47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Motivasi 1. Definisi Motivasi Perilaku kerja seseorang itu pada hakekatnya ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah lainnya ialah motivasi kerja perawat. Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yaitu dorongan atau dya penggerak. Dengan demikian motivasi kerja perawat merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan (Wibowo, 2014). Menurut Mangkunegara (2013), menyatakan motivasi merupakan kondisi atau energi untuk menggerakkan karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

Bab II Proposal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAB II

Citation preview

Page 1: Bab II Proposal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Motivasi

1. Definisi Motivasi

Perilaku kerja seseorang itu pada hakekatnya ditentukan oleh

keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah lainnya

ialah motivasi kerja perawat. Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere

yaitu dorongan atau dya penggerak. Dengan demikian motivasi kerja

perawat merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia

pada pencapaian tujuan (Wibowo, 2014).

Menurut Mangkunegara (2013), menyatakan motivasi merupakan

kondisi atau energi untuk menggerakkan karyawan yang terarah atau tertuju

untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

Motivasi kerja merupakan suatu modal dalam menggerakkan dan

mengarahkan para karyawan atau pekerja agar dapat melaksanakan tugasnya

masing-masing dalam mencapai sasaran dengan penuh kesadaran,

kegairahan dan bertanggung jawab (Hasibuan, 2008).

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi merupakan suatu daya penggerak atau dorongan yang

terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan kegairahan kerja,

Page 2: Bab II Proposal

dengan membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga perilaku untuk

mencapai tujuan tertentu.

2. Motivasi Intrinsik dan Eksternal

Menurut Marquis (2013) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya

terbagi atas dua jenis, yaitu : (a) Motivasi Intrinsik dan (b) Motivasi

Eksternal. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri

orang tersebut, yang mendorong dirinya menjadi produktif. Motivasi

ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari dorongan lingkungan kerja atau

penghargaan.

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik secara langsung berhubungan dengan tingkat

ambisi seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Semakin tinggi ambisi

seseorang terhadap suatu kegiatan, dapat dikatakan semakin termotivasi

kerja perawat orang tersebut. Sebagai contoh : seorang perawat yang

mengingkan menjadi cpns akan memperhatikan bagaimana ia akan

memenuhi persyaratan pada tingkatan tersebut. Setelah yang

bersangkutan mengetahuinya, tingkah laku perawat tersebut akan

menggambarkan apa yang ia rasakan dan dengan perasaan tersebut

tingkah laku perawat dapat diperbaiki.

Dalam hal ini latar belakang budaya juga mempunyai dampak

Page 3: Bab II Proposal

terhadap motivasi instrinsik, seperti : mobilitas kerja, keberhasilan kerja,

dan pengakuan dari orang lain.

b. Motivasi Eksternal

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ditingkatkan oleh

lingkungan kerja atau penghargaan eksternal, penghargaan didapatkan

setelah perkerjaan selasai dilakukan. Seorang manajer dapat

menggunakan baik motivasi eksternal yang positif maupun motivai

eksternal yang negatif. Motivasi eksternal positif dengan menghargai

prestasi kerja yang sesuai dengan imbalan, sedangkan motivasi

ekstrinsik negatif dilaksanakan dengan memberikan sanksi jika prestasi

kerja tidak diperoleh.

Oleh karena itu, manajer harus menyediakan suasana yang

merangsang motivasi, baik ekstrinsik maupun intrinsik.

3. Teori Motivasi

a. Teori Hierarki Kebutuhan

Teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan dikemukakan

Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

berjenjang dari physiological, safety, sosial, esteem, dan self-

actualization (Wibowo, 2014). Dasar teori ini adalah bahwa manusia

merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa henti,

Page 4: Bab II Proposal

alat motivasi kerja perawatnya adalah kepuasan yang belum terpenuhi

serta kebutuhannya berjenjang.

Sedangkan teori kebutuhan McClelland menunjukkan adanya tiga

macam kebutuhan manusia, yaitu : Need for achievement (kebutuhan

untuk berprestasi), Need for affiliation (kebutuhan akan afiliasi), dan

Need for power (kebutuhan akan kekuasaan) (Mangkunegara, 2013).

