106
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Sanitasi Tempat – Tempat Umum dan Mal 2.1.1 Pengertian Sanitasi Tempat – Tempat Umum Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah : “Upaya pengendalian faktor fisik yang dapat memberikan pengaruh berbahaya terhadap perkembangan jasmani, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Pengertian Tempat _ Tempat Umum menurut Departemen Kesehatan, adalah :“Tempat kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan – badan pemerintah, swasta, perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat, mempunyai tempat dan kegiatan tetap, serta memiliki fasilitas.” Berdasarkan kedua pengertian diatas, Sanitasi Tempat- Tempat Umum (STTU) adalah : “ilmu yang mempelajari tentang upaya atau usaha pengendalian tehadap faktor lingkungan tempat kegiatan bagi umum yang dapat membahayakan atau mengganggu perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia yang ditimbulkan oleh tempat yang digunakan untuk kegiatan umum.”

BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Embed Size (px)

DESCRIPTION

INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI. INI ADALAH BAHAN PKL KAMI.

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Sanitasi Tempat – Tempat Umum dan Mal

2.1.1 Pengertian Sanitasi Tempat – Tempat Umum

Pengertian Sanitasi menurut WHO adalah : “Upaya pengendalian faktor fisik yang

dapat memberikan pengaruh berbahaya terhadap perkembangan jasmani, kesehatan

dan kelangsungan hidup manusia.

Pengertian Tempat _ Tempat Umum menurut Departemen Kesehatan,

adalah :“Tempat kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan – badan

pemerintah, swasta, perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat,

mempunyai tempat dan kegiatan tetap, serta memiliki fasilitas.”

Berdasarkan kedua pengertian diatas, Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)

adalah : “ilmu yang mempelajari tentang upaya atau usaha pengendalian tehadap

faktor lingkungan tempat kegiatan bagi umum yang dapat membahayakan atau

mengganggu perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia

yang ditimbulkan oleh tempat yang digunakan untuk kegiatan umum.”

2.1.2 Pengertian Pusat Perbelanjaan

Menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 50

tahun 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengusahaan Perpasaran Swasta di Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, pusat perbelanjaan adalah tempat jual beli umum yang terdiri

dari pertokoan, pasar, dan pusat pertokoan yang mengelompok dalam satu kawasan

tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah atau kawasan

perdagangan yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum, yang pelayanannya

dilakukan secara modern dan menggunakan teknologi maju.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.1.3 Peranan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU)

Berdasarkan pengertian Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) di atas maka

peranan Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU), yaitu :

a. Menjamin keadaan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan antara lain adanya

penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan limbah, sampah,

pengendalian vektor dan binatang pengganggu, pencahayaan dan ventilasi yang

memenuhi syarat serta terpeliharanya keadaan fisik bangunan dan fasilitasnya.

b. Memberikan jaminan psikologis pada masyarakat pengunjung maupun masyarakat

sekitarnya berupa rasa aman (secure), terlindung (safe), dan nyaman (comfort).

c. Mempromosikan tempat – tempat umum tersebut secara tidak langsung

2.2 Tinjauan Tentang Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

2.2.1 Pengertian Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Vektor adalah binatang, dapat berupa serangga, tikus, anjing, kucing, keong atau

hewan lain yang dapat menularkan atau memindahkan atau dapat menjadi sumber

penularan penyakit. (Pranoto, 1993).

Sedangkan binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu,

menyerang ataupun menularkan penyakit terhadap manusia, binatang mapun

tumbuh-tumbuhan (Adang I,dkk,1985) .

Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk

menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga vektor di suatu wilayah

atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan

penyakit tular vektor dapat dicegah (PMK No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang

Pengendalian Vektor).

Jadi yang dimaksud Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu adalah semua

kegiatan dan tindakan untuk menurunkan populasi hewan yang dapat menularkan

penyakit, mengganggu, dan menyerang manusia, hewan maupun bintang sehingga

dapat mencegah penularan penyakit.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.2.2 Konsep Dasar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Berdasarkan uraian diatas maka konsep dasar pengendalian vektor dan binatang

pengganggu adalah:

1. Menitikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui

suatu pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau

kombinasi beberapa metode pengendalian vektor dan binatang

pengganggu.

2. Berdasarkan azas keamanan terhadap semua faktor lingkungan,

rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta mempertimbangkan

kelestarian keberhasilannya.

