Upload
lamduong
View
221
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran
2.1 Lingkungan Kerja
2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut hirarki kebutuhan Maslow dan teori ERG Alderfer, keselamatan atau
keamanan adalah salah satu kebutuhan yang paling dasar yang orang miliki.
Manajemen PT.KRM berusaha untuk menciptakan kondisi kerja yang aman.
Karena ini akan membuat para pekerja merasa lebih aman, sehingga meningkatkan
kinerja mereka. Keramahan juga berkaitan positif dengan komitmen karyawan,
memprediksi keputusan penghentian pensiunan (Caligiuri, 2000). Signifikansi yang
lebih besar adalah kemungkinan bahwa hubungan antara karakteristik kepribadian
dan lingkungan kerja yang spesifik dapat mempengaruhi kinerja (Hurzt dan
Donovan, 2000). Hurtz and Donovan (2000) menemukan bahwa kestabilan
emosional dan keramahan juga prediktor yang signifikan pada fasilitasi
interpersonal, dan stabilitas emosi adalah prediktor kinerja.
Sedangkan menurut Sumadi (2003 : 37) lingkungan kerja adalah merupakan
keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat
memberikan kesan menyenangkan, mengamankan, menentramkan dan kesan
nyaman dan betah bekerja. Dan dalam artikel “Bersenang-senang di Tempat Kerja,”
Ford, McLaughlin dan Newstrom (2004) melihat dari sisi ringan hati dalam konsep
menyenangkan di tempat kerja, dan mereka juga mengambil beberapa kebebasan
karena mereka “bermain-main dan bersenang-senang” dengan kata-kata dan teori.
8
Namun, mereka mengakui bahwa para manajer umumnya percaya bahwa ada suatu
keuntungan kuat dari “menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang
menyenangkan, seperti peningkatan kemampuan untuk menarik karyawan baru,
kepuasan pelanggan yang lebih baik, komitmen karyawan lebih kuat, dan
menurunkan pergantian karyawan dan ketidakhadiran. (Sebuah lingkungan kerja
yang menyenangkan) juga dapat meningkatkan kepuasan kerja, kreativitas, dan
tindakan kewarganegaraan. Karyawan di lingkungan kerja yang menyenangkan
sekarang ini kurang mengeluh tentang kebosanan, kecemasan dan stres” (Ford,
McLaughlin, dan Newstron, 2004, p33).
Nohria, Gorysberg, dan Lee (2008, p78-84) mencatat bahwa ini adalah suatu
penerimaan kebijaksanaan – didukung oleh bukti empiris-bahwa tenaga kerja yang
termotivasi berarti kinerja perusahaan akan menjadi lebih baik. Dan Teori X dan
Teori Y, yang dikembangkan oleh Douglas McGregor, yang kontras pendekatannya
untuk motivasi yang sering diajarkan di mata kuliah manajemen.
Teori X didasarkan pada keyakinan bahwa orang tidak suka bekerja dan untuk
mendapatkan mereka agar bekerja lebih dalam berbagai jenis pekerjaan perlu
adanya tekanan langsung yang harus diberikan untuk mencapai kinerja
maksimal. Teori Y manajer memiliki pandangan yang lebih positif tentang
motivasi pekerja.
Berdasarkan Teori X ada empat asumsi yang dipegang oleh manajer adalah :
1. Karyawan secara inheren tidak suka bekerja dan bila memungkinkan, akan
berusaha untuk menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak suka bekerja, mereka
harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk
mencapai tujuan.
9
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari arah formal bila
memungkinkan.
Kontras dengan pandangan yang negatif tentang sifat manusia, McGregor mencatat
empat asumsi positif bahwa dia menyebut Teori Y:
1. Karyawan dapat melihat bekerja sebagai makhluk alam atau sebagai tempat
bermain.
2. Orang akan melatih diri-arah dan pengendalian diri jika mereka berkomitmen
pada tujuan tersebut.
3. Rata-rata orang bisa belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk membuat untuk membuat keputusan yang inovatif secara
luas melewati populasi dan belum tentu satu-satunya provinsi yang di posisi
manajemen (robbins, 2005, p172).
