Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Daun Daruju (Acanthus ilicifolius L.)
2.1 Gambar Daun Daruju
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Daruju
Tanaman daruju mempunyai nama latin Acanthus ilicifolius Linn. Dalam
sistematik (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kersen diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sulanales
Family : Acanthaceae
Genus : Acanthus
Spesies : Acanthus ilicifolius L. (Herbarium Bandungense ITB 2013).
2.1.2 Morfologi Daun Daruju
Tanaman berhabitus terna yang kuat, tidak lunak, batang bulat, tampak
jelas buku-buku batang, tumbuh tegak atau kadang-kadang merayap, seringkali
dilengkapi dengan bunga nafas, berduri pada kedua sisi batang sampai setiap duri
7
terdapat pada helaian daun, tinggi tanaman dapat mencapai 4 meter. Helaian daun
tunggal, letak daun bersilang berhadapan, bentuk memanjang sampai lanset, selalu
dilengkapi duri dibagian ujung helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun,
ukuran helaian daun 9-30 x 4-12cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua,
panjang tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk ulir, terletak
diujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah daun pelindung
(brakteola) tepat dibawah kelopak bunga. Kelopak bunga berjumlah 5, berlekatan,
berukuran 1-1,5 cm, berwarna hijau keputihan. Mahkota bungan berjumlah 5,
berlekatan membentuk tabung mahkota bunga, panjang tabung mahkota 0,5-1 cm,
dibagian ujung tabung terdapat rambut-rambut halus yang mengelilingi leher
tabung mahkota, ukuran mahkota bunga 3-4,5 cm (termasuk tabung mahkota
bunga), warna helaian mahkota bunga biasanya ungu dengan garis kuning
dibagian tengah, jarang berwarna putih, ukuran helaian mahkota bunga 2-3,5 cm.
Tangkai sari panjangnya 13-16 mm. Tangkai putik panjangnya 2-2,5 cm. Buah
merupakan tipe buah kapsul, jika sudah masak ukuran buah 2,5-3 cm, biji
berbentuk ginjal. Tanaman ini tumbuh baik di dekat komunitas manggrove
(Anonim, 2010).
2.1.3 Manfaat
Acanthus ilicifolius digunakan secara tradisional sebagai aphrodisiac
(perangsang libido), asma, (buah); diabetes, diuretik. Hepatitis, leprosy (buah,
daun dan bunga); neuralgia, cacing gelang, rematik, penyakit kulit, sakit perut
(kulit batang, buah dan daun); obat penyakit kanker hati, luka terkena racun anak
panah, hepatitis akut, pembesaran hati, pembesaran limfa, TBC, kelenjar parotis,
asma, nyeri lambung dan obat cacing. Akar daruju berkhasiat sebagai anti radang
8
dan peluruh dahak (ekspektoran). Biji berkhasiat sebagai pembersih darah
(Dalimartha, 2010).
2.1.4 Kandungan Tanaman Daruju (Acanthus ilicifolius L.)
Hasil uji fitokimia esktrak daun daruju diketahui senyawa metabolit
sekunder golongan flavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Lestari Dwita
dkk., 2018).
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang paling
banyak ditemukan didalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan Narasimhan, 1985
dalam Redha, 2010) flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenolik (White
dan Y. Xing, 1951; Madhavi dkk., 1985). Kerangka flavonoid terdiri atas satu
cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung
oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid
kedalam sub-sub kelompok. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan
posisi karbon disekitar molekulnya (Cook & S. Samman 1996).
Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif, flavonoid
sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-
sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai
antioksidan dengan cara nebdonasikan atom hidrogennya (Cuppet dkk., 1954).
9
Gambar 2.1 Struktur Kimia Flavonoid (Harborne, 1987)
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa-senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan yang bersifat sangat
reaktif dan tidak stabil. Agar menjadi stabil, radikal bebas memerlukan elektron
yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan
elektron dari molekul donor ke molekul radikal untuk menjadikan radikal tersebut
stabil (Weber dkk., 2009).
Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah
yang normal penting untuk fungsi biologis seperti H2O2 untuk membunuh
beberapa jenis bakteri dan jamur serta pertumbuhan sel, namun tidak menyerang
sasaran spesifik, sehingga ia juga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda
dari membran sel, organel sel atau DNA, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
struktur dan fungsi sel (Winarsi, 2007).
