Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 UMKM
2.1.1.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pengertiannya sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif yang dimiliki orang
perorangan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang
bukan merupakan hasil anak perusahaan atau bukan dari cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung yang berasal dari Usaha
Menengah dan Usaha Besar sesuai undang-undang.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimilki, dikuasai, menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan yang didapat setiap tahun.
Tujuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam
Undang-Undang Perpajakan adalah untuk meningkatkan dan
menumbuhkan usahanya dalam keikutsertaan masyarakat
10
membantu membangun perekonomian negara yang berdasarkan
asas demokrasi yang bersifat adil.
Berdasarkan penjelasan diatas tentang UMKM yang sesuai
dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM memiliki
kriteria dalam penilaiannya, sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kriteria UMKM
No Uraian Kriteria
Asset Omzet
1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2 Usaha Kecil >50 Juta – 500
Juta
>300 Juta – 2,5
Milyar
3 Usaha Menengah >500 Juta – 100
Milyar
>2,5 Milyar – 50
Milyar
Sumber: Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008
Menurut Lusty (2012) UMKM merupakan unit usaha yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau keluarga yang
mayoritas pelaku bisnis di Indonesia. UMKM mempunyai peran
yang strategis dalam membantu perekonomian nasional, sekaligus
dapat membantu menyerap tenaga ekspor. Peran UMKM yaitu
dalam membangun ekonomi kerakyatan dan pengentasan
kemiskinan dan pengangguran. UMKM yang pada dasarnya
memiliki potensi yang tinggi dalam membantu penyerapan tenaga
kerja ternyata masih memiliki kelemahan yang belum bisa dihadapi
dengan maksimal sampai sekarang.
Menurut Sari (2016) Perspektif perkembangan UMKM
dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:
11
1. Kelompok pertama Livelihood Activities, merupakan
kebanyakan UMKM digunakan sebagai tujuan atau kesempatan
dalam bekerja untuk mencari nafkah, yang dikenal sebagai
sektor informal.
2. Kelompok kedua Mikro Enterprise, merupakan UMKM yang
mempunyai sifat pengrajin tapi belum memilki sifat
kewirausahaan didalamnya.
3. Kelompok ketiga Small Dynamic Enterprise, merupakan
UMKM yang sudah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu
menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
4. Kelompok keempat Fast Moving Enterprise, merupakan
UMKM yang sudah memilki jiwa kewirausahaan dan akan
melakukan transformasi menjadi usaha yang lebih besar
kedepannya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kriteria UMKM dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu
yang pertama menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang penghasilan atau kekayaan bersih yang diambil dari
pemilik UMKM sedangkan yang kedua menurut perspektif
perkembangannya UMKM di dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2008 tentang dikategorikannya kedalam beberapa
kelompok sebagai penjelasan sifat dari UMKM.
12
2.1.1.2 Pajak UMKM
Peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang peraturan
mengenai pajak penghasilan atas pendapatan dari usaha yang
diperoleh oleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Peraturan pajak ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 yang membahas tentang penerapan pajak
penghasilan (PPh) final bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) yaitu tentang penurunan tarif pajak PPh final dari 1%
menjadi 0,5% dengan syarat peredaran bruto tidak lebih dari 4,8
Milyar dalam satu tahun pajak.
Berdasarkan PP No 23 Tahun 2018 tentang tarif pajak
Penghasilan (PPh) Final 0,5% tidak berlaku pada berikut ini:
1. Penghasilan yang didapat dari jasa pekerjaan bebas, yaitu dokter,
advokat/pengacara, notaris akuntan, arsitek, PPAT, Pembawa
acara, pemain musik dan ketentuan yang diuraikan dalam PP
tersebut.
2. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (pasal 4 ayat 2),
yaitu jasa kontruksi, sewa tanah, usaha migas, pelaksanaan
(pengawasan) dan lain sebagainya yang diatur dalam undang-
undang pajak.
3. Penghasilan yang diterima atau didapat dari luar negeri.
Subjek pajak yang dikenai PPh final 0,5% berlaku pada
UMKM yang memiliki ketentuan sebagai berikut:
13
1. Orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan atau jasa yang
menggunakan sarana sewa tempat atau alat dalam usahanya.
