Click here to load reader
Upload
novita-dewi
View
322
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tinjauan pustaka mengenai Masa Menopause dan Permasalahannya
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Menopause
Kata menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti “bulan” dan
“ penghentian sementara”. Berdasarkan definisinya, kata menopause berarti
masa istirahat. Namun, secara medis, istilah yang lebih tepat adalah
menocease karena istilah menopause secara medis berarti berhentinya masa
menstruasi, bukan istirahat.
Definisi menopause menurut WHO adalah masa berhentinya haid
yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium. Menopause
terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapatkan haid dan tidak ada
penyebab patologi atau fisiologi lainnya.
2.2 Jenis Menopause
Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu menopause alami dan menopause dini.
Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya usia, ovarium
akan mengalami penurunan fungsi akibat terjadi penurunan produksi hormone
estrogen dan progesteron. Sebagai kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan
3
4
melakukan penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan berhentinya
menstruasi. Menopause alami biasanya terjadi pada usia 45-55 tahun.
Menopause dini dapat terjadi karena obat-obatan atau operasi. Operasi
pengangkatan indung telur (oophorectomy) akan mengakibatkan menopause
dini. Apabila dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi) tanpa
pengangkatan indung telur maka gejala menopause dini tidak akan terjadi
karena indung telur masih mampu menghasilkan hormon. Selain itu, terapi
radiasi maupun kemoterapi dapat menyebabkan menopause bila diberikan
pada wanita yang masih berovulasi (mengeluarkan sel telur). Atau karena
kegagalan ovarium prematur pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun.
Wanita yang mengalami menopause dini memiliki gejala yang sama
dengan menopause pada umumnya seperti hot flashes (perasaan hangat di
seluruh tubuh yang terutama terasa pada dada dan kepala), gangguan emosi,
kekeringan pada vagina, dan menurunnya keinginan berhubungan seksual.
Wanita yang mengalami menopause dini memiliki kejadian keropos tulang
lebih besar dari mereka yang mengalami menopause lebih lama. Kejadian ini
meningkatkan angka kejadian osteoporosis dan patah tulang
2.3 Tahapan- tahapan Menopause
Menopause terdiri atas empat tahap, yaitu pramenopause,
perimenopause, menopause dan pascamenopause.
2.3.1 Pramenopause
5
Pada pramenopause terjadi kekacauan siklus haid, perubahan
psikologis/ kejiwaan, perubahan fisik, perdarahan memanjang dan relatif
banyak, terkadang disertai nyeri haid (dismenorea). Pramenopause merupakan
permulaan dari transisi klimaterik, yang dimulai 2-5 tahun sebelum
menopause. Pramenopause terjadi pada usia antara 45-55 tahun.
2.3.2 Perimenopause
Perimenopause adalah masa dimana kondisi tubuh menyesuaikan diri
dengan masa menopause yang berkisar antara 2 – 8 tahun ditambah dengan 1
tahun setelah periode terakhir menstruasi. Tidak ada cara untuk mengukur
berapa lama perimenopause ini akan terjadi. Stadium ini merupakan bagian
dari kehidupan seorang wanita yang menandakan akhir dari masa reproduksi.
Penurunan fungsi indung telur selama masa perimenopause berkaitan dengan
penurunan hormon estradiol dan produksi hormone androgen. Apabila
seorang wanita masih mengalami periode menstruasi pada masa
perimenopause, meskipun tidak teratur, dia dapat tetap hamil.
2.3.3 Menopause
Pada menopause ovarium berhenti mensekresikan hormone estrogen
dan progesterone namun tetap mensekresikan hormone pria seperti
testosterone dan androstemedione yang menyebabkan semakin menonjolnya
6
perubahan serta keluhan psikologik dan fisik, usia antara 49-50 tahun, dan
dapat juga berlangsung selama 3 sapai 4 tahun.
2.3.4 Pascamenopause
Pada pascamenopause sudah terjadi adaptasi perubahan psikologik dan
fisik, ovarium sudah tidak berfungsi dan mengalami atrofi, hormone
gonadotropin meningkat. Usia rata-rata perempuan pascamenopause adalah
50-55 tahun. Menurut WHO, terminology pascamenopause ditentukan sebagai
tanggal dan menstruasi terakhir, tidak tergantung apakah menopause diinduksi
atau spontan. Normalnya, pascamenopause berlangsung kira-kira 10-15 tahun
dan diikuti oleh masa senium (uzur) sekitar usia 65 tahun sampai akhir
kehidupan.