Senyawa radikal yang terdapat dalam tubuh dan berasal dari luar tubuh
atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil metabolisme zat gizi secara
normal. Secara eksogen, senyawa radikal antara lain berasal dari polutan,
makanan atau minuman, radiasi, ozon dan peptisida. Sedangkan secara endogen,
radikal bebas dapat terbentuk akibat proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa
10
hasil samping dari metabolisme sel, proses oksidasi dan makanan yang tidak sehat
sebagai sumber radikal bebas.
2.3 Tinjauan Tentang Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (elektron donor) yang
mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat
dihambat. Antioksidan berfungsi melindungi zat lainnya dari kerusakan karena
reaksi oksidasi yang dipicu oleh radikal bebas. Radikal bebas ini memicu
terjadinya proses degenerasi (Phamhuy dkk., 2008).
Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,
misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran,
enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan
umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan
baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani dkk.,
2002).
Di bidang dermatologi, antioksidan adalah bahan yang banyak digunakan
dan inovatif dalam sediaan topikal. Antioksidan yang paling penting adalah
vitamin E, vitamin C dan flavonoid. Tubuh terus terkena radikal bebas yang
berasal dari sumber endogen sebagai akibat dari jalur metabolisme normal.
Radikal bebas yang berasal dari sumber eksogen timbul dari polusi
lingkingan seperti asap, kabut asap, radiasi ultra violet dan diet. Efek dari
antioksidan sistemik yaitu menghancurkan spesies oksigen reaktif, mencegah
kerusakan makromolekul seperti lipid dan protein. Biasanya ada keseimbangan
11
ketat antara radikal bebas dan produksi antioksidan, namun dalam kondisi tertentu
keseimbangan bisa berpihak pada radikal bebas dan dikenal dengan “stress
oksidatif”. Stress oksidatif dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah radikal
bebas, misalnya akibat dari merokok, radiasi ultra violet atau karena kekurangan
antioksi dan penting (Weber dkk., 2009).
Menurut Anies (2009), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3 yakni:
1. Antioksidan primer, bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal baru
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini
sempat bereaksi. Contohnya: enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung
hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena
radikal bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita, namun
kerjanya membutuhkan zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga dan
selenium (Se), selain itu dapat berperan sebagai antioksidan. Jadi, jika ingin
menghambat gejala dan penyakit degeneratif, mineral-mineral tersebut
hendaknya tersedia cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari.
2. Antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam
urat, bilirubin dan albumin.
3. Antioksidan tersier, memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang
disebabkan radikal bebas. Contoh: enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk
memperbaiki DNA pada inti sel.
Untuk mengidentifikasi adanya senyawa antioksidan yaitu dilakukan
dengan cara mengidentifikasi kandungan senyawa flavonoid. Identifikasi senyawa
dapat dilakukan dengan cara skrining fitokimia.
12
2.4 Tinjauan Tentang Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi
permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan
kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi
seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 15% dari total berat badan. Secara
anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit
dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis
(Lachman dkk., 1994).
Gambar 2.4 Struktur Kulit
1. Lapisan Epidermis
Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan
terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak,
yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak
ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada
dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman dkk., 1994;
Junqueira & Kelley, 1997).
2. Lapisan Dermis
Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastik. Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh
13
darah kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan
jaringan penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada
epidermis (Lachman dkk., 1994; Junqueira & Kelley, 1997).
3. Lapisan Hipodermis
Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak
jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit
(Lachman dkk., 1994; Junqueira & Kelley, 1997).
4. Fungsi Kulit
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan
selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit
mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,
membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga
mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi.
5. pH Kulit
Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh
tubuh dan juga membentuk perlindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar
yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit
berbeda pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi
fisikokimia seperti struktur, suhu, pH, keseimbangan oksigen dan karbondioksida.
Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heuss pada tahun 1982 dan
kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap
bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai
“pelindung asam“. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang
karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti
14
perbedaan cuaca. Beberapa literatur saat ini menyatakan bahwa pH permukaan
kulit sebagian besar asam antara 4,5 sampai 6,5. Selain itu banyak penelitian
menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan sering dilaporkan
bahwa pH kulit antara 5,0 sampai 6,8. pH permukaan kulit tidak hanya bervariasi
di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH di stratum
korneum (Ansari dkk., 2009).
