan orang tua merupakan sistem dukungan sosial yang
terpenting di masa remaja. Menurut Cobb dalam Sarafino
(Nurohmatulloh, 2016: 450), dukungan orang tua merupakan bagian dari
dukungan sosial. Dapat diartikan sebagai suatu kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang dirasakan individu dari orang-orang
atau kelompok lain.
Menurut Elis, Thomas dan Rollins (Sri Lestari, 2012: 59-60)
dukungan orang tua sebagai interaksi yang dikembangkan oleh orang tua
yang dicirikan oleh perawatan, kehangatan, persetujuan, dan berbagai
perasaan positif orang tua terhadap anak. Dukungan orang tua kepada
anak dapat berupa dukungan emosi dan dukungan instrumental (Van
39
Beest & Baerveldt, 2009; Young dkk., 2005). Orang tua melalui
pendidikan dalam keluarga merupakan pondasi bagi pengembangan
pribadi anak. Orang tua memberi peranan penting dalam tahap belajar
anak yaitu berupa dukungan atau support.
Bentuk dukungan instrumental orang tua misalnya penyediaan
sarana dan prasarana bagi pencapaian prestasi atau penguasaan
kompetensi. Dukungan orang tua yang baik adalah yang berupa
dukungan otonom (autonomy support) dan bukan dukungan direktif
(directive support). Dalam dukungan otonom orang tua bertindak
sebagai fasilitator bagi anak untuk menyelesaikan masalah, membuat
pilihan dan menentukan nasib sendiri. Dalam dukungan direktif orang
tua banyak memberikan instruksi, mengendalikan, dan cenderung
mengambil alih (Sri Lestari, 2012: 60).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
dukungan orang tua dalam penelitian ini adalah suatu pengamatan atau
tanggapan yang diberikan terhadap orang tua dalam memenuhi
kebutuhan dasar sebagai wujud pemberian rasa aman, perhatian serta
rasa kasih sayang. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang
penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Ibu
merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula
menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Apapun yang
dilakukan ibu dapat dimaafkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan.
Dengan memahami segala sesuatu yang terkandung di dalam hati
40
anaknya, juga jika anak telah mulai agak besar, disertai kasih sayang,
dapatlah ibu mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya.
b. Jenis-jenis Dukungan Orang tua
Friedman (2008: 18) menjelaskan bahwa orang tua memiliki
beberapa jenis bentuk dukungan, yaitu:
1) Dukungan informasional
Orang tua berfungsi sebagai sebuah kolektor (pengumpul)
dan disseminator (penyebar) informasi tentang berbagai hal.
Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat
untuk digunakan mengungkapkan dan menyelesaikan suatu masalah.
Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu
pemahaman karena informasi yang diberikan dan dapat
menyumbangkan sugesti dan aksi pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan
pemberian informasi.
2) Dukungan penilaian
Orang tua bertindak sebagai suatu bimbingan yang bersifat
umpan balik, membimbing dan menengahi dalam proses pemecahan
masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota orang tua
yang diantaranya memberikan support (dukungan), perhatian, dan
penghargaan.
41
3) Dukungan instrumental
Orang tua merupakan sebuh sumber pertolongan praktis dan
konkret, yang mengusahakan untuk menyediakan fasilitas dan
perlengkapan yang dibutuhkan masing-masing anggota orang tuanya.
4) Dukungan emosional
Orang tua sebagai tempat yang aman dan damai untuk
beristirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan
yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Adapun mekanisme dalam hal membangun dukungan orang
tua menurut Cochen dan McKay (2008), yaitu :
1) Dukungan Nyata
Meskipun sebenarnya setiap orang dapat memberikan
dukungan dalam bentuk uang dan perhatian, dukungan nyata
merupakan paling efektif bila dihargai oleh penerima dengan baik.
Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan
ketidakteraturan dan ketidakterimaan yang tidak baik akan benar-
benar menambah tekanan dan stress individu dalam kehidupan
orang tua. Bentuk dari dukungan nyata ini antara lain seperti
perhatian dan material.
