Upload
phamquynh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NONFORMAL
DAN KESEHATAN MENTAL LANSIA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam Non Formal
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Nonformal
Menurut Zakiyah Daradjat adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
secara menyeluruh. Lalu peserta didik menghayati tujuan, yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup.1
Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam nonformal
sebagai usaha sadar generasi tua untuk pengetahuan, kecakapan, dan
ketrampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa
kepada Allah SWT.2 Sedangkan menurut A.Tafsir, Pendidikan Agama
Islam nonformal adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.3
Jadi, Pendidikan Agama Islam nonformal adalah upaya mendidik
agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life
(pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian ini terwujud
dalam bentuk: Pertama Segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau
suatu lembaga untuk membantu seorang/sekelompok peserta didik dalam
menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilai
Islam. Kedua, Segenap fenomena/peristiwa perjumpaan antara dua
orang/lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuh kembangnya
ajaran Islam dan Islam nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.4
1 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet 1, hlm. 130. 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 37.
15
Ruang lingkup pendidikan Agama Islam nonformal ini meliputi
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara; hubungan manusia
dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan mahluk
lain dan lingkungannya.5 Adapun ruang lingkup bahan pelajarannya
meliputi tujuh unsur pokok yaitu; Keimanan, Ibadah, Al-quran, Akhlak,
Muamalah, Syari’ah, dan Tarikh.6
Berangkat dari pengertian di atas maka menurut hemat penulis
bahwa pengertian pendidikan agama Islam nonformal adalah segala usaha-
usaha atau tindakan-tindakan dan kegiatan ditujukan untuk meningkatkan
kualitas dalam beragama baik dalam bidang tauhid (akidah), bidang
peribadatan (syari’ah), bidang akhlak, dan bidang kemasyarakatan pada
umumnya. Dapat diketahui bahwa pengertian Pendidikan Agama Islam
nonformal tidaklah terlepas dari pengembangan sub sistem pendidikan
nasional sebagai wahana pembinaan dari lembaga pendidikan secara
keseluruhan. Karena pada dasarnya sebuah Panti adalah termasuk kategori
pendidikan non-formal.
Pendidikan agama Islam nonformal bukanlah suatu proses yang
dapat terjadi dengan cepat dan dipaksakan, tetapi berjalan secara
berangsur-angsur, wajar, sehat dan sesuai dengan pertumbuhan,
kemampuan dan keistimewaan umur yang sedang dilalui oleh lansia.7
Manusia sebagai peserta didik tidak pula ditentukan atau dibatasi
umurnya. Berarti, manusia disuruh belajar sepanjang hayatnya.8 Dengan
azas pendidikan seumur hidup atau lebih dikenal dengan istilah life long
5 Endang Saifudin Anshari, Kuliah al-Islam PAI di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali,
1992), hlm.2. 6 H.M. Chabib Thoha, Abdul Mu’ti, PBM-PAI di Sekolah; Eksistensi dan Proses Belajar-
Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 1998), Cet.1, hlm. 183.
7 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Buan Bintang, 1982), hlm. 69-70.
8 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 42.
16
education.9 Berkaitan dengan hal ini Az-Zarnuji dalam kitab Ta'lim al-
Muta'allim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya
“Tuntutlah ilmu pengetahuan dari ayunan sampai keliang lahat (kubur)” .10
Berangkat dari sabda Rasul di atas, bahwa pendidikan Agama
Islam nonformal yang bersumber dari ajaran wahyu dan diterapkan Rasul
saw. telah lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini
pula yang diterapkan dalam sistem pendidikan Islam. Bentuk konsep
pendidikan tanpa batas usia.11
Setiap individu dibebankan kewajiban untuk menerima pendidikan
sepanjang hayatnya. Dengan kata lain, selagi manusia mempunyai nafas
kehidupan, ia senantiasa diminta untuk belajar, bahkan ketika nafas sudah
hampir keluar dari badanpun masih diperintahkan untuk mengajarinya
melalui talqin (mengajar manusia yang pasif).
Lansia adalah orang yang sudah tua, pikun, tenaga berkurang,
menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di kepalanya atau
mereka yang telah menjalani siklus kehidupan di atas usia 65 tahun. Oleh
karena itu pendidikan yang dilakukan menyesuaikan dari pribadi dengan
pemahaman keagamaannya masing-masing sehingga dalam pendidikan
agama Islam non formal pada peserta didik (warga panti) memerlukan
kecermatan di dalam memilih metode, materi dan kesabaran dari pendidik
serta lebih menitikberatkan pada pendidikan ke arah individual dan
dikombinasi secara klasikal.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Nonformal
Tujuan pendidikan Agama Islam non formal adalah :
a. Pendidikan Agama Islam nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
9 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.