Misalnya: pedagang keliling, warung, otomotif, toko kelontong,
penjual baju, salon dan usaha lainnya yang sesuai ketentuan
undang-undang.
2. Usaha UMKM yang belum beroperasi secara komersil atau belum
memiliki tempat untuk berjualan misalnya: toko online (market
place).
Menurut Putri (2014) Kebijakan Pemerintah dengan adanya
pemberlakuan PP ini didasari dengan tujuan:
a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan.
b. Mendidik atau mengedukasi masyarakat dalam ketertiban
administrasi sekaligus manfaat pajak bagi masyarakat.
c. Mendidik atau mengedukasi masyarakat untuk transparansi dalam
melaporkan pajaknya sesuai ketentuan Undang-Undang.
d. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut
berkontribuasi dalam penyelenggaraan negara.
Hasil yang diharapkan nantinya:
a. Perluasan partisipasi dalam membayar pajak.
b. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
c. Meningkatkan penerimaan PPh dari Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.
14
d. Meningkatkan penerimaan pajak sehingga kesempatan untuk
mensejahterakan masyarakat menjadi meningkat.
Penggenaan PPh Final 0,5% memiliki batas waktu dalam
penggunaannya, mulai tarif pajak orang pribadi maupun badan,
antara lain:
1. Untuk Wajib Pajak Orang pribadi berlaku selama 7 tahun.
2. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan
Komanditer, atau Firma berlaku selama 4 tahun.
3. Bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseorangan Terbatas
(PT) berlaku selama 3 tahun.
Berdasarkan hal tersebut, bisa disimpulkan bahwa tarif
pajak UMKM memiliki PPh Final 0,5% dengan peredaran bruto
lebih dari 4,8 Milyar dalam satu tahun pajak artinya tidak
berlaku untuk pekerjaan bebas yang tingkat penhasilannya lebih
besar, sedangkan tarif PPh Final 0,5% dengan peredaran bruto
tidak lebih dari 4,8 Milyar dalam satu tahun pajak berlaku untuk
pajak UMKM yang memiliki usaha perdagangan dalam
menjalankan usahanya, sehingga pengenan tarif pajak mejadi
lebih adil dan merata satu sama lain.
2.1.2 Pajak
2.1.2.1 Pengertian Pajak
Salah satu sumber penyumbang penerimaan negara terbesar
saat ini berasal dari pajak. Pajak merupakan sumbangan atau pungutan
dari wajib pajak kepada negara, khususnya didalam pelaksanaan
15
pembangunan negara, karena pajak digunakan untuk kepentingan
umum bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Menurut Soemahamidjaja dalam Purwono (2010) pajak adalah
iuran yang wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh oleh
pemerintah berdasarkan norma-norma hukm yang berlaku, guna
menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Menurut Djajadiningrat (2013) pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan
oleh suatu kejadian, keadaan, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah yang dapat dipaksakan tetapi
tidak ada jasa timbal balik dari negara.
Adapun pajak menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2009
tentang pajak penghasilan atas pengahasilan yang didapat dari usaha
adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengertian-pengertian pajak tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran bagi wajib pajak
yang bersifat memaksa kepada masyarakat melalui proses peralihan
penghasilan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin
16
negara dalam membantu proses pembangunan negara dengan imbalan
yang didapat wajib pajak tidak secara langsung.
2.1.2.2 Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2012) pajak memiliki dua fungsi yang melekat
dalam sistem perpajakan yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Butgetair)
Fungsi Butgetair yaitu dalam pelaksanaannya pajak sebagai
sumber dana bagi pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan
dan pengeluaran negara.
2. Fungsi Mengatur (Regulerent)
Fungsi Regulerent yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2.1.2.3 Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2018) Teori-teori yang mendukung hak
negara untuk pemungutan pajak antara lain:
1. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat berdasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhada negara, maka
semakin tinggi pajak yang harus dibayarkan.
2. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Karena itu rakyat harus membayar pajak yang
17
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama rata beratnya, artinya
pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing
orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua
pendekatan yaitu: pertama unsur objektif, dapat dilihat berapa
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang,
yang kedua unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang taat, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara, selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
18
2.1.2.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Suandy (2008) dalam pemungutan pajak ada 3 stelsel
yang bisa diterapkan diindonesia yaitu:
a. Stelsel Nyata (rill stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemunggutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yaitu setelah penghasilan pajak yang sesungguhnya
diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan
kekurangan. Kebaikan stelsel adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Sedangkan untuk kelemahannya pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fiktive stelsel)
Pemungutan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur
oleh perundang-undangan. Misalnya penghasilan tahun sekarang
dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga untuk awal
tahun pajak sudah dapat ditetapkan berapa besarnya pajak yang
terhutang pada tahun pajak yang berjalan. Kebaikan stelsel ini
adalah tanpa harus menunggu pada akhir tahun pembayaran.
Sedangkan kelemahannya sendiri adalah pajak yang dibayar tidak
sama dengan keadaan pajak yang sebenarnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan anggapan, dan pada akhir tahun besarnya pajak
19
disesuaikan dengan keadaan sesungguhnya. Jika besarnya pajak
menurut aslinya lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,
maka dari itu wajib pajak harus menambahkannya. Akan tetapi jika
lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2.1.2.5 Asas Pemungutan Pajak
Menurut Lubis (2011) dalam pemungutan pajak ada 3 asas
yaitu:
1. Asas Sumber
Pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan penghasilan yang
bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
2. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dikaitkan dengan kebangsaan bagi wajib pajak.
Perlakuan wajib pajak warga negara asing dengan warga negara
Indonesia berbeda.
3. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Pemungutan pajak didasari atas seluruh penghasilan wajib pajak
yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun penghasilan dari luar negeri.
2.1.2.6 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2014) Sistem pemungutan pajak yang
berlaku di Indonesia sebagai berikut:
20
a. Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu system pemungutan yang
memberikan wewenang atau kuasa kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang kepada wajib
pajak.
Ciri-cirinya:
1. Penentuan besarnya pajak terhutang ada pada fiskus (petugas
pajak) yang dipilih dari pengelolaan pajak.
2. Wajib pajak bersifat pasif.
3. Surat ketetapan pajak tidak selalu dikeluarkan oleh petugas
pajak (fiskus) kecuali terdapat beberapa kasus tertentu seperti
adanya keterlambatan dalam melaporkan atau membayar pajak.
b. Self Assessment System
Self Assessment System adalah pemungutan pajak dimana wajib
pajak bisa menentukan sendiri mulai dari cara menghitung,
membayar, dan melaporkan berapa besar atau jumlah pajak yang
harus dibayarkan.
Ciri-ciri:
1. Pajak terutang yang dibayarkan ditentukan oleh wajib pajak
sendiri.
2. Wajib pajak bersifat aktif, mulai dari menyetor, menghitung,
dan melaporkan sendiri pajaknya.
3. Petugas pajak tidak ikut campur jika terjadi suatu kasus dan
hanya mengawasi.
21
c. Withholding System
Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk menyatakan jumlah
pajak yang akan dibayarkan.
Ciri-cirinya:
1. Pihak ketiga memiliki kuasa dalam menentukan besarnya pajak
yang akan dibayarkan (wajib pajak dan petugas pajak).
2.1.2.7 Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2018) pajak dikelompokkan menjadi 3
jenis yaitu:
a. Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya berdasarkan pada
keadaan subjeknya dari wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Objektif, pajak yang berasal dari objeknya, tanpa melihat
keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPBM) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPh).
b. Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
dasarnya.
Contoh: Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPBM), Pajak
Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Penghasilan dan Bea Materai.
22
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik pajak provinsi maupun pajak kabupaten atau kota yang
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Hiburan, Pajak Restoran, dan Pajak Hotel.
c. Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat diberikan atau dilimpahkan kepada
orang lain.
Contoh: Pajak Pengahsilan.
2. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya bisa
dibebankan atau diberikan kepada orang lain atau pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Devano Dkk (2006) Kepatuhan perpajakan merupakan
ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
Wajib pajak yang patuh dan taat adalah wajib pajak yang memenuhi
dan melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Kondisi perpajakan yang
menuntun keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan
perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang baik,
yaitu dengan pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan
keadaan sebenarnya, karena sebagian besar pemenuhan kewajiban
23
perpajakan dilakukan oleh wajib pajak, bukan oleh fiskus selaku
pemungut pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak pada dasarnya sangat diharapkan oleh
seorang wajib pajak untuk menjalankan kewajibannya, karena pajak
akan digunakan negara untuk pembangunan negara serta
kesejahteraan rakyat dan pajak digunakan secara umum bukan milik
pribadi.
2.1.3.2 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Rahayu (2006) Kepatuhan Wajib Pajak dibagi menjadi
2 jenis kepatuhan yaitu:
a. Kepatuhan Formal
Kepatuhan Formal adalah suatu kondisi dimana wajib pajak
memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang perpajakan.
Contoh: Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) sudah sesuai
atau belum sesuai. Wajib pajak sudah melaporkan dan tidak
melebihi batas waktu tanggal yang ditentukan.
b. Kepatuhan Material
Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak
secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan
material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang
perpajakan. Kepatuhan pajak material bisa meliputi kepatuhan
formal.
24
Contoh: Memperhatikan kebenaran dalam mengisi Surat
Pemberitahuan (SPT) dengan baik, benar dan sesuai.
2.1.3.3 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
74/PMK.03/2012 tentang kriteria kepatuhan wajib pajak yaitu:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Sama sekali tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis
pajak, terkecuali sudah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
3. Laporan Keuangan yang sudah diaudit Akuntan Publik atau
Lembaga Pengawasan Keuangan Pemerintah (LPKP) dengan
anggapan mendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun
berturut-turut.
4. Tidak pernah dipenjara karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
2.1.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
Menurut Mangoting dan Sadjianto (2013) kepatuhan wajib
pajak dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor Internal merupakan factor yang berasal dari diri wajib pajak
dan berhubungan dengan karakteristik individu yang menadi
pendorong dalam menjalankan dan melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
25
b. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar wajib
pajak misalnya, keadaan (situasi) dan lingkungan disekitar wajib
pajak.
2.1.4 Tarif Pajak UMKM
2.1.4.1 Pengertian Tarif Pajak UMKM
Menurut Simanjuntak dan Muklis (2012) secara teoritis pajak
dikenakan atas besarnya penghasilan yang dikenai pajak. Apabila
terjadi perubahan tarif akan mempengaruhi besarnya pajak yang akan
dikenakan. Dalam memenuhi target pemerintah dalam pencapaian
pembayaran pajak, serta pemerintah dalam usahanya untuk
mendorong usaha kecil berkembang dan memberikan keadilan kepada
wajib pajak, pemerintah menetapkan kebijakan baru yaitu
menurunkan tarif pajak penghasilan final menjadi 0,5% bagi Usaha
Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM). Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilan atas penghasilan
dari usaha yang diterima atau diterima wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tidak melebihi 4,8 milyar dalam satu tahun. Apabila
melebihi 4,8 milyar pada tahun berjalan atau melewati jangka waktu
yang ditentukan, maka penghasilan dari usaha yang akan diterima atau
diperoleh Wajib Pajak pada tahun pajak berikutnya dikenai ketentuan
umum Pajak Penghasilan berdasarkan tarif (www.pajak.go.id) :
1. Pasal 17 ayat (1) huruf a bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
26
2. Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak
Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan.
Penetapan tarif menjadi dasar dalam menetapkan berapa
besarnya utang pajak orang pribadi atau badan, yang menjadi sarana
keadilan dalam penetapan tarif pajak. Penentuan berapa besarnya tarif
pajak ditentukan oleh pemerintah yang memegang peranan penting
dalam mengambil keputusan. Berdasarkan pola presentase pajak, tarif
pajak dikategorikan menjadi 4 macam yaitu: tarif pajak professional
atau sebanding, tarif pajak degresif, tarif pajak tetap, dan tarif pajak
progresif. Cara yang dapat dilakukan untuk menyakinkan wajib pajak
dalam membayarkan pajaknya yaitu dengan menjelaskan pajak yang
dibayarkan benar-benar untuk pembiayaan pembangunan negara
seperti jembatan, jalan raya dan fasilitas umum yang bisa digunakan
oleh masyarat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan bersama.
