Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah rangkaian proses memindahkan darah atau komponen
darah dari donor kepada resipien. Pada kasus-kasus tertentu, transfusi darah dapat
sangat bermanfaat atau bahkan menyelamatkan nyawa pasien. Transfusi darah
pada praktik klinik dapat menggunakan berbagai jenis komponen, baik darah
lengkap (whole blood), sel darah merah pekat (packed red cells/PRC), sel darah
merah yang dicuci (washed erythrocytes/WE), trombosit, plasma segar beku
(fresh frozen plasma/FFP), kriopresipitat, dan sebagainya sesuai indikasi. Untuk
memastikan bahwa transfusi darah dapat memberikan manfaat yang optimal bagi
resipien, penyimpanan, penanganan, dan uji kompatibilitas untuk produk darah
harus dilaksanakan dengan baik sesuai pedoman. Tujuan transfusi darah secara
umum untuk mengembalikan serta mempertahankan volume normal peredaran
darah, mengganti kekurangan komponen selular darah, meningkatkan oksigenasi
jaringan, serta memperbaiki fungsi homeostasis pada tubuh ( Depkes RI. 2008)
Proses transfusi darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi
penyumbang darah dan bersifat pengobatan bagi resipien. Transfusi darah
bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara
keadaan biologis darah atau komponen –komponennya agar tetap bermanfaat,
memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran
7
darah (stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau
kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis,
tindakan terapi kasus tertentu (PMI, 2007).
Ada 5 indikasi umum transfusi darah adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan
perdarahan masih terus terjadi.
2. Anemia berat.
3. Syok septik (Jika cairan Terapi Interavena (IV) tidak mampu mengatasi
gangguan sirkulasi darah dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotik).
4. Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan,
karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada.
5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat (Viveronika E, 2017).
2.1.2. Donor Darah
2.1.2.1. Pengertian Donor
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela
untuk disimpan dibank darah yang digunakan untuk keperluan transfusi darah
(Daradjatun, 2008). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan
komponen darah. Biasanya hal ini sering dilakukan di kalangan remaja sampai
kalangan dewasa, perlunya keinginan pendonor dimulai dari usia remaja akhir
agar terwujud suatu kebiasaan, dan jiwa sosial karena darah diperoleh dari
sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti
(Elfazia, 2009).
8
Menurut WHO, Departemen Kesehatan ada 3 macam donor darah
(Budiningsih, 2011):
1. Donor keluarga atau donor darah pengganti adalah donor yang
menyumbangkan darahnya untuk mengganti darah yang telah diambil dari
UTD untuk keluarga atau teman mereka. Dalam sistem ini darah yang
dibutuhkan pasien dipenuhi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.
Biasanya keluarga pasien diminta untuk menyumbang darahnya. Ada dua
bentuk utama sistem ini yaitu:
1) Keluarga pasien menyumbangkan darah dengan jumlah yang sama
dengan yang diberikan kepada kerabatnya, oleh UTD darah tersebut
dijadikan persediaan (stok UTD) dan donor tidak diberi tahu identitas
dari penerima darahnya.
2) Donasi khusus (directed donation) bentuk ini donor secara khusus minta
agar darahnya diberikan kepada pasien tertentu, hal ini sangat tidak
dianjurkan oleh WHO dan badan keamanan darah dunia (Global Blood
Safety Initiative).
2. Donor komersial atau donor bayaran adalah donor komersil yang
mengharapkan imbalan uang untuk darah yang disumbangkannya. Mereka
seringkali menyumbangkan darah secara teratur bahkan rentang waktu donor
pun tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan (Budiningsih, 2011). Donor
komersil biasanya termotivasi oleh apa yang akan mereka terima untuk darah
mereka, bukan oleh keinginan menolong orang lain.
9
3. Donor sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen
darah lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau
bentuk pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu
mendonorkan darah kepada orang yang tidak mereka kenal dan tidak
menerima sesuatu keuntungan (Budiningsih, 2011).