3. Tidak bermaksud untuk memberantas atau membasmi vektor dan binatang

pengganggu sampai ke akar-akarnya, tetapi memutuskan rantai penularan

antara sumber penyakit dengan manusia atau mencegah tertularnya suatu

penyakit menular kepada manusia melalui peranan vektor penyakit dan

binatang pengganggu.

2.2.3 Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Pengendalian Vektor dan Binatang

Pengganggu

Ada 7 faktor penting yang terkait dengan keberhasilan pengendalian vektor dan

binatang pengganggu yaitu (Pranoto, 1993):

1. Pengenalan vektor dan binatang pengganggu

Agar pengendalian vektor dan binatang pengganggu terarah kepada sasaran

yang tepat, maka terlebih dahulu harus mengenal jenisnya yang menimbulkan

masalah disuatu wilayah. Caranya adalah dengan mengidentifikasi vektor dan

binatang penggangu yang ditemukan di wilayah yang akan dikendalikan.

2. Pemahaman bionomik vektor dan binatang pengganggu.

Dalam ekologi, bionomik (Yunani: bio = hidup, nomos = hukum) adalah studi

komprehensif organisme dan hubungannya dengan lingkungannya -

Diterjemahkan dari kata Prancis Bionomie - penggunaan pertama dalam

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

bahasa Inggris pada 1885-1890. Dewasa ini kita menyebutnya, "ekologi" .

(encyclopedia.thefreeecyclopedia.com, 04-12-2012).

Jadi bionomik vektor dan binatang pengganggu adalah menyangkut segala

sesuatu interaksi vektor dan binatang pengganggu dengan lingkungan. Dengan

mempelajari bionomik akan diketahui segala sesuatu yang berhubungan

dengan kebiasaan hidup atau tata kehidupan dari vektor dan binatang

pengganggu.

Pengetahuan tentang bionomik sangat penting dalam keberhasilan

pengendalian vektor dan binatang pengganggu. Bila mengetahui bionomik

vektor dan binatang pengganggu, maka pengendaliannya akan efektif dan

efisien.

Vektor dan binatang pengganggu sebagai makhluk hidup mempunyai

bermacam-macam kebiasaan hidup, antara lain yang penting diketahui

sehubungan dengan upaya pengendalian yaitu kebiasaan yang berhubungan

dengan:

a) Perkawinan atau berkembang biak, mencari makan dan lamanya hidup.

b) Mencari tempat berlindung dan bersarang.

c) Kegiatan diwaktu malam dan siang hari.

d) Pemilihan mangsa yang menjadi sasaran

e) Didalam rumah dan diluar (iklim, suhu, kelembaban, pencahayaan alami

dan non alami, dll)

f) Daya tahan terhadap pestisida

3. Pemilihan metode pengendalian.

4. Pemilihan jenis pestisida yang akan digunakan jika direncanakan akan

menggunakan pestisida.

5. Pemilihan peralatan aplikasi yang tepat.

6. Teknik aplikasi pestisida yang benar.

7. Keterampilan Tenaga Pelaksana (SDM)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.2.4 Teknik Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu

Teknik pengendalian vector dan binatang pengganggu terbagi atas 2 bentuk:

1) Teknik Pengendalian Primer:

Berupa pengendalian yang langsung diarahkan terhadap daya dukung

lingkungan (environmental management) atau memanfatkan potensi

lingkungan yaitu:

a) Modifikasi lingkungan (environmental modification)

Yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan cara

penimbunan (filling) terhadap lubang-lubang dipermukaan tanah aliran atau

bekas galian, pengeringan (draining) air dengan melancarkan atau

mengalirkan air dan pembuatan dam atau tanggul untuk mencegah aliran

air (diking).

b) Manipulasi lingkungan (environmental manipulation)

Yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan cara merubah

situasi dan kondisi lingkungan, misalnya dengan merubah kadar garam

(salinity) air, pembersihan tanaman air, penanaman pohon bakau, dsb.

c) Pengendalian alami

Yaitu pengendalian dengan memanfaatkan potensi alam, misalnya dengan

cara menanam tumbuh-tumbuhan yang bersifat anti serangga atau pengusir

serangga (repellent) seperti tanaman lavender, akar wangi, geranium, zodia

dan suren. Dibidang pertanian misalnya dengan mengatur tata tanam

sehingga mengacaukan siklus dan mencegah perkembiakan hama.