Hasil kesimpulan yang dapat ditarik diatas bahwa tarif pajak
merupakan presentasi atau tolak ukur keadilan yang digunakan untuk
menghitung berapa besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib
pajak UMKM dalam ketentuan Undang-undang yang berlaku,
sehingga mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan
penghasilannya.
2.1.5 Pemahaman Peraturan Perpajakan
2.1.5.1 Pengertian Pemahaman Peraturan Perpajakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pemahaman berasal
dari kata paham yang artinya pandangan yang dilakukan oleh manusia
27
dari hasil pemikiran akan suatu hal dalam proses manusia untuk
mengerti akan suatu hal yang baik, dan nantinya menjadi sebuah
keputusan manusia dalam memahami peraturan yang diberikan.
Menurut Mardiasmo (2013) pemahaman wajib pajak adalah
pemahaman wajib pajak terhadap ketentuan sistem pembayaran pajak
yang ada di Indonesia dan segala macam peraturan perpajakan yang
berlaku sesuai undang-undang perpajakan.
Menurut Julianti (2014) pemahaman peraturan perpajakan
terhadap wajib pajak merupakan cara wajib pajak dalam memahami
dan mengetahui tentang peraturan perpajakan. Wajib pajak bisa tidak
patuh apabila seorang wajib pajak tidak paham betul tentang
pemahaman peraturan perpajakan itu sendiri. Menurut Lestari (2010)
Tingkat pemahaman peraturan perpajakan bagi wajib pajak dapat
diukur berdasarkan pemahaman wajib pajak dalam kewajiban
menghitung, membayar pajak, dan melaporkan pajak terutangnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah semua
hal mengenai perpajakan yang dimengerti dengan baik dan benar oleh
wajib pajak itu sendiri. Semakin tinggi pemahaman wajib pajak
terhadap peraturan perpajakan yang ada, maka semakin berkurang
pula kemungkinan wajib pajak untuk melanggar peraturan
perpajakan, karena perilaku wajib pajak didasari oleh pandangan
mereka tentang pajak. Adanya pemahaman perpajakan diharapkan
dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
28
2.1.6 Kesadaran Membayar Pajak
2.1.6.1 Pengertian Kesadaran Membayar Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kesadaran adalah
kesadaran mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang,
perilaku yang mendukung perkembangan lingkungan; kesadaran
seseorang dengan penuh akan hak dan kewajibannya sebagai warga
masyarakat, pengertian yang dalam pada seseorang atau sekelompok
yang terwujud dalam pemikiran dan kesadaran seseorang terhadap
nilai-nilai yang ada dalam diri manusia, mengenai hukum yang sudah
ada. Kesadaran membayar pajak adalah suatu upaya atau tindakan
yang disertai dengan kemauan dan dorongan dari dalam diri seseorang
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai
peraturan yang berlaku di undang-undang perpajakan. Menurut
Nasution (2003) Kesadaran membayar pajak merupakan sikap wajib
pajak yang telah memahami dan mau melakukan kewajibannya untuk
membayar pajak dan telah melaporkan semua pendapatannya tanpa
ada yang disembunyikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Ritonga (2011) kesadaran membayar pajak
merupakan suatu perilaku yang timbul dari wajib pajak berupa
pandangan atau persepsi yang melibatkan keyakinan, pengetahuan,
dan penalaran serta kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai
dengan stimulus yang diberikan oleh sistem dan ketentuan perpajakan
yang berlaku.
29
Kesadaran membayar pajak dapat ditarik kesimpulan dimana
keadaan wajib pajak mengetahui dan mengerti tentang pajak.
Kesadaran wajib pajak sangat diharapkan, supaya wajib pajak sadar
akan kewajibannya sehingga pembayaran pajak atau tingkat
kepatuhan dapat meningkat dan tidak ada lagi wajib pajak yang tidak
patuh untuk membayarkan pajaknya.