233. 10 Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, (Surabaya: Maktabah Syaikh Muhammad bin
Ahmad Nabhan wa Auladihi, t.th.), hlm. 36. 11 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 108.
17
b. Pendidikan Agama Islam nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.
c. Pendidikan Agama Islam nonformal meliputi kecapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan kesetraan, serta pendidikan lain yang ditujuakan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
d. Satuan Pendidikan Agama Islam nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
e. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandari, usaha mandiri, dan/ melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
f. Hasil Pendidikan Agama nonformal dapat dihargai serta dengan hasil program pendidikan agama Islam nonformal setelah proses penetian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah yang atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
g. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan agama Islam nonformal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.12
Adapun tujuan pendidikan agama Islam nonformal menurut
Muhaimin yaitu untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam pada lansia, sehingga
mereka menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT.13
Tujuan yang dimaksud di sini artinya setelah pendidikan agama
Islam nonformal dilakukan diharapkan lansia dengan sendirinya akan
menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap
serta perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ajaran agama
telah masuk menjadi bagian dari pribadi lansia yang telah terdidik itu,
12 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, " tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Penjelasannya, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 14-15. 13 Muhaimin, et.al., Paradigma Pendiidkan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
hlm. 78.
18
maka dengan sendirinya para lansia akan mematuhi segala larangan dan
mengerjakan segala perintah-Nya.
Dengan mendasar pada tujuan pendidikan agama Islam nonformal
di atas, maka bisa pahami bahwa proses pendidikan yang dilakukan
supaya para lansia semakin dekat kepada Allah dan lebih tekun
beribadahnya, sehingga mereka menikmati sisa hidupnya di panti dengan
ketentraman lahir batin untuk mencapai kebahagiaan serta meninggal
dengan Khusnu al-Khatimah.
Karena pendidikan agama Islam nonformal merupakan bagian dari
kegiatan pendidikan agama Islam nonformal, maka tujuan pendidikan ini
lebih lanjut sama dengan tujuan pendidikan agama yang menurut Hery
Noer Ali dan Munzier mencakup beberapa hal yang di antaranya:
a. Agama Islam menyeru manusia agar beriman dan bertaqwa.
b. Agama Islam menekankan amal shaleh dan menetapkan bahwa iman
selalu diwujudkan dengan amal shaleh tersebut
c. Agama Islam menekankan pentingnya berakhlak yang mulia.14
Pada intinya tujuan pendidikan agama Islam nonformal
sebagaimana di atas tidak lain, untuk lebih meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang telah
diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik (warga panti) supaya
terhindar dari gangguan jiwa (depresi, takut, cemas)
3. Materi dan Metode pendidikan Agama Islam Nonformal
a. Materi pendidikan Agama Islam Nonformal
Pada dasarnya materi pendidikan agama Islam nonformal
meliputi; akidah, syari’ah, dan akhlak. Untuk lebih jelasnya, berikut
penulis sajikan rincian masing-masing item.
1) Akidah
Akidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakekat yang
meresap ke dalam hati dan akal, bukan sekedar semboyan yang
14 Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam¸(Jakarta: Friska Agung Insani,
2000), hlm. 138-140.
19
diucapkan karena akidah merupakan akar dan pokok agama Islam.
Akidah Islam terefleksikan dalam rukun iman yaitu iman kepada
Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya,
hari akhir serta qadha dan qadar.15
Sayyid Abul A’la al-Maududi, dalam bukunya “Toward
Understanding Islam” mengemukakan beberapa pengaruh iman
terhadap mental seseorang yaitu:
a) A believer in this kalima can never be narrow minded or
shriveled in outlook.
b) This belief produces in man the highest degree of self-respect
and self-esteem.
c) This belief makes man virtuous and upright.16
Artinya:
a) Orang yang percaya kepada kalimat atau pernyataan ini
(percaya kepada Allah) tidak akan mempunyai pandangan yang
sempit dan picik.
b) Kepercayaan ini menumbuhkan sifat penghargaan dan
penghormatan pada diri sendiri.
c) Kepercayaan (tauhid) ini membuat manusia menjadi baik
(shaleh) dan adil (jujur).
Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa betapa pentingnya
pendidikan agama Islam bagi lansia, karena iman yang di
realisasikan dalam bentuk ajaran agama merupakan unsur
terpenting dalam kesehatan mental lansia dan sebagai pengendali
sikap, ucapan, tindakan dan perbuatannya dalam kehidupan sehari-
hari.
15 Yusuf Qardhawi, Masyarakat Berbasis Syari’at Islam (Akidah, Syari’ah, Akhlak),
(Solo: Era Intermedia, 2003), hlm. 19. 16 Sayyid Abul A’la al-Maududi, Toward Understanding Islam, (Kuwait: International
Federation of Student Organization, 1992), hlm. 74-75.
