25
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Kelengkapan Imunisasi a. Pengertian imunisasi Pencegahan penyakit secara primer dapat dilakukan melalui vaksinasi sebagai upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat (Ranuh, 2008). Imunisasi dianjurkan diberikan sesegera mungkin setelah bayi lahir apabila terjadi prevalensi yang tinggi pada suatu Negara, misalnya Indonesia prevalensi TBC tinggi sehingga dapat segera diberikan imunisasi BCG (Khosim, 2003). Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun di dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu immunoglobulin yang non spesifik atau gamaglobulin dan immunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu (Ranuh, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. a. Pengertian …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/137/jtptunimus-gdl-nurazizahn... · pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik

  • Upload
    hatuyen

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Kelengkapan Imunisasi

a. Pengertian imunisasi

Pencegahan penyakit secara primer dapat dilakukan melalui

vaksinasi sebagai upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau

kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera

dan cacat (Ranuh, 2008). Imunisasi dianjurkan diberikan sesegera

mungkin setelah bayi lahir apabila terjadi prevalensi yang tinggi pada

suatu Negara, misalnya Indonesia prevalensi TBC tinggi sehingga

dapat segera diberikan imunisasi BCG (Khosim, 2003).

Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi

adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif,

sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin

(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody)

dari system imun di dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat

diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu immunoglobulin

yang non spesifik atau gamaglobulin dan immunoglobulin yang

spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari

penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit

tertentu (Ranuh, 2008).

10

Imunisasi merupakan aplikasi prinsip-prinsip imunobiologi

yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia.

Nama vaksin diambil dari kata vaksinia, virus cacar sapi yang

digunakan oleh Jenner 200 tahun yang lalu. Vaksinia merupakan

upaya ilmiah pertama untuk mencegah penyakit infeksi cacar (variola)

yang dilakukan tanpa pengetahuan sama sekali mengenai virus dan

imunobiologi (Wahab, 2002).

Antigen vaksin harus mampu merangsang terjadinya ekspansi

klon sel T dan / atau B tertentu untuk menghasilkan populasi sel

memori. Sel memori ini memungkinkan pertemuan berikutnya dengan

antigen yang sama dan dapat merangsang timbulnya respons primer.

Respons primer sering terlalu lambat untuk mencegah timbulnya

penyakit berat (Ranuh, 2008).

Vaksinasi sangat tergantung pada respons imun spesifik, maka

keberhasilan vaksinasi sangat tergantung pada dihasilkannya preparat

antigenik patogen yang aman untuk diberikan, merangsang jenis

imunitas yang tepat dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh

populasi yang menjadi tujuan vaksinasi (Wahab, 2002).

b. Jenis dan macam imunisasi

1) Jenis / Macam Imunisasi Dasar pada Anak (Ranuh, 2003):

a) BCG

(1) Perlindungan Penyakit : TBC / Tuberkolosis

11

(2) Penyebab : Bakteri Bacillus Calmette Guerrin

(3) Kandungan : Bacillus Calmette-Guerrin yang dilemahkan

b) DPT/DT

(1) Perlindungan Penyakit : Difteri (infeksi tenggorokan),

Pertusis (batuk rejan) dan Tetanus (kaku rahang).

(2) Penyebab : Bakteri difteri, pertusis dan tetanus.

(3) Kandungan : Pertusis Toxin (PT), Filamentous

hemagglutinin (FHA), Pertactine 69-kDa OMP,

aglutinogen, adenylcyclase, tracheal cytotoxin

(4) Efek samping yang mungkin : Demam, ruam kulit, diare

c) Polio

(1) Perlindungan Penyakit : Poliomielitis / Polio (lumpuh

layuh) yang menyababkan nyeri otot, lumpuh dan

kematian.

(2) Penyebab : virus polio picornaviridae P1, P2, dan P3.

(3) Kandungan : kanamisin, virus tipe 1, CCID50, eritromisin

d) Campak / Measles

(1) Perlindungan Penyakit : Campak / Tampek

(2) Penyebab : virus campak (paramyxovirus).

