Upload
buithien
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Value Clarification Technique dan Pembelajaran Value Clarification
Technique
1. Pengertian VCT (Value Clarification Technique)
Mata pelajaran lebih menitikberatkan pada ranah afektif seperti
Pendidikan Kewarganegaraan sengan tepat menggunakan pendekatan
pembelajaran VCT. Pendidikan Kewarganegraaan dan mata pelajaran atau mata
kuliah sejenenis berada pada ranah sikap yaitu wahana penenaman nilai, moral
dan norma-norma baku seperti rasa sosial, nasionalisme, bahkan sistem
keyakinan. Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya mampu mengeksplorasi
internal side seseorang atau wilayah dalam diri sesorang. Sikap merupakan posisi
seseorang atau keputusan seseorang atau keputusan seseorang sebelum berbuat
atau berperilaku tertentu. Untuk mengubah sikap inilah maka bias menggunakan
pendekatan pembelajaran, salah satunya VCT (Taniredja, dkk. 2011 : 87).
Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) menurut
Sanjaya (Taniredja, dkk. 2001 : 81-88) merupakan teknik pengajaran untuk
membantu siswa dalam mencari dan menentukan nilai yang dianggap baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui suatu proses menganalisis nilai yang sudah
ada dan tertanam dalam diri siswa.
Dalam Suharyono (1991-170) menjelaskan bahwa pendekatan
pembelajaran VCT adalah metode mengajar dimana guru menolong siswa untuk
menetapkan nilai pilihanya dari sejumlah alternitaf nilai yang dihadapinya.
16
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
17
Penanaman nilai pada diri anah dilakukan oleh guru dan anak menentukan nilai-
nilai yang dipilihnya itu sendiri dengan demikian siswa akan mempunyai
kepribadian yang kuat, tidak apatis, tidak bersikap tidak konsisten dan tidak
mengalami kekacauan nilai (Suharyono, 1991 : 71).
Beberapa definisi mengenai pengertian nilai yang dikemukakan oleh para
ahli:
Menurut Milton Roceach (dalam Bank, J.A dan Clegg Jr. A.A., 1977 : 407), nilai
(value) adalah “suatu jenis atau tipe kepercayaan yang terletak pada pusat
keseluruhan system kepercayaan seseorang, tentang bagaimana seseorang harus
berbuat atau tidak berbuat sesuatu, atau tentang tujuan akhir dari
kehidupan/keberadaban seseorang yang berguna atau tidak berguna untuk dicapai.
Nilai berlainan dengan sikap, adalah lebih bersifat umum yang mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap suatu objek atau orang lain.
Menurut Fraenkel (1980 : 215-216), nilai adalah konsep-konsep, yang
seperti semua konsep, nilai tidak berada dalam pengalaman, tetapi dalam pikiran
orang-orang. Nilai mewakili sikap atau hakekat dari kegunaan atau harga (worth
atau merit) yang diletakan orang pada berbagai aspek dari pengalaman
mereka.Nilai juga dapat sebagai standar perilaku. Misalnya, standar tentang
keindahan, stabdar tentang efisiensi, atau standar tentang kegunaan yang diyakini
oleh seseorang yang akan dicoba dan ditaati dan dilaksnakan dalam kehidupanya.
Sebagai standar perilaku nilai menolong kita untuk menentukan apakah itu (objek,
orang, ide/pendapat, caraberperilaku, dsb) itu adalah baik atau buruk. Lebih jauh
lagi Fraenkel menyatakan bahwa penyelidikan tentang nilai biasanya dibagi ke
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
18
dalam bagian estetika (aesthetics) dan bagian ethika (ethish). Estetika menunjuk
kepada pembenaran tentang apa yang mereka senangi. Etika menunjuk kepada
pembenaran perilaku, ialah bagaimana seorang harus berbuat, tentang apa yang
benar atau salah, atau tentang nilai moral dari suatu perbuatan. Akan tetapi, nilai
juga mempunyai dimensi lain, ialah dimensi (aspek) emosional (perasaan). Nilai
tidak hanya berupa ide-ide atau konsep-konsep tetapi nilai juga merupakan ikatan
emosional yang kuat, suatu perasaan kesukaan yang kuat terhadap sesuatu.
(Suharyono, 1991 : 71)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai bukan hanya sebuah
konsep namun lebih berat mengarah pada emosioanal yang kuat dan mengajarkan
nilai adalah dengan mengungkapkan nilai dengan bantuan guru kepeda siswa
dengan pendekatan VCT.
2. Karakter dan Tujuan Value Clarification Technique
Karakteristik VCT sebagai suatu pendekatan dalam strategi pembelajaran
sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang
sudah ada sebelumnya dalam diri siswa dalam menyelaraskannya dengan nilai-
nilai baru yang hendak ditanamkan. Tujuan menggunakan VCT dalam Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain menurut Taniredja, dkk. (2001 :88) yaitu sebagai
berikut:
1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai,
sehingga dapat dijadikan sebagai dasara pijak menentukan target nilai yang
akan dicapai.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
19
2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat
maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjunya ditanamkan
kearah peningkatan dan pencapaian target nilai.
3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional
(logis) dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi
nilai siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
4) Melatih siswa dalam menerima – melilai nilai dirinya dan posisi nilai orang
lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang
berhubungandengan pergaulanya.
Menurut Djahiri (1985 : 60 – 85) dalam VCT juga terdapat beberapa
bentuk VCT, yaitu: (1) dengan menganalisis suatu kasus yang konvensional, suatu
cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian di
analisis bersama; (2) VCT dengan matrik. Jenis VCT ini meliputi: Daftar Baik-
Buruk, Daftar tingkat urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala Kontinum,
Daftar penilaian Diri Sendiri, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Dari
Kita, dan Perisai; (3) VCT dengan menggunakan Kartu Keyakinan. Kartu
sederhana ini berisikan: pokok masalah, dasar pemikiran positif negative dan
pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan
sikap siswa terhadap masalah tersebut; (4) VCT melalui teknik wawancara. Cara
ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasikan pandanganya kepada
lawan bicara dan menilai secara baik, jelas dan sistematis; (5) VCT dengan
Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
20
Dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan
sekaligus mampu merumuskan sebagai hipotesa/asumsi, yang berusaha
mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut, atau
penyimpanganya. Sama halnya dengan metode belajar yang lain, pendekatan VCT
juga mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti yang dikemukakan Djahiri
(Taniredja, dkk. 2011 : 91).