Berdasarkan penjabaran di atas maka yang dimaksud dengan lingkungan
kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di sekitar pekerjaan dan
yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti
kemanan lingkungan pekerjaan mereka, pelayanan karyawan, kondisi kerja,
hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan, serta sebuah
lingkungan yang menyenangkan sehingga dapat mempengaruhi kinerja karyawan itu
sendiri.
10
2.1.2 Faktor-faktor Yang Termasuk Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja dapat dibedakan menjadi dua macam. Yaitu kondisi
lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik menurut Pryor, Taneja, Singletondan
Gautam, 2008 dan kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi psikis menurut
menurut Doyle (2008):
1. Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi fisik :
• Suhu Kantor
• Warna Dinding
• Kursi yang nyaman
• Kebersihan.
2. Kondisi lingkungan kerja yang menyangkut segi psikis :
• Stress
• frustrasi.
Lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan agar dapat bersosialisasi
dengan baik ditengah-tengah pekerjaan yang numpuk, menurut Theresia Widyastuti,
psikolog lingkungan kerja dalam sebuah jurnal memaparkan terhadap 4 hal, antara
lain (okezone.com) :
1. Organisasi
Manusia sebagai mahkluk sosial dituntut untuk bersosialisasi yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Pun demikian saat berada di lingkungan pekerjaan.
Tanpa berhubungan baik dengan rekan sekerja maupun atasan dan bawahan,
rutinitas kerja terasa hambar.
11
2. Pemimpin / Leader
Dalam setiap perusahaan sudah pasti pimpinan menjadi orang pertama yang
paling disegani dan ditakuti di kantor. Hal itulah yang membuat para karyawan
akan melihat gaya kepemimpinan atasan mereka. Cenderungnya, hampir
seluruh anak buah akan memperhatikan, atau setidaknya meniru sikap positif
yang dimiliki atasan.
Seperti yang dikutip dari Careerbuilder, gaya kepemimpinan atasan sangat
berpengaruh pada semangat kerja para karyawan, karena hal ini memberikan
dampak terhadap pencapaian target dan memperbaiki kinerja menurut
(http://celebrity.okezone.com/read/2008/10/27/198/157988/pengaruh-
kepemimpinan-atasan-pada-karyawan)
3. Komunikasi
Sama halnya dengan kunci utama lainnya dalam bersosialisasi dengan orang
lain, maka komunikasi yang baik menjadi cara terampuh untuk menjalin
hubungan baik dengan rekan-rekan sekantor. “Komunikasi yang baik antara
atasan dan bawahan perlu diterapkan betul. Karena bisa jadi rule-nya jelas, tapi
komunikasi tidak bagus, maka semua yang diterapkan tidak akan berjalan baik”,
papar psikolog yang concern di bidang lingkungan kerja organisasi dan industri
itu. Setelah komunikasi terjalin baik, maka langkah lain yang harus ditempuh
ialah pemahaman pribadi antara masing-masing rekan sekerja maupun atasan
dan bawahan.
“Yang jadi masalah dalam komunikasi itu ialah saat seseorang tidak memahami
style dari masing-masing individu. Karena tidak saling mengerti, akhirnya jadi
12
salah paham. Karena itu, harus saling mengetahui agar saat berdiskusi lebih
mudah masuk,” beber psikologi lulusan Universitas Gadjah Mada itu.
Menurutnya lagi, “berpikiran positif dapat membuat anda dan seluruh
orang dalam lingkungan kerja dapat saling berhubungan baik. Kendati demikian,
bukan berarti debat tidak diperlukan, karena setiap insan memiliki cara pandang
yang berbeda. Tapi, bagaimana cara kita memandang itu secara positif”.
4. Team Work / Kerja sama tim
Menurut (http://www.scribd.com/doc/16590256/Kerjasama-Team) adalah
sekelompok orang dengan kemampuan, talenta, pengalaman dan latar belakang
yang berbeda, yang berkumpul di antara mereka, namun tujuan bersama
merupakan penghubung yang menyatukan mereka sebagai tim. Dalam sebuah
organisasi, kerja team menentukan output kerja yang dihasilkan.
“Kalau team work tidak bagus dan tidak dibangun, maka akan membuat
kelangsungan kedepannya tidak berjalan baik. Jika masalah perusahaan itu
dikelola dengan conflict management, maka ke depannya pasti jadi tidak
berjalan dengan baik. Jadi untuk membentuk team work itu juga covernya harus
bagus”.