Berdasarkan teori McClelland tersebut yang dapat diperhatikan

adalah membeikan pelatihan yang dapat meningkatkan motivasi

berprestasi. Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan

dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan

atau tugas yang sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat

terpuji.

b. Teori Dua Faktor (Two-Factor Theory)

Menurut Herzberg dalam melaksanakan pekerjaan dipengaruhi oleh

dua faktor utama, yaitu : motivators dan hygiene factors. Motivator atau

pemuas kerja ada dalam pekerjaan itu sendiri, hal tersebut memberikan

orang keinginan untuk bekerja dan melakukan pekerjaan dengan baik.

Hasil motivator didapatkan meliputi dorongan prestasi, pengakuan,

kerja, tanggung jawab, kemajuan dan kemungkinan bertumbuh.

Sedangkan faktor hygiene atau pemeliharaan menjaga perawat merasa

tidak puas atau kurang termotivasi, tetapi tidak berfungsi sebagai

Page 5: Bab II Proposal

motivator yang sesungguhnya meliputi gaji, pengawasan, keamanan

kerja, kondisi kerja yang positif, kehidupan pribadi, hubungan

interpersonal/kelompok sebaya, kebijakan perusahaan, status (Marques,

2013).

Hal tersebut sejalan dengan Wibowo (2014), motivator sebenarnya

mendorong orang untuk mendapatkan kebutuhannya. Sebagai motivator

adalah prestasi, pengakuan, minat pada pekerjaan, tanggung jawab, dan

kemajuan. Seseorang yang merasa senang dengan pekerjaan mereka

cenderung mengaitkan faktor-faktor ini ke diri mereka sendiri. Di pihak

lain, bila mereka tidak puas maka mereka akan cenderung mengaitkan

faktor hygiene seperti gaji, kondisi kerja, kebijakan organisasi,

kedudukan, keamanan kerja, pengawasan dan otonomi, kehidupan di

tempat kerja, dan kehidupan pribadi.

Data ini mengemukakan bahwa kebalikan dari ketidakpuasan

bukanlah kepuasan. Ketika motivator terpenuhi ada pengurangan

ketidakpuasan, demikian juga tidak adanya motivator tidak selalu

menyebabkan ketidakpuasan (Marques, 2013). Ini artinya

menyingkirkan karakteristik yang tidak memuaskan pada pekerjaan

tertentu tidak serta merta menyebabkan pekerjaan itu menjadi

memuaskan. Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja terpisah

dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.

Page 6: Bab II Proposal

c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)

Alderfer mengemukakan bahwa teori ini ada tiga kelompok

kebutuhan yang utama, yaitu: kebutuhan akan keberadaan (existence)

berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan

seseorang dalam hidupnya, kebutuhan akan afiliasi (relatedness)

berhubungan dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain,

kebutuhan akan kemajuan (growth), berhubungan dengan kebutuhan

pengembangan diri (Mangkunegara, 2014).

d. Teori harapan (Expectation)

Victor Vroom menyatakan bahwa motivasi kerja perawat seseorang

dipengaruhi oleh tiga faktor atau, yaitu : pertama, hubungan tingkat

usaha dengan tingkat tampilan kerja (performance), dalam arti

keyakinan seseorang untuk dapat memenuhi tingkat performance yang

diharuskan dalam suatu pekerjaan yang disebut expectancy. Kedua,

hubungan antara tampilan kerja dan suatu outcome/reward,yang artinya

keyakinan seseorang akan mendapatkan ganjaran bilamana memenuhi

tingkat performance tertentu, yang dalam hal ini disebut instrumentally.

Ketiga, nilai yang diberikan seseorang terhadap reward yang akan

didapat oleh seseorang dari pekerjaannya disebut valence (Wibowo,

2013).

