50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gula Darah 1. Pengertian Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Lefever, 2008). Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang terdapat didalam darah. Kadar glukosa ini juga disebut sebagai kadar gula plasma. Kadar gulah darah ini diukur dengan satuan milimol per liter (mmol/L). Kadar gula darah normal berkisar antara 4-8 mmol/L (70-150mg/dl) (Fox & Kilvert, 2010). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan 11

BAB II Revisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gula Darah

1. Pengertian

Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk

dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan

otot rangka (Lefever, 2008).

Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang terdapat didalam

darah. Kadar glukosa ini juga disebut sebagai kadar gula plasma. Kadar

gulah darah ini diukur dengan satuan milimol per liter (mmol/L). Kadar

gula darah normal berkisar antara 4-8 mmol/L (70-150mg/dl)

(Fox & Kilvert, 2010).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah

Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang

berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi,

meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia,

serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid (Fox & Kilvert, 2010).

a. Olah raga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin sehingga

insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel-sel tubuh. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik (sekitar 30

menit/hari) dapat mengurangi resiko diabetes. Olah raga juga dapat

digunakan sebagai usaha untuk membakar lemak dalam tubuh

sehingga dapat mengurangi berat badan bagi orang obesitas.

11

Page 2: BAB II Revisi

12

b. Asupan makanan terutama melalui makanan berenergi tinggi atau

kaya karbohidrat dan serat yang rendah dapat mengganggu stimulasi

sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Asupan lemak di

dalam tubuh juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh

terhadap kepekaan insulin.

c. Interaksi antara pituitary, adrenal gland, pancreas dan liver sering

terganggu akibat stress dan penggunaan obat-obatan. Gangguan

organ-organ tersebut mempengaruhi metabolism ACTH (hormon dari

pituitary), kortisol, glucocorticoids (hormon adrenal gland), glukagon

merangsang glukoneogenesis di liver yang akhirnya meningkatkan

kadar gula dalam darah (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, & Alting,

2008). Kurang tidur bisa memicu produksi hormone kortisol,

menurunkan toleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. Semua

itu menyebabkan resistensi insulin dan memperburuk metabolisme

(Vita Health, 2000).

d. Semakin bertambah usia perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh

akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia lanjut sebagian

besar merupakan masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang

memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk diabetes mellitus

(Maryam, dkk., 2008).

e. Hal-hal yang dapat meningkatkan gula darah dapat berupa: makanan

atau snack dengan karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya,

kurangnya aktivitas fisik, infeksi atau penyakit lain, perubahan

Page 3: BAB II Revisi

13

hormon, misalnya selama menstruasi, dan stress. Pemeriksaan yang

dapat dilakukan untuk menilai gula darah tinggi adalah pemeriksaan

Gula Darah Puasa (GDP). Seseorang dikatakan menderita diabetes

apabila kadar GDP =126 mg/dl (Perkeni, 2006).

3. Faktor-faktor hormon yang berpengaruh dalam menjaga keseimbangan

kadar glukosa darah

a. Hormon tiroid

Tiroksin mempunyai kerja diabetogenik dan tindakan tiroidektomi

menghambat perkembangan diabetes. Pada manusia, kadar glukosa

puasa tampak naik diantara pasien-pasien hipotiroid. Pasien hipertiroid

menggunakan glukosa dengan kecepatan yang normal atau meningkat,

sedangkan pasien hipotiroid mengalami penurunan kemampuan dalam

menggunakan glukosa (Murray, 2003).

b. Hormon insulin

Hormon insulin yaitu hormon yang berperan penting dalam menjaga

keseimbangan kadar glukosa darah, meningkat dalam beberapa menit

setelah makan dan kembali kenilai dasar dalam waktu tiga jam. Insulin

menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan transport glukosa

kedalam sel dan melalui glukogenesis, insulin berperan penting dalam

mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Price &

Wilson, 2005).

c. Hormon epinefrin

Hormon epinefrin disekresi oleh medulla adrenal sebagai akibat dari

ransangan yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan,

Page 4: BAB II Revisi

14

pendarahan, hipoksia, hipoglikemia, dan lain-lain) dan menimbulkan

glikogenolisis di hati dan otot. Hormon epinefrin adalah hormon yang

responsif terhadap penurunan konsentrasi glukosa darah, menghambat

glikolisis dan meransang glukoneogenesis di hati (Murray, 2003).

d. Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan disekresi oleh kelenjer hipofise anterior.

Hormon ini menimbulkan pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan

adipose, yang mempermudah ketogenesis. Hormon pertumbuhan juga

dapat menurunkan pemasukan glukosa oleh hati dan dapat

menurunkan peningkatan insulin oleh jaringan (Murray, 2003).

B. Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia .

Diabetes mellitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas

untuk mensekresi insulin secara adekuat akibat yang umum adalah

terjadinya hiperglikemia, diabetes mellitus merupakan sekelompok

kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah

atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja

insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

Page 5: BAB II Revisi

15

demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

diabetes tipe II (Smeltzerr dan Bare, 2002).

Diabetes mellitus tipe II sering disebut non insulin dependent

diabetes mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes. Pada diabetes

mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan

insulin, yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

sekresi insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi

intra sel. Dengan demikian insulin tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Diagnosis

Pada pasien Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)

mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis

hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah yang dibuat dilaboratorium

dan melakukan tes toleransi glukosa. Hiperglikemia yang lebih berat

pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, polifagia, lemah dan

somnolen. Biasanya penderita tidak mengalami ketoasidosis.

Hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet

mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar gula

darahnya (Price & Wilson, 2002).

Page 6: BAB II Revisi

16

Tabel 2.1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis Diabetes Mellitus (DM) (Perkeni, 2006).

Klasifikasi Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

Darah kapiler

< 110

< 90

< 110

< 90

110-199

90-199

110-125

90-109

>200

>200

>126

>110

Berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes

mellitus tipe 2 (Perkeni) di Indonesia tahun 2006, disebutkan bahwa

diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan 3 cara. Pertama, jika

keluhan klasik ditemukan, yaitu berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, dan

pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mg/dl). Keluhan

terakhir dapat berupa badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Kedua

dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yaitu apabila ditemukan keluhan

klasik dan kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L).

Dalam pemeriksaan glukosa darah puasa ini, pasien tidak

mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam sebelum dilakukan

pemeriksaan ketiga, dengan tes toleransi glukosa oral yaitu jika kadar

glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200 mg/dl

(mmol/L). Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

diabetes mellitus, maka digolongkan ke dalam kelompok Toleransi

Page 7: BAB II Revisi

17

Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

tergantung hasil yang diproleh. TGT apabila glukosa darah plasma 2 jam

setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L). GDPT apabila

glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl (5,6,6,9 mmol/L)

(Perkeni, 2006).

Tabel 2.2 Klasifikasi atau tipe diabetes mellitus menurut

(TANDRA, 2008).

Tipe I Tipe II

Umur < 30 tahun > 35 tahun

Produk insulin Tidak ada/sedikit Kurang, normal,

Insiden 10% Meningkat

Ketosis lebih besar terjadi 85-90% Tidak terjadi

(relatif kecil)

Injeksi insulin Perlu 20-30% perlu

Berat badan Ideal, kurus 80% obesitas

Managemen Diet, olah raga, insulin Diet, olah raga, obat

oral/insulin

3. Faktor penyebab

a. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Hal

ini disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai

kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu,

mengkomsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh

sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula

Page 8: BAB II Revisi

18

dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes mellitus

(Wijayakusuma, 2008).

b. Faktor genetik

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus

orang tua, biasanya seseorang yang menderita diabetes mellitus

mempunyai anggota keluarga yang juga terkena. Jika kedua orang tua

menderita diabetes. Insiden diabetes pada anak-anaknya meningkat,

tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Resiko

terbesar bagi anak-anak yang terserang diabetes terjadi jika salah satu

atau kedua orang tua mengalami penyakit diabetes mellitus sebelum

berumur 40 tahun (Wijayakusuma, 2008).

c. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel β pankres

secara langsung, yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), strepzotocin

(produk dari sejenis jamur) sehingga dapat menyebabkan terjadinya

diabetes mellitus (Maulana, 2008).

d. Penyakit dan Infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi

pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu

menyebabkan sel β pankreas tidak bekerja optimal dalam mensekresi

insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi dan

dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus

(Wijayakusuma, 2008).

Page 9: BAB II Revisi

19

e. Obesitas

Obesitas berhubungan dengan besarnya lapisan lemak dan

adanya gangguan metabolik. Kelainan metabolik tersebut umumnya

berupa resistensi terhadap insulin yang muncul pada jaringan lemak

yang luas. Sebagai kompensasi akan dibentuk insulin yang lebih

banyak oleh sel beta pankreas sehingga mengakibatkan

hiperinsulinemia (Maulana, 2008).

4. Patofisiologi diabetes mellitus tipe II

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe yang sering dijumpai yaitu

sekitar 90% dari jumlah penderita Diabetes Mellitus. Peningkatan kadar

glukosa darah disebabkan karena penurunan responsitifitas jaringan

terhadap insulin karena destruksi reseptor insulin, penurunan sekresi

insulin. Peningkatan kadar glukosa darah karena tidak terjadi transport

glukosa dalam sel. Sedangkan proses sintesis lemak dan sintesis protein

masih tetap berjalan, sehingga sering penderita tipe II memiliki berat

badan berlebih (obesitas). Diabetes mellitus tipe II Jarang mengalami

diabetik ketoasidosis (DKA), tetapi apabila mendapatkan stressor yang

berlebihan, dapat juga mengalami DKA meskipun sangat kecil

kemungkinannya (Tandra, 2008).

Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita

diabetes mellitus yang berusia ≥30 tahun dan obesitas, akibat intoleransi

glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif

maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika

Page 10: BAB II Revisi

20

gejalanya dialami penderita, gejala tersebut sering bersifat ringan dan

mencakup kelelahan (Price & Wilson, 2002).

5. Komplikasi

Menurut PERKENI komplikasi Diabetes Mellitus dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai

normal (< 50 mg/dl). Gejala umum hipoglikemia adalah lapar,

gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing,

pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma.

2) Hiperglikemia, adalah apabila kadar gula darah meningkat secara

tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia,

polifagia, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur.

b. Komplikasi kronis

1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum

berkembang pada penderita Diabetes Mellitus adalah trombosit

otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit

jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama

terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 1. Hiperglikemia yang

persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk

HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti

Page 11: BAB II Revisi

21

nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi

(Anonim, 2006).