20
2) Syari’ah
Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati peraturan dan hukum Allah, guna
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan mengatur
pergaulan hidup antara sesama manusia.17
Perwujudan dan adanya hubungan antara manusia dengan
Tuhannya adalah dengan komunikasi kalbu melalui ibadah shalat,
dzikir dan do’a-do’a, maka penulis menjelaskan tentang arti
pentingnya shalat wajib bagi kesehatan mental khususnya bagi
lansia serta pengertian dzikir dan do’a-do’a.
Shalat adalah kewajiban harian yang sudah jelas bilangannya
yakni lima kali sehari semalam, telah ditentukan waktu dan jumlah
rakaatnya, demikian pula rukun-rukunnya, yakni dimulai dari
takbiratul ihram lantas di akhiri dengan salam.18 Shalat juga
merupakan satu di antara sekian banyak ajaran-ajaran Islam yang
mampu menjadi terapi dan menjaga kesehatan fisik dan psikis
(mental) seseorang.19 Seperti Firman Allah SWT surat al-Ankabut
ayat 45 menjelaskan tentang manfaat shalat.
)45: العنكبوت ( والمنكر ولذكر الله أكبر تنهى عن الفحشاءإن الصلوة … Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) … (QS. Al-Ankabut: 45)20
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang menjalankan
shalat dengan khusu’ artinya menghayati serta mengerti apa yang
diucapkan akan banyak memperoleh manfaat, antara lain
17 Zuhairini, dkk., op. cit., hlm. 61. 18 Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti,
2000), hlm. 216. 19 M. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama sebagai Terapi (Menuju Ilmu Kedokteran
Holistik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 195. 20 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), hlm. 635.
21
ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung, serta berperilaku
baik (menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar).
Kita sebagai umat Islam hendaklah terbiasa dalam
melaksanakan shalat karena shalat mempunyai nilai-nilai utama
yaitu jalinan hubungan yang erat antara makhluk dengan khaliknya
serta mendidik seorang muslim senantiasa memusatkan usaha,
pikiran, akal, pikiran dan perjuangan pada titik tujuan yang
mendatangkan keberhasilan, keberuntungan dan kebahagiaan yaitu
mendapat keridhaan Allah.21 Shalat juga merupakan ibadah yang
pertama kali akan dihisab atas setiap muslim di hari kiamat.
Selain bimbingan shalat, ada pula bimbingan dzikir dan
do’a-do’a. dzikir memiliki makna mengingat segala keagungan dan
kasih sayang Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita, sambil
mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.22
Apabila seorang muslim membiasakan diri mengingat Allah
(berdzikir), maka ia akan merasa bahwa ia dekat dengan Allah dan
berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Dengan demikian,
akan timbul pada dirinya perasaan percaya pada diri sendiri, teguh,
tenang, tenteram, dan bahagia.23 Firman Allah SWT:
كمأذكر نيو152: البقرة.... (فاذكر(
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu … (WS. Al-Baqarah: 152)24
Kata-kata dzikir yang kita dengar sehari-hari dapat juga
berarti do’a atau pengharapan, tahmid, syukur dan pengagungan
serta sanjungan kepada Allah SWT. Pengertian ini diambil dari
praktek shalat, seperti kita ketahui, sehabis shalat setiap orang
21 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003),
hlm. 263. 22 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 236. 23 M. Ustman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 35. 24 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 38.
22
disunahkan berdzikir. Dzikir seusai shalat ini adalah membaca
tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing tiga puluh tiga kali. Di
samping itu juga dibaca istighfar, tahlil dan do’a-do’a.
Do’a dan juga membaca al-Qur’an merupakan rangkaian
dari arti dzikir. Dengan demikian maka tujuan utama pendidikan
atau pengajaran pada lansia bertujuan supaya para lansia selalu
ingat pada Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan
nikmat sampai kita tak dapat menghitung berapa banyaknya.
Melalui dzikir ketenangan jiwa akan diperoleh karena manusia
sadar akan dirinya ingat kepada Allah, serta merasa Allah
mengetahui, mendengar dan memperhatikan do’anya. Mengingat
Allah juga dapat membersihkan pikiran dari bayang-bayangan
negatif yang akan menghantui diri manusia. Hal itu berarti dapat
mencegah seseorang dari gangguan jiwa (gelisah, cemas, takut,
depresi).
Adapun bimbingan do’a yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah do’a yang dibaca sehari-hari dan mudah untuk dihafal oleh
para lansia, seperti: do’a untuk kesejahteraan hidup di dunia
akhirat, do’a mohon ampun untuk diri pribadi dan orang tuanya,
do’a sebelum dan sesudah makan, do’a sebelum dan sesudah tidur
dan do’a-do’a lainnya.