2) Dukungan pengharapan
Kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi individu
akan ancaman. Mengharapkan individu pada orang yang sama telah
42
mengalami situasi yang sama untuk mendapatkan nasihat dan
bantuan. Dukungan pengharapan juga dapat membantu
meningkatkan strategi individu dengan menyarankan strategi-strategi
alternatif yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan
mengajak orang berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif dari
situasi tersebut.
Dukungan dapat diberikan dari siapa saja, diantaranya oleh
dukungan kerabat, tenaga kesehatan, tetangga/lingkungan, teman,
organisasi keagamaan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Namun
karena adanya faktor keintiman sesama anggota orang tua maka
dukungan orang tua bisa menjadi motivasi yang besar dalam upaya
penrubahan perilaku termasuk perilaku pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut anak (Bobak, 2005: 85).
Dukungan orang tua mengacu kepada dukungan sosial yang
dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat
diadakan untuk orang tua yang dipandang oleh anggota keluarga
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan sosial orang tua
dapat berasal dukungan sosial internal, seperti dukungan suami atau
isteri serta dukungan saudara kandung, atau dukungan orang tua
eksternal seperti kerabat, sepupu, dan sebagainya (Friedman, 2008:
19).
43
c. Indikator Persepsi Dukungan Orang Tua
Dukungan orang tua merupakan komponen penting dalam
pendidikan anak. Hal ini menuntut adanya kontak secara langsung yang
dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan orang tua pada anaknya.
Menurut House dalam Smet (Maulida & Dhania, 2012: 4), ada
empat jenis atau dimensi dukungan sosial yaitu: 1) Dukungan emosional
yaitu dukungan yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik,
penegasan). 2) Dukungan penghargaan yaitu dukungan yang terjadi
lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif seseorang, dorongan maju
atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain. 3) Dukungan
instrumental yaitu dukungan yang mencakup bantuan langsung dalam
bentuk bantuan keuangan atau bantuan praktis. 4) Dukungan informatif
yaitu dukungan yang mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik.
Perwujudan suatu keluarga/ rumah tangga yang dapat
dikategorikan sebagai keluarga yang sehat dan bahagia, yang amat
penting bagi tumbuh kembangnya seorang anak ada enam kriteria.
Keenam kriteria tersebut adalah: (1) kehidupan beragama dalam
keluarga; (2) mempunyai waktu untuk bersama; (3) mempunyai pola
komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga (ayah-ibu-anak);
(4) saling menghargai satu dengan lainnya; (5) masing-masing anggota
44
keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai kelompok; dan
(6) bila terjadi suatu permasalahan dalam keluarga mampu
menyelesaikan secara positif dan konstruktif (Hawari, 2006: 174-175).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa indikator-indikator dukungan orang tua terdiri dari:
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,
dan dukungan informasi.
4. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Hetika (2008: 23 ) menyatakan bahwa “Prestasi Belajar
adalah pencapaian atau kecakapan yang dinampakkan dalam keahlian
atau kumpulan pengetahuan.” Sedangkan Harjati (2008: 43 )
menyatakan bahwa “Prestasi merupakan hasil usaha yang dilakukan
dam menghasilkan perubahan yang dinyatakan dalam bentuk simbol
untuk menunjukkan kemampuan pencapaian dalam hasil kerja dalam
waktu tertentu.”
Pengertian prestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan,
dikerjakan, diusahakan dan sebagainya (Badudu dan Mohammad,
2001:1088). Prestasi belajar adalah apa yang dicapai oleh siswa setelah
melakukan kegiatan belajar (Tohirin, 2006: 151). Syaiful Bahri
Djamarah juga mendefinisikan bahwa prestasi belajar merupakan hasil
evaluasi dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk angka
45
yang khusus dipersiapkan untuk proses evaluasi dari pembelajaran,
misalnya rapor atau hasil ulangan siswa (Sardiman, 2004: 38).