2.5 Tinjauan Tentang Bentuk-Bentuk Sediaan Masker
Salah satu jenis masker wajah adalah masker gel peel-off. Masker wajah
gel peel-off biasanya dalam bentuk gel atau pasta, yang dioleskan ke kulit muka.
Setelah berkontak selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan
kulit dengan cara kerja dikelupas. Masker gel peel-off mempunyai beberapa
keunggulan dibandingkan dengan masker jenis lain diantaranya penggunaan yang
mudah serta mudah untuk dibersihkan. Selain itu, dapat juga diangkat atau
dilepaskan seperti membran elastik (Septiani, 2011).
Masker gel peel-off memiliki beberapa manfaat diantaranya mampu
merilekskan otot-otot wajah, membersihkan, menyegarkan, melembabkan dan
melembutkan kulit wajah (Vieira, 2009). Bahkan dengan pemakaian yang teratur,
masker gel peel off dapat mengurangi kerutan halus yang ada pada kulit wajah.
Cara kerja masker gel peel-off ini berbeda dengan masker jenis lain. Ketika
dilepaskan, biasanya kotoran serta kulit ari yang telah mati akan ikut terangkat
Masker wajah gel peel off memiliki beberapa keuntungan lainnya seperti
mampu menjaga keremajaan kulit, melembutkan serta meningkatkan elastisitas
kulit, mengangkat kulit mati secara normal, menghilangkan kekusaman kulit,
memiliki viskositas yang tinggi, lapisan gel yang lebih fleksibel dan tidak lengket.
15
Penggunaan sediaan masker wajah gel peel off sangat mudah dalam pemakaian
karena tidak menimbulkan rasa sakit, gel cepat kering, setelah gel mengering
dapat dibersihkan dengan cara mengangkat lapisan gel dari kulit tanpa
menggunakan air, sehingga lebih praktis dalam penggunaanya.
Sediaan masker wajah gel peel off, diharapkan dapat memperoleh lapisan
gel yang lembut, mudah diaplikasikan di kulit dan relatif cepat membentuk
lapisan tipis yang dapat dikelupas. Kualitas fisik masker wajah gel peel off
dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan. Filming agent merupakan
salah satu komponen dari sediaan masker wajah gel peel off. Filming agent
berperan penting dalam pembuatan masker wajah gel peel off karena dapat
menentukan viskositas daya sebar dan lama pengeringan pada sediaan tersebut.
2.6 Tinjauan Tentang Ekstraksi
2.6.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sedian kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim ,
2011). Ekstrak adalah sedian kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari dkk., 2011).
Parameter yang mempengaruhi kualitas ekstrak adalah (Tiwari dkk., 2011)
1. Bagian tumbuhan yang digunakan
2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
3. Prosedur ekstraksi
16
2.6.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia atau pemisahan
bahan aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan mengunakan
pelarut yang sesuai prosedur yang telah ditetapkan (Tiwari dkk., 2011). Selama
proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan
dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarut.
Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif
dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung
pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi dan jenis senyawa yang
diisolasi. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antara muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Efektivitas ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung pada :
1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.
2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan.
3. Proses ekstraksi.
4. Ukuran partikel
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kualitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain :
1. Tipe ekstraksi
2. Waktu ekstraksi
3. Suhu ekstraksi
4. Konsentrasi pelarut
17
5. Polaritas pelarut
Metode ekstrasi menggunakan pelarut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
metode ekstrasi cara dingin dan cara panas. Metode ekstrasi cara dingin meliputi
maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas meliputi refluks, soxletasi,
infundasi dan dekok.
2.6.3 Ekstraksi dengan cara dingin
1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam
(Ansel, 1985). Maserasi adalah proses pengekstraksi simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan
(Anonim, 2000). Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar
dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup
untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat
terlarut. Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil
(Tiwari dkk., 2011).
Metode maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel basah dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel,
menyebabkan 10 larutan yang pekat di dalam sel didesak ke luar (Arifulloh,
2013).
Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Kerugian maserasi adalah banyak
pelarut yang terpakai dan waktu pengerjaannya lama (Anonim, 2011).
18
Kekurangan penyari ini yaitu waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
cukup lama, membutuhkan pelarut yang lebih banyak dan tidak dapat digunakan
untuk bahan-bahan yang bertekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Lama maserasi pada umumnya adalah 4-10 hari (Setyaningsih, 2006).
Jumlah pelarut yang diperlukan cukup besar, berkisar antara 10-20 kali jumlah
sampel (Kristanti dkk., 2008).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah suatu metode yang dilakukan dengan jalan melewatkan
pelarut secara pelan-pelan sehingga pelarut tersebut bisa menembus sampel bahan
yang biasanya ditampung dalam suatu bahan kertas yang agak tebal dan berpori
serta berbentuk seperti kantong atau sampel ditampung dalam kantong yang
terbuat dari kertas saring. Jumlah pelarut yang diperlukan berkisaran 5-10 kali
jumlah sampel (Kristanti dkk., 2008). Ekstraksi dengan metode ini memiliki
keuntungan yaitu tidak terjadi kejenuhan dan pengaliran meningkatkan difusi
(dengan dialiri zat penyari sehingga zat seperti terdorong untuk keluar dari sel).
Tetapi metode ini juga memiliki kekurangan yaitu cairan penyari lebih banyak dan
resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara terbuka .
2.6.4 Ekstraksi dengan cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Ekstraksi ini digunakan untuk bahan-bahan yang tahan
terhadap pemanasan.
19
Metode ekstraksi ini memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang memiliki tekstur kasar. Tetapi juga memiliki
kekurangan yaitu membutuhkan pelarut yang besar.
2. Sokletasi
Sokhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Penarikan
komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam
klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa.
Umumnya prosedur soxhletasi hanya pengulangan sistematis dan
pemisahan dengan menggunakan labu untuk ekstraksi sederhana tetapi lebih
merupakan metode yang spesial serta alat yang digunakan lebih kompolek. Oleh
karena itu alat soxhlet cenderung mahal.
Keuntungan metode ini adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit, proses
ekstraksi lebih cepat dan pemanasannya dapat diatur. Sedangkan kelemahan dari
metode sokletasi adalah sampel yang digunakan harus sampel-sampel yang tahan
panas atau tidak dapat digunakan pada sampel yang tidak tahan panas. Karena
sampel yang tidak tahan panas akan teroksidasi atau tereduksi ketika proses
sokletasi berlangsung.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C.
20
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses
ini dilakukan pada suhu 900C selama 15 menit.
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu ( ≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik
didih air, pada suhu 90-1000C .
6. Remaserasi
Secara umum metode maserasi tidak jauh berbeda dengan metode maserasi,
perbedaan metode remaserasi terletak pada digunakannya sebagian pelarut untuk
maserasi, dimana setelah penyaringan akan dilakukan penggunaan kembali
terhadap komponen residu untuk kedua kalinya dengan sisa pelarut yang ada
untuk kemudian disaring kembali. Setelah itu kedua filtrat digabungkan pada
tahap akhir. Metode remaserasi ini menggunakan jumlah pelarut dua kali lebih
banyak dibanding metode maserasi, karena pelarut yang digunakan bukan
sebagian dari perbandingan yang telah ditetapkan. Metode remaserasi merupakan
hasil modifikasi dari literatur, dimana untuk melakukan metode remaserasi
digunakan perandingan tetap sebesar 1:10, baik pada maserasi pertama maupun
maserasi kedua.
2.7 Tinjauan Tentang Pelarut
Untuk melarutkan senyawa flavonoid dalam kandungan daun daruju maka
diperlukan pelarut yang dapat digunakan pelarut polar. Pemilihan pelarut atau
cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik
harus memenuhi kriteria, diantaranya murah dan mudah diperoleh, stabil secara
21
fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, serta tidak
mempengaruhi zat yang berkhasiat. Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam
proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan
diisolasi misalnya polaritas. Pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut dalam
pelarut yang sama polaritasnya (Sudarmadji dkk., 1989). Untuk ekstraksi ini
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air,
etanol, etanol-air atau eter.
