18
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Amanat Kejujuran 1. Amanat Dalam kamus istilah sastra dinyatakan bahwa amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengarnya lewat karyanya (Sudjiman, 1986:5). Amanat merupakan bagian keseluruhan dialog dan pokok cerita. Sebuah karya sastra ada kalanya dapat memberikan suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit atau secara eksplesit. Implicit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tinkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplesit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran peringatan, nasehat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1986:24). Pendapat di atas hampir mirip dengan apa yang dikatakan oleh Esten (2000:22-23) menyatakan amanat merupakan pemecahan peroalan yang terkandung dalam tema yang menyebutkan amanat merupakan unsur yang dominan dalam sebuah cerita dan memberikan arti kepada seluruh cerita di dalamnya. Hal ini tentunya dapat terlihat melalui pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplesit (terang-terangan) dan dapat pula secara implisit (tersirat). Bahkan ada amanat yang tidak tamat sama sekali.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Amanat Kejujuran 1. …eprints.umm.ac.id/37537/3/jiptummpp-gdl-nurandriya-51304-3-babii.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Konsep Amanat Kejujuran

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Amanat Kejujuran

1. Amanat

Dalam kamus istilah sastra dinyatakan bahwa amanat adalah pesan yang

disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengarnya lewat karyanya

(Sudjiman, 1986:5). Amanat merupakan bagian keseluruhan dialog dan pokok

cerita. Sebuah karya sastra ada kalanya dapat memberikan suatu ajaran moral,

atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat pada sebuah

karya sastra secara implisit atau secara eksplesit. Implicit, jika jalan keluar atau

ajaran moral itu disiratkan dalam tinkah laku tokoh menjelang cerita berakhir.

Eksplesit, jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan,

saran peringatan, nasehat, anjuran, larangan dan sebagainya berkenaan dengan

gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1986:24).

Pendapat di atas hampir mirip dengan apa yang dikatakan oleh Esten

(2000:22-23) menyatakan amanat merupakan pemecahan peroalan yang

terkandung dalam tema yang menyebutkan amanat merupakan unsur yang

dominan dalam sebuah cerita dan memberikan arti kepada seluruh cerita di

dalamnya. Hal ini tentunya dapat terlihat melalui pandangan hidup dan cita-cita

pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplesit (terang-terangan) dan

dapat pula secara implisit (tersirat). Bahkan ada amanat yang tidak tamat sama

sekali.

12

2. Kejujuran

Kejujuran adalah sifat yang melekat dalam diri seseorang dan merupakan

hal penting untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Tabroni

Rusyan, arti jujur dalam bahasa arab merupakan terjemahan dari kata shidiq yang

artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan

perbuatan sesuai dengan kebenaran jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji.

Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai

dengan kenyataan.

Kejujuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonseia berasal dari kata

“jujur” yang mendapat imbuhan ke-an yang artinya lurus hati, tidak berbohong,

tidak curang, tulus atau iklas. Dapat disimpulkan bahwa kejujuran adalah suatu

pernyataan atau tindakan yang sesuai dengan faktanya sehingga dapat dipercaya

dan memberikan pengaruh bagi kesuksesan seseorang. Kejujuran itu ada pada

ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu

perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batiknya.

Jujur jika diartikan secara baku adalah mengakui, berkata atau

memberikan suatu informasi yang sesui dengan kenyataan dan kebenaran. Dalam

kamus bahasa Indonesia, kata jujur berarti tidak bohong, lurus hati, dapat

dipercaya kata-katanya, tidak khianat. Jika seseorang berkata tidak sesuai dengan

kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai dengan apa

adanya, maka orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu, mungkir,

berbohong, munafik dan sebagainya. Jujur adalah karakter yang berarti berani

manyatakan keyakinan pribadi menjukkan siapa dirinya Albert(dalam

Aladin, 2014:23)

13

Sesuai kitan suci Al-Qur‟an pengertian “jujur” terkadang dalam surat Al-

Maaidah (8):

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu

menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan

janganlah sekali-kali kebenaranmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

taqwa, Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allahs Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Berdasarkan definisi di atas maka pengertian jujur (kejujuran) akan tercermin

dalam perilaku yang diikuti dengan hati yang lurus (ikhlas), berbicara sesuai

dengan kanyataan salah satu unsure kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta

kepribadian.

Menurut Albert (dalam Aladin, 2014:24) tujuan utama sebuah pendidikan

adalah membentuk kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama dan

kunci menuju keberhasilan. Melalui kejujuran kita dapat mempelajari, memahami,

dan mengerti tentang keseimbangan keharmonisan. Adapun macam-macam

kejujuran yaitu jujur terhadap peran pribadi, jujur terhadap hak dan tanggung

jawab, jujur terhadap tatanan yang ada, jujur terhadap berpikir, bersikap dan

bertindak. Kecurangan adalah sebuah bentuk ketidak jujuran yang acap kali terjadi

dalam kehidupan. Bila kejujuran sudah hilang, maka kekacauan dan

ketidakharmonisan akan menguasai situasi. Yang ada hanya rekayasa dan

manupulasi, penyerobotan hak, penindasan, dan sebagainya.

3. Jenis-jenis kejujuran

Ada beberapa bentuk atau macam kejujuran yang harus senantiasa

dilakukan oleh seorang, baik muslim atau bukan. Jujur adalah sesuatu yang sangat

penting dalam kehidupan kita. Adapun bentu, macam, dan aneka pengelompokan

14

kejujuran. Menurut yunahas Ilyas dalam (Aladin 2014:24) dipergunakan lima

makna yaitu sebagai berikut:

a. Jujur dalam Hati (Shidqu al-qalb)

Jujur dalam hati yaitu menghiasi hati dengan iman kepada Allah,

sehingga akan bersih dari hati yang kotor. Hati yang jujura akan tercermin

dalam niat yang tulus dan iklas.

b. Jujur dalam Perkataan (Shidqu al-qaul)

Jujur dalam perkataan berarti bahwa segala yang disampaikan,

pertanyaan yang diajukan, dan jawaban yang berikan, sematamata adalah

kebenaran. Orang yang jujur dalam perkataan akan dipercaya oleh siapa

saja.

c. Jujur dalam Perbuatan dan Pergaulan (Shidqu al-amal)

Jujur dalam perbuatan yaitu segala prilakunya sesuai dengan syariat

islam. Orang yang memiliki sifat ini, tidak menipu, tidak memalsu dan tidak

berkhianat, serta dalam berbuat baik tidak pernah mengharap balasan,

kecuali dari Allah.

d. Jujur dalam Kemauan (Shidqu al-,azam)

orang yang memiliki sifat jujur dalam kemauan, sebelum

melakukan tindakan akan dilakukan terlebih dahulu penilaian dan

pertimbangan, kemudian diputuskan dan diniatkan untuk melakukan

perbuatan tersebut. Jadi, kemauan tersebut dimantapkan setelah diyakini

benar manfaatnya. Setelah itu orang tersebut tidak terpengaruh oleh suara-

suara orang lain yang mengomentarinya.

15

e. Jujur dalam Kenyataan Hidup (Shidqu al-hal)

Jujur dalam kenyataan hidup yaitu bersikap apa adanya, dalam

berbuat dan berkata kapanpun dan dimanapun, tidak menambahnambah

atau mengurangi karunia Allah yang diberikan kepadanya. Jadi tidak perlu

merasa malu kalau mungkin ada kekurangan dalam diri kita dan tidak

perlu mencoba mengubahnya dengan segala upaya agar tidak terlihat oleh

orang lain.

Oemar Bakri dalam bukunya Akhlak Muslim, menjelaskan bahwa

kejujuran dibagi menjadi empat jenis. Semua jenis kejujuran tersebut

saling terkait dan berhubungan satu sama lain. Keempat jenis kejujuran

tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Jujur dalam berpikir

Jujur dalam berpikir yaitu menjalankan hasil pemikiran dengan jujur,

tidak dipengaruhi oleh rasa takut, sombong, sehingga pikiran yang murni

itu dirubah atau disembunyikan dalam perbuatan.

b. Jujur dalam perkataan (ucapan)

Jujur dalam perkataan ialah mengatakan apa yang sebenarnya

dan berterus terang. Kebenaran yang disampaikan dapat berupa peristiwa

yang terjadi, sesuatu yang didengarl, dan sesuatu yang ada dalam pikiran.

c. Jujur dalam perbuatan

Jujur dalam amal perbuatan berarti tidak bersifat munafik, yaitu

lain di hati, lain pula dalam perkataan dan perbuatan.

16

d. Jujur dalam pergaulan

Jujur dalam pergaulan ialah berkata dan berbuat benar kepada

setiap orang dalam hidup bermasyarakat. Hubungan antara sesama

manusia di dunia ini hendaknya selalu dilandasi dengan sikap kejujuran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis kejujuran

pada dasarnya mempunyai kesamaan yaitu mempunyai dasar kesamaan

yaitu mempunyai dasar kebenaran dan kesesuaian antara yang dilakukan,

diucapkan dan yang terdapat dalam hati.

B. Konsep Novel

1. Pengertian novel

Novel dari bahasa italia novella, yang dalam bahasa jerman novella, dan

dalam bahasa yunani novellus. Kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel.

Dewasa ini istilah novella dan novella mengandung pengertian yang dengan

istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.

Novel merupakan sebuah karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek

kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Nurgiyantoro,

1995:9).

Danesi (2004: 178-179) menyebutkan bahwa novel menjadi bentuk narasi

yang dominan dan paling popular pada abad ke-18 dan ke-19, pada saat semakin

banyak penulis yang mendedikasikan hidupnya pada seni. Novel menjadi lebih

nyata secara psikologi, menceritakan dan seringkali mengungkapkan satir

terhadap moral dan kehidupan pada masa tersebut. Pada masa yang sama, novel

17

menciptakan genrenya sendiri, mencangkup novel didaktik, yang menurut teori

pendidikan dan politik dieksplorasi, serta novel Gothik yang bertujuan menakuti

para pembaca melalui penggambaran kejadian-kejadian supranatural yang aneh.

John Locke dalam (Priyatno, 2010:124) menekankan pentingnya belajar dari

pengalaman merupakan ajaran baru yang berkembang pada masa itu. Akibat

timbulnya pembaca karya sastra dari kalangan pengusaha, pedagang, serta

golongan menengah yang kurang menyukai puisi dan drama yang dianggapnya

kurang realistis yang masuk akal dari hidup ini. Mereka ingin membaca tentang

kehidupan orang-orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya, bukan

lagi mengenai pahlawan khayal yang gagah perkasa, atau penjahat ulung yang

licik, atau kehidupan raja-raja yang penuh pesona seperti puisi dan drama selama

ini. Mereka ingin melihat kenyataan hidup sehari-hari yang nyata dan juga dialami

oleh sesama mereka.

Novel seringkali digunakan untuk wadah proses kreatif pengarang

menyajikan imajinasinya dalam sebuah paragraf narasi. Cerita yang disajikan

dapat berubah kisah nyata yang kemudian diolah ataupun kisah khayalan

pengarang. Novel dan pengarang memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini terlihat

jika seorang pengarang tidak jarang menjadi tokoh yang diceritakan dalam novel.

Novel merupakan tipe narasi yang berpengaruh dalam sejarah manusia

ataupun kehidupan manusia. Dengan adanya novel, maka manusia akan

mempelajari tentang moral atau kehidupan yang dibeberkan dalam cerita narasi.

Dalam novel, tidak hanya cerita-cerita fiktif yang dapat dipelajari. Akan tetapi

melalui novel seseorang dapat menemukan jati diri ataupun sejarah tentang

manusia itu sendiri. Pesan-pesan yang disampaikan dalam cerita narasi dapat

18

mewakili pesan pengarang terhadap pembaca. Karakter yang ada pada novel

merupakan ciptaan dari pengarang yang bertujuan untuk menggugah pembaca

dalam memahami dan menafsirkan cerita. Pengaruh akan terpengaruh dengan

penceritaan yang dibeberkan pengarang dalam cerita narasinya. Dengan

sendirinya masyarakat atau pembaca akan terbawa perasaannya dalam pembacaan

sebuah karya sastra khususnya novel.

2. Unsur Pembangun Novel

Sehubungan dengan penciptaan novel, tidak lepas dengan sesuatu yang

terkandung di dalamnya. Dalam sebuah novel terdapat unsure-unsur yang

membangunnya. Adapun unsur-unsur yang dimaksud yaitu unsur intrinsik dan

ekstrinsik.

Unsur intrinsik dikatakan sebagai unsur yang membangun karya sastra dari

dalam. Menurut Nurgiyantoro (2013:23) unsur intrinsik adalah unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri, yang secara langsung turut serta membangun

cerita. Kepaduan antar sebagia unsure intrinsik inilah yang membangun novel

terwujud.

Unsur intrinsik pada novel meliputi tema, penokohan, alur, dan amanat.

Adapun untuk lebih jelasnya lagi yaitu sebagai berikut:

a. Tokoh/Penokohan

Membicarakan sebuah fiksi, tidak dapat terlepas dari istilah seperti tokoh

dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakteristik. Istilah

tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku cerita. Watak , perwatakan dan

karakter menjunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh

19

pembaca, lebih menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak

tertentu dalam sebuah ceita (Nurgiyantoro, 2010:264-165).

Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan

sehari-hari, selalu di emban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang

mengembang perisriwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin

suatu cerita tersebut dengan tokoh. Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan

unsure penting yang menghidupkan cerita. Kehadiran tokoh dalam cerita

berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini tokoh berperan membuat

konflik dalam sebuah cerita rekaan (Nurgiyantoro, 2010:164). Pembicaraan dalam

cerita rekaan tidak dapat dilepaskan hubungannya denga tokoh, istilah „tokoh‟

menunjukan pelaku dalam cerita sedangkan „penokohan‟ menunjukkan pada sifat,

watak atau karakter yang melingkupi dari tokoh yang ada.

Bulton dalam Aminnudin (2011:79) mengungapkan bahwa cara pengarang

menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagi macam. Mungkin

pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi,

pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya,

maupun pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh mahluk lain yang diberi sifat

seperti manusia, misalnya kuncil, kucing, sepatu, dan lain-lainnya.

Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari di

sekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Tokoh berkaitan dengan orang

atau seseorang sehingga perlu penggambarang yang jelas tentang tokoh tersebut

20

(Nurgiyantoro, 2010:173). Jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut.

Berdasarkan segi peranan atau tingkatnya ada dua jenis, yaitu:

1) Tokoh utama

Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel

dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan. Tokoh utama

umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh

pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita anda juga dapat menentukan siapa

tokoh utamanya. Misalnya jika terdapat cerita judul Siti Nurbaya, maling

Kundang, dan lain-lainnya. Maka anda akan dapat segera dapat menentukan

bahwa tokoh yang namanya diangkat sebagai judul cerita itu merupakan tokoh

utama, sementara tokoh-tokoh lain yang memiliki hubungan penting denga tokoh

itu juga dapat ditentukan sebagai tokoh utama.

2) Tokoh tambahan

Tokoh tambahan yaitu tokoh yang pemunculannya lebih sedikit dan

kehadirannya jika hanya keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau

tidak langsung, dan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.

Sedangkan berdasarkan segi fungsi penempilan tokoh juga terbagi menjadi

tiga, yaitu:

a) Protagonis

Tokoh protagonis yaitu tokoh yang merupakan perwujudan nilai-nilai yang

ideal bagi pembaca. pelaku protagonis memiliki watak yang baik sehingga

disenangi oleh pembaca.

21

b) Antargonis

Tokoh antargonis pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki

watak yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca. Tokoh

antargonis merupakan tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik.

c) Figuran

Figuran yaitu tokoh yang pemunculnnya lebih sedikit dan kehadirannya jika

hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung atau tidak

langsung, dan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya (Aminudin,

2011:79).

Peran pegarang memang luar biasa dalam pengenala dan penciptaan tokoh.

Seperti yang diungkapkan Wellek dan Warren (1990:83) bahwa sastrawan

terutama pengarang itu adalah pelamun yang diterima masyarakat. Pengarang

tidak pernah merubah kepribadiannya, dan yang diubah adalah publikasi

lamunannya. Hadirnya tokoh dalam sebuah cerita bukan tanpa pertimbangan.

Pengarang selalu menyesuaikan dengan keadaan sekitar tokoh dan bagaimana

budaya yang melingkupi tokoh. Staton (dalam Nurgiyantoro, 2010:247)

menegaskan bahwa dalam penggunaan istilah karekter atau penokohan sendiri

dalam berbagai bahasa inggris mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu

sebagai tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap ketertarikan, keinginan,

emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh tersebut.

Penokohan adalah penghadiran tokoh utama dalam cerita fiksi (novel)

dengan cara langsung atai tidak langsung dan memngundang pembaca untuk

menafsirkan kulitas dirinya lewat kata dan tindakannya. Adanya karakterisasi

tersebut, pembaca bias menjadi penentu, apakah yang dilakukan tokoh dalam

22

cerita tersebut baik atau buruk. Tak ubahnya sebuah lakon, karakterisasi atau

penokohan menjadi salah satu kunci untuk tindak lanjut hal yang harus dilakukan

tokoh utama.

b. Latar/Setting

Menurut Aminudin, 2011:67 seting adalah latar suatu peristiwa dalam karya

fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwah, serta memiliki fungsi fisikal

dan fungsi spikologis.

Tahap awal karya fiksi, pada umumnya beris tentang penyituasian,

penyesuaian, dan pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan.

Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana,

tempat, mungkin juga hubungan waktu. Tahap awal suatu cerita fiksi umumnya

berupa pengenalan tokoh, tempat dan waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti

jika pengenalan hanya dilakukan di awal cerita. Pengenalan juga bisa hadir di

berbagai tahap lain sesuai alur cerita. Hadirnya latar dalam sebuah cerita

membawa kesan realitas kepada pembaca, sehingga pembaca menjadi terbawa

suasana seolah-olah cerita tersebut menjadi benar terjadi. Sehungga pembaca

dipermudah untuk menciptakan daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 2010:303).

Latar atau setting memberikan pijakan yang jelas dalam sebuah cerita.

Adanya latar tersebut, menjadi saksi setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Latar juga bisa diartikan sebagai gamabaran kapan cerita tersebut di buat,

sehingga ada latar menjadi salah satu cara pembagian periodesasi sastra.

Membaca sebuah novel, sama hanya seperti membawa diri masuk pada peristiwa

yang ada dalam cerita. Pembaca akan bertemu denga lokasi tertentu seperti nama

kota, desa, jalan, hotel, penginapan dan lainnya sesuai tempat kejadian cerita.

23

Latar tersebut secara jelas menunjuk pada lokas tertentu yang dapat dilihat dan

dirasakan kehadirannya, maka disebutlah latar tersebut sebagai latar fisik.

Penunjukan latar fisik dalam teks fiksi dapat dilakukan dengan berbagai cara

tergantung kreativitas pengarang. Selain itu terdapat pula latar yang berwujud tata

cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat

setempat, maka latar yang seperti itu disebut dengan latar spiritual. Sesuai jenis dan

unsurnya, menurut Nurgiyantoro (2010:314-322), secara umum latar terbagi

menjadi tiga unsur pokok yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosioal-budaya.

c. Alur/Plot

Alur atau plot merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mangatur

bagaimana tindakan-tindakan halus berlatian satu sama lain, bagaimana suatu

peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain. Plot sebagai peristiwa-

peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang sederhana, karena pengarang

menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita

(Aminudin, 2011:83).

Pendapat ini sejalan dengan pendapat lain yang mengemukaan bahwa alur

adalah rangkaian peristiwa yang tersusun dalam hubungan sebab-akibat

(Jabrohim, 2003:110).

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, penulis mengacu

pada pendapat Jabrohim yang menyatakan alur adalah rangkaian peristiwa yang

tersusun berdasarkan hubungan sebab-akibat. Hal ini menjadi bahan rujukan

karena sangat ringkas dan dapat dengan mudah dimengerti.

24

d. Tema

Nurgiantoro (2010:67) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah

cerita. Untuk menentukan makna pokok dari sebuha cerita, kita perlu memiliki

sebuah kejelasan pengertian tentan makna pokok, atau tema itu sendiri. Tema

merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dang yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

e. Amanat

Setiap karya fiksi mengandung amanat, ajaran, ataupun pesan yang ingin

disampaikan pengarang. Hal ini yang membuat karya fiksi memiliki fungsi

sebagai pencerah. Berkat amanat yang disampaikan oleh pengarang lewat

karyanya, pembaca belajar hal baru. Seperti pendapat Harimurti Kridalaksana

(dalam Sukada, 1993:59), bahwa amanat merupakan keseluruhan makna atau isi

suatu wacana, konsep dan perasaan yang hendak disampaikan pembaca untuk

mengerti dan diterima pendengar. Menurut Sukada (1993:59) amanat (message)

merupakan bagian integral dari dialog dan tindakan tokoh cerita. Wujud amanat

berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman tuhan sebagai petunjuk untuk

memberikan nasehat, dan sejenisnya lagi. Amanat disebut juga sebagai unsure

moral dalam sebuah karya fiksi.

Nurgiyantoro (2013:320) berpendapat bahwa moral kadang-kadang

diidentikkan pengertiannya dengan tema walau sebenarnya tidak selalu menyeran

pada maksud yang sama. moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema

dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral

(Kenny, dalam Nurgiyantoro:2013:320). Selanjutnya bahwa Kenny berpendapat

25

bahwa moral dalam cerita dimaksudkan sebagi suatu saran yang berhubungan

dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan

ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.

Nurgiyantori ( 2013:323-324) tidak membatasi jenis-jenis moral yang ada

moral dapat dicakup seluru persoalan hidup dan kehidupan, seluru persoalan

hidup yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar

persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan kedalam persoalan-

persoalan sebagai berikut. (a) hubungan manusia dengan diri sendiri, (b)

hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termaksud

hubungan dengan alam dan (c) hubungan manusia dengan tuhannya.

Berdasarkan penjelasan berbagai unsur pembengun novel di atas, dapat

disampaikan bahwa unsur-unsur seperti tema, tokoh, plot (alur), seting, plot of

view, gaya, dan amanat, merupakan suatu kesatuan yang membangun sebuah

novel menjadi sebuah totalitas karya. Semua unsure tersebut harus dipadu dengan

baik agar menjadi sebuah bacaan yang menarik dan menghibur bagi pembaca.

C. Teori Sosiologi Sastra

Sosiologi tadak bisa dilepaskan dari keadaan lingkungan manusia, sama

halnya dengan sastra karena sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat

serta usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah

masyarakat lewat jalan atau alur ceritanya. Keadaan lingkungan sosioal

masyarakatnyalah yang menjadi sasaran sastrawan untuk berkreasi untuk

membuat karya sastra yang kreatif, menarik dan imajinatif.

26

Menurut Ratna (2013:1) sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan

sastra. Sebagai berasal dari kata sosio (yunani) (socius berarti bersama-sama,

bersatu, kawan, teman) dan logo (logos berarti sebda, perkataan, perumpamaan).

Perkembangan berikutnya nebgalami perubahan makna, soio/socius berarti

masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul

dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari

keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyrakat sifatnya umum,

rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (sansekertta) berarti mengarahkan,

mengajar, memberikan petunjuk dan intruksi. Akhiran Ha berarti alat, saran. Jadi

sastra berarti kumpulan alat untuk mangajar, buku petunjuk atau buku pengajaran

yang baik.

Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai Negara dan

inovasi, maupun afirmasi, jenis merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra

mempunyai tugas penting baik dalam usahanya untuk menjadi polopor

pembaharuan, maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala

kemasyarakatan (Ratna, 2013:334).

Diantara genre utama karya sastra yang puisi, prosa dan drama. Genre

prosalah khusunya novel. Yang dianggap paling dominan dalam menampilkan

unsur-unsur sosial. Alas an yang dapat dikemukakan antaranya: a) novel

menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling

luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahsa sehari-hari, bahasa yang paling

umum digunakan dalam masyarakat (Ratna, 2013:335).

Sosiologi sastra mempelajari hubungan yang terjadi antara masyrakat

dengan karya sastra. Menurut Ratna (2013:11) tujuan sosiologi sastra adalah

27

meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitanya dengan masyarakat,

menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas

dikontruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatif tidak dapat dipahami

di luar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual

tetapi juga gejala sosial.

Sosiologi sastra sebagai alat untuk memberikan pengarahan, pengajaran

yang mempelajari hubungan antar manusia dan masyarakat. Dalam setiap karya

sastra mengandung hal-hal yang tidak jauh dari kehidupan masyarakat yang

ditumpahruangkan baik yang perna, sedang terjadi maupun sudah terjadi dan

karya sastra khususnya novel sebagai media yang paling banyak menyajikan

masalah-masalah sosial yang ada.

Sosiologi sastra sebagai ilmu yang mendekati sastra yang berhubungan

dengan kenyataan sosial. Menurut Wellek dan Werren (1990:111) klasifikasi

sosiologi sastra meliputi tiga macam. Masing-masing klasifikasi memiliki pokok

pembahasan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Untuk lebih

jelasnya yaitu sebagai berikut.

1. Sosiologi karya

Ian Watt (dalam Damono, 1978:4), memberikan batasan pada pengertian

“cermin” karena seringkali masih kabur. Batasan yang harus diperhatikan sebagai

berikut: (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada

waktu ia ditulis sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra

sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis, (b) sifat „lain dari pada yang lain‟

seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta dalam

karyanya, (c) genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu dan

28

bukan sikap sosial seluruh masyarakat, (d) sastra berusaha untuk menampilkan keadaan

masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa percaya sebagai cermin

masyarakat.

Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari dalam penelitian ini dikaji

melalui sosiologi karya yang mengutamakan teks sastra senagai bahan

penelaan. Dengan menganalisis teks maka dapat diketahui strukturnya dan

kemudian dipergunakan untuk memahami gejala sosial di luar sastra berupa

amanat kejujuran.