Upload
didik-abdul-rahman
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Malaria
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi Penyakit Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah.4
2.1.2 Epidemiologi Malaria
Malaria adalah salah satu jenis penyakit yang mematikan dimana
berdasarkan taksiran WHO sekitar 300-400 juta orang di dunia terinfeksi malaria
setiap tahun dan menyebabkan kematian pada 2,7 juta orang. Indonesia
merupakan salah satu negara endemik malaria karena 60% penduduk Indonesia
tinggal di daerah malaria dan menyebabkan kematian pada 15 juta penderita setiap
tahunnya.1
Pada tahun 2012 ada sebesar 424 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota
di Indonesia yang merupakan daerah endemis malaria dan sekitar 45% penduduk
Indonesia beresiko tertular penyakit malaria. Jumlah kasus malaria di Indonesia
masih mencapai 417.819 kasus atau berdasarkan Annual Malaria Incidence
(AMI) sebesar 1,69 per 1.000 penduduk dan sulit mencapai target Millenium
Development Goals sebesar 1 per 1.000 penduduk di 2015. Period prevalence
malaria sebesar 10,6%, dimana kasus baru malaria di Indonesia 22,9%. Kasus
7
8
baru malaria bedasarkan frekuensi terinfeksi satu kali sebesar 49,9%, frekuensi
terinfeksi 2 kali sebesar 40,4% dan frekuensi terinfeksi ≥ 3 kali sebesar 9,7%.2
2.1.3 Etiologi Penyakit Malaria
Penyebab infeksi malaria ialah Plasmodium, yang selain menginfeksi
manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia.
Termasuk genus Plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada
manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan
aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh
nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100
Plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22
pada binatang primata).4
2.1.4 Penularan Malaria
Malaria dapat ditularkan melalui 2 cara yaitu:2
a. Proses Penularan Secara Alamiah
Penularan alamiah malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Proses penularan malaria dimulai sejak nyamuk malaria yang mengandung parasit
malaria, menggigit manusia sampai pecahnya skizon darah atau timbulnya gejala
demam.
b. Proses Penularan Secara Tidak Alamiah
9
Malaria Bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria,
penularan terjadi melalui plasenta.
Secara Mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada penyalahgunaan obat
yang menggunakan jarum suntik yang sudah tidak steril dan mengandung
Plasmodium.
2.1.5 Siklus Hidup Malaria
Plasmodium mempunyai siklus hidup yang lebih kompleks, karena selain
terjadi pergantian generasi seksual dan aseksual juga mengalami pergantian
hospes. Siklus hidup terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada
nyamuk Anopheles betina, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia.
Siklus hidup pada manusia terdiri dari fase exo-erithrocytic di dalam parenkim sel
hepar dan fase erithrocytic schizogoni.2
1. Fase Seksual Eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk
Fase seksual terjadi didalam tubuh nyamuk dimana terjadi perkawinan antara
mikrogametosit dan makrogametosit yang akan menghasilkan zigot. Perkawinan
ini terjadi didalam lambung nyamuk. Zigot berkembang menjadi ookinet,
kemudian masuk kedinding lambung nyamuk berkembang menjadi ookista,
setelah ookista matang dan pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar
saliva nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.2
2. Fase Aseksual (Skizon) dalam Tubuh Hospes Perantara/Manusia
10
a. Siklus dalam sel hepar (skizon eksoeritrositik)
Sporozoit masuk aliran darah melalui gigitan nyamuk. Sporozoit kemudian
akan menuju hepar untuk berkembang biak. Sporozoit-sporozoit ini dengan cepat
(beberapa menit) menginvasi sel hepar kemudian berkembang menjadi skizon
eksoeritrositik. Masing-masing skizon eksoeritrositik ± 30.000 merozoit. Skizon
tersebut akan pecah dan melepaskan merozoit dewasa ke aliran darah.2
b. Siklus eritrosit (skizon eritrositik)
Merozoit yang dilepaskan dari sel hepar akan menginfeksi eritrosit dan
berkembang menjadi ringform, kemudian tropozoit, dan akhirnya akan menjadi
skizon. Eritrosit yang mengandung skizon mengalami ruptur dan melepaskan
merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Sebagian besar merozoit masuk
kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina
yang siap untuk dihisap nyamuk Anopheles betina dan melanjutkan siklus
hidupnya ditubuh nyamuk.2 Secara keseluruhan siklus hidup Plasmodium dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
11
Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium Penyebab Malaria.