2.1.2.2. Syarat Donor Darah
Beberapa syarat yang bertujuan untuk menjamin keselamatan pendonor
dan penerima darah menurut Permenkes RI (2015) adalah sebagai berikut :
1. Umur 17-60 tahun (usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat
izin tertulis dari orang tua).
2. Berat badan minimal 45 kg.
3. Temperatur tubuh berkisar antara 36,6-37˚C.
4. Tekanan darah baik, yang ditunjukkan dengan systole 110-160 mmHg dan
diastole 70-100 mmHg.
5. Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50-100 kali/menit.
6. Hemoglobin baik pria maupun perempuan minimal 12,5 gram.
7. Bagi penyumbang darah wanita tidak sedang hadi, hamil atau menyusui.
8. Tidak menderita penyakit jantung, hati, ginjal, paru, kencing manis,
pendarahan, kejang atau penyakit kulit kronis.
9. Tidak pernah menderita penyakit hepatitis B.
10. Tidak pernah menderita penyakit tuberkulosis, sifilis, epilepsi dan sering
kejang.
10
11. Tidak pernah mengalami ketergantungan obat, alkoholisme akut dan kronik.
12. Tidak pernah menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik)
yang akan ditusuk.
13. Tidak mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya
defisiensi G6PD, thalasemia dan polisitemiavera.
14. Tidak mengidap penyakit HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti
pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril) (Dewi Arini, 2018).
2.1.2.3. Manfaat Donor
Manfaat mendonorkan darah secara rutin setiap tiga bulan sekali maka
menyebabkan tubuh akan terpacu untuk memproduksi sel-sel darah merah baru,
sedangkan fungsi sel-sel darah merah adalah untuk oksigenisasi dan mengangkut
sari-sari makanan. Dengan demikian fungsi darah menjadi lebih baik sehingga
donor menjadi sehat. Selain itu, kesehatan pendonor akan selalu terpantau karena
setiap kali donor dilakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan uji saring
darah terhadap infeksi yang dapat ditularkan lewat darah. Manfaat lainnya dari
mendonorkan darah adalah mendapatkan kesehatan psikologis karena
menyumbangkan hal yang tidak ternilai harganya kepada yang membutuhkan
akan membuat kita merasakan kepuasan psikologis. Sebuah penelitian
menemukan, orang usia lanjut yang rutin menjadi pendonor darah akan merasakan
tetap berenergi dan bugar (Gustaman dkk, 2013).
Donor darah juga akan membantu menurunkan resiko terkena serangan
jantung dan masalah jantung lainnya. Penelitian menunjukkan, mendonorkan
11
darah akan mengurangi kelebihan zat besi dalam tubuh. Walaupun masih perlu
penelitian lagi untuk memastikannya, kelebihan zat besi diduga berperan
menimbulkan kelainan pada jantung. Kelebihan itu akan membuat kolesterol jahat
(LDL) membentuk antikolesterol (plak lemak yang akan menyumbat pembuluh
darah). Menurunnya angka masalah penyakit jantung terutama terlihat pada para
pendonor yang tidak merokok (Dewi Arini, 2018).
2.1.3. Kebutuhan Darah
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 423/Menkes/SK/IV/2007
dalam perkembangan dewasa ini kebutuhan akan pelayanan darah semakin
meningkat khususnya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), penanganan
penyakit degeneratif, cedera akibat kecelakaan, penyakit darah (hemophilia,
thalsemia), memerlukan tranfussi darah untuk tujuan pengobatan dan pemulihan
kesehatan pasien (Kepmenkes 2007).
Jumlah kebutuhan minimal darah di Indonesia telah mencapai sekitar 5,1
juta kantong per tahun atau 2% jumlah penduduk, sedangkan penyediaan darah
dan komponennya saat ini hanya sebanyak 4,6 juta kantong dari 3,05 juta donasi.