Diharapkan dengan memberikan pendidikan agama Islam
yang berupa shalat, dzikir, do’a-do’a dan ibadah lainnya kepada
lansia supaya dapat membangkitkan perasaan bahagia dan
kenyamanan serta meningkatkan nilai spiritual agama mereka.25
Selain itu juga bertujuan untuk memberi bekal supaya para lansia
senantiasa ingat kepada Allah sehingga mereka memperoleh
kedekatan diri kepada Allah serta ketenangan jiwa. Ditinjau dari
25 M. Utsman Najati, Psikologi dalam Perspektif Hadits (al-Hadits wa ‘Ulum an-Nafs),
(Jakarta: Pustaka al-Husana Baru, 2004), hlm. 300.
23
kesehatan mental dzikir dan do’a dapat berfungsi untuk menjaga
kesehatan mental.
3) Akhlak
Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti kebiasaan,
perangai, tabi’at, watak, dan sopan-santun. Akhlak yaitu
kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara spontan,
tanpa pemikiran atau pemaksaan.26 Sedang menurut Imam Al-
Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumuddin sebagai berikut:
فاخللق عبارة عن هيئة ىف ا لنفس را سخة عنها تصد ر األ فعال 27بسهو لة ويسر من غري حاجة اىل فكر وروية
Artinya:"Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan".
Dengan demikian pendidikan mengenai akhlak ini bersifat
fundamental dan sangat menentukan terhadap perbaikan kondisi
kehidupan warga panti (lansia). Pembinaan akhlak bagi para lansia
sangat penting, sebab dengan diberi materi akhlak mereka akan
tahu dan mengerti bagaimana tata cara bergaul dengan sesamanya
dengan pergaulan yang baik sesuai dengan etika dan norma Islam
yang telah diajarkan oleh Rasulullah, seperti dalam sabdanya:
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه :عن ابى هريرة رضي اهللا عنه قال 28)رواه البخارى(وسلم انما بعثت ألتمم صالح األخالق
Artinya: “Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa Rasullah saw bersabda : Bahwasanya aku diutus Allah hany untuk menyempurnakan kebaikan akhlak (budi pekerti)”. (HR. Bukhari)
26 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibu Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm.
31. 27 Iamam al-Ghazali, Ihya' Ulumuddin, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 52 28 Jalaluddin Abdurrahman, Jami’ As Shaghir, Indonesia Dar Al Ihya Al Kuthub Al
Arabiyah, tth, Juz .1 Hlm. 103.
24
Dari hadits di atas, bahwa nabi Muhammad saw. diutus
Allah ke dunia ini tidak lain dengan tujuan untuk mengajarkan
kepada semua umat manusia terutama umat Islam dengan akhlak
yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan berakhlak baik
dan terpuji maka hidup mereka akan menjadi tenang, tentram,
damai, bahagia dan sejahtera.
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kesulitan
yang dialami orang yang telah berusia lanjut merupakan kenyataan
maka dalam pendidikan agama Islam nonformal yang baik dan
tepat adalah dengan mengembangkan sikap sosial dan memahami
orang yang dididik dengan kesabaran, karena orang yang dididik
tersebut mempunyai banyak kekurangan, terutama dalam hal
fungsi panca indera. Jadi, untuk mengurangi kesulitan dalam
menyampaikan materi pendidikan agama Islam nonformal pada
peserta didik (warga panti), salah satunya adalah memahami sikap
orang yang dididik dan mengarahkan pada hal-hal yang lebih baik
dengan pelan, agar mereka tidak kaku dan merekapun akhirnya
dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya sehingga dapat
menerima materi dari pendidikan agama Islam nonformal dengan
baik dan diharapkan peserta didik (warga panti) mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari di panti.
b. Metode Pendidikan Agama Islam Nonformal
Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam non formal diperlukan berbagai metode yang
dapat mengantarkan menuju terlaksananya pendidikan dengan baik,
sehingga peserta didik (warga panti) mampu mengembangkan diri
dalam kehidupan, terutama dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.29
29 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dan Praktek Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 4.
25
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam non formal terhadap para lansia antara lain sebagai berikut:
1) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah sebuah bentuk interaktif, edukatif,
melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap
sekelompok pendengar (peserta didik) untuk memperjelas
uraiannya dapat digunakan alat-alat bantu mengajar. Namun
demikian media utama komunikasi interaksinya adalah bahasa
lisan.30 Dalam pendidikan agama Islam, hampir semua bahan atau
materinya dapat disampaikan dengan metode ceramah baik tentang
akidah, syari’ah maupun akhlak.
2) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab ialah cara penyajian materi dalam
bentuk pertanyaan yang harus di jawab, terutama dari guru kepada
peserta didik atau dapat juga dari peserta didik kepada guru.
Dengan metode Tanya jawab, pengertian dan pemahaman materi
dapat diperoleh lebih mantap. Sehingga segala bentuk
kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap materi
dapat dihindari semaksimal mungkin.31
3) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan
menggunakan alat peraga (meragakan) to show atau
memperkenalkan atau mempertontonkan.32
Sedangkan menurut Usman Basyiruddin, metode
demonstrasi adalah salah satu teknik mengajar yang dilakukan oleh
seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau
peserta didik sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan bagaimana
30 Zuhairini, dkk., Metode Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 74. 31 Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 141. 32 Tayar Yusuf, Saiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Arab,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 49.
26
tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu. Misalnya
demonstrasi tentang cara shalat yang benar dan sebagainya.33
4. Perbedaan Pendidikan Nonformal dan Formal
Pendidikan non formal mempunyai perbedaan dengan pendidikan
formal. Sudjana menjelaskan bahwa pendidikan nonformal mempunyai
derajat keketatan dan keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan
tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan non
formal memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi, sedangkan
pendidikan formal, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi program yang
seragam untuk setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini
pun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam mendiagnosis,
merencanakan, dan mengevaluasi proses, hasil dan dampak program
pendidikan.Tujuan program pendidikan nonformal tidak seragam,
sedangkan tujuan program pendidikan formal seragam untuk setiap
satuan dan jenjang pendidikan.34
Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan
nonformal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang
berlaku bagi peserta didik pendidikan formal. Tanggung jawab
pengelolaan dan pembiyaan pendidikan non formal dipikul oleh pihak
yang berbeda-beda, baik pihak pemerintah, lembaga kemasyarakatan,
maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program
pendidikan. Di pihak lain, tanggung jawab pengelolaan program
pendidikan formal pada umumnya berbeda pada pihak pemerintah dan
lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan persekolahan.
Dengan demikian, perbedaan antara kedua luhur pendidikan itu terdapat
dalam berbagai segi, baik sitem maupun penyelenggaraannya.35
33 Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 45. 34 Sudjana, Pendidikan Nonformal, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat dan Teori
Pendukung, Serta Asas, (Bandung: Falah Pruduction, 2004), hlm. 15. 35 Ibid., hlm. 16
27
Dengan demikian perkembangannya berbagai ragam program
pendidikan nonformal, maka relatif sulit untuk mengidentifikasikan dan
menganalisis secara cermat tentang dimensi-dimensi yang terdapat dalam
setiap komponen pendidikan nonformal dan prosedur
penyelenggaraanya. Sedangkan untuk mengenali komponen dan
mekanisme penyelenggaraan program pendidikan non formal relative
mudah untuk dilakukan. Namun, upaya mempelajari berbagai cirri
pendidikan nonformal terus dilakukan oleh para pendidikan dalam
mengenali perbedaan yang lebih jelas antara jalur pendidikan nonformal
dan jalur pendidikan formal.
Perbedaan Karakteristik Program-program36
Program Pendidikan Formal Program Pendidikan Nonformal 1. Jangka panjang dan dan
umum bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan umum untuk kehidupan masa depan..
2. Hasil belajar akhir ditandai dengan pengesahan kemampuan ijazah. Ijazah diperlukan untuk memperoleh pekerjaan, kedudukan, dan atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Ganjaran atas keberhasilan terutama diperoleh pada akhir program.
1. Jangka pendek dan khusus bertujuan memenuhi kebutuhan tertentu yang funsional dalam kehidupan masa kini dan masa depan.
2. Kurangnya menekankan pentingya ijazah, hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau dimasyarakat. Ganjaran diperoleh selama proses dan akhir program berwujud hasil, produk, pendapatan dan keterampilan.
B. Tinjauan tentang Kesehatan Mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Kondisi mental sangat menentukan dalam hidup ini, karena hanya
orang yang sehat mentalnya sajalah yang dapat mengatasi kesukaran-
kesukaran hidup atau rintangan-rintangan dalam hidup, merasa tentram,
36 Sudjana, op. cit., hlm. 29-30.
28
bahagia, merasa berguna bagi dirinya maupun bagi lingkungan
masyarakat.
