Upload
doanh
View
238
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda
a. Pengertian
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada
wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada pria usia kurang dari
19 tahun (Romauli,2009).
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
sepasang laki-laki dan perempuan remaja (Kumalasari, 2012).
Pernikahan usia dini yaitu merupakan intitusi agung untuk
mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan
keluarga (Lutfiati, 2008). Didalam Undang-Undang Perkawinan
terdapat beberapa pasal diantaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku (YPAN, 2008).
2
2
b. Faktor-faktor yang mendorong untuk melangsungkan perkawinan usia
muda (R. Muhammad, 2011) adalah
1. Faktor ekonomi
Orang tua mengawinkan anaknya karena keadaan ekonomi
keluarga yang kurang, sehingga untuk meringankan beban
orang tua, mereka dikawinkan dengan orang yang dianggap
mampu.
2. Faktor kemauan sendiri
Pasangan usia muda merasa sudah saling mencintai dan
adanya pengaruh media, sehingga mereka terpengaruh untuk
melakukan pernikahan usia muda.
3. Faktor pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan
orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan,
makna serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan
terjadinya perkawinan usia muda.
4. Faktor keluarga
Kekhawatiran orang tua akan anaknya yang sudah mempunyai
pacar yang sudah sangat dekat, membuat orang tua ingin
segera mengawinkan anaknya meskipun masih dibawah umur.
Hal ini merupakan hal yang sudah turun-temurun. Sebuah
keluarga tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya
menikah.
3
3
c. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan usia muda menurut
(Romauli, 2009) adalah
1. Tingkat pendidikan
Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepatnya
perkawinan usia muda
2. Sikap dan hubungan dengan orang tua
Perkawinan ini dapat berlangsung karena adanya kepatuhan atau
menentang dari remaja terhadap orang tuanya.
3. Sebagai jalan keluar dari berbagai kesulitan
Misalnya kesulitan ekonomi
4. Pandangan dan kepercayaan
Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang
salah
Misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status perkawinan,
status janda lebih baik dari pada perawan tua.
5. Faktor masyarakat
Lingkungan dan adat istiadat adanya anggapan jika anak gadis
belum menikah dianggap sebagai aib keluarga.
d. Menurut (Noorkasiani, 2009) faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perkawinan usia muda di Indonesia adalah
1. Faktor individu
4
4
a. Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.
Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula
berlangsungnya perkawinan sehingga mendorong terjadinya
perkawinan pada usia muda.
b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah
tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya
perkawinan usia muda.
c. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan usia muda
dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau
menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua.
Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya
perkawinan usia muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering
ditemukan perkawinan remaja karena ingin melepaskan diri
dari pengaruh lingkungan orang tua.
d. Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang
dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan
perkawinan yang berlangsung dalam usia sangat muda,
diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status
ekonomi yang lebih tinggi.
2. Faktor keluarga
Peran orang tua dalam menentukan perkawinan anak-anak mereka
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
a. Sosial ekonomi keluarga
5
5
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai
keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Perkawinan
tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung
jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami
atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di
keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu
keluarga istrinya.
b. Tingkat pendidikan keluarga
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering
ditemukan perkawinan diusia muda. Peran tingkat pendidikan
berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang
kehidupan berkeluarga.
c. Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam
keluarga
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga
juga menentukan terjadinya perkawinan diusia muda. Sering
ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia
yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status
sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau
untuk menjaga garis keturunan keluarga.
d. Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi
masalah remaja
6
6
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau
mengatasi masalah remaja, (misal : anak gadisnya melakukan
perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan
keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu
atau rasa bersalah.
3. Faktor masyarakat lingkungan
a. Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak
gadis yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan
dipandang “aib” bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk
mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang
dimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong terjadinya
perkawinan usia muda.
b. Pandangan dan kepercayaan
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat
pula mendorong terjadinya perkawinan di usia muda. Contoh
pandangan yang salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu
anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status
perkawinan, status janda lebih baik daripada perawan tua dan
kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan
perkawinan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga
dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya
sebagian besar masyarakat juga pemuka agama menganggap
7
7
bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid
pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal
akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita
melampaui masa remaja.
c. Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan perkawinan usia muda karena beberapa
pemuka masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau
kekuasaan yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan
kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih menikahi
wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah
berusia lanjut.
d. Tingkat pendidikan masyarakat
Perkawinan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat
pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang
tingkat pendidikannya amat rendah cenderung mengawinkan
anaknya dalam usia yang masih muda
e. Tingkat ekonomi masyarakat
Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan,
sering memilih perkawinan sebagai jalan keluar dalam
mengatasi kesulitan ekonomi.