6. Penatalaksanaan diabetes mellitus

Empat pilar penatalaksanaan diabetes mellitus (PERKENI, 2006).

a. Terapi non farmakologi

1) Perencanaan makan

Tahap pertama dalam perencanaan makan adalah

mendapatkan riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasaan makan

pasien dan gaya hidupnya. Tujuan yang paling penting dalam

penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes adalah pengendalian

asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat

badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.

Persentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak.

Distribusi kalori dari karbohidrat saat ini lebih dianjurkan dari pada

protein dan lemak. Sesuai dengan standar makanan berikut ini,

makanan yang berkomposisi karbohidrat 60-70%, protein 10-15%,

dan lemak 20-25% inilah makanan yang dianjurkan pada pasien

diabetes (Sukardji, 2009).

2) Penyuluhan (edukasi)

Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan

diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai

pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang

diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping kepada pasien

diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,

Page 12: BAB II Revisi

22

kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana

kebijakan kesehatan (Waspadji, 2002).

3) Latihan jasmani

Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur

memegang peranan penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat

latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah memperbaiki

metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid

darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat

badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri,

mengurangi risiko kardiovaskuler (Waspadji, 2002).

b. Terapi farmakologi

1) Obat antidiabetes oral

a) Sufoniluera

Mekanisme kerja sufoniluera termasuk meransang

pelepasan insulin dari sel β pankreas, mengurangi kadar

glukosa dalam serum, meningkatkan pengikatan insulin pada

jaringan target dan reseptor (Champe & Harvey, 2001).

Glibenklamid adalah obat pertama dari antidiabetika

generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikeminya yang kira-kira

100 kali lebih kuat dari pada tolbutamida. Pola kerja dari

glibenklamid yaitu dengan single-dose pagi hari mampu

menstimulir sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa

(sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai

regulasi gula darah optimal (Tjay & Rahardja, 2007).

Page 13: BAB II Revisi

23

b) Biguanida

Biguanida berbeda dengan sulfoniluera karena tidak

meransang sekresi insulin. Metformin bekerja terutama dengan

jalan mengurangi pengeluaran glukosa dihati, sebagian besar

dengan menghambat glukoneogenesis. Efek yang sangat

penting adalah kemampuannya untuk mengurangi

hiperlipidemia (konsentrasi LDL dan VLDL dan kolesterol

HDL meningkat), metformin mudah di absorbsi per oral, tidak

terikat dengan protein serum dan tidak dimetabolisme. Efek

samping terhadap saluran cerna tinggi (Champe & Harvey,

2001).

Metformin memiliki waktu paruh 1,5-3 jam. Dosis

metformin adalah 500 mg sampai maksimal 2,25 gram setiap

hari. Efek toksik yang paling sering pada metformin adalah

pada saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan terjadi

sampai sebesar 20% pada pasien (Katzung, 2001).

c) Penghambat α-glukosidase

Akarbose adalah suatu polisakarida yang bekerja

menghambat enzim α-glukosidase. Enzim tersebut dalam

saluran pencernaan berfungsi menguraikan polisakarida atau

disakarida menjadi glukosa. Jika polisakarida, olisakarida dan

disakarida terurai menjadi monosakarida maka akan

terabsorbsi. Akarbose bekerja menghambat absorbsi glukosa

disaluran pencernaan. Terhambatnya absorbsi glukosa dari diet

Page 14: BAB II Revisi

24

menyebabkan kadar gula darah tidak banyak meningkat setelah

makan. Akarbose merupakan polisakarida yang tidak

diabsorbsi di gastrointestinal oleh karena itu akabose harus

diberikan bersama makanan dan obat ini akan menyebabkan

perut kembung (Priyanto, 2008).

d) Golongan meglitinid

Obat ini dapat dikombinasikan dengan metformin

digunakan dalam pengobatan diabetes mellitus tipe II sebagai

tambahan terhadap diet dan oleh raga untuk penderita yang

hiperglikeminya tidak dapat dikontrol secara memuaskan

dengan cara-cara tersebut. Contoh obat dari golongan ini antara

lain repaglinide (novonorm), nateglinid (starlix)

(Tjay & Rahardja, 2006).

e) Golongan thiazolidinedion

Golongan ini dapat digunakan bersama sulfoniluera,

insulin atau metformin untuk memperbaiki kontrol glikemia.

Contohnya antara lain pioglitazone (actos), rosiglitazone

(avandia) (Tjay & Rahardja, 2007).

2) Insulin

Insulin memiliki 4 efek yang dapat menurunkan kadar gula

darah yaitu insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam

sebagian besar sel, jaringan yang tidak tergantung pada insulin

adalah otak, otot yang aktif dan hati. Insulin meransang

glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik diotot

Page 15: BAB II Revisi

25

maupun dihati. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian

glikogen menjadi glukosa. Insulin selanjutnya menurunkan

pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat

glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa dihati

(Sherwood, 2001).

Menurut Perkeni (2006) terdapat 3 jenis insulin

berdasarkan cara kerjanya yaitu :

a) Kerja cepat : RI (Reguler Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam

contoh obatnya adalah actrapid.

b) Kerja sedang : NPN dengan masa kerja 6-12 jam

c) Kerja lambat : PZI (Protamze Zinc Insulin) masa kerjanya 18-

24 jam.

Untuk pasien yang pertama kali akan mendapatkan insulin

sebaiknya selalu diawali dengan dosis rendah (8-20 unit)

disesuaikan dengan reduksi urin dan glukosa darah, serta

menggunakan RI (Reguler Insulin) yang diberikan 3 kali (misalnya

3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum makan. Jika

masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan.

Setelah keadaan stabil Ri (reguler insulin) dapat diganti dengan

insulin kerja sedang atau lambat PZI (protamme zinc insulin) yang

mempunyai efek maksimum setelah 20-24 jam setelah

penyuntikan. PZI (protamme zinc insulin) disuntikkan ¼ jam

sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI (Reguler

Insulin) per hari. Dapat pula diberikan kombinasi RI (Reguler

Page 16: BAB II Revisi

26

Insulin) dengan PZI (protamme zinc insulin) diberikan 3 x 20 unit

dapat diganti dengan pemberian RI (Reguler Insulin) 20 unit dan

PZI (protamme zinc insulin) 30 unit (Perkeni, 2006).

C. Terapi Komplementer

1. Pengertian

Terapi komplementer atau pengobatan alternatif adalah setiap

praktek penyembuhan yang tidak termasuk dalam bidang konvensional

kedokteran atau yang belum terbukti secara konsisten dan efektif.

Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek

pengobatan disebut alternatif atau komplementer. Beberapa terapi

komplementer yang umum adalah terapi fisik (yoga, pijat, akupuntur),

teknik relaksasi (meditasi, visualisasi), obat herbal (Gunawan, 2001).

Terapi komplementer menjadi populer disebabkan karena berbagai

macam fenomena termasuk ekonomi individu untuk memutuskan tindakan

kesehatan, biaya yang tinggi dan persepsi tentang keamanan dari obat

tersebut. Menurut Panel on Definition and deskription, Complementary

and Alternative Medicine (CAM) Research and Metodologi Conference

1997. Terapi komplementer efektif diberikan minimal selama satu minggu,

selama satu minggu tersebut efek dari terapi dapat terlihat hasilnya

(Synder, 2002).

Page 17: BAB II Revisi

27

2. Macam-macam terapi komplementer

Pengobatan komplementer juga termasuk pengobatan non

farmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya menurut

sustrani (2005) adalah :

a) Terapi nutrisi

Makanan yang kaya potasium seperti pisang, bayam, tomat. Makanan

yang kaya magnesium seperti kacang-kacangan, ikan, kerang, polong-

polongan, kedelai. Makanan yang kaya vitamin c seperti buah-buahan

dan sayuran yang disantap mentah.

b) Terapi relaksasi otot progresif (PMR)

Terapi relaksasi otot diberikan kepada penderita diabetes untuk

mmeningkatkan relaksasi dan kemampuan pengolahan diri. Latihan ini

dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan

tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktifitas sehari-hari,

meningkatkan imunitas sehingga status fungsional dan kualitas hidup

meningkat. (Smeltzer & Bare, 2002).

c) Refleksiologi

Cara pengobatan dengan meransang berbagai daerah refleks (Zona

atau mikrosistem) dikaki, tangan dan telinga yang ada hubungannya

dengan kelenjar, organ dan bagian tubuh lainnya.

d) Terapi herbal

Yaitu terapi yang menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuh sebagai

pengobatan atau perawatan kesehatan tersedia dalam bentuk ekstrak

Page 18: BAB II Revisi

28

atau dimakan langsung dalam keadaan masih segar untuk langsung

dikonsumsi (Bestari, 2011).

Kelebihan tanaman herbal menurut Prabowo (2010) antara lain :

Relatif murah, tanaman herbal sangat murah dan mudah didapatkan karena

setiap orang dapat menanamnya. Praktis bisa diolah sendiri, efektif

sebagai pengganti obat kimia yang tidak dapat menyembuhkan penyakit,

seperti kanker, tumor, darah tinggi, darah rendah, diabetes, hepatitis,

stroke, dan lain-lain. Pengobatan herbal bersifat konstruktif, selain

mengobati bagian tubuh yang sakit juga dapat memperbaiki sel-sel yang

rusak.

Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk

penyakit diabetes mellitus tipe II yaitu daun sukun (Artocarpus altilis)

karena kandungan flavonoid yang didalamnya mempunyai senyawa

turunan flavonol (kuersetin (3,3’,4’,5,7-pentahidroksiflavonol)), 8-geranil-

4’,5,7- trihydroxyflavone (Grotewold, 2007).

D. Daun Sukun (artocarpus altilis)

1. Pengertian

Sukun (Artocarpus altilis) termasuk dalam famili moraceae

(keluarga mulberry) atau lebih sering dikenal sebagai breadnut dan tanpa

biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh

palng baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di

daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering

asalkan ada air tanah. Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang

Page 19: BAB II Revisi

29

atau pantai. Di musim kering, disaat taman lain tidak dapat atau merosot

produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lezat. Tidak

heran, jika sukun dijadikan sebagai salah satu cadangan pangan nasional

(Shabella, 2012).

Sukun banyak tumbuh di daerah tropis, seperti Indonesia,

Thailand, Vietnam, Dan Kamboja. Pohon sukun merupakan tanaman yang

sangat populer di masyarakat. Sukun termasuk dalam genus artocarpus

(famili moraceae) yang terdiri atas 50 spesies tanaman berkayu, yang

hanya tumbuh di daerah panas dan lembab di kawasan Asia Tenggara Dan

Kepulauan Pasifik (Shabella, 2012).