Prestasi belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama
dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru
untuk melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil
belajar siswa. Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, maka
ranah kognitiflah yang paling sering dinilai oleh para guru disekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran, karena itu unsur yang ada dalam prestasi siswa terdiri
dari hasil belajar dan nilai siswa (Tu’u, 2004: 76).
Prestasi belajar merupakan suatu bentuk pengakuan terhadap
hasil belajar. Suatu hasil belajar dapat dikategorikan memiliki prestasi
jika hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gagne dalam Nana
Sudjana, (2005: 22) membagi lima macam hasil belajar, yaitu invormasi
verbal, keteramilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan
motoris. Konsep Gagne pada dasarnya sesuai dengan konsep taksonomi
Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Nana Sudjana (2005: 23) menjelaskan bahwa “Hasil belajar
dalam ranah kognitif berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Belajar afektif berhubungan dengan sikap
dan nilai.” Lima jenis hasil belajar afektif menurut Nana Sudjana (2005:
30) adalah reciving atau attending, responding, valuing, organisasi, dan
46
karakteristik nilai atau internalisasi nilai. Hasil belajar psikomotorik
dilihat dari skill dan aktivitas siswa. Hasil belajar psikomotorik menurut
Nana Sudjana (2005: 31) merupakan tahap kelanjutan dari belajar
afektif, sehingga aktivitas yang muncul merupakan kelanjutan dari sikap
(afektif) seperti segera memasuki kelas saat guru datang, mencatat
bahan pelajaran, membaca buku referensi, latihan mengerjakan soal,
mampu bergaul, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengertian prestasi belajar di atas dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar adalah sebagai penilaian hasil usaha kegiatan
belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun
kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap
anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
oleh siswa selama proses belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu.
Hasil pengukuran dari belajar tersebut diwujudkan dalam bentuk angka,
huruf, simbol, maupun kalimat yang menyatakan keberhasilan siswa
selama proses pembelajaran.
b. Faktor-faktor Prestasi Belajar
Prestasi belajar dapat dicapai peserta didik melalui usaha-usaha
sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik, sehingga tujuan yang telah ditetapkan tercapai secara
optimal. Prestasi belajar yang diperoleh peserta didik tidak sama karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilannya dalam proses
belajar. Slameto (2010: 54) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang
47
mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu: (Ahmadi dan Supriyono, 2004: 138-146).
1) Faktor-faktor stimulus belajar, yaitu segala hal diluar individu itu
untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus dalam hal
ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan
eksternal yang harus diterima dan dipelajari oleh pelajar.
2) Faktor-faktor metode belajar. Metode belajar yang dilakukan oleh
guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh pelajar.
Metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti
bagi proses belajar.
3) Faktor-faktor individual. Faktor-faktor ini terdiri dari kematangan,
faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin, pengalaman
sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi
kesehatan rohani, dan motivasi.
c. Macam-macam Prestasi Belajar
Pemaknaan menyeluruh prestasi belajar bukan hanya merupakan
hasil intelektual saja, melainkan harus meliputi tiga aspek yang dimiliki
siswa yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
48
Menurut Bloom dkk yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2019: 78),
mengkategorikan prestasi belajar kedalam tiga ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif, meliputi kemampuan pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2) Ranah afektif, meliputi prilaku penerimaan, sambutan, penilaian,
organisasi dan karakterisasi.
3) Ranah psikomotorik meliputi kemampuan motorik berupa persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.
Penilaian prestasi belajar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Dasar psikologis. Dalam setiap usaha manusia pada umumnya selalu
dibutuhkan penilaian terhadap usaha-usaha yang telah dilakukan,
yang berguna sebagai bahan orientasi untuk menghadapi usaha-
usaha yang lebih jauh secara psikologis. Setiap orang selalu butuh
mengetahui sampai sejauh manakah dia berjalan menuju kepada
tujuan yang ingin atau harus dicapai.