2.7.1 Air
Air dipertimbangkan sebagai penyari karena murah dan mudah diperoleh
bersifat stabil, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun,
bersifat alamiah. Namun disamping memiliki nilai positif, pelarut air juga
memiliki kekurangan yaitu bersifat tidak efektif. Sehingga komponen lain dalam
suatu bahan juga dapat dilarutkan dalam air. Air merupakan tempat tumbuh bagi
kuman, kapang dan khamir, selain itu air juga membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk memekatkan senyawa dibandingakan dengan etanol.
2.7.2 Etanol
Etanol merupakan pelarut polar yang mudah menguap, mudah terbakar,
tidak berwarna dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas (Anonim, 2008).
Etanol dapat melarutkan senyawa alkaloida basa, minyak atsiri, glikosida,
kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Selain itu,
etanol dapat mengendapkan bahan obat dan juga dapat menghambat kerja enzim
(Voight, 1995).
22
Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam ekstraksi dari bahan tertentu
berdasarkan pada daya larut zat aktif dan zat tidak aktif serta zat yang tidak
diinginkan juga tergantung pada tipe preparat farmasi yang diperlukan sebagai
contoh yang mengandung air, hidroalkoholik atau alkoholik (Ansel, 1989).
Dalam penelitian ini pelarut yang digunakan pada proses maserasi yaitu
etanol 96%. Pelarut ideal yang umum digunakan yaitu alkohol atau campurannya
dengan air yang merupakan pelarut pengekstraksi yang mempunyai extractive
power yang baik untuk hampir semua senyawa yang mempunyai berat molekul
rendah seperti alkohol, saponin dan flavonoid. Pada pelarut campuran alkohol air
dengan perbandingan 7:3 (alkohol 70%) sesuai untuk bahan baku simplisia yang
berupa akar, batang atau bagian berkayu dari tanaman, sedangkan perbandingan
1:1 (alkohol 50%) berguna untuk menghindari klorofil, senyawa polimer yang
biasanya tidak mempunyai aktivitas berarti tetapi seringkali menimbulkan
masalah-masalah farmasetis misalnya terjadinya pengendapan yang gummy yang
sulit untuk dihilangkan, sehingga dalam penetapan kadar sinensetin pada bagian
daun hasil tertinggi diperoleh dengan menggunakan pelarut pengekstraksi etanol
96% dibanding pelarut pengekstraksi lainnya (Hargono dkk., 1986)
Pelarut etanol dipilih karena berdasarkan ketertarikan senyawa aktif
antioksidan dari daun daruju yaitu senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid dan
triterpenoid/steroid. Senyawa flavonoid ada yang bersifat polar, semi polar dan
non-polar (Purwatresna, 2012; Septiana, 2012 & Rizanti, 2014) dan senyawa
alkaloid juga dapat bersifat polar dan semi polar (Purwatresna, 2012 dan Rizanti,
2014), sehingga pelarut etanol dapat mengekstraksi senyawa flavonoid dan
alkaloid dari golongan senyawa yang berbeda sifat kepolarannya.
23
2.8 Komponen Masker Gel
2.8.1 Pembentuk Film Agent
Gelling agent merupakan basis dari sediaan gel dan harus bersifat inert,
aman, serta tidak reaktif terhadap komponen lain dalam suatu formulasi gel. Ada
beberapa komponen pembentuk gel, diantaranya:
1. Polimer Alami (Natural Polymers) Polimer alami ini bersifat anionik
(bermuatan negatif dalam larutan air atau disperse), walaupun sedikit seperti
guar gum, yang merupakan molekul alami. Contoh dari polimer alami:
alginate, carrageenan, pectin, kitosan.
2. Polimer Akrilik Carbomer 934P merupakan nama resmi dari polimer akrilik
yang terkait dengan eter polyakenyl. Carbopol digunakan sebagai agen
pengencer pada berbagai produk farmasi dan kosmetik.
3. Derivat Selulosa Struktur polimer alaminya ditemukan pada tanaman. Contoh
derivat selulosa adalah natrium karboksimetilselulosa, metilselulosa dan
hidroksipropil (Lieberman dkk.,1996).
2.8.2 Humektan
Humektan adalah bahan alam produk kosmetik yang ditujukan untuk
mencegah hilangnya lembab dari sediaan dan meningkatkan kelembaban lapisan
kulit terluar pada saat produk digunakan (Lynde, 2001 dalam Barasa, 2016).