Sebanyak 86,20% dari 3,05 juta donasi itu berasal dari donor darah sukarela.
Indonesia masih kekurangan jumlah penyediaan darah secara nasional sekitar 500
ribu kantong (Kemenkes RI, 2016).
12
2.1.4. Darah
2.1.4.1. Pengertian Darah
Darah merupakan sistem transpor yang berfungsi antara lain membawa zat
makanan dari saluran pencernaan menuju jaringan, membawa produk akhir
metabolisme dari sel ke organ ekskresi, serta membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan yang mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit, sebagai alat pertahanan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh (Handayani et al., 2013).
Gambar 2. 1 Komponen Darah
(Seeley, et al., 2007)
Darah mengandung komponen seluler maupun nonseluler, masing-masing
mempunyai fisiologis yang penting. Darah tersusun dari beberapa komponen yaitu
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan pelat darah (trombosit)
yang terkandung didalam plasma (Tjay & Rahardja, 2007).
Darah juga melakukan banyak fungsi penting untuk kehidupan dan dapat
mengungkapkan banyak tentang kesehatan tubuh kita. Darah adalah jenis jaringan
ikat, terdiri atas sel-sel (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang terendam pada
13
cairan kompleks plasma. Darah membentuk sekitar 8% dari jumlah berat total
tubuh. Pergerakan konstan darah pun ketika mengalir dalam pembuluh darah
menyebabkan unsur-unsur sel tersebar merata di dalam plasma. (Goodenough, J.
McGuire, B. 2012)
2.1.4.2. Komponen Darah
Darah dapat dikatakan sebagai cairan kompleks yang mengandung banyak
substansi di dalamnya dimana secara makroskopis darah terlihat sebagai cairan
yang homogen, merata sedikit kental dan berwarna merah (akibat adanya
erythrocyte). Sedangkan secara mikroskopis darah terdiri dari 2 bagian besar yaitu
bagian cair (plasma darah) (55-60% dari seluruh volume darah) dan bagian padat
(sel atau butir darah) (40-45%) meliputi sel darah merah (erythrocyte), sel darah
putih (leucocyte) dan keping darah (thrombocyte). (Siswanto, 2017).
Gambar 2. 2 Darah yang sudah disentrifugasi
Sumber : (Armaidi, DKK, 2015).
14
1. Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang
terdapat dalam darah, yang berfungsi sebagai pengangkut atau transportasi
hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru–paru ke jaringan (Guyton,
2007). Sel darah merah merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri
dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang
mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi
hemoglobin selama masa hidup sel tersebut (Williams, 2007).
Gambar 2. 3 Struktur Eritrosit
(Eva Ayu Maharani, Ganjar Noviar, 2018)
Bentuk sel ini adalah cakram bikonkaf dengan diameter 6-8 μm dan
tebalnya sekitar 2 μm. Eritrosit merupakan sel yang paling kecil jika dibandingkan
dengan sel sel lain dalam tubuh manusia selain trombosit dan juga jumlahnya
paling banyak jika dibandingkan dengan sel darah lainnya (Brecher ME, 2005).
15
2. Leukosit
Sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu bagian dari susunan sel
darah manusia yang memiliki peranan utama dalam hal sistem imunitas atau
membunuh kuman dan bibit penyakit yang ikut masuk ke dalam aliran darah
manusia. Sel darah putih atau yang juga dapat disebut dengan leukosit. Leukosit
dibagi menjadi lima jenis tipe berdasarkan bentuk morfologinya yaitu basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit (Gunanti M, Pristita W dan Laksmi S,
2011).
Gambar 2. 4 Jenis-Jenis Leukosit
(Nugraha G, Badrawi I, 2018)
Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit, yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat granula-
granula. Agranulosit, merupakan bagian dari sel darah putih dimana mempunyai
inti sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak bergranula. Leukosit yang termasuk
agranulosit adalah limfosit, dan monosit. Limfosit terdiri dari limfosit B yang
16
membentuk imunitas humoral dan limfosit T yang membentuk imunitas selular.