2) Teknik Pengendalian Sekunder

Pengendalian vector dan binatang pengganggu dengan menggunakan berbagai

peralatan dan teknologi yang telah dikembang dikembangkan para ahli.

Teknik pengendalian sekunder dapat di kelompokkan atas pengendalian secara:

a) Fisika - Mekanika, misal memakai pemukul, perangkap, raket elektronik,

memasang jaring kawat rapat untuk mencegah masuknya tikus atau

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

serangga, memanfaatkan cahaya untuk menjebak atau menolak serangga,

menggunakan suara dengan frekuensi tertentu untuk mengusir tikus,

pembalikan tanah sebelum ditanam, dll.

b) Sanitasi, yaitu memelihara kebersihan lingkungan dari sampah (limbah

padat), limbah cair, dsb.

c) Biologis yaitu dengan cara memutuskan siklus perkembang biakan vector

dan binatang penganggu, misalnya mengembang biakkan binatang predator

larva serangga seperti ikan cupang, kepala timah, mujair, gupy dsb.

Mengembangkan organisme yang bersifat parasit terhadap nyamuk,

misalnya jamur Coelomyses atau bersifat pathogen terhadap larva seperti

Bacillus thuringiensis israeliensis (Bti., Vectobac, Teknar) dan Bacillus

sphaericus.

d) Undang-undang yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu

dengan cara menegakkan peraturan perundang-undangan yang harus ditaati

semua lapisan masyarakat. Misalnya Undang-undang Karantina, Undang-

undang tentang sampah, Undang-undang Gangguan (HO) dsb.

Pelaksanaannya dilakukan masyarakat dan pemerintah, misalnya melarang

masyarakat yang mengidap penyakit tertentu langsung masuk ke Indonesia

untuk mencegah penularan penyakit atau membawa binatang yang

merupakan host penyakit menular tertentu; melarang masyarakat

membuang sampah sembarangan atau terbuka (open dumping) agar

tidakmenjadi sumber makanan (feeding places) dan tempat perkembang

biakan (breeding places) vector dan binatang pengganggu.

e) Kimiawi yaitu dengan cara menggunakan bahan kimia (pestisida) dengan

berbagai peralatan aplikasi. Penggunaan bahan kimia (anorganik) sebaiknya

merupakan alternative terakhir jika alternative lain sudah tidak efektif lagi.

Atau menggunakan pestisida nabati agar tidak mencemari lingkungan

(degradasi) dan mudah di uraikan oleh alam.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

f) Terpadu yaitu menggunakan perpaduan berbagai cara tersebut diatas.

Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) sesuai amanat Peraturan Menteri

Kesehatan No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor yaitu

merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode

pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan,

rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan

mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya merupakan pendekatan

yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang

dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas

pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian

keberhasilannya.

2.2.5 Tujuan Pengendalian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pengendalian vector dan binatang

pengganggu, (Adang Iskandar, dkk, 1993) yaitu:

1. Pencegahan (prevention) yaitu menjaga populasi vector dan binatang

pengganggu tetap pada suatu tingkat tertentu yang tidak akan menimbulkan

masalah atau menyebarkan penyakit.

2. Penekanan (suppression) yaitu pengendalian vector dan binatang pengganggu

dengan tujuan menekan atau mengurangi tingkat populasinya sehingga

mencapai batas yang tidakmembahayakan.

3. Pembasmian (eradication) yaitu pengendalian vector dan binatang

pengganggu dengan tujuan membasmi atau memusnahkan vector dan binatang

pengganggu di suatu wilayah tertentu secara keseluruhan. Tujuan ini sangat

sulit atau hampir tidak mungkin untuk dicapai. Dari segi ekologi tidak

dibenarkan karena akan merusak keseimbangan alam.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.2.6 Tinjauan Tentang Vektor lalat

2.2.6.1 Morfologi Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari

subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat

mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran

pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil

(berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh

32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya

lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya

lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih,

yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari

ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis

lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model

penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk

menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau

dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada

saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi

ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat

ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di

lingkungan gelap.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Gambar 2.2.8.1

Visualisasi Seekor Lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis

lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca

domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya

seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra

aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu

lingkungan peternakan.

Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :

1. Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang

sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan

terbang lalat)

2. Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata

majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak

sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan

penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain

itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada

spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua

kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan

mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang

mengancam dirinya.

Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam

jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi

perkembangbiakan lalat.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.2.6.2 Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat

dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk

oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di

feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari

feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk

berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah

menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk

perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa)

hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki

usia hidup selama 15-25 hari.

Gambar 2.2.8.2

Siklus Hidup Lalat

2.2.6.3 Makanan Lalat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari.

Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari – hari seperti gula,

susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang.

2.2.6.4 Tempat Perindukan Lalat

Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran

manusia dan binatang, tumbuh – tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk

secara kumulatif (dikandang).

a. Kotoran Hewan

Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran

hewan yang lembab dan masih baru (normalnya lebih kurang satu minggu).

b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan

Lalat suka hinggap dan berkembang biak pada sampah, sisa makanan, buah –

buahan yang ada didalam rumah maupun di pasar.

c. Kotoran Organik

Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan

makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang

biaknya lalat.

d. Air Kotor

Lalat rumah berkembang biak pada permukaan air kotor yang terbuka.

2.2.6.5 Ekologi Lalat Dewasa

Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai

karier penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan.

Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari

biasanya istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang

lebih terang.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

a. Tempat Peristirahatan

Pada waktu hinggap lalat menngeluarkan ludah dan tinja yang membentuk

titik hitam. Tanda – tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal

tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristrahat di

lantai dinding, langit – langit, rumput – rumput dan tempat yang sejuk. Juga

menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat perkembang

biakan, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah,

lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, lewat listrik dan tidak aktif

pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih

dari 5 (lima) meter.

b. Fluktasi Jumlah Lalat

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya.

Pada malam hari tidak aktif namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.

Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban

jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 200C – 250C dan

akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 100C atau 490C serta

kelembaban yang optimum 90%.

c. Perilaku dan Perkembangbiakan

Pada siang hari lalat bergerombol atau terkumpul dan berkembang biak di

sekitar sumber makananya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya,

temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 350C -

400C, kelembaban 90 %. Aktifitas terhenti pada temperatur < 150C.

2.2.6.6 Penyakit yang Disebabkan Oleh Lalat

a) Desentri

Bibit penyakit desentri dibawa oleh lalat rumah yang berasal dari sampah,

kotoran manusia / hewan terutama melalui bulu – bulu badannya, kaki dan

bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap dimakanan oleh

manusia, akhirnya timbul gejala pada manusia yaitu sakit pada bagian perut,

lemas.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

b) Diare

Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala sakit pada bagian

perut, lemas dan pencernaan terganggu.

c) Typhoid

Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala sakit pada usu, sakit

pada bagian perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi.

d) Cholera

Cara penyebarannya sama dengan desetri dengan gejala muntah – muntah,

demam, dehydrasi.

2.2.6.7 Pengendalian Lalat

1. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat

a) Kandang ternak

- Kandang ternak harus dapat dibersihkan

- Lantai kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari

b) Peternakan / kandang burung

- Bila burung / ternak berada dalam kandang dan kotorannya

disangkar, kandang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup

agar kandang tetap kering.

- Kotoran burung / ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara

interval dapat dibersihkan.

c) Sampah basah dan sampah organik

Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola

dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Lalat

mungkin dapat berkembang biak di tempat sampah yang permanen dan

tertutup rapat. Dalam iklim panas larvalalat ditempat sampah dapat

menjadi pupa dalam waktu hanya 3 – 4 hari. Untuk daerah tertentu,

sampah basah harus dikumpulkan paling lambat 2 kali dalam

seminggu.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Bila tempat sampah sudah kosong harus segera dibersihkan sisa – sisa

sampah pada dasar tempat sampah tersebut. lokasi tempat pembuangan

sampah akhir harus berjarak ± 100 m dari hunian penduduk.

2. Mengurangi sumber yang menarik lalat

Untuk mengurangi sumber yang menarik lalat dapat dicegah dengan

melakukan :

- Kebersihan lingkungan

- Membuat tempat sampah

- Menutup tempat sampah

- Untuk industri yang menggunakan produk yang dapat menarik lalat

harus dipasang alat pembuang bau (Exhaust)

3. Mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman

penyakit

Sumber kuman penyakit dapat berasal dari kotoran manusia, bangkai

binatang, sampah basah, lumpur organik, maupun orang sakit mata.