2) Dasar didaktis. Dasar ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: segi
anak didik (pengetahuan akan kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai pada umumnya berpengaruh pada pekerjaan artinya
menyebabkan prestasi belajar yang selanjutnya itu lebih baik).
Ditinjau dari segi guru (menilai hasil atau kemajuan murid-muridnya
sekaligus menilai hasil-hasil usaha sendiri, dengan mengetahui hasil-
49
hasil usaha muridnya itu guru menjadi tahu seberapa jauh dan dalam
hal mana dia berhasil serta dalam hal mana dia gagal).
3) Dasar administratif. Penilaian yang rumusnya berwujud raport.
Penilaian ini bermanfaat bagi guru karena dapat membantu
menjawab masalah-masalah penting mengenai siswanya dalam
prosedur mengajarnya bahkan memberikan inti laporan tentang
kemajuan murid-muridnya kepada orang tua mereka masing-masing
(Suryabrata, 2014: 17).
5. Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)
Peserta didik sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dirinya untuk kemajuan bangsanya. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan disekolah. Sebagaimana
yang tercantum pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 bahwa fungsi dan tujuan Pendidikan
Nasional yaitu: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan, membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertangung jawab”.
Untuk mewujudkan isi Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003
tersebut membutuhkan proses yang panjang dan berkesinambungan. Dalam
50
hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi atau lemabaga yang
dipandang paling tepat untuk membantu dalam mewujudkannya peserta
didik yang memiliki kemampuan dan watak yang sesuai dengan cita-cita
UUD 1945. salah satu langkah yang diambil oleh lembaga pendidikan yaitu
dengan meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran di sekolah.
Adapun langkah yang dilakukan guna meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan ialah melalui upaya penyelenggarakan ujian Nasional
yang baik, Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) yang bekerjasama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) menyelenggarakan ujian Nasional sebagai bentuk evaluasi
pendidikan Nasional. Mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 75 Tahun 2009 yang bahwasannya “Ujian
Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan
penilaian kompetensi peserta didik secara Nasional pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah”.
Siswa dikatakan tercapai apabila telah mencapai standar nilai yang
telah ditetapkan (Djamarah dan Zain, 2010:107). Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017 (2017: 5)
tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar
oleh Satuan Pendidikan, Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah
kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran
tertentu secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan.
Nilai Ujian Nasional yang selanjutnya disebut Nilai UN adalah nilai yang
51
diperoleh peserta didik melalui UN. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah
dilakukan melalui UN.
Pelaksanaan ujian nasional dilakukan melalui ujian nasional berbasis
komputer (UNBK). Dalam hal UNBK tidak dapat dilaksanakan maka ujian
nasional dilaksanakan berbasis kertas (Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017: 9). Ujian Nasional Berbasis Komputer
(UNBK) adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kelemahan ujian nasional berbasis kertas. Adapun kelemahan dari ujian
nasional berbasis kertas menurut PUSPENDIK (2015: 5) diantaranya adalah
bentuk soal yang digunakan pada saat ujian sulit untuk dibuat bervariasi,
tampilan soal terbatas, hanya dua dimensi, diperlukan banyak kertas dan
biaya penggandaan yang cukup besar, pengamanan kerahasiaan soal relatif
sulit dan memerlukan biaya cukup besar, pengolahan hasil memerlukan
waktu yang relatif lama.
UNBK disebut juga Computer Based Test (CBT), yaitu sistem
pelaksanaan ujian nasional dengan menggunakan komputer sebagai media
ujiannya. Pelaksanaan UNBK berbeda dengan sistem ujian nasional berbasis
kertas atau Paper Based Test (PBT) yang selama ini sudah berjalan.
Penyelenggaraan UNBK pertama kali dilaksanakan pada tahun 2014 secara
online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala
Lumpur (Maulidya, 2017: 19).