Melalui komunikasi dua arah (termasuk rapat/meeting) pihak manajemen
dapat mengidentifikasi hal-hal tersebut sekaligus menginformasikan tentang tujuan-
tujuan perusahaan, target pasar dan rencana masa depan lalu mendorong
karyawannya untuk memberikan feedback. Lingkungan kerja yang kondusif hanya
13
dapat dicapai melalui praktek kepemimpinan dan manajemen perusahaan yang baik,
pendekatan kemanusiaan, keadilan dan pendekatan dan pengembangan yang
terpadu, dukungan peralatan kerja yang memadai, penilaian kinerja yang obyektif,
program “reward” yang tepat, gaji dan tunjangan yang memadai serta kegiatan-
kegiatan lain yang diadakan oleh perusahaan. Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya adalah karyawan perlu mengetahui bahwa pihak manajemen mengakui
kehadiran mereka, sadar akan arti penting karyawan bagi perusahaan, para manager
mampu mengingat nama-nama bawahannya dan tidak segan menyapa mereka.
manajer yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon ketika
disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kehilangan motivasi kerja, kurang
loyal dan kurang kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya
sebagai “mitra kerja”, menunjukkan yang tinggi, mau mendengarkan saran dan
keluhan dan mau saling berbagi pengalaman (e-psikologi.com).
2.2 Motivasi
Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting. Pertama,
pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan
dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi.
Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan
terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadipun akan
ikut pula tercapai. Kedua, motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan
pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan
seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk
14
melakukan sesuatu. Ketiga, kebutuhan. Kebutuhan adalah keadaan internal
seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu
kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan “ketegangan” yang pada gilirannya
menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.
Menurut Robbins (2010, p109) Motivasi mengacu pada proses dimana usaha
seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu
tujuan. Pengakuan sosial dapat memainkan peran yang sangat penting dalam
meningkatkan produktivitas pekerja. Sedangkan menurut
(Stajkovic & Luthans,2001, p582) “Pengakuan sosial terdiri dari perhatian pribadi,
sebagian besar disampaikan secara lisan, melalui ekspresi kepentingan diri sendiri,
dan penghargaan pekerjaan setelah dilakukan dengan baik”.
Motivasi (misalnya, efek dari intrinsik versus ekstrinsik tujuan) dan proses
yang berbeda atau motivasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan (misalnya, internal
versus motivasi eksternal) – “apa yang” dan “mengapa” dari pengajaran tujuan –
telah menunjukkan bahwa individu termotivasi dengan tujuan ekstrinsik dan sumber
eksternal laporan motivasi rendah pada tingkat kepusan dan psikologis kesehatan
(Deci dan Ryan, 1985, 2000; Deci et al, 1999;. Ryan dan Deci, 2000). Hal ini telah
menunjukkan bahwa berbagai jenis pecandu kerja termotivasi oleh keyakinan yang
berbeda dan ketakutan tentang masyarakat dan lingkungan sosial yang lebih besar
dan bekerja.
Menurut Hasibuan (2003:95), adalah : “Motif adalah suatu perangsang
keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang; setiap motif
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai”. Menurut definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa motif merupakan suatu kecenderungan untuk beraktivitas,
15
dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan tindakan untuk pemenuhan
motif tersebut. “Walaupun setiap keberhasilan individu mungkin relatif sederhana bila
dianggap melakukan sendirian, beberapa keuntungan kecil akhirnya yang akan
meningkatkan, menghasilkan rasa momentum bahwa menciptakan kesan gerakan
substansial terhadap tujuan yang diinginkan” (Whettern dab Cameron, 2002, p125).
Jika dilihat dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya kebutuhan dan keinginan pribadi seseorang dapat melandasi atau
berpengaruh kepada perilaku individu. Di mana perilaku individu tersebur tercipta
karena adanya interaksi dengan lingkungan, adanya dorongan dari keinginan dan
keuntungan pribadi seperti ingin diakui, keinginan untuk mendapatkan penghargaan
yang memberikan dampak kebutuhan tersebut semakin bervariasi. Dengan demikian
kita dapat menegtahui bahwa setiap perilaku individu dipengaruhi faktor-faktor
motivasi, yaitu tujuan, kebutuhan, atau dorongan-dorongan tertentu yang
diwujudkan melalui tindakan-tindakan tersebut.