2.8.3 Air
Sediaan gel memiliki kandungan air 80-90%. Air berfungsi sebagai
pembantu membengkakan bahan bentuk gel. Penambahan air juga tergantung sifat
reologis gel yang diinginkan. Penambahan sedikit air menghasilkan bodi yang
yang membengkak yang bersifat elastis (gallerten, jelly). Penambahan air
24
selanjutnya akan menghasilkan sistem yang bersifat plasti dan atas dasar
kemudahannya dioleskan. Kandungan air yang sangat tinggi akhirnya dicapai
keadaan sol, yang berbeda dengan susunan kondisi gel, dimana makromolekul
yang ada secara ruang tampak terpisah satu sama lain (Voight, 1984 : 340).
2.8.4 Pengawet
Pengawet digunakan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan
mikroba pada formulasi dengan cara membunuh, menghilangkan atau mengurangi
kontaminasi mikroba. Pengawet dikatakan ideal jika efektif pada konsentrasi yang
rendah untuk melawan mikroba dengan spektrum luas, larut dalam formula, tidak
toksik, compatible dengan komponen formula dan wadahnya, tidak berefek pada
warna, bau dan sistem rheologi dalam formula, stabil dalam rentang pH dan
temperatur yang luas (Lieberman dkk, 1996).
2.9. Bahan Yang Digunakan Dalam Pembuatan Masker Gel Peel Off
2.9.1 HPMC
Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) merupakan serbuk putih
atau putih kekuningan, tidak berbau dan berasa, larut dalam air dingin,
membentuk cairan kental, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol 95% dan
eter. HPMC biasanya digunakan dalam sediaan oral dan topikal. HPMC biasanya
digunakan sebagai emulgator, suspending agent dan stabilizing agent dalam
sediaan salep dan gel topikal (Maharani, 2009)
HPMC merupakan gelling agent yang tahan terhadap fenol dan dapat
membentuk gel yang jernih serta mempunyai viskositas yang lebih baik.
Konsentrasi HPMC yang biasa digunakan sebagai gelling agent adalah 2%-10%.
HPMC umumnya tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi (Rowe, 2009)
25
Gambar 2.9 Hidroksipropil Metilselulosa (Rowe, 2009)
2.9.2 Propilen Glikol
Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam
pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang
tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening,
tidak berwarna, kental dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam
menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam wadah
yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur
dengan gliserin, air atau alkohol. Propilen glikol juga digunakan sebagai
penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit
pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis di bawah 2%
(Lodėn, 2009).
Gambar 2.9 Propilenglikol (Rowe, 2009)
2.9.3 Metil Paraben
Metil paraben berupa kristal tidak berwarna atau bubuk kristal, tidak
berbau atau hampir tidak berbau dan mempunyai rasa sedikit terbakar. Metil
paraben mudah larut dalam 2 bagian etanol 96%, dalam 3 bagian etanol 95%,
26
dalam 6 bagian etanol 50% dan dalam 10 bagian bagian eter. Matil paraben larut
dalam 60 bagian gliserin, praktis tidak larut dalam minyak mineral, larut dalam
200 bagian minyak kacang, mudah larut dalam 5 bgian propilen glikol, larut
dalam 400 bagian air, larut dalam 50 bagian air bersuhu 50 dan larut dalam 30
bagian air bersuhu 80. Metil paraben disimpan dalam wadah tertutp baik, ditempat
sejuk dan kering (Rowe dkk., 2009). Metil paraben di gunakan sebagai pengawet
dalam sediaan gel pada konsentrasi 0,02%-0,3% (Handbook of pharmaceutical
Exipient hal 310)
Gambar 2.9 Metil Paraben (Rowe dkk., 2009)
2.8.1.4 Etanol
Etanol memiliki sinonim alkohol, etil alkohol, etil hydroxide,
grainalkohol, methyl carbinol. Etanol jernih, tidak berwarna, sedikit mudah
menguap, memiliki bau yang khas dan rasa terbakar. Etanol memiliki rumus
molekul C2H6O dan bobot molekul 46,07. Etanol dapat larut dalam kloroform,
eter, gliserin dan air. Etanol bisa digunakan sebagai antimikrobial, pelarut dan
desifektan (Rowe dkk., 2009).