Cara untuk mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung

kuman adalah sebagai berikut :

a. Membuat konstruksi jamban yang memenuhi syarat, sehingga lalat

tidak bisa kontak dengan kotoran.

b. Mencegah agar lalat tidak masuk ke tempat sampah dengan

menutup tempat sampah

4. Melindungi makanan, peralatan makanan dan orang yang kontak dengan

lalat

Untuk melindungi makanan, peralatan, dan orang yang kontak dengan

lalat dapat dilakukan dengan :

- Makanan disimpan di lemari makan

- Makanan harus ditutup

- Jendela dan tempat – tempat terbuka harus dipasang kawat kasa

- Pintu dipasang dengan didtim yang dapat menutup sendiri

- Kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk

- Memasang stik berperekat anti lalat sebagai perangkap

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

5. Cara fisik

Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi

kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya

cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor,

hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran,

serta buah – buahan. Beberapa cara fisik untuk memberantas lalat, yaitu :

a. Perangkap lalat ( Fly Trap)

Lalat dalam jumlah yang besar / padat dapat ditangkap dengan alat

ini. Cara ini hany cocok digunakan di luar rumah .

b. Umpan kertas berbentuk pita / lembaran (Stick Tapes)

Dipasaran tersedia alat ini, menggantung diatap, menarik lalat karena

kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap

oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup

sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.

c. Perangkap dan pembunuh elektronik (Light Trap With Electrocutor)

Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan

jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet

menarik lalat hijau (Blow Flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat

rumah metode ini hanya diuji dibawah kondisi setempat sebelum

investasi selanjutnya dibuat.

d. Pemasangan kasa kawat / plastik pada pintu dan jendela serta lubang

angin / ventilasi.

e. Membuat pintu du lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan

kedua merupakan pintu kasa yang membuka dan menutup sendiri.

6. Cara Kimia

Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya untuk

periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resisten

yang cepat.

Aplikasi yang efektif dari pestisida dapat secara sementara memberantas

lalat dengan cepat, yang aman diperlukan pada KLB Cholera, Desentri.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits),

penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan

(space spraying).

a. Cara Umpan (Baits)

TABEL 2.2.6.7.1

CARA UMPAN (BAITS) UNTUK LALAT

Insektisida Type Umpan

Kering

Tersebar

Cairan

Tetes

Cairan

Curah

Merekat

ORGANO PHOSPHORUS

Dichlorvos + + + + +

Dimethoate + + +

Trichlorfon + + + + + + + +

Azamethipos + + +

Diazinon + + + +

Fenchlorvos + + +

Malathion + + +

Naled + + +

Propetamphos + +

CARBAMAT

Bandiocarb + + +

Dimetlan + + +

Methomyl + +

Propoxur + + +

Formaldehyde +

Sumber : Data Senkuder

Keterangan :+ atau ++ menunjukkan insektisida uang paling cocock

atau sudah cukup luas digunakan untuk tipe aplikasi tertentu

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

b. Cara Penyemprotan dengan Efek Residu (Residual Spraying)

TABEL 2.2.6.7.2

CARA PENYEMPROTAN DENGAN EFEK RESIDU

(RESIDUAL SPRAYING) UNTUK LALAT

Insektisida Dosis Bahan

Aktif (g / m2)

Keterangan

ORGANO PHOSPHORUS

Azamethiphos 1,0 - 2,0 Dijual sebagai umpan bergula

(kekebalan tingkat rendah telah

terjadi disebagian besar tempat)

Bromophos 1,0 – 2,0

Diazinon 0,4 – 1,0

Dimethoade 0,25 – 1,0

Chlorfenvinphos 0,4

Fenitrothinphos 1,0 – 2,0

Fenitrothion 1,0 – 2,0

Jodfenphos 1,0 – 2,0

Malathion 1,0 – 2,0

Pirimiphos methyl 1,0 – 2,0

Propetamphos 0,25 – 1,0

Trichlorfon 1,0 – 2,0

PIRETROID

Alphacypermethrin 0,02 Di Canada dan sebagian Eropa

telah dengan cepat terjadi

kekebalan

Cyfluthrin 0,03

Cypermethrin 0,025 – 0,1

Deltamethrin 0,01 -0,15

Fenvalerate 1,0

Permethrin 0,025 – 0,1

Sumber : Data Senkuder

Keterangan : untuk sebagian besar golongan Organoposporus terdapat

larangan diberbagai negara untuk digunakan di pabrik susu, pabrik

pengolahan makanan atau tempat lain dimana makanan terpapar dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

beberapa golongan ini juga dilarang digunakan dimana terdapat ayam,

kerbau dan binatang lainnya.