Menurut Nizam, (Kepala Pusat Penelitian Pendidikan) beberapa
manfaat yang diperoleh dengan UNBK antara lain:
52
a. Minimnya kemungkinan soal yang terlambat datang, tertukar, dan
ketidakjelasan hasil cetak soal.
b. Proses pengumpulan dan penilaian jauh lebih mudah.
c. Hasil ujian nasional dapat diumumkan jauh lebih cepat.
d. UNBK mendorong terwujudnya efektifitas, efisiensi, dan transparansi
penyelenggaraan UN (Kemendikbud, 2016).
Penelitian ini meneliti tentang UNBK untuk siswa kelas XII SMA
(kelas akhir) tahun 2017/2018. Jadwal pelaksanaan UNBK pada tanggal 9-
12 April 2018. Mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia,
Matematika, Bahasa Inggris, dan satu mata pelajaran jurusan yang diujikan
yang disesuaikan masing-masing sekolah.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu baik berupa tesis maupun jurnal
penelitian tentang lembaga bimbingan belajar, kompetensi guru, dan
dukungan orang tua dengan SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar dalam
Menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) adalah sebagai
berikut:
Fathur & Syamsu (2014) dalam jurnal penelitian berjudul “Pengaruh
Dukungan Orang Tua dan Fasilitas Belajar di Sekolah terhadap Prestasi
Belajar Ekonomi melalui Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Ungaran” memperoleh hasil penelitian persamaan regresi Y1 = 32,466+
0,264X1 + 0,323X2 + 𝑒1 dan Y2 = 41,747 + 0,402X1 +0,406X2+ 0,45Y1+
53
𝑒. Hasil análisis jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung (DO-
PB), (FB-PB), (MB-PB), dan pengaruh tidak langsung (DO-MB-PB) dan
(FB-MB-HB).
Andi & Babay (2014), dalam jurnal penelitian berjudul “Pengaruh
Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Pondok Pesantren
Madrasah Aliyah Al-Utrujiyyah Kota Karang” Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan adanya pengaruh yang ditimbulkan dari
elaksanaan bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penulis menggunakan metode kuantitatif dengan kuesioner
dan wawancara sebagai metode utama dalam pengumpulan data. ada proses
analisis data, penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana dengan
bimbingan belajar sebagai variabel independen dan prestasi belajar sebagai
variabel dependen. Hasil dari penelitian ini adalah bimbingan belajar memiliki
pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Sukri Indra dengan judul “pengaruh
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru terhadap prestasi
belajar PAI pada siswa SMK Famako Medika Plus Caringin – Bogor Tahun
ajaran 2014/2015”. Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Secara
parsial kompetensi pedagogik berpengaruh secara signifikan terhadap pretasi
belajar PAI pada siswa SMK Fatmako Medika Plus Caringin – Bogor Tahun
ajaran 2014/2015”. Secara parsial kompetensi profesional berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar PAI pada siswa SMK Fatmako Medika
Plus Caringin – Bogor Tahun ajaran 2014/2015”. Secara simultan bahwa
54
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional keduanya berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI pada siswa SMK Fatmako
Medika Plus Caringin – Bogor Tahun ajaran 2014/2015”.
Larasati Budi Sinarahwulan (2018) dengan judul “Evaluasi Usability
Sistem Computer-Based Test (CBT) Pada SMA Negeri 1 Bojonegoro)”.
Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Hasil analisis menunjukkan
bahwa sistem CBT SMA Negeri 1 Bojonegoro belum sesuai dengan harapan
pengguna dikarenakan rata-rata hasil analisis kesenjangan antara kepentingan
dan kinerja adalah sebesar -0,83 atau <0. Dari hasilanalisis kuadran, dapat
ditentukan rekomendasi perbaikan berdasarkan HHS Usability Guidelines.
Rekomendasi perbaikan untuk sistem CBT dilakukan untuk item-item
pernyataan yang termasuk pada kuadran A (prioritas utama), C (prioritas
rendah), dan D (berlebihan).
Arif Nur Hidayat (2016) dengan judul “Implementasi Ujian Nasional
Berbasis Komputer atau Computer Based Test (CBT) di SMA Negeri 1
Wonosari”. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian
menunjukkan sebagai berikut: (1) implementasi ujian nasional berbasis
komputer atau Computer Based Test (CBT) di SMA N 1 Wonosari secara
rinci antara lain: (a) tahap persiapan meliputi kegiatan sosialisasi UN CBT,
pendataan sekolah, verifikasi infrastruktur, penetapan sekolah, penetapan
jadwal UN CBT, (2) tahap pengelolaan yang dilakukan meliputi kegiatan
pengelolaan personalia UN CBT di SMA N 1 Wonosari, pengelolaan sarana
dan prasarana UN CBT di SMA N 1 Wonosari, pengelolaan peserta didik UN
55
CBT di SMA N 1 Wonosari dan pengelolaan sistem UN CBT. (c) tahap
pelaksanaan yang dilakukan meliputi kegiatan pelaksanaan pra ujian,
pelaksanaan ujian resmi dan pengolahan hasil pengerjaan siswa. (2) hambatan
pelaksanaan UN CBT di SMA N 1 Wonosari ada 2 kelompok yaitu hambatan
teknis dan non teknis. Hambatan teknis antara lain terjadi pemadaman listrik,
kekurangan ruang untuk ruang server sekolah, spesifikasi komputer server
sekolah tidak sesuai dengan kriteria persyaratan UN CBT dan siswa yang
mengikuti ujian susulan. Hambatan non teknis adalah mental peserta didik
yang terganggu karena dijadikan bahan ujicoba dalam pelaksanaan UN CBT
pada tahun 2015.
Bagus Hutomo Nugrahanto (2017) dengan judul “Analisis Kesiapan
Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer di SMA N 1 Kendal Tahun
2017”.Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitian
menunjukkan (1) Fasilitas Laboratorium komputer dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan jumlah komputer dengan pembangunan satu
laboratorium komputer. (2) Siswa percaya diri dan optimis terhadap UNBK
karena di SMA N 1 Kendal sudah memberikan latihan simulasi menggunakan
LMS (learning management system) yang serupa dengan UNBKresmi. (3)
Untuk meningkatkan motivasi peserta didik, Guru memberikan treatment
dengan implementasi media komputer dalam pembelajaran melalui penugasan
menggunakan e-learning (4) Beberapa hal yang mempengaruhi
tingkatkesiapan sekolah yaitu proses sinkronisasi soal yang terkadang
terrhambat pada saat pengunduhan soal dari pusat.
56
Indahyana Putri Manafe (2017) dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) (Studi di SMP Negeri 1
Salatiga)”. Pascasarjana Universitas Satya Wacana Salatiga. Berdasarkan
penelitian di SMP Negeri 1 Salatiga yang baru pertama kalinya melaksanakan
UNBK pada tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa : (1) Evaluasi pada aspek
konteks dapat dikatakan sudah baik dikarenakan tujuan pelaksanaan UNBK
sudah sesuai dengan lingkungan sekolah dan menjawab kebutuhan yang
belum terpenuhi. (2) Evaluasi pada aspek input dapat dikatakan sudah baik
dikarenakan sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM), rencana
strategi dan prosedur pelaksanaan UNBK sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh BSNP. (3) Evaluasi pada aspek proses juga dapat dikatakan
sudah baik dikarenakan pemanfaatan sarana dan prasarana, strategi UNBK,
kinerja petugas pelaksana UNBK dan prosedur UNBK sudah sesuai dengan
sarana dan prasarana, rencana strategi, petugas pelaksana UNBK dan prosedur
pelaksanaan UNBK yang ada pada aspek input dan sudah dimanfaatkan
dengan baik sehingga memberikan kelancaran dalam pelaksanaan UNBK dan
peserta didik merasa lebih mudah dalam mengerjakan soal ujian, lebih aman,
lebih nyaman, dan lebih transparan. (4) Evaluasi pada aspek produk juga dapat
dikatakan sudah baik. Hal ini ditunjukkan melalui (a) Surat Keputusan
Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan SMP Negeri 1 Salatiga sebagai sekolah Rujukan Tingkat SMP
pada tahun 2016 di kota Salatiga, (b) anggaran biaya yang dikeluarkan dalam
57
pelaksanaan UNBK pada tahun 2016 lebih rendah daripada pelaksanaan
UNPBT pada tahun 2015, (c) berdasarkan wawancara dengan beberapa guru
SMP Negeri 1 Salatiga ditemukan bahwa pihak sekolah merasa puas dengan
pelaksanaan UNBK dibandingkan dengan UNPBT dikarenakan memberikan
kemudahan bagi pihak sekolah yaitu lebih murah, lebih mudah, lebih
transparan dan berintegritas.