Limfosit B memproduksi antibodi jika terdapat antigen, sedangkan limfosit T
langsung berhubungan dengan benda asing untuk difagosit (Tarwoto, 2007).
3. Trombosit
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan
terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4 μm, berbentuk
cakram bikonveks dengan volume 5-8 fL. Trombosit setelah keluar dari sumsum
tulang, sekitar 20-30% trombosit mengalami sekuestrasi di limpa (Kosasih, 2008).
Gambar 2. 5 Fisiologis Trombosit Sumber : Sumiyati Sa’adah, 2018
Dalam setiap mililiter darah pada keadaan normal terdapat sekitar 250.000
trombosit (kisaran 150.000 – 350.000/mm³). Trombosit tidak mempunyai inti,
namun terdapat organel dan enzim sitosol untuk menghasilkan energi dan
mensintesis produk sekretorik yang disimpan dalam granul. Trombosit
mengandung aktin dan miosin dalam konsentrasi tinggi sehingga trombosit dapat
17
berkontraksi. (Sumiyati Sa’adah, 2018). Sel ini memiliki dua fungsi berbeda, yaitu
melindungi integritas endotel pembuluh darah. Interaksi trombosit dengan
pembuluh darah disebut hemostasis primer (Christina D P, Tasrief S, Eko J,
2018).
2.1.4.3. Fungsi Darah
Darah berperan sebagai sistem transpor yang berfungsi sebagai membawa
zat makanan dari saluran pencernaan menuju jaringan, membawa produk akhir
metabolisme dari sel ke organ ekskresi, serta membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan yang mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit, sebagai alat pertahanan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh (Handayani et al., 2013).
2.1.5. Plasma
2.1.5.1. Pengertian Plasma
Yaitu bagian cair darah (55%) yang sebagian terdiri dari air (92%), 7%
protein, 1% nutrein, hasil metabolisme, gas pernapasan, enzim, hormon- hormon,
faktor pembekuan dan garam-garaman organik. Protein-protein dalam plasma
terdiri dari serum albumin, alpha-1 globulin, alpha-2 globulin, beta globulin dan
gamma globulin, fibrinogen, protrombine dan protein esensial untuk koagulasi
(Desmawati, 2013). Plasma juga mengandung sejumlah protein yang berperan
sangat penting untuk menghasilkan tekanan osmotic plasma. Tekanan osmotic
yang ditimbulkan oleh protein disebut tekanan osmotik koloid.
18
2.1.6. Lipemik
2.1.6.1. Pengertian Lipemik
Plasma / serum lipemik adalah serum yang keruh, putih atau seperti susu
karena hiperlipidemia, penyebab paling umum dari kekeruhan adalah peningkatan
konsentrasi trigliserida. Serum lipemik juga sering diikuti peningkatan kadar
kolesterol. Lipemik disebabkan partikel lipoprotein seperti kilomikron, VLDL
(Very Low Density Lipoprotein), maupun trigliserida (Murray RK, Granner DK,
Rodwell V., 2009).
Lipemik merupakan peningkatan kadar lemak darah untuk sementara.
Serum lipemik yang keruh, putih seperti susu dapat disebabkan karena adanya
kontaminasi bakteri makanan yang baru dikonsumsi, terutama yang mengandung
lemak (WHO,2002).
Gambar 2. 6 Perbedaan Sampel Normal (A) dan Sampel Lipemik (B)
Sumber : Dhurba Giri, 2020
19
Kekeruhan yang merata pada serum mengisyaratkan peningkatan
kandungan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Terdapat beberapa jenis
kekeruhan yang dijumpai menurut Sacher dan McPherson (2004) yaitu :
1. Uniform berarti peningkatan VLDL tanpa kilomikron yang signifikan.
2. Krim di atas suatu bahan pemeriksaan yang keruh berarti peningkatan
kilomikron dan VLDL
3. Krim diatas bahan pemeriksaan yang jernih berarti kilomikronemia tanpa
VLDL.