Kesehatan mental atau mental hygiene terdiri dari dua kata yaitu
“mental dan hygiene”. Hygiene berasal dari bahasa Yunani “hygeia” yang
artinya ilmu kesehatan, sedang mental berasal dari bahasa Latin “means”
yang berarti jiwa, sukma, roh. Dengan demikian kesehatan mental adalah
ilmu yang mempelajari tentang kesehatan jiwa atau mental.37
Kesehatan mental menurut M. Ustman Najati dalam kitab al-Hadits
an-Nabawi wa Ilm an-Nafs yaitu
مع حد , الصحة النفسية هى تكيف االفراد مع أنفسهم و مع العامل عموماو , أقصى من النجاح و الرضا و االنشراح و السلوك االجتماعى السليم
38.القدرة على مواجهة حقائق احلياة و قبوهلا
Artinya: Kesehatan mental adalah kemampuan adaptasi seseorang dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar secara umum, sehingga ia merasa senang, bahagia, hidup dengan lapang, berperilaku sosial secara normal serta mampu menghadapi dan menerima berbagai kenyataan hidup.
Menurut Zakiah Daradjat kesehatan mental yaitu terwujudnya
keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan
terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan
untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia akhirat.39
Dari definisi kesehatan mental yang diuraikan Zakiah Daradjat,
Seperti keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut
beliau aspek agama harus masuk dalam kesehatan mental, karena agama
memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Agama
merupakan salah satu kebutuhan psikis manusia yang perlu dipenuhi oleh
37 Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam¸ (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 3.
38 M. Ustman Najati, Al-Hadits an-Nabawi wa Ilm an-Nafs, (Mesir: Dar Asy-Syuruq, t.th), hlm. 271.
39 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1975), hlm. 13.
29
setiap orang yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan
psikis manusia akan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. tidak
akan terpenuhi kecuali dengan agama. Berdasarkan uraian di atas, maka
pengertian keseatan mental yang dipegang dan dipedomani dalam tulisan
yang ditulis oleh Zakiah Daradjat yang berdasarkan atas kekuatan spiritual
agama Islam. Hanya dengan kesehatan mental dalam arti yang
sesungguhnya. Tanpa pengertian demikian, orang mungkin saja dapat
memperoleh kondisi mental yang memadai tetapi itu dalam arti yang
semu, karena kesehatan mental yang sesungguhnya adalah mencakup
keseluruhan aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Menurut pandangan Islam, mental yang sehat tidak hanya terhindar
dari penyakit kejiwaan yang memiliki dimensi duniawi, melainkan juga
mencakup dimensi ukhrawi. Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
kesehatan mental antara lain:
دوا إميانا مع هو الذي أنزل السكينة في قلوب المؤمنني ليزداانهم4: الفاتح......(إمي(
Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati setiap orang –orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. Al-Fath: 4)40
Dari keterangan diatas dengan tegas Allah SWT, menerangkan
bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT maka akan
tercurahlah ketenangan jiwa dalam hati. Sebab Allah adalah Tuhan Yang
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang dapat memberikan
ketenangan jiwa kedalam hati orang yang beriman.
2. Ciri-ciri Mental yang Sehat
Ada yang mengatakan bahwa yang menjadi syarat umum bagi
kesehatan mental adalah tidak adanya konflik batin dan suksesnya
penyesuaian diri dengan lingkungannya, sebagaimana pendapat
behaviorisme sedangkan golongan psikoanalisa memberikan kriteria
40 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 1059.
30
sejauhmana si aku (ego) dapat mempertahankan keakuannya menghadapi
dua kekuatan yaitu ia yang primitif dan super ego yang terlalu idealistik.41
Sedangkan Syamsu Yusuf mengemukakan beberapa karakteristik
atau manifestasi mental yang sehat sebagai berikut:42
3. Terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan jiwa dan penyakit
jiwa
4. Dapat menyesuaikan diri
5. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
6. Tercapainya kebagian pribadi dan orang lain.
Menurut Rasmun, sikap mental yang sehat yaitu kemampuan
individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat dan lingkungan sebagai perwujudan keharmonisan fungsi
mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi,
individu merasa puas dan mampu.43
Iman sebagai unsur terpenting dalam kesehatan mental yang
direalisasikan dalam bentuk ajaran agama, maka dalam Islam prinsip
pokok yang menjadi sumber kehidupan manusia adalah iman, karena iman
itu menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan.44
Amal shaleh sebagai ciri kesehatan mental, karena amal shaleh
merupakan suatu dorongan (motivasi) atau kebutuhan yang sesuai dengan
usaha preventif atau penjagaan diri dari gangguan kejiwaan dan sebagai
perwujudan iman aktual yaitu sebagai bukti kualitas pribadi seseorang.
Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat akan tercapai apabila manusia
41 Elmira N. Sumintardja, dkk., Metodologi Psikologi islam¸(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000), hlm. 45. 42 Syamsu Yusuf, Mental Hygiene (Pengembangan Kesehatan Mental dalam Kajian
Psikologi dan Agama), (Bandung: Bani Quraisy, 2004), hlm. 20. 43 Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga
untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta: Sagung Seto, 2001), hlm. 11. 44 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), hlm.
11.