2.4 Gejala dan Permasalahan yang Terjadi pada Masa Menopause
Kurang lebih 70% wanita perimenopause dan pascamenopause
mengalami keluhan vasomotorik, depresif, dan keluhan psikis dan somatik
lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita.
Seiring dengan bertambahnya usia pascamenopause, disertai dengan
hilangnya respon ovarium terhadap gonadotropin. Gejala dan permasalahan
pada masa menopause, terdiri dari gangguan:
7
1. Vasomotor
Gejala vasomotor mempengaruhi sampai pada 75% wanita
perimenopause. Gejala ini berakhir satu sampai dua tahun setelah menopause
pada kebanyakan wanita, tetapi dapat juga berlanjut sampai sepuluh tahun
atau lebih pada beberapa lainnya. Gejolak panas (hotflashes) merupakan
alasan utama wanita untuk mencari pertolongan dan mendapatkan terapi
hormone.
Keluhan yang muncul berupa perasaan panas yang muncul tiba-tiba
disertai dengan keringat banyak. Keluhan tersebut pertama kali muncul pada
malam hari atau menjelang pagi dan lambat laun juga akan dirasakan pada
siang hari. Penyebab terjadinya keluhan vasomotorik umumnya pada saat
kadar estrogen mulai menurun, dan penurunan ini tidak sampai mencapai
kadar yang rendah.
Semburan panas dirasakan mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher
dan ke kepala. Kulit di daerah tersebut terlihat kemerahan. Meskipun terasa
panas, suhu badan tetap normal. Segera setelah timbul semburan panas,
daerah yang terkena semburan panas tersebut mengeluarkan keringat banyak.
Semburan panas ini akan diikuti dengan rasa sakit kepala, perasaan kurang
nyaman, dan peningkatan frekuensi nadi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
pengeluaran hormon adrenalin dan neurotensin oleh tubuh wanita tersebut.
Selain itu, terjadi pula penurunan sekresi hormone noradrenalin sehingga
terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperatur kulit sedikit meningkat
8
dan timbul perasaan panas. Akibat vasodilatasi dan keluarnya keringat, terjadi
pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang wanita merasa kedinginan.
Rata-rata lamanya semburan panas adalah 3 menit dan dapat berfluktuasi
antara beberapa detik sampai satu jam. Berapa kali semburan panas yang
muncul per harinya berbeda-beda pada setiap individu. Pada keadaan berat,
semburan panas tersebut dapat muncul sampai 20 kali perhari. Gejolak panas
tidak hanya mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari, tetapi juga
semburan panas dan berkeringat yang muncul pada malam hari dapat
menyebabkan gangguan tidur, cepat lelah, dan cepat tersinggung. Banyak
wanita melaporkan sulit konsentrasi dan emosional labil selama transisi
menopause. Meskipun terjadi perubahan pada pembuluh darah, tekanan darah
tidak meningkat.
Gejala vasomotorik dapat muncul pada pramenopause atau segera
sebelum haid muncul. Pada klimakterium prekok, kejadian semburan panas
cukup tinggi,yaitu 70-80%. Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas
satu tahun setelah menopause, dan setelah 5 tahun hanya tinggal 25%. Puncak
maksimal keluhan tersebut muncul antara usia 54 dan 58 tahun. Munculnya
keluhan semburan panas akan diperberat dengan adanya stres, alkohol, kopi,
dan makanan-minuman panas. Lingkungan sekitar yang panas dapat
memperburuk perjalanan penyakit tersebut. Semburan panas juga dapat terjadi
akibat reaksi alergi atau pada hipertiroid, oleh karena itu perlu dilakukan tes
jika gejala vasomotor bersifat atipikal atau resisten terhadap terapi.
9
2. Somatik
Estrogen memicu pengeluaran β-endorfin dari susunan saraf pusat.
Kekurangan estrogen menyebabkan pengeluaran β-endorfin berkurang,
sehingga ambang sakit juga berkurang. Oleh karena itu, tidak heran kalau
wanita peri/pascamenopause sering mengeluh sakit pinggang atau mengeluh
nyeri di daerah kemaluan, tulang, dan otot. Nyeri tulang dan otot merupakan
keluhan yang paling sering dikeluhkan wanita usiaperi/pascamenopause.
Pemberian TSH (terapi sulih hormon) dapat menghilangkan keluhan tersebut.