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal
penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan
untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepada para karyawan. Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa teori
motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
16
1. Teori Motivasi Klasik.
Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik,
Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari sudut
pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui
gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari
prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005)
menyatakan bahwa : “Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia
giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-
tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan
sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak mereka berproduksi
semakin besar penghasilan mereka.” Sehingga dengan adanya teori ini, maka
pimpinan perusahaan dituntut untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan
dengan sistem intensif untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak
karyawan berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan
perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak sepenuhnya dikerahkan
untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian karyawan hanya
dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas jasanya
ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat. Dengan
demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan ditingkatkan maka dengan
sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja.
2. Teori Motivasi Abraham Maslow
Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Needs
Hierarchy Theory or A Theory of Human Motivation atau teori Motivasi Hierarki
kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow mengemukakan bahwa teori
17
hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni seseorang berprilaku dan bekerja,
karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Maslow
berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang artinya, jika
kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi,
muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang
berjenjang, artinya bila ada kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka
kebutuhan tingkat kedua akan menjadi utama, selanjutnya jika kebutuhan tingkat
kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya
sampai kebutuhan tingkat kelima. Hasibuan (2005) mengemukakan jenjang/hierarki
kebutuhan menurut Abraham Maslow, yakni :
a. Physiological needs (Kebutuhan Fisik dan Biologis)
Kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan
sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang
seseorang berprilaku dan bekerja dengan giat.
b. Safety and security needs (Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan).
Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan akan
keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan,
keamanan harta di tempat pekerjaan, dan keselamatan dalam melakukan
pekerjaan.
c. Affiliation or Acceptance Needs (Kebutuhan Sosial)
Kebutuhan ini berkaitan dengan menjadi bagian dari orang lain, dicintai
orang lain, dan mencintai orang lain. Kebutuhan-kebutuhan sosial ini terdiri dari
18
empat kelompok, yaitu kebutuhan akan perasaan diterima orang lain (sense of
belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati (sense of importance),
kebutuhan akan kemajuan (sense of achivement), dan keutuhan akan perasaan
ikut serta (sense of participation).
d. Esteem or status needs (Kebutuhan akan Penghargaan)
Kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan penghargaan diri,
pengakuan serta penghargaan prestige dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya. Idealnya prestige timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak
selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa
semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang
dalam suatu organisasi, semakin tinggi pula prestige-nya. Prestasi dan status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.
e. Self Actualization Needs (Kebutuhan Aktualisasi Diri )
Adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,
keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi
seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan
sepenuhnya dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan
ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat
penting untuk memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada
perusahaan yang modern yang selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya.
Bentuk lain dari pembahasan ini adalah dengan memberikan perlindungan dan
kesejahteraan para karyawannya.
19
3. Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg
Teori Hezberg berhubungan dengan kondisi kerja yang mempengaruhi
seseorang dalam bekerja. Ada dua kondisi yang mempengaruhi sesorang dalam
pekerjaannya:
• Faktor Higienis, Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan
maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan
berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman
dan kesehatan badaniah.
• Faktor Motivasi, yaitu faktor-faktor yang dapat memuaskan dan mendorong
manusia untuk bekerja dengan baik, terdiri dari :
a. Keberhasilan pelaksanaan
b. Pengakuan
c. Pekerjaan itu sendiri
d. Tanggung jawab
e. Pengembangan
Menurut Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) ada tiga hal penting
yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai
berikut:
a) Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang
yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat
menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.
b) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat
embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat,
sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain.
20
c) Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka
akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
4. Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland
Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement
Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland
yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi
serta peluang yang tersedia.
Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak cukup memenuhi
kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi orang juga mengharapkan
pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat hidup bahagia.
Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka motivasi mereka semakin
tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja. Semakin ada kesempatan untuk
memperoleh kepuasan material dan non material dari hasil kerjanya, semakin
bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang
dimilikinya.
Teori yang dikemukakan oleh McClelland berpendapat bahwa, semua karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
digunakan, tergantung pada kekuatan dorongan motivasi sesorang dan situasi serta
peluang yang tersedia. McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang
dapat memotivasi gairah bekerja yaitu :
21
• Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achievement), kebutuhan ini akan
mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja
yang optimal.
• Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation), yaitu kebutuhan untuk disukai,
mengembangkan, atau memeliahara persahabatan dengan orang lain.
• Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power), yaitu kebutuhan untuk lebih kuat,
lebih berpengaruh terhadap orang lain. Oleh karena itu kebutuhan ini
merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua
kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam
organisasi.
2.2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Motivasi seorang karyawan untuk bekerja biasanya merupakan hal yang
rumit, karena motivasi melibatkan faktor-faktor individualnya dan faktor-faktor
organisasioal. Yang tergolong pada faktor individual adalah kebutuhan-kebutuhan,
tujuan, sikap dan kemampuan. Sedangkan yang tergolong pada faktor yang berasal
dari organisasi adalah gaji, kemanan pekerjaan, hubungan sesama pekerja,
pengawasan serta pujian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mempengaruhi motivasi kerja
Motivasi (misalnya, efek dari intrinsik versus ekstrinsik tujuan) dan proses yang
berbeda atau motivasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan (misalnya, internal versus
motivasi eksternal) – “apa yang” dan “mengapa” dari pengajaran tujuan – telah
menunjukkan bahwa individu termotivasi dengan tujuan ekstrinsik dan sumber
22
eksternal laporan motivasi rendah tingkat kepuasan dan psikologis kesehatan (Deci
dan Ryan, 1985, 2000; Deci et al, 1999;. Ryan dan Deci, 2000) dan menurut Konard,
2006 adalah:
Faktor Motivasi Ekstrinsik:
• Pelatihan yang tepat,
• Pengetahuan atau keterampilan karyawan, dan
• Penghargaan.
Faktor-faktor di atas akan menentukan tinggi rendahnya motivasi kerja. Faktor-faktor
ini lebih banyak merupakan kebutuhan akan kondisi dan perlakuan sebagai manusia
yang utuh. Apabila kondisi-kondisi yang diharapkan tersedia semakin besar, maka
akan meningkatkan motivasi kerja.Tetapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka akan
dapat menurunkan dorongan dalam bekerja.
2.3 Kinerja Kerja Karyawan
2.3.1 Pengertian Kinerja
Menurut pendapat Vroom dalam Luthans (2006, p279) kinerja adalah tingkat
sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut
“level of performance”. Dan biasanya orang yang level of performance-nya tinggi
disebut orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai
standar dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah.
23
Kinerja kerja adalah salah satu perhatian yang paling penting untuk setiap
organisasi dan telah mendapat banyak perhatian menurut P. M. Podsakoff, S. B.
MacKenzie, J. B. Paine and D. G. Bachrach (2000, p513-563). Maluyu S.P. Hasibuan
(2001, p34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas - tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Dan
masih menurut Hasibuan (2003, p94) kinerja merupakan suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas pelaksanaan delegasi tugas, serta peran
tingkat motivasi seorang pekerja.
“Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan jumlah perusahaan telah
mengukur loyalitas pelanggan, kepuasan karyawan, dan kinerja lainnya di daerah
yang tidak memiliki manfaat keuangan tetapi mereka percaya bahwa akhirnya akan
mempengaruhi profitabilitas. Melakukannya supaya bisa mendapatkan beberapa
keuntungan” (Ittner dan Larcker, 2003, p90).
Menurut Barry Cushway (2002 : p1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
Sedangkan menurut Veizal Rivai (2004 : p309) mengemukakan kinerja
adalah “Merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan”.
24
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli
dan Bayu Prawira (2001, p78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Kemudian masih menurut Mathis
(2006, p113) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja antara lain
yaitu kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha
yang dicurahkan, dan dukungan organisasi.
Jadi kinerja merupakan suatu hasil yang dihasilkan dari suatu pekerjaan
dimana waktunya telah ditetapkan sebelumnya atau selama periode waktu tertentu.
Atau dapat juga dikatakan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara
satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya.
Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas
mereka tidakiah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua
faktor (As'ad, 1991:49), yaitu : faktor individu dan situasi kerja.
Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain :
a. Faktor Kemampuan Secara psikologis
25
Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b. Faktor Motivasi
Terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi
(situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan
kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal.
Berdasarkaan pengertian di atas, Robert L. Mathis dan John H. Jackson
menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil
kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi.