Page 7: Bab II Proposal

Menurut teori ini ketiga aspek ini akan membentuk motivasi kerja

perawat seseorang yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai

berikut :

M = I x Ex V

Keterangan :

M = Tingkat motivasi kerja perawat

I = Instrumentally

E = Expectancy

V = Valence

Persamaan ini menunjukkan bahwa bila satu faktor tidak ada berarti

motivasi kerja perawat rendah.

e. Teori Penepatan Tujuan (Goal Setting)

Menurut Mangkunegara (2014) menjelaskan bahwa penetapan suatu

tujuan tidak hanya berpengaruh pada pekerjaan saja, tetapi juga

merangsang karyawan untuk mencari atau menggunakan metode kerja

yang paling efektif. Melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan

dapat menumbuhkan motivasi kerja dan pencapaian prestasi kerja

maksimal. Dengan demikian, penetapan tujuan merupakan upaya

meningkatkan kinerja yang produktif sekaligus memotivasi untuk

mencapai tujuan organisasi perusahaan.

Menurut (Robert Kreitner and Angelo Kinicki, 2001 dalam

Page 8: Bab II Proposal

Wibowo, 2013) goal setting mempunyai empat mekanisme

motivasional, yaitu :

1. Goals direct attention, yaitu tujuan yang secara pribadi

bermakna cenderung memfokus pada satu perhatian pada apa

yang relavan dan penting.

2. Goals regulate effort, yaitu tujuan tidak hanya membuat kita

menegrti secara selektif, mereka juga memotivasi kita untuk

bertindak.

3. Goals increase persistence, yaitu ketekunan yang merupakan

usaha yang dikeluarkan pada tugas selama perpanjangan

periode waktu.

4. Goals foster strategis and action plans, yaitu tujuan dapat

membantu karena tujuan mendorong orang menembangkan

strategi dan rencana aksi yang memungkinkan mencapai tujuan

mereka.

Berdasarkan uraian tentang teori motivasi kerja perawat diatas,

yang akan dijadikan indikator motivasi kerja perawat dalam

penyusunan instrumen pada penelitian ini diukur berdasarkan teori

dua faktor dari Herzberg, yaitu : prestasi, pengakuan orang lain,

kepuasan kerja, tanggung jawab, peluang untuk maju dan motivasi

ekstrinsik, meliputi : gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi

Page 9: Bab II Proposal

kerja, kehidupan pribadi, hubungan interpersonal, kebijakan

perusahaan, status.

B. Konsep Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah

atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan,

tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Menurut Azwar (2005) seseorang dikatakan patuh apabila orang tersebut

mau mengikuti dan mentaati peraturan atau kebijakan yang telah ditentukan

tanpa harus ada paksaan dan tuntutan dari orang lain.

Kepatuhan petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana perilaku

seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan

perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan adalah seseorang yang mau mengikuti perintah dan mentaati

peraturan yang telah dibuat oleh pimpinan perawat atau pihak rumah sakit

tanpa ada paksaan dari orang lain.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Cambell, 1993 dalam Amir 2015) menyebutkan faktor

Page 10: Bab II Proposal

langsung dan tidak langsung yang mendorong terciptanya sebuah kinerja dan

tampilan dalam perilaku. Faktor langsung terdiri atas pengetahuan deklaratif,

pengetahuan dan ketrampilan prosedural, dan motivasi. Faktor tidak

langsung yang mempengaruhi terciptanya kinerja adalah faktor yang

bersumber dari luar kognisi seseorang seperti unsur kepribadian, imbalan,

kemampuan, minat, pelatihan, dan pengalaman.

Notoatmodjo (2003) menyatakan, ada dua faktor yang mempengaruhi

terbentuknya perilaku, yakni faktor interen dan eksteren. Faktor interen yang

berfungsi mengolah rangsangan dari luar mencakup pengetahuan,

kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan faktor eksteren meliputi

kepemimpinan, fasilitas serta sosio budaya.

Dari beberapa pendapat diatas ada kesamaan pendapat bahwa kepatuhan

seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal individu. Yang

termasuk kedalam faktor internal antara lain pengetahuan, pendidikan, masa

kerja, motivasi, kemampuan, ketrampilan dan beban kerja. Sedangkan yang

termasuk kedalam faktor eksternal adalah kepemimpinan, fasilitas, prosedur,

dan supervisi.

