Upload
putri-saja
View
95
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gula Darah
1. Pengertian
Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk
dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan
otot rangka (Lefever, 2008).
Kadar gula darah adalah jumlah glukosa yang terdapat didalam
darah. Kadar glukosa ini juga disebut sebagai kadar gula plasma. Kadar
gulah darah ini diukur dengan satuan milimol per liter (mmol/L). Kadar
gula darah normal berkisar antara 4-8 mmol/L (70-150mg/dl)
(Fox & Kilvert, 2010).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah
Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang
berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi,
meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia,
serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid (Fox & Kilvert, 2010).
a. Olah raga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin sehingga
insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel-sel tubuh. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik (sekitar 30
menit/hari) dapat mengurangi resiko diabetes. Olah raga juga dapat
digunakan sebagai usaha untuk membakar lemak dalam tubuh
sehingga dapat mengurangi berat badan bagi orang obesitas.
11
12
b. Asupan makanan terutama melalui makanan berenergi tinggi atau
kaya karbohidrat dan serat yang rendah dapat mengganggu stimulasi
sel-sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Asupan lemak di
dalam tubuh juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh
terhadap kepekaan insulin.
c. Interaksi antara pituitary, adrenal gland, pancreas dan liver sering
terganggu akibat stress dan penggunaan obat-obatan. Gangguan
organ-organ tersebut mempengaruhi metabolism ACTH (hormon dari
pituitary), kortisol, glucocorticoids (hormon adrenal gland), glukagon
merangsang glukoneogenesis di liver yang akhirnya meningkatkan
kadar gula dalam darah (Mahendra, Krisnatuti, Tobing, & Alting,
2008). Kurang tidur bisa memicu produksi hormone kortisol,
menurunkan toleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. Semua
itu menyebabkan resistensi insulin dan memperburuk metabolisme
(Vita Health, 2000).
d. Semakin bertambah usia perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh
akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia lanjut sebagian
besar merupakan masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang
memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk diabetes mellitus
(Maryam, dkk., 2008).
e. Hal-hal yang dapat meningkatkan gula darah dapat berupa: makanan
atau snack dengan karbohidrat yang lebih banyak dari biasanya,
kurangnya aktivitas fisik, infeksi atau penyakit lain, perubahan
13
hormon, misalnya selama menstruasi, dan stress. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk menilai gula darah tinggi adalah pemeriksaan
Gula Darah Puasa (GDP). Seseorang dikatakan menderita diabetes
apabila kadar GDP =126 mg/dl (Perkeni, 2006).
3. Faktor-faktor hormon yang berpengaruh dalam menjaga keseimbangan
kadar glukosa darah
a. Hormon tiroid
Tiroksin mempunyai kerja diabetogenik dan tindakan tiroidektomi
menghambat perkembangan diabetes. Pada manusia, kadar glukosa
puasa tampak naik diantara pasien-pasien hipotiroid. Pasien hipertiroid
menggunakan glukosa dengan kecepatan yang normal atau meningkat,
sedangkan pasien hipotiroid mengalami penurunan kemampuan dalam
menggunakan glukosa (Murray, 2003).
b. Hormon insulin
Hormon insulin yaitu hormon yang berperan penting dalam menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah, meningkat dalam beberapa menit
setelah makan dan kembali kenilai dasar dalam waktu tiga jam. Insulin
menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan transport glukosa
kedalam sel dan melalui glukogenesis, insulin berperan penting dalam
mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Price &
Wilson, 2005).
c. Hormon epinefrin
Hormon epinefrin disekresi oleh medulla adrenal sebagai akibat dari
ransangan yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan,
14
pendarahan, hipoksia, hipoglikemia, dan lain-lain) dan menimbulkan
glikogenolisis di hati dan otot. Hormon epinefrin adalah hormon yang
responsif terhadap penurunan konsentrasi glukosa darah, menghambat
glikolisis dan meransang glukoneogenesis di hati (Murray, 2003).
d. Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan disekresi oleh kelenjer hipofise anterior.
Hormon ini menimbulkan pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan
adipose, yang mempermudah ketogenesis. Hormon pertumbuhan juga
dapat menurunkan pemasukan glukosa oleh hati dan dapat
menurunkan peningkatan insulin oleh jaringan (Murray, 2003).
B. Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia .
Diabetes mellitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas
untuk mensekresi insulin secara adekuat akibat yang umum adalah
terjadinya hiperglikemia, diabetes mellitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja
insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2002).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
15
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II (Smeltzerr dan Bare, 2002).
Diabetes mellitus tipe II sering disebut non insulin dependent
diabetes mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes. Pada diabetes
mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
sekresi insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel. Dengan demikian insulin tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Diagnosis
Pada pasien Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah yang dibuat dilaboratorium
dan melakukan tes toleransi glukosa. Hiperglikemia yang lebih berat
pasien mungkin menderita polidipsia, poliuria, polifagia, lemah dan
somnolen. Biasanya penderita tidak mengalami ketoasidosis.
Hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet
mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar gula
darahnya (Price & Wilson, 2002).
16
Tabel 2.1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis Diabetes Mellitus (DM) (Perkeni, 2006).
Klasifikasi Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
< 110
< 90
110-199
90-199
110-125
90-109
>200
>200
>126
>110
Berdasarkan konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
mellitus tipe 2 (Perkeni) di Indonesia tahun 2006, disebutkan bahwa
diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan 3 cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan, yaitu berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, dan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mg/dl). Keluhan
terakhir dapat berupa badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Kedua
dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yaitu apabila ditemukan keluhan
klasik dan kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L).
Dalam pemeriksaan glukosa darah puasa ini, pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan ketiga, dengan tes toleransi glukosa oral yaitu jika kadar
glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200 mg/dl
(mmol/L). Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes mellitus, maka digolongkan ke dalam kelompok Toleransi
17
Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
tergantung hasil yang diproleh. TGT apabila glukosa darah plasma 2 jam
setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L). GDPT apabila
glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl (5,6,6,9 mmol/L)
(Perkeni, 2006).
Tabel 2.2 Klasifikasi atau tipe diabetes mellitus menurut
(TANDRA, 2008).
Tipe I Tipe II
Umur < 30 tahun > 35 tahun
Produk insulin Tidak ada/sedikit Kurang, normal,
Insiden 10% Meningkat
Ketosis lebih besar terjadi 85-90% Tidak terjadi
(relatif kecil)
Injeksi insulin Perlu 20-30% perlu
Berat badan Ideal, kurus 80% obesitas
Managemen Diet, olah raga, insulin Diet, olah raga, obat
oral/insulin
3. Faktor penyebab
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Hal
ini disebabkan jumlah/kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu,
mengkomsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
18
dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes mellitus
(Wijayakusuma, 2008).
b. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus
orang tua, biasanya seseorang yang menderita diabetes mellitus
mempunyai anggota keluarga yang juga terkena. Jika kedua orang tua
menderita diabetes. Insiden diabetes pada anak-anaknya meningkat,
tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Resiko
terbesar bagi anak-anak yang terserang diabetes terjadi jika salah satu
atau kedua orang tua mengalami penyakit diabetes mellitus sebelum
berumur 40 tahun (Wijayakusuma, 2008).
c. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Ada beberapa bahan toksik yang mampu merusak sel β pankres
secara langsung, yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), strepzotocin
(produk dari sejenis jamur) sehingga dapat menyebabkan terjadinya
diabetes mellitus (Maulana, 2008).
d. Penyakit dan Infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi
pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu
menyebabkan sel β pankreas tidak bekerja optimal dalam mensekresi
insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi dan
dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes mellitus
(Wijayakusuma, 2008).
19
e. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan besarnya lapisan lemak dan
adanya gangguan metabolik. Kelainan metabolik tersebut umumnya
berupa resistensi terhadap insulin yang muncul pada jaringan lemak
yang luas. Sebagai kompensasi akan dibentuk insulin yang lebih
banyak oleh sel beta pankreas sehingga mengakibatkan
hiperinsulinemia (Maulana, 2008).
4. Patofisiologi diabetes mellitus tipe II
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe yang sering dijumpai yaitu
sekitar 90% dari jumlah penderita Diabetes Mellitus. Peningkatan kadar
glukosa darah disebabkan karena penurunan responsitifitas jaringan
terhadap insulin karena destruksi reseptor insulin, penurunan sekresi
insulin. Peningkatan kadar glukosa darah karena tidak terjadi transport
glukosa dalam sel. Sedangkan proses sintesis lemak dan sintesis protein
masih tetap berjalan, sehingga sering penderita tipe II memiliki berat
badan berlebih (obesitas). Diabetes mellitus tipe II Jarang mengalami
diabetik ketoasidosis (DKA), tetapi apabila mendapatkan stressor yang
berlebihan, dapat juga mengalami DKA meskipun sangat kecil
kemungkinannya (Tandra, 2008).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita
diabetes mellitus yang berusia ≥30 tahun dan obesitas, akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif
maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
20
gejalanya dialami penderita, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
mencakup kelelahan (Price & Wilson, 2002).
5. Komplikasi
Menurut PERKENI komplikasi Diabetes Mellitus dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai
normal (< 50 mg/dl). Gejala umum hipoglikemia adalah lapar,
gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing,
pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma.
2) Hiperglikemia, adalah apabila kadar gula darah meningkat secara
tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia,
polifagia, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur.
b. Komplikasi kronis
1) Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita Diabetes Mellitus adalah trombosit
otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit
jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
2) Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tipe 1. Hiperglikemia yang
persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti
21
nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi
(Anonim, 2006).
6. Penatalaksanaan diabetes mellitus
Empat pilar penatalaksanaan diabetes mellitus (PERKENI, 2006).
a. Terapi non farmakologi
1) Perencanaan makan
Tahap pertama dalam perencanaan makan adalah
mendapatkan riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasaan makan
pasien dan gaya hidupnya. Tujuan yang paling penting dalam
penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes adalah pengendalian
asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat
badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.
Persentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak.
Distribusi kalori dari karbohidrat saat ini lebih dianjurkan dari pada
protein dan lemak. Sesuai dengan standar makanan berikut ini,
makanan yang berkomposisi karbohidrat 60-70%, protein 10-15%,
dan lemak 20-25% inilah makanan yang dianjurkan pada pasien
diabetes (Sukardji, 2009).
2) Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan
diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang
diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping kepada pasien
diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
22
kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak perencana
kebijakan kesehatan (Waspadji, 2002).
3) Latihan jasmani
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur
memegang peranan penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat
latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah memperbaiki
metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid
darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat
badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri,
mengurangi risiko kardiovaskuler (Waspadji, 2002).
b. Terapi farmakologi
1) Obat antidiabetes oral
a) Sufoniluera
Mekanisme kerja sufoniluera termasuk meransang
pelepasan insulin dari sel β pankreas, mengurangi kadar
glukosa dalam serum, meningkatkan pengikatan insulin pada
jaringan target dan reseptor (Champe & Harvey, 2001).
Glibenklamid adalah obat pertama dari antidiabetika
generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikeminya yang kira-kira
100 kali lebih kuat dari pada tolbutamida. Pola kerja dari
glibenklamid yaitu dengan single-dose pagi hari mampu
menstimulir sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa
(sewaktu makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai
regulasi gula darah optimal (Tjay & Rahardja, 2007).
23
b) Biguanida
Biguanida berbeda dengan sulfoniluera karena tidak
meransang sekresi insulin. Metformin bekerja terutama dengan
jalan mengurangi pengeluaran glukosa dihati, sebagian besar
dengan menghambat glukoneogenesis. Efek yang sangat
penting adalah kemampuannya untuk mengurangi
hiperlipidemia (konsentrasi LDL dan VLDL dan kolesterol
HDL meningkat), metformin mudah di absorbsi per oral, tidak
terikat dengan protein serum dan tidak dimetabolisme. Efek
samping terhadap saluran cerna tinggi (Champe & Harvey,
2001).
Metformin memiliki waktu paruh 1,5-3 jam. Dosis
metformin adalah 500 mg sampai maksimal 2,25 gram setiap
hari. Efek toksik yang paling sering pada metformin adalah
pada saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, diare) dan terjadi
sampai sebesar 20% pada pasien (Katzung, 2001).
c) Penghambat α-glukosidase
Akarbose adalah suatu polisakarida yang bekerja
menghambat enzim α-glukosidase. Enzim tersebut dalam
saluran pencernaan berfungsi menguraikan polisakarida atau
disakarida menjadi glukosa. Jika polisakarida, olisakarida dan
disakarida terurai menjadi monosakarida maka akan
terabsorbsi. Akarbose bekerja menghambat absorbsi glukosa
disaluran pencernaan. Terhambatnya absorbsi glukosa dari diet
24
menyebabkan kadar gula darah tidak banyak meningkat setelah
makan. Akarbose merupakan polisakarida yang tidak
diabsorbsi di gastrointestinal oleh karena itu akabose harus
diberikan bersama makanan dan obat ini akan menyebabkan
perut kembung (Priyanto, 2008).
d) Golongan meglitinid
Obat ini dapat dikombinasikan dengan metformin
digunakan dalam pengobatan diabetes mellitus tipe II sebagai
tambahan terhadap diet dan oleh raga untuk penderita yang
hiperglikeminya tidak dapat dikontrol secara memuaskan
dengan cara-cara tersebut. Contoh obat dari golongan ini antara
lain repaglinide (novonorm), nateglinid (starlix)
(Tjay & Rahardja, 2006).
e) Golongan thiazolidinedion
Golongan ini dapat digunakan bersama sulfoniluera,
insulin atau metformin untuk memperbaiki kontrol glikemia.
Contohnya antara lain pioglitazone (actos), rosiglitazone
(avandia) (Tjay & Rahardja, 2007).
2) Insulin
Insulin memiliki 4 efek yang dapat menurunkan kadar gula
darah yaitu insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam
sebagian besar sel, jaringan yang tidak tergantung pada insulin
adalah otak, otot yang aktif dan hati. Insulin meransang
glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik diotot
25
maupun dihati. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian
glikogen menjadi glukosa. Insulin selanjutnya menurunkan
pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat
glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa dihati
(Sherwood, 2001).
Menurut Perkeni (2006) terdapat 3 jenis insulin
berdasarkan cara kerjanya yaitu :
a) Kerja cepat : RI (Reguler Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam
contoh obatnya adalah actrapid.
b) Kerja sedang : NPN dengan masa kerja 6-12 jam
c) Kerja lambat : PZI (Protamze Zinc Insulin) masa kerjanya 18-
24 jam.
Untuk pasien yang pertama kali akan mendapatkan insulin
sebaiknya selalu diawali dengan dosis rendah (8-20 unit)
disesuaikan dengan reduksi urin dan glukosa darah, serta
menggunakan RI (Reguler Insulin) yang diberikan 3 kali (misalnya
3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan ½ jam sebelum makan. Jika
masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan.
Setelah keadaan stabil Ri (reguler insulin) dapat diganti dengan
insulin kerja sedang atau lambat PZI (protamme zinc insulin) yang
mempunyai efek maksimum setelah 20-24 jam setelah
penyuntikan. PZI (protamme zinc insulin) disuntikkan ¼ jam
sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI (Reguler
Insulin) per hari. Dapat pula diberikan kombinasi RI (Reguler
26
Insulin) dengan PZI (protamme zinc insulin) diberikan 3 x 20 unit
dapat diganti dengan pemberian RI (Reguler Insulin) 20 unit dan
PZI (protamme zinc insulin) 30 unit (Perkeni, 2006).
C. Terapi Komplementer
1. Pengertian
Terapi komplementer atau pengobatan alternatif adalah setiap
praktek penyembuhan yang tidak termasuk dalam bidang konvensional
kedokteran atau yang belum terbukti secara konsisten dan efektif.
Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek
pengobatan disebut alternatif atau komplementer. Beberapa terapi
komplementer yang umum adalah terapi fisik (yoga, pijat, akupuntur),
teknik relaksasi (meditasi, visualisasi), obat herbal (Gunawan, 2001).
Terapi komplementer menjadi populer disebabkan karena berbagai
macam fenomena termasuk ekonomi individu untuk memutuskan tindakan
kesehatan, biaya yang tinggi dan persepsi tentang keamanan dari obat
tersebut. Menurut Panel on Definition and deskription, Complementary
and Alternative Medicine (CAM) Research and Metodologi Conference
1997. Terapi komplementer efektif diberikan minimal selama satu minggu,
selama satu minggu tersebut efek dari terapi dapat terlihat hasilnya
(Synder, 2002).
27
2. Macam-macam terapi komplementer
Pengobatan komplementer juga termasuk pengobatan non
farmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya menurut
sustrani (2005) adalah :
a) Terapi nutrisi
Makanan yang kaya potasium seperti pisang, bayam, tomat. Makanan
yang kaya magnesium seperti kacang-kacangan, ikan, kerang, polong-
polongan, kedelai. Makanan yang kaya vitamin c seperti buah-buahan
dan sayuran yang disantap mentah.
b) Terapi relaksasi otot progresif (PMR)
Terapi relaksasi otot diberikan kepada penderita diabetes untuk
mmeningkatkan relaksasi dan kemampuan pengolahan diri. Latihan ini
dapat membantu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan
tekanan darah, meningkatkan toleransi terhadap aktifitas sehari-hari,
meningkatkan imunitas sehingga status fungsional dan kualitas hidup
meningkat. (Smeltzer & Bare, 2002).
c) Refleksiologi
Cara pengobatan dengan meransang berbagai daerah refleks (Zona
atau mikrosistem) dikaki, tangan dan telinga yang ada hubungannya
dengan kelenjar, organ dan bagian tubuh lainnya.
d) Terapi herbal
Yaitu terapi yang menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuh sebagai
pengobatan atau perawatan kesehatan tersedia dalam bentuk ekstrak
28
atau dimakan langsung dalam keadaan masih segar untuk langsung
dikonsumsi (Bestari, 2011).
Kelebihan tanaman herbal menurut Prabowo (2010) antara lain :
Relatif murah, tanaman herbal sangat murah dan mudah didapatkan karena
setiap orang dapat menanamnya. Praktis bisa diolah sendiri, efektif
sebagai pengganti obat kimia yang tidak dapat menyembuhkan penyakit,
seperti kanker, tumor, darah tinggi, darah rendah, diabetes, hepatitis,
stroke, dan lain-lain. Pengobatan herbal bersifat konstruktif, selain
mengobati bagian tubuh yang sakit juga dapat memperbaiki sel-sel yang
rusak.
Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk
penyakit diabetes mellitus tipe II yaitu daun sukun (Artocarpus altilis)
karena kandungan flavonoid yang didalamnya mempunyai senyawa
turunan flavonol (kuersetin (3,3’,4’,5,7-pentahidroksiflavonol)), 8-geranil-
4’,5,7- trihydroxyflavone (Grotewold, 2007).
D. Daun Sukun (artocarpus altilis)
1. Pengertian
Sukun (Artocarpus altilis) termasuk dalam famili moraceae
(keluarga mulberry) atau lebih sering dikenal sebagai breadnut dan tanpa
biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh
palng baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di
daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering
asalkan ada air tanah. Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang
29
atau pantai. Di musim kering, disaat taman lain tidak dapat atau merosot
produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lezat. Tidak
heran, jika sukun dijadikan sebagai salah satu cadangan pangan nasional
(Shabella, 2012).
Sukun banyak tumbuh di daerah tropis, seperti Indonesia,
Thailand, Vietnam, Dan Kamboja. Pohon sukun merupakan tanaman yang
sangat populer di masyarakat. Sukun termasuk dalam genus artocarpus
(famili moraceae) yang terdiri atas 50 spesies tanaman berkayu, yang
hanya tumbuh di daerah panas dan lembab di kawasan Asia Tenggara Dan
Kepulauan Pasifik (Shabella, 2012).
Tanaman sukun sudah sejak lama digunakan sebagai tanaman obat
tradisional oleh masyarakat di perdesaan. Umumnya, masyarakat
menggunakan daun sukun untuk mengobati penyakit liver, hepatitis, sakit
gigi, gatal-gatal, jantung, dan ginjal. Selain itu, daun sukun juga dapat
digunakan sebagai ramuan obat gosok untuk kulit yang bengkak dengan
cara membakarnya, kemudian abu hasil pembakaran dicampur minyak
kelapa dan kunyit. Selain daunnya, masyarakat ambon memanfaatkan kulit
batang pohon sukun untuk obat mencairkan darah bagi wanita yang telah
melahirkan (8-10 hari) (Harmanto, 2012).
2. Jenis – jenis sukun
a. Sukun kecil (sukun kuning)
Sukun kecil umumnya berdaun hijau tua dan terlihat kusam.
Permukaan daunnya berbulu dan kasar. Daun terletak rapat dan saling
berhadapan. Tepi daunnya bercakap dan bersirip dengan posisi daun
30
cenderung menguncup keatas. Sementara itu, buahnya memiliki duri
lunak, berwarna hijau dan menguning seiring dengan tingkat
kematangannya. Buah tidak mengandung banyak air sehingga daging
buahnya cenderung kering dan kenyal. Bobot buah sukun kecil
berkisar 1-1,5 kg. Biasanya, buah sukun kecil tahan disimpan selama
beberapa hari setelah pemetikan.
b. Sukun gundul
Sukun gundul memiliki daun berwarna hijau cerah, bentuk
daunnya menyirip, tepi daun bercakap dan menekuk kedalam, serta
kedudukan daun mendatar dengan kecenderungan mengarah keatas.
Sementara itu, buahnya bermuka licin, tidak berduri, berwarna hijau,
kandungan air banyak, dan daya simpan 5-4 hari. Berbeda dengan
sukun kecil, daging buah sukun gundul kurang kenyal dan rasanya
kalah gurih dibandingkan sukun kecil. Bobot buah sukun gundul ini
berkisar 2,5-4,5 kg.
c. Sukun medium
Sukun medium merupakan persilangan antara sukun gundul
dan sukun kecil. Karena itu, sifatnya peralihan antara kedua jenis
sukun tersebut diatas. Sukun medium memiliki ciri-ciri warna daun
hijau cerah, letak daun saling berhadapan dan cenderung menguncup
keatas, serta tepi daun bercakap dangkal. Sementara itu, buahnya
berkulit buah berduri (seperti nangka), berduri besar, daging buah
cenderung kenyal, kandungan airnya lebih rendah dari pada sukun
gundul, tetapi lebih tinggi sukun kuning. Bobot buah sukun medium
31
berkisar antara 2-2,5 kg. Tahan simpan selama 6 hari (ning harmanto,
2012).
3. Khasiat tanaman sukun
a. Kayu batang
Ekstrak kayu sukun mengandung senyawa artocarpin yang
memacu apoptosis pada sel kanker payudara (T47D). Kulit batang
sukun juga bersifat antiradang sehingga kerap digunakan untuk
mengatasi luka lambung. Caranya, ambil kulit terluar batang sukun,
lalu keringkan selama 4 hari. Setelah kering, potong kecil-kecil. Rebus
15 gram potongan itu dalam empat gelas air hingga tersisa dua gelas.
Minum air rebusan itu dua kali pada pagi dan sore hari.
b. Buah
Buah sukun mengandung senyawa 5,7,4-trihydroxy-6-
geranylflavonone. Senyawa itu berperan sebagai antiradang. Sama
seperti daun, buah sukun juga bermanfaat sebagai pelindung jantung.
Selain itu, buah sukun dapat menjadi makanan sehat bagi penderita
diabetes. Indeks glikemik (angka yang menunjukkan potensi
peningkatan gukosa darah dari karbohidrat) sukun relatif rendah, yaitu
59. Angka itu lebih rendah dari pada terigu sebesar 100 dan beras 96.
c. Bunga
Bunga daun sukun bermanfaat untuk menyembuhkan sakit gigi.
Caranya, bunga dibakar hingga menjadi arang kemudian dioleskan
pada gusi yang sakit. Bunga sukun salah satunya mengandung
senyawa saponin (Mardiana, 2012)
32
d. Daun
Beberapa senyawa kimia yang terkandung didalam daun sukun
diantaranya adalah :
1) Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat Kristal
tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah
C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil-(OH) yang
berikatan dengan cincin fenil. Fenol memiliki kelarutan terbatas
dalam air yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang
cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus
hidroksinya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida
C6H6O- yang dapat dilarutkan dalam air.fenol dapat digunakan
sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat
mempraktikan pembedahan antiseptik.
Fenol juga bersifat antioksidan yang mampu menghambat
proses oksidasi dan proses radikal bebas. Molekul radikal bebas
adalah suatu zat instabilitas dari hasil proses metabolisme normal
tubuh manusia yang mempunyai efek merusak pembuluh darah,
dan bahkan dapat menyebabkan perubahan mendadak DNA,
sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit kanker. Dengan
demikian fenol dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit
seperti kanker, diabetes, penyakit jantung dan lain-lain. Senyawa
fenol juga dapat menghambat penyerapan kolesterol oleh tubuh
33
sehingga dapat mencegah naiknya kolesterol darah yang mampu
memicu terjadinya aterosklerosis.
2) Riboflavin
Nama riboflavin berasal dari kata ribosa dan flavin.
Riboflavin dikenal juga sebagai vitamin B2, adalah mikronutrisi
yang mudah dicerna, bersifat larut dalam air, dan memiliki peranan
kunci dalam menjaga kesehatan pada manusia dan hewan.
Riboflavin memainkan peranan penting dalam metabolism energi,
dan dalam metabolism lemak, zat keton, karbohidrat dan protein.
Vitamin ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah,
antibodi dalam tubuh, dan dalam metabolisme pelepadan energi
dari karbohidrat. Sumber vitamin B2 ini banyak ditemukan pada
makanan hewani misalnya daging, hati, ginjal, dan jantung.
Beberapa tanaman juga mengandung kadar vitamin ini yang tinggi
antara lain kacang almond, jamur, jamur, gandum, dan kacang
kedelai termasuk juga daun sukun.
Gejala awal defisiensi adalah penyakit sakit tenggorokan
dan bibir pecah-pecah. Bila telah parah, penderita akan mengalami
anemia, gangguan saraf, pembengkakan lidah. Defisiensi vitamin
B2 ini sering dialami oleh pecandu alkohol.
3) Tanin
Tanin disebut juga asam tanat atau asam galotanat
merupakan senyawa yang tidak berwarna hingga berwarna kuning
atau cokelat. Tanin banyak ditemukan pada buah kesemak. Tanin
34
inilah yang membuat rasa buah kesemak agak sepat, tanin juga
ditemukan dalam daun sukun. Tanin memiliki efek deuretik, yaitu
dapat mengurangi jumlah air pada plasma darah dengan
membuangnya melalui urine, karena itulah tannin berkhasit untuk
mengobati hipertensi. Selain itu, tanin dapat merusak membran sel
bakteri dan mengerutkan dinding/membran sel bakteri sehingga
dapat menggangu permeabilitas sel bakteri, hingga pertumbuhan
bakteri akan terhambat atau bahkan mati. Sebagai anti virus, tannin
dapat menghambat aktivitas enzim yang diperlukan virus untuk
memperbanyak diri sehingga virus sulit berkembang.
4) Asetilkolin (Ach)
Asetilkolin merupakan salah satu jenis neurotransmitter (zat
kimia penghantar ransangan saraf) yang paling umum dikenal.
Senyawa neurotransmitter ini dapat ditemukan didalam sistem
saraf organisme vertebra. Asetilkolin berperan dalam
mentransmisikan sinyal atau ransangan yang diterima untuk
diteruskan diantara sel-sel saraf yang berdekatan atau pada
sambungan neuromuskular. Senyawa organik dengan rumus
CH3COOCH2CH2N+(CH3)3 ini tersebar diseluruh tubuh manusia,
terutama banyak terdapat dalam sstem saraf tepi (otonom) dan
senyawa ini dikeluarkan dengan adanya stimulasi saraf. Segera
setelah dikeluarkan, asetilkolin akan berdifusi dicelah antar
sinapsis dan menstimulasi saraf-saraf lainnya.
35
Aktivitas dari neurotransmitter ini dapat dihambat oleh
enzim kolinesterase (EC 3.1.1.7). enzim ini sendiri ditemukan pada
tahun 1968 dimana seorang peneliti bernama Walo Leuzinger
berhasil memurnikan dan mengkristalkan enzim ini dari belut
listrik di Universitas Kolumbia. Penghambatan kerja asetilkolin
oleh enzim ini didalam tubuh manusia berperan dalam
menimbulkan penyakit Alzheimer yang terkait dengan kerusakan
sel-sel otak, hilangnya ingatan, dan kemapuan berpikir. Penyakit
ini dapat dikurangi efeknya dengan menggunakan obat dengan
menggunakan inhibitor kolinesterase. Di otak, asetilkolin
ditemukan pada serebral kortex, hippocambus (terlibat dalam
fungsi ingatan), bangsal ganglia (terlibat dalam fungsi motoris),
dan cerebrum (koordinasi bicara dan motoris).
5) Kalium
Kalium adalah salah satu mineral yang sangat penting bagi
manusia. Kalium digunakan untuk membantu kinerja otot dan saraf
pada tubuh manusia agar bekerja dengan baik. Kalium juga sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk menyimpan gula dalam bentuk
glikogen. Kalium juga merupakan elektrolit yaitu mineral yang
mampu menghasilkan listrik dalam tubuh yang dilakukan secara
bersama dengan beberapa mineral penting lainnya seperti kalsium,
klorida, magnesium, dan natrium. Kalium juga sering disebut
sebagai potassium kalium bersama denga sodium dan klorida
berfungsi untuk mengontrol kadar air dalam tubuh. Menurut
36
penelitian para ahli, manfaat kalium yang lain adalah untuk
mencegah penyakit tekanan darah tinggi jika berada dalam jumlah
yang sesuai didalam tubuh, kalium sangat penting dan dibutuhkan
untuk menunjang kinerja jantung serta memiliki peran penting
dalam kontraksi otot rangka dan otot halus. Sumber kalium paling
besar di peroleh dari buah-buahan, sayuran serta daging merah.
Untuk jenis sayuran kentang, tomat, bayam. Sedangkan buah-
buahan pisang adalah buah yang memiliki kadar kalium paling
tinggi. Kalium dalam daun sukun mampu membuat batu ginjal
berupa kalium oksalat tercerai berai. Endapan batu ginjal akhirnya
larut dan keluar bersama urine.
6) Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa berbentuk fenol yang
terbesar ditemukan di alam. Flavonoid merupakan senyawa yang
terdiri atas 15 atom karbon, yang terdiri atas rantai propana (C-3)
yang terikat pada dua cincin benzena (C-6). Golongan flavonoid
yang terbesar mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai
tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Flavonoid
merupakan senyawa yang bersifat polar karena memiliki gugus
hidroksil yang tidak tersubstitusi. Oleh karena itu, pelarut polar
seperti etanol, metanol, etil asetat, atau campuran pelarut dapat
digunakan untuk mengekstrak flavonoid dari berbagai jaringan
tumbuhan (Markham 1988).
37
Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh Dewi (2007)
menunjukkan bahwa daun sukun sangat banyak mengandung
senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid tersebut diantaranya adalah
flavonol (kuersetin(3,3’,4’,5,7-pentahidroksiflavonol)), 8-geranil-
4’,5,7-trihidroksiflanon (Syah, 2005) dan (Grotewold, 2007).
4. Manfaat sukun untuk kesehatan
Berikut ini adalah manfaat sukun untuk kesehatan khususnya Daun
Sukun (artocarpus altilis)
a. Antidiabetes
Olahan daun sukun dalam bentuk rebusan dipercaya bahwa
senyawa aktifnya akan lebih mudah dicerna oleh tubuh. Ekstraksi daun
sukun yang paling bagus adalah dengan pelarut air. Hal ini disebabkan
karena hampir semua flavonoid dalam daun sukun mudah larut dalam
air. Herbal daun sukun dalam bentuk rebusan dapat dibuat dengan cara
sebagai berikut : Ambil 25 gram daun sukun yang dikeringkan
dibawah sinar matahari selama 1-2 hari sebanyak 25 gram yang
kemudian direbus dengan air bersih sebanyak 1000 ml dan dibiarkan
mendidih sampai suhu (1000c) hingga tersisa 500 ml kemudian
disaring dan dibiarkan dingin selama 1 jam. Hasil rebusan daun sukun
di minum 2 kali sehari.
Riset yang dilakukan oleh Nublah dari Fakultas Biologi,
Universitas Gajah Mada (UGM) membuktikan bahwa daun sukun
bersifat antidiabetes. Ia menguji pemberian ekstran daun sukun pada
tikus jantan galur wistar yang diberi glukosa monohidrat sehingga
38
mengalami hiperglikemia alis kadar gula darah tinggi. Pemberian 1,35
g glukosa monohidrat per 200g bobot badan menyebabkan kadar gula
darah tikus naik dari 88,95 mg/dl menjadi 173,95 mg/dl.
Selanjutnya Nublah mengekstrak daun sukun dengan pelarut
kloroform bersifat nonpolar dan metanol, bersifat lebih polar. Ia juga
merebus 50g daun sukun yang dikeringkan di bawah sinar matahari
dalam 2 L air menjadi 1 L air . Semua bahan percobaan tersebut
diberikan pada tikus percoban masing masing 150 mg per Kg bobot
badan pada menit ke-70 pasca pemberian pemantik diabetes dan
mengamati hasilnya.
Riset menunjukkan pada menit ke-120 air rebusan mampu
menurunkan kadar gula darah dengan lebih baik (102,80 mg/dl) dan
metanol (123,80 mg/dl). Pemberian hasil fraksinasi air rebusan daun
sukun juga menunjukkan hal yang sama. Hal tersebut juga
membuktikan bahwa daun sukun dapat mengontrol kadar gula darah
penderita diabetes. Senyawa yang berperan sebagai pengontrol gula
darah adalah fenolik, flavonoid, alkaloid, dan terpenoid.
Riset yang dilakukan oleh Puspa DN Lotulung, Sofa Fajriah,
AndiniSundowo, dan Euis Filaila dari Pusat Penelitian Kimia LIPI di
Serpong, Tangerang, Provisinsi Banten juga membuktikan daun sukun
bersifat antidiabetes. Periset mengisolasi senyawa flavonoid daun
sukun yaitu 8-geranyl-4,5,7-trihydroxyflavone yang bersifat sebagai
antidiabetes kuat. Nilai penghambatan lC50 sebesar 18,120 mg/dl.
39
Artinya dengan dosis kecil saja, 8-geranyl-4,5,7-trihydroxyflavone
memiliki aktivitas penghambatan yang kuat.
Studi secara epidemiologi yang dilakukan Griffiths, et al.
(2002) menjelaskan bahwa senyawa-senyawa flavonoid, termasuk
kuersetin memiliki kemampuan pada penyakit diabetes tipe II. Pada
tahun 2009, Jo, et al. dalam jurnalnya membuktikan bahwa kuersetin
memiliki kemampuan aktivitas inhibisi α-glukosidase. Uji Aktivitas
Inhibisi Kuersetin terhadap Enzim α-Glukosidase Berdasarkan jurnal
yang ditulis oleh Jo, et al., kuersetin merupakan salah satu senyawa
flavonoid yang dapat digunakan sebagai antidiabetes. Pengujian
aktivitas inhibisi kuersetin terhadap enzim α-glukosidase dilakukan
untuk membuktikan bahwa kuersetin dapat digunakan sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase.
Berdasarkan jurnal Fawzy et al. (2008) membahas tentang
kuersetin, menyatakan bahwa kuersetin merupakan jenis flavonoid
yang masuk dalam golongan flavonol dan merupakan senyawa aktif
yang memiliki aktifitas antidiabetes yang dapat menurunkan kadar
gula darah. Cara kerja dari kuersetin sebagai antidiabetes adalah
menghambat dari kerja enzim α-glukosidase disebabkan karena adanya
substituen gugus hidroksil pada cincin C-3.
b. Anti mikroba
Sulistianingsih, Tina Rostinawati, dan Cepa Permana dari
Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat,
menguji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun sukun terhadap
40
bakteri Escherechia coli, Bacilus subtilis, dan jamus Candida albicans,
Mikcrosforum gypsium. Kesimpulannya ekstrak daun sukun dapat
dijadikan sebagai sediaan farmasi semisolid untuk mengatasi infeksi
kulit yang disebabkan oleh mikroba.
c. Antikanker
Yu Wang, Kedi Exu, Lin Lin, Yuanjiang Pan, Xiaoxiang
Zheng dari Departemen Rekayasa Biomedis, Universitas Zhejiang,
Cina, mengidentifikasi flavonoid geranyl daun sukun sebagai anti
kanker. Mereka menguji senyawa geranyl dihydrochacones pada sel
kanker paru, kolon, dan lever. Hasil riset menunjukkan senyawa yang
disolasi dalam bentuk minyak berwarna kekuningan paling potensial
sebagai lawan tanding kanker paru paru dan kolon.
d. Antiinflamasi
Bai-luh Wei dari Institute of Live Science, national, Taitung
Univercity,Taiwan, mengungkap khasiat daun sukun senbagai
antiinflamasi. Senyawa artocarpanone daun sukun mampu
menghambat produksi nitri oksida (NO) oleh makrofag di kartilago.
Produksi NO berlebih menyebabkan kerusakan fungsi jaringan normal
saat terjadi peradangan.
e. Tidak toksik
Hasil penelitian Fita, A., dari Departemen Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UI menunjukkan ekstrak
daun sukun yang terdiri dari flavonoid 30% tidak bersifat toksin.
41
Pemberian ekstrak daun sukun dalam dosis tinggi 16,67g ekstrak/kg
bobot badan tidak menimbulkan kematian terhadap hewan uji.
Tjandrawati, M., peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI,
Bandung, Jawa Barat juga melakukan uji toksisitas akut dan toksitas
subkronis daun sukun. Pada uji toksisitas akut, Tjandrawati
menggunakan mencit jantan dan betina masing-masing 50 ekor yang
terbagi dalam lima kelompok. Selama 14 hari, mereka diberi ekstrak
daun sukun setiap 24 jam. Bahkan, pada dosis tertinggi 16 g/kg bobot
tubuh, tidak ditemukan adanya kematian. Selain itu, tidak ditemukan
juga tanda-tanda toksisitas, baik dari perilaku hewan maupun fungsi
organ penting seperti jantung, hati, dan ginjal.
Uji toksitas subkronis menggunakan tikus jantan dan betina
masing-masing 40 ekor yang terbagi dalam empat kelompok.
Pemberian ekstrak daun sukun selama 90 hari tdak menunjukkan
gejala toksisitas, bahkan pada dosis tertinggi 333 mg/kg bobot tubuh.
Master Biokimia alumnus Universitas Nancy di Perancis itu juga
mengungkapkamn dosis tertinggi tidak mempengaruhi fungsi jantung,
ginjal, hati, dan darah.
f. Melindungi jantung
Tjandrawati, M., Peneliti di Pusat Penelitian Kimia LIPI,
Bandung, Jawa Barat juga membuktikan keampuhan daun sukun
melindungi jantung melalui uji in vitro dan in vivo. Ia mengekstrak
dau sukun dengan berbagai pelarut alamai. Pada uji in vitro, ekstrak
etil asetat menunjukkan adanya efek sitoprotektif atau perlindungan
42
terhadap sel endothelium, yakni selapis sel di antara aliran darah dan
dinding pembuluh darah. Sel endotel berperan mengatur oto polos
pembuluh darah, hemostatis, koagolasi atau penggumpalan darah, dan
pertahanan tubuh. Oleh karena itu, ketka fungsi jaringan endothelium
terganggu maka fungsi pembuluh darah ikut terganggu sehingga dapat
g. Apoptosis
Riset in vitro Song Chwan Fang dan rekan di Chung Hwa
Unifercity of Medical Technology, Taiwan, mengungkapkan ada tiga
turunan geranyl chalceno daru yang terdapat di daun sukun. Ketiganya
adalah isolespeol, 5’-geranyl-2’,4’,4-trihydroxychalcone, 3,4,2’,4’-
tetrahydroxy-3’-geranyldihydrochalcone. Isolespeol berfungsi
merangsang apoptosis atau program bunuh diri sel
(Mardiana, 2012).