(3) Kandungan : TCID50

e) Hepatitis B

(1) Perlindungan Penyakit : Infeksi Hati / Kanker Hati

mematikan

12

(2) Penyebab : virus KHS

(3) Kandungan : HBIg, HbsAg (+)

2) Jenis / Macam Imunisasi Vaksin yang Dianjurkan pada Anak

(Wahab dan Julia, 2002):

a) MMR

Perlindungan Penyakit : Campak, gondongan dan campak

Jerman

Waktu Pemberian :

I. Umur / usia 1 tahun 3 bulan

II. Umur / usia 4-6 tahun

b) Hepatitis A

(1) Perlindungan Penyakit : Hepatitis A (Penyakit Hati)

(2) Penyebab : Virus hepatitis A

Waktu Pemberian :

I. Umur / usia > 2 tahun.

II. 6 – 18 bulan setelah dosis pertama.

c) Typhoid & parathypoid

(1) Perlindungan Penyakit : Demam Typhoid

(2) Penyebab : Bakteri Salmonela thypi

Waktu Pemberian :

I. Tergantung situasi dan kondisi

d) Varisella (Cacar Air)

(1) Perlindungan Penyakit : Cacar Air

13

(2) Penyebab : Virus varicella-zoster

Waktu Pemberian :

I. Umur / usia 10 s/d 12 tahun 1 kali dan di atas 13 tahun 2

kali dengan selang waktu 4 s/d 8 minggu.

c. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada balita

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dalam bentuk

terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek

Umur Vaksin

0 bulan

1 bulan

2 bulan

3 bulan

4 bulan

9 bulan

HB1

BCG, Polio 1

DPT1, HB2, Polio 2

DPT2, HB3, Polio3

DPT3, Polio 4

Campak

d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi

dasar

Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah alat atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap

(Poerwadarminta, 2007). Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau

segala sesuatu yang tersedia dengan lengkap untuk membuat zat anti

untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).

14

Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi

kelengkapan imunisasi dasar adalah :

a) Pendidikan

Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan

fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang menjadi

berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional

sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi

penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).

Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang

dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan

belajar mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang

menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau

masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri

kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena

kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri

yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan

didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo, 2007). Pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin

baik pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relatif

tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber

daya keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang

berpendidikan rendah, karena pengetahuan makanan yang bergizi

15

sering kurang dipahami oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah,

sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya

dibidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga

terutama pada pengasuh anak balita (Notoadmodjo, 2007).

Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal,

non formal dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang

diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan

informal berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu

yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program

yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, dan tanpa

evaluasi yang formal berbentuk ujian. Sementara itu pendidikan non

formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara

terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak

dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti

pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan

ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat

yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang

mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah

atau universitas (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang

pendidikan No 20 Tahun 2003, jenjang pendidikan formal terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.

Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

16

pendidikan menengah seeperti SD, MI, SMP, dan MTS atau bentuk

lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan

pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejuruan

seperti SMA, MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat.

Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma,

Sarjana, Magister dan Doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan

tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan terbagi

menjadi 3 meliputi faktor umur, faktor tingkat sosial ekonomi dan

faktor lingkungan. Faktor umur merupakan indikator kedewasaan

seseorang, semakin bertambah umur pendidikan yang didapat akan

lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non

formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan,

penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari

adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau

ketrampilannya (Notoatmodjo, 2007). Faktor tingkat sosial ekonomi

ini sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan

pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata

keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih

tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu.

Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam

pendidikan seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam

17

lingkungan keluarga yang mendukung serta mengutamakan

pendidikan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga

pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan

dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk

merasakan bangku sekolah (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Danuri (2005) tentang

hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap ibu batita

dengan kelengkapan status imunisasi di Desa Ambowetan Kecamatan

Ulujami Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan status imunisasi (p =

0,008).

b) Pendapatan atau Penghasilan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan

adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga

yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun

perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari

pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya

yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam

kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh

pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak

mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih

baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan

pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2002).

18

Pendapatan per kapita (per capita income) keluarga adalah

pendapatan rata-rata dalam suatu keluarga pada suatu periode tertentu,

yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan

sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi

setiap penduduk suatu keluarga pada suatu periode tertentu.

Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan keseluruhan anggota

keluarga pada periode tertentu dibagi dengan jumlah anggota keluarga

pada periode tersebut. Ternyata tingginya pendapatan keluarga, tidak

menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena

faktor jumlah anggota keluarga juga sangat menentukan tinggi

rendahnya pendapatan per kapita (Budiono, 2004).

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah

kabupaten Demak maka tingkat pendapat didasarkan pada upah

minimum regional (UMR) kabupaten Demak. Berdasarkan Keputusan

Gubernur nomor 561.4/73/2011 tentang upah minimum pada 35

kabupaten kota di provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yang

menyebutkan bahwa UMR untuk Kabupaten Demak sebesar

Rp.893.000,-.

Penelitian yang dilakukan oleh Mardani (2008) tentang beberapa

faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Kecamatan

Kretek Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

ditemukan hasil bahwa penelitian menunjukkan ada 8 faktor yang

mempunyai kaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi,

19

yaitu kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan ibu,

pekerjaan ibu, pendidikan formal ibu/suami, tingkat penghasilan

keluarga, penyuluhan imunisasi dan jarak ke tempat pelayanan

imunisasi.

c) Pengetahuan

Terbatasnya pengetahuan ibu tentang imunisasi bayi ini

mengenai manfaat dan tujuan imunisasi maupun dampak yang akan

terjadi jika tidak dilaksakannya. Imunisasi bayi akan mempengaruhi

kesehatan bayi. Hal ini sesuai dengan teori dan pendorong.

Daya pendorong adalah semacam naluri tetap hanya satu dorongan

kekuatan yang luas terhadap satu arah yang umum. Dalam pendorong

dengan mengimunisasikan bayinya, salah satunya adalah pengetahuan

dimana pengetahuan tersebut ditemukan dalam media elektronik (TV,

Radio), media massa (Koran majalah).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan

dengan proses pembelajaran dan dipengaruhi faktor dari dalam seperti

motivasi dan faktor dari luar berupa sarana informasi yang tersedia

serta keadaan sosian budaya (Poerwadarminta, 2002). Sementara itu

menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan,

pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

20

manusia dipengaruhi dari mata (penglihatan) dan telinga

(pendengaran).

Cara memperoleh pengetahuan ada 2 yaitu dengan cara

tradisional dan dengan cara modern. Cara tradisional terbagi dalam

beberapa macam diantaranya cara coba dan salah, dimana cara ini

telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan. Cara kekerasan atau

otoriter pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoriter atau

kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama

maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa

terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik

berdasarkan fakta empiris atau penalarannya sendiri. Berdasarkan

pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu. Melalui jalan pikiran dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya

melalui induksi maupun deduksi. Cara modern yaitu dengan cara

mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau

kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan

dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil kesimpulan umum

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan meliputi tahu,

memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahu (know)

21

diartikan sebagai mengingat suatu materi tentang apa yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan tahu adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan

yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan mengatakan. Memahami (comprehention)

diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang paham suatu objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan terhadap objek yang di pelajari.

Tingkat pengetahuan ketiga adalah aplikasi (application) yang

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dalam konteks atau situasi yang lain. Analisis (analysis) sebagai

tingkat pengetahuan yang keempat adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,

tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan

kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan

(Notoatmodjo, 2007).

22

Sintesis (syntesis) sebagai tingkat pengetahuan yang kelima

menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun farmasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya

dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap

suatu teori atau ruusan yang telah ada. Kemudian tingkatan yang

terakhir yaitu evaluasi (evaluation) yang berkaitan dengan

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek, kriteria-kriteria ini didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada

(Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo (2007), meliputi tingkat pendidikan dimana semakin

tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah menerima hal-

hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal baru tersebut. Informasi

seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak juga

akan akan memberikan dampak terhadap pengetahuan yang lebih

jelas. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai

dengan budaya yang ada dan budaya yang dianut. Faktor lain yang

dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah

pengalaman dimana pengalaman umumnya dikaitkan dengan umur

23

dan pendidikan individu yaitu semakin bertambahnya umur dan

pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden

(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Waridjan (dalam Arikunto, 2009)

kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik

jika kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang

jika jawaban benar antara 65%-79% dan katgeori pengetahuan kurang

jika jawaban benar kurang dari 65%.

Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2003) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada

balita umur 12-18 bulan di Kelurahan Harjosari - I Kecamatan Medan

- Amplas Tahun 2003 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu

berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Albertina (2009) tentang kelengkapan

Imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang berhubungan di

Poliklinik Anak beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada

tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan orang tua dengan kelengkapan imunisasi.

d) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang

24

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau

perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan

lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2010).

Menurut Gerungan (1996) dikutip oleh Sunaryo (2002),

attitude diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat

merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut

disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi.

Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon

tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu (Sunaryo, 2002).

Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut

Notoatmodjo (2007).

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

25

dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap ceramah-

ceramah tentang gizi.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan

atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti

orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang ibu

yang mengajak ibu yang lain (tetangganya) untuk pergi

menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang

gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai

sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun

mendapat tantangan dari orang lain.

26

Menurut Azwar (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan sikap antara lain :

1) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu

dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting.

3) Pengaruh kebudayaan.

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan

demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

4) Media massa.

Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah

sikap yang tertentu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral

dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu

sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

27

6) Pengaruh faktor emosional.

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2010).

7) Pendidikan

Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam

bersikap.

8) Faktor sosial dan ekonomi

Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang

berbeda-beda.

9) Kesiapan fisik (status kesehatan)

Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat.

10) Kesiapan psikologis / jiwa

Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi

diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan

timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing

individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial

itu meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya (Azwar,

2010).

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap

dan perilaku manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau

pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan respons evaluatif

yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Sikap mempunyai arah,

28

artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju

atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah

memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang

setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti

memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak

setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap

arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak

mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif

(Azwar, 2010).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan

sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang

mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap.

Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif

mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan

yang favourable.

Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal

negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun

kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan

pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin

diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable

dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang

disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah

29

isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap

(Azwar, 2010).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai

berikut (Azwar, 2010) :

T = 50+10 ⎥⎥

⎢⎢

⎡ −−

sXX

Keterangan :

X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi

skor T

X : Mean skor kelompok

s : Deviasi standar skor kelompok

Hasil penelitian Zakiyah (2007) tentang hubungan

pengetahuan, sikap ibu tentang imunisasi dan dukungan keluarga

dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di

Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, hasil

penelilitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu

tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur

6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten

Kendal

e) Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna

mencapai suatu tujuan (Suparyanto, 2011).

30

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) faktor-faktor

yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di

Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali, hasil penelitian

menunjukkan bahwa motivasi, memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kelengkapan imunisasi.

f) Pengalaman

Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti

kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang

akan menghindari hal-halyang sulit dan mengusahakan atau

mengandung resiko berat. Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan

dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu giliran yang

lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat

mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto,

2011).

g) Pekerjaan

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat

kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian

dijadikan pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia.

Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa

aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan,

kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang mempunyai pekerjaan itu demi

mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan

mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa

31

aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan

dari pada mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto,

2011).

h) Dukungan keluarga

Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari

lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap

pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang

yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap

keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap

tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi.

Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi

karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).

i) Fasilitas Posyandu

Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan

fungsi (Suparyanto, 2011).

j) Lingkungan

Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial

hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi.

Lingkungan rumah dan masyarakat dimana individu melakukan

interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat

pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan

yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2003).

32

k) Tenaga kesehatan

Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan

pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional

akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga

diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan memberikan

atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto, 2011).

B. Kerangka Teori

Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Suparyanto (2011)

Kelengkapan imunisasi anak

Pendapatan atau Penghasilan

Sikap

Fasilitas Posyandu

Lingkungan

Tenaga Kesehatan

Pendidikan

Pengetahuan

Motif

Pengalaman

Pekerjaan

Dukungan Keluarga

33

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis penelitian

1. Ada hubungan antara faktor pendidikan dengan kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan

Mranggen Demak.

2. Ada hubungan faktor pendapatan perkapita dengan kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan

Mranggen Demak.

3. Ada hubungan faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa

Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

4. Ada hubungan faktor sikap ibu tentang imunisasi dasar dengan

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa

Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

Pendidikan ibu

Pendapatan perkapita

Pengetahuan ibu tentang imunisasi

dasar

Sikap ibu tentang imunisasi dasar

Kelengkapan imunisasi dasar bayi usia 9 – 11 bulan