c. Cara Pengasapan (Space Spraying)

TABEL 2.2.6.7.3

CARA PENGASAPAN (SPACE SPRAYING) UNTUK LALAT

S

Sumber : Data Senkuder

Keterangan : 1. Didaerah dimana lalat belum kebal terhadap

insektisida, 2. Dikombinasikan dengan piretroid lain

akan memberikan efek knockdown yang cepat atau

Insektisida Dosis Bahan Aktif (g / m2)

ORGANO PHOSPHORUS

Azamethiphos 340

Diazinon 340

Dichlorvos 220

Fenchlorvos 450

Jodfenphos 350

Malathion 670

Baled 220

Pirimiphos methyl 250

PIRETROID

Bioresmethrin 5 - 10

Cyfluthrin 2

Deltamethrin 0,5– 1,0

Phenothrin 5 – 10

Permethrin 5 – 10

Pyrethrins 20

Resmethrin 20

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

dengan sinergis seperti piperonyl butoxide ( 5 – 10

g/ha ).

7. Cara Biologi

Dengan memanfaatkan sejenis semut kecil berwarna hitam untuk

mengurangi populasi lalat rumah ditempat – tempat sampah.

Tabel 2.2.6.7.4

Formula Pembuatan

Insect Repellents dan Fly Paper

Insect Repellents

Bahan Berat (g) Bagian Cara pembuatan

White petroleum jelly 57 8 Campurkan bahan - bahan

tersebut sehingga menjadi

Cream dan oleskan pada

kulit

Oil of Citronella 14 2

Spirit of Camphor 7 1

Cedar wood oil 7 1

Oil of Citronella 28 2 Campurkan bahan – bahan

tersebut sehingga menjadi

lotion dan oleskan pada

kulit

Spirit of Camphor 28 2

Cedar wood oil 14 1

Oil of Citronella 28 1 Campurkan bahan – bahan

tersebut sehingga menjadi

lotion dan oleskan pada

kulit

Liquid petroleum 113 4

Oil of Citronella 85 12 Campurkan bahan – bahan

tersebut sehingga menjadi

lotion dan oleskan pada

kulit, untuk kulit yang

sensitive, castor oil

ditinggikan menjadi 170 g

Spirit of Camphor 28 4

Oil of tar 28 4

Oil of Pennyroyal 2 7 1

Castor oil or tallow 113 16

Sumber : Data Senkuder

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Fly Paper

Bahan Berat (g) Bagian Cara pembuatan

Rosin 907 1 Panaskan kedua bahan ini

sampai berwarna seperti

Molasses, sementara masih

panas kuas / sapukan pada

bagian dari semua jenis

kertas, letakkanlah

beberapa Fly paper tersebut

dalam ruangan

Castrol Oil 4732 5

Sumber : Data Senkuder

Keterangan : Akan mengusir nyamuk dan lalat, bahan kimia dengan kadar

repellent yang tinggi adalah Deet dan tetapi terlalu mahal

untuk digunakan pada low income sett;ement atau sejenis oil

lainnya yang cocok

2.2.7 Tinjauan Tentang Binatang Pengganggu (Tikus)

2.2.7.1 Biologi dan Pencirian Tikus dan Mencit

Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan

menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkannya

kedalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat), subordo Myomorpha,famili

Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih jelasnya, tikus dapat

diklasifikasikan sbb :

Dunia : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Subklas : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub famili : Murinae

Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

2.2.7.2 Kebiasaan dan habitat

Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir

di semua habitat (Lampiran 1). Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang

dekat hubungnnya dengan manusia adalah sebagai berikut :

a. R. Norvegicus

Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-benda

keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb. Hidup dalam rumah,

toko makanan dan gudang, diluar rumah, gudang bawah tanah, dok dan

saluran dalam tanah/riol/got.

b. R. ratus diardii

Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang

ulung, menggigit benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon,

tanaman yang menjalar. Hidup dalam rumah tergantung pada cuaca.

c. M. Musculus

Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang,

menggigit hidup didalam dan diluar rumah.