Pemberian estrogen dan progesterone dapat memicu pengeluaran β-
endorfin, dan β-endorfin ini dapat mengurangi aktivitas usus halus sehingga
mudah terjadi obstipasi. Selain itu, stress juga dapat menimbulkan berbagai
jenis keluhan. Stress meningkatkan pengeluaran β-endorfin, dan zatini
memicu pengeluaran ACTH. β-endorfin dan ACTH berasal dari precursor
yang sama, yaitu, prepiomelanocortin (POMC), yang banyak ditemukan di
dalam nukleus arkuatus. POMC inimerupakan suatu peptide yang membentuk
β-endorfin dihipotalamus dan ACTH di hipofisis anterior. Β-endorfin dapat
meningkatkan nafsu makan sehingga selama pemberian TSH banyak wanita
mengeluh berat badannya bertambah (Baziad, 2003).
10
3. Psikis
Steroid seks sangat berperan terhadap fungsi susunan saraf pusat,terutama
terhadap perilaku, suasana hati, serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang.
Dengan demikian, tidak heran bila terjadi penurunan sekresi steroid seks,
timbul perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif. Kurangnya
aliran darah ke otak menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.
Akibat kekurangan hormon estrogen pada wanita pascamenopause, timbulah
keluhan seperti mudah tersinggung,cepat marah, dan berasa tertekan . Karena
kejadian depresi meningkat pada usia klimakterik dan postpartum dan
pemberian estrogen dan progesteron dapat menghilangkan/mengurangi
keluhan tersebut, maka kekurangan steroid seks dapat dianggap sebagai faktor
predisposisi terjadinya depresi. Depresi sering juga ditemukan beberapa hari
menjelang haid pada wanita usia reproduksi. Perasaan tertekan, nyeri betis,
mudah marah, mudah tersinggung, stres,dan cepat lelah merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada wanita usia klimakterik dan wanita usia reproduksi
dengan keluhan sindrom prahaid.
Penyebab depresi diduga akibat berkurangnya aktivitas serotonin diotak.
Estrogen menghambat aktivitas enzimmonoamine oksidase (MAO). Enzim ini
mengakibatkan serotonin dan noradrenalin menjadi tidak aktif. Kekurangan
estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan enzim MAO. Terbukti, bahwa
wanita pascamenopause yang diberi estrogen menurun aktivitas MAO dalam
11
plasmanya. Pemberian serotonin-antagonis pada wanita pascamenopause
dapat menghilangkan keluhan depresi (Baziad,2003).
4. Gangguan Tidur
Gangguan tidur paling banyak dikeluhkan wanita pasca menopause.
Kurang nyenyak tidur pada malam hari menurunkan kualitas hidup wanita
tersebut. Estrogen memiliki efek terhadap kualitas tidur. Reseptor estrogen
telah ditemukan di otak yang mengatur tidur. Penelitian buta ganda
menunjukkan bahwa wanita yang diberi estrogen equin konjugasi memiliki
periode ‘rapid eye movement’ yang lebih panjang dan tidak memerlukan
waktu lama untuk tidur.
5. Fungsi Kognitif
Kemampuan kognitif, ataupun kemampuan mengingat akan bertambah
buruk akibat kekurangan hormon estrogen. Akibat kekurangan estrogen
terjadi gangguan fungsi sel-sel saraf serta terjadi pengurangan aliran darah ke
otak. Pada keadaan kekurangan estrogen jangka lama dapat menyebabkan
kerusakan pada otak, yang suatu saat kelak dapat menimbulkan demensia atau
penyakit Alzheimer. Pada wanita yang dilakukan pengangkatan kedua
ovarium pada usia muda yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar
estrogen dan androgen secara tiba-tiba, akan terjadi perburukan fungsi
12
kognitif. Pemberian estrogen atau androgen dapat mencegah perburukan
tersebut.
6. Seks dan Libido
Semakin meningkat usia, maka makin sering dijumpai gangguan seksual
pada wanita. Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina
berkurang, cairan vagina berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis
dan mudah cedera. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen
yang cukup merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan
dan mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak lagi menimbulkan nyeri
saat senggama. Wanita dengan kadar estrogen <50pg/ml lebih banyak
mengeluh masalah seksual seperti vaginanya kering, perasaan terbakar, gatal,
dan sering keputihan. Akibat cairan vagina berkurang, umumnya wanita
mengeluh sakit saat senggama sehingga tidak mau lagi melakukan hubungan
seks. Nyeri senggama ini akan bertambah buruk lagi apabila hubungan seks
makin jarang dilakukan. Pada keadaan kadar estrogen sangat rendah pun,
wanita tetap mendapatkan orgasmus. Yang terpenting adalah melakukan
hubungan seks secara teratur agar elastisitas vagina tetap dapat dipertahankan.
7. Neurologi
Kurang lebih sepertiga wanita menderita sakit kepala dan migrain. Pada
12% wanita keluhan tersebut muncul menjelang atau selama haid
13
berlangsung. Ini menunjukkan adanya hubungan keluhan tersebut dengan
perubahan hormonal. Pada sepertiga wanita, sakit kepala atau migrain akan
membaik setelah menopause. Namun, terdapat juga wanita yang keluhan sakit
kepala dan migrain justru bertambah berat setelah memasuki usia menopause.
Migrain yang muncul berhubungan dengan siklus haid diduga berkaitan
dengan turunnya kadar estradiol.
8. Urogenital
Alat genital wanita dan saluran kemih bagian bawah sangat dipengaruhi
oleh estrogen. Keluhan genital dapat berupa iritasi, rasa panas, gatal,
keputihan, nyeri, berkurangnya cairan vagina, dan dinding vagina berkerut.
Keluhan pada saluran kemih berupa sering berkemih, tidak dapat menahan
kencing, nyeri berkemih, sering kencing malam, dan inkontinensia.
Vagina pascamenopause terjadi involusi dan vagina kehilangan rugae.
Epitel vagina atrofi dan mudah cedera. Vaskularisasi dan aliran darah ke
vagina berkurang sehingga lubrikasi berkurang yang mengakibatkan
hubungan seks menjadi sakit. Atrofi vagina menimbulkan rasa panas, gatal,
serta kering pada vagina. Pada oofarektomi bilateral, akibat penurunan
estrogen yang begitu cepat, kelainan pada vagina terjadi begitu drastis,
sedangkan pada menopause alami kelainan yang muncul biasanya tidak begitu
parah. Epitel vagina bereaksi sangat sensitif terhadap penurunan kadar
estrogen.
14
Begitu wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina meningkat dan
pascamenopause pH vagina terus meningkat hingga mencapai nilai 5-8.
Vagina mudah terinfeksi dengan trikomonas, kandida, stafilo dan
streptokokus, serta baktericoli atau gonokokus.
Pada saluran kemih kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada sel-sel
uretra dan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Epitel uretra dan trigonum
vesika mengalami atrofi. Matrik yang terdiri dari berbagai jenis kolagen,
elastin, fibronektin, dan proteoglikan juga mengalami perubahan. Akibat
berkurangnya laju pergantian, pada pascamenopause terjadi peningkatan
kadar kolagen dalam jaringan periuretral, sedangkan kadar proteoglikan (asam
hialuronid) tidak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini dan
penurunan aliran darah menyebabkan berkurangnya turgor dan tonus dari otot
polos uretra dan detrusor vesika sehingga mengganggu mekanisme kerja
jaringan-jaringan ikat. Akibatnya, pada usia tua mudah terjadi kelemahan
pada dasar panggul dan berpengaruh terhadap integritas sistem
neuromuskuler.
Atrofi epitel uretra yang disebabkan oleh kekurangan estrogen sering
menimbulkan sindrom uretra berupa bakterialisureterits, sistitis, atau kolpitis.
Gangguan miksi berupa disuri, polakisuri, nokturi, rasa ingin berkemih hebat,
atau urin yang tak tertahankan, sangaterat kaitannya dengan atrofi mukosa
uretra. Iritabel vesika dan urgein kontinensia juga berhubungan dengan atrofi
dari uretra dan mukosa vesika, sedangkan stres inkontinensia lebih erat
15
kaitannya dengan perubahan degeneratif dari sistem neuromuskuler dan
jaringan ikat.
Kontinen baru dapat terjadi bila tekanan uretra melebihi tekanan
intravesika, baik pada keadaan beban fisiologik, maupun beban sensorik.
Tekanan penutupan positif ini sangat bergantung pada kompresi yang cukup
dari mukosa dan submukosa uretra. Empat lapis dari uretra, yaitu epitel
jaringan ikat, kompleks vaskuler, otot polos, dan otot lurik secara bersamaan
ikut ambil bagian dalam mencegah terjadinya inkontinensi.
Stres inkontinensia merupakan bentuk inkontinensia yang paling banyak
ditemukan dan merupakan inkontinensia yang tidak disebabkan oleh
kekurangan estrogen, meskipun paling banyak dijumpai pada klimakterium
dan pascamenopause. Stres inkontinensia adalah keluarnya urin tanpa dirasa
pada keadaan detrusor stabil dan terjadi akibat berkurangnya penutupan
vesika, dan uretra tidak mampu menahan tekanan vesika yang meningkat
tersebut. Peningkatan tekanan vesika dapat dipacu oleh batuk, bersin,tertawa,
berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat.
Urgein kontinensia yang terjadi adalah kapasitas urin tidak
terganggu,tetapi sensitivitas dan rangsangan detrusor meningkat. Sering juga
ditemukan tonus vesika yang meningkat. Peningkatan tekanan intravesika,
seperti saat batuk, tertawa, perubahan posisiakan menyebabkan kontraksi
detrusor, sehingga timbul rasa ingin berkemih yang tidak tertahankan. Untuk
16
membedakan dengan stresi nkontinensia ,maka perlu dilakukan pengukuran
tekanan intra vesika.
Iritabel vesika merupakan gejala berupa meningkatnya frekuensi
berkemih, polakisuri yang berlebihan dengan rasa ingin berkemih yang hebat
(imperatif). Iritabel vesika terjadi berdasarkan tingginya sensitivitas dan
rangsangan terhadap detrusor, dimana tekanan vesika biasanya normal,
rendah, atau meningkat. Iritabel vesika biasanya disebabkan oleh atrofivesika
dan uretra akibat kekurangan estrogen.
9. Kulit
Estrogen mempengaruhi kulit terutama kadar kolagen, jumlah
proteoglikan, dan kadar air dari kulit. Kolagen dan serat elastin berperan
untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat
dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah
besar. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan
fibroblas, serta aliran darah. Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis
kulit sampai atrofi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan
berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen.
Kehilangan kolagen ini juga berjalan paralel dengan hilangnya massa tulang
karena kandungan kolagen tulang yang cukup banyak sehingga mudah terjadi
osteoporosis. Kekurangan estrogen juga menyebabkan berkurangnya sintesis
dan polimerisasi asam hialuron sehingga terjadi pengurangan pengambilan
17
dan penyimpananair, yang pada akhirnya terjadi dehidrasi kulit. Hal ini
membuat kulit kehilangan elastisitasnya, atopik, tipis, kering, dan berlipat-
lipat. Produksi sebum, fungsi kelenjar, dan pertumbuhan rambut menjadi
berkurang. Kulit mudah cedera dan penyembuhan luka menjadi tergganggu
Perubahan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan estrogen dapat
menyebabkan perburukan sistem pertahanan kulitsehingga mudah terkena
penyakit kulit (dermatosis). Kejadian psoriasis dan eksema meningkat pada
usia perimenopause.
10. Rambut
Pascamenopause terjadi perubahan terhadap pertumbuhan rambut, yaitu
rambut pubis, ketiak, serta rambut di kepala menjadi tipis. Rambut dikepala
rontok. Selain itu, estrogen meningkatkan aktivitas enzim tirosinase yang
mengkatalisasi sintesis melanin. Oleh sebab itu, kekurangan estrogen dapat
menyebabkan aktivitas tirosina semenurun sehingga sintesis melanin
berkurang yang selanjutnya menimbulkan ubanan pada rambut.
11. Mulut, Hidung,dan Telinga
Seperti pada kulit, kekurangan estrogen juga menyebabkan perubahan
mulut dan hidung. Selaput lendirnya berkerut, aliran darah berkurang, terasa
kering, dan mudah terkena gingivitis. Kandungan air liur juga mengalami
perubahan. Pemberian estrogen dapat mengurangi keluhan tersebut,
18
kandungan zat-zat dalam air liur menjadi normal. IgA, IgG, dan IgM menjadi
berkurang. Florabakteri dalam air liur tidak mengalami perubahan. Akibat
kekurangan estrogen dapat meningkatkan resorbsi tulang dagu (osteoporosis)
dan gigi mudah rontok. Selaput lender mulut seperti halnya juga vagina
memiliki kemampuan mensintesis NO yang bersifat bakterisid.
12. Mata
Kekurangan estrogen dapat menyebabkan atrofi kornea dan konjungtiva,
serta turunnya fungsi kelenjar air mata. Pemakaian lensa kontak akan
mendapatkan kesulitan dalam penggunaannya. Kerato konjungtivitis paling
sering ditemukan pada wanita pascamenopause, dan sangat efektif diatasi
dengan pemberian estrogen. Perubahan kadar estradiol pada fase
peri/pascamenopause mempengaruhi tekanan intraokuler. Kelihatannya
turunnya estradiol serum dapat meningkatkan tekanan bola mata.
13. Otot dan Sendi
Banyak wanita menopause mengeluh nyeri otot dan sendi. Pemeriksaan
radiologik umumnya tidak ditemukan kelainan. Sebagian wanita, nyeri sendi
erat kaitannya dengan perubahan hormonal yang tejadi. Pemberian TSH dapat
mengurangi keluhan-keluhan tersebut. Hal ini terjadi akibat estrogen
19
meningkatkan aliran darah dan sintesis kolagen. Timbulnya osteoartrosis dan
osteoartritis dapat dipicu oleh kekurangan estrogen, karena kekurangan
estrogen menyebabkan kerusakan matrik kolagen dan dengan sendirinya pula
tulang rawan ikut rusak. Kejadiannya meningkat dengan meningkatnya usia.
14. Payudara
Payudara merupakan organ sasaran utama bagi estrogen dan progesteron.
Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi payudara. Pada
pascamenopause, payudara mengalami atrofi, terjadi pelebaran saluran air.
2.5 Gangguan Kesehatan Setelah menopause
2.5.1 Osteoporosis
Kekurangan hormon estrogen akan dapat menyebabkan hilangnya masa
tulang. Akibatnya dapat terjadi osteoporosis yang akhirnya akan membuat tulang
mudah patah. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang usia 50 tahun/lebih yang
ditandai dengan berkurangnya densitas tulang.
Pada wanita proses penyusutan tulang lebih besar dibandingkan pria,
karena tulang wanita sangat dipengaruhi oleh estrogen. Penyusutan terjadi sekitar
3% pertahun dan akan berlangsung terus hingga 5-10 tahun pasca menopause.
Sepanjang hidup seorang wanita, total jarinngan tulang yang menyusut sekitar
40-50%, sedangkan pada laki-laki hanya 20-30%.
20
Selain digunakan sebagai pengobatan, estrogen juga dapat digunakan
sebagai pencegahan osteoporosis. Bagaimanapun pencegahan adalah lebih baik
daripada pengobatan, karena biaya pengobatan untuk osteoporosis cukup besar.
Di Amerika Serikat biaya perawatan patah tulang akibat osteoporosis pertahun
mencapai 20-30 triliyun rupiah.
Untuk dapat mencegah terjadinya osteoporosis, maka estrogen diberikan
begitu seorang wanita memasuki usia menopause dan terus berlanjut sampai 5-10
tahun pasca menopause.
2.5.2 Kelainan Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dan kesakitan
pada wanita menopause. Penyebab lain berturut-turut adalah patah tulang, kanker
payudara dan kanker endometrium.
Pada tahun 2000, 38% wanita di Amerika Serikat berumur 45 tahun atau
lebih, pada tahun 2015 proporsi ini akan meningkat menjadi 45%. Satu dari
sembilan wanita berumur 45-64 tahun menderita berbagai macam penyakit
kardiovaskular dan setelah 65 tahun rasionya meningkat menjadi 1 banding 3.
Kira-kira 40% penyakit koroner pada wanita berakibat fatal dan 67% dari semua
kematian mendadak yang terjadi pada wanita tersebut tanpa riwayat penyakit
jantung koroner. Mereka kehilangan daya tahan terhadap penyakit jantung
koroner akibat berkembangnya menopause, dan meningkatnya insiden penyakit
21
ini bukan karena perubahan gaya hidup atau faktor risiko tetapi karena perubahan
lipoprotein yang terjadi pada menopause.
Pada wanita menopause HDL kolesterol adalah satu indikator untuk
terjadinya penyakit jantung koroner, dimana untuk setiap peningkatan 10 mg/dL
risiko akan menurun sampai 50%. Trigeliserida juga merupakan faktor risiko
penting untuk penyakit jantung koroner, dimana terjadi peningkatan penyakit
jantung jika kadar trigeliserida meningkat dan kadar HDL yang rendah.
Banyak bukti yang mengatakan bahwa pengaruh kardioprotektif dari
terapi pengganti estrogen adalah pada kadar lipid serum. Wanita postmenopause
yang mempunyai kadar HDL kolesterol kurang dari 46 mg/dL mempunyai risiko
6 kali lipat untuk terjadi penyakit jantung koroner dibandingkan dengan wanita
dengan kadar HDL kolesterol lebih dari 67 mg/dL.