Tanaman sukun sudah sejak lama digunakan sebagai tanaman obat

tradisional oleh masyarakat di perdesaan. Umumnya, masyarakat

menggunakan daun sukun untuk mengobati penyakit liver, hepatitis, sakit

gigi, gatal-gatal, jantung, dan ginjal. Selain itu, daun sukun juga dapat

digunakan sebagai ramuan obat gosok untuk kulit yang bengkak dengan

cara membakarnya, kemudian abu hasil pembakaran dicampur minyak

kelapa dan kunyit. Selain daunnya, masyarakat ambon memanfaatkan kulit

batang pohon sukun untuk obat mencairkan darah bagi wanita yang telah

melahirkan (8-10 hari) (Harmanto, 2012).

2. Jenis – jenis sukun

a. Sukun kecil (sukun kuning)

Sukun kecil umumnya berdaun hijau tua dan terlihat kusam.

Permukaan daunnya berbulu dan kasar. Daun terletak rapat dan saling

berhadapan. Tepi daunnya bercakap dan bersirip dengan posisi daun

Page 20: BAB II Revisi

30

cenderung menguncup keatas. Sementara itu, buahnya memiliki duri

lunak, berwarna hijau dan menguning seiring dengan tingkat

kematangannya. Buah tidak mengandung banyak air sehingga daging

buahnya cenderung kering dan kenyal. Bobot buah sukun kecil

berkisar 1-1,5 kg. Biasanya, buah sukun kecil tahan disimpan selama

beberapa hari setelah pemetikan.

b. Sukun gundul

Sukun gundul memiliki daun berwarna hijau cerah, bentuk

daunnya menyirip, tepi daun bercakap dan menekuk kedalam, serta

kedudukan daun mendatar dengan kecenderungan mengarah keatas.

Sementara itu, buahnya bermuka licin, tidak berduri, berwarna hijau,

kandungan air banyak, dan daya simpan 5-4 hari. Berbeda dengan

sukun kecil, daging buah sukun gundul kurang kenyal dan rasanya

kalah gurih dibandingkan sukun kecil. Bobot buah sukun gundul ini

berkisar 2,5-4,5 kg.

c. Sukun medium

Sukun medium merupakan persilangan antara sukun gundul

dan sukun kecil. Karena itu, sifatnya peralihan antara kedua jenis

sukun tersebut diatas. Sukun medium memiliki ciri-ciri warna daun

hijau cerah, letak daun saling berhadapan dan cenderung menguncup

keatas, serta tepi daun bercakap dangkal. Sementara itu, buahnya

berkulit buah berduri (seperti nangka), berduri besar, daging buah

cenderung kenyal, kandungan airnya lebih rendah dari pada sukun

gundul, tetapi lebih tinggi sukun kuning. Bobot buah sukun medium

Page 21: BAB II Revisi

31

berkisar antara 2-2,5 kg. Tahan simpan selama 6 hari (ning harmanto,

2012).

3. Khasiat tanaman sukun

a. Kayu batang

Ekstrak kayu sukun mengandung senyawa artocarpin yang

memacu apoptosis pada sel kanker payudara (T47D). Kulit batang

sukun juga bersifat antiradang sehingga kerap digunakan untuk

mengatasi luka lambung. Caranya, ambil kulit terluar batang sukun,

lalu keringkan selama 4 hari. Setelah kering, potong kecil-kecil. Rebus

15 gram potongan itu dalam empat gelas air hingga tersisa dua gelas.

Minum air rebusan itu dua kali pada pagi dan sore hari.

b. Buah

Buah sukun mengandung senyawa 5,7,4-trihydroxy-6-

geranylflavonone. Senyawa itu berperan sebagai antiradang. Sama

seperti daun, buah sukun juga bermanfaat sebagai pelindung jantung.

Selain itu, buah sukun dapat menjadi makanan sehat bagi penderita

diabetes. Indeks glikemik (angka yang menunjukkan potensi

peningkatan gukosa darah dari karbohidrat) sukun relatif rendah, yaitu

59. Angka itu lebih rendah dari pada terigu sebesar 100 dan beras 96.

c. Bunga

Bunga daun sukun bermanfaat untuk menyembuhkan sakit gigi.

Caranya, bunga dibakar hingga menjadi arang kemudian dioleskan

pada gusi yang sakit. Bunga sukun salah satunya mengandung

senyawa saponin (Mardiana, 2012)

Page 22: BAB II Revisi

32

d. Daun

Beberapa senyawa kimia yang terkandung didalam daun sukun

diantaranya adalah :

1) Fenol

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat Kristal

tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah

C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil-(OH) yang

berikatan dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan terbatas

dalam air yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang

cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus

hidroksinya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida

C6H6O- yang dapat dilarutkan dalam air.fenol dapat digunakan

sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat

mempraktikan pembedahan antiseptik.

Fenol juga bersifat antioksidan yang mampu menghambat

proses oksidasi dan proses radikal bebas. Molekul radikal bebas

adalah suatu zat instabilitas dari hasil proses metabolisme normal

tubuh manusia yang mempunyai efek merusak pembuluh darah,

dan bahkan dapat menyebabkan perubahan mendadak DNA,

sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit kanker. Dengan

demikian fenol dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit

seperti kanker, diabetes, penyakit jantung dan lain-lain. Senyawa

fenol juga dapat menghambat penyerapan kolesterol oleh tubuh

Page 23: BAB II Revisi

33

sehingga dapat mencegah naiknya kolesterol darah yang mampu

memicu terjadinya aterosklerosis.