2.3.3 Penilaian Kinerja
Informasi penilaian tenaga kerja dapat digunakan oleh supervisor untuk
mengelola kinerja karyawan. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui penyebab keberhasilan maupun kelemahan dari kinerja para karyawan
disuatu perusahaan, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengambil langkah perbaikan serta untuk menentukan target
selanjutnya dalam mencapai tujuan dari organisasi.
26
Menurut Hani Handoko (2002) pengukuran kinerja adalah usaha untuk
merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat
dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga
merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan diwaktu yang
lalu atau untuk memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu
organisasi.
Hani Handoko (2000) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3
kriteria, yaitu :
1. Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya target-
target dan ukurannya spesifik serta dapat diukur.
2. Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku-perilaku yang
berkaitan dengan pekerjaan.
3. Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas
pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan
keterampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan,
integritas pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan
tugas.
Sedangkan menurut Bernardin & Russel (2003) untuk mengukur kinerja
karyawan dapat digunakan beberapa kriteria kinerja, antara lain adalah:
1. Kualitas (Quality) merupakan tingkatan dimana proses atau hasil dari
penyelesaian suatu kegiatan mendekati sempurna.
27
2. Kuantitas (Quantity) merupakan produksi yang dihasilkan dapat ditujukkan
dalam satuan mata uang, jumlah unit, atau jumlah siklus kegiatan yang
diselesaikan.
3. Ketepatan waktu (timeliness) merupakan dimana kegiatan tersebut dapat
diselesaikan, atau suatu hasil produksi dapat dicapai, pada permulaan waktu
yang ditetapkan berasamaan koordinasi dengan hasil produk yang lain dan
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain.
4. Kebutuhan akan pengawasan (need for supervision) adalah tingkatan
dimana seorang karyawan mampu melaksanakan suatu fungsi pekerjaan
tanpa membutuhkan bantuan pengawasan atau memerlukan campur tangan
pengawas untuk mencegah agar hasil produksi tidak mengalami kerugian.
5. Hubungan antar perseorangan (interpersonal impact) merupakan tingkatan
dimana seorang karyawan mampu untuk mengembangkan perasaan saling
menghargai, niat baik dan kerjasama antara karyawan yang satu dengan
karyawan yang lain dan juga pada bawahan.
Sedangkan menurut tim (Prati, Douglas, Ferris, Ammeter dan Buckley, 2003)
faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain :
1. Tingkat Kohesi,
2. Tingkat Kepercayaan Tim,
3. Tingkat Kreativitas,
4. Kemampuan Pengambilan Keputusan,
5. Kemalasan Sosial.
Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor
kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena
28
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Untuk menilai kinerja yang efektif maka sebaiknya dilakukan
penilaian kinerja secara spesifik sehingga diharapkan dapat memberikan umpan balik
yang baik bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaanya. Penilaian kinerja individu
sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan,
melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang
bagaimana kinerja karyawan.
2.3.4 Penggunaan Penilaian Kinerja Bagi Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa
baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set
standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan.
Penilaian demikian ini juga disebut sebagai penilaian karyawan, evaluasi
karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Riset menunjukkan
penggunaan peniaian kinerja yang luas untuk mengadministrasi honor dan gaji,
memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan
karyawan. Penilaian kinerja kadang-kadang merupakan kegiatan manajer yang paling
tidak disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak
semua penilaian kinerja bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan karyawan
yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan. Penilaian kinerja karyawan
memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya bisa
merupakan konflik yang potensial. Salah satu kegunaan adalah mengukur kinerja
untuk tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat
keputusan administratif mengenai si karyawan. Promosi atau pemecatan karyawan
bisa tergantung pada hasil penilaian kinerja, yang sering membuat penilaian kinerja
29
menjadi sulit untuk dilakukan oleh para manajer. Kegunaan yang lainnya adalah
untuk pengembangan potensi individu (Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2002,
p81-83).
Penggunaan penilaian kinerja bagi karyawan menurut (Mathis R.L & Jackson
J.H 2002, p83) ada 2, antara lain yaitu :
1. Penggunaan Administratif
Sistem peniiaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang
diharapkan diterima oleh karyawan dengan produktivitas yang dihasilkan
mereka.
2. Penggunaan untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik
untuk karyawan yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka di masa
mendatang.