3. Prinsip-prinsip Value Clarification Technique
Menurut Taniredja, dkk (2011 : 89) Prinsip-prinsip pembelajaran VCT
antara lain:
a. Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi beberapa faktor antara
lain faktor potensi diri; kepekaan emosi, intelektual, dan factor lingkungan;
norma nilai masyarakat, system pendidikan dan lingkungan keluarga dan
lingkungan bermain.
a. Sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh stimulus yang diterima siswa
dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki oleh para siswa.
b. Nilai, moral dan norma dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru
dapat mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development)
dari setiap siswa. Tingkat perkembangan moral untuk siswa dipengaruhi oleh
usia dan pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial.
c. Pengubahan sikap dan nilai memerlukan ketrampilan mengklarifikasi nilai/
sikap secara rasional, sehingga dalam diri siswa muncul kesararan diri bukan
karena rasa kewajiban bersikap tertentu atau berbuat tertentu.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
21
d. Pengubah nilai memerlukan keterbukaan, karena itu pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan melalui VCT menuntut keterbukaan antara guru dengan
siswa.
4. Kebaikan-kebaikan Value Clarification Technique
Menurut Djahiri (1985 : 91) VCT memiliki keunggulan untuk
pembelajaran afektif, karena:
a. Mampu membina dan menanamkan nilai moral pada ranah internal side;
b. Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang
disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan
makna/pesan nilai/moral.
c. Mampu mengklarifikasi nilai dan menilai kualitas nilai moral diri siswa,
melihat nilai yang ada pada orang lain dan memeahami nilai moral yang ada
dalam kehidupan nyata;
d. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri
siswa terutama mengembangkan potensi sikap;
e. Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.
f. Mampu menangkal, meniadakan dan mengintervensi serta memadukan
berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri
seseorang
g. Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta
memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
22
5. Kelemahan-kelemahan Value Clarification Technique
Menurut Taniredja dkk (2011 : 92) kelemahan yang sering terjadi dalam
proses pembelajaran nilai atau sikap, antara lain:
1. Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan
keterbukaan, saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan
memunculkan sikap semu atau imitasi/palsu. Siswa akan bersikap menjadi
siswa yang sangat baik ideal patuh dan penurut namun hanya bertujuan untuk
menyenangkan guru atau memperoleh nilai yang baik.
2. Sistem nilai yang dimiliki dan tertanam pada guru/dosen, peserta didik dan
masyarakat yang kurang atau tidak bakudapat mengganggu tercapainya target
nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.
3. Sangat dipengaruhi untuk kemampuan guru/dosen dalam mengajar terutama
memerlukan kemampuan/keterampilan bertanya tingkat tinggi dan mampu
mengungkap dan menggali nilai yang ada dalam peserta didik.
4. Memerlukan kreatif guru/dosen dalam menggunakan media yang tersedia di
lingkungan terutama yang aktual dan faktual sehingga dekat dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik (Taniredja, dkk. 2011 : 92)
Untuk mengatasi kelemahan VCT tersebut, berikut adalah cara untuk
mengatasi kelemahan VCT (Taniredja, dkk. 2001 : 92), yaitu:
1. Guru berlatih dan memiliki ketrampilan mengajar dan sesuai standar
kompetensi guru. Pengalaman guru yang berulang kali menggunakan VCT
akan memberikan pengalaman yangsangan berharga karena memunculkan
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
23
model-model VCT yang merupakan modifikasi sesuai kemampan dan
kreatifitas guru.
2. Dalam setiap pembelajaran menggunakan tematik atau pendekatan
konstektual, antara lain dengan mengambil topik yang sedang terjadi dan ada
disekitar peserta didik, menyesuaikan dengan hari besar nasional, atau
mengaitkan dengan program yang sedang dilaksanakan pemerintah.
6. Bentuk-Bentuk Value Clarification Technique
Menurut Taniredja (2011: 90-91) ada beberapa bentuk VCT, yaitu:
a. VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversional, suatu cerita yang
dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa
bersama.
b. VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi; Daftar baik-
buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala
Kontinum, Daftar Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan
Perisai.
c. VCT dengan menggunakan Kartu Keyakinan, Kartu sederhana ini berisikan;
pokok masalah, dasar pemikiran positif negative dan pemecahan pendapat
siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa
terhadap masalah tersebut.
d. VCT melalui teknik wawancara; cara ini melatih keberanian siswa dan
mampu mengklarifikasi pandanganya kepada lawan bicara dan manila secara
baik, jelas dan sistematis.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
24
e. VCT dengan Teknik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random,
dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis dan analitis, rasa ingin tahu dan
sekaligus mampu merimuskan berbagai hipotesa/ asumsi, yang ada atau
dianut, atau yang menyimpang.
7. Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique
Menurut Jarolimek (dalam Taniredja, 2011: 89-90) ada 7 tahap yang
dibagi dalam 3 tingkat, yaitu:
Tingkat 1. Kebebasan memilih
Pada tahap ini terdapat tiga tahap:
1. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang
menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara
penuh.
2. Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari
beberapa alternatif pilihan secara bebas.
Tingkat 2. Menghargai
Pada tahap ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran:
1. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihanya,
sehingga nilai tersebut akan menjadi integral pada dirinya.
2. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan
umum, yaitu menganggap bahwa nilai itu sebagai pilihanya sehingga harus
berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukanya di depan orang lain.
Tingkat 3. Berbuat
Pada tingkat ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran:
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
25
1. Adanya kemampuan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakanya.
2. Mau mengulangi sesuatu yang sesuai dengan nilai pilihanya, yaitu nilai yang
menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
8. Strategi Mengajar Value Clarification Technique
a. Teknik pengambilan keputusan dengan mengacu kepada nilai dasar yang lebih
tinggi (dalam Suharyono, 1991 : 73)
Teknik ini bertolak dari anggapan bahwa terdapat dua jenis macam/jenis
nilai, adalah nilai dasar (root value) dan nilai instrumental atau sarana
instrumental (instrumental value). Nilai dasar adalah nilai yang lebih tinggi yang
merupakan tujuan terakhir/tertinggi, sedangkan nilai instrumental adalah nilai
yang lebih rendah yang merupakan alat/sarana untuk mencapai nilai dasar
tersebut. Model ini menekankan pada suatu dilemma nilai dapat dipecahkan/diatas
apabila dapat ditentukan untuk nilai dasar yang lebih tinggi yang mengatasi issu
nilai yang sedang diperdebatkan (lebih rendah tingkatanya dari nilai dasar tersebut
dapat dipertingkatkan apakah sesuai atau tidak dengan nilai dasar yang dimaksud,
atau apakah merupakan nilai instrument yang sesuai untuk mencapai nilai-nilai
dasar tersebut.
Misalnya, suatu kelas sedang memperdebatkan masalah apakah hukum
mati dapat diterima atau tidak (harus dihapuskan) dalam keputusan pengadilan.