2.2.7.3 Kemampuan Alat Indera dan Fisik

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Rodensia termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada

malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu

kemampuan yang khusus agar bebas mencari makanan dan menyelamatkan

diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap.

a. Kemampuan alat indera

1. Mencium

Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluar

sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan

kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya

sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang memberikan jejak bau

yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting

untuk Rodensia karena dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili

atau tikus asing. Bau juga memberikan tanda akan bahaya yang telah

dialami.

2. Menyentuh

Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia komensal, ini

untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak dimalam hari.

Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap digunakan selama

menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan benda lain yang dekat

sangat membantu dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini

terhadap ada atau tidaknya rintangan didepannya.

3. Mendengar

Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu

rondesia dapat mendengar suara ultra. Mengirim suara ultrapun dapat.

4. Melihat

Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus dapat

mendekteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat

membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang

ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan persepsi/perkiraan pada

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk meloncat

bila diperlukan.

5. Mengecap

Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan mencit dapat

mendekteksi dan menolak air minum yang mengandung

phenylthiocarbamide 3 ppm, pahit. Senyawa racun.

b. Kemampuan fisik

1. Menggali

R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali untuk

tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali dapat

mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.

2. Memanjat

R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus rumah

yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih beradaptasi untuk

memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got. Namun demikian kedua

spesies tersebut dapat memanjat kayu dan bangunan yang permuka-

annya kasar. Tikus riol/got dap memanjat pipa baik di dalam maupun di

luar.

3. Meloncat dan melompat

R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari

keadaan berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter. M.

musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

4. Menggerogoti

Tikus menggerogoti bahan bangunan/kayu, lembaran almunium maupun

campuran pasir, kapur dan semen yang mutunya rendah.

5. Berenang dan menyelam

Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang yang baik.

Tikus yang dusebut pertama adalah perenang dan penyelam yang ulung,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

perilaku yang semi akuatik, hidup disaluran air bawah tanah, sungai dan

areal lain yang basah.

2.2.7.4 Pengendalian Tikus

Pengendalian tikus dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara non kimia

dan cara kimia.

1. Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping)

Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari

dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi

sebagai berikut. Core perangkap diletakan dilantai pada lokasi

dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, di Inner Bound

perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam

semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan

jumlah perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut :

Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang

satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap.

Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk

memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap

dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang

tertangkap.

Perangkap bekas terisi tikus dan mencit harus dicuci dengan air

dan sabun dan dikeringkan segera.

Pemasangan perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan

selama tiga hari berturut-turut.

2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan

beracun

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan

umpan beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan

beracun atau perangkap berumpan racun mempunyai efek sementara,

racun perut (Rrodentisia campuran, antikoagulan kronik) adalah umpan

beracun yang hanya dianjurkan digunakan didaerah/tempat yang tidak

dapat dicapai oleh hewan

Domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun

sebaiknya sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara

pengendalian ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap akibat

bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu racun tikus juga

sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada 2

macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun akut dan

kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena kalau

tidak maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang

beracun sejenis. Sedangkan kalau racun diberikan dalam dosis letal

maka tikus akan mati dalam setengah jam kemudian.

2.2.8 Tinjauan Tentang Vektor Nyamuk

2.2.8.1 Klasifikasi Ilmiah Nyamuk

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Family : Culicidae

Genus : Aedes sp, Anopheles sp, Culex sp

2.2.8.2 Morfologi Nyamuk

1. Nyamuk Aedes sp

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Nyamuk Aedes merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui

di kawasan tropis. Aedes yang berperan sebagai vector penyakit

semuanya tergolong stegomya dengan ciri – ciri tubuh bercorak

belang hitam putih pada dada, perut, tungkai. Corak ini merupakan

sisi yang menempel di luar tubuh nyamuk. Corak putih pada dorsal

dada (punggung) nyamuk berbentuk seperti siku yang berhadapan.

Ae. Aegypti mempunyai kebiasaan mencari makan (menggigit

manusia untuk dihisap darahnya) sