Upload
hanguyet
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi suatu
perusahaan. Jika pemasaran tidak dilakukan dengan baik maka perusahaan tersebut
tidak akan berhasil, dalam hal ini juga merupakan bagian yang penting bagi rumah
makan untuk menjalankan usahanya. Gagal atau berhasilnya suatu perusahaan
dalam mencapai tujuannya, salah satunya tergantung pada keahliannya di dalam
mengelola bidang pemasaran ini.
Menurut Kotler ( 2004, p7 ) Definisi pemasaran :
”Marketing is a societal process by which individuals and group obtain what
they need and want through creating offering, and freely exchanging product and
service of value with other”.
Artinya : pemasaran adalah proses dan sosial dimana masing – masing
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan,
penawaran, dan pertukaran produk dan jasa yang bernilai bagi pihak lainnya.
Keberhasilan perusahaan mencapai target pasar yang telah ditetapkan
tergantung dari pimpinan perusahaan dalam menetapkan sasaran pasar tertentu
yang telah ditentukan dengan menyusun rencana pemasaran terpadu dengan
marketing mix. Marketing mix harus selalu dapat bersifat dinamis, selalu dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal maupun internal. Faktor eksternal
yaitu faktor diluar jangkauan perusahaan yang antara lain terdiri dari pesaing,
teknologi, peraturan pemerintah, keadaan perekonomian dan lingkungan sosial
6
budaya. Sedangkan faktor internal adalah variabel – variabel yang terdapat di dalam
marketing mix.yaitu product, price, place, promotion.
2.1.1 Marketing Mix Perusahaan Jasa
Serangkaian kegiatan penentuan harga, pengembangan produk, promosi dan
pendistribusian perlu dikombinasikan dengan baik. Kombinasi ini kemudian lebih dikenal
dengan sebutan bauran pemasaran ( marketing mix ). Bauran pemasaran ini dilakukan
oleh manajer pemasaran berdasarkan pasar sasaran dan penentuan posisi produk
dipasar sasaran. Kombinasi yang sesuai antara variabel-variabel bauran pemasaran
dilakukan dengan baik apabila setiap variabel memperoleh tingkatan dan porsi yang
tepat dan seimbang sesuai dengan posisi produk dan pasar sasaran.
Bauran pemasaran tersebut, menurut Kotler (Isnaini 2000, p15 ), adalah
campuran dari variabel-variabel yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu
perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasaran sasaran.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa bauran pemasaran merupakan campuran dari
variabel-variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh suatu perusahaan untuk
mengejar tujuan pemasaran yang diinginkan dalam pasar sasaran. ( dalam Arif Isnaini,
2005, p116 ) mengartikan marketing mix sebagai kombinasi dari empat variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni produk, harga,
kegiatan promosi dan sistem distribusi.
Sedangkan menurut Stanton,( 2005, p116 ), marketing mix didefinisikan sebagai
istilah yang dipakai untuk menjelaskan kombinasi empat besar pembentuk inti sistem
pemasaran sebuah organisasi. Keempat unsur tersebut adalah penawaran produk,
struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi.
Dari ketiga definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa marketing mix adalah
campuran atau kombinasi variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dan
dipergunakan perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam
7
pasar sasaran. Variabel-variabel marrketing mix ini dikelompokkan dalam empat
kelompok variabel yang dikenal dengan sebuatan “4P”, yaitu : product, price , place,
promotion.
Namun seiring dengan makin penting dan pesatnya perkembangan industri jasa
dan untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan, manajemen kualitas jasa modern
tidak hanya memperhatikan pendekatan pemasaran 4P namun juga pada 3P tambahan
sehingga menjadi formulasi 7P yang akhirnya lebih dikenal dengan istilah marketing mix
industri jasa. Strategi 7P menurut (Isnaini, 2005, p122) adalah sebagai berikut :
a. Product (Produk)
b. Price (Harga)
c. Place (Tempat/Distribusi)
d. Promotion (Promosi)
e. People (Orang)
f. Physical Evidence (Bukti Fisik)
g. Process (Proses)
Berikut akan diberikan penjelasan mengenai ketujuh elemen dalam strategi
pelayanan sebagai berikut :
a. Product (produk)
Produk adalah titik sentral dari kegiatan marketing, yang merupakan tawaran
nyata kepada pasar meliputi ciri-ciri dan wujud produk, kemasan, merek, dan kebijakan
pelayanannya. Produk dapat berupa barang maupun jasa. Produk adalah segala sesuatu
yang dapat ditawarkan kepasar untuk memuaskan suatu keinginan dan kebutuhan.
Keputusan mengenai produk ini mencakup penentuan bentuk penawaran secara fisik,
merek, kemasan, ukuran dan jaminan. Dalam industri jasa, produk-produk yang
dipasarkan harus memiliki keistimewaan dibandingkan dengan barang-barang yang
dipasarkan secara terbuka (open market), atau setidak-tidaknya lebih mampu
8
memberikan nilai tambah bagi konsumen. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Ide-ide dan pengembangan produk
2. Variasi dan model produk
3. Spesifikasi kualitas produk
4. Pengemasan
5. Logo produk, merek dagang, dan persepsi publik
6. Pelayanan pendukung dan komplementer
7. Derajat pelayanan
b. Price (Harga)
Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk
mendapatkan suatu produk. Dalam kalimat lengkap, harga merupakan suatu cara untuk
mengukur suatu barang atau jasa yang dinilai dengan uang guna memperoleh barang
atau jasa tersebut. Pada dasarnya, harga merupakan persoalan penting yang dapat
mempengaruhi tingkat penjualan dan tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh suatu
perusahaan, dengan asumsi bila harga yang ditetapkan tinggi, maka akan terbentuk
image atau pikiran bahwa barang tersebut adalah barang yang bagus dan berkualitas
tinggi, dan apabila harga yang diterapkan rendah, maka akan terbentuk image atau
pikiran bahwa barang tersebut adalah barang yang kurang bagus dan berkualitas. Harga
merupakan satu-satunya unsur yang memberikan pemasukan bagi perusahaan, oleh
karena itu perusahaan harus berusaha untuk menetapkan harga yang tetap bagi setiap
produknya. Perusahaan harus menetapkan strategi harga yang menarik bagi konsumen
dengan menawarkan berbagai kebijakan harga serta kemudahan pembayaran yang tidak
memberatkan konsumen. Isu menajemen kualitas yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Analisis kompetitif
2. Strategi penetapan harga, tingkat dan perubahan harga, target pasar
9
3. Diskon, pemberian kupon berhadiah dan kebijakan penjualan
4. Cara pembayaran
c. Place (Tempat/Distribusi)
Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam mendistribusikan barang
dan jasa kepada konsumen. Sebuah perusahaan dapat mendistribusikan barangnya
lansung kepada konsumennya meskipun jumlah barang cukup besar sedangkan
perusahaan lain mungkin mendistribusikannya melalui jasa perantara. Kombinasi saluran
distribusi dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai segmen pasar yang
berbeda. Saluran distribusi adalah lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan
untuk menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Singkatnya, saluran
distribusi merupakan lembaga-lembaga perantara yang bertugas untuk memindahkan
barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Penentuan pilihan saluran distribusi yang
tepat akan sangat membantu dalam mencapai kesuksesan sistem seperti ini.
Pertimbangan wilayah dan biaya harus menjadi prioritas dalam mengambil keputusan
untuk menentukan saluran distribusi yang tepat. Penentuan saluran distribusi yang tepat
harus memperhatikan faktor-faktor untuk pengembangan kedepan dan juga faktor-faktor
ekstern terutama yang menyangkut pesaing. Beberapa strategi yang harus diperhatikan
adalah :
1. Strategi dan rencana distribusi
2. Manajemen dan alokasi tempat pamer
3. Manajemen gudang dan inventori
4. Derajat integrasi vertikal dan horisontal
5. Kebijaksanaan dan standar tingkat pelayanan
6. kenyamanan dan lokasi fasilitas
d. Promotion (Promosi)
Promosi pada zaman modern sekarang ini tidak dapat diabaikan. Promosi
merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menginformasikan keistimewaan
10
produknya dan membujuk pasar untuk membeli produk tersebut. Isnaini (2005, p28)
mendefinisikan kegiatan promosi sebagai suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan
yang bertujuan menyampaikan informasi tentang manfaat dari suatu produk yang akan
dipasarkan, disamping itu juga perusahaan berusaha mempengaruhi dan menyakinkan
konsumen mengenai barang-barang yang ditawarkan dalam rangka meningkatkan omzet
penjualan.
Termasuk didalam kombinasi promosi ini adalah kegiatan-kegiatan periklanan,
personal selling, promosi penjualan, publisitas, yang semuanya oleh perusahaan
dipergunakan untuk meningkatkan penjualan. Dalam melakukan strategi promosi,
perusahaan melakukan pull strategy yang dilakukan untuk menarik konsumen akhir.
Adapun komunikasi pemasaran yang dilakukan dapat dibagi menjadi above the line dan
below the line. Kegiatan above the line bisa melalui iklan pada media cetak, buletin
internal, dan lain-lain. Kegiatan below the line bisa dilakukan dengan partisipasi dalam
pameran maupun menjadi sponsor dari suatu kegiatan. Perusahaan dapat juga
mengandalkan sales forces sebagai ujung tombak perusahaan dalam melakukan kegiatan
below the line, dimana sebelumnya para sales forces tersebut mendapatkan training
mengenai product knowledge (pengetahuan tentang produk yang bersangkutan)
berdasarkan standar yang sudah ditetapkan perusahaan. Strategi yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Strategi periklanan, target pasar, media iklan
2. Penjualan langsung dan bersifat pribadi
3. Tema posisi pasar
4. Manajemen dan posisi produk
e. People (Orang)
Partisipasi atau orang (people) adalah semua prilaku yang memainkan sebagian
penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk dalam
elemen ini adalah personel perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan
11
jasa. Partisipan adalah setiap orang yang memainkan suatu peran selama
berlangsungnya proses dan penampilan karyawan mempunyai pengaruh terhadap
persepsi konsumen. Dalam industri apapun yang menggunakan sistem personal selling,
kontak lansung antara tenaga penjual dengan calon konsumen menjadi sangat besar.
Untuk itu dibutuhkan seorang tenaga penjual yang memiliki kemampuan berkomunikasi
dan product knowledge yang baik selain bermental baja, kreatif, ulet, ramah dan jujur.
Untuk mendapatkan kualifikasi tenaga penjual yang sesuai dengan harapan, perusahaan
harus melakukan training yang terprogram dengan baik, yang terdiri dari materi yang
baik dan jangka waktu yang terjadwal dengan baik pula. Dalam hal ini perlu adanya :
1. Pelatihan SDM
2. Sistem dan prosedur balas jasa karyawan
3. Personal selling
4. Prosedur pelayanan pelanggan
f. physical Evidence (Bukti fisik)
Bukti fisik adalah lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana
perusahaan dan konsumennya berinteraksi, serta setiap komponen tangible memfasilitasi
penampilan atau komunikasi jasa tersebut. Bukti fisik mencakup fasilitas fisik dimana jasa
ditawarkan, seperti fasilitas kantor cabang, dan semua hal yang tangible yang berkenaan
dengan suatu jasa, misalnya brosur, kartu bisnis, format laporan dan peralatan. Bukti
fisik merupakan elemen substantif/penting dalam konsep jasa. Oleh karena itu para
pemasar jasa semestinya terlibat dalam proses desain, perencanaan, dan pengawasan
bukti fisik. Hal-hal yang terkait dengannya adalah :
1. Tata letak fasilitas
2. Penampilan dan kesehatan karyawan
3. kenyamanan, kesesuaian, dan kredibilitas professional
g. Process (Proses)
12
Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktivitas dengan
mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa. Proses
dimulai dari mencari calon konsumen sampai dengan penyampaian jasa berupa produk
kepada konsumen. Proses ini terjadi diluar pandangan konsumen. Konsumen tidak
mengetahui bagaimana proses yang terjadi, yang penting jasa yang diterima harus
memuaskan. Proses ini terjadi berkat dukungan karyawan dan tim manajemen yang
mengatur semua proses agar berjalan dengan lancer. Penyampaian jasa aktual akan
menentukan tahapan pengalaman konsumen, bahkan aliran operasi jasa dapat dijadikan
bukti yang bisa dinilai konsumen. Pada akhirnya, proses mencerminkan bagaimana
semua elemen bauran pemasaran dikoordinasikan untuk menjamin kualitas dan
konsistensi jasa yang diberikan kepada konsumen. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
proses ini adalah :
1. Prosedur operasi terperinci, manual dan deskripsi pekerjaan
2. Prosedur pelatihan sebagai bagian dari pekerjaan
3. Penetapan standar performansi untuk fasilitas proses, peralatan dan pekerjaan yang
menciptakan pelayanan kepada pelanggan
4. Desain fasilitas
2.2 Definisi Kualitas
Pada masa sekarang, kualitas tidak hanya merupakan usaha untuk memenuhi
persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan atau usaha untuk mengurangi produk yang
rusak, tetapi lebih luas dari hal tersebut. Kualitas merupakan usaha menyeluruh yang
meliputi setiap usaha perbaikan organisasi dalam memuaskan pelanggan (Bounds,
1994). Hugue (Hessel, 2003, p74) mengatakan :
“What I call Big Q for what others might call “total quality involves more than
product quality. Quality has come to include level of service to the customer, delivery
performance, competitive pricing, comprehension or anticipation of where the customer
13
is going the market place all the thing that define your worth in the mind of the
customer”.
Gambar 2.1 Hubungan Sistem Kualitas
Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
terpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
yang tersirat, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk,
manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Menurut Lupioyadi (2006, P175), konsep kualias sendiri pada dasarnya bersifat
relative, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan cirri-ciri dan
spesikasinya. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten
satu sama lain :
1. Persepsi konsumen.
2. Produk (jasa).
3. Proses.
Permintaan Pasar
Desain Produk
Spesifikasi Produk
Produksi
Pemasaran dan Pelayanan Purna Jual
Produk Dalam Masa Pemakaian
Kualitas Desain
Permintaan Pasar
Mutu Pemasaran dan Pelayanan
Purna Jual
14
Untuk yang berwujud barang, ketiga orientasi ini hamper selalu dapat dibedakan dengan
jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses tidak dapat dibedakan
dengan jelas, bahkan produknya adalah prose situ sendiri.
Konsistensi kualitas suatu produknya untuk ketiga orientasi tersebut dapat
memberikan kontribusi pada keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari kepuasan
pelanggan, kepuasan karyawan dan profitabilitas organisasi. Sebagaimana diilustrasikan
pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2
Sisklus Kepuasan Pelanggan
(Sumber : Lupiyoadi, 2006. Usahawan No. 05 Th. XXVI Mei 1997).
Hal tersebut apabila dianalisis lebih jauh hubungan antara kualitas dan
keuntungan jangka panjang terlihat dalam dua hal, yaitu factor keuntungan eksternal
yang diperoleh dari adanya perbaikan efisiensi produk (Sviokia).
Menurut Lupiyoadi, (2006, P176), keuntungan eksternal yang dimaksud dapat di
implikasikan dalam proses produksi suatu barang (jasa), yaitu diman kualitas produk
(jasa) yang dapat diberikan perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari
pelanggan terhadap perusahaan dan menghasilkan suatu kepuasan serta loyalitas
pelanggan. Sementara itu, yang dimaksud dengan keuntungan internal tampak pada saat
yang bersamaan dengan diperolehnya keuntungan eksternal, dimana fokus perusahaan
Kepuasan Pelanggan
Perputaran Karyawan
Kepuasan Karyawan
Perputaran Pelanggan
Margin Laba
15
pada kualitas dapat membawa nilai positif internal perusahaan dalam proses peningkatan
(misalnya, peningkatan desain produk dan kontrol material, penggunaan bahan baku
yang efisiensi, pengurangan kegiatan reproduksi, dan sebagainya). Adanya komitmen
atas kedua kualitas tersebut dapat membentuk suatu kontinuitas proses peningkatan dan
pembelajaran secara eksternal dan internal yang efisien, misalnya dengan menciptakan
penurunan biaya operasi (lihat gambar 2.3).
Gambar 2.3 Rantai Manfaat Kualitas ( Lupiyoadi, 2006, p177)
Fokus pada pelanggan
Manfaat “internal”
• Efiensi
• Perbaikan berkelanjutan
Menekan biaya
Profitabilitas meningkat
Manfaat “eksternal”
• Kualitas Produk (jasa)
Bertahannya (retensi)
konsumen
Kepuasan konsumen
Persepsi kualitas
16
Dalam mempertahankan karakter dan komitmen kualitas produk dan jasa yang
baik tersebut, kita harus mengerti akan pergerakan kualitas produk (jasa). Seberapa
besar toleransi biaya yang harus dikeluarkan dan seberapa dan besar kualitas telah
dinyatakan cukup memuaskan. Menurut Joseph Juran dalam bukunya Quality Control
Handbook, kualitas dapat diartikan sebagai biaya yang dapat dihindari dan yang tidak
dapat dihindari. Yang termasuk biaya yang dapat dihindari misalnya adalah biaya akibat
kegagalan produk, biaya yang dikeluarkan untuk jam kerja buruh akibat adanya
pekerjaan ulang yang harus dilaksanakan, biaya perbaikan produk, biaya yang
dikerluarkan untuk suatu proses karena adanya keluhan pelanggan. Sementara itu, yang
termasuk dalam biaya yang tidak dapat dihindari misalnya, biaya inspeksi operasional
produk, proses pengambilan contoh (sampling), proses penyotiran, dan kegiatan
pengawasan kualitas lainnya. (Sviokla, dalam Tjiptono 2005).
Pengertian kualitas menurut beberapa ahli :
1. Deming (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang
menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.
2. Crosby (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas adalah tidak cacat, kesempurnaan dan
kesesuaian terhadap persyaratan.
3. Juran (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas merupakan kesesuaian terhadap spesifikasi.
4. Kotler (2001, p310), kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan
atau yang tersirat.
5. Tjiptono (2005, p51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
6. Menurut penulis bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
17
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah
suatu standar mutu dimana setiap unsure saling berhubungan serta dapat
mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualitas bukan hanya
menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyakut kualitas
manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan
produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
2.2.1 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, Svokla (dalam Lupiyoadi, 2006, p176)
mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi pengukuran yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau
manufaktur yang menghasilkan barang dan jasa. Kedelapan dimensi atau aspek tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Performance (kinerja), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk. Kinerja disini merujuk pada
karakter produk inti yang meliputi merek, atribut-atribut yang dapat diukur dan
aspek-aspek kinerja individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh
preferensi subjektif pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum.
2. Features (keistimewaan), yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain
yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik
bagi pelanggan. Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yanh
dapat menambah nilai suatu produk. Keragaman produk biasanya diukur secara oleh
masing-masing individu (dalam hal ini konsumen) yang menunjukkan adanya
perbedaan kualitas sutau produk (jasa). Dengan demikian, perkembangan kualitas
suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan diri dengan
permintaan pasar.
18
3. Reliability (keandalan), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan rendah. Dimensi ini berkaitan
dengan timbulnya kemungkinan suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi
(malfunction) pada suatu periode. Kehandalan suatu produk yang menandakan
tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih produk. Hal ini menjadi
semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang
harus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak andal mengalami kerusakan.
4. Conformance (kesesuaian), yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran
tertentu atau sejauh mana karakteristik desai dan operasi memenuhi standar yang
telah ditetapkan. Dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu barang
adalah kesesuaian produk dengan standart dalam industrinya. Kesesuaian suatu
produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasin dan waktu penyelesaian
termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat
diantisipasi, dan beberapa kesalahan lainnya.
5. Durability (Daya tahan), yaitu tingkat ketahanan atau berapa lama produk dapat
terus digunakan. Ukuran ketahanan suatu produk. Ukuran ketahanan suatu pruk
meliputi segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk
didefinisikan sebagai sejumlah kegunaan yang diperoleh seseorang sebelum
mengalami penururan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia
ekonomis suatu produk dilihat dari jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi
kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk.
6. Serviceability (kemampuan pelayanan), yaitu kemampuan pelayanan bisa juga
disebut dengan kecepatan, kompentisi, kegunaan, dan kemudahan produk untuk
diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memperhatikan
adanya penurunan kualitas produk tetapi juga waktu sebelum produk disimpan,
penjadwalan pelayanan, proses komunikasi denga staff, frekuensi pelayanan
perbaikan dakan kerusakan produk dan pelayanan lainnya. Variable-variabel tersebut
19
dapat merefleksikan adanya perbedaan standart perorangan mengenai pelayanan
yang diterima. Dimana kemampuan pelayanan suatu produk tersebut menghasilkan
suatu kesimpulan akan kualitas produk yang dinilai secara subjektif oleh konsumen.
7. Estetika, yaitu keindahan menyangkut corak, rasa dan daya tarik produk. Estetika
merupakan dimensi pengukuran yang paling subjektif. Estetika suatu produk dilihat
dari bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana penampilan luar
suatu produk, rasa, maupun bau. Dengan demikian, estetika jelas merupakan
penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.
8. Perceived Quality (kualitas yang dipersepsikan), yaitu fanatisme konsumen
menyangkut citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan
terhadapnya. Konsumen tidak selalu memiliki informasi yang lengkap mengenai
atribut-atribut produk (jasa). Namun umumnya konsumen memiliki informasi tentang
produk secara tidak langsung, misalnya melalui merek nama, dan negara produsen.
Ketahanan produk misalnya, dapat menjadi hal yang sangat kritis dalam pengukuran
kualitas produk.
Menurut Umar (2003, p38), ada lima dimensi penentu kualitas jasa. Kelimanya
disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya dan di definisikan sebagai
berikut :
1. Keandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji
yang ditawarkan.
2. Daya tanggap yaitu respon atau kesingapan karyawan dalam membantu konsumen
dalam melayani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan
menangani keluhan (complaint) yang diajukan konsumen.
3. Kepastian yaitu meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan terhadap produk
secara tepat, kualitas, keramahtamahan, perhatian, dan kesopanan dalam
memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan didalam
20
memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Dimensi kepastian itu merupakan
gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi : keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan untuk
melakukan pelayanan.
b. Kesopanan : meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.
c. Kredibilitas : meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan.
4. Empati yaitu : perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi empat ini merupakan
penggabungan dari dimensi:
a. Akses, meliputi keindahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Komunikasi merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari
konsumen.
c. Pemahaman kepada konsumen, meliputi usaha perusahaan untuk
memahami kebutuhan
5. Berwujud yaitu meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan fornt
office, tersedia tempat parker, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
21
Tabel 2.1 Dimensi Kualitas Barang dan Jasa
Karakteristik Kualitas Barang Jasa
Performance
Range of Feature
Reliability/Durability
Maintainbility/Serviceability
Sensory
Ethics/Image
Kecepetan Proses
Modem/Networking
Waktu penggunaan hingga
rusak
Jumlah tempat untuk
perbaikan yang disediakan
Menarik
Jaminan yang diberikan
Ketepatan
transaksi
Transaksi luar
negeri
Pelayanan segera
Telepon langsung
Fasilitas lengkap
Advertensi yang
wajar
2.3 Kualitas Produk
2.3.1 Pengertian Produk
• Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p166), produk adalah barang
atau jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
• Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p7) product is anything that can be
offered to a market for attention, acquisition, use or comsumption that might
satify a want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi
yang bisa memuaskan keinginan atau kebutuhan.
• Menurut Simamora (2000, p440), produk adalah segala sesuatu yang
diterima oleh konsumen atau pemakai industrial pada saat melakukan
pembelian atau menggunakan produk. Menurut Waters (2001, p99), produk
hendaknya fungsional, menarik dan mudah dibuat. Menurut Purnawaman
22
(2004) produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan pelanggan.
• Menurut Kotler (2002, p18), produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam
standar internasional, produk adalah barang atau jasa yang berarti:
- Hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa,
program komputer, desain, petunjuk pemakaian)
- Suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa atau pelaksana proses
produksi). Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada
kepelikannya tetapi pada jasa yang dapat diberikannya.
• Menurut penulis, dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa
barang nyata tetapi bisa juga berupa jasa, maka produk dapat memberikan
kepuasan yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif
dan berpandangan luas terhadap produk yang dihasilkan.
2.3.2 Pengertian Kualitas Produk
Menurut juran (1993, p32), yang dikutip dari buku yang berjudul Menejemen
Mutu Terpadu, Kualitas Produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use)
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.
c. Waktu, yaitu kehandalan.
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.
23
Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk daya tahan
penggunaannya lama, produk yang dgunakan akan meningkatkan citra atau status
konsumen yang memakainya, produknya tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas
(quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan.
Kecocokan penggunaan produk seperti dikemukakan diatas memiliki dua aspek
utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan pelanggan dan tidak memiliki
kelemahan.
1) Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan.
Ciri-ciri produk berkualitas tinggi apabila memiliki ciri-ciri produk yang khusus atau
istimewah, berbeda dari produk pesaing dan dapat memenuhi harapan atau tuntutan
sehingga dapat memuaskan pelanggan.
Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan kepuasan
pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan pesaing, meningkatkan
pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.
2) Bebas dari kelemahan
Suatu produk berkualitas tinggi apabila didalam produk tidak terdapat kelemahan, tidak
ada cacat sedikit pun.
• Menurut Kotler dan Armstrong (2006, p299) product quality is the ability of a product
to perform its function, it includes the product’s several durability, realibility,
precision, ease of operation and repair, and other valued attributes. Dari pengertian
diatas, mutu produk adalah kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal
ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan, kemudahan dalam
penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang lainnya.
• Menurut Ulrich dan Eppinger (2003, p2) produk, produsen dalam memasarkan
produk harus berpikir melalui tahapan dimensi, yaitu :
1. Performance adalah dimensi yang paling dasar dan berhubungan dengan fungsi
utama suatu produk. Performance pada setiap produk berbeda-beda tergantung
24
functional value yang dijanjikan perusahaan. Contohnya : untuk obat adalah
kemanjuran untuk makanan adalah rasa yang enak, untuk tape recorder adalah
suara yang jernih dan untuk televise adalah gambar yang tajam, dan lain-lain.
2. Reliability adalah dimensi kualitas produk yang kedua. Dimensi Performance dan
Realibility secara sepintas tampak mirip tetapi memiliki perbedaan yang jelas.
Reliability menunjukkan probabilitas produk yang gagal menjalankan fungsinya.
3. Feature, dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Untuk berbagai produk
elektronik, feature-feature yang ditawarkan dapat dilihat pada menu yang
terdapat di remote control. Karena perkembangan feature hamper tidak terbatas
jalannya dengan perkembangan teknologi, maka feature menjadi target inovasi
para produsen untuk memuaskan pelanggannya.
4. Durability atau keawetan menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus
produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk disebut awet kalau sudah
berulang kali digunakan atau sudah lama sekali digunakan. Yang pertama adalah
awet secara teknis dan yang kedua adalah awet secara waktu.
5. Consistentcy menunjukkan seberapa jauh suatu produk dapat mengambil
standar yang telah ditentukan.
6. Desaign, adalah dimensi yang unik dan banyak menawarkan aspek emosional
dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa kualitas produk
dapat diartikan suatu produk yang dihasilkan memiliki nilai khusus dalam kalangan
konsumen sehingga konsumen merasa membutuhkan produk tersebut.
2.3.3 Konsep Kualitas Produk
Kualitas produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang
internal dan sudut pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran kualitas diukur
25
dengan persepsi pembeli, sesuai dengan pernyataan Kotler dan Armstrong (2001, p279),
“from marketing point of view, quality should be measured in terms of buyers
perceptions”. Maka sudut pandang yang digunakan untuk melihat kualitas produk adalah
sudut pandang eksternal.
Menurut Adam & Ebert (1992, p256) yang dikutip dalam jurnal Widya
Manajemen & Akuntansi Vol.3 No.2, Agustus 2003 : 140-159, menyatakan bahwa
“Quality is the customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik buruknya
kualitas suatu produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan berkualitas
jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan oleh pelanggan,
dan pengalaman mereka terhadap produk dan jasa.
Dalam memasarkan suatu produk, kualitas harus diukur melalui sudut pandang
konsumen terhadap kualitas produk itu sendiri, sehingga selera konsumen disini sangat
berpengaruh. Oleh karena itu dalam mengelola kualitas suatu produk harus sesuai
dengan kegunaan yang diinginkan oleh konsumen. Dalam hal ini yang penting adalah
menjaga konsistensi dari output produk pada tingkat kualitas yang diinginkan dan
diharapkan oleh konsumen. Hal tersebut dapat diperkuat melalui Stanton (1994 : 280).
“Another key of successful management of quality is to maintain consistency of product
output at the desired quality level”. Kualitas produk merupakan salah satu cara untuk
memenangkan persaingan di pasar. Kualitas produk dapat menciptakan suatu
keunggulan bersaing pada suatu badan usaha. Setiap orang memiliki cara pandang dan
standar yang berbeda di dalam menilai barang dan jasa yang ditawarkan.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
adalah kemampuan suatu produk dalam menjalankan fungsinya, yang merupakan suatu
pengertian gabungan dari daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan pemeliharaan
serta atribut-atribut lainnya.
26
2.4 Konsep Pelayanan
Menurut Tjiptono (2000, p87), pelayanan adalah tindakan atau perbuatan
seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan
adalah sebuah produk yang ditawarkan dan disampaikan kepada pelanggan yang
membutuhkan secara luas mencakup baik yang keliatan (tangibles) maupun yang tidak
kelihatan (intangibles).
Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles, tidak dapat dilihat dan diraba,
sehingga penggunaannya hanya bisa dirasaan melalu pengalaman langsung. Namun
pelayanan mencakup juga hal-hal yang tangibles, yang bisa dilihat dan diraba, berupa
dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri.
Pelayanan yang baik sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam
suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa faktor pelayanan pelanggan merupakan salah
satu ujung tombak perusahaan dalam meraih sukses.
2.4.1 Pengertian Jasa
• Jasa merupakan pemberian suatu kriteria atau tindakan tak kasat mata dari
suatu pihak kepada pihak lain. (Rangkuti, 2006, p26).
• Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat Intangible
(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk
jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 1996
dalam Tijptono, p134).
• Menurut Lupiyoadi (2001, p5), jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang
hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk atau konstruksi, yang
biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan
dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan,
27
kesenangan, dan kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi
konsumen.
• Dari definisi-definisi tersebut diatas, secara umum dijelaskan bahwa jasa
adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain dimana konsumen bertindak sebagai Coproducer, dan
produk yang ditawarkan dapat berupa produk fisik maupun tidak, dimana
jika produk itu merupakan produk fisik akan mengalami beberapa
perubahan sehingga nantinya dapat memuaskan keinginan konsumen,
dapat memberikan nilai tambah, dan juga tidak berakibat kepemilikan
apapun.
Tawaran perusahaan ke pasar biasanya mencakup beberapa jasa.
Komponen jasa dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari total
penawaran.
Menurut Kotrel (1997, p83) yang dikutip dalam buku Kotler & Armstrong
(2001) Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta,
membedakan penawaran menjadi dua kategori.
1. Barang berwujud murni : penawaran hanya terdiri dari barang berwujud,
seperti sabun, pasta gigi, atau garam. Tidak ada jasa yang menyertai produk
itu.
2. Barang berwujud yang disertai jasa : penawaran terdiri dari barang berwujud
yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik
konsumennya. Semakin canggih teknologi produk generik (televisi, mobil,
dan komputer), penjualannya semakin tergantung pada kualitas dan
tersedianya pelayanan jasa kepada pelanggan yang menyertainya.
28
2.4.2 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki empat karakteristik utama, yaitu tidak berwujud (intangibility),
tidak terpisah (inseparibility), bervariasi (variability), dan mudah lenyap (perishability)
(Berry L.L, 1991, p24) (Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi Volume 3, No.2 Agustus
2003, h.118-139).
1. Tidak Berwujud (Intangibility)
Sifat jasa tak berwujud (service intangibility) artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba,
dirasakan, dicium atau didengar sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian,
pembelian mencari “tanda” dari mutu jasa. Mereka menyimpulkan mengenai mutu dari
“tanda” berupa tempat, orang, harga, peralatan, dan materi komunikasi yang dapat
mereka lihat.
2. Tidak Terpisahkan (Insparibility)
Jasa tak terpisahkan (service insparibility), berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dari
penyedianya, entah penyedianya itu manusia atau mesin. Bila karyawan jasa
menyediakan jasa karyawan, maka karyawan adalah bagian dari jasa. Karena pelanggan
juga hadir sifat khusus dari jasa. Baik penyedia jasa maupun pelanggan mempengaruhi
hasil jasa tadi.
3. Keanekaragaman (Variability)
Jasa bersifat sangat beraneka ragam karena merupakan monstandardized output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana
jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa
(Bovee, Houston, Thill, 1995), yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan, dan beban
kerja perusahaan, pada industri jasa yang bersifat people-based, komponen manusia
yang terlibat jauh lebih banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based.
Implikasinya adalah bahwa hasil (outcome) dari operasi jasa yang bersifat equipment-
based maupun operasi manufaktur.
29
4. Tidak Tahan Lama (Perishability)
Hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen sangat berkaitan, kualitas
pelayanan merupakan hal yang sangat penting pada suatu bisnis pelayanan dan sangat
berkaitan dengan keputusan konsumen. Apa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan
dan bagaimana hubungannya dengan kepuasan konsumen merupakan issue dalam
pemasaran pelayanan yang sampai saat ini merupakan kajian yang selalu menarik
(Sutarman, Jurnal Ekonomi, “Pentingnya Kualitas Pelayananan Dalam Membangun
Kepercayaan Pelanggan” Vol.12). Mengapa kualitas pelayanan ini merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam bagaimana menilai kualitas pelayanan yang pada dasarnya
tidak nyata?
Gambar 2.4 Empat Karakteristik Jasa
Keterangan :
• Intangibility
Jasa bersifat intangibility, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, atau didengar
sebelum dikonsumsi. Pelanggan tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum
Ketidakberwujudan
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dibaui sebelum
Ketidakterpisahkan
Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia dan pelanggannya
Tidak Tahan Lama
Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian
Keragaman
Kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakan, kapan, dimana, dan bagaimana
Jasa/Pelayanan
30
menikmatinya sendiri. Para pelanggan akan menyampaikan kualitas jasa dari tempat
(place), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication material),
dan harga (price) yang mereka amati.
• Insparability
Jasa bersifat insparability, artinya jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa.
Barang biasa diproduksi, ditempatkan pada persediaan, didistribusi melalui berbagai
pengecer, dan akhirnya dikonsumsi. Lain halnya dengan jasa yang biasanya dijual
terlebih dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersama. Jasa yang
dihasilkan akan dipengaruhi oleh peran penyedia jasa maupun pengguna jasa.
Dengan demikian jasa tidak mengenai istilah penyimpanan jasa atau gudang.
• Variability
Jasa bersifat variabel karena merupakan ion standardized output, artinya banyak
variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa
tersebut dihasilkan. Sehingga konsumen jasa akan memiliki keragaman jasa yang
dikonsumsinya sesuai dengan diharapkan olehnya.
• Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, dengan
demikian bila jasa tidak digunakan maka jasa itu tidak akan berlalu begitu saja. Jasa
yang dihasilkan akan dimanfaatkan pada saat konsumsi jasa tersebut. Jika terdapat
permintaan maka jasa tersebut akan ditawarkan dan permintaan selanjutnya
merupakan penawaran dari jasa berikutnya.
2.4.3 Hambatan dalam pelayanan dan usaha peningkatan pelayanan
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas
pelayanan menurut Yamit (2004, p32). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut
dapat didentifikasikan sebagai berikut :
1. Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan
31
2. Terlalu birokasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen
3. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada izin dari alasan
4. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik
5. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit untuk
dihubungi
6. Banyak interest pribadi
7. Budaya tip
8. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas
9. Kurang professional (kurang terampil menguasai bidangnya)
10. Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat
11. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu
12. Tidak ada keselarasan antar bagian dalam memberikan layanan
13. Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal”
14. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan
15. Belum ada sistem infromasi manajemen (SIM) yang terintergrasi
Menurut Yamit (2004, p32-33), keseluruhan faktor penhambat dalam pelayanan
tersebut di atas dapat dijadikan dasr bagi manajer untuk meningkatkan atau
memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan
yang terjadi antara pihak perusahaan dengan pelanggan. Usaha yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan pelayanan adalah sebagai berikut :
1. Reliability : kemampuan untuk memberi pelayanan yang sesuai dengan janji yang
ditawarkan.
a. Pengaturan fasilitas
b. Sistem dan prosedur
c. Meningkatkan efektifitas jadwal kerja
d. Meningkatkan koodirnasi antar bagian
32
2. Responsivenes/daya tanggap. Respon atau kesiapan karyawan dalam membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi :
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam
menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.
a. Mempercepat pelayanan
b. Pelatihan karyawan
c. Komputerisasi dokumen
d. Penyederhanaan sistem dan prosedur
e. Pelayanan yang terpadu (one stop shopping)
f. Penyederhanaan birokrasi
g. Mengurangi pemusatan keputusan
3. Competence : keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk
melakukan pelayanan.
a. Meningkatkan professionalisme karyawan
b. Meningkatkan mutu administrasi
4. Crediibility : meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan perusahaan,
seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
a. Meningkatkan sikap mental karyawan untuk bekerja giat
b. Meningkatkan kejujuran karyawan
c. Menghilangkan kolusi
5. Tangibles : meliputi hal-hal yang berhubungan dengan :
a. Perluasan kapasitas
b. Penataan fasilitas
c. Meningkatkan infrastruktur
d. Menambah peralatan
e. Menambah/menyempurnakan fasilitas komunikasi
f. Perbaikan sarana dan prasarana
33
6. Understanding the customers
a. Sistem dan prosedur yang menghargai konsumen
b. Meningkatkan kepihakan pada konsumen
7. Communication
a. Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap kegiatan
b. Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien
c. Membuat SIM yang terintergrasi
2.4.4 Komponen dan Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Tjiptono (2005, p259), Kualitas jasa jauh lebih sukar didefinisikan, di
jabar dan di ukur dengan kualitas barang. Bla ukuran kualitas dan pengendalian kualitas
telah lama dikembangkan dan diterapkan untuk barang-barang berwujud (tangible
goods).
Minat dan perhatian terhadap kualitas jasa meningkat pesat dalam decade 1980-
an.
Dalam literature pemasaran jasa, pendekatan kualitas jasa pertama kali di perkenalkan
oleh Gronroons lewat konsep Perceived Service Quality dan Model Kualitas Jasa Total.
Pendekatan ini didasarkan pada riset mengenai perilaku konsumen dan pengaruh
ekspektasi menyangkut kinerja barang terhadap evaluasi purna konsumsi.
Pendekatan perceived service quality hingga kini tampaknya masih memainkan
peran penting dalam memberikan fondasi bagi sebagian besar riset kualitas jasa
(termasuk model Servqual yang akan dibahas tersendiri) dan perkembangkan teori
pemarasan jasa.
Jasa bersifat intangible dan lebih merupakan proses yang dialami pelanggan
secara subjektif, dimana aktivitas produksi dan konsumsi berlangsung pada waktu yang
bersamaan. Selama proses tersebut berlangsung, terjadi interaksi yang meliputi
serangkaian moment of truth antara pelanggan dan penyedia jasa. Apa yang terjadi
34
selama interaksi tersebut (disebut pula interaksi pembeli-penjual atau istilahnya (service
encounters) akan sangat berpengaruh terhadap jasa yang dipersepsikan pelanggan.
Tabel 2.2
Perbedaan antara Kualitas Barang dan Kualitas Jasa
No Kualitas Barang Kualitas Jasa
1 Dapat secara objektif diukur dan
ditentukan oleh pemanufaktur.
Diukur secara subjektif dan
acapkali ditentukan oleh
konsumen.
2 Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan.
Kriteria pengukuran lebih sulit
disusun dan sering kali sukar
dikendalikan.
3 Standarisasi kualitas dapat diwujudkan
melalui investasi pada otomatisasi dan
teknologi.
Kualitas pengukuran
distandarisasikan dan
membutuhkan investasi besar
pada pelatihan sumber daya
manusia.
4 Lebih mudah mengkomunikasikan
kualitas.
Lebih sulit mengkomunikasikan
kualitas.
5 Dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan pada produk cacat guna
menjamin kualitas.
Pemulihan atas jasa yang jelek
sulit dilakukan karena tidak bisa
mengganti “jasa-jasa yang cacat”
6 Produk itu sendiri memproyeksikan
kualitas.
Bergantung pada komponen
peripherals untuk merealisasikan
kualitas
7 Kualitas dimiliki dan dinikmati
(enjoyed).
Kualitas dialami (experienced).
Sumber : Tjiptono (2005, p259)
35
Pada prinsipnya, definisi kualitas jasa berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Harapan pelanggan bisa berupa tiga macam tipe
menurut Tjiptono (2005, p259) antara lain :
1. Will expection, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen akan
diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ini merupakan
tingkat harapan yang paling sering dimaksudkan oleh konsumen, sewaktu menilai
kualitas jasa tertentu.
2. Should expection, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima
konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang seharusnya diterima jauh lebih besar
daripada apa yang diperkirakan akan diterima.
3. Ideal expection, yaitu tingkat kinerja optinum atau terbaik yang diharapkan dapat
diterima konsumen.
Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 1988) pada buku pemasaran jasa (Tjiptono,
2005, p260), kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan
dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Dengan kata lain, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yakni jasa
yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsi (perceived service) (para
Suraman, et al., 1985). Implikasinya, baik buruknya kualitas jasa tergantung kepada
kemampuan penyedia jasa memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. (sumber:
Journal Riset dan Konsep Management, 2006, p3).
Lima dimensi tersebut dapat disederhanakan yaitu :
1. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan untuk menolong pelanggan dan
ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik.
36
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Emphaty (empati), yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual
kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk
dihubungi.
4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang
dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko.
5. Tangibles (bukti fisik), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan saran
komunikasi.
Tabel 2.3
Contoh : Cara Konsumen Menilai Lima Dimensi Kualitas Jasa
Bidang jasa Reliabilitas Daya
tanggap
Jaminan Empati Bukti fisik
Reparasi
Motor,
Showroom
Motor
Honda
(pasar
konsumen).
Masalah
diatasi
dengan
cepat dan
selesai
pada
waktu
yang
dijanjikan.
Mudah
diakses;
tidak lama
menunggu;
responsive
terhadap
permintaan.
Mekanik yang
berpengetahuan
luas.
Mengenal
nama
pelanggan;
mengingat
masalah
dan
preferensi
pelanggan
sebelumnya.
Fasilitas
reparasi;
ruang
tunggu;
seragam;
peralatan.
Sumber : Zelthami, V.A & Bitner, M.J (dalam Tjiptono, 2005, p277)
2.4.5 Pengertian Layanan/Jasa
Sejumlah ahli tentang jasa telah berupaya untuk merumuskan definisi jasa yang
konklusif, namun hingga sekarang belum ada satupun definisi yang diterima secara
37
bulat. Sejumlah ahli menuangkan pengertiannya dalam definisi yang beragam. Beberapa
definisi yang beragam itu dapat dilihat dalam rumusan-rumusan di bawah ini.
Menurut Chip R. Bell dan Billijack R. Bell (2004, p65) “Pelayanan pelanggan
adalah sebuah perjanjian yang tersirat antara pelanyanan pelanggan dan penerima jasa
untuk saling menukarkan suatu nilai dengan nilai yang lain.”
Secara lengkap diuraikan bahwa layanan pelanggan merupakan sebuah janji
yang diberikan oleh penyedia layanan pelanggan yang menyatakan bahwa sejumlah
syarat mendasar tertentu akan diberikan dan sejumlah ekspektasi/harapan pelanggan
tertentu akan dihargai. Layanan pelanggan juga merupakan sebuah janji yang
menyatakan bahwa jika ada bagian apapun dari yang telah dijanjikan tidak dapat
dipenuhi, tanggapan yang kemudian keluar dari pihak penyedia layanan pelanggan akan
menunjukan adanya itikad untuk memperbaiki keadaan.
Menurut Rangkuti (2003, p26) “Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dimana interaksi antara pemberi
jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.”
Menurut Kotler (2000, p428) “Setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan
oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan
perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terkait
pada suatu produk fisik.”
Walaupun demikian, menurut mereka, wujud jasa bisa juga mencakup laporan
akhir yang tangible atau berupa materi-materi instruksional yang tangible seperti
pelaksanaan jasa pelatihan (training) karyawan. Jasa seorang dokter misalnya, meliputi
menerima telepon dari calon pasien, pertemuan dengan si pasien, kemudian analisis
problem atau penyakit pasien, lalu menuliskan hasil analisisnya dalam lembaran catatan
si pasien. Semua yang dilakukan dokter itu merupakan suatu seri dari deeds, proses-
proses dan unjuk kerja. Bengkel, hotel, bank dan lain-lainnya menawarkan dan/atau
38
dilakukan oleh organisasi-organisasi jasa lainnya. Semua itu dimaksudkan untuk
memuaskan konsumennya masing-masing.
Dalam rumusan yang agak mirip dengan Kotler, Payne (2003, p3), merumuskan
jasa sebagai “Aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat)
yang intangible yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan
konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer
kepemilikan. Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa
memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik.”
Mudrick (Yazid 2003, p3) mendefinisikan jasa dari sisi penjualan dan konsumsi
secara kontras dengan barang.
“Barang adalah suatu objek yang tangible yang dapat diciptakan dan dijual atau
digunakan setelah selang waktu tertentu. Jasa adalah intangible (seperti kenyamanan,
hiburan, kecepatan, kesenangan, dan kesehatan) dan perishable (jasa tidak mungkin
disimpan sebagai persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan).
Jasa diciptakan dan dikonsumsi secara simultan.”
Menurut Stanton (Alma 2002, p204) “Service are those separately identifiable,
essentially intangible activities that provide want-satisfaction, and that are not necessarily
tied to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not
require the use of tangible goods. However, when such is required, there is no transfer
of the title (permanent ownership) to these tangible goods.”
Artinya: Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak
berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan, jasa dapat dihasilkan dengan
menggunakan benda-benda berwujud maupun tidak.
Definisi-definisi diatas terkesan sederhana dan langsung. Namun demikian, pada
sejumlah produk, kita tidak bisa melihat batas-batas antara produk berupa barang dan
produk berupa jasa secara jelas. Pemisahan barang dan jasa tidak bisa dilakukan secara
kontras, hitam diatas putih, tetapi dalam suatu kontinum. Karena itu ada barang yang
39
proporsi elemen tangible nya lebih besar daripada barang lainnya. Sebaliknya ada juga
jasa yang proporsi elemen intangiblenya lebih besar daripada jasa lainnya. Secara umum
tidak ada barang yang tidak mengandung jasa, sekecil apapun kandungan elemen
intangiblenya. Sebaliknya, bisa dikatakan bahwa hampir tidak ada jasa yang tidak
mengandung elemen tangible, sekecil apapun kandungan elemen tangible nya. Contoh,
apabila seseorang membeli sebuah sepeda motor, kita akan kesulitan menentukan
apakah seseorang itu membeli barang atau jasa transportasi. Televisi merupakan barang
manufaktur, akan tetapi apa kegunaan televise jika tidak ada yang menjual jasa
penyiaran. Jadi, apa sebenarnya jasa itu?
Zeithaml and Bitner (2003, p3), memberi solusi dengan cara merangkum semua
definisi jasa diatas, yang menurut mereka :
“Jasa itu mencakup semua aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah produk
atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada
waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan,
hiburan, kecepatan dan kesehatan) yang secara prinsip intangible bagi pembeli
pertamanya.
2.4.6 Karakteristik Layanan/Jasa
Jasa dan barang memiliki sejumlah perbedaan. Untuk membedakannya, akan
diuraikan secara singkat mengenai karakteristik jasa yang membedakannya dari
karakteristik barang. Karakteristik yang diuraikan di bawah ini hanya mencakup
karakteristik yang telah diterima secara luas. Menurut Zeithaml dan Bitner (2003, p 24-
30), jasa memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut :
a. Intangible (tidak berwujud)
Jasa sering didefinisikan sebagai tindakan, proses-proses atau unjuk kerja, dan
bukan sebagai objek. Namun demikian, meskipun jasa sering mencakup tindakan
tangible, seperti memperbaiki mobil dan sepeda motor dibengkel, menikmati hidangan
40
direstoran, maupun duduk dipesawat terbang, unjuk kerja jasa itu sendiri secara prinsip
adalah intangible. Konsekuensi yang muncul akibat sifat ini adalah :
1. Jasa tidak bisa dilihat, dirasakan, dicicipi, atau disentuh seperti yang dapat dilakukan
pada suatu barang.
2. Karena itu, jasa tidak bisa disimpan.
3. Fluktuasi permintaan jasa sering sulit dikendalikan, misalnya bengkel lebih ramai
dikunjungi pada awal bulan.
4. Jasa tidak bisa dipatenkan secara sah, sehingga suatu konsep jasa akan mudah
sekali ditiru oleh pesaing
5. Jasa juga tidak bisa dengan mudah dikomunikasikan kepada konsumen, karena itu
kualitas jasa mungkin sulit untuk dinilai oleh konsumen.
6. Penentuan harga jasa juga sulit dilakukan karena sulit membedakan yang mana
biaya tetap dan yang mana biaya operasi pada biaya pemrosesan jasa tersebut.
Karakteristik ini merupakan pembeda yang paling mendasar antara barang dan jasa
b. Heterogen (beragam)
Jasa bersifat heterogen atau beragam karena setiap individu adalah unik, dan karena
itu mungkin menginginkan dan atau membutuhkan hal yang berbeda dari individu-
individu lain. Selain itu, kondisi karyawan yang menyediakan jasa juga bisa berbeda
dari waktu ke waktu tergantung kondisi dan individu karyawan. Karena itu, kualitas
jasa yang konsisten dan seragam akan cukup sulit dilakukan.
c. Produksi dan konsumsi simultan (pada saat yang bersamaan)
Barang biasanya dibuat dulu baru dijual dan dikonsumsi. Sedangkan kebanyakan
jasa dijual terlebih dahulu baru diproduksi dan dikonsumsi secara simultan
(bersamaan). Hal ini sering kali berarti bahwa konsumen harus berada ditempat jasa
yang dimintanya diproses. Untuk jasa yang tingkat kontaknya tinggi, konsumen tidak
hanya berinteraksi dengan personel kontak, akan tetapi juga berkomunikasi dengan
41
konsumen lain. Pada karakteristik yang ini, orang (personel jasa maupun konsumen)
tidak bisa dipisahkan dari jasa.
d. Perishable (mudah rusak/tidak tahan lama)
Jasa tidak dapat disimpan, dijual lagi atau dikembalikan. Servis yang diberikan oleh
sebuah bengkel tidak bisa dijual lagi atau dikembalikan. Karena itu peramalan
permintaan dan perencanaan yang kreatif dalam menggunakan fasilitas jasa sangat
penting dan memerlukan keputusan yang bijaksana, dan perlu disusun strategi
perbaikan yang akan digunakan ketika terjadi kekeliruan. Perbedaan karakteristik
barang dan jasa juga dapat dilihat dalam tabel 2.4 berikut ini
Tabel 2.4
Perbedaan Karakteristik Barang dan Jasa
Barang Jasa Implikasi
Tangible Intangible Jasa tidak bisa disimpan
Jasa tidak bisa dipatenkan
. Jasa tidak selalu bisa dikomunikasikan sewaktu-
waktu
Penetapan harga jasa sulit dilakukan
Standarisasi Heterogen . Penyampaian jasa dan kepuasan konsumen
bergantung pada tindakan konsumen
. Kualitas jasa bergantung pada sejumlah faktor
yang tidak bisa dikontrol
. Tidak ada pengetahuan yang pasti bahwa jasa
telah disampaikan sesuai dengan apa yang
direncanakan dan dipromosikan
Produksi dan Produksi dan . Konsumen berpartisipasi didalam dan
42
konsumsi
terpisah
konsumsi
simultan
mempengaruhi interaksi
2. Konsumen saling mempengaruhi
3. Karyawan mempengaruhi hasil jasa
4. Desentralisasi sangat penting
5. Produksi masal sulit dilakukan
Tidak mudah
rusak
Mudah rusak
(perishable)
1. Dalam jasa sulit dilakukan sinkronisasi
penawaran dan permintaan
. Jasa tidak bisa dikembalikan atau dijual kembali
(Sumber Yazid (2003, p27)
Sedangkan Berry (Alma 2002, p205), mengemukakan tiga karakteristik jasa, yaitu :
a. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible than tangible)
b. Produksi dan konsumsi dilakukan pada saat yang bersamaan (simultaneous
production and consumption)
c. Kurang memiliki standard dan keseragaman (less standardized and uniform),
karakteristik yang dikemukakan kedua ahli intinya sama saja.
2.4.7 Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Lovelock (2003, p32-38), dapat dilakukan berdasarkan
cara-cara dibawah ini :
a. Klasifikasi atas dasar karakteristik tindakan jasa, meliputi :
1. Tindakan nyata yang diarahkan kepada konsumen. Tindakan ini dapat diarahkan
pada badan manusia, seperti transportasi dengan pesawat terbang, pemotongan
rambut, dan operasi bedah plastis.
2. Tindakan nyata yang diarahkan pada barang atau sesuatu yang dimiliki
konsumen, seperti servis pada kendaraan bermotor, pengantaran barang dengan
pesawat dan jasa penjagaan malam.
43
3. Tindakan tidak nyata yang diarahkan kepada intelektualitas konsumen, seperti
penyiaran dan pendidikan.
4. Tindakan tidak nyata yang dilakukan terhadap aset intangible konsumen seperti
asuransi, investasi dibank dan konsultasi.
b. Klasifikasi atas dasar cara penyajian/interaksi, meliputi :
1. Komponen interaksi
2. Konsumen datang ke organisasi jasa.
3. Organisasi jasa datang ke konsumen.
4. Konsumen dan organisasi jasa bertransaksi dalam jarak “jauh”.
5. Komponen geografis/lokasi
6. Outlet jasa tunggal.
7. Outlet jasa terdapat dibeberapa lokasi.
c. Klasifikasi atas dasar sifat permintaan, meliputi :
a. Permintaan yang bisa diprediksi, seperti jumlah permintaan pada jam makan
siang pada restoran dan jumlah permintaan penerbangan yang meningkat pada
musim liburan.
b. Permintaan yang acak, seperti jumlah pengunjung toko eceran dari hari ke hari
dan jumlah pengunjung restoran diluar jam makan siang.
d. Klasifikasi atas dasar jenis hubungan dengan konsumen, meliputi :
1. Hubungan jangka panjang dengan konsumen, seperti pada perusahaan asuransi,
TV kabel dan perbankan.
2. Hubungan tidak formal, seperti penyewaan mobil, transportasi umum, jasa pos,
bioskop dan restoran.
44
2.4.8 Pengertian Kualitas Layanan/Jasa
Kualitas layanan diartikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat
kepentingan pelanggan. Jenis kualitas yang dapat digunakan untuk menilai kualitas jasa
adalah sebagai berikut :
a. Kualitas teknik (outcome), yakni kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri.
b. Kualitas pelayanan (process), yakni kualitas cara penyampaian jasa tersebut.
Karena jasa tidak kasak mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat
dievaluasi secara akurat, pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang
dirsakannya, yakni atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan pelayanan.
Rangkuti (2003, p29) menyatakan bahwa terdapat sepuluh kriteria umum, atau
standart yang menentukan kualitas suatu jasa, yaitu :
a. Reliability (Kehandalan)
b. Responsiveness (Ketanggapan)
c. Competence (Kemampuan)
d. Access (Mudah diperoleh)
e. Courtesy (Keramahan)
f. Communication (Komunikasi)
g. Credibility (Dapat dipercaya)
h. Security (Keamanan)
i. Understanding (Memahami pelanggan)
j. Tangible (Bukti nyata yang kasat mata)
Lebih lanjut lagi, Rangkuti menyebutkan bahwa ada 10 demensi yang telah
disederhanakan menjadi 5 dimensi, antara lain :
1. Reliability ( Kehandalan)
45
Menurut Kotler (2002, p231), mengungkapkan bahwa keandalan merupakan
kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan dengan
terpercaya dan akurat, konsisten dan sesuai dengan pelayanan.
Dalam arti luas, kehandalan berarti memberikan janji-janji, janji tentang penawaran,
penetapan pelayanan, penetapan masalah dan penetapan harga. Pelanggan ingin
melakukan bisnis dengan perusahaan yang menempati janji khususnya tentang
kelengkapan dasar pelayanan.
2. Responsivenes (Ketanggapan)
Menurut Kotler (2002, p321), tanggapan sebagai kemauan karyawan dan pengusaha
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar
dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen. Dimensi ini menegaskan perhatian
dan ketegasan dalam menghadapi permuintaan pelanggan, pertanyaan, keluhan,
dan permasalahan.
Ketanggapan juga mencakup pengertian yang fleksibel dan kemampuan untuk
menjadi terbiasa dalam melayani kebutuhan pelanggan. Untuk perbaikan yang lebih
baik pada dimensi tanggapan ini, perusahaan harus jelas melihat proses pelayanan
yang diantarkan dan menangani permintaan dari sudut pandang konsumen dari pada
sudut pandang perusahaan.
3. Assurance (Jaminan)
Menurut kotler (2002, p231), jaminan merupakan kemampuan karyawan untuk
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan
kepada konsumen. Jaminan ini mencakup kehandalan dapat dipercaya, kejujuran
pemberi jasa, pemilikan kecakapan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
mengerjakan jasa dan kredibilitas.
4. Emphaty (Kepedulian)
Menurut Kotler (2002, p231), empati adalah kesediaan karyawan dan pengusaha
untuk lebih peduli dalam memberikan perhatian secara pribadi kepada konsumen.
46
Arti sesungguhnya, empati adalah pemberian melalui layanan khusus atau layanan
biasa, yang menyatakan bahwa konsumen itu unik. Hal ini penting bagi perusahaan
untuk membangun hubungan jangka panjang. Ketika perusahaan asing bersaing
dengan perusahaan besar, kemampuan untuk mempunyai rasa peduli akan
memberikan keuntungan yang jelas.
5. Tangible (menyatakan pelayanan secara fisik)
Menurut Kotler (2002, p231), mendefinisikan dimensi ini sebagai penampilan fisik,
peralatan dan berbagai sarana komunikasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat
kesan tentang kualitas, kenyamanan dan keamanandari jasa yang ditawarkan
kepada konsumen.
Penilaian kualitas jasa melalui demensi-dimensi diatas sangatlah diperlukan untuk
mempertahankan dan memperbaiki kualitas jasa. Manfaat yang diperoleh dari
menciptakan dan mempertahankan kualitas jauh lebih besar daripada biaya untuk
meraihnya, ataupun biaya akibat kualitas yang buruk. Hal ini disebabkan karena
kualitas jasa yang unggul dapat menimbulkan loyalitas yang tinggi dari pelanggan
sehingga mereka akan kembali dalam hal memberikan keuntungan bagi perusahaan.
2.4.9 Kualitas Jasa
Menurut Rangkuti, (2008, p28), kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian
jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Jenis kualitas yang digunakan
untuk menilai kualitas jasa adalah sebagai berikut :
1. Kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri.
2. Kualitas pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyamapian jasa tersebut.
Karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat
dievaluasi secara akurat, pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang
dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan kualitas pelayanan.
47
2.4.10 Beberapa Model Kualitas Jasa
Beberapa peneliti dibidang jasa telah mengembangkan beberapa model kualitas
jasa dan berdasarkan urutan dari penemuannya terdiri lima model. Beragam model
kualitas jasa ini membantu para manajer jasa untuk menilai berbagai aspek dari kinerja
perusahaan dan mengembangkan strategi untuk meningkatkan kualitas jasa. Kelima
model tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. The disconfirmation of expectation model, yang dikembangkan oleh Oliver (1997,
1980, 1981). Model ini merupakan model dasar dari semua model kualitas jasa yang
ada saat ini. Model ini menerangkan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh seberapa
besar ketidaksesuaian (diconfirmation) harapan dalam mempengaruhi gambaran
konsumen terhadap produk atau jasa.
Menurut model ini ada tiga elemen-elemen yang menyebabkan kepuasan
(ketidakpuasan) seseorang, yaitu : harapan, diskonfirmasi, dan persepsi. Apabila
harapannya lebih tinggi dari persepsinya, maka akan terjadi diskonfirmasi negatif,
dan akibatnya ia tidak puas. Apabila persepsinya yang lebih tinggi dari harapannya,
maka akan terjadi diskonfirmasi yang positif dan outcomenya adalah ia merasa
sangat puas.
2. Nordic, model ini dikembangkan oleh Gronroos (1984), merupakan model kualitas
jasa yang pertama kali mengadopsi model disconfirmation. Model ini menyatakan
bahwa pengalaman terhadap penggunaan jasa tertentu didasarkan pada kualitas
fungsional (functional element) dan kualitas teknik (technical element). Yang
dimaksud dengan elemen fungsional adalah : the way to service is delivered as
reflected through the customer’s perception of interactions that occur during the
service encounter. Technical quality refers to what the customer receives from the
service, or the outcome of the service process. Model kualitas jasa dari Gronroos ini
merefleksikan model efek diskonfirmasi harapan (model pertama) dalam
mengembangkan model kualitas jasa.
48
3. The SERVQUAL/Gap model dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal dan Berry
(1985, 1988, 1991). Model kualitas jasa ini mengidentifikasikan lima pelanggan.
Model kualitas jasa ini merupakan suatu konsep yang sangat bermanfaat bagi
manajer untuk memahami mengapa sampai terjadi kegagalan dalam kualitas
pelayanan dengan menggunakan pendekatan perbandingan (comprative approach)
dalam mengidentifikasikan dan mengukur dimensi-dimensi kunci dari konsep kualitas
jasa. Selanjutnya dalam model ini juga dijelaskan, bahwa manajer agar berhasil
memuaskan pelanggannya harus mengusahakan agar menghilangkan atau
mengurangi kesenjangan pada setiap level.
4. The Three Component Model, yang dikembangkan oleh Rush dan Oliver (1994).
Dengan semakin menurunnya kepopuleran model SERVQUAL, muncul model ini yang
memperbarui konsep kualitas teknis dan kualitas fungsional dari Gronroos (Mc. Col
et.al, 2004) model ini mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen yang menentukan
kualitas jasa. Pertama, service product : the customer;s overall perceptions of the
service any augmented services acoompanying service delivery. Kedua, service
delivery : the interaction between customer and firm necessary to deliver the
services. Yang ketiga, service environment : the internal culture of the organization
and the external or the physical surrounding of organization.
5. Model yang paling akhir yang dikembangkan oleh Brady and Cronin (2001) yaitu:
hierarki model of service quality atau disebut sebagai model kualitas jasa yang
berjenjang. Model kualitas jasa ini menjelaskan bahwa kualitas jasa terdiri dari tiga
elemen, yaitu interaction quality, physical environment quality, and outcome quality.
Pada jenjang pertama menggambarkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan
kualitas jasa. Jenjang kedua mengenai dimensi utama yang digunakan konsumen
untuk menilai jasa, sedangkan jenjang paling bawah atau jenjang ketiga
mengidentifikasikan sub dimensi dari masing-masing item yang membentuk dimensi-
dimensi utama. Model ini membantu manajer untuk memahami bagaimana
49
konsumen menilai jasa, karena model ini memungkinkan manajer mempunyai
pengetahuan mengenai kualitas jasa pada setiap tingkat, sehingga berusaha lebih
memfokuskan perhatian pada aspek yang dinilai konsumen paling lemah. Penelitian
ini menggunakan konsep kualitas jasa dari Brady dan Cronin (2001), yaitu hierarki
model of service quality, dimana kualitas jasa dibedakan atas : interaction qualitym
physical environment quality and outcome quality.