2) Riboflavin

Nama riboflavin berasal dari kata ribosa dan flavin.

Riboflavin dikenal juga sebagai vitamin B2, adalah mikronutrisi

yang mudah dicerna, bersifat larut dalam air, dan memiliki peranan

kunci dalam menjaga kesehatan pada manusia dan hewan.

Riboflavin memainkan peranan penting dalam metabolism energi,

dan dalam metabolism lemak, zat keton, karbohidrat dan protein.

Vitamin ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah,

antibodi dalam tubuh, dan dalam metabolisme pelepadan energi

dari karbohidrat. Sumber vitamin B2 ini banyak ditemukan pada

makanan hewani misalnya daging, hati, ginjal, dan jantung.

Beberapa tanaman juga mengandung kadar vitamin ini yang tinggi

antara lain kacang almond, jamur, jamur, gandum, dan kacang

kedelai termasuk juga daun sukun.

Gejala awal defisiensi adalah penyakit sakit tenggorokan

dan bibir pecah-pecah. Bila telah parah, penderita akan mengalami

anemia, gangguan saraf, pembengkakan lidah. Defisiensi vitamin

B2 ini sering dialami oleh pecandu alkohol.

3) Tanin

Tanin disebut juga asam tanat atau asam galotanat

merupakan senyawa yang tidak berwarna hingga berwarna kuning

atau cokelat. Tanin banyak ditemukan pada buah kesemak. Tanin

Page 24: BAB II Revisi

34

inilah yang membuat rasa buah kesemak agak sepat, tanin juga

ditemukan dalam daun sukun. Tanin memiliki efek deuretik, yaitu

dapat mengurangi jumlah air pada plasma darah dengan

membuangnya melalui urine, karena itulah tannin berkhasit untuk

mengobati hipertensi. Selain itu, tanin dapat merusak membran sel

bakteri dan mengerutkan dinding/membran sel bakteri sehingga

dapat menggangu permeabilitas sel bakteri, hingga pertumbuhan

bakteri akan terhambat atau bahkan mati. Sebagai anti virus, tannin

dapat menghambat aktivitas enzim yang diperlukan virus untuk

memperbanyak diri sehingga virus sulit berkembang.

4) Asetilkolin (Ach)

Asetilkolin merupakan salah satu jenis neurotransmitter (zat

kimia penghantar ransangan saraf) yang paling umum dikenal.

Senyawa neurotransmitter ini dapat ditemukan didalam sistem

saraf organisme vertebra. Asetilkolin berperan dalam

mentransmisikan sinyal atau ransangan yang diterima untuk

diteruskan diantara sel-sel saraf yang berdekatan atau pada

sambungan neuromuskular. Senyawa organik dengan rumus

CH3COOCH2CH2N+(CH3)3 ini tersebar diseluruh tubuh manusia,

terutama banyak terdapat dalam sstem saraf tepi (otonom) dan

senyawa ini dikeluarkan dengan adanya stimulasi saraf. Segera

setelah dikeluarkan, asetilkolin akan berdifusi dicelah antar

sinapsis dan menstimulasi saraf-saraf lainnya.

Page 25: BAB II Revisi

35

Aktivitas dari neurotransmitter ini dapat dihambat oleh

enzim kolinesterase (EC 3.1.1.7). enzim ini sendiri ditemukan pada

tahun 1968 dimana seorang peneliti bernama Walo Leuzinger

berhasil memurnikan dan mengkristalkan enzim ini dari belut

listrik di Universitas Kolumbia. Penghambatan kerja asetilkolin

oleh enzim ini didalam tubuh manusia berperan dalam

menimbulkan penyakit Alzheimer yang terkait dengan kerusakan

sel-sel otak, hilangnya ingatan, dan kemapuan berpikir. Penyakit

ini dapat dikurangi efeknya dengan menggunakan obat dengan

menggunakan inhibitor kolinesterase. Di otak, asetilkolin

ditemukan pada serebral kortex, hippocambus (terlibat dalam

fungsi ingatan), bangsal ganglia (terlibat dalam fungsi motoris),

dan cerebrum (koordinasi bicara dan motoris).

5) Kalium

Kalium adalah salah satu mineral yang sangat penting bagi

manusia. Kalium digunakan untuk membantu kinerja otot dan saraf

pada tubuh manusia agar bekerja dengan baik. Kalium juga sangat

dibutuhkan oleh tubuh untuk menyimpan gula dalam bentuk

glikogen. Kalium juga merupakan elektrolit yaitu mineral yang

mampu menghasilkan listrik dalam tubuh yang dilakukan secara

bersama dengan beberapa mineral penting lainnya seperti kalsium,

klorida, magnesium, dan natrium. Kalium juga sering disebut

sebagai potassium kalium bersama denga sodium dan klorida

berfungsi untuk mengontrol kadar air dalam tubuh. Menurut

Page 26: BAB II Revisi

36

penelitian para ahli, manfaat kalium yang lain adalah untuk

mencegah penyakit tekanan darah tinggi jika berada dalam jumlah

yang sesuai didalam tubuh, kalium sangat penting dan dibutuhkan

untuk menunjang kinerja jantung serta memiliki peran penting

dalam kontraksi otot rangka dan otot halus. Sumber kalium paling

besar di peroleh dari buah-buahan, sayuran serta daging merah.