Adapun unsur-unsur yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kepatuhan :

a. Faktor Internal

1. Pengetahuan

Page 11: Bab II Proposal

Menurut Noatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil

penginderaan manusia terhadap suatu objek diluarnya, melalui indera-

indera yang dimiliki. Pengetahuan tersebut dapat diukur atau diobservasi

melalui apa yang diketahui tentang objek. Pengetahuan merupakan

dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku untuk

bertindak (kepatuhan) seseorang.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan

kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan

penyempurnaan kehidupan manusia dengan jalan membina dan

mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta,

rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari

(Notoatmodjo, 2003) :

1) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge).

2) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang

diberikan (attitude).

3) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan

yang diberikan.

3. Masa Kerja

Anderson (1974) mengatakan seseorang yang telah lama

bekerja akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan pengelaman

Page 12: Bab II Proposal

yang lebih banyak, juga memegang peranan dalam pembentukan

perilaku kepatuhannya menerapkan standar. Jadi lama kerja dan

pengalaman dalam mengelola klien juga mempengaruhi ketrampilan

yang dimiliki seseorang.

4. Motivasi

Motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Mangkunegara

(2013), menyatakan motivasi merupakan kondisi atau energi untuk

menggerakkan karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai

tujuan organisasi perusahaan. Manajer memegang peran yang

penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi.

Untuk hal tersebut, peranan kepemimpinan (leadership), motivasi

staf, kerja sama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok

yang perlu mendapat perhatian para manajer organisasi. Dengan

motivasi yang tepat maka para karyawan akan terdorong untuk

berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini

disebabkan karena yang bersangkutan mempunyai keyakinan bahwa

dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai

sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadi para anggota

tersebut akan tercapai.

5. Kemampuan

Page 13: Bab II Proposal

Suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu

pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan dan

pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh

pekerjaan tersebut (Wibowo, 2013). Kemampuan secara garis

besarnya dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a) kemampuan

kognitif pengetahuan, kemampuan fisik berkaitan dengan sikap dan

aktifitas, b) gaya kerja, kepribadian, kepentingan/minat.

Dengan demikian, kemampuan merupakan karakteristik yang

mendasar pada setiap individu yang dihubungkan dengan kriteria

yang direferensikan terhadap kinerja yang unggul atau efektif dalam

sebuah pekerjaan.

6. Ketrampilan

Ketrampilan adalah kecakapan yang spesifik yang dimiliki

seseorang berkaitan/berhubungan dengan penyelesaian tugas secara

cepat dan tepat. Oleh sebab itu seorang manajer harus mencoba

mencocokkan kemampuan mental dan ketrampilan fisik seseorang

dengan persyaratan masing-masing pekerjaan yang akan

dilakukannya, sebab tidak ada sumber kepemimpinan, motivasi atau

organisasi yang dapat melengkapi/mengejar kekurangan dalam

kemampuan mental dan ketrampilan fisik seseorang. Pada dasarnya

masing-masing individu mempunyai kemampuan mental dan

Page 14: Bab II Proposal

ketrampilan fisik yang berbeda. Jadi kemampuan mental dan

ketrampilan fisik dibutuhkan untuk keberadaan kerja yang memadai

7. Beban Kerja

Menurut ILO (International Labour Office) yang disebut faktor

beban kerja adalah bagian dari seluruh siklus waktu yang diperlukan

oleh pekerja untuk melaksanakan pekerjaan sesuai standar selama

proses berlangsung.

Dalam penelitian yang dilakukan di Polandia menunjukkan

bahwa faktor beban kerja ditetapkan sebagai salah satu hambatan

kepatuhan menerapkan standar, petugas yang bekerja sampai malam

hari lebih sering mengabaikan rekomendasi kebersihan dari pada

petugas yang bekerja di pagi dan siang hari. Dengan pengurangan

beban kerja dapat memberikan kontribusi pada peningkatan

kepatuhan menerapkan standar (Garus, 2011; Sharmaet al, 2011;

Enein, Mahdy, 2011).

b. Faktor Eksternal

1. Kepemimpinan

Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang

untuk mempengaruhi sebuah kelompok menuju kearah pencapaian

tujuan kelompok tersebut. Dengan kepemimpinan seseorang mampu

untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu

Page 15: Bab II Proposal

lainnya dalam suatu kelompok. Kepemimpinan mampu untuk

membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki

tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui

tujuan organisasi.