Figen Eres (2016), dalam jurnal penelitian berjudul “Competencies of
Teachers Regarding School–Parent Relations: A Case of Antalya.” Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menentukan kompetensi guru kelas dan guru
cabang tentang hubungan sekolah-orang tua menurut pendapat kepala sekolah
dan pengawas. Penelitian ini didasarkan pada model survei. Populasi
penelitian ini terdiri dari kepala sekolah yang bekerja di sekolah dasar dan
menengah negeri di distrik pusat provinsi Antalya, Turki, bersama dengan
pengawas pendidikan yang bekerja di provinsi Antalya. Kepala sekolah dipilih
dengan metode cluster sampling dan pengawas dipilih dengan metode acak.
Untuk memecahkan sub-masalah penelitian; rata-rata aritmatika dan standar
deviasi dihitung dan uji Mann Whitney U dan Kruskall Walls diterapkan.
Sesuai dengan temuan penelitian; para peserta berpikir bahwa guru kelas lebih
berkualitas dan mampu daripada guru cabang. Direkomendasikan bahwa
program pelatihan dalam jabatan diselenggarakan untuk meningkatkan
kualifikasi guru dalam komunikasi dan kerja sama keluarga-sekolah, dan
bahwa program pendidikan umum diselenggarakan dalam kaitannya dengan
58
dampak keluarga dan masyarakat terhadap pendidikan sebagai sarana untuk
menyediakan kesadaran untuk kelompok sasaran.
Manilyn, et. al., (2017), dalam jurnal penelitian tentang “Teachers’
Qualification, Facilities and Competencies of The Grade 7 Students In
Technology Livelihood Education of San Vicente National High School: Basis
For Intervention Program” Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualifikasi
guru, fasilitas, dan kompetensi siswa kelas 7 dalam Pendidikan Mata
Pencaharian Teknologi di Sekolah Menengah Nasional San Vicente
khususnya dalam bidang memasak dan hortikultura. Secara khusus, penelitian
ini mencakup profil siswa dan guru dan masalah yang dihadapi pada
ketersediaan fasilitas dan peralatan. Metode penelitian deskriptif digunakan
untuk mencapai tujuan penelitian dimana kuesioner survei digunakan untuk
mengidentifikasi kekuatan siswa berdasarkan kualifikasi guru, peralatan dan
alat yang tersedia dan pencapaian dalam masakan dan hortikultura. Temuan
umum mengungkapkan bahwa ada lebih banyak siswa perempuan daripada
siswa laki-laki yang terdaftar di Kelas 7 di Sekolah Menengah Nasional San
Vicente. Pada profil guru, guru-guru yang menangani TLE adalah perempuan,
semuanya adalah LET pass, pemegang Sertifikat II Nasional dan telah
menyelesaikan persyaratan akademis mereka untuk mendapatkan gelar
Master. Dalam hal fasilitas, alat dan peralatan, ada daerah yang memiliki
persentase minimal dari alat dan peralatan yang tersedia. Namun, terungkap
bahwa ada cukup banyak fasilitas untuk memasak dan hortikultura. Di sisi
59
lain, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor tertentu
yang mempengaruhi tingkat kompetensi siswa di Cookery dan Hortikultura.