Untuk jenis sayuran kentang, tomat, bayam. Sedangkan buah-

buahan pisang adalah buah yang memiliki kadar kalium paling

tinggi. Kalium dalam daun sukun mampu membuat batu ginjal

berupa kalium oksalat tercerai berai. Endapan batu ginjal akhirnya

larut dan keluar bersama urine.

6) Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa berbentuk fenol yang

terbesar ditemukan di alam. Flavonoid merupakan senyawa yang

terdiri atas 15 atom karbon, yang terdiri atas rantai propana (C-3)

yang terikat pada dua cincin benzena (C-6). Golongan flavonoid

yang terbesar mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai

tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Flavonoid

merupakan senyawa yang bersifat polar karena memiliki gugus

hidroksil yang tidak tersubstitusi. Oleh karena itu, pelarut polar

seperti etanol, metanol, etil asetat, atau campuran pelarut dapat

digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari berbagai jaringan

tumbuhan (Markham 1988).

Page 27: BAB II Revisi

37

Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Dewi (2007)

menunjukkan bahwa daun sukun sangat banyak mengandung

senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid tersebut diantaranya adalah

flavonol (kuersetin(3,3’,4’,5,7-pentahidroksiflavonol)), 8-geranil-

4’,5,7-trihidroksiflanon (Syah, 2005) dan (Grotewold, 2007).

4. Manfaat sukun untuk kesehatan

Berikut ini adalah manfaat sukun untuk kesehatan khususnya Daun

Sukun (artocarpus altilis)

a. Antidiabetes

Olahan daun sukun dalam bentuk rebusan dipercaya bahwa

senyawa aktifnya akan lebih mudah dicerna oleh tubuh. Ekstraksi daun

sukun yang paling bagus adalah dengan pelarut air. Hal ini disebabkan

karena hampir semua flavonoid dalam daun sukun mudah larut dalam

air. Herbal daun sukun dalam bentuk rebusan dapat dibuat dengan cara

sebagai berikut : Ambil 25 gram daun sukun yang dikeringkan

dibawah sinar matahari selama 1-2 hari sebanyak 25 gram yang

kemudian direbus dengan air bersih sebanyak 1000 ml dan dibiarkan

mendidih sampai suhu (1000c) hingga tersisa 500 ml kemudian

disaring dan dibiarkan dingin selama 1 jam. Hasil rebusan daun sukun

di minum 2 kali sehari.

Riset yang dilakukan oleh Nublah dari Fakultas Biologi,

Universitas Gajah Mada (UGM) membuktikan bahwa daun sukun

bersifat antidiabetes. Ia menguji pemberian ekstran daun sukun pada

tikus jantan galur wistar yang diberi glukosa monohidrat sehingga

Page 28: BAB II Revisi

38

mengalami hiperglikemia alis kadar gula darah tinggi. Pemberian 1,35

g glukosa monohidrat per 200g bobot badan menyebabkan kadar gula

darah tikus naik dari 88,95 mg/dl menjadi 173,95 mg/dl.

Selanjutnya Nublah mengekstrak daun sukun dengan pelarut

kloroform bersifat nonpolar dan metanol, bersifat lebih polar. Ia juga

merebus 50g daun sukun yang dikeringkan di bawah sinar matahari

dalam 2 L air menjadi 1 L air . Semua bahan percobaan tersebut

diberikan pada tikus percoban masing masing 150 mg per Kg bobot

badan pada menit ke-70 pasca pemberian pemantik diabetes dan

mengamati hasilnya.

Riset menunjukkan pada menit ke-120 air rebusan mampu

menurunkan kadar gula darah dengan lebih baik (102,80 mg/dl) dan

metanol (123,80 mg/dl). Pemberian hasil fraksinasi air rebusan daun

sukun juga menunjukkan hal yang sama. Hal tersebut juga

membuktikan bahwa daun sukun dapat mengontrol kadar gula darah

penderita diabetes. Senyawa yang berperan sebagai pengontrol gula

darah adalah fenolik, flavonoid, alkaloid, dan terpenoid.

Riset yang dilakukan oleh Puspa DN Lotulung, Sofa Fajriah,

AndiniSundowo, dan Euis Filaila dari Pusat Penelitian Kimia LIPI di

Serpong, Tangerang, Provisinsi Banten juga membuktikan daun sukun

bersifat antidiabetes. Periset mengisolasi senyawa flavonoid daun

sukun yaitu 8-geranyl-4,5,7-trihydroxyflavone yang bersifat sebagai

antidiabetes kuat. Nilai penghambatan lC50 sebesar 18,120 mg/dl.

Page 29: BAB II Revisi

39

Artinya dengan dosis kecil saja, 8-geranyl-4,5,7-trihydroxyflavone

memiliki aktivitas penghambatan yang kuat.

Studi secara epidemiologi yang dilakukan Griffiths, et al.

(2002) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa flavonoid, termasuk

kuersetin memiliki kemampuan pada penyakit diabetes tipe II. Pada

tahun 2009, Jo, et al. dalam jurnalnya membuktikan bahwa kuersetin

memiliki kemampuan aktivitas inhibisi α-glukosidase. Uji Aktivitas

Inhibisi Kuersetin terhadap Enzim α-Glukosidase Berdasarkan jurnal

yang ditulis oleh Jo, et al., kuersetin merupakan salah satu senyawa

flavonoid yang dapat digunakan sebagai antidiabetes. Pengujian

aktivitas inhibisi kuersetin terhadap enzim α-glukosidase dilakukan

untuk membuktikan bahwa kuersetin dapat digunakan sebagai

inhibitor enzim α-glukosidase.