2.2 PENELITIAN TERDAHULU
Hasil dari beberapa peniliti terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi
dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No
1
2
3
Peneliti
Mustofa, Fauzi,
Dkk (2016)
Pasca, Ananda,
Dkk (2015)
Megahsari
Septiani Mintje
(2016)
Variabel
Variabel Independen:
- Pemahaman peraturan
perpajakan
- Tarif Pajak
- Asas Keadilan
Variabel Dependen:
- Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen:
- Sosialisasi Perpajakan
- Tarif Pajak
- Pemahaman Perpajakan
Variabel Dependen:
- Kepatuhan Wajib Pajak
Variabel Independen:
- Sikap
- Kesadaran
- Pengetahuan Perpajakan
Variabel Dependen:
- Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam Memiliki NPWP
Hasil
Pemahaman peraturan
perpajakan dan asas keadilan
secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak,
sedangkan tarif pajak tidak
berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Secara simultan dan parsial,
sosialisai perpajakan, tarif
pajak dan pemahaman
perpajakan memiliki
pengaruh yang signifikan
terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Secara simultan sikap,
kesadaran, dan pengetahuan
berpengaruh signifikan
terhadap terhadap kepatuhan
wajib pajak. Sedangkan
secara parsial sikap tidak
berpengaruh signifikan
30
4
5
Sri Wahyuni
(2019)
Widuri, Nidya,
(2015)
Variabel Independen: - Pemahaman Peraturan
Perpajakan
- Dimensi Keadilan
Variabel Dependen:
- Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM
Variabel Independen:
- Tingkat Pemahaman
Peraturan Pajak
- Kualiatas Pelayanan
Petugas Pajak
- Persepsi atas Sanksi
Perpajakan
Variabel Dependen:
- Kepatuhan Wajib Pajak
UMKM
-
terhadap kepatuhan wajib
pajak.
Secara simultan,
pemahaman peraturan
perpajakan dan dimensi
keadilan berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
UMKM.
Variabel tingkat pemahaman
peraturan pajak wajib pajak,
kualitas pelayanan petugas
pajak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak
UMKM.
Sumber: Beberapa penelitian terdahulu diolah tahun 2020
2.3 KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan mengenai faktor-faktor atau variabel
yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
H2
H3
H4
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= Pengaruh Secara Parsial
= Pengaruh Secara Simultan
Tarif Pajak (X1)
Pemahaman Peraturan
Perpajakan (X2)
Kesadaran Membayar Pajak
(X3)
Kepatuhan Wajib Pajak
(Y)
31
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas menunjukkan pengaruh variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y), yaitu tarif pajak (X1), Pemahaman
peraturan perpajakan (X2), dan kesadaran membayar pajak (X3), terhadap
kepatuhan wajib pajak (Y1) sebagai variabel dependen. Adanya penetapan tarif
pajak yang baik, adil dan tidak memberatkan wajib pajak akan diikuti dengan
kepatuhan wajib pajak itu sendiri. Pemahaman mengenai peraturan perpajakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang baik akan meningkatkan
kepatuhan wajib pajak yang baik kedepannya. Kesadaran yang baik terhadap sikap
wajib pajak akan mempengaruhi meningkatnya wajib pajak yang tinggi juga. Hal
ini untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel independen yang telah
dijelaskan berpengaruh terhadap variabel dependen secara parsial. Secara simultan,
jika tarif pajak, pemahaman peraturan perpajakan, dan kesadaran membayar pajak
semakin baik maka akan diikuti juga dengan kepatuhan wajib pajak untuk
membayarkan pajaknya.
2.4 HIPOTESIS
1. Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Penetapan tarif pajak kepada pelaku wajib pajak haruslah berdasarkan
keadilan. Pelaku wajib pajak atau masyarakat akan patuh pada kewajiban
perpajakan apabila mereka merasa bahwa sistem perpajakan dianggap adil.
Besarnya pajak yang dikenakan ditentukan besarnya tarif dan besarnya
penghasilan yang akan dikenai pajak, sehingga apabila terjadi perubahan pada
besarnya tarif pajak maka akan berdampak pada perubahan besarnya pajak yang
dikenakan. Menurut Mir’atusholihah (2011) bagi pemerintah, tarif pajak yang
besar akan memudahkan dalam memperoleh penerimaan Negara. Sebaliknya,
32
bagi masyarakat hal ini akan dirasakan mengurangi kemampuan anggaran dalam
memenuhi kebutuhannya.