Perilaku seorang pemimpin itu bisa diterima oleh bawahan

sejauh mana perilaku tersebut dipandang oleh mereka sebagai

sumber kepuasan segera atau sebagai cara untuk mencapai kepuasan

di masa depan. Jadi perilaku seorang pemimpin bersifat

motivasional, sejauh mana perilaku tersebut a) dapat membuat

kepuasan bawahan terhadap kebutuhan-kebutuhannya seirama

dengan kinerja yang efektif, b) dapat memberikan pelatihan,

bimbingan, support, dan penghargaan yang diperlukan untuk kinerja

yang efektif.

House mendefinisikan empat perilaku kepemimpinan yaitu a)

gaya kepemimpinan direktif, yaitu pemimpin membiarkan bawahan

mengetahui apa yang diharapkan oleh mereka, jadwal kerja yang

harus dikerjakan dan memberikan bimbingan khusus tentang

bagaimana menyelesaikaan tugas-tugas, b) Gaya kepemimpinan

partisipatif yaitu seorang pemimpin dalam melakukan pengambilan

keputusan menggunakan saran dan konsultasi dengan petugas, c)

gaya kepemimpinan suportif yaitu seorang pemimpin yang

Page 16: Bab II Proposal

menunjukkan perhatian akan kebutuhan-kebutuhan petugas serta

bersahabat, d) gaya kepemimpinan orientasi keberhasilan yaitu

seorang pemimpin yang menciptakan tujuan-tujuan yang menantang

dan mengharapkan bawahannya berprestasi kerja ada tingkat pada

tingkat yang tertinggi. Seorang pemimpin yang sama dapat

mendemonstrasikan salah satu atau semua perilaku kepemimpinan

tersebut diatastergantung pada situasi yang dihadapinya.

2. Fasilitas

Fasilitas adalah sarana atau peralatan yang dipergunakan dalam

melaksanakan pelayanan pekerjaan. Untuk meningkatkan kepatuhan

terhadap standar sehingga pelayanan yang bermutu tercapai, maka

fasilitas harus sesuai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Fasilitas juga termasuk lingkungan, ruangan dan suasana di tempat

kerja. Lingkungan yang tidak bersih, bau disekitar yang tidak enak,

ukuran ruangan yang terlalu kecil, sarana tidak tetata rapi,

penerangan ruangan yang kurang dan terlalu bising akan

mempengaruhi seseorang saat melakukan pekerjaan. Keberhasilan

suatu pekerjaan juga didukung oleh fasilitas yang memadai

3. Prosedur

Prosedur adalah rangkaian suatu tata kerja yang berurutan,

tahap demi tahap dan jelas menunjukkan jalan atau arus yang harus

Page 17: Bab II Proposal

ditempuh, dari mana pekerjaan berasal dan kemana diteruskan.

Karyawan cenderung tidak mematuhi standar bila prosedur yang

ada cukup rumit dan sulit dilaksanakan. Grilli dan Lomas (1994)

menyatakan bahwa berkaitan dengan subyek dari standar yang ada

maka standar harus bersifat a)semua harus dicakup, b)dapat

diterapkan, c) dapat diadakan, d)terus menerus, e)ekonomis, f)dapat

dibandingkan, g) dapat diberlakukan, h) bermakna, i)stabil dan

j)dapat dimengerti

4. Supervisi

Supervisi atau pembinaan adalah salah satu upaya pengarahan

dengan memberikan petunjuk serta saran, setelah menemukan

alasan dan keluhan pelaksana dalam mengatasi permasalahan yang

dihadapi. Menurut Flahault (1988), tujuan supervisi adalah untuk

meningkatkan performance dari petugas kesehatan secara kontinue.