Menurut pendekatan ini, dapat mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat tentang
masalah tersebut, maka dapat dicari atau ditentukan suatu nilai dasar yang lebih
tinggi dari nilai pelaksanaan hukuman mati tersebut, misalnya nilai “keadilan” ini
kemudian dapat ditentukan beberapa jenis pelaksanaan hukuman mati sesuai
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
26
dengan nilai dasar “keadilan”, termasuk pertimbangan apakah nilai paelaksanaan
hukuman mati sesuai dengan nilai dasar “keadilan” atau kemungkinan nilai
pelaksanaan hukuman seumur hidup lebih sesuai.
b. Teknik Penilaian diri (Penjernihan Nilai Diri)
Teknik ini digunakan untuk melatih siswa menilai dirinya sendiri atau
menjernihkan nilai-nilai yang telah dimilikinya dan kemudian memilih suatu nilai
yang lebih tepat/baik untuk dirinya, sehingga siswa kan dapat mengenal
pribadinya sendiri dengan lebih baik. Teknik ini dapat dilaksanakan secara dialog
(percakapan) lisan antara guru dengan siswa atau dengan menghadapkan siswa
dengan suatu pertanyaan atau karangan tertulis (value sheet) yang berupa
karangan, cerita, pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan yang menantang siswa
untuk berfikir atau mempertimbangkan secara mendalam implikasi-implikasi nilai
dari pertanyaan atau karangan tersebut (Suharyono, 1991 : 74).
Dalam percakapan antara guru dengan siswa, guru sebaiknya berusaha
untuk memberikan jawaban-jawaban yang menyebabkan siswa untuk
mempertimbangkan kembali keputusanya, kerena menyadari adanya alternatif-
alternatif lain yang dikatakan/ditawarkan oleh guru kepadanya. Contoh dari suatu
pertanyaan/karangan tertulis (value sheet) misalnya guru memberikan pertanyaan
tertulis yang harus dijawab oleh masing-masing siswa tentang pokok masalah
“persahabatan”:
1) Apakah arti persahabatan bagi dirimi?
2) Jika kamu mempunyai teman, apakah kamu memilih teman-temanmu itu
menjadi temanmu secara kebetulan?
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
27
3) Dengan cara-cara apa kamu menunjukan persahabatan?
4) Menurut pendapatmu, apakah pentingnya mengembangkan dan memelihara
persahabatan)
5) Apakah kamu merencenakan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam
hal cara-caramu melakukan persahabatan? Katakan perubahan-perubahan
yang kamu rencanakan itu. Jika tidak, tulislah “tak ada perubahan”.
c. Teknik membandingkan dan menilai nilai-nilai dari orang lain (Suharyono,
1991 : 75-76).
Pada teknik ini siswa dihadapkan dengan suatu cerita, karangan atau
pertanyaan tertulis, film atau lainya, kemudian siswa diminta untuk
mengdentifikasi/menunjukkan: kejadia-kejadian dan tokoh-tokoh dalam cerita itu,
nilai-nilai yang diyakini oleh orang-orang di dalam cerita itu, mengapa mereka
meyakini nilai-nilai tersebut, apakah terdapat perbedaan-perbedaan dari nilai-nilai
yang diyakini dalam cerita tersebut, apakah terdapat orang-orang yang tidak
konsisten di dalam pendirinya, dan bagaimana pendapatmu tentang nilai-nilai
yang menjadi pokok masalah dalam cerita itu? Teknik ini dapat diakhiri dengan
diskusi kelas, siswa saling mengemukakan pendapatnya dengan nilai-nilai yang
menjadi masalah pembicaraan. Beberapa masalah yang dapat dijadikan pokok
identifikasi dan diskusi, misalnya: Apakah hukuman mati masih perlu di negara
kita? Apakah pendidikan seks perlu diberikan kepada anak SD sampai dengan
SMA? Bagaimana kita menggunakan waktu luang? Apakah perbuatan aborsi
dibenarkan? Dan sebagainya.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
28
d. Teknik Pemungutan suara dan Menentukan Urutan Prioritas.
Pada teknik pemungutan suara, siswa menentukan dan menyatakan
pilihanya atau nilai yang dipilihnya dengan diketahui oleh orang lain. Dengan cara
demikian, siswa akan mengetahui sikap orang lain. Dengan cara demikian, siswa
akan mengetahui sikap orang lain (sama atau tidak sama), yang kemudian dapat
dilanjutkan dengan diskusi kelas. Manfaat yang akan didapat siswa dengan cara
ini antara lain: siswa dapat mengetahui bahwa nilai pilihanya cukup meyakinkan,
belajar menghargai sikap/nilai/pendirian orang lain dan nilai yang baik mungkin
tidak hanya satu. Pada teknik urutan prioritas, siswa diminta untuk menentukan
pilihanya berdasarkan beberapa kemungkinan atau prioritas yang dihadapinya.
Siswa menentukan pilihanya tentang urutan prioritas yang, setelah melakukan
pemikiran yang lebih dahulu dan harus dapat menjelaskan alasanya kepada orang
lain.
9. Daftar Atau Matrik
Dinamakan demikian karena instrumen utamanya ialah matrik atau
daftar. Menurut Djahiri (dalam Taniredja dkk, 2011: 90) jenis VCT menggunakan
daftar/ matrik ini meliputi; daftar baik-buruk, daftar tingkat urutan, daftar skala
prioritas, daftar gejala kontinum, daftar penilaian diri, daftar membaca pemikiran
orang lain tentang kita, dan perisai. Dengan penjelasan seperti di bawah ini:
a. Daftar baik-buruk
Daftar baik-buruk merupakan penilaian yang bersifat menilai diri sendiri
(self-evalution) dan sangat baik apabila secara berkala dijadikan instrument atau
alat PR (Pekerjaan rumah). Hal ini penting mengingat bahwa umumnya manusia
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
29
lebih mampu menilai orang laian dan sangat jarang menilai dirinya sendiri. Proses
B-M atau KMB dari VCT jenis ini secara umum seperti berikut. Pada fase
Persiapan, dalam penilaian baik-buruk ini yang digunakan berupa butir-butir soal
yang akan di VCT-kan (minimal butir contoh apabila butir-butir inipun akan
digali bersama siswa-sebaliknya). Butir-butir soal ini berupa hal, keadaan,
perbuatan sehari-hari yang merupakan gubahan atau penerapan butir materi
pelajaran atau target nilai yang akan diajarkan.Pada saat kegiatan belajar
mengajar, daftar/stimulus disampaikan baik secara individual (stensil) maupun
klasikal dengan ditulis di papan tulis. Pengisian butir-butir yang tertautan dengan
tema atau topik yang diajarkan, pengisian jawaban ini dilakukan oleh siswa secara
individual dan disusul oleh pengisisan jawaban kelompok (dimana siswa belajar
menilai pendapat orang lain dengan pendapatnya sendiri). Hasil dari jawaban yang
diberikan oleh siswa kemudian ditulis di papan tulis.
b. Tingkat urutan (rank order)
Tingkat urutan (rank order) merupakan hasil dari penilaian diri sendiri
yang berupa angka yang sesuai dengan penilaian diri sendiri.Semakin besar nilai
yang menjadi pilihan berarti makin tinggi atau makin baik bila bain, dan makin
buruk bila buruk. Dalam setiap butir daftar soal bersifat baik semua atau buruk
semua, sebab VCT yang menggunakan skala nilai per daftar atau perkatagori
bersifat baik semua ataupun buruk semua. Pada setiap kolom keterangan diisi oleh
siswa/kelompok sebagai penjelasan isinya atau alas an pilihan skalanya, skala ini
dibuat ganjil dan tidak genap agar siswa lebih leluasa nenentukan pilihan.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
30
c. Gejala Kontinum dan Penilaian Diri Sendiri
Gejala kontinum merupakan gejala yang bersifat kesinambungan,
misalnya: tidak, belum pernah, kadang kala, sering, selalu, tidak tahu, kurang
tahu,tahu sedikit, yakin, dst. VCT gejala kontinum ini mirip dengan skala
sikap/nilai yang hanya angka digantikan kata-kata tadi. Gejala kontinum ini
biasanya diterapkan dalam pendekatan VCT menilai diri sendiri dengan tema
yang sama dengan VCT rank order. Dalam VCT jenis gejala kontinum ini setiap
jenis soal bisa dibaurkan hal positif dengan hal negatif. Proses gejala kontinum ini
sama seperti skala sikap, karena pada setiap kolom keterangan hendaknya termuat
per item dan bila tidak benar siswa mengungkapkanya pada saat klarifikasi. Agar
dapat membina kejujuran yang lebih baik, sebaiknya dalam gejala kontinum
initidak diminta menuliskan nama. VCT ini mengajak siswa untuk introspeksi
diri. Penggunaan pendekatan VCT dengan gejala kontinum ini tidak perlu
ditanyakan kepada siswa pada saat mengklarifikasi karena VCT model ini hanya
untuk mengukur diri sendiri.
d. Pendekatan VCT Membaca Pemikiran Orang Lain Tentang Diri Kita Sendiri.
VCT ini lebih mempertajam VCT sebelumnya yang bersifat mawas diri
atau instropeksi diri. Jenis VCT ini lebih mempertajam lagi sebab dia belajar
membaca perasaan penilaian orang lain tentang prilaku atau kepribadianya serta
berdialog diri mengapa demikian, dll. Butir pertanyaan yang dibuat dikaitkan
dengan materi yang akan diajarkan. Butir soal yang dibuat dapat bersifat positif
dan negatif dibaurkan dalam satu daftar, dalam setiap kolom penilaiana orang
hindarkan kata-kata yang kurang disukai anak (setiap orang) yang cendetrung
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
31
tidak mau mengisinya, dengan kata lain tidak pernah atau bahkan tidak bisa.
Proses pembelajatan VCT dengan membaca pemikiran orang lain tentang diri kita
sendiri proses penerapan metodenya sama dalam kegiatan belajar mengajar seperti
VCT sebelumnya. Dalam pendekatan ini “kata orang lain” bisa diganti “Ayah,
Bunda, Teman, Guru”, dll. Dari proses klarifikasi umum di kelas maka nilai baik
dan buruk akan terungkap oleh siswa atau oleh guru.
e. Pendekatan VCT Menggunakan Perisai Diri/ Kepribadian.
Pendekatan pembelajaran VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini
cenderung bersifat permainan atau game dan sangat ampuh sebagai alat pekerjaan
rumah atau tindak lanjut yang mengajak anak bermawas diri. Kalau akan
diperiksa guru atau dibahas di kelas maka sebaiknya anak mengisi alat ini tanpa
nama. Item yang diminta harus satu katagori; positif saja atau negatif saja serta
dalam klarifikasi yang sama (satu sila). Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa
bingung. Agar siswa tidak sukar mengisi secara jujur, siswa dibolehkan untuk
tidak mengisi nama pada perisai yang telah disediakan. Pada saat mengisi perisai
hal-hal yang akan dirasakan kelak perlu dipertanyakan kepada para siswa,
misalnya:
1. Apakah anda/ kalian jujur dalam mengisi perisai itu?
2. Bukankah kalian merasakan bahwa yang sukar itu bukan mengisinya
melainkan memilih satu dari sekian banyak?
(memilih dari sekian itu sudah proses belajar!!)
3. Coba kamu jawab sendiri, sebenarnnya yang ada pada dirimu apa/bagaimana?
4. Bagaimana, apakah lebih mudah mengisi ini atau menilai orang lain?
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
32
10. Langkah-Langkah Pembelajaran VCT
Pendekatan VCT menggunakan perisai diri/ kepribadian ini, guru berperan
penting untuk memonitor seluruh kegiatan siswa dari membagi beberapa jenis
kartu sederhana yang bersifat individual dan yang lengkap melalui kelompok
kecil.Selain memonitor, guru juga menjadi fasilitator memberikan kemudahan/
bantuan/ kelancaran kegiatan mereka bila diperlukan. Jangan memberikan
kesalahan siswa berkomunikasi sampai akhir kerja.Setelah tahap klarifikasi
masalah dan pengjuan alasan, kemudian dilakukan penyimpulan dan pengarahan
dan dselanjutnya dilakukan tindak lanjut pengajaran (Djahiri, 1985: 72-73).
Semua pertanyataan itu dilontarkan dengan tempo waktu berfikir dan tidak
perlu dijawab siswa (open ended). Biarkan mereka berproses dan berdialog
sendiri dengan teman-temannya. Berikut ini adalah langkah-langkah kegiatan
belajar mengajar menggunakan pendekatan VCT (Djahiri, 1985: 73-74):
a. Pada fase persiapan, tentukan masalah-masalah yang ingin dipecahkan sesuai
target dan tema/topik dan materi pelajaran, dan siapkan contoh format yang
akan digunakan serta contoh isianya yang tidak lengkap.
b. Pada saat proses belajar mengajar, penjelasan tujuan pengajaran dan kegiatan
belajar mengajar yang akan dilaksanakan (biasakanlah melakukan hal ini setiap
awal jam pelajaran).
c. Kemudian berikan pengantar pokok materi/ permasalahan secara singkat.
d. Berikan peragaan alat dan cara kegiatan belajar mengajar.
e. Dilanjutkan dengan kegiatan belajar siswa ber-VCT.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
33
f. Tahap klarifikasi masalah dan pengajuan alasan (sesuaikan dengan langkah/
nomor dalam items kartu).
g. Tahap penyimpulan dan pengarahan.
h. Tindak lanjut pengajaran.
B. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skill)
Menurut Cholisin (2013) kecakapan kewarganegaraan (Civic skill)
merupakan kecakapan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan,
yang dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang
bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah
kehidupan berbangsa dan bernegara.Kecakapan kewarganegaraan meliputi
kecakapan-kecakapan intelektual (intellectual skills) dan kecakapan partisipasi
(participation skills).
2. Kecakapan Intelektual (Intelektual skill)
Menurut Cholisin (2013) Kecakapan intelektual (intelelectual skill)
merupakan kemampuan membaca dan memahami informasi dan isu yang
ditemukan di media, serta kemampuan mengaktualisasikanya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kecakapan intelektual (intelaktual skill) merupakan suatu yang penting untuk
seorang warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab,
disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.Kecakapan intelektual untuk seorang
warga negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut
sebagai kemampuan berpikir kritis. Kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
34
adalah “identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating,
taking, and defending positions on publik issues”. Selain mengisyaratkan
pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan warga negara dan
masyarakat demokratis juga harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan
partisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah dalam proses politik civil
society. Kecakapan-kecakapan tersebut dapat dikategorikan sebagai interacting,
monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-
kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang
lain. Berinterkasi adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain.
Interkasi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian
juga membangun koalisi-koalisi, dan mengelola konflik dengan cara yang damai
dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan,
mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat
dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi
pengawasan atau watchdog warga negara.
Contoh keterampilan intelektual yaitu keterampilan dalam merespon
berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh
keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas
terjadinya kejahatan yang diketahui.
Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga
negara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai
kemampuan berpikir kritis.The National Standards of Civic and Government dan
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
35
The Civic Framework for 1998 National Assessment of Educational Progress
(NAEPP) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah
“identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking,
and defending positions on publik issues” (Branson, 1998:8).
Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh Civic Education yang
bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk
mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem checks and
balances atau judicial review menunjukan adanya pemahaman. Melihat dengan
jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi
dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga
negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
aktual dalam pola jangka waktu yang lama.
3. Kecakapan Partisipatoris (participatory skills)
Kecakapan Partisipatoris (participatory skills) merupakan keahlian partisipasi
umum, misalnya bertanya, menjawab, berdiskusi, dan membangun koalisi,
negosiasi, dan kompromi. Partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu
publik, kepemimpinan, kelompok mobilisasi, dan komunikasi. Melakukan
simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, berpartisipasi (participatory skills)
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecakapan-kecakapan
kewarganegaraan dapat dibedakan, namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Dan kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi mengisyaratkan pada
kemampuan, proses-proses politik dan pemerintahan, baik proses-proses formal
maupun informal dalam masyarakat.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
36
Komponen yang hendak dikembangkan dalam mencapai tujuan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu warga negara yang cerdas
(memiliki pengetahuan kewarganegaraan), terampil (berfikir kritis dam
berpartisipasi), dan berkatakter (kepada bangsa dan negara, memiliki kebiasaan
berfikir dan bertindak sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945).
Pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan merupakan basis bagi
terbentuknya karakter kewarganegaraan. Karakter kewarganegaraan berisikan
sifat-sifat yang melekat pada diri setiap warga negara dalam melakukan perannya
sebagai warga negara, hal ini akan terbentuk ketika pada dirinya telah terbentuk
pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan (Cholisin, 2003: 2).
Kecakapan-kecakapan kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun
satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Civic Education yang bermutu
memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang
berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu
kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan
seperti hari kemerdekaan.Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk
memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai-
nilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas,
civil society, dan konstitusionalisme.Kemampuan untuk mengidentifikasi bahasa
dan simbol-simbol emosional juga sangat penting bagi seorang warga negara.
Mereka harus mampu menangkap dengan jelas maksud-maksud hakiki dari
bahasa dan simbol-simbol emosional yang digunakan.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
37
Pengembangan dimensi civic skills dilandasi oleh civic knowledge.
Dimensi civic skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan “…the
knowledge and skills required to participate effectively, practical experience in
participation design to foster among students a sense of competence and efficay”,
dan mengembangkan “…an understanding fo the importance of citizen
participation” (Quigley, dkk, 1991:39), yakni pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk berperanserta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman
berperanserta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan
berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya
peran serta aktif warga negara. Untuk dapat berperan serta secara aktif tersebut
diperlukan “a knowledge of the fundamental concepts, history, contemporary
events, issues, and facts related to the matter and capacity to apply this
knowledge to the situation; a disposition to act in accord with the traits of civic
characters; and a commitment to the realization of the fundamental values and
principles” (Quigley, dkk: 1991:39). Yang dimaksud adalah pengetahuan tentang
konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual, dan fakta yang berkaitan
dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu secara
kontekstual, dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak dari warga
negara.
2. Komponen Ketrampilan Intelektual
Menurut Cholisisin (2013), keterampilan kewarganegaraan meliputi:
a. Unsur Ketrampilan Intelektual Warga Negara
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
38
1. Mengidentifikasi (menandai, menunjukan) dibedakan menjadi ketrampilan:
membedakan, mengelompokan/ mengklarifikasikan, menentukan bahwa
sesuatu itu asli.
2. Menggambarkan (memberikan uraian/ilustrasi), misalnya tentang: proses,
lembaga, fungsi, alat, tujuan, kualitas.
3. Menjelaskan (mengklarifikasi/ menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab
terjadinya peristiwa, makna dan pentingnya peristiwa atau ide, alas an
bertindak.
4. Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan, misalnya: unsur-
unsur atau komponen-komponen gagasan (ide), proses politik, institusi-
institusi, konsekuensi dari ide, proses politik, memilah mana cara dengan
tujuan, mana yang merupakan fakta dan pendapat, mana yang merupakan
tanggung jawab pribadi dan mana yang merupakan tanggungjawab publik.
5. Menjelaskan (mengklarifikasi/menafsirkan), misalnya tentang: sebab-sebab
terjadinya peristiwa, makna pentingnya peristiwa atau ide, alasan bertindak.
6. Mengevaluasi pendapat/ posisi: menggunakan kriteria atau standar untuk
membuat keputusan tentang: kekuatan dan kelemahan isu/ pendapat,
menciptakan pendapat baru.
7. Mengambil pendapat/ oposisi: dari hasil seleksi dari berbagai posisi,
membuat pilihan baru.
8. Mempertahankan pendapat/posisi: mengemukakan argumentasi berdasarkan
asumsi atas posisi yang diprtahankan/ diambil/ dibela, merespon posisi yang
tidak disepakati.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
39
3. Komponen ketrampilan Partisipasi
Menurut Cholisisn (2013), Unsur Ketrampilan Partisipasi warga negara
meliputi:
a. Unsur Ketrampilan Partisipasi Warga Negara
1. Berinteraksi terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik,
yang termasuk dalam ketrampilan ini, antara lain: bertanya, menjawab,
berdiskusi dengan sopan santun, menjelaskan artikulasi kepentingan,
membangun koalisi, negosiasi, kompromi, mengelola konflik secara damai,
mencari konsensus.
2. Memantau/ memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam
persoalan-persoalan publik, yang termasuk ketrampilan ini antara lain:
menggunakan segala sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar.
Internet, TV, dan lain-lain untuk mengetahui persoalan publik, upaya
mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok
kepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya,
dengan menghadiri berbagai pertemuan publik, seperti: organisasi pertemuan
siswa, komite sekolah, pertemuan desa (BPD), pertemuan wali kota, LSM,
dan organisasi kemasyarakatan lainya.
3. Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun
informal yang termasuk ketrampilan ini antara lain: melakukan simulasi
tentang kegiatan kampanye, pemilu, dengar pendapat DPR/ DPRD,
pertemuan wali kota, lobby, peradilan; memberikan suara dalam suatu
pemilihan; membuat petisi; memlakukan pembicaraan/ memberi kesaksian
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
40
dihadapan lembaga publik; bergabung/ bekerja dalam lembaga advokasi
untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain; meminta atau
menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.
4. Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa:
Menurut Cholisisn (2013), Unsur Kecakapan kewarganegaraan bagi siswa,
meliputi:
1. Religius
Pemikiran, perkataan dan perbuatan, seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan / atau ajaran agamanya. Indikatornya:
memberi salam, berdoa sertiap mengawali kegiatan/ melaksanakan tugas;
menghormati setiap sikap, tindakan dan kebijaksaan untuk melaksanakan nilai-
nilai ketuhanan atau nilai agamanya; menolak sikap, tindakan atau kebijakan yang
menyimpang atau menodai agama; tawakal.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang dapat dipetrcaya dalam perkataan, tidakan dan pekerjaan, baik terdapat diri
dan pihak lain. Indikatornya: berkata secara benar atau suatu dengan fakta;
bertindak berdasarkan prinsip yang diyakininya/hati nurani atau norma-norma
social yang berlaku; bekerja berdasarkan mandate atau kewenangan yang dimiliki.
4. Cerdas
Pikiran dan perilaku yang berupa reksi yang cepat dan akurat terhadap
pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang bdilmiliki telah
siap dipakai apabila dihadapkan dan pada fakta atau kondisi baru.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
41
5. Tangguh
Sikap dan perilaku pantang menyerah/ tidak mudah putus asa dalam
menghadapiberbagai kesulitan yang melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga
mampu mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang menjadi tugasnya atau yang
diinginkanya, juga kuat terhadap pendirinya, ketika kata hati
menuntunya.Indikatornya sikap dan perilaku menyerah atau tidak mudah putus
asa dalam menghadapi berbagai kesulitan dan melaksanakan kegiatan atau tugas;
mampu mengatasi dan berhasil mengatasi dan berhasil meraih tujuan yang
menjasi tugasnya atau yang diinginkanya; berpendirian kuat berdasarkan hati
nurani.
6. Peduli
Sikap dan perilaku yang berupa perhatian (simpati, empati) dan
memberikan kesediaan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan kepada
orang lain atau kelompok agar kehidupannya lebih baik, khususnya bagi mereka
yang tidak beruntung atau menghadapi masalah-masalah publik (kelaparan,
kekuarangan air minum, korban pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan,dsb.)
Indikatornya: Sikap simpati dan empati bagi orang lain atau kelompok yang
kurang beruntung dalam kehidupannya; Memberikan bantuan sesuai dengan
kemampuan baik secara fisik, mental dan finasial terhadap orang lain atau
kelompok yang kurang beruntung dalam kehidupannya.
7. Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain baik dalam kehidupan politik, ekonomi dan
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
42
sosial.Indikatornya: mengemukakan pendapat sendiri; memaparkan suatu
informasi yang penting kepada khalayak umum; menilai kritis pendapat orang
lain; bersedia melakukan koalisi, negoisasi, kompromi, dan konsensus
(musyawarah untuk
mufakat); bersikap hangat dan mau kerjasama terhadap orang atau kelompok lain;
berpikir terbuka (mau menerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun
berbeda); emosinya terkendali(misalnya: menghindari argumentasi yang
bermusuhan,
sewenang-wenang dan tidak masuk akal); toleran terhadap ketidak pastian (
ketidak cukupan informasi atau ketegangan nilai); berpartisipasi aktif dalam
memecahkan masalah-masalah publik (termasuk aktif dalam kegiatan sekolah);
menyerasikan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum.
8. Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi,dan politik bangsanya. Dalam nasionalisme berarti ada
pengahayatan dan kepedulian serta turut bertanggung jawab atas semua masalah
Negara – Bangsa; dengan perkataan lain, memperlakukan dan menyikapi suka
duka kolektif (nasional) sebagai keprihatinan pribadi (individual), dan siap sedia
membela Negara – Bangsa. Indikatornya: Berbahasa Indonesia secara lisan dan
tulisan yang baik misalnya: mengemukakan mengemukan pendapat (kritik sosial
dan kontrol sosial) dan menulis surat kepada pejabat publik atau surat pembaca
dalam suarat kabar dengan bahasa Indonesia yang baik; Memiliki rasa setia
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
43
kawan terhadap sesama anak bangsa ; Kemandirian dalam mengolah SDA
(membuat biopori, menanam pohon, membuat kerajinan tangan berdasarkan
bahan dari lingkungan sekitar, dsb); Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
dan keseniaan di daerah masing-masing maupun nasional (misalnya: memakai
pakaian tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah, dsb.); Kemandirian dalam
berekonomi (menabung, lebih mengutamakan memakai produk lokal baik dalam
hal pakaian, makanan dan alat-alat kebutuhan belajar yang lain, dsb); Memelihara
dan mengembangkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika
(misalnya: melakukan upacara bendera, hari-hari besar nasional,
menyanyikanlagu-lagu kebangsaan, dsb.).
9. Patuh pada aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan
masyarakat dan kepentingan umum.Indikatornya: menghormati hukum dan norma
yang lain (mematuhi hukum dan norma yang lain bahkan ketika ia tidak
menyepakatinya); berpartisipasi aktif melakukan tindakan dengan cara-cara damai
dan legal untuk mengubah hukum yang tidak arif dan adil( hukum yang
diskriminatif pincang/tidak seimbang dan merampas hak/dzalim).
10. Sadar akan hak dan kewajiban orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak
diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
Mencakup dalam pengetian ini menghormati hak orang lain bahwa mereka
memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan (untuk posisi memerintah
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
44
dan posisi diperintah) dan sama di mata hukum (equality before the law), dan
dalam kemerdekaan mengeluarkan pendapat.
11. Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, social dan budaya), negara dan Tuhan YME. Indikatornya:
Bertanggungjawab secara moral, misalnya merasa malu (shame culture) dan
merasa bersalah (guilt culture) yang diikuti dengan selalu bersedia meminta maaf,
melakukankebaikan dan tidak mengulangi lagi perbuatannya;
Bertanggungjawab atas dasar pertimbangan kepercayaan
publik/masyarakat (politis),misalnya bersedia memberikan informasi secara
terbuka tentang tugas yang dilakukan dan bersedia mengundurkan diri jika hal itu
merupakan jalan keluar yang terbaik bagi kepentingan umum; Bertanggungjawab
secara hukum, misalnya bersedia dikenai sanksi hukum yang berlaku apabila telah
terbukti melanggar peraturan; Bertanggungjawab dalam konteks lingkungan,
misalnya yang dilakukan tidak berakibat merusak lingkungan alam sekitarnya,
misalnya: polusi, pencemaran lingkungan dsb.
12. Berfikir kreatif, logis dan inivatif.
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
Indikatornya: Memaparkan pendapat didasarkan pada fakta empiris; Menunjukkan
kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu baik berupa kritik sosial (dalam rangka
mempengaruhi pendapat umum) maupun kontrol sosial (dalam rangka meluruskan
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
45
dari penyimpangan terhadap norma-norma sosial untuk mewujudkan ketertiban
dan keharmonisan sosial); Memaparkan cara atau hasil baru dan mutakhir dari apa
yang telah dimiliki.
5. Kecakapan Kewarganegaraan bagi Masyarakat:
Menurut Cholisisn (2013), Kecakapan Kewarganegaraan bagi masyarakat,
meliputi:
a. Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri)
Karakter ini merupakan kepatuhan secara suka rela terhadap peraturan yang
berlaku dan bertanggung jawab atas konsekuensi yang timbul dari perbuatnya
serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokratis.
b. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu, misalnya
mendengarkan pendapat orang lain, perilaku santun (bersikap sopan),
menghormati hak dan kepentingan sesama warga negara, mematuhi prinsip
atau mayoritas, namun tetap menghargai hak minoritas untuk berbeda
pendapat.
c. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan
efektif. Karakter ini menghendaki pemilikan informasi yang luas sebelum
memberikan suara (voting) atau partisipasi dalam debat publik , keterlibatan
dalan diskusi yang santun dan serius dan memegang kendali kepemimpinan
yang sesuai, juga mengkendaki kemampuan membuat evaluasi kapan saatnya
kepentingan pribadi sebagai warganegara dikesampingkan bagi kepentingan
umum dan kapan seseorang karena kewajibanya atau prinsip-prinsip
konstitusional untuk menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
46
Sifat-sifat warga negara yang dapat menunjang karakter berpartisipasi dalam
urusan-urusan kewarganegaraan (publik) diantaranya:
1. Keberadaan (civility), yang termasuk sifat ini antara lain: menghormati
orang lain, menghormati pendapat orang lain mesti tidak sependapat,
mendengarkan pandangan orang lain, menghindari argumentasi yang
bermusuhan, sewenang-wenang, emosional, dan tidak masuk akal.
2. Menghormati orang lain, misalnya: menghormati orang lain bahwa mereka
memiliki suara yang sama dalam pemerintahan dan sama di mata hukum,
menghormati hak orang lain untuk memegang dan menganjurkan gagasan
yang bgermacam dan bekerja sama dalam suatu asosiasi untuk memajukan
pendapat mereka.
3. Jujur, berkemauan untuk memelihara dan mengekspresikan kebenaran.
4. Berfikiran terbuka yaitu, mempertimbangkan pendapat orang lain.
5. Berfikir kritis, yaitu kehendak hati untuk menanyakan
keabsahan/kebenaran berbagai macam posisi juga posisi dirinya.
6. Bersedia melakukan negosiasi dan berkompromi, yaitu kesediaan untuk
membuat kesepakatan untuk orang lain meskipun terdapat perbedaan yang
sangat tajam/mendalam, sejauh hal itu dinilai rasional dan adanya
pembenaran secara moral untuk melakukanya.
7. Ulet/ tidak mudah putus asa, yaitu kemauan untuk berulang-ulang untuk
meraih suatu tujuan.
8. Berpikiran kewarganegaraan, yaitu memiliki perhatian dan kepedulian
terhadap urusan-urusan publik atau kemasyarakatan.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
47
9. Keharuan/ memiliki perasaan kasihan, yaitu mempunyai kepedulian agar
orang lain hidupnya lebih baik, khususnya untuk mereka yang kurang
beruntung.
10. Patriotisme, yaitu memiliki memiliki loyalitas terhadap nilai-nilai
demokrasi konstitusi.
11. Keteguhan hati, kekuatan untuk tetap pendirianya ketika kata hati
menunutunya.
C. Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Menurut Kranenburg, demokrasi terbentuk dari dua kata Yunani, yaitu
demos (rakyat) dan Kratein (memerintah) yang maknaya (cara memerintah oleh
rakyat). Prof. Mr. Koenjoro Poerbabpranoto menyatakan demokrasi adalah suatu
negara yang memerintahnya dipegang oleh rakyat, maksudnya: suatu sistem
diman rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan negara. Sedangkan menurut
Abrahan Lincoln. Demokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat
mendapatkan kedudukan penting karena membutuhkan memegang kedaulatan.
2. Macam-macam Demokrasi
Dilihat atas dasar carapenyampaian pendapat demokrasi menurut Maftuh
(2007: 2) terbagi dalam:
a. Demokrasi langsung
Dalam demokrasi langsung seluruh rakyat diikutsertakan dalam
prosespengambilan keputusan atau kebijakan pemerintah.Demokrasi
langsung ini hanya bisa dilakukan jika penduduk suatu negara tidak terlalu
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
48
banyak. Contoh demokrasi langsung adalah demokrasi yang diterapkan di
negara-negara kota (police atau city state) di jaman Yunani Kuno ketika
semua rakyat yang merdeka mengemukakan pendapatnya secara langsung
dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah.
b. Demokrasi tidak langsung (demokrasi perwakilan)
Demokrasi ini rakyat memiliki wakil-wakilnya dalam suatu pemilihan umum
untuk duduk dalam sebuah lembaga perwakilan rakyat. Wakil-wakil rakyat
inilah yang akan menyampaikan aspirasi atau pendapat rakyat dalam suatu
proses pengambilan keputusan pemerintah. Pada saat ini hamper semua
negara di dunia menjalankan demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan, karena jumlah rakyat pada kebanyakan negara saat ini sangat
banyak, sehingga tidak mungkin semuanya berkumpul bersama untuk
menentuka keputusan atau kebijakan pemerintah.
c. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat.
Demokrasi seperti ini merupakan campuran dari demokrasi langsung dan
demokrasi perwakilan.Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam
lembaga perwakilan rakyat. Dalam menjakankan tugasnya para wakil rakyat
diawasi oleh seluruh rakyat melalui referendum (pemungutan suara untuk
mengetahui pendapat rakyat secara langsung). Dengan demikian tugas wakil
rakyat atau legislatif tersebut berada di bawah penguasaan seluruh rakyat.
Miriam Budiardjo (dalam Maftuh dkk, 2007: 3) mengklarifikasikan
adanya dua macam demokrasi yang diterapkan oleh berbagai negara, yaitu
demokrasi konstitusional dan demokrasi rakyat.Klarifikasi menurut Miriam
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
49
Budiardjo ini terutama dilihat dari perbedaan idiologi yang dianut oleh suatu
negara.
a. Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional berawal dari gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak bertindak
sewenag-wenang terhadap warga negaranya.Pembatasan-pembatasan atas
kekuasaan pemerintah tersebut tercantum dalam konstitusi.Oleh karena itu,
demokrasi konstitusi sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi.
Demokrasi konstitusional banyak diterapkan di berbagai negara dengan
dengan berbagai variasi, misalnya dengan nama demokrasi liberal yang banyak
diterapkan di negara-negara barat. Demokrasi liberal memberikan kebebasan yang
luas pada individu.Campur tangan pemerintah diminimalkan, bahkan
ditolak.Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyat dihindari.
b. Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat merupakan tipe demokrasi yang lebih mendasarkan dari
pada idiologi komunisme.Tipe demokrasi ini banyak dianut oleh negara-negara
komunis seperti RRC, Korea Utara, Kuba, dan sebagainya.Demokrasi rakyat ini
mempunyai tujuan mensejahterakan rakyat.Negara yang dibentuk tidak mengenal
perbedaan kelas.Semua warga negara mempunyai kesamaan dalam hukum dan
politik.Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat adalah bentuk hkusus
demokrasi yang memenuhi fungsi diktatur ploretarian.Namun demikian, dalam
prakteknya dalam demokrasi rakyat yang memiliki kekuasaan yang kuat justru
negara, sedangkan rakyat tidah memiliki kekuasaan.Rakyat harus tunduk pada
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
50
kekuasaan negara.Oleh karena itulah maka para pendukung Demokrasi
Konstitusional memandang bahwa tipe Demokrasi Rakyat ini di anggap tidak
demokratis.
Menurut Kant dan Sahl (dalam Budiardjo, 1989), ada empat unsur
Rechstaats atau negara hukum, yaitu:
a. Hak-hak Asasi Manusia.
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan.
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
3. Pilar-Pilar Demokrasi
Ada berbagai pendapat dari para ahli tentang pilar-pilar demokrasi dengan
berbagai istilah yang digunakanya. Pendapat para ahli tersebut banyak yang
memiliki hakikatnya saling melengkapi. Misalnya, Zamroni (dalam Maftuh dkk,
2007: 7) menyatakan bahwa demokrasi akan tumbuh dan kokoh bila dikalangan
masyarakat tumbuh kultur-kultur dan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut:
a. Toleransi
b. Bebas mengemukakan pendapat dan menghormati perbedaan pendapat
c. Memahami keanekaragaan dalam masyarakat
d. Terbuka dalam berkomunikasi
e. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan
f. Percaya diri atau tidak tergantung pada orang lain
g. Saling menghargai
h. Mampu mengekang diri
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
51
i. Kebersamaan yang seimbang
Selanjutnya Alamudi (dalam Maftuh dkk, 2007: 3) mengemukakan adanya 11
(sebelas) soko guru demokrasi, yaitu sebagai berikut:
1) Kedaulatan rakyat
2) Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang di pemerintah
3) Kekuasaan mayoritas
4) Hak-hak minoritas
5) Jaminan Hak Asasi Manusia
6) Pemilihan yang bebas dan jujur
7) Persamaan di depan hukum
8) Proses hukum yang wajar
9) Pembatasan pemerintah secara konstitusi
10) Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
11) Nilai-nilai toleransi, pragmatism, kerjasama dan mufakat.
Sementara itu,Asshiddieqie (dalam Maftuh dkk, 2007: 3) mengemukakan
adanya 12 (dua belas) prinsip negara hukum yang menyangga kehidupan sebuah
negara demokratis, yaitu sebagai berikut:
1. Supermasi hukum (supremacy of law).
2. Persamaan dalam hukum (equality before the law).
3. Asas legalitas (due process of law).
4. Pembatasan kekuasaan.
5. Organ-organ eksekutif independen.
6. Peradilan bebas dan tidak memihak.
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
52
7. Peradilan tata usaha negara.
8. Peradilan tata negara (constutional court).
9. Perlindungan hak asasi manusia.
10. Bersifat demokratis (demokratishe rechtsstaat).
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare
rechtsstaat).
D. Hipotesis
Penelitian ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa Penggunaan Pendekatan
Pembelajaran Value Clarification Technique dengan daftar/matrik dapat
meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa pada materi demokrasi.Yang
didalamya juga meningkatkan kecakapan intelektual dan kecakapan partisipatoris
siswa.
Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti merumuskan hipotesis bahwa
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Value Clarification Technique dengan
daftar/matrikdapat meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa pada materi
demokrasi.
Dengan pembatasan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kecakapan intelektual siswa (intellectual skill) pada
materi demokrasi antara kelas yang menggunakan pendekatan pembelajaran
VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang menggunakan metode
konvensional antara kelas kontrol dan kelas eksperimen?
2. Terdapat perbedaan kecakapan partisipatoris siswa (participatoris skill)
pada materi demokrasi antara kelas yang menggunakan pendekatan
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013
53
pembelajaran VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang
menggunakan metode konvensional antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen?
4. Terdapat perbedaan kecakapan kewarganegaraan siswa (civic skill) pada
materi demokrasi antara kelas yang menggunakan pendekatan pembelajaran
VCT menggunakan bagan/matrik dengan kelas yang menggunakan metode
konvensional antara kelas kontrol dan kelas eksperimen?
Penggunaan Pendekatan Pembelajaran..., Titi Indrawati, FKIP UMP, 2013