31
beramal shaleh dan berakhlak mulia, karena dengan perilaku semacam
itulah fitrah manusia yang asli itu terwujudkan dalam realitas kehidupan.45
Sedangkan takwa sebagai ciri kesehatan mental karena takwa
merupakan tujuan pokok bagi segala bentuk kehendak, perilaku dan
perbuatan keagamaan seseorang dalam rangka mencapai kebahagiaan lahir
batin dan dunia akhirat. Keimanan dan ketakwaan dapat mengendalikan
dan mengontrol perbuatan manusia agar tetap pada jalur yang telah
digariskan oleh agama serta menjauhi larangan dan melaksanakan perintah
Allah SWT.46
Kemudian pada tahun 1984 menyempurnakan batasan mental sehat
dengan menambahkan elemen spiritual (agama) sehingga sekarang ini
yang dimaksud dengan sehat tidak hanya sehat fisik, psikologis, dan sosial
tetapi juga sehat dalam arti spiritual atau agama, empat dimensi sehat bio,
psiko, sosial, spiritual.47
Dari uraian di atas jelas bahwa karakteristik atau ciri-ciri mental
yang sehat mencakup empat dimensi, yaitu sehat biologis, sehat
psikologis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Dengan masuknya faktor
agama ini menunjukkan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan mental. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan
bahwa orang sehat tidak sekedar sehat jasmani dan rohani saja, tapi juga
sehat secara sosial dan sehat secara spiritual.
C. Tinjauan tentang Kesehatan Mental Lansia
1. Pengertian lansia
Lansia mempunyai arti orang yang sudah tua, pikun, tenaga
berkurang, menurunnya ketahanan tubuh dan biasanya tumbuh uban di
45 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2001), hlm. 64. 46 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar
Baru, 1988), hlm. 153. 47 Dadang hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 28.
32
kepalanya serta sudah tidak produktif lagi.48 Yang dimaksud dengan lansia
adalah mereka yang telah berumur 65 tahun ke atas.
Usia lanjut merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup
kita.49 Suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik pria maupun wanita
harus menyesuaikan diri pada semakin berkurangnya tenaga mental dan
fisik. Masa ini adalah saat-saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang
sudah ia capai di masa lalu.50 Pada saat ini keadaan fisiknya sudah jauh
menurun, bahkan ia mungkin sudah pensiun. Masa pensiun merupakan
salah satu cobaan yang cukup berat karena ini menimbulkan perasaan
tidak berguna lagi.
Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 lansia adalah suatu
proses alami yang tidak dapat ditentukan oleh Tuhan YME. Umur manusia
sebagai makhluk hidup terbatas oleh peraturan alam.51 Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, di mana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial. Sedikit demi sedikit sampai tidak
dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Sehingga kebanyakan orang,
masa tua itu masa yang kurang menyenangkan.
The Liang Gie menjelaskan bahwa proses penuaan sebagaimana
mengutip dari Donald Roy Morse dan M. Lawrence Furst dalam buku
”Stess for Succes (1979)”, dapat dilihat dari tiga segi yaitu:52
1. Penuaan biologis
2. Penuaan psikologis
3. Penuaan sosiologis.
Proses penuaan dapat dihambat dengan perilaku hidup yang sehat,
makanan sehat, olah raga cukup, tidak merokok, dan berpikir positif.53
48 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 101. 49 William Gladstone, Apakah Mental Anda Sehat, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1994), hlm. 134. 50 Irwanto, dkk., Psikologi Umum, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 52. 51 Wahyudi Nugroho, Perawatan Lanjut Usia, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1992),
hlm. 14. 52 The Liang Gie, Strategi Hidup Sehat Terutama untuk Orang Usia Lanjut, (Yogyakarta:
PUBIB, 1999), hlm. 13.
33
Melihat cara menghambat penuaan di atas maka jelas dengan
mengamalkan ajaran agama Islam proses penuaan dapat dihambat, karena
ajaran Islam penuh dengan peraturan yang dapat menjamin kebahagiaan
pemeluknya. Sejak dari lahir sampai akhir hayat orang yang mengamalkan
ajaran Islam yaitu memperbanyak amal shaleh, tekun beribadah dan rajin
melaksanakan dzikrullah akan panjang umur serta tetap produktif (sehat
jasmani dan rohani).
2. Ciri-ciri lansia
Secara tradisional, keluarga merupakan sumber utama dari
pertolongan bagi lansia, karena pada umumnya lansia mempunyai ciri
khas antara lain:
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia.
b. Ketergantungan pada orang lain.
c. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, di antaranya setelah menjalani masa pensiun,
setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.54
Adapun ciri lain dari lansia dilihat dari segi keberagamaannya
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
b. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
secara lebih sungguh-sungguh.
c. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia.
d. Perasaan takut pada kematian ini berdampak pada peningkatakan
pembentukan sikap keagamaan terhadap adanya kehidupan abadi atau
akhirat.55
53 Su’dan, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: dana Bhakti Prima
Yasa, 1997), hlm. 275. 54 http://www.e-psikologi.com/usia/160402.htm 55 Jalauddin, op.cit. hlm. 100.