2.1.6.2. Penyebab Lipemik
Sampel lipemik paling sering disebabkan oleh puasa yang tidak sesuai
sebelum pengambilan sampel dan hipertrigliserida (Mainali S, Davis SR and
Krasowski MD., 2017). Hipertrigliserida terdiri atas hipertrigliserida primer dan
sekunder. Hipertrigliseridemia primer disebabkan oleh defek genetik sehingga
metabolisme trigliserida terganggu seperti hiperlipidemia Fredrickson tipe I, IV,
dan V, sedangkan hipertrigliseridemia sekunder disebabkan konsumsi alkohol,
obesitas, sindrom metabolik, diabetes melitus tipe 2, dan obat-obatan (Brahm A,
Hegele RA, 2013).
2.1.6.3. Pengaruh Lipemik Terhadap Pemeriksaan Darah
Sampel lipemik dapat menginterferensi beberapa metode pemeriksaan
melalui tiga cara yaitu pengurangan fraksi aqueos pada sampel, partitioning, dan
gangguan transmisi cahaya, yang kemudian dapat mempengaruhi hasil
20
pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium dengan interferensi sampel lipemik
memerlukan interpretasi secara kritis dan tepat sehingga dapat menunjang
diagnosis dan penanganan pasien yang tepat pula (Brahm A, Hegele RA, 2013).
Lipemik juga dapat secara tidak spesifik mengganggu berbagai
immunoassay. Ini dapat terjadi bahkan ketika antibodi terikat pada permukaan
padat. Bergantung pada sifat reaksi, gangguan dapat menyebabkan keduanya,
hasil yang salah atau menurun (Schiettecatte J, Anckaert E, Smitz J., 2012).
Plasma yang diambil dari pasien dengan kadar fibrinogen atau pasien
dengan keadaan disproteinemia dapat menyebabkan pembentukan rouleaux.
Konsentrasi protein yang tidak normal, rasio protein serum yang diubah, atau
adanya berat molekul tinggi dapat menyebabkan agregasi sel darah merah menjadi
tidak spesifik atau yang disebut rouleaux dan menjadi sulit dibedakan dengan
aglutinasi yang asli. Pembentukan rouleaux ini bisa diartikan sebagai penyebab
terjadinya positif palsu (Brecher ME, 2005).
2.1.7. Pemeriksaan Crossmatch
Crossmacth adalah suatu prosedur untuk mereaksisilangkan komponen
darah donor dan pasien. Uji kompatibilitas adalah semua tahapan yang harus
dilakukan sehingga diperoleh darah donor yang benar-benar tepat untuk pasien..
Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa uji kompatibilitas memiliki cakupan
yang jauh lebih luas dan crossmatch merupakan bagian dari uji kompatibilitas
(Mulyantari Kadek, Sutirta Putu Wayan, 2016).
21
Tujuan utama crossmatch adalah untuk mencegah terjadinya reaksi
transfusi, baik reaksi transfusi yang bersifat mengancam nyawa maupun reaksi
transfusi ringan atau sedang yang dapat mengganggu kenyamanan pasien. Tujuan
yang tidak kalah penting lainnya adalah memaksimalkan masa hidup in vivo sel-
sel darah yang ditransfusikan (Blaney and Howard, 2013).
Prinsip crossmatch ada dua yaitu :
1. Mayor crossmatch merupakan serum pasien direaksikan dengan sel donor,
apabila di dalam serum pasien terdapat antibodi yang melawan terhadap sel
maka dapat merusak sel donor tersebut (Setyati, 2010, Yuan, 2011).
2. Minor crossmatch merupakan serum donor direaksikan dengan sel pasien.
Pemeriksaan antibodi terhadap donor apabila sudah dilakukan maka
pemeriksaan crossmatch minor tidak perlu lagi dilakukan (Setyati, 2010,
Yuan, 2011).