2.4 Hubungan Antar Variabel
2.4.1 Hubungan Lingkungan Kerja dengan Motivasi Karyawan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Teresa M. Amabile dalam
jurnal nya yang berjudul “MOTIVATIONAL SYNERGY: TOWARD NEW
CONCEPTUALIZATIONS OF INTRINSIC AND EXTRINSIC MOTIVATION IN THE
30
WORKPLACE”, penelitian baik dalam segi psikologis dan bisnis selama lebih dari 3
dekade menunjukkan bahwa berbagai bentuk motivasi dipengaruhi oleh lingkungan
kerja yang salah satunya merupakan lingkungan fisik di tempat kerja itu sendiri.
Lebih lanjut, baik teori maupun penelitian menunjukkan bahwa motivasi seseorang
dalam bekerja dapat dikategorikan dalam 2 jenis: motivasi intrinsik, dimana muncul
dari nilai intrinsik dalam bekerja bagi seseorang (seperti minat), dan nilai ekstrinsik
yang muncul dari keinginan untuk memperoleh sesuatu seperti reward yang terpisah
dari pekerjaan itu sendiri.
Selama beberapa waktu, lingkungan kerja dengan struktur motivasi tertentu
dapat mempengaruhi orientasi motivasi seseorang, yang mampu merubah
karakteristik motivasi seseorang. Akan tetapi, hubungan ini dapat bersifat 2 arah.
Misalnya, motivasi seseorang dapat mempengaruhi lingkungan kerjanya dengan
mengarahkan seseorang untuk memilih lingkungan kerja mana yang sesuai
untuknya. Menariknya, seseorang dengan motivasi yang tinggi mampu merubah
motivasi seseorang jika orang tersebut mempunyai sifat yang dinamis dan memiliki
jiwa kepemimpinan dalam waktu yang lama.
2.4.2 Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kinerja Karyawan
Dalam artikel mereka, "Having Fun in Work Place," Ford, McLaughlin, dan
Newstrom (2004) melihat dari sisi ringan hati dalam konsep menyenangkan di
tempat kerja, dan mereka juga mengambil beberapa kebebasan karena mereka
"bermain-main dan bersenang-senang" dengan kata-kata dan teori. Namun, mereka
31
mengakui bahwa manajer umumnya percaya bahwa ada dapat keuntungan kuat dari
"menciptakan dan memelihara lingkungan yang menyenangkan di tempat kerja,
seperti peningkatan kemampuan untuk menarik karyawan baru, kepuasan pelanggan
yang lebih baik, komitmen karyawan lebih kuat, dan menurunkan pergantian
karyawan dan ketidak hadiran. Sebuah lingkungan kerja yang menyenangkan juga
dapat meningkatkan kepuasan kerja, kreativitas, dan tindakan kewarganegaraan.
Karyawan di lingkungan kerja yang menyenangkan sering mengeluh saat ini menjadi
kurang membahas tentang kebosanan, kecemasan, dan stres" (Ford, McLaughlin,
dan Newstron, 2004, p33). Mereka tertawa menunjukkan bahwa manajer perlu "fun
meters" untuk mengukur kesenangan seperti sakit diukur pada skala satu sampai
sepuluh. Kemudian mereka bisa menanamkan kesenangan ke tempat-tempat yang
paling membutuhkan. Pada catatan yang lebih serius, di ruang kerjanya, Karl (2006,
p2) menemukan bahwa "karyawan puas percaya bahwa organisasi mereka
menyediakan layanan pelanggan yang dapat diandalkan, responsif, dan simpatik,
dan bahwa karyawan berpengetahuan dan mampu menanamkan kepercayaan pada
pelanggan”.
Pentingnya lingkungan kerja yang berorientasi pada hubungan juga telah
ditunjukkan oleh penelitian LePine dan Van Dyne (2001). Jika lingkungan kerja yang
membangun orientasi tujuan yang kuat, para pekerja kelihatannya lebih kearah
orientasi tujuan secara individu dengan norma – norma dari lingkungan kerja untuk
menjada keselarasan dengan sekitarnya (Neal et al, 2000.).
2.4.3 Hubungan Motivasi dan Kinerja Karyawan
Motivasi kerja adalah menyusun unsur kreativitas, mereka berhubungan
dengan batas tertentu, dan motivasi kerja dapat dibagi menjadi motivasi intrinsik dan
32
motivasi ekstrinsik. Pengaruh positif motivasi intrinsik kreativitas, motivasi-ekstrinsik
bermanfaat untuk pengembangan kreativitas dalam skenario tertentu (M. L. Ambrose
and C. T. Kulik, p231-292).