Krishna (2011), dalam jurnal penelitian berjudul “The Impact of
Parental Involvement on Student Achievement.” Studi ini meneliti aspek-aspek
keterlibatan orang tua yang mengarah pada prestasi akademik siswa. Studi ini
akan memberikan sekolah dan kabupaten dengan data objektif yang akan
memungkinkan pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi strategi
spesifik dan efektif untuk meningkatkan keterlibatan orang tua. Peneliti
mengeksplorasi teori modal sosial, teori modal budaya, teori reproduksi sosial
dan model Joyce Epstein dari enam domain keterlibatan orang tua.
Menggunakan pendekatan kuantitatif, peneliti menyelidiki korelasi antara
keterlibatan orang tua dan prestasi siswa, serta dampak keterlibatan orang tua
pada prestasi siswa. Temuan menunjukkan bahwa mengidentifikasi hambatan
organisasi, mengidentifikasi kemungkinan strategi yang efektif untuk
mengatasi hambatan organisasi, dan membangun kemitraan yang efektif dan
kolaboratif antara sekolah dan rumah memiliki dampak besar pada
keterlibatan orang tua, dan dapat menyebabkan peningkatan prestasi siswa.
Implikasi untuk semua pemangku kepentingan dan rekomendasi untuk
penelitian masa depan ditawarkan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas bahwa penelitian ini
belum pernah diadakan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Terdapat kesamaan
variabel penelitian tetapi tidak semua sama. Perbedaan dengan penelitian
60
terdahulu terletak pada variabel penelitian, waktu, dan tempat serta jumlah
responden.
C. Kerangka Teoritik
Ujian Nasional berbasis komputer adalah salah satu alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kelemahan ujian Nasional berbasis kertas. Adapun
kelemahan dari ujian Nasional berbasis kertas yaitu bentuk soal yang
digunakan pada saat ujian sulit untuk dibuat bervariasi tampilan soal terbatas,
hanya dua dimensi; diperlukan banyak kertas dan biaya penggandaan yang
cukup besar; pengamanan kerahasiaan soal relatif sulit dan memerlukan biaya
cukup besar; pengolahan hasil memerlukan waktu yang relatif lama.
Siswa kelas XII SMA (kelas akhir) melakukan berbagai macam cara
untuk meningkatkan kualitas belajar dan pemahaman ilmu mereka dalam
rangka menghadapi ujian kelulusan atau UNBK. Selain belajar di sekolah,
siswa juga belajar secara mandiri di rumah atau mengikuti berbagai bimbingan
belajar di luar sekolah. Keikutsertaan siswa dalam bimbingan belajar tambahan
diharapkan memberikan pengaruh positif atau manfaat bagi prestasi belajar
mereka dalam menghadapi UNBK. Maka dari itu digambarkan skema
kerangka teori pendekatan masalah sebagai berikut:
61
Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Keterangan:
1. Variabel dependen (Y) : Prestasi belajar UNBK.
2. Variabel independen (X) : Lembaga Bimbingan Belajar (X1) Kompetensi Guru
(X2), dan Dukungan Orangtua (X3)
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat pengaruh singifikan lembaga bimbingan belajar terhadap
Prestasi Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer
(UNBK) di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.
H2 : Terdapat pengaruh singifikan kompetensi guru terhadap Prestasi siswa
dalam menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMA
Muhammadiyah 1 Karanganyar.
H3 : Terdapat pengaruh singifikan dukungan orang tua terhadap Prestasi siswa
dalam menhadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMA
Muhammadiyah 1 Karanganyar.
H4 : Terdapat pengaruh singifikan lembaga bimbingan belajar, kompetensi
guru, dan dukungan orang tua terhadap Prestasi siswa dalam menghadapi
Lembaga Bimbingan
Belajar (X1)
Kompetensi Guru (X2)
Dukungan Orangtua (X3)
Prestasi Belajar UNBK (Y)
62
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMA Muhammadiyah 1
Karanganyar.