f. Tingkat kesehatan penduduk
8
8
Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum
memuaskan dengan masih tingginya angka kematian, sering
pula ditemukan perkawinan usia muda di daerah tersebut.
g. Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu
semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita.
h. Peraturan perundang-undangan
Peran peraturan perundang-undangan dalam perkawinan usia
muda cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih
membenarkan perkawinan usia muda, akan terus ditemukan
perkawinan usia muda.
e. Alasan pernikahan usia muda (Kumalasari, 2012)
1. Faktor sosial budaya
Beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik kawin
muda, karena mereka menganggap anak perempuan yang terlambat
menikah merupakan aib bagi keluarga.
2. Desakan ekonomi
Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup
di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya, maka
anak perempuannya dikawinkan dengan orang yang dianggap
mampu.
9
9
3. Tingkat pendidikan
Pendidikan yang rendah makin mendorong cepatnya pernikahan
usia muda.
4. Sulit mendapatkan pekerjaan
Banyak dari remaja yang menganggap kalau mereka menikah
muda, tidak perlu lagi mencari pekerjaan atau mengalami kesulitan
lagi dalam hal keuangan karena keuangan sudah ditanggung
suaminya.
5. Media massa
Gencarnya ekspos seks di media massa menyebabkan remaja
modern kian permisif terhadap seks.
6. Agama
Dari sudut pandang agama menikah di usia muda tidak ada
pelarangan bahkan dianggap lebih baik daripada melakukan
perzinaan.
7. Pandangan dan kepercayaan
Banyak di daerah ditemukan pandangan dan kepercayaan yang
salah misalnya kedewasaan dinilai dari status pernikahan, status
janda dianggap lebih baik daripada perawan tua.
f. Penyebab pernikahan usia dini (Surbakti, MA, 2008) adalah
1. Pendidikan yang rendah
10
10
Pendidikan yang rendah adalah salah satu penyebab terjadinya
pernikahan dini. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari
bahaya yang timbul akibat pernikahan dini
2. Peraturan budaya
Faktor budaya bisa jadi merupakan salah satu penyebab pernikahan
dini. Usia layak menikah menurut budaya dikaitkan dengan
datangnya haid pertama bagi wanita. Dengan demikian banyak
remaja yang belum layak menikah, terpaksa menikah karena
desakan budaya.
3. “ Kecelakaan”
Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan karena “kecelakaan”
yang tidak sengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol.
Dampaknya mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan
dengan menikah dini.
4. Keluarga cerai
Banyak anak – anak korban perceraian terpaksa menikah seara dini
karena berbagai alasan misalnya, tekanan ekonomi, untuk
meringankan beban orang tua tunggal, membantu keluarga,
mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup, dan
sebagainya.
6. Daya tarik fisik
11
11
Faktor lain yang mendorong terjadinya pernikahan dini adalah
daya tarik fisik. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam
pernikahan karena daya tarik fisik.
e. Masalah dan Dampak yang terjadi
1) Perkawinan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan
menimbulkan masalah-masalah, sebagai berikut (Romauli, 2009) :
a) Secara fisiologis
(a) Alat reproduksi masih belum siap untuk menerima
kehamilan sehingga dapat menimbulakan berbagai bentuk
komplikasi
(b) Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29
tahun
b) Secara psikologis
(a) Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya
masih belum matang, sehingga masih labil dalam
menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan.
12
12
(b) Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin
cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umurnya pada
waktu kawin relatif masih muda.
c) Secara sosial ekonomi
Makin bertambahnya umur seseorang, kemungkinan untuk
kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan semakin
nyata. Pada umumnya dengan bertambahnya umur akan
semakin kuatlah dorongan mencari nafkah sebagai penopang
hidup.
2) Dampak pernikahan usia dini
Akibat-akibat perkawinan di bawah umur mencakupi
pemisahan dari kelurga, isolasi serta kurangnya kebebasan untuk
berinteraksi dengan teman – teman sebaya. Karena perkawinan
anak – anak sering menyebabkan kehamilan usia dini, maka akses
mereka ke pendidikan berkurang, yang selanjutnya mengakibatkan
berkurangnya potensi penghasilan dan meningkatkan
ketergantungan pada pasangan. Pengantin (anak) tampaknya, kecil
kemungkinan untuk tidak berhubungan seks dan mendesak
penggunaan kondom, karena itu mereka rentan terhadap resiko
kesehatan seperti kehamilan dini, penyakit menular seksual serta
HIV/AIDS (Erica, 2009).