Berdasarkan jurnal Fawzy et al. (2008) membahas tentang

kuersetin, menyatakan bahwa kuersetin merupakan jenis flavonoid

yang masuk dalam golongan flavonol dan merupakan senyawa aktif

yang memiliki aktifitas antidiabetes yang dapat menurunkan kadar

gula darah. Cara kerja dari kuersetin sebagai antidiabetes adalah

menghambat dari kerja enzim α-glukosidase disebabkan karena adanya

substituen gugus hidroksil pada cincin C-3.

b. Anti mikroba

Sulistianingsih, Tina Rostinawati, dan Cepa Permana dari

Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat,

menguji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun sukun terhadap

Page 30: BAB II Revisi

40

bakteri Escherechia coli, Bacilus subtilis, dan jamus Candida albicans,

Mikcrosforum gypsium. Kesimpulannya ekstrak daun sukun dapat

dijadikan sebagai sediaan farmasi semisolid untuk mengatasi infeksi

kulit yang disebabkan oleh mikroba.

c. Antikanker

Yu Wang, Kedi Exu, Lin Lin, Yuanjiang Pan, Xiaoxiang

Zheng dari Departemen Rekayasa Biomedis, Universitas Zhejiang,

Cina, mengidentifikasi flavonoid geranyl daun sukun sebagai anti

kanker. Mereka menguji senyawa geranyl dihydrochacones pada sel

kanker paru, kolon, dan lever. Hasil riset menunjukkan senyawa yang

disolasi dalam bentuk minyak berwarna kekuningan paling potensial

sebagai lawan tanding kanker paru paru dan kolon.

d. Antiinflamasi

Bai-luh Wei dari Institute of Live Science, national, Taitung

Univercity,Taiwan, mengungkap khasiat daun sukun senbagai

antiinflamasi. Senyawa artocarpanone daun sukun mampu

menghambat produksi nitri oksida (NO) oleh makrofag di kartilago.

Produksi NO berlebih menyebabkan kerusakan fungsi jaringan normal

saat terjadi peradangan.

e. Tidak toksik

Hasil penelitian Fita, A., dari Departemen Farmasi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UI menunjukkan ekstrak

daun sukun yang terdiri dari flavonoid 30% tidak bersifat toksin.

Page 31: BAB II Revisi

41

Pemberian ekstrak daun sukun dalam dosis tinggi 16,67g ekstrak/kg

bobot badan tidak menimbulkan kematian terhadap hewan uji.

Tjandrawati, M., peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI,

Bandung, Jawa Barat juga melakukan uji toksisitas akut dan toksitas

subkronis daun sukun. Pada uji toksisitas akut, Tjandrawati

menggunakan mencit jantan dan betina masing-masing 50 ekor yang

terbagi dalam lima kelompok. Selama 14 hari, mereka diberi ekstrak

daun sukun setiap 24 jam. Bahkan, pada dosis tertinggi 16 g/kg bobot

tubuh, tidak ditemukan adanya kematian. Selain itu, tidak ditemukan

juga tanda-tanda toksisitas, baik dari perilaku hewan maupun fungsi

organ penting seperti jantung, hati, dan ginjal.

Uji toksitas subkronis menggunakan tikus jantan dan betina

masing-masing 40 ekor yang terbagi dalam empat kelompok.

Pemberian ekstrak daun sukun selama 90 hari tdak menunjukkan

gejala toksisitas, bahkan pada dosis tertinggi 333 mg/kg bobot tubuh.

Master Biokimia alumnus Universitas Nancy di Perancis itu juga

mengungkapkamn dosis tertinggi tidak mempengaruhi fungsi jantung,

ginjal, hati, dan darah.

f. Melindungi jantung

Tjandrawati, M., Peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI,

Bandung, Jawa Barat juga membuktikan keampuhan daun sukun

melindungi jantung melalui uji in vitro dan in vivo. Ia mengekstrak

dau sukun dengan berbagai pelarut alamai. Pada uji in vitro, ekstrak

etil asetat menunjukkan adanya efek sitoprotektif atau perlindungan

Page 32: BAB II Revisi

42

terhadap sel endothelium, yakni selapis sel di antara aliran darah dan

dinding pembuluh darah. Sel endotel berperan mengatur oto polos

pembuluh darah, hemostatis, koagolasi atau penggumpalan darah, dan

pertahanan tubuh. Oleh karena itu, ketka fungsi jaringan endothelium

terganggu maka fungsi pembuluh darah ikut terganggu sehingga dapat

g. Apoptosis

Riset in vitro Song Chwan Fang dan rekan di Chung Hwa

Unifercity of Medical Technology, Taiwan, mengungkapkan ada tiga

turunan geranyl chalceno daru yang terdapat di daun sukun. Ketiganya

adalah isolespeol, 5’-geranyl-2’,4’,4-trihydroxychalcone, 3,4,2’,4’-

tetrahydroxy-3’-geranyldihydrochalcone. Isolespeol berfungsi

merangsang apoptosis atau program bunuh diri sel

(Mardiana, 2012).