Gambar 2.9 Etanol (Rowe dkk., 2009)
27
2.10 Tinjauan Tentang Bahan Sediaan Makser
2.9.1 Monografi Bahan
1. HPMC (Rowe, 2009)
Pemerian : Serbuk putih tidak berbau dan tidak memiliki rasa, larut dalam
air
Kelarutan : Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental, praktis
tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol 95%, dan eter,
tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometan, dalam
campuran metanol dan diklorometan, dan campuran air dan
alkohol.
Konsentransi : 2% - 10%
Alasan :gelling agent
2. Propilen glikol (Handbook of pharmaceuntical Excipient, edisi 5)
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa `agak
manis, higroskopik
Kelarutan : Larut dengan air, etanol 96%, larut pada 1 dari 6 bagian eter
tidak tercampur dengan minyak mineral ringan atau minyak
tetap, namun akan larut beberapa minyak esensil.
Konsentrasi : 15-30%
Kegunaan : Sebagai humektan
Alasan :Propilen glikol dipilih karena mempunyai efek toksik lebih
rendah dibanding glikol lainnya.
28
3. Metil paraben (Handbook of pharmaceutical hal 310)
Pemerian : Serbuk hablur halus, putih hampir tidak berbau, tidak mempunyai
rasa, agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Mudah leut dalam etanol, eter, praktis tidak larut dalam minyak,
larut dalam 400 bagian air.
Konsentrasi : 0,02%-0,3% untuk sediaan topikal
Kegunaan : antimikroba, Pengawet
Alasan : karena merupakan pengawet antimikroba yang efektif
4. Etanol (Wade, 1994)
Pemerian : Jernih tidak berwarna, sedikit mudah menguap, memiliki bau khas
Kelarutan : Larut dalam kloroform, eter, gliserin dan air.
Konsentrasi : Dibawah 10%
Kegunaan : Sebagai pelarut
5. Aquadest
Air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, yang tidak
mengandung zat tambahan lain. Pemerian dari air adalah cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Air murni memiliki kisaran pH
antara 5,0-7,0. Penyimpanan untuk bahan ini dalam wadah tertutup rapat
(Anonim, 1995).
2.11Tinjauan Tentang Mutu Fisik
Mutu fisik merupakan pengujian mutu yang dilakukan pada suatu sediaan
yang telah dibuat. Pengujian tersebut meliputi organoleptis, homogenitas, pH,
daya sebar, daya lekat, viskositas, uji kejernihan dan waktu untuk sediaan
mengering.
29
1. Organoleptis
Uji organoleptis adalah cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap suatu
produk atau sediaan. Pengujian ini antara lain melihat bentuk, bau, warna dari
suatu sediaan. Sediaan masker gel memiliki standar organoleptis tidak berbau,
berbentuk setengah padat (kental), serta berwarna transparan (Septiani, 2011).
2. Homogenitas
Uji homogenitas adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui rata
atau tidaknya partikel suatu sediaan di seluruh bagian termasuk zat aktif.
Pengujian ini dilakukan secara visual. Sediaan masker gel peel off harus homogen
yang berarti partikel-partikel dari sediaan tersebut merata di seluruh bagian.
Apabila sediaan homogen maka dosis disetiap bagian sama rata, sehingga
memberikan efek terapi yang maksimal.
3. Kejernihan
Uji kejernihan ini bertujuan untuk memastikan apakah sediaan hidrogel
telah sesuai yaitu memiliki karakteristik sediaan yang jernih dan terlihat bening.
Selain itu juga terdapat gelembung-gelembung udara di dalamnya. Pengujian ini
dilakukan secara visual.
4. Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan basis masker gel
peel off mencapai efek terapi pada kulit yang diinginkan. Apabila sediaan yang
dibuat memiliki daya sebar yang baik, maka sediaan dapat diaplikasian dengan
lebih mudah dan mampu menjangkau semua bagian kulit, sehingga zat aktif
terdistribusi sempurna dan efek terapi tercapai. Namun apabila sediaan memiliki
30
daya sebar yang kurang baik maka zat aktif tidak terdistribusi sempurna dan efek
terapi tidak tercapai.