Pemeriksaan ini bisa dilakukan menggunakan metode tabung (metode
konvensional) dan metode gel.
2.1.7.1. Pemeriksaan Crossmatch Metode Tabung
Uji silang serasi (crossmatch) metode tabung konvensional dilakukan dalam
3 fase karena bertujuan mencari antibodi komplit (IgM) atau antibodi inkompit
(IgG) yang mempunyai arti klinis yang dapat menyebabkan uji silang serasi tidak
cocok (inkompatibel). Fase I yaitu fase NaCl Fisiologis 0,85% atau fase suhu
kamar, fase II yaitu inkubasi 37˚C dalam Medium Bovine Albumin dan fase III
yaitu fase AHG. Fase I adalah fase suhu kamar didalam medium NaCl Fisiologis
22
0,85% atau NaCl 0,85%. Fase ini akan dapat mendeteksi antibodi komplit yang
bersifat IgM (Cold Antibody) seperti anti-A, anti-B, anti-M, anti-N, anti-Lewis,
anti-P1 dan anti-H.2. Fase II yaitu fase inkubasi 37ºC dalam medium Bovine
albumin. Fase ini akan dapat mendeteksi beberapa antibodi sistem Rhesus seperti
anti-D, anti-E, anti-C dan juga antibodi lainnya seperti anti-Lewis, anti-Kell, anti-
Duffy. Fase III adalah fase Antiglobulin Tes. Semua antibodi inkomplit yang telah
diikat pada sel darah merah (pada fase II) akan beraglutinasi (positip) dengan baik
setelah penambahan Coombs serum (Yuan, 2011).
Prinsip pemeriksaan crossmatch metode tabung adalah sel donor dicampur
dengan serum penerima (mayor crossmatch) dan sel penerima dicampur dengan
serum donor (minor crossmatch) dalam bovine albumin 20% akan terjadi
aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila golongan darah tidak cocok.Sel dan
serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan
antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan
bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka terjadi gumpalan
(Setyati,2010).
Bila uji silang serasi mayor dan minor dari fase I sampai fase III dan
validasi tidak menunjukan reaksi hemolisis dan/atau aglutinasi, darah donor
tersebut dinyatakan cocok untuk pasien. Bila ada pada salah satu fase terjadi
reaksi, maka darah tersebut tidak cocok. Bila pada fase I atau fase II terjadi reaksi,
maka fase II (dengan penambahan Bovine Albumin 22%) atau fase III (dicuci 3
kali lalu ditambahkan AHG ) tidak perlu diteruskan (Widjaya, 2008).
23
2.1.7.2. Pemeriksaan Crossmatch Metode Gel
Yves Lampiere dari Perancis menemukan metode gel dan
mengembangkan metode gel di Switzerland pada akhir 1985 sebagai metode
standar sederhana yang memberikan reaksi aglutinasi dan dapat dibaca dengan
mudah. Metode gel pertama kali digunakan untuk pemeriksaan rutin pada tahun
1988, saat ini telah digunakan lebih dari 80 negara termasuk Indonesia (Setyati,
2010).
Metode gel test memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode tabung.
Selain menghemat waktu pemeriksaan, prosedur tes juga lebih sederhana dan
pembacaan hasil lebih mudah dilakukan. Tidak ada proses pencucian dan
penambahan CCC. (Mulyantari Kadek, Sutirta Putu Wayan, 2016).
Prinsip pemeriksaan crossmatch metode gel ini adalah sejumlah volume
suspensi sel darah merah dan serum atau plasma dari donor dan pasien
dimasukkan ke dalam microtube diikuti oleh proses inkubasi dan sentrifugasi.
Tahap inkubasi akan memberi kesempatan antigen pada permukaan sel darah
merah berikatan dengan antibodi pada serum atau plasma sehingga membentuk
aglutinasi. Pada tahap sentrifugasi, sel yang beraglutinasi kuat akan tertangkap
pada bagian atas matrik gel sedangkan sel yang beraglutinasi lemah akan pindah
ke bagian bawah matrik gel. Bila aglutinasi tidak terjadi maka semua sel akan
mengendap ke bagian bawah matrik gel (McCullough, 2017; Walker and
Harmening, 2012 ).
24
2.1.7.3. Pengaruh Lipemik Terhadap Pemeriksaan Darah
Sampel lipemik dapat menginterferensi beberapa metode pemeriksaan
melalui tiga cara yaitu pengurangan fraksi aqueos pada sampel, partitioning, dan
gangguan transmisi cahaya, yang kemudian dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium dengan interferensi sampel lipemik
memerlukan interpretasi secara kritis dan tepat sehingga dapat menunjang
diagnosis dan penanganan pasien yang tepat pula (Brahm A, Hegele RA, 2013).
Lipemik juga dapat secara tidak spesifik mengganggu berbagai
immunoassay. Ini dapat terjadi bahkan ketika antibodi terikat pada permukaan
padat. Bergantung pada sifat reaksi, gangguan dapat menyebabkan keduanya,
hasil yang salah atau menurun (Schiettecatte J, Anckaert E, Smitz J., 2012).
Plasma yang diambil dari pasien dengan kadar fibrinogen atau pasien
dengan keadaan disproteinemia dapat menyebabkan pembentukan rouleaux.
Konsentrasi protein yang tidak normal, rasio protein serum yang diubah, atau
adanya berat molekul tinggi dapat menyebabkan agregasi sel darah merah menjadi
tidak spesifik atau yang disebut rouleaux dan menjadi sulit dibedakan dengan
aglutinasi yang asli. Pembentukan rouleaux ini bisa diartikan sebagai penyebab
terjadinya positif palsu (Brecher ME, 2005).
2.1.7.4. Permasalahan dalam Pemeriksaan Crossmatch
Permasalahan yang terjadi dalam pemeriksaan crossmatch, antara lain
kesalahan administrasi dan pengambilan sampel pasien, meliputi salah dalam
pelabelan, salah mengambil sampel, sampel bermasalah. Reagen atau alat yang
25
bermasalah. Prosedur pemeriksaan yang salah. Pasien/donor memiliki antibodi
tertentu atau permasalahan lain dalam darah pasien atau donor (Ritchie, 2014).
Pemeriksaan crossmatch juga dapat memberikan hasil positif (inkompatibel)
selain oleh karena adanya antibodi inkomplit juga dapat terjadi karena adanya
autoantibodi dalam serum pasien, dan adanya antibodi yang tidak termasuk ke
dalam sistem golongan darah (Rosita, 2009).
2.1.7.5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Crossmatch
Tabel 2. 1 Interpretasi Hasil Crossmatch
Sumber : Permenkes No. 91 Tahun 2015
Pada tabel 2.1 interpretasi hasil pemeriksaan crossmatch, Apabila hasil
Crossmatch Mayor, Minor dan Auto Kontrol = negatif artinya apabila darah
pasien kompatibel dengan darah donor maka darah boleh didonorkan.
Apabila crossmatch Mayor = positif, Minor = negatif, dan Auto Kontrol =
negatif maka darah donor harus diperiksa kembali golongan darah pasien apakah
No. MAYOR MINOR AC/DCT Kesimpulan
1 - - - Kompatibel, boleh ditransfusikan
2 + - - Inkompatibel, darah tidak dapat
ditransfusikan kecuali atas
pertimbangan klinis khusus
3 - + - Inkompatibel, darah boleh
ditransfusikan tapi hanya Packed Red
Cell saja
4 - + + Inkompatibel, darah boleh
ditransfusikan bila derajat aglutinasi
crossmatch minor lebih kecil dari Auto
Control/DCT.
5 + + + Inkompatibel, darah tidak boleh
ditransfusikan.