Gambar 2.5
Modifikasi Model Kepuasan Kualitas Pelayanan
(Sumber : Richard A.Spreng dan Robert D. Mackoy (1996)
2.5 Perilaku Konsumen
Menurut Mowen dan Minor (2002, p6), Perilaku konsumen adalah studi tentang
unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan
pembuangan barang dan jasa, pengalaman serta ide-ide.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000, p6), studi perilaku konsumen terpusat
pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka
yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan
dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli,
Keinginan
Kinerja yang
dirasakan
Harapan
Kesesuaian keinginan
Ketidaksesuaian harapan
Kualitas pelayanan
keseluruhan
Kepuasan keseluruha
50
kapan dan dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa
sering mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh
seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca
konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
2.5.1 Faktor Utama Yang Mempengaruhi Faktor Pembelian
Para konsumen membuat keputusan tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi
dalam lingkungan sekitar. Perilaku pembelian mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis.
a. Faktor budaya
Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku budaya ini
terdiri dari beberapa komponen :
• Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Jika makhluk
yang lebih rendah perilakuntya sebagian besardiatur oleh naluri, maka perilaku
manusia sebagian besarmuncul dari pembelajaran.
• Subbudaya : setiap budaya terdiri dari subbudaya yang lebih kecil yang memberikan
lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus anggota-anggotanya. Subbudaya terdiri
dari bangsa, agama, kelompok, ras, dan budaya geografis. Banyak subbudaya yang
membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan
program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
• Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif lebih homogen dan bertahan
lamadalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan hierarki. Para
anggota dalam setiap jenjang tersebut memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang
sama.
b. Faktor sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok
acuan, keluarga, serta peran dan status.
51
• Kelompok acuan seseorang terdiri dari sebuah kelompok yang memiliki pengaruh
langsung (melalui tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku
orang tersebut.
• Keluarga adalah organisasi (kelompok kecil pembeli) yang paling penting pada
masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling
berpengaruh.
• Peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan
seseorang. Setiap peran memiliki status.
c. Faktor pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi :
• Usia dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda
sepanjang hidupnya. Konsumsi ini juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga.
• Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Sebuah
perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok pekerjaan
tertentu.
• Keadaan ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi
seseorang.
• Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan diri
seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya.
• Kepribadiaan dan konsep diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang
mempengaruhi perilaku pembeliannya.
d. Faktor psikologis
Plihan seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu
motivasi, persepsi, pengetahuan serta keyakinan dan pendirian.
• Motivasi merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu
tindakan.
52
• Persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan
imenginterpretasikan masukan serta informasi untuk menciptakan gambaran dunia
yang memiliki arti. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Sementara itu,
bagaimana seseorang bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya atau situasi
tertentu. Persepsi ini tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga
rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu
yang bersangkutan.
• Pengetahuan. Pada saat seseorang bertindak, mereka belajar. Belajar
menggambarkan perubahan perilaku seseorang individu-perubahan yang bersumber
dari pengalaman.
• Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif tentang suatu hal yang
dianut oleh seseorang. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan
kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau gagasan.
2.5.2 Pengambilan Keputusan
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000, p347), keputusan adalah penyeleksian dari
pilihan-pilihan, dua atau lebih alternatif.
Menurut Schermerhorn (2002, p72), keputusan adalah pilihan diantara alternatif
tindakan yang ada. Jadi keputusan adalah memilih satu atau dua alternatif untuk
menyeleksi tingkatan yang ada.
2.5.3 Peran Keputusan
Peran Keputusan pembelian merupakan hal yang paling penting bagi pembeli
dan penjual (perusahaan itu sendiri). Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat juga hal-hal yang
harus juga diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan dalam pembelian dan
keputusan untuk membeli.
53
Menurut Simamora (2004, p15), terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan
pembelian antara lain :
1. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kai menyarankan membeli suatu produk.
2. Memberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya memberi
bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.
3. Mengambil keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau
keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak
membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli.
4. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata.
5. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
2.5.4 Tahap-Tahap Proses Keputusan
Menurut Gordon (2002, p144), pembuatan keputusan mencakup :
”Do the decision maker know they are making the decision, and are they aware if they
are optimizing or sacisficing”.
Perusahaan yang cerdik, melakukan riset atas proses keputusan pembelian
kategori produk. Proses keputusan pembelian dapat digambarkan sebagai berikut :
54
Gambar. 2.6 Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Saladin dan Oesman (2002, p20)
Menurut Kotler (2003, p204), terdapat lima tahap proses keputusan pembelian yaitu :
Model Lima Tahap Proses Pembelian
Gambar 2.7 Proses Pembelian Model Lima Tahap
Sumber : Kotler (2003, p204)
Penilaian terhadap beberapa alternatif
Maksud untuk
membeli Sikap orang lain
Keputusan Membeli
Faktor-faktor situasi yang tidak
terduga
Pengenalan Masalah
Keputusan Pembelian
Pencarian Informasi
Perilaku Pasca Pembelian
Evaluasi Alternatif
55
Keterangan :
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai saat pembelian mengenali sebuah masalah suatu
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau
eksternal.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi
yang lebih banyak. Mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengunjungi toko
untuk mempelajari produk. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui
tentang merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut.
3. Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu untuk memahami proses evaluasi
konsumen; pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen
memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan
yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan
kebutuhan itu.
4. Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek dalam kumpulan
pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling
disukai. Namun dua faktor berikut dapat berada diantara niat pembelian dan
keputusan pembelian, antara lain:
a. Intensitas negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen.
b. Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.
Yang terkait dengan sikap orang lain adalah peran yang dimainkan oleh intermediaris
yang mempublikasikan evaluasi mereka. Faktor kedua adalah situasi yang tidak
terantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian. Keputusan pembelian sangat
56
dipengaruhi oleh resiko yang dipikirkan. Besarnya resiko yang dipikirkan berbeda-
beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut
dan besarnya kepercayaan diri konsumen.
5. Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli produk konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan
tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk atau jasa
digunakan. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan
pasca pembelian dan pemakaian produk atau jasa pasca pembelian.
a. Kepuasan pacsa pembelian
Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembelian
atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk dan jasa
tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari harapan pelanggan maka
pelanggan akan kecewa, jika ternyata sesuai harapan pelanggan akan puas, jika
melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan
membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan
membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang
produk tersebut.
b. Tindakan pasca pembelian
Kepuasan dan ketidakpastian terhadap produk akan mempengaruhi perilaku
konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas ia akan menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Pada
pelanggan yang tidak puas mungkin mengembalikan produk tersebut mereka
mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan
tersebut. Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti membeli
produk tersebut atau memperingkatkan teman-teman. Komunikasi pasca
pembelian dengan pembeli telah terbukati menghasilkan penurunan
pengembalian produk dan pembatalan pesanan.
57
c. Pemakaian produk pasca pembelian
Jika para konsumen menyimpan produk itu untuk selamanya, produk tersebut
mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan
gencar. Jika para konsumen tersebut menjual atau mempertukarkan produk
tersebut, penjualan produk baru akan menurun.
58
2.6 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
PT. LANCAR SUKSES MANDIRI
Kualitas Produk (X1)
V. Independent
Kualitas Pelayanan
(X2)
V. Independent
Pengambilan
Keputusan (Y)
V.Dependent
Metode Regresi Kolerasi
Hasil Pengolahan Data
Hipotesis
Simpulan dan Saran
- Performance
- Reability
- Feature
- Durability
- consistency
- Responsivenes
- Reliability
- Emphaty
- Assurance
- Tangible
- Pengenalan
Masalah
- Pencarian
Informasi
- Evaluasi
Alternatif
- Keputusan
Pembelian
- Perilaku Pasca
Pembelian
59
Pada kerangka pemikiran ini, penulis memiliki dua variabel bebas (X1,X2) dan
satu variabel terikat (Y). Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
X1 : Kualitas produk yang ditawarkan PT. Lancar Sukses Mandiri.
X2 : Kualitas pelayanan yang diberikan PT. Lancar Sukses Mandiri
Y : Keputusan pelanggan dalam pengambilan keputusan pada PT Lancar Sukses Mandiri.
Ketiga variabel penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk :
PT. Lancar Sukses Mandiri
Gambar 2.9 Variabel Penelitian
Sumber : Cooper & William (2006)
Maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1x1 + b2x2
X1
X2
Y
60
2.7 Uji Hipotesis
X1 : Mengetahui pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pelanggan pada
PT.Lancar Sukses Mandiri.
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas produk terhadap
keputusan pelanggan pada PT. Lancar Sukses Mandiri.
H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas produk terhadap keputusan
pelanggan pada PT. Lancar Sukses Mandiri.
X2 : Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pada PT.
Lancar Sukses Mandiri.
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelayanan jasa terhadap
keputusan pelanggan pada PT. Lancar Sukses Mandiri.
H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara pelayanan jasa terhadap keputusan
pelanggan pada PT. Lancar Sukses Mandiri.
X3 : Mengetahui pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas produk dan
kualitas pelayanan terhadap proses pengambilan keputusan pelanggan
pada PT. Lancar Sukses Mandiri.
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas produk dan pelayanan
jasa terhadap proses pengambilan keputusan pelanggan pada PT. Lancar
Sukses Mandiri.
H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas produk dan pelayanan jasa
terhadap proses pengambilan keputusan pelanggan pada PT. Lancar
Sukses Mandiri.