Sumber: 7
2.1.6 Manifestasi klinis Malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan
splenomegali. keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri
sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan, dan
kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan
P.ovale, sedangkan pada P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak
jelas bahkan gejala dapat mendadak.4
12
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus
diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk. Diikuti dengan meningkatnya temperatur;
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan
tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode
berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P.vivax, pada
P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada P.vivax dan P.ovale,
60 jam pada P.malariae.4
2.1.7 Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.11
a. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Pada
anamesis juga perlu ditanyakan:11
1. Riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria.
2. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
3. Riwayat sakit malaria/riwayat demam.
4. Riwayat mendapat tranfusi darah.
13
b. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (≥ 37,50 C Aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (Slenomegali)
4. Pembesaran hati (Hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam
tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, ikterik, oliguria, urin
berwarna coklat (Black Water Fever), kejang, dan sangat lemah.11
c. Pemeriksaan Mikroskopis Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali
dengan hasil negatif tidak mengeyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan
darah tepi tiga kali dan hasil negatif maka diagnosis malaria dapat
dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang
berpengalaman dalam pemerikasaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat
penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya
parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya
dan sering membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan
parasit malaria melalui aspirasi sum-sum tulang hanya untuk bermaksud akademis
dan tidak sebagai cara diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui:4
14
1. Tetesan Preparat Darah Tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan
darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat
khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu
untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit di lakukan selama 5
menit (diperkirakan 100 lapang pandang dangan pembesaran kuat). Preparat
dinyatakan negatif bila setelah di periksa 200 lapang pandang dengan pembesaran
kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit bias dilakukan pada
tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan
jumlah parasit per mikro-liter darah.4
2. Tetesan Darah Tepi
Digunakan untuk identifikasi jenis Plasmodium, bila dengan preparat darah
tebal sulit di tentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit
(parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung
parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000/ul darah
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan
prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan
jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum
dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah
dengan hasil yang cukup baik.4
15
d. Pemeriksaan serologi
Tes serologi mulai di perkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tehnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
spesifik terhadap malaria atau dimana keadaan parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru; dan test > 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara
lain indirect haemagglutination test, immune-precipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.4
e. Tes Antigen : P-F test
Mendeteksi antigen dari P.Falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi
sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya
baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivax sudah beredar
dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatogrraphic
telah dipasarkan dengan nama tes OPTOMAL. Optomal dapat mendeteksi dari 0-
200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. Falciparum atau P.
vivax. Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi
HRP-2. Tes ini sekarang di kenal sebagai tes cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia
dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatnya.4
f. Pemeriksaan PCR (Polymerase chain Reaction)
16
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasmya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan
hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk
pemeriksaan rutin.4
2.1.8 Komplikasi Malaria
Komplikasi yang sering terjadi pada Plasmodium:7
1. Malaria serebral (coma) derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) ialah < 15.
2. Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb = 5gr % atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/µL.
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 1
ml/kg BB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3
mg/dl).
5. Edema paru non-kardiogenik yang dapat menyebabkan ARDS (adult
respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg%).
7. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg (pada anak-anak
tekanan nadi ≤ 20 mmHg) disertai keringat dingin.
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
17
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
obat antimalaria pada seseorang dengan defisiensi G6-PD)
2.2 Derajat Parasitemia
2.2.1 Definisi
Derajat parasitemia adalah presentase individu dalam populasi yang
apusan darahnya memperlihatkan parasit.5
2.2.2 Pengukuran Derajat Parasitemia
Mikroskopis sediaan darah tebal dan sediaan tipis merupakan pemeriksaan
yang terpenting. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik adalah
berdasarkan hitung parasit dengan identifikasi parasit yang tepat.6 Kepadatan
parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif dan kuantitatif.
Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit dalam LPB (Lapang Pandang
Besar) dengan rincian sebagai berikut:7
(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(+)(+) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+)(+)(+) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(+)(+)(+)(+) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)
Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada preparat tebal
adalah menghitung jumlah parasit per 200 leukosit dan jumlah rata-rata 8000/µl
darah, sehingga jumlah parasit dapat dihitung sebagai berikut;8
18
Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapang
pandang mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit, misalnya
4.500.000 eritrosit/µl darah (perempuan) atau 5.000.000 eritrosit/µl darah (laki-
laki). Kemudian jumlah parasit stadium aseksual dihitung paling sedikit adalah 25
lapang pandang mikroskop dan total parasit dihitung sebagai berikut;8
Dalam 1000 eritrosit yang diperiksa dan jumlah sel darah yang terinfeksi
dan persentase parasitemia kemudian dihitung dengan membagi jumlah eritrosit
yang terinfeksi dengan indeks total sel darah merah dan dikalikan dengan 100.
Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:10
Tingkat parasetemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan. Tingkatan
pertama adalah tingkatan ringan (mild reaction) yaitu bila presentase parasitemia
< 5%, tingkatan kedua adalah tingkatan sedang (moderate reaction) bila
Parasit/µl darah = Jumlah parasit dalam 20 leukosit x 40
Jumlah parasit yang dihitungParasit/µl darah = x Jumlah eritrosit/µl
Jumlah eritrosit dalam 25lapang pandang mikroskop
n= jumlah sel darahmerah terinfeksitotal sel darah merah(1000)
x100
19
presentase parasitemia 5-10%, sedangkan tingkatan ketiga adalah tingkatan berat
(severe reaction) yaitu bila presentase parasitemia >10%.10
2.3 Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)
2.3.1 Definisi SGOT
SGOT merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati,
sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal, dan
pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera
seluler, dan dalam jumlah banyak dilepaskan kedalam sirkulasi metabolisme.1
SGOT adalah enzim golongan transferase yang mengatalisis pemindahan
reversible gugus amino dari aspartat ke α-ketoglutarat untuk membentuk
glutamate dan oksaloasetat, dengan piridoksal fosfat diperlukan sebagai kofaktor.
