22
13101077 5 BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT 2.1 SISTEM KOMUNIKASI SATELIT Selaras dengan perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi, masyarakat pengguna jasa telekomunikasi menginginkan layanan yang makin beragam, salah satunya adalah bagaimana dalam waktu yang cepat dapat berkomunikasi dengan pengguna jasa lainnya dalam jarak yang cukup jauh. Seperti yang sudah diketahui, sistem transmisi seperti fiber optic, microwave, dan seluler, tidak memungkinkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sistem komunikasi satelit berfungsi sebagai repeater atau pengulang dengan komponen utama yaitu space segment atau ruas angkasa (yang terdiri dari satelit) dan ground segment atau ruas bumi. Satelit komunikasi sendiri merupakan sebuah pesawat ruang angkasa yang di tempatkan pada orbit bumi dimana di dalamnya terdapat penerima dan pemancar gelombang mikro yang mampu me-relay sinyal-sinyal dari satu titik ke titik lain di permukaan bumi menggunakan frekuensi gelombang mikro. Pada bagian space segment, terdapat satelit yang merupakan sebuah benda luar angkasa yang berfungsi memancarkan kembali ( relaying) sinyal- sinyal yang diterima dari bumi. Sedangkan ground segment merupakan sebuah jaringan lanjutan untuk menuju terminal pengguna seperti sentral komputer, sentral telepon, maupun televisi. Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit[2]

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT 2.1 SISTEM KOMUNIKASI …

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

13101077 5

BAB II

SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

2.1 SISTEM KOMUNIKASI SATELIT

Selaras dengan perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi,

masyarakat pengguna jasa telekomunikasi menginginkan layanan yang

makin beragam, salah satunya adalah bagaimana dalam waktu yang cepat

dapat berkomunikasi dengan pengguna jasa lainnya dalam jarak yang cukup

jauh. Seperti yang sudah diketahui, sistem transmisi seperti fiber optic,

microwave, dan seluler, tidak memungkinkan untuk memenuhi tuntutan

tersebut.

Sistem komunikasi satelit berfungsi sebagai repeater atau pengulang

dengan komponen utama yaitu space segment atau ruas angkasa (yang terdiri

dari satelit) dan ground segment atau ruas bumi. Satelit komunikasi sendiri

merupakan sebuah pesawat ruang angkasa yang di tempatkan pada orbit bumi

dimana di dalamnya terdapat penerima dan pemancar gelombang mikro yang

mampu me-relay sinyal-sinyal dari satu titik ke titik lain di permukaan bumi

menggunakan frekuensi gelombang mikro.

Pada bagian space segment, terdapat satelit yang merupakan sebuah

benda luar angkasa yang berfungsi memancarkan kembali (relaying) sinyal-

sinyal yang diterima dari bumi. Sedangkan ground segment merupakan

sebuah jaringan lanjutan untuk menuju terminal pengguna seperti sentral

komputer, sentral telepon, maupun televisi.

Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit[2]

6 13101077

Oleh karena itu digunakanlah satelit untuk melayani tuntutan tersebut

dengan pertimbangan antara lain:

a. Jarak hubungan antara stasiun cukup jauh (tidak terjangkau oleh sistem

transmisi lainnya);

b. Medan geografis cukup sulit (tidak memungkinkan untuk dibangun

sistem transmisi lain);

c. Untuk keperluan back up;

d. Untuk keperluan HANKAM;

e. Efesiensi penggunaan kanal frekuensi.

Keunggulan sistem komunikasi satelit antara lain[2]:

a. Cakupannya luas: satu negara, region, hingga benua;

b. Bandwidth yang tersedia cukup lebar;

c. Instalasi jaringan segmen bumi yang cepat;

d. Biaya relatif rendah per site;

e. Layanannya seragam;

f. Layanan total hanya dar satu provider;

g. Layanan mobile atau wireless yang independen terhadap lokasi.

Namun, sistem komunikasi satelit memiliki kelemahan, antara lain[2]:

a. Up front cost tinggi;

b. Biaya komunikasi sama baik jarak dekat maupun jarak jauh;

c. Hanya ekonomis jika jumlah user besar dan kapasitas digunakan secara

intensif;

d. Delay propagasi besar;

e. Rentan terhadap pengaruh atmosfer dan lain-lain.

Pada umumnya, sistem komunikasi yang menggunakan satelit sebagai

media transmisinya, secara dasar terdiri atas beberapa perangkat[3] seperti

Gambar 2.2:

Gambar 2.2 Komponen Dasar Link Satelit[4]

13101077 7

Berikut adalah penjelasan mengenai komponen dasar link satelit dari

Gambar 2.2[3]:

a. Modem

Fungsi modem ialah merubah sinyal input (data, voice, video,

audio) dan ditumpangkan pada IF atau sebaliknya. Jenis modem terdiri

dari:

1. Modulator

Modulator berfungsi untuk mengatur sinyal input sistem

komunikasi menjadi sinyal IF. Parameter yang paling utama diatur

antara lain:

a) Frekuensi IF transmit dengan range operasional 50 MHz sampai

dengan 90 MHz;

b) Tipe modulasi yang dibutuhkan (berkaitan dengan bandwidth

transponder yang digunakan);

c) Parameter lainnya disesuaikan dengan kebutuhan, seperti coding;

2. Demodulator

Demodulator berfungsi merubah sinyal IF menjadi sinyal

sistem komunikasi yang dibutuhkan. Parameter utama yang diatur

antara lain:

a) Frekuensi IF receive dengan range operasional 50 hingga 90 MHz;

b) Tipe modulasi yang digunakan (berkaitan dengan bandwidth yang

digunakan pada transponder);

c) Parameter lainnya disesuaikan dengan parameter yang digunakan

pada modulator;

d) Dapat melihat kualitas operasional dengan melihat berapa nilai

Eb/No yang diterima sesuai spesifikasinya.

3. Encoder

Encoder berfungsi sebagai perubah sinyal suara dan sinyal

video menjadi sinyal IF. Umumnya perangkat ini dioperasikan untuk

sistem Audio Video (TV Broadcast). Parameter utama yang diatur

antara lain:

a) Frekuensi IF transmit dengan range operasional 50 MHz sampai

dengan 90 MHz;

b) Symbol rate (berkaitan dengan bandwidth yang diterima);

c) Mode video dan audio yang diterima.

4. Decoder

Decoder berfungsi merubah sinyal L-band dari stasiun

pemancar broadcast menjadi audio ataupun video, atau bisa juga

8 13101077

disebut sebagai penerima satelit. Parameter utama yang diatur antara

lain:

a) Frekuensi RF downlink dengan range operasional 3,7 sampai 4,2

GHz;

b) Symbol rate (berkaitan dengan bandwidth yang diterima);

c) Mode audio dan video yang diterima.

5. Up-converter

Up-converter berfungsi untuk mengubah sinyal IF (low

frequency) menjadi sinyal RF (high frequency). Selain itu berfungsi

pula sebagai penguat awal dengan sumber input-nya dari output

modem. Namun penguatan level output jangan sampai membuat

intermodulasi yang menyebabkan daya HPA tinggi karena bisa

mengakibatkan satelit mengalami saturasi.

6. Down-converter

Down-converter mengubah sinyal RF menjadi sinyal IF.

Fungsi lainnya adala sebagai penurun level sinyal setelah dikuatkan

oleh LNA karena pada dasarnya penguatan LNA tidak bisa diatur

level penguatannya. Output down-converter ialah IF.

7. HPA

Dalam konfigurasi ini, HPA berfungsi sebagai penguat akhir

mengingat jarak yang akan dilalui sangat jauh. Keluaran HPA

berbentuk frekuensi RF dengan power level yang sudah sangat tinggi.

Satuan power level HPA adalah Watt dengan level daya yang bisa

diatur dengan cara diputar pada pengaturan power level. Frekuensi

yang keluar pada range sekitar 6 MHz.

8. Antena

Mengirimkan pembawa modulasi RF dari SB menuju satelit

dalam frekuensi uplink (6 GHz) dan menerima carrier modulation RF

dari satelit dari frekuensi downlink (4 GHz). Disini antena bertugas

sebagai penguat akhir sinyal yang akan dikirim maupun yang diterima

oleh satelit.

Konfigurasi sistem komunikasi satelit terbagi atas dua bagian, yaitu

ground segment dan space segment. Stasiun bumi pengirim akan

mengirimkan suatu frekuensi tertentu ke arah satelit yang dinamakan dengan

frekuensi ke atas (uplink). Stasiun bumi penerima akan menangkap sinyal

terebut yang sudah dikuatkan kembali oleh satelit, sinyal frekuensi ini

dinamakan dengan frekuensi ke bawah (downlink). Ground segment berupa

13101077 9

satelit yang menerima frekuensi uplink dari stasiun bumi pengirim, kemudian

memperkuatnya dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menjadi frekuensi

downlink ke stasiun bumi penerima.[12]

a. Satelit

Satelit berfungsi sebagai repeater untuk menguatkan sinyal dari

stasiun bumi dan memancarkannya kembali frekuensi yang berbeda ke

stasiun bumi penerima. Di dalam satelit terdapat transponder yang

berguna sebagai jalur pada setiap kanal dari antena penerima ke antena

pemancar. Transponder juga memiliki fungsi lain, yakni sebagai isolasi

terhadap kanal radio frequency lainnya. Transponder menggunakan suatu

sistem penguat seperti TWTA atau SSPA.

b. Stasiun Bumi

Gambar 2.3 Konfigurasi Sistem Stasiun Bumi[3]

Prinsip kerja dari stasiun bumi[3] yakni data telemetri yang

dipancarkan oleh satelit diterima oleh antena satelit bumi. Antena tersebut

merubah sinyal RF di ruang bebas menjadi sinyal RF terbimbing,

kemudian masuk ke perangkat LNA untuk dikuatkan dengan arus derau

yang rendah. Setelah melewati LNA, sinyal pun masuk ke D/C yang akan

mentranslasikan sinyal RF terbimbing untuk menjadi sinyal IF (70±18

MHz), kemudian masuk ke perangkat CRT/ITCU untuk diproses data

telemetrinya yang berisikan kedudukan, jarak satelit, dan kesehatan

kemudian disimpan database-nya di server. Data-data tersebut kemudian

dikirimkan sinyal perintah ke arah satelit setelah melalui FM/PM Mod,

U/C, HPA, serta antena stasiun bumi. Oleh satelit, sinyal itu ditanggapi

dengan melakukan manuver ataupun pengontrolan lain.

10 13101077

Stasiun bumi berfungsi sebagai terminal pada dua arah

komunikasi, yakni sebagai transmitter maupun receiver. Perangkat

ground segment pada stasiun bumi ini berdasarkan penempatannya,

dibedakan menjadi dua jenis, yakni unit outdoor dan indoor.

a) Indoor Unit

Perangkat dasarnya bersifat sensitif sehingga harus disimpan

di dalam ruangan. Contoh perangkat indoor adalah[3]:

a. Modem dan multiplexer

Multiplexer berfungsi melakukan penggabungan masukkan

berupa voice dan data agar dapat dikirimkan melalui kanal yang

sama.

b. Baseband Processor, alarm, dan control power supply

Power supply unit berfungsi merubah tegangan AC menjadi

DC untuk kemudian menyuplai tegangan DC tersebut pada

perangkat outdoor lainnya.

b) Outdoor Unit

Unit perangkat yang letak aau posisinya relatif penggunaannya

berada di luar ruangan. Contoh perangkat outdoor unit antara lain[3]:

a. Up/Down Converter

Up-converter berfungsi untuk mengkonversi sinyal IF

menjadi sinyal RF pada sisi uplink satelit dengan alokasi C-Band

frequency (5925-6425 GHz), sedangkan down-converter berfungsi

untuk mengkonversi sinyal RF Downlink satelit dengan alokasi C-

Band frequency (3700-4200 GHz).

b. SSPA atau HPA;

SSPA maupun HPA berfungsi sebagai penguat sinyal RF

pada sisi uplink transmitter agar sinyal dari stasiun bumi dapat

diterima satelit sesuai dengan daya yang dikehendaki.

c. PSU

Power supply unit berfungsi merubah tegangan AC menjadi

DC untuk kemudian menyuplai tegangan DC tersebut pada

perangkat outdoor lainnya.

d. Antena sub-sistem: Reflektor, feedhorn, LNA, grounding instrumen,

mounting instrumen, dan assembly instrumen.

Antena berguna untuk mengirim dan menerima sinyal dari atau

ke satelit agar pancaran gelombang tepat terarah kepada satelit tujuan.

Low Noise Amplifier merupakan perangkat pada sisi receiver

yang berguna untuk penguat sinyal yang diterima pada stasiun bumi

13101077 11

karena jarak stasiun bumi dan satelit yang cukup jauh sehingga daya

yang diterima sangat lemah.

Feedhorn berguna untuk sistem penghubung pancaran HPA ke

LNA pada sisi transmi yang dipasang di antena.

2.2 BANDWIDTH

Bandwidth sering disebut juga lebar pita atau kapasitas saluran

informasi. Semakin besar bandwidth pada jaringan, semakin cepat pula

kecepatan transfer data yang dapat dilakukan oleh client maupun server.

Fungsi bandwidth disini adalah untuk menghitung transaksi data. Selain itu,

bandwidth juga bisa diartikan sebagai perbedaan antara komponen sinyal

frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Biasanya, analog televisi broadcast

memiliki bandwidth sekitar 6 MHz.

Dalam pencarian bandwidth, secara umum dapat dituliskan seperti

persamaan 2.1 sebagai berikut[2]:

𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 (𝐻𝑧) = [(𝑅𝐼𝑁𝐹𝑂

𝑚𝐹𝐸𝐶) (1 + 𝛼)]............................................................(2.1)

untuk bandwidth yang dibutuhkan dapat dicari dengan rumus seperti

persamaan 2.2 sebagai berikut[2]:

𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿(𝐻𝑧) = 𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶(1 + 𝐺𝐵) ..............................................................(2.2)

Keterangan:

BWOCC = Bandwidth yang dibutuhkan

BWALL = Bandwidth yang dialokasikan

GB = Guard band = 20%

RINFO = Bitrate (bps)

m = Jumlah bit untuk 1 simbol

𝛼 = Roll of factor (0 ≤ 𝛼 ≤ 1)

Alokasi bandwidth berfungsi untuk memastikan jatah bandwidth pada

pemakai penerapan dalam suatu jaringan, termasuk juga di dalamnya

ditentukan prioritas pada bermacam-macam kategori aliran data berdasarkan

seberapa utama dan delay-sensitive aliran data tersebut. Aspek ini

mengijinkan pemakaian bandwidth yang sedia dengan cara efisien, dan jika

sewaktu-waktu jaringan jadi lambat, aliran data yang mempunyai prioritas

yang lebih rendah bakal dihentikan, maka penerapan yang utama bisa terus

berlangsung dengan lancar.

Bandwidth dapat berdampak kepada kecepatan transmisi. Data dalam

jumlah besar dapat menempuh saluran yang mempunyai bandwidth kecil

lebih lama dibandingkan melintasi saluran yang mempunyai bandwidth yang

besar. Kecepatan transmisi tersebut sangat dibutuhkan untuk penerapan

12 13101077

komputer yang memerlukan jaringan terutama penerapan real-time, seperti

video conferencing.

Pemakaian bandwidth untuk LAN bergantung pada type media atau

medium yang dipakai. Rata-rata, makin tinggi bandwidth yang ditawarkan

oleh suatu media atau medium, makin tinggi pula nilai jualnya. Sedangkan

pemakaian bandwidth untuk WAN bergantung dari kapasitas yang

ditawarkan dari pihak ISP. Perusahaan harus membeli bandwidth dari ISP.

Semakin tinggi bandwidth yang diharapkan, makin tinggi pula harganya.

Suatu teknologi jaringan baru dikembangkan dan infrastruktur jaringan yang

ada diperbaharui. Penerapan yang dapat dimanfaatkan sebagian besarnya pun

dapat mengalami peningkatan dalam aspek mengonsumsi bandwidth. Video

streaming dan VoIP adalah sample dari sekian banyak sample pemakaian

teknologi baru yang turut konsumsi bandwidth dalam jumlah yang besar.

2.3 DIGITAL VIDEO BROADCAST[5]

DVB adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan

siaran TV atau video digital hingga sampai ke end user. DVB dikembangkan

berdasarkan latar belakang pentingnya sistem broadcasting yang bersifat

terbuka, yang ditunjang oleh kemampuan interoperabilitas, fleksibilitas serta

aspek komersial. Sebagai suatu sistem terbuka, maka standar DVB dapat

dimanfaatkan oleh para vendor untuk mengembangkan berbagai layanan

inovatif dan jasa nilai tambah yang saling kompatibel dengan perangkat DVB

dari vendor lainnya. Selain itu program digital yang dikirimkan berdasarkan

spesifikasi DVB dapat ditransfer dari satu media transmisi ke media transmisi

lain dengan murah dan mudah.

Dengan teknologi digital, DVB dapat memanfaatkan penggunaan

lebar kanal secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya dapat

digunakan hanya untuk satu program TV analog. Dengan menggunakan

DVB, dapat digunakan untuk menyiarkan 8 kanal TV digital. Selain

penambahan kapasitas kanal TV, pada media transmisi terestrial dapat

diperoleh kualitas gambar yang lebih baik dan bahkan pada media kabel TV,

DVB-C menawarkan layanan interaksi two-way.

Standar umum DVB dalam hal penyiaran digital dituangkan dalam

dokumen ETSI: CookBook for DVB (www.dvb.org)). Dalam penyebarannya,

DVB dipakai oleh 118 negara terutama di negara-negara Uni Eropa,

Australia, India dan negera-negara Asia Tenggara termasuk diadopsi oleh

Indonesia. DVB sendiri secara umum terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:

13101077 13

1. Content yaitu standard formating sebuah file dalam penyiaran DVB.

Dalam hal ini, DVB mengadopsi format MPEG (ISO-13818-1) untuk

standard formatting content. Standar ini berfungsi agar kalangan industri

dapat membuat IRD untuk mengenali service dan event yang dipancarkan

dalam bitstream pemancar. Service Information dalam DVB dituangkan

ke dalam PSI (ETSI EN 300 468 V1.9.1 (2009-03)).

2. Transmission yaitu mengenai bagaimana sebuah content dipancarkan.

Standard transmission sendiri dinyatakan dalam dokumen ETSI EN 300

744 V1.5.1 (2004-11). Transmisi atau media siaran DVB sendiri dapat

dikategorikan menjadi 4 (empat) sistem, yaitu:

a) DVB-T (Terestrial): digunakan untuk jaringan darat yang ditangkap

melalui antena.

b) DVB-S (Satellite): digunakan untuk media siaran menggunakan

satelit.

c) DVB-H (Handheld): digunakan untuk perangkat genggam.

d) DVB-C (Cable) : digunakan untuk siaran kabel.

Konten dalam standar DVB diadopsi dari format MPEG. MPEG

merupakan format ISO yang tertuang dalam dokumen ISO-13818-1. Secara

umum, MPEG dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan sifat data loss:

1. Program stream yaitu MPEG yang tidak memiliki data loss tolerance.

Misalnya MPEG yang digunakan dalam format DVD dan komputer;

2. Transport stream yaitu MPEG yang memiliki data loss tolerance.

Misalnya dalam konten over the network.

MPEG yang dipilih dalam standar siaran DVB ialah MPEG-Transport

Stream dikarenakan sifatnya yang data loss tolerance. Dalam

mentransmisikan konten, terdapat 4 (empat) tahapan atau layer yang dilalui

konten yaitu:

1. Dalam MPEG Compression Layer, dihasilkan Access Unit dari

Presentation Unit yang berupa video, audio, atau data kemudian di-

encode menjadi ES;

2. Elemtary Stream dipecah menjadi paket-paket kecil menjadi PES;

3. PES di muxing untuk menghasilkan Program Stream atau Transport

Stream (dalam DVB dipakai Transport Stream), kemudian ditambahkan

informasi tambahan berupa Program Specific Information serta

menambahkan system time agar lyphsinc antara audio, video dan data

sempurna. Tugas multiplex adalah untuk melakukan multiplexing paket-

paket MPEG menjadi Transport Stream;

14 13101077

4. Transport Stream ditransmisikan melalui modulator dengan spesifikasi

media tertentu (DVB-T, DVB-S, DVB-H atau DVB-C).

2.4 MOTION PICTURE EXPERT GROUP

Standar MPEG meliputi MPEG-1, MPEG-2, MPEG-3, MPEG-4,

MPEG-7, dan MPEG-21[6]. Berikut penjabarannya:

a. MPEG-1: Video awal dan standar kompresi audio. Kemudian digunakan

sebagai standar untuk Video CD, dan termasuk layer 3 (MP3) format

kompresi audio populer;

b. MPEG-2: Transportasi, video dan standar audio untuk televisi berkualitas

broadcast. Digunakan untuk over-the-air televisi digital ATSC, DVB dan

ISDB, TV satelit digital layanan seperti Dish Network, sinyal televisi

kabel digital, SVCD, dan dengan sedikit modifikasi, sebagai file yang

membawa gambar pada DVD yang VOB;

c. MPEG-3: Awalnya dirancang untuk HDTV, tetapi ditinggalkan ketika

menyadari bahwa MPEG-2 (dengan ekstensi) sudah cukup untuk HDTV.

(tidak harus bingung dengan MP3, yang MPEG-1 layer 3);

d. MPEG-4: Perluas MPEG-1 untuk mendukung video atau audio "benda",

konten 3D, rendah encoding bitrate dan dukungan untuk Digital rights

management. Beberapa tinggi baru standar efisiensi video (lebih baru dari

MPEG-2 Video) termasuk (alternatif ke MPEG-2 Video), terutama:

a. MPEG-4 Part 2 (atau Advanced Simple profile);

b. MPEG-4 Part 10 (atau Advanced Video Coding atau H.264) yang

dapat digunakan pada HD DVD dan Blu-ray disc, bersama dengan

VC-1 dan MPEG-2.

e. MPEG-7: Sebuah konten multimedia deskripsi standar;

f. MPEG-21: MPEG menggambarkan standar ini sebagai kerangka kerja

multimedia.

2.4.1 MPEG-2[6]

Dalam sebuah sistem MPEG-2, gerakan DCT dan prediksi

interframe kompensasi digabungkan, coder ini mengurangi gerakan-

prediksi kompensasi dari sumber gambar untuk membentuk gambar

'kesalahan prediksi'. Kesalahan prediksi ditransformasikan dengan DCT

tersebut, koefisien quantised dan nilai-nilai quantised dikodekan

menggunakan VLC. Pencahayaan kode dan kesalahan chrominance

prediksi adalah gabungan 'sisi informasi' dengan yang diperlukan oleh

13101077 15

decoder, seperti vektor gerakan dan informasi sinkronisasi, dan

dibentuk menjadi sebuah bitstream untuk transmisi.

Dalam decoder, koefisien DCT quantised direkonstruksi dan

terbalik ditransformasikan untuk menghasilkan kesalahan prediksi. Hal

ini ditambahkan ke prediksi gerakan kompensasi yang dihasilkan dari

gambar sebelumnya diterjemahkan untuk menghasilkan output decode.

Metode yang digunakan untuk memprediksi memblokir dapat berubah

dari satu blok ke yang berikutnya. Selain itu, dua bidang dalam blok

dapat diprediksi secara terpisah dengan vektor gerak mereka sendiri,

atau bersama-sama menggunakan vektor gerakan umum.

Tabel 2.1 Tingkatan pada MPEG-2[7]

Level

Aplikasi

Resolusi

Maks.

Maks

Frame

Rate

(fps)

Maks.

pixel/

sec

Maks.

Code

Data

rate

(Mbps)

Pengguna

Tape

Kecepatan

Rendah

352×288 30 3 M 4 Konsumen

Utama 720×576 30 10 M 15 TV Studio

Tinggi

1440

HDTV

1440×1152 30 47 M 60 Konsumen

Produksi

yang

Tinggi

1920×1152 30 63 M 80 Film

Gambar 2.4 Video Stream Data Hierarchy[7]

16 13101077

Penjelasan tentang Video Stream Data Hierarchy pada Gambar

2.4 adalah sebagai berikut[7]:

a. Video Sequence : Berawal dari sequence header yang

berisi satu group gambar atau lebih dan

diakhiri dengan kode end-of-sequence.

b. Group of

Pictures

: Sebuah header dan rangkaian satu

gambar atau lebih.

c. Picture : Primary Coding Unit dari Video

Sequence yang mempresentasikan nilai

luminance (Y) dan 2 chrominance (Cb

dan Cr).

d. Slice : Satu atau lebih macroblock dengan

urutan kiri-kanan dan atas-bawah.

Penting untuk error handling. Bila

terjadi error maka akan di-skip ke slice

berikutnya.

e. Macroblock : Basic coding unit pada algoritma MPEG.

16×16 pixel segment dalam sebuah

frame. Macroblock terdiri dari 4

luminance, 1 Cr, dan 1 Cb.

f. Block : Coding unit terkecil pada algoritma

MPEG. 8×8 pixel, dapat berupa salah

satu dari luminance rec chrominance,

atau blue chrominance.

2.4.2 MPEG-4[7]

Standar H.264 merupakan sebuah standar video coding yang

dibangun oleh VCEG dan ISO/IEC MPEG. Standar H.264 lebih dikenal

sebagai MPEG-4 part 10 atau AVC. Rentang kerja baik bitrate dan

bandwidth H.264 sama dengan standar sebelumnya, yaitu H.263.

Perbedaan yang ada hanyalah pada saat entropy coding mode diset pada

mode 1. Jika H.263 menggunakan pengkodean Huffman, maka H.264

menggunakan pengkodean CABAC. Pada standar video coding H.264

mempresentasikan codec (syntax) yang mendeskripsikan visual data ke

dalam keadaan kompresi dan metode decoding yang merekonstruksi

informasi visual. Standar video coding H.264 ini digunakan dalam

percakapan (video telephony) dan aplikasi bukan percakapan

13101077 17

(penyimpanan broadcast atau streaming). Penjelasan ukuran besar data

rate yang umum pada standar kompresi H.264 tertera pada Tabel 2.2 di

bawah ini:

Tabel 2.2 Ukuran Data Rate yang Umum pada Standar H.264[22]

Video Data Rate

Normal Operations

Latency: typical

Frame Rate: typical

Image Quality:

higher

Critical Mission

Latency: lower

Frame Rate: higher

Image quality:

lower

10 Mbps 1920 x 1080 x 60 1920 x 1080 x 60

6-8 Mbps 1920 x 1080 x 30 1280 x 720 x 60

4,5-6 Mbps 1280 x 720 x 60 960 x 720 x 60

3-4,5 Mbps 1280 x 720 x 30 960 x 540 x 60

2-3 Mbps 960 x 540 x 30 720 x 480 x 60

1,5-2 Mbps 720 x 540 x 30 640 x 360 x 60

1-1,5 Mbps 640 x 480 x 30 480 x 270 x 60

512 Kbps-1 Mbps 480 x 270 x 30 480 x 270 x 30

384-512 Kbps 352 x 288 x 30 352 x 288 x 30

256-384 Kbps 352 x 288 x 15 176 x 144 x 30

Tambahan lain dari standar H.264, yaitu terletak pada varian

macroblock yang dapat dipakai. Jika standar sebelumnya hanya

mengenal ukuran block 4x4, 8x8 dan 16x16, maka standar H.264

memiliki tujuh variasi ukuran block, 16x16, 16x8, 8x16, 8x8, 8x4, 4x8

dan 4x4.

Gambar 2.5 Partisi sebuah macroblock (atas) dan sub-macroblock (bawah) untuk motion

compensated prediction[7]

18 13101077

MPEG-4 digunakan untuk komunikasi dengan bitrate yang

sangat rendah, yakni 4,8 Kbps sampai 64 Kbps dimana video dengan

bitrate 5 Kbps hingga 10 Mbps dan audio dengan bitrate 2 Kbps hingga

64 Kbps. MPEG-4 sangat baik untuk audio atau video dalam jaringan

(streaming) serta mendukung digital rights management. Adapun

kategori MPEG-4, antara lain[7]:

a. MPEG-4 part 2 (simple profile);

b. MPEG-4 part 10/ H.264 (high quality, low data rates, small file size,

video conference with 3G, kualitas setara MPEG-2, data rate 1 2⁄

sampai 1 3⁄ MPEG-2, resolusi hingga 4 kali MPEG-4 part 2.

2.5 MODULASI

Melalui proses modulasi, suatu informasi bisa dimasukkan ke dalam

suatu gelombang pembawa (carrier), biasanya berupa gelombang sinus

berfrekuensi tinggi). Ada 3 (tiga) parameter kunci pada gelombang

sinusoidal, yaitu amplitude, phase, dan frekuensi. Ketiga parameter tersebut

dapat dimodifikasi sesuai dengan sinyal informasi (berfrekuensi rendah)

untuk membentuk sinyal yang termodulasi.

Peralatan untuk melaksanakan proses modulasi disebut modulator,

sedangkan peralatan untuk memperoleh informasi-informasi awal disebut

demodulator, serta alat yang melaksanakan proses-proses tersebut ialah

modem.

2.5.1 MODULASI ANALOG

Teknik yang digunakan pada modulasi analog ada 3 (tiga), antara

lain:

2.5.1.1 Phase Modulation

Modulasi fase menggunakan perbedaan sudut (phase)

dari sinyal analog untuk membedakan kedua keadaan sinyal

digital. Pada modulasi ini, amplitudo dan frekuensi dari sinyal

analog adalah tetap, yang berubah adalah fase sinyal

analognya. Modulasi fase merupakan bentuk modulasi yang

merepresentasikan informasi sebagai variasi fase dari sinyal

pembawa. Keuntungan PM adalah potensi gangguan derau dan

daya yang dibutuhkan lebih kecil[8].

13101077 19

Gambar 2.6 Phase Modulation [15]

2.5.1.2 Amplitude Modulation

Gelombang pembawa diubah amplitudonya sesuai

dengan signal informasi yang akan dikirimkan. Modulasi ini

disebut juga linear modulation, artinya bahwa pergeseran

frekuensinya bersifat linear mengikuti sinyal informasi yang

akan ditransmisikan mengikuti bentuk sinyal pemodulasi.[8]

Gambar 2.7 Amplitude Modulation[15]

20 13101077

2.5.1.3 Frequency Modulation

Karena noise pada umumnya terjadi dalam bentuk

perubahan amplitudo, FM lebih tahan terhadap noise

dibandingkan dengan AM.[8]

Gambar 2.8 Frequency Modulation [15]

2.5.2 MODULASI DIGITAL

Pada teknik ini, sinyal informasi digital yang akan dikirimkan

dipakai untuk mengubah frekuensi dari sinyal pembawa. Dalam

komunikasi digital, sinyal informasi dinyatakan dalam bentuk digital

berupa biner ”1” dan ”0”, sedangkan gelombang pembawa berbentuk

sinusoidal yang termodulasi disebut juga modulasi digital. Adapun yang

termasuk kedalam modulasi digital adalah sebagai berikut:

2.5.2.1 Amplitude Shift Keying

Sistem modulasi ini merupakan sistem modulasi yang

menyatakan sinyal digital 1 sebagai suatu nilai tegangan dan

sinyal digital 0 sebagai suatu nilai tegangan yang bernilai 0

volt. Sehingga dapat diketahui bahwa didalam sistem

modulasi ASK, kemunculan frekuensi gelombang pembawa

tergantung pada ada tidaknya sinyal informasi digital.

Adapun bentuk dari sinyal modulasi digital Amplitude

Shift Keying adalah sebagai berikut:

13101077 21

Gambar 2.9 Sinyal Modulasi Digital ASK[8]

2.5.2.2 Frequency Shift Keying

Modulasi digital dengan FSK juga menggeser frekuensi

pembawa menjadi beberapa frekuensi yang berbeda di dalam

band-nya sesuai dengan keadaan digit yang dilewatkannya.

Jenis modulasi ini tidak mengubah amplitudo dari sinyal

pembawa yang berubah hanya frekuensi.

Modulasi ini banyak digunakan untuk informasi

pengiriman jarak jauh atau teletype. Standar FSK untuk

teletype sudah dikembangkan selama bertahun-tahun, yaitu

untuk frekuensi 1270 Hz merepresentasikan mark atau 1, dan

1070 Hz merepresentasikan space atau 0. Adapun bentuk dari

sinyal modulasi digital Frequency Shift Keying adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.10 Sinyal Modulasi Digital FSK[8]

2.5.2.3 Phase Shift Keying

Biner 0 diwakilkan dengan mengirim suatu sinyal

dengan fasa yang sama terhadap sinyal yang dikirim

sebelumnya dan biner 1 diwakilkan dengan mengirim suatu

sinyal dengan fasa berlawanan dengan sinyal dengan sinyal

yang dikirim sebelumnya.

22 13101077

Dalam proses modulasi ini, fasa dari frekuensi

gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan

status sinyal informasi digital. Adapun bentuk dari sinyal

modulasi digital PSK adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11 Sinyal Modulasi Digital PSK[8]

2.6 LOW DENSITY PARITY CHECK CODES

Low Density Parity Check merupakan teknik pengkodean untuk

mengkoreksi bit yang telah terdistorsi noise. Pada sistem LDPC

menggunakan ukuran matrik yang bergantung pada nilai code rate, ada 11

nilai code rate pada LDPC yaitu, 1/4, 1/3, 2/5, 1/2, 3/5, 2/3, 3/4, 4/5, 5/6, 8/9,

9/10. Nilai code rate inilah yang akan mempengaruhi sedikit atau banyaknya

ukuran matrik pada LDPC. Semakin kecil ukuran matriks maka bit parity

semakin sedikit sehingga informasi mudah dikodekan dan dikoreksi.

Sebaliknya semakin besar ukuran matriks maka semakin panjang bit parity-

nya sehingga informasi akan semakin sulit dikodekan dan informasi yang

dikirim akan berukuran semakin besar, sehingga mempengaruhi proses

decoding-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa penurunan nilai BER jika nilai

SNR semakin besar.[9]

2.7 TURBO CODES

Turbo Codes merupakan metode baru turunan dari sandi

convolusional dengan unjuk kerja perhitungan Bit Error Rate mendekati

Shanon limit, berupa penggabungan dari dua atau lebih Recursive Systematic

Convolutional dan decoder yang terkait, menggunakan aturan decoding

feedback loop. Turbo Codes banyak dikembangkan untuk NASA dan ESA

untuk komunikasi satelit. Turbo Codes telah dimasukkan ke dalam standar

komunikasi satelit dan digunakan untuk Digital Video Broadcasting via

Satellite Second Generation (DVB-S2). DVB-S2 digunakan dalam

13101077 23

komunikasi satelit untuk memberikan layanan siaran, contoh televisi

digital.[14]

2.8 PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT

2.8.1 PERHITUNGAN LINTASAN KE ATAS (UPLINK)

2.8.1.1 Gu menyatakan besarnya suatu antena pemancar secara

maksimal, dapat dilihat pada persamaan 2.3[10] di bawah ini:

Gu = 20,4 + 10 log ƞ + 20 log fU + 20 log D..................(2.3)

Keterangan:

Gu = Gain relatif antena pemancar maksimum (dB)

η = Efesiensi antena pemancar

fu = Frekuensi uplink (GHz)

D = Diameter antena pemancar (m)

2.8.1.2 DU adalah slant range atau jarak uplink antara stasiun bumi

dengan satelit dan dapat dihitung dengan persamaan 2.4 di

bawah ini[10]:

𝐷𝑈2 = √h2 + 2RE(RE + h)(1 − cos φG. cos∆λ...............(2.4)

Keterangan:

DU = Jarak uplink antara stasiun bumi dengan satelit

(Km)

h = Orbit satelit Geostasioner (35786 Km)

RE = Jari-jari bumi (6378 Km)

cos φG = Selisih longitude satelit dengan stasiun bumi

cos ∆ = Nilai latitude dari stasiun bumi

2.8.1.3 Free Space Loss Uplink

Free Space Loss adalah loss (kerugian) yang terjadi

dalam sambungan komunikasi melalui gelombang radio dapat

dihitung dengan persamaan 2.5[17] sebagai berikut:

𝐹𝑆𝐿𝑈 = 20 𝑙𝑜𝑔 (4𝜋𝑅

𝜆)........................................................(2.5)

Dimana λ merupakan panjang gelombang yang dapat

dihitung dengan persamaan 2.6[17] sebagai berikut:

𝜆 =𝑐

𝑓...................................................................................(2.6)

Keterangan:

FSLU = Free Space Loss Uplink (dB)

f = Frekuensi (GHz)

R = Slant range (Km)

24 13101077

c = Kecepatan cahaya (2,997925×109 m/s)

𝜆 = Panjang gelombang

2.8.1.4 EIRPSB yaitu besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar

stasiun bumi yang dapat dihitung dengan persamaan 2.7[10] di

bawah ini:

EIRP = Pout HPA (dBw) + GTx (dB)...................................(2.7)

Keterangan:

Pout HPA = Output HPA (dBW)

GTx = Gain antenna (dB)

2.8.1.5 Carrier to Noise Ratio Uplink (C/N)

Carrier to Noise Ratio uplink merupakan nilai

perbandingan antara carrier yang diterima dengan sinyal noise

yang dihasilkan dalam suatu link. Persamaan uplink untuk

transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan

mensubstusi nilai-nilai parameter sistem komunikasi satelit ke

dalam persamaan 2.8[10]:

(C

N)

U = EIRP𝑈(dBW) – 20 log [

4π×fu× du

c] + ................(2.8)

– 10 log k – 10 log B – L – BOI dB

Keterangan:

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dB)

fu = Frekuensi uplink (GHz)

du = Slant Range Uplink (m)

c = Kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)

GU = Penguatan antena satelit (dBi)

TU = Noise Temperature (K)

k = Konstanta Boltzman (1,38×10-38 J/°K)

B = Noise bandwidth (Hz)

BOI = Back Off Input (dB)

L = Loss tracking + atsmosphere attenuation (1,2 –

1,5 dB

2.8.2 PERHITUNGAN LINTASAN KE BAWAH (DOWNLINK)

2.8.2.1 GD menyatakan besarnya penguatan antena penerima suatu

stasiun bumi dan dapat dihitung dengan persamaan 2.9[10] di

bawah ini:

GD = 20,4 + 10 log ƞ + 20 log fd + 20 log D..................(2.9)

Keterangan:

GD = Gain relatif antena penerima maksimum (dB)

13101077 25

η = Efesiensi antena pemancar

fd = Frekuensi Downlink (GHz)

D = Diameter antena penerima (m)

2.8.2.2 DD adalah slant range atau jarak downlink antara stasiun bumi

dengan satelit dan dapat dihitung dengan persamaan 2.10[10]

di bawah ini:

𝐷𝐷2 = √h2 + 2RE(RE + h)(1 − cos φG. cos∆λ.............(2.10)

Keterangan:

DD = Jarak Downlink antara stasiun bumi dengan satelit

(Km)

h = Orbit satelit Geostasioner (35786 Km)

RE = Jari-jari bumi (6378 Km)

cos φG = Selisih longitude satelit dengan stasiun bumi

cos ∆ = Nilai latitude dari stasiun bumi

2.8.2.3 Free Space Loss Downlink adalah rugi-rugi lintas ke bawah

dan dapat dihitung dengan persamaan 2.11[17] seperti di

bawah ini:

𝐹𝑆𝐿𝐷 = 20 𝑙𝑜𝑔 (4𝜋𝑅

𝜆) .....................................................(2.11)

Keterangan:

FSLD = Free Space Loss Downlink (dB)

dd = Slant range Downlink (Km)

fd = Frekuensi Downlink (GHz)

c = kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)

2.8.2.4 Carrier to Noise Ratio Downlink (C/ND)

Carrier to Noise Ratio Downlink merupakan nilai

perbandingan antara carrier yang diterima dengan sinyal noise

yang dihasilkan dalam suatu link. Persamaan downlink untuk

transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung dengan

mensubstusi nilai-nilai parameter sistem komunikasi satelit ke

dalam persamaan 2.12[10] dasar link:

(C

N)

𝐷 = EIRP𝑠𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 (dBW) – 20 log [

4π×fd× dd

c] +....(2.12)

(𝐺

𝑇) (dB/K) – 10 log k – 10 log B – L – BO𝑜 dB

Keterangan:

EIRPsat = Effective Isotropic Radiated Power (dBW) saturasi

fd = Frekuensi Downlink (GHz)

dd = Slant range Downlink (m)

26 13101077

c = Kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)

G = Penguatan antena satelit (dBi)

T = Noise Temperature (K)

k = Konstanta Boltzman (1,38×10-38 J/°K)

B = Noise bandwidth (Hz)

BOO = Back Off Output (dB)

L = Loss tracking + atsmosphere attenuation (1,2 –

1,5 dB)

2.8.3 CARRIER TO NOISE TOTAL (C/N)T

Nilai dari (C/N)T merupakan penjumlahan dari C/N uplink dan

C/N Downlink dengan menggunakan persamaan 2.13[10] sebagai

berikut:

(C

N)

T= ((C

N⁄U

)−1

+ (CN⁄

D)

−1

)−1

..............................................(2.13)

2.8.4 BANDWIDTH CALCULATION[10]

2.8.4.1 Transmission Rate

𝑇𝑅 =(𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑅𝑎𝑡𝑒+𝑂𝑣𝑒𝑟ℎ𝑒𝑎𝑑 (%))

𝐹𝐸𝐶 𝐶𝑜𝑑𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑒× 𝑅𝑆 𝐶𝑜𝑑𝑖𝑛𝑔...................(2.14)

2.8.4.2 Symbol Rate

𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒 =𝑇𝑅

𝐵𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙.........................................(2.15)

2.8.4.3 Bandwidth Occupied

𝐵𝑊𝑂𝐶𝐶 = 1.2 × 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒........................................(2.16)

2.8.4.4 Bandwidth Allocated

𝐵𝑊𝐴𝐿𝐿 = (1 + 𝐶𝑎𝑟𝑟𝑖𝑒𝑟 𝑆𝑝𝑎𝑐𝑖𝑛𝑔) × 𝑆𝑦𝑚𝑏𝑜𝑙 𝑅𝑎𝑡𝑒.......(2.17)