Upload
che-poetry-bintank
View
28
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan,
dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal hygienenya
sendiri. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional
klien. Selain itu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene
klien.
Karena perawatan hygiene sering kali memerlukan kontak yang dekat dengan klien
maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan hubungan
terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan defisit perawatan diri.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami konsep teoritis defisit perawatan diri (Definisi,
Etiologi, Manifestasi Klinis, Rentang Respon Kognitif, dan Penatalaksanaan).
b. Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan dengan defisit
perawatan diri (Pengakajian, Diagnosa keperawatan dan Intervensi).
1.3 MANFAAT
Memberikan bahan bacaan yang berisi penjelasan tentang konsep teoritis defisit
perawatan diri dan cara bagaimana memberikan asuhan keperawatannya.
1
BAB II
TINJUAN TEORITIS
2.1 DEFINISI
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan
aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
2
2.2 ETOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3
3. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang: Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat
diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik: Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial: Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
Badan bau, pakaian kotor.
Rambut dan kulit kotor.
Kuku panjang dan kotor
Gigi kotor disertai mulut bau
4
Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif.
Menarik diri, isolasi diri.
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat
2.4 RENTANG RESPON KOGNITIF
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri
adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
Bina hubungan saling percaya.
Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
Bantu klien merawat diri
Ajarkan ketrampilan secara bertahap
Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi
yang dekat dan tertutup.
2.5 PENATALAKSANAAN
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
5
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat melakukan
tahapan tindakan yang meliputi:
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
2. Melatih pasien berdandan/berhias
Perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan
dengan wanita.
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3. Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
e. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
BAB III
6
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien gangguan deficit perawatan diri (Depkes
2000) adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
7
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
Pasien merasa lemah
Malas untuk beraktivitas
Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
Rambut kotor, acak – acakan
Badan dan pakaian kotor dan bau
Mulut dan gigi bau.
Kulit kusam dan kotor
8
Kuku panjang dan tidak terawat
3.2 DIAGNOSA
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit
perawatan diri yaitu:
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri.
3. Isolasi Sosial
3.3 INTERVENSI
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
1. Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan
diri.
2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
Wajah cerah, tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Menerima kehadiran perawat
Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi
Berikan salam setiap berinteraksi.
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
Buat kontrak interaksi yang jelas.
Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
9
Penuhi kebutuhan dasar klien.
b. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu
menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit
dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi
dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum
tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
c. TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan
disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan
merapikan penampilan.
Intervensi
Motivasi klien untuk mandi.
Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
10
Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
d. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara
rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap
hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
e. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
f. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan
diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga
kebersihan diri.
Intervensi
Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
11
Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, kera
mas, dan lain-lain.
BAB IV
PENUTUP
12
4.1 KESIMPULAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik: Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi
adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada
mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial: Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
4.2 SARAN
Berdasarkan hasil pembuatan makalah ini penulis mengharapkan terutama kepada
pembaca khususnya mahasiswa STIKES CERIA BUANA agar menambah wawasan tentang
konsep bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media Akut
dalam Sistem Sensori Persepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
13
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi
3. Jakarta. EGC
14