Upload
hatuyen
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Kelengkapan Imunisasi
a. Pengertian imunisasi
Pencegahan penyakit secara primer dapat dilakukan melalui
vaksinasi sebagai upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau
kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera
dan cacat (Ranuh, 2008). Imunisasi dianjurkan diberikan sesegera
mungkin setelah bayi lahir apabila terjadi prevalensi yang tinggi pada
suatu Negara, misalnya Indonesia prevalensi TBC tinggi sehingga
dapat segera diberikan imunisasi BCG (Khosim, 2003).
Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi
adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif,
sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin
(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody)
dari system imun di dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat
diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu immunoglobulin
yang non spesifik atau gamaglobulin dan immunoglobulin yang
spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari
penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit
tertentu (Ranuh, 2008).
10
Imunisasi merupakan aplikasi prinsip-prinsip imunobiologi
yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia.
Nama vaksin diambil dari kata vaksinia, virus cacar sapi yang
digunakan oleh Jenner 200 tahun yang lalu. Vaksinia merupakan
upaya ilmiah pertama untuk mencegah penyakit infeksi cacar (variola)
yang dilakukan tanpa pengetahuan sama sekali mengenai virus dan
imunobiologi (Wahab, 2002).
Antigen vaksin harus mampu merangsang terjadinya ekspansi
klon sel T dan / atau B tertentu untuk menghasilkan populasi sel
memori. Sel memori ini memungkinkan pertemuan berikutnya dengan
antigen yang sama dan dapat merangsang timbulnya respons primer.
Respons primer sering terlalu lambat untuk mencegah timbulnya
penyakit berat (Ranuh, 2008).
Vaksinasi sangat tergantung pada respons imun spesifik, maka
keberhasilan vaksinasi sangat tergantung pada dihasilkannya preparat
antigenik patogen yang aman untuk diberikan, merangsang jenis
imunitas yang tepat dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh
populasi yang menjadi tujuan vaksinasi (Wahab, 2002).
b. Jenis dan macam imunisasi
1) Jenis / Macam Imunisasi Dasar pada Anak (Ranuh, 2003):
a) BCG
(1) Perlindungan Penyakit : TBC / Tuberkolosis
11
(2) Penyebab : Bakteri Bacillus Calmette Guerrin
(3) Kandungan : Bacillus Calmette-Guerrin yang dilemahkan
b) DPT/DT
(1) Perlindungan Penyakit : Difteri (infeksi tenggorokan),
Pertusis (batuk rejan) dan Tetanus (kaku rahang).
(2) Penyebab : Bakteri difteri, pertusis dan tetanus.
(3) Kandungan : Pertusis Toxin (PT), Filamentous
hemagglutinin (FHA), Pertactine 69-kDa OMP,
aglutinogen, adenylcyclase, tracheal cytotoxin
(4) Efek samping yang mungkin : Demam, ruam kulit, diare
c) Polio
(1) Perlindungan Penyakit : Poliomielitis / Polio (lumpuh
layuh) yang menyababkan nyeri otot, lumpuh dan
kematian.
(2) Penyebab : virus polio picornaviridae P1, P2, dan P3.
(3) Kandungan : kanamisin, virus tipe 1, CCID50, eritromisin
d) Campak / Measles
(1) Perlindungan Penyakit : Campak / Tampek
(2) Penyebab : virus campak (paramyxovirus).
(3) Kandungan : TCID50
e) Hepatitis B
(1) Perlindungan Penyakit : Infeksi Hati / Kanker Hati
mematikan
12
(2) Penyebab : virus KHS
(3) Kandungan : HBIg, HbsAg (+)
2) Jenis / Macam Imunisasi Vaksin yang Dianjurkan pada Anak
(Wahab dan Julia, 2002):
a) MMR
Perlindungan Penyakit : Campak, gondongan dan campak
Jerman
Waktu Pemberian :
I. Umur / usia 1 tahun 3 bulan
II. Umur / usia 4-6 tahun
b) Hepatitis A
(1) Perlindungan Penyakit : Hepatitis A (Penyakit Hati)
(2) Penyebab : Virus hepatitis A
Waktu Pemberian :
I. Umur / usia > 2 tahun.
II. 6 – 18 bulan setelah dosis pertama.
c) Typhoid & parathypoid
(1) Perlindungan Penyakit : Demam Typhoid
(2) Penyebab : Bakteri Salmonela thypi
Waktu Pemberian :
I. Tergantung situasi dan kondisi
d) Varisella (Cacar Air)
(1) Perlindungan Penyakit : Cacar Air
13
(2) Penyebab : Virus varicella-zoster
Waktu Pemberian :
I. Umur / usia 10 s/d 12 tahun 1 kali dan di atas 13 tahun 2
kali dengan selang waktu 4 s/d 8 minggu.
c. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada balita
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dalam bentuk
terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Umur Vaksin
0 bulan
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
HB1
BCG, Polio 1
DPT1, HB2, Polio 2
DPT2, HB3, Polio3
DPT3, Polio 4
Campak
d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi
dasar
Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah alat atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap
(Poerwadarminta, 2007). Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau
segala sesuatu yang tersedia dengan lengkap untuk membuat zat anti
untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).
14
Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi
kelengkapan imunisasi dasar adalah :
a) Pendidikan
Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan
fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang menjadi
berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional
sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).
Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang
dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan
belajar mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang
menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri
kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena
kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri
yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan
didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo, 2007). Pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin
baik pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relatif
tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber
daya keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang
berpendidikan rendah, karena pengetahuan makanan yang bergizi
15
sering kurang dipahami oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah,
sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya
dibidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga
terutama pada pengasuh anak balita (Notoadmodjo, 2007).
Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal,
non formal dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang
diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan
informal berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu
yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program
yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, dan tanpa
evaluasi yang formal berbentuk ujian. Sementara itu pendidikan non
formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara
terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak
dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti
pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan
ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat
yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang
mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah
atau universitas (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang
pendidikan No 20 Tahun 2003, jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
16
pendidikan menengah seeperti SD, MI, SMP, dan MTS atau bentuk
lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan
pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejuruan
seperti SMA, MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat.
Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma,
Sarjana, Magister dan Doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan terbagi
menjadi 3 meliputi faktor umur, faktor tingkat sosial ekonomi dan
faktor lingkungan. Faktor umur merupakan indikator kedewasaan
seseorang, semakin bertambah umur pendidikan yang didapat akan
lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non
formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan,
penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari
adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau
ketrampilannya (Notoatmodjo, 2007). Faktor tingkat sosial ekonomi
ini sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan
pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata
keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih
tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu.
Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam
pendidikan seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam
17
lingkungan keluarga yang mendukung serta mengutamakan
pendidikan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga
pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan
dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk
merasakan bangku sekolah (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Danuri (2005) tentang
hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap ibu batita
dengan kelengkapan status imunisasi di Desa Ambowetan Kecamatan
Ulujami Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan status imunisasi (p =
0,008).
b) Pendapatan atau Penghasilan
Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan
adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga
yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari
pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya
yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam
kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh
pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak
mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih
baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan
pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2002).
18
Pendapatan per kapita (per capita income) keluarga adalah
pendapatan rata-rata dalam suatu keluarga pada suatu periode tertentu,
yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan
sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi
setiap penduduk suatu keluarga pada suatu periode tertentu.
Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan keseluruhan anggota
keluarga pada periode tertentu dibagi dengan jumlah anggota keluarga
pada periode tersebut. Ternyata tingginya pendapatan keluarga, tidak
menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena
faktor jumlah anggota keluarga juga sangat menentukan tinggi
rendahnya pendapatan per kapita (Budiono, 2004).
Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah
kabupaten Demak maka tingkat pendapat didasarkan pada upah
minimum regional (UMR) kabupaten Demak. Berdasarkan Keputusan
Gubernur nomor 561.4/73/2011 tentang upah minimum pada 35
kabupaten kota di provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa UMR untuk Kabupaten Demak sebesar
Rp.893.000,-.
Penelitian yang dilakukan oleh Mardani (2008) tentang beberapa
faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Kecamatan
Kretek Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
ditemukan hasil bahwa penelitian menunjukkan ada 8 faktor yang
mempunyai kaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi,
19
yaitu kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan ibu,
pekerjaan ibu, pendidikan formal ibu/suami, tingkat penghasilan
keluarga, penyuluhan imunisasi dan jarak ke tempat pelayanan
imunisasi.
c) Pengetahuan
Terbatasnya pengetahuan ibu tentang imunisasi bayi ini
mengenai manfaat dan tujuan imunisasi maupun dampak yang akan
terjadi jika tidak dilaksakannya. Imunisasi bayi akan mempengaruhi
kesehatan bayi. Hal ini sesuai dengan teori dan pendorong.
Daya pendorong adalah semacam naluri tetap hanya satu dorongan
kekuatan yang luas terhadap satu arah yang umum. Dalam pendorong
dengan mengimunisasikan bayinya, salah satunya adalah pengetahuan
dimana pengetahuan tersebut ditemukan dalam media elektronik (TV,
Radio), media massa (Koran majalah).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan
dengan proses pembelajaran dan dipengaruhi faktor dari dalam seperti
motivasi dan faktor dari luar berupa sarana informasi yang tersedia
serta keadaan sosian budaya (Poerwadarminta, 2002). Sementara itu
menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan,
pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
20
manusia dipengaruhi dari mata (penglihatan) dan telinga
(pendengaran).
Cara memperoleh pengetahuan ada 2 yaitu dengan cara
tradisional dan dengan cara modern. Cara tradisional terbagi dalam
beberapa macam diantaranya cara coba dan salah, dimana cara ini
telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan. Cara kekerasan atau
otoriter pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoriter atau
kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama
maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa
terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta empiris atau penalarannya sendiri. Berdasarkan
pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu. Melalui jalan pikiran dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya
melalui induksi maupun deduksi. Cara modern yaitu dengan cara
mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau
kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan
dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil kesimpulan umum
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan meliputi tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahu (know)
21
diartikan sebagai mengingat suatu materi tentang apa yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan tahu adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan
yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan mengatakan. Memahami (comprehention)
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang paham suatu objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan terhadap objek yang di pelajari.
Tingkat pengetahuan ketiga adalah aplikasi (application) yang
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dalam konteks atau situasi yang lain. Analisis (analysis) sebagai
tingkat pengetahuan yang keempat adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan
(Notoatmodjo, 2007).
22
Sintesis (syntesis) sebagai tingkat pengetahuan yang kelima
menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun farmasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya
dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap
suatu teori atau ruusan yang telah ada. Kemudian tingkatan yang
terakhir yaitu evaluasi (evaluation) yang berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek, kriteria-kriteria ini didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada
(Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2007), meliputi tingkat pendidikan dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah menerima hal-
hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut. Informasi
seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak juga
akan akan memberikan dampak terhadap pengetahuan yang lebih
jelas. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai
dengan budaya yang ada dan budaya yang dianut. Faktor lain yang
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah
pengalaman dimana pengalaman umumnya dikaitkan dengan umur
23
dan pendidikan individu yaitu semakin bertambahnya umur dan
pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden
(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Waridjan (dalam Arikunto, 2009)
kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik
jika kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang
jika jawaban benar antara 65%-79% dan katgeori pengetahuan kurang
jika jawaban benar kurang dari 65%.
Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2003) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada
balita umur 12-18 bulan di Kelurahan Harjosari - I Kecamatan Medan
- Amplas Tahun 2003 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Albertina (2009) tentang kelengkapan
Imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang berhubungan di
Poliklinik Anak beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada
tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan orang tua dengan kelengkapan imunisasi.
d) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang
24
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan
lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2010).
Menurut Gerungan (1996) dikutip oleh Sunaryo (2002),
attitude diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat
merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut
disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi.
Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon
tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu (Sunaryo, 2002).
Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut
Notoatmodjo (2007).
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat
25
dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap ceramah-
ceramah tentang gizi.
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti
orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang ibu
yang mengajak ibu yang lain (tetangganya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang
gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai
sikap positif terhadap gizi anak.
4) Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun
mendapat tantangan dari orang lain.
26
Menurut Azwar (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap antara lain :
1) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu
dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.
3) Pengaruh kebudayaan.
Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan
demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap orang tersebut.
4) Media massa.
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah
sikap yang tertentu.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu
sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.
27
6) Pengaruh faktor emosional.
Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2010).
7) Pendidikan
Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam
bersikap.
8) Faktor sosial dan ekonomi
Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang
berbeda-beda.
9) Kesiapan fisik (status kesehatan)
Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat.
10) Kesiapan psikologis / jiwa
Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi
diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan
timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing
individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial
itu meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya (Azwar,
2010).
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap
dan perilaku manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau
pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan respons evaluatif
yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Sikap mempunyai arah,
28
artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju
atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah
memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang
setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti
memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak
setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap
arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak
mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif
(Azwar, 2010).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan
sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang
mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap.
Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif
mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau
memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan
yang favourable.
Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal
negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun
kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan
pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin
diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable
dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang
disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah
29
isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap
(Azwar, 2010).
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut (Azwar, 2010) :
T = 50+10 ⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡ −−
sXX
Keterangan :
X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi
skor T
−
X : Mean skor kelompok
s : Deviasi standar skor kelompok
Hasil penelitian Zakiyah (2007) tentang hubungan
pengetahuan, sikap ibu tentang imunisasi dan dukungan keluarga
dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di
Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, hasil
penelilitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu
tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur
6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal
e) Motif
Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna
mencapai suatu tujuan (Suparyanto, 2011).
30
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) faktor-faktor
yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di
Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali, hasil penelitian
menunjukkan bahwa motivasi, memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kelengkapan imunisasi.
f) Pengalaman
Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti
kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang
akan menghindari hal-halyang sulit dan mengusahakan atau
mengandung resiko berat. Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan
dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu giliran yang
lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat
mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto,
2011).
g) Pekerjaan
Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat
kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian
dijadikan pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia.
Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan,
kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang mempunyai pekerjaan itu demi
mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan
mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa
31
aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan
dari pada mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto,
2011).
h) Dukungan keluarga
Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari
lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap
pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang
yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap
keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap
tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi.
Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi
karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
i) Fasilitas Posyandu
Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan
fungsi (Suparyanto, 2011).
j) Lingkungan
Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial
hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi.
Lingkungan rumah dan masyarakat dimana individu melakukan
interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat
pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2003).
32
k) Tenaga kesehatan
Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan
pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional
akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga
diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan memberikan
atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto, 2011).
B. Kerangka Teori
Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Suparyanto (2011)
Kelengkapan imunisasi anak
Pendapatan atau Penghasilan
Sikap
Fasilitas Posyandu
Lingkungan
Tenaga Kesehatan
Pendidikan
Pengetahuan
Motif
Pengalaman
Pekerjaan
Dukungan Keluarga
33
C. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. Hipotesis penelitian
1. Ada hubungan antara faktor pendidikan dengan kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan
Mranggen Demak.
2. Ada hubungan faktor pendapatan perkapita dengan kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan
Mranggen Demak.
3. Ada hubungan faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa
Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.
4. Ada hubungan faktor sikap ibu tentang imunisasi dasar dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa
Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.
Pendidikan ibu
Pendapatan perkapita
Pengetahuan ibu tentang imunisasi
dasar
Sikap ibu tentang imunisasi dasar
Kelengkapan imunisasi dasar bayi usia 9 – 11 bulan