Upload
others
View
27
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan-pendekatan terhadap kajian pustaka yang relevan dengan tema
penelitian ini dilakukan sebelum membahas tentang hubungan kebahagiaan dan jam
kerja. Tinjauan pustaka tersebut terdiri dari Kajian teoritis yang merupakan
landasan teori digunakan untuk menunjang penelitian ini, serta Kajian empiris yang
merupakan kajian dari hasil penelitian sebelumnya. Dalam bab ini juga dibahas
hipotesis yang mendasari penelitian ini
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Utilitas dan Kebahagiaan
Setiap pelaku ekonomi akan berperilaku untuk mencapai suatu tujuan.
Nicholson & Snyder (2012) memberikan pandangan dimana perusahaan akan
berusaha untuk memaksimalkan keuntungan (Profit) serta meminimalisir biaya
(Cost), Pemerintah akan mencoba untuk memaksimalkan kesejahteraan
masyarakat, dan bagi tingkat individu akan memaksimalkan kesejahteraan individu
atau dapat dikatakan utilitas (Utility). Utilitas merupakan tingkat kebahagiaan atau
kepuasan didapatkan oleh individu dari keadaan yang di alami oleh individu
tersebut (Mankiw, 2012).
Ekonomi selalu dihadapkan pada pilihan, konsep utilitas tidak berbeda jauh
dari hal tersebut, dimana utilitas menunjukan tingkat kepuasan pelaku ekonomi atas
pilihan konsumsi untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu. Utilitas dari individu
didapatkan dari pengambilan keputusan yang dilakukan untuk konsumsi seberapa
11
banyak barang yang dibutuhkan. Nicholson & Snyder (2012) menjelaskan fungsi
utilitas dari individu dapat di tuliskan sebagai:
Utility = U(x1 , x2 , … , xn) (2.1)
Seperti yang dijelaskan pada persamaan 2.1 bahwa utilitas merupakan fungsi
dari banyaknya jumlah barang dan juga jenis barang yang di konsumsi. Pada
persamaan tersebut barang digambarkan dengan x1 , x2 , hingga xn atau barang ke n.
Jika disederhanakan menjadi dua barang fungsi utilitas menjadi:
Utility = U(x, y) (2.2)
Untuk mempermudah mempelajari, maka fungsi tersebut di sederhakan
menjadi hanya dua barang seperti pada persamaan 2.2 dimana barang hanya
dibatasi barang x dan barang y. Persamaan tersebut menjelaskan pilihan dari
individu akan mengorbankan atau mengalami pertukaran dari pilihan yang lainnya,
dimana pertukaran tersebut dapat dijelaskan oleh Marginal Rate of Substitution
(MRS) yaitu:
𝑴𝑹𝑺 = −𝒅𝒚
𝒅𝒙 =
𝑼𝒙
𝑼𝒚 (2.3)
Marginal Rate of Substition menggambarkan bagaimana Marginal Utility
dari satu barang berpengaruh satu sama lain. Pada persamaan 2.3 dapat dilihat
bahwa Marginal Utility antara barang x dengan barang y memiliki hubungan
negatif. Hal tersebut menjelaskan MRS akan membentuk slope negatif dari
Indifference Curve. yaitu kombinasi kepuasan dari konsumsi yang dapat
membentuk kurva utilitas dengan asumsi individu akan mendapat kepuasan yang
sama dari mengkonsumsi kombinasi barang tersebut.
12
Pada Grafik 2.1 dijelaskan bagaimana slope dari MRS akan membentuk
Indifference Curve dari Utilitas. Kurva U1 merupakan kombinasi dari konsumsi
barang x dan y, Slope dari kurva tersebut menggambarkan bagaimana kemauan
individu untuk menukar konsumsi x dan y (willing to trade) atau bisa disebut bahwa
barang x dan y merupakan subsitusi satu sama lain.
Selain itu permasalahan perekonomian dapat berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat, Seperti distribusi pendapatan yang tidak merata dan juga ketimpangan.
Pengambil kebijakan memiliki cara yang berbeda untuk menghadapi permasalahan
tersebut. Mankiw (2012) menjelaskan bahwa ada beberapa filosofi yang
berpengaruh pengambil kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,
salah satu dari filosofi tersebut ialah filosofi Utilitarianism.
Lebih jauh Mankiw (2012) menjelaskan Utilitarianism merupakan ukuran
dari gabungan seluruh utilitas atau kebahagiaan dan kesejahteraan dari tiap
individu. Dengan kata lain kebahagiaan dari tiap individu secara tidak lansung akan
Grafik 2.1 Kurva Kombinasi Konsumsi Barang Pada Indifference Curve
Sumber: (Nicholson & Snyder 2012)
13
mempengaruhi kesejahteraan dari seluruh masyarakat. Filosofi ini menjelaskan
bahwa pemerintah akan memaksimalkan kesejahteraan dari seluruh masyarakat,
dengan asumsi diminishing marginal utility, maka dianggap bahwa penambahan
pendapatan yang sama pada individu dengan pendapatan lebih sedikit akan lebih
menambahkan kebahagiaan daripada individu dengan pendapatan yang lebih
tinggi. Maka kebahagiaan dari setiap individu sangat berpengaruh pada
kesejahateraan seluruh masyarakat.
Teori tradisional ekonomi menjelaskan bahwa adanya konsep disutilitas dari
bekerja, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa bekerja diasumsikan
merupakan beban yang dapat mengurangi utilitas. Individu akan masuk ke pasar
tenaga kerja saat dirinya merasa upah dari hasil bekerja menutupi aspek
pengurangan utilitas dalam bekerja dimana hal tersebut akan membantu individu
dalam mendapatkan penghasilan yang dapat digunakan untuk konsumsi barang/jasa
pada masa yang akan datang (Smith, 2003).
2.1.2 Pasar Tenaga Kerja
Pasar Tenaga Kerja (Labour Market) sama seperti pasar lainnya, dimana ada
pembeli dan juga penjual, maka terdapat pula penawaran dan juga permintaan
tenaga kerja. Pembeli dalam pasar tenaga kerja ialah perusahaan yang
membutuhkan jasa tenaga kerja, dan penjual dalam pasar tenaga kerja ialah tenaga
kerja. Permintaan dari tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang dapat
dipekerjakan oleh perusahaan dengan kemungkinan upah dalam jangka waktu
tertentu. Sedangkan penawaran tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang
14
disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada kemungkinan upah dalam jangka waktu
tertentu. Keseimbangan yang terjadi ialah saat jumlah orang yang menawarkan
tenaganya sama banyak dengan jumlah permintaan tenaga kerja dari yang
membutuhkan tenaga kerja. (Smith, 2003)
Aktifitas dari setiap pasar dipengaruhi oleh harga, termasuk pasar tenaga
kerja. Harga dalam pasar tenaga kerja dihasilkan dari banyaknya alokasi perusahaan
untuk upah bagi pekerja. Harga akan menjadi sinyal bagaimana insentif yang
diberikan perusahaan di respon oleh para pekerja dimana hal tersebut akan sangat
berpengaruh pada pendapatan pekerja.
Pada Grafik 2.2 dijelaskan Populasi dalam Pasar Tenaga Kerja dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Dimana Populasi dibagi menjadi
Angkatan Kerja (Labour Force) dan Bukan angkatan kerja (Non-Labour Force).
Angkatan Kerja merupakan seluruh Populasi yang berusia 16 tahun atau lebih.
Angkatan Kerja dibagi kembali menjadi Pekerja (Employed) dan Pengangguran
(Unemploymed). Seluruh individu yang masuk kedalam kriteria Angkatan Kerja
Grafik 2.2 Status dalam Pasar Tenaga Kerja
Sumber: (Ehrenberg & Smith 2012)
Populasi
Angkatan Kerja
Pekerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
15
yang tidak bekerja dan juga sedang mencari kerja, ataupun sedang menunggu
panggilan kerja dikategorikan sebagai Pengangguran. (Ehrenberg & Smith 2012).
Badan Pusat Statistik (2019b) menklasifikasikan Penduduk Usia Kerja
merupakan penduduk berumur 15 tahun dan lebih, serta membagi Penduduk Usia
Kerja menjadi Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja yaitu penduduk usia kerja
(15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak
bekerja dan penggangguran, dan Penduduk yang Termasuk Bukan Angkatan Kerja
yaitu penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih bersekolah, mengurus
rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi. (Badan
Pusat Statistik 2019b).
2.1.3 Penawaran Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja terbentuk dari tenaga kerja yang bersedia untuk
bekerja dan juga tingkat upah yang di tawarkan pada pasar tenaga kerja. (Ehrenberg
& Smith 2012). Selain itu teori ekonomi neoklasik menjelaskan bahwa penawaran
tenaga kerja (Labour Supply) dapat dianalsis dari dua tingkat, yaitu tingkat mikro
atau rumah tangga, dan tingkat makro atau agregat. Analisis awal tetap dimulai dari
tingkat mikro yaitu keputusan individu untuk masuk ke pasar tenaga kerja.
Pada tingkat tersebut keputusan untuk mengalokasikan waktu bekerja di
asumsikan bahwa individu akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu untuk bekerja
(Work) atau menggunakan waktu luang (Leisure) untuk mendapatkan pendapatan.
Bekerja di asumsikan sebagai kegiatan pertukaran yang dapat mengurangi utilitas
(Disutility) bagi individu seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
16
“Utility is the benefit or satisfaction an individual presumably derives from
the activity of consuming goods/services. Work is assumed to confer a certain
amount of disutility. Wages help to offset that negative aspect and enable the
individual to generate income, which can be used to consume goods and
services in future time periods.” (Smith 2003, halaman 7)
Dari penjelasan Smith (2003, halaman 7) dapat dilihat bahwa bekerja dapat
menurukan utilitas, dan individu akan memutuskan untuk bekerja apabila upah
yang di dapat menutupi pengurangan utilitas tersebut.
Keputusan individu untuk bekerja dan meninggalkan waktu luang didasari
dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dari upah yang dihasilkan. Maka dari
itu dapat dikatakan bahwa Opportunity Cost dari konsumsi waktu luang ialah upah
yang dapat dihasilkan saat individu bekerja maka saat pendapatan dari bekerja lebih
banyak, dengan asumsi akumulatif harta yang dimiliki konstan, penawaran untuk
alokasi jam kerja akan semakin banyak, hal tersebut disebut sebagai Efek Substitusi
(Substitution Effect). Selain efek tersebut, kondisi yang dapat terjadi dalam
penawaran tenaga kerja ialah efek pendapatan (Income Effect), dimana di
asumsikan saat pendapatan telah mencapai titik tertentu maka permintaan dari
individu untuk menggunakan waktu luang dan juga konsumsi akan semakin
banyak. Maka kurva penawaran dari tenaga kerja dapat berbentuk Backward Bend
(Smith 2003).
Pada Grafik 2.3 dijelaskan bahwa banyaknya upah (Wages) berpengaruh pada
keputusan individu dalam alokasi jam kerja. Saat upah lebih sedikit, maka efek
substitusi akan lebih dominan, dimana penambahan upah akan membuat individu
lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja. Sedangkan pada titik
17
puncak tertentu, saat efek pendapatan lebih dominan, maka penambahan upah akan
membuat individu mengurangi waktu untuk bekerja dan lebih menikmati waktu
luang.
2.1.4 Jam Kerja dan Kebahagiaan
Jam Kerja merupakan alokasi seseorang untuk melakukan pekerjaan. Badan
Pusat Statistik (2019b) mengklasifikan pekerja menjadi beberapa bagian. Dimana
orang dikategorikan bekerja jika melakukan kegiatan ekonomi yang ditujukan
untuk memperoleh atau mendapat keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus)
dalam seminggu yang lalu. (Badan Pusat Statistik 2019b). Lebih jauh lagi, Badan
Pusat Statistik menyebut bahwa pekerja dibagi menjadi Pekerja Penuh dan Pekerja
Tidak Penuh. Pekerja dikatakan Pekerja penuh apabila bekerja dalam jam kerja
normal yaitu 35 jam seminggu. Semenara Pekerja Tidak Penuh dibagi menjadi
Setengah Penganggur yaitu Pekerja Tidak Penuh yang masih bersedia menerima
Grafik 2.3 Kurva Penawaran Tenaga kerja individu berbentuk Backward Bend
Sumber: (Smith 2003)
18
pekerjaan dan Pekerja Paruh waktu yaitu Pekerja Tidak Penuh tetapi tidak mencari
pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain.
Individu akan bersikap rasional dalam memaksimalkan utilitas atau
kebahagiaan dengan cara mengkonsumsi barang/jasa. Maka individu akan
mengalokasikan waktu yang optimal untuk bekerja agar mendapatkan pendapatan
untuk meningkatkan utilitas dengan mengkonsumsi barang/jasa.
Dengan asumsi tersebut maka didapat bahwa konsumsi barang/jasa dan juga
waktu luang, keduanya akan menambah utilitas. Maka keduanya merupakan
substitusi dari masing-masing, hal tersebut membuat Konsumsi barang/jasa dan
waktu luang dapat membentuk kurva indifference dari utilitas. Konsumsi
barang/jasa dapat di gambarkan dari penghasilan yang di dapat (income), sedangkan
waktu luang dapat di gambarkan lewat jam yang tidak digunakan untuk bekerja
(hours of leisure). Hal tersebut dapat digambarkan dalam Grafik 2.4 seperti yang di
gambarkan oleh Ehrenberg & Smith (2012).
Grafik 2.4 Indifference Curves Utilitas dilihat dari penghasilan dan waktu luang
Sumber: (Ehrenberg & Smith 2012)
19
Dalam konsep utilitas digambarkan bahwa utilitas dapat dijelaskan dengan
konsep ordinal, atau secara cardinal (Nicholson & Snyder 2012). Konsep ordinal
menyajikan fungsi yang didapat dari kombinasi barang konsumsi. Dimana hal
tersebut membuat konsep ordinal dapat terukur dari angka yang sudah ada.
Sedangkan konsep cardinal menyajikan fungsi yang diasumsikan bahwa ada angka
yang mewakili dari suatu utilitas. Frey & Stutzer (2002) menjelaskan bahwa tidak
perlu ukuran pasti untuk menganalisa respon individu terhadap sesuatu yang relatif.
Dimana hal tersebut memperkuat konsep cardinal dalam perhitungan utilitas atau
kebahagiaan.
2.1.5 Linear Probability Model
Model Regresi Sederhana ekonometrik menggunakan variabel terikat yang
tidak dibatasi atau biasanya bersifat kuantitatif (seperti persentase, jumlah uang,
dll). Saat variabel terikat merupakan angka biner, model regresi sederhana sulit
untuk menjelaskan hasil regresi dengan baik.
Saat variabel terikat merupakan angka biner, regresi lebih mudah dijelaskan
dengan kemungkinan (Probability), maka Regresi Linear Berganda dengan
variabel terikat biner disebut sebagai Linear Probability Model (LPM).
“… The key point is that when y is a binary variable taking on the values zero
and one, it is always true that P(y=1|x) = E(y|x): the probability of
“success”—that is, the probability that y =1—is the same as the expected
value of y …” (Wooldridge 2002, halaman 233).
20
Dari kutipan tersebut maka didapatkan persamaan dari Linear Probability
Model sebagai berikut:
P (y = 1 | x )= β0 + β1X1 + β1X1 + … + βkXk (2.4)
Dalam persamaan 2.4 secara tidak langsung menjelaskan p(x) = P(y=1|x)
merupakan fungsi linear dari xj. Pada LPM, βj mengukur perubahan dalam
probabilitas keberhasilan ketika xj berubah, dengan mempertahankan faktor lain,
dimana dijelaskan pada persamaan 2.5
ΔP (y = 1 | x )= βj Δxj (2.5)
2.1.6 Logit & Probit Model
Logit Model dan Probit Model merupakan model yang termasuk dalam
Limited Dependent Variable (LDV). Secara luas dijelaskan LDV merupakan model
dimana rentang nilai dari variabel terikat (dependent) dibatasi nilainya secara
substansi. Model LDV diperlukan saat nilai dari variabel ekonomi tidak terlalu
besar. (Wooldridge, 2002).
Pada sub bab sebelumnya, angka variabel terikat biner dapat dijelaskan
dengan menggunakan LPM. Wooldridge (2002) menjelaskan Model tersebut dinilai
memiliki kekurangan untuk menjelaskan angka biner, yaitu sulit untuk interpretasi,
dimana probabilitas hasil bisa kurang dari nol dan juga lebih dari satu, dan efek
parsial dari seluruh variabel independent konstan. Maka komponen pada model
ditambahkan:
P (y = 1 | x ) = G(β0 + β1X1 + β1X1 + … + βkXk) = G(β0 + X β) (2.6)
21
Pada persamaan 2.6 komponen G merupakan nilai yang membatasi angka biner nol
dan satu, atau 0 < G(z) < 1, untuk seluruh angka pada z. Pada Logit model, G ialah
fungsi logistik antara nol dan satu dari seluruh angka pada z seperti dijelaskan pada
persamaan 2.7
G(z) = exp(z)/[1 + exp(z)] =Λ (z) (2.7)
Pada Probit Model, G merupakan distribusi normal kumulatif, dimana dapat
dijelaskan dengan integral pada persamaan 2.8
G(z) = Ф(z) = ∫ Ф(𝒗)𝒅𝒗𝒛
−∞ (2.8)
2.2 Kajian Empiris
Meskipun belum menjadi perhatian saat ini, beberapa penelitian telah
membahas hubungan dari variabel kebahagiaan dan variabel jam kerja. Penelitian
yang ada telah dibidang ekonomi melihat bagaimana pola jam kerja terhadap
kebahagiaan dalam beberapa pandangan. Dalam teori klasik melihat bahwa jam
kerja dapat menyebabkan disutilitas dalam bekerja, tetapi penelitian terbaru
memiliki pandangan yang berbeda.
Pouwels et al. (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh income
terhadap kebahagiaan dengan regresi ordered probit menggunakan data German
Socio-Economic Panel (GSOEP) tahun 1999 dari 1349 pasangan dengan rentang
umur 18 hingga 65 tahun. Penelitian ini menjelaskan bahwa kenaikan income
berpengaruh positif terhadap kebahagiaan. Pada variabel jam kerja,
memperlihatkan bahwa adanya pengaruh negatif dari jam kerja terhadap
kebahagiaan, tetapi hanya signifikan pada Pria.
22
Selain itu Knabe & Rätzel (2010) melakukan penelitian lanjutan dari paper
Pouwels et al. (2008) dimana Knabe & Rätzel mengubah metode dengan
menambah tahun menjadi 1999 hingga 2006, dan menggunakan dua model yaitu
model regresi ordered probit tanpa fixed effect dan model OLS dengan fixed effect.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya bias pada hubungan jam kerja dengan
kebahagiaan yang di teliti oleh Pouwels et al., dimana penambahan variabel yang
dinamis membuat temuan baru pada hubungan jam kerja dan kebahagiaan. Dimana
jam kerja bersifat inverse U-shaped.
Temuan yang sama dari penelitian lain, dimana Steffen (2012) meneliti
tentang hubungan jumlah jam kerja terhadap kebahagiaan rata-rata dimana asumsi
awal melihat adanya dis-utility dari kegiatan bekerja. Menggunakan regresi panel
data GSOEP periode 1984 hingga 2006 menggunakan model fixed effect OLS dan
Conditional Logit, model tersebut dipilih karena dilihat bahwa hasil dari model
OLS, probit, dan logit memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Penelitian ini
menemukan bahwa hubungan dari jam kerja dengan kebahagiaan positif dengan
fungsi kuadrat yang negatif. Hal tersebut berarti adanya hubungan Inverse U-
Shaped dimana penambahan jam kerja akan menyebabkan penambahan
kebahagiaan hingga titik tertentuk (titik puncak), dan akan menurunkan
kebahagiaan setelahnya. Maka studi ini menjelaskan bahwa jam kerja dapat
menambah kebahagiaan jika tidak berlebihan.
Selain dari sisi jam kerja, kebahagiaan juga banyak dikaitkan dengan variabel
lain, seperti umur. Tidak sedikit penelitian yang telah dibahas menggunakan alat
ukur dan acuan dari penelitian tersebut. Penelitian lain menyebutkan bahwa banyak
23
literatur ekonomi yang melihat adanya hubungan U-shaped antara umur dan
kebahagiaan (Frijters & Beatton 2012).
Pada penelitian lain dijelaskan bahwa hubungan kebahagiaan membentuk
pola dalam lingkaran kehidupan (Life Cycle). Penelitian ini menggunakan panel
data Random Sampling dari delapan negara besar di eropa tahun 1973-2006.
Penelitian ini menjelaskan bahwa bahwa dengan data acakpun, pola U-shaped dari
umur dan kebahagiaan masih terlihat, seperti penelitian penelitian sebelumnya
dimana seiring bertambahnya umur kebahagiaan akan menurun, serta fungsi
kuadratik yang positif menjelaskan bahwa adanya pola U-shaped (Blanchflower &
Oswald 2009).
Berdasarkan kajian penelitian terdahulu, variabel jam kerja berpengaruh
terhadap kebahagiaan. Penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana pengaruh
jam kerja terhadap kebahagiaan, dengan acuan dari penelitian yang telah dikaji
tersebut.
24
Tabel 2.1 Ringkasan Kajian Penelitian Sebelumnya
No. Nama Peneliti &
Tahun Penelitian
Judul
Penelitian
Variabel
Ekonomi
Model
Penelitian
Hasil Kesimpulan
1. Pouwels et. al
(2008)
Income,
working
hours,and
happiness
- Income
- Working
Hours
- Ordered
Probit
- Kenaikan income
menyebabkan pengaruh
positif terhadap
kebahagiaan
- Jam Kerja
menyebabkan penurunan
terhadap kebahagiaan
2. Knabe & Rätzel
(2010)
Income ,
happiness, and
the disutility of
labour
- Income
- Working
Hours
- Ordinary
Least Square
- Ordered
Probit
- Temuan baru dimana
jam kerja bersifat
inversed U-shaped
3. Steffen (2012) Labour Supply ,
Life Satisfaction
, and the (Dis)
Utility of Work
- Working
Hours
- Income
- Remaining
HH income
- Ordinary
Least Square
- Conditional
Logit
- Hasil dari metode
OLS, Logit, dan Probit
dalam kebahagiaan
memiliki hasil sama
- Adanya hubungan
inversed U-shaped
antara jam kerja dengan
kebahagiaan
4. Frijters & Beatton
(2012)
How Important
is Methodology
for the
Estimates of the
Determinants of
Happiness?
- HH Income - Ordinary
Least Square
- Ordered
Probit
- Ordered
Logit
-Asumpsi Cardinality
dan Ordinality dalam
variabel kebahagiaan
tidak berpengaruh
banyak
5. Blanchflower &
Oswald (2009)
The U-shape
without
controls: A
response to
Glenn
- Income - Ordinary
Least Square
- Pola U-Shaped pada
kebahagiaan masih
ditemukan walaupun
data tanpa tanpa acuan
pasti dan masih mentah
6. Golden & Wiens-
tuers (2006)
To your
happiness ?
Extra hours of
labor supply and
worker well-
being
- Income
- Satisfaction
- Ordered
Logit
- Pendapatan dari kerja
lembur tidak akan
langsung mempengaruhi
kebahagiaan
25
2.3 Kerangka Pemikiran
Kebahagiaan merupakan hal penting bagi setiap manusia, dimana
kebahagiaan dianggap sebagai salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam
kehidupan manusia. Konsep kebahagiaan tidak berbeda jauh dari konsep utilitas,
dimana kebahagiaan dapat diperoleh dari pilihan konsumsi. Salah satu cara untuk
memenuhi kebahagiaan ialah dengan bekerja, dimana bekerja dianggap dapat
memenuhi kebutuhan melalui upah yang didapatkan. Dalam teori ekonomi, adanya
disutilitas dari bekerja, dimana bekerja dianggap sebagai substitusi dari waktu
luang, dimana waktu luang dianggap menambah kebahagiaan.
Jam kerja di Indonesia menunjukan bahwa sebagian besar penduduk
Indonesia bekerja di atas 35 jam per minggu yaitu mencapai 67,7% dimana masih
banyak yang bekerja lebih dari 49 jam dalam seminggu (dikategorikan tidak layak)
sebesar 29,49%. Dengan peningkatan jam kerja tersebut, peringkat kebahagiaan di
Indonesia selalu menurun dari negara lain, dimana dalam World Happiness Report
publikasi dari rata-rata tahun 2013-2015 Indonesia berada pada posisi 79, pada
publikasi 2017 Indonesia turun ke peringkat 81. Dan publikasi tahun 2018 turun ke
peringkat 92.
Perlu diketahui pola jam kerja dari keseluruhan untuk memaksimalkan
kebahagiaan dari sisi jam kerja, dimana indikator yang dapat diperhatikan selain
pendapatan juga faktor sosio-demografi. Pada penelitian ini kebahagiaan akan
diestimasi menggunakan model ekonometrika yang akan dijelaskan pada bab
selanjutnya.
26
Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Indeks Kebahagiaan di Indonesia menurun (2013-2018)
Bekerja menyebabkan disutilitas (penurunan kebahagiaan)
Tenaga Kerja di Indonesia bekerja dalam jam kerja penuh bahkan
berlebih
Kebahagiaan dipengaruhi oleh
jam kerja
Ekonomi:
Jam Kerja
Pendapatan
Sosial Demografi:
Umur
Tahun Bersekolah
Jumlah ART
Kepemilikan Rumah
Status Pernikahan
KRT
Jenis Kelamin KRT
Daerah Tinggal
Ordered Logit Model
Pola Jumlah jam kerja dan
pendapatan mempengaruhi
kebahagiaan
Faktor Sosial Demografi
mempengaruhi kebahagiaan
Data Indonesian Family Life Survey 2014
Saran dan implikasi kebijakan
27
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan literatur dapat disusun hipotesis penelitian yaitu
kebahagiaan di Indonesia dipengaruhi oleh variabel jam kerja, pendapatan, serta
faktor lainnya.