Ada empat faktor besar manfaat dari supervisi, yaitu; a)untuk

membuat yakin bahwa sasaran program adalah tepat, b)dapat

mengatasi kesulitan yang dihadapi, c)dapat meningkatkan motivasi

staf, dan d)dapat membantu meningkatkan penampilan petugas serta

kemampuannya.

C. Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Page 18: Bab II Proposal

1. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Institusi pelayanan kesehatan merupakan sistem yang kompleks yang

ditandai dengan penggunaan teknologi tinggi dan "kebebasan" profesi.

Kompleksitas itu menimbulkan kerawanan kesalahan medik (medical error).

Keselamatan adalah hak pasien, dan para profesional pelayanan kesehatan

berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman. Karena itu,

upaya meningkatkan keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama para

pemimpin pelayanan kesehatan. “Safety is a fundamental principle of patient

care and a critical component of hospital quality management” (World

Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2005).

Keselamatan pasien (patient safety) dirumah sakit adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

meliputi : mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap

pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar dan menindak lanjuti

insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. Sistem ini

mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalaha akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil.

2. Tujuan Keselamatan Pasien (Patient Safety)

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

Page 19: Bab II Proposal

masyarakat.

c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).

d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

KTD.

3. Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Penyusunan sasaran keselamatan mengacu kepada Nine Life-Saving Patient

Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari

Joint Commission International (JCI).

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai

berikut :

a. SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

a) Standar SKP I adalah rumah sakit mengembangkan pendekatan

untuk meperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

b) Maksud dan Tujuan Sasaran I adalah untuk melakukan dua kali

pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai

individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan

kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap

individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan

Page 20: Bab II Proposal

sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti

nama pasien, nomor rekam media, tanggal lahir, gelang identitas

pasien dengan bar-code, dan lain-lain.

c) Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak

boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau

produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen

lain untuk pemeriksaan klinis.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan

tindakan/prosedur.

5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi

yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

b. SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

a) Standar SKP II adalah rumah sakit mengembangkan pendekatan

untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi

layanan.

b) Maksud dan Tujuan Sasaran II adalah untuk mengurangi kesalahan

dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi

dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Kebijakan dan/atau

Page 21: Bab II Proposal

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat (atau

memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil

pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah

membcakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;

dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca

ulang adalah akurat.

c) Elemen Penilaian Sasaran II

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau

hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima

perintah.

2. Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan

dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi

perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi

keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara

konsisten.

c. SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG

PERLU DIWASPADAI (HIGH-ALERT)

a) Standar SKP III adalah rumah sakit mengembangkan suatu

pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu

Page 22: Bab II Proposal

diwaspadai (high-alert).

b) Maksud dan Tujuan Sasaran III adalah untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian kesalahan obat maka harus meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk

memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke

farmasi. Kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-

obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah

sakit. Kebijakan prosedur juga mengidentifikasi area mana saja

yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar

operasi, serta pemberian label secara benar pada eketrolit dan

bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi

akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-

hati.

c) Elemen Penilaian Sasaran III

1. Kebijakan dan / atau prosedur dikembangkan agar memuat

proses identifiksi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan

penyimpanan elektrolit konsentrat.

2. Implentasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien

kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil

untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area

Page 23: Bab II Proposal

tersebut sesuai kebijakan.

4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien

harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang

dibayasi ketat (restricted).

d. SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT

PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI

a) Standar SKP IV adalah rumah sakit mengembangkan suatu

pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat

pasien operasi.

b) Maksud dan Tujuan Sasaran IV adalah untuk mengurangi kejadian

salah lokasi, salah prosedut, dan pasien salah pada operasi. Rumah

sakit perlu untuk mengembangkan suatu kebiajakan dan/atau

prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan

pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali.

Tanda itu harus digunakan secra konsisten di rumah sakit dan harus

dibuat oleh operator/oarang yang akan melakukan tindakan,

dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dn

harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi

dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel

struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang

Page 24: Bab II Proposal

belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.