5. Daya Lekat
Uji daya lekat adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
suatu sediaan dapat melekat pada kulit dengan baik atau tidak. Syarat daya lekat
dari sediaan masker gel peel off yaitu lebih dari 10 detik. Supaya zat aktif dapat
terabsorbsi dengan baik. Semakin lama sediaan melekat pada kulit, maka efek
terapi yang diberikan oleh sediaan akan lebih optimal, karena zat aktif akan
terabsorbsi secara sempurna. Namun apabila sediaan memiliki daya lekat yang
kurang baik, maka zat aktif tidak dapat terabsorbsi sempurna dan efek terapi tidak
tercapai.
6. pH
Uji pH adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui derajat
keasaman suatu zat. Sediaan masker gel peel off harus mempunyai pH yang sama
dengan pH kulit yaitu antara 4,5-6,5. Karena jika masker gel peel off memiliki pH
yang terlalu basa maka dapat menyebabkan kulit menjadi kering, sedangkan jika
masker gel peel off memiliki pH yang terlalu asam maka dapat menyebabkan
iritasi pada kulit.
7. Viskositas
Uji viskositas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
kekentalan suatu sediaan. Viskositas berkaitan dengan daya alir masker gel peel
off pada saat dikeluarkan dari dalam tube dan mudah menyebar pada kulit. Syarat
viskositas dari sediaan masker gel peel off yaitu 2000cP-4000cP. Karena dengan
kekentalan tersebut gel mampu menyebar dengan baik saat diaplikasikan (Grag
31
dkk., 2002). Namun jika sediaan memliki viskositas yang kurang baik maka zat
aktif pada sediaan tidak menyebar dengan baik dan apabila terjadi peningkatan
viskositas pada saat penyimpanan, menyebabkan terjadinya penurunan daya sebar
pada sediaan.
8. Waktu Sediaan untuk Kering
Uji waktu untuk sediaan mengering adalah pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui lamanya suatu sediaan mengering di kulit. Syarat waktu sediaan
mengering untuk masker gel yaitu 15-30 menit.
32
2.12Kerangka Konsep
Gambar 2.12 Bagan Kerangka Konsep
Radikal bebas Antioksidan Tumbuhan daun daruju
Determinasi Simplisia Ekstraksi
Maserasi
Etanol 96%
Ekstrak etanol daun
daruju
Skrining
fitokimia
(flavonoid)
Formulasi sediaan masker
gel peel off Uji mutu fisik
1. Organoleptis
2. Homogenitas
3. PH
4. Daya sebar
5. Daya lekat
6. Viskositas
7. Uji kejernihan
8. Waktu sediaan untuk kering
33
2.13 Kerangka Teori
Salah satu faktor lingkungan seperti polusi, rokok, dan sinar uv yang
berlebih dapat mengakibatkan tubuh manusia terpapar radikal bebas (Barel, dkk.,
2009 dalam Sutriningsih & Astuti, 2017). Untuk menangkal radikal bebas maka di
perlukan antioksidan (Mandal et al.,2009 dalam Tristantini dkk, 2016). Sumber
antioksidan alami, salah satunya adalah daun daruju (Acanthus ilicifolius L.) yang
mengandung senyawa flavonoid. Daun daruju dideterminasi untuk mengetahui
kedudukan daun daruju lalu dibuat dalam serbuk. Serbuk simplisia diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol sehingga didapatkan ekstrak
etanol daun daruju. Kemudian ekstrak etanol daun daruju di skrining fitokimia
untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa
flavonoid. Ekstrak etanol daun daruju dibuat formulasi sediaan masker gel peel off
kemudian dibuatkan sediaan masker gel peel off dan uji mutu fisik untuk
mengetahui apakah sediaan masker sudah memenuhi syarat mutu fisik meliputi
organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, kejernihan, viskositas dan
waktu kering.
2.14 Hipotesis penelitian
Rumusan hipotesis yaitu:
H0 : Ada pengaruh variasi konsentrasi HPMC terhadap mutu fisik sediaan masker
gel peel off ekstrak daun daruju.
H1 : Tidak adan pengaruh variasi konsentrasi HPMC terhadap mutu fisik sediaan
masker gel peel off ekstrak daun daruju.
58