Penelitian yang dilakukan Ananda, Dkk (2015) menyatakan bahwa tarif
pajak secara signifikan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan Atawodi dan
Sthepen (2012) yang menyatakan bahwa tarif pajak berpengaruh terhadap
kepatuhan membayar pajak UMKM. Dari hasil diatas dapat diperoleh hipotesis
sebagai berikut:
H01: Tarif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
Ha1: Tarif pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
2. Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Arikunto (2009) pemahaman peraturan perpajakan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pajak yang sudah ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang dipahami dengan baik dan dapat dilaksanakan
apa yang telah dipahami sesuai dengan ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Pemahaman seorang wajib pajak terhadap peraturan perpajakan
yang ada diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM
nantinya.
Penelitian yang dilakukan Adiputra (2014) menyatakan tingkat
pemahaman peraturan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak. Semakin tinggi tingkat pemahaman peraturan pajak maka akan
mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pajaknya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustofa
(2013), Lazuardini (2013) yang menunjukkan bahwa pemahaman peraturan
33
perpajakan berpengaruh terhadap kewajiban pajak UMKM. Dari hasil diatas
diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H02: Pemahaman Peraturan Perpajakan Tidak Berpengaruh Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Ha2: Pemahaman Peraturan Perpajakan Berpengaruh Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
3. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Tarjo dan Saarjuwono (2005) Kesadaran perpajakan adalah sikap
sadar mengenai fungsi pajak, berupa koantif, afektif dan korelasi komponen
kognitif, yang berinteraksi dalam memahami berperilaku dan merasakan
terhadap fungsi perpajakan. Kesadaran perpajakan berkosekuensi logis untuk
Wajib Pajak, yaitu kesadaran wajib pajak untuk memberikan bantuan dana untuk
melaksanakan fungsi perpajakannya, dengan cara membayar kewajiban
pajaknya ke pemerintah secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Menurut penelitian Megahsari (2016) menggungkapkan bahwa kesadaran
secara signifikan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sikap
sadar wajib pajak inilah yang menjadi cerminan terhadap kepatuhan wajib pajak
yang meningkatkan kepatuhan wajib pajak, karena dengan membayar pajak
secara tepat waktu maka pembangunan negara serta perekonomian negara akan
lebih berkembang. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Arum (2012), Jotopurnomo (2013) yang menunjukkan hasil bahwa semakin
tinggi tingkat kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak maka wajib pajak akan
selalu mematuhi perpajakannya. Dari hasil diatas diperoleh hipotesis sebagai
berikut:
34
H03: Kesadaran Membayar Pajak Tidak Berpengaruh terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Ha3: Kesadaran Membayar Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak
4. Pengaruh Tarif Pajak, Pemahaman Peraturan Perpajakan Dan Kesadaran
Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Penurunan tarif pajak UMKM masyarakat akan membandingkan,
mengukur sendiri tarif terbaru menurut undang-undang, apa tarif menurut
undang-undang lama dan sekaligus memberikan kemudahan kepada wajib
pajak. Harapan kedepannya dapat memupuk kesadaran masyarakat dalam
melaporkan kewajiban pajaknya. Apabila tarif pajak tidak membebankan wajib
pajak dan bersifat adil, maka masyarakat akan termotivasi membayarkan
pajaknya semakin tinggi. Menurut Lazuardini (2018) menunjukkan bahwa
pemahaman peraturan perpajakan memiliki pengaruh terhadap pajak UMKM,
Adanya pengetahuan pemahaman peraturan perpajakan yang berlaku baik itu
mengenai perubahan tarif, kebijakan membayar pajak, maupun manfaat yang
akan mereka peroleh nantinya dengan adanya pemahaman tersebut akan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kesadaran wajib pajak dalam diri
seseorang yang terwujud dari pemikiran, sikap dan tingkah laku dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku karena pemahaman membayar pajak sangat penting untuk kemajuan
negara dan untuk kemajuaan perokonomian negara. Menurut Utomo (2011)
kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.