2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil

pemeriksaan yang relavan tersedia, diberi label yang baik, dan

dipampang.

3. Melakukan verifikasi ketersedian peralatan khusus dan/atau implant

yang dibutukan.

Tahap “Sebelum Insisi” (Time Out) memungkinkan semua

pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan ditempat,

dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan

melibatkan seluruh tim operasi. Rumah skit menetapkan bagaimana

proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan

checklist.

c) Elemen Penilaian Sasaran IV

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan

dimengerti untuk identifiksdi lokasi operasi dan melibatkan

pasien di dalam proses penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain

untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat

prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan

Page 25: Bab II Proposal

yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur

“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu

prosedur/tindakan pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung

proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat

prosedur, dan tepat pasien, termasuk medis dan dental yang

dilaksanakan di luar kamar operasi.

e. SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT

PELAYANANAN KESEHATAN

a) Standar SK V adalah rumah sakit mengembangkan suatu

pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi ynag terkait pelayanan

kesehatan.

b) Maksud dan Tujuan V untuk pencegahan dan pengendalian infeksi,

yang termasuk infeksi di pelayanan kesehatan : infeksi saluran

kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan

pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah

cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit mempunyai

proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau

prosedur yang menyesuaikan atu mengadopsi petunjuk hand

Page 26: Bab II Proposal

hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi

petunjuk itu di rumah sakit.

c) Elemen Penilaian Sasarn V

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand

hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara

umum (al.dari WHO Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari

infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

f. SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH

a) Standar SKP VI adalah rumah sakit mengembangkan suatu

pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena

jatuh.

b) Maksud dan Tujuan Sasaran VI adalah jumlah kasus jatuh cukup

bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam

konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang

disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko

pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko ceder

bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan

telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan,

Page 27: Bab II Proposal

serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program

tesebut harus diterapkan rumah sakit.

c) Elemen Penilaian Sasaran VI

1. Rumah sakit menerapkan pasien asesmen awl atas pasien

terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila

diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan

lain-lain.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh

bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhsilan

pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian

tidak diharapkan.

4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk

mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko paien cedera

akibat jatuh di rumah sakit.

Page 28: Bab II Proposal

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konsep

Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel Bebas (Independen) adalah motivasi intrinsik perawat dalam

melaksanakan program patient safety.

2. Variabel Terikat

Herzberg Two-Theory Motivasi Intrinsik :

1. Prestasi2. Pengakuan orang lain3. Kepuasan kerja4. Tanggung jawab5. Peluang untuk

berkembang/maju

(Mangkunegara, 2014)

Kepatuhan Perawat

Program Patient Safety

Motivasi intrinsik perawat dalam melaksanakan program

patient safety

Kepatuhan perawat dalam melaksanakan program patient

safety

Page 29: Bab II Proposal

Variabel Terikat (Dependen) adalah kepatuhan perawat dalam melaksanakan

program patient safety.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan motivasi intrinsik dengan kepatuhan perawat dalam

melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

2. Ada hubungan prestasi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan

program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD Ungaran.

3. Ada hubungan pengakuan orang lain dengan kepatuhan peraawat dalam

melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

4. Ada hubungan kepuasan kerja dengan kepatuhan peraawat dalam

melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

5. Ada hubungan tanggung jawab dengan kepatuhan peraawat dalam

melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

6. Ada hubungan peluang untuk maju dengan kepatuhan peraawat dalam

melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

Page 30: Bab II Proposal

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berupa deskriptif korelasi

untuk menganalisis hubungan motivasi intrinsik (prestasi, pengakuan orang lain,

kepuasan kerja, tanggung jawab, peluang untuk maju) dengan kepatuhan perawat

dalam melaksanakan program patient safety di Instalasi Rawat Inap RSUD

Ungaran.

B. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSUD ungaran

karena Rumah Sakit tersebut masih akreditasi C, sehingga kemungkinan masih

banyak perawat yang belum melaksanakan program patient safety terutama

dalam pengurangan resiko infeksi nosokomial (phlebitis).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Page 31: Bab II Proposal