Menurut teori evaluasi kognitif dan teori penentuan nasib sendiri (Gagne '&
Deci, 2005), penghargaan yang diinterpretasikan sebagai informasi tentang
kompetensi seseorang dan memenuhi kebutuhan individu untuk otonomi, akan
meningkatkan motivasi intrinsik. Wright dan Pandey (2005) dijelaskan dalam
pekerjaan mereka bahwa ikatan emosional dan loyalitas adalah salah satu yang
paling penting faktor motivasi karyawan yang mengikat karyawan untuk menempel
organisasi, banyak lainnya manfaat yang terkait dengan organisasi juga merupakan
bagian dari motivasi.
2.4.4 Hubungan Lingkungan kerja, Motivasi dan Kinerja Kerja Karyawan
Menurut Mark A. Griffin dan Andrew Neal dalam jurnalnya yang berjudul
“Perceptions of Safety at Work: A Framework for Linking Safety Climate to Safety
Performance, Knowledge, and Motivation”, mengatakan bahwa persepsi iklim yang
aman dalam bekerja harus dapat dibedakan dari persepsi pengetahuan, motivasi dan
perilaku seseorang yang mempengaruhi keamanan dalam lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang aman mampu mendorong motivasi seseorang dan serupa
dengan perilaku kerja yang menjadi bagian dari kinerja kerja seseorang.
33
2.5 Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti, 2011 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
PT. Krama Yudha Ratu Motor
Lingkungan Kerja
( X )
Segi Fisik :
• Suhu Kantor • Warna Dinding • Kursi yang nyaman • Kebersihan
Motivasi
Kinerja Kerja Karyawan ( Z )
• Kualitas kerja • Kuantitas kerja • Ketepatan waktu • Kebutuhan akan pengawasan • Hubungan antar perseorangan
Segi Non Fisik / Psikis :
• Stress • frustrasi.
Pengetahuan / keterampilan karyawan
Penghargaan Pelatihan yang tepat
34
2.6 Hipotesis
Hipotesis menggunakan hipotesis tidak langsung, terdapat 4 hipotesis yang akan diuji
berdasarkan perumusan masalah:
Tujuan 1
• Hipotesis pengujian secara individual hubungan X terhadap Y
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja terhadap
variabel Motivasi.
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja terhadap
variabel Motivasi.
Tujuan 2
• Hipotesis pengujian secara individual hubungan antara X terhadap Z
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja terhadap
variabel Kinerja Karyawan.
Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Lingkungan Kerja terhadap
variabel Kinerja Karyawan.
35
Tujuan 3
• Hipotesis pengujian secara individual hubungan antara Y terhadap Z
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi terhadap variabel
Kinerja Karyawan.
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi terhadap variabel
Kinerja Karyawan.
Tujuan 4
( sub struktur 1) secara simultan x terhadap y
• Hipotesis pengujian secara individual antara X dan Y
Ho: Tidak terdapat pengaruh antara variabel Lingkungan Kerja (X) terhadap Motivasi (Y).
Ha : Terdapat pengaruh antara variabel lingkungan Kerja (X) terhadap Motivasi (Y).
( sub struktur 2) secara simultan x,y dan z
• Hipotesis pengujian secara simultan antara X dan Y terhadap Z
Ho : Tidak terdapat pengaruh antara Lingkungan Kerja (X) dan Motivasi (Y) secara
simultan terhadap Kinerja Karyawan (Z).
Ha : Terdapat pengaruh antara Lingkungan Kerja (X) dan Motivasi (Y) secara simultan
terhadap Kinerja Karyawan (Z).
36
Pengujian secara individual
• Hipotesis pengujian secara individual antara X dan Z
Ho: Tidak terdapat pengaruh antara Lingkungan Kerja (X) terhadap Kinerja Karyawan
(Z).
Ha: Terdapat pengaruh antara Lingkungan Kerja (X) terhadap Kinerja Karyawan (Z).
• Hipotesis pengujian secara individual antara Y dan Z
Ho: Tidak terdapat pengaruh antara Motivasi (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z).
Ha: Terdapat pengaruh antara Motivasi (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z).