34
Al-Qur’an selalu berupaya untuk mengarahkan manusia untuk tidak
merasa takut terhadap hal-hal yang biasanya membangkitkan rasa takut
bagi manusia, seperti mati dan jatuh miskin. Menurut M. Ustman Najati
dalam kitab al-Qur’an wa Ilm Nafs,
فهو , انه ينظر إىل املوت نظرة واقعية. املؤمن الصادق االميان ال خياف املوتفاذا جاء أجله فلن , و أن لكل انسان أجال حمددا, يعلم أنه حقيقة ال مفر منها
56.يستطيع أن يؤخرهArtinya: Orang mukmin yang benar-benar beriman tidak takut akan mati.
Ia memandang kematian dengan pandangan yang realistis, sebab ia tahu bahwa kematian merupakan realitas yang tidak bisa dihindari dan setiap manusia mempunyai ajal yang telah ditentukan. Apabila ajalnya datang, ia tidak akan bisa menundanya.
Sedangkan menurut Kalis (1963) dalam buku Invitation to the
Psychology of Religion, berpendapat bahwa deeply religious people, who
attended church most frequently, feared death the least. Irregular church
attenders had the highest degree of death anxiety.57
Artinya: Orang yang religius yang sering mendatangi tempat beribadah,
tingkat kecemasan matinya lebih rendah, sedangkan orang yang
jarang mendatangi tempat beribadah tingkat kecemasan matinya
lebih tinggi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematian tidak lain
hanyalah perpindahan dari kehidupan yang fana kepada kehidupan yang
abadi. Sehingga usia lanjut memang masa di mana kesadaran religius
harus lebih ditingkatkan dan diperkuat karena dengan iman dan takwa
kepada Allah para lansia mengganggap kematian bukan akhir tetapi
merupakan permulaan baru menyongsong akhir kehidupan dengan tenang
dan tentram. Dengan demikian, iman yang teguh merupakan senjata yang
paling ampuh untuk melawan rasa takut dalam menghadapi kematian.
56 Usman Najati, al-Qur’an wa Ilm Nafs, (Mesir: Dar asy-Sruruq, t.th), hlm. 273. 57 Raymond F. Paloutzian, Invitation to the Psychology of Religion, (America: Library of
Congress, 1996), hlm. 257.
35
3. Kesehatan Mental lansia
Di kalangan orang lansia, problem kesehatan mental juga perlu
memperoleh perhatian problem yang umum terjadi adalah depresi, karena
terjadinya penurunan sosial dan peran-peran sosial, dan kemungkinan
adanya faktor genetik, depresi di kalangan lansia sering terjadi.58
Untuk itu sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok pada lansia, adapun kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
lansia ialah beberapa kebutuhan pokok yang terdapat atau terasa oleh
setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa, maupun lansia, yaitu
kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, harga diri, akan rasa bebas,
sukses dan akan rasa tahu (mengenal), serta akan pentingnya peran
agama.59 Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, orang
lansia akan merasa gelisah, cemas dan tidak enak. Sebaliknya jika
terpenuhi akan menimbulkan rasa senang, riang bahagia, bebas, sukses dan
optimis dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kesehatan mental lansia yang baik adalah sehat secara duniawi,
ukhrawi, sa’adah dan spiritual. Karena itu mental sesuatu yang
menyangkut batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan ataupun
tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan
juga pembangunan psikis. Bahwa mental yang berhubungan dengan
pikiran, akal, dan ingatan harus dijaga dan dipelihara, karena dengan
mental yang sehat tubuh juga sehat.
Ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin tidak
bergantung pada faktor-faktor keadaan sosial, ekonomi, politik, adat
kebiasaan dan sebagainya. Karena kesehatan mentallah yang menentukan
apakah orang akan mempunyai kegairahan hidup atau bersifat pasif dan
tidak semangat.
58 Moeljono Notosoedirdjo, Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, (Malang:
UMM Press, 2002), hlm. 169. 59 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung,
1982), hlm. 35.
36
Untuk itu hendaknya kita memperlakukan para lansia dengan
perlakuan yang baik dan penuh kasih sayang, karena lansia dipandang tak
ubahnya seorang bayi yang membutuhkan pemeliharaan, perawatan serta
perhatian khusus dengan penuh kasih sayang sehingga mereka dapat
menikmati hari tuanya dengan bahagia.