Enzim ini terdapat pada kebanyakan sel eukariotik, terdapat dalam bentuk
isoenzim yang berbeda di dalam mitokondria dan sitosol. Kedua isoenzim ikut
berperan dalam shuttle aspartatmalat, dan (di dalam hati) reaksi ini memindahkan
ekses nitrogen metabolik menuju aspartat untuk dibuang melalui siklus urea.
Kadar SGOT dan transaminase lainnya seringkali meningkat pada gangguan yang
menyebabkan kerusakan jaringan. Disebut juga aspartat aminotransferase dan
glutamic-oxaloacetic transaminase (GOT).5
2.3.2 Masalah-Masalah Klinis
a. Penurunan Kadar SGOT
Kehamilan, Diabetik Ketoasidosis, Beri-beri.12
b. Peningkatan kadar SGOT
20
Infark miokard akut (IMA), ensefalitis, nekrosis hepar, penyakit dan
trauma musculoskeletal, pancreatitis akut, eklampsia, gagal jantung
kongestif (GJK), malaria.12
c. Obat-Obat yang dapat Meningkatkan Kadar SGOT
Antibiotik, narkotik, antihipertensi, teofilin, kortison, flurazepam,
indometasin, isoniazid, rifampisin, kontrasepsi oral, salisilat, injeksi
muscular (IM).12
2.3.3 Pengukuran SGOT
Secara automatik:
1. Ambil darah pasien sebanyak 3cc.
2. Masukkan kedalam tabung kimia (tabung tanpa antikoagulan).
3. Beri identitas pasien pada tabung tersebut.
4. Diamkan selama 15 menit sebelum di Sentrifuge.
5. Kemudian darah yang ada ditabung di Sentrifuge selama 5 menit
dengan kecepatan 3000 rpm, untuk memisahkan serum dengan sel
darah merah.
6. Ambil serum 500 µl, masukkan kedalam Cup untuk diperiksa
dengan menggunakan Spektrofotometer.
7. Pilih program tes AST, dengan panjang gelombang 340 nm, setelah
selesai program akan keluar hasil tes AST berupa lembar print
out.13
21
2.4 Hubungan derajat parasitemia dengan peningkatan kadar SGOT
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium. Plasmodium
pada penderita malaria dapat ditemukan dengan pemeriksaan apusan darah yang
dapat menentukan derajat parasetamia. Plasmodium yang yang ditularkan oleh
nyamuk Anopheles masuk melalui air liur, lalu dalam 12
–1 jam masuk kedalam sel
hati. Didalam sel hati Plasmodium berkembang biak dengan membelah diri. Fase
ini berlangsung beberapa waktu tergantung jenis Plasmodium dan pada akhir fase
ini, sel hati yang mengandung beribu-ribu merozoit (Plasmodium) pecah, lalu
merozoit (Plasmodium) masuk kedalam peredaran darah.8 Saat sel hati cedera,
enzim GOT yang banyak ditemukan di sel parenkim hati akan dilepaskan kedalam
peredaran darah sehingga terjadi peningkatan kadar SGOT dalam darah.9
Berdasarkan penelitian Hasan ali et al terdapat hubungan antara derajat
parasitemia dengan kenaikan kadar SGOT/AST dimana grup A kepadatan parasit
<5% AST 42.77 ± 21.05 IU/L, grup B kepadatan parasit 5-10% AST 65.95 ± 67
IU/L, grup C kepadatan parasit >10% AST 78.78 ± 65.47 IU/L.10
2.5 Kerangka Teori
Gigitan Nyamuk Anopheles
Plasmodium sp. Masuk bersama air
liur
22
Gambar 2.2 Kerangka Teori.
Sumber:1,7,8
2.6 Kerangka Konsep
Derajat ParasitemiaPeningkatan Kadar
SGOT
Plasmodium sp. Masuk kedalam sel
hati
Plasmodium sp. Berkembang biak didalam sel hati
Sel hati pecah
Mengeluarkan enzim SGOT
Enzim SGOT masuk peredaran
darah
Peningkatan enzim SGOT
Plasmodium sp. Masuk kedalam peredaran darah
Pemeriksaan apusan darah tebal
dan tipis
Derajat parasitemia
23
Gambar 2.3 Kerangka konsep.
2.7 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0: Tidak terdapat hubungan antara derajat parasitemia dengan kenaikan
kadar SGOT pada pasien malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten
Pesawaran.
Ha: Terdapat hubungan antara derajat parasitemia dengan kenaikan kadar
SGOT pada pasien malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten
Pesawaran.