26
sudah sama dengan donor atau belum, apabila golongan darah sudah sama,
artinya ada irregular antibodi pada serum pasien. Ganti darah donor, lakukan
crossmatch lagi sampai didapat hasil crossmatch negatif pada mayor dan minor.
Apabila tidak ditemukan hasil crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor
telah diganti maka harus dilakukan screening dan identifikasi antibodi pada serum
pasien, dalam hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.
Crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, Auto Kontrol = Negatif,
artinya ada irregular antibodi pada serum / plasma donor. Solusinya yaitu ganti
dengan darah donor yang lain dan ulang kembali pemeriksaan crossmatch.
Bila hasil crossmatch Mayor = negatif, Minor = positif, Auto Kontrol =
Positif, lakukan Direct Coombs Test pada OS. Apabila DCT = positif, hasil positif
pada crossmatch minor dan Auto Kontrol berasal dari autoantibodi. Apabila
derajat positif pada Minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajat positif pada
Auto Kontrol / DCT, darah boleh dikeluarkan. Apabila derajat positif pada
Minor lebih besar dibandingkan derajat positif pada Auto Kontrol / DCT, darah
tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai
ditemukan positif pada Minor sama atau lebih kecil dibanding Auto Kontrol /
DCT .
Dan apabila hasil crossmatch menunjukan hasil Mayor, Minor, Auto
Kontrol = positif, periksa ulang golongan darah pasien maupun donor, baik
dengan cell grouping maupun back typing, pastikan tidak ada kesalahan golongan
darah. Lakukan DCT pada pasien, apabila positif, bandingkan derajat positif DCT
dengan Minor, apabila derajat positif Minor sama atau lebih rendah dari DCT,
27
maka positif pada Minor dapat diabaikan, artinya positif tersebut berasal dari
autoantibodi. Sedangkan positif pada Mayor, disebabkan adanya Irregular
Antibodi pada serum pasien, ganti dengan darah donor baru sampai ditemukan
hasil Mayor negatif (Syafitri, 2014).
2.2. Kerangka Konsep
Gambar 2. 7 Kerangka Konsep
2.3. Hipotesis
Terdapat pengaruh spesimen darah lipemik terhadap hasil pemeriksaan
crossmatch metode tabung.
Sampel Donor Lipemik
Hasil Pemeriksaan
Crossmatch Metode
Tabung
28
2.4. Definisi Operasional
Tabel 2. 2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Sampel
darah
Lipemik
Sampel lipemik
adalah serum yang
berwarna putih
keruh yang
disebabkan oleh
adanya partikel
besar lipoprotein
seperti trigliserida
(Ghaedi & Joe,
2016).
Visual Indera
penglihatan
Lipemik : Plasma
berwarna putih susu
Normal : Plasma jernih
Ordinal
Pemerik-
saan
cross-
match metode
tabung
Proses mereaksi-
kan darah donor
dengan darah
pasien secara in vitro yang diperiksa
dengan metode
tabung
Metode
Tabung
-Makroksopis
-Mikroskopis
a. Makroskopis
1. Negatif (-): Suspensi
homogen
2. Positif 1 (1+) : Gumpalan banyak
dan halus, cairan
keruh tampak
berwarna kemerahan.
3. Positif 2 (2+) :
Gumpalan lebih
banyak dan kasar,
cairan agak keruh
4. Positif 3 (3+) :
beberapa gumpalan
besar, cairan jernih 5. Positif 4 (4+) :
Gumpalan besar,
cairan jernih.
6. Kompatibel (-) :
darah pasien dengan
donor cocok dan
dapat ditransfusikan
7. Inkompatibel (+) :
darah pasien dengan
donor tidak cocok
dan tidak dapat
ditransfusikan
b. Mikroskopis 1. Aglutinasi Positif :
Terbentuk Rouleaux
2. Aglutinasi Negatif :
eritrosit terpisah /
tidak terbentuk
Rouleaux
Rasio