Dampak yang terjadi karena pernikahan usia muda menurut
(Kumalasari, 2012) yaitu
13
13
1. Kesehatan perempuan
a. Alat reproduksi belum siap menerima kehamilan sehingga
dapat menimbulkan berbagai komplikasi
b. Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya
sendiri
c. Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi
d. Beresiko pada kematian usia dini
e. Meningkatkan angka kematian ibu (AKI)
f. Studi epidemiologi kanker serviks : resiko meningkat lebih dari
10 kali bila jumlah mitra seks 6/ lebih atau bila berhubungan
seks pertama dibawah uais 15 tahun
g. Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin
rentan terkena serviks
h. Resiko terkena penyakit menular seksual
i. Kehilangan kesempatan mengembangkan diri
2. Kualitas anak
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya
kebutuhan nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya
dan kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri
b. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18
tahun rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBLR memiliki
kemungkinan 5-30 kali lebih tinggi untuk meninggal
14
14
3. Keharmonisan keluarga dan perceraian
a. Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan
tingginya angka perceraian
b. Ego remaja yang masih tinggi
c. Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya
usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah
d. Perselingkuhan
e. Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua
f. Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan
emosional
g. Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi
2. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010).
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2010) secara garis besarnya pengetahuan
dibagi dalam 6 tingkatan, yaitu
1. Tahu (know)
15
15
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan hanya tahu terhadap objek
tersebut, tidak hanya sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat pada suatu masalah atau objek
yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu.
c. Pentingnya Pengetahuan
16
16
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru)
didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni
1. Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Menimbang-nimbang (Evaluation) baik tidaknya stimulus tersebut
terhadap dirinya.
4. Trial, sikap dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.
Namun, sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi
pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam
17
17
merubah perilaku, sehingga perilaku tersebut langgeng menurut
Notoadmodjo (2003) dalam Wawan & Dewi (2011).
Menurut teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo 2010) ada
3 faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu
1. Faktor –faktor predisposisi (predisposing factors)
Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban,
dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors)
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masayarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
dan sebagainya dari orang atau masyarakat. Di samping itu,
ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan
terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
18
18
terbentuknya perilaku, atau bisa juga karena fasilitas-fasilitas dan
sarana-sarana kesehatan.
d. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Wawan & Dewi,
2011) adalah
1. Pendidikan
Yaitu bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju cita- cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi.
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan
adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip oleh Nursalam (2003) semakin
cukup umur, semakin tinggi tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
4. Pengalaman
19
19
Pengetahuan dapat berasal dari pengalaman, baik dari pengalaman
pribadi maupun pengalaman yang berasal dari orang lain.
Pengalaman di anggap pengetahuan yang paling benar.
5. Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder,
keluarga yang status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila di
banding dengan keluarga yang status ekonominya rendah. Hal ini
akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi
pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.
6. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat berpengaruh dalam
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
7. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi
dari sikap dalam menerima informasi.
8. Paparan Media Massa dan Informasi
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik
sebagai alat informasi yang di terima oleh masyarakat. Sehingga
masyarakat yang lebih banyak mendapatkan informasi dari media
massa seperti televisi, radio, majalah, koran, dan lainnya akan
memperoleh informasi dan pengetahuan yang lebih banyak dari
20
20
pada yang tidak pernah terpapar media sama sekali (
Notoadmodjo, 2005 ).
e. Cara mengukur pengetahuan
Cara mengukur pengetahuan adalah dengan mengajukan pertanyaan –
pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan adalah
tingginya pengetahuan atau besarnya persentase kelompok responden
tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan
(Notoadmodjo, 2010).
f. Kategori tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2011) pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan diinterprestasi dengan skala yang
bersifat kualitatif, yaitu seperti:
1. Baik : Hasil presentase 76 %-100%
2. Cukup : Hasil presentase 56 %-75 %
3. Kurang : Hasil presentase <56 %
21
21
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2010)
Keterangan : yang diteliti
Faktor-faktor Predisposisi
1.
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai-nilai
Faktor-faktor Pemungkin
1. Sarana-dan prasana
2. Keterjangkauan
fasilitas
3. Ketersediaan
pelayanan kesehatan
Faktor-faktor Pendorong
4. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
5. Sikap dan perilaku
masyarakat
Pernikahan Usia Dini
Pengetahuan
22
22
C. Kerangka Konsep
Bagan 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis
Ada hubungan pengetahuan orang tua tentang pernikahan usia dini dengan
pernikahan usia dini di Desa Bogorejo Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
Pengetahuan Orang Tua
tentang Pernikahan DiniPernikahan usia dini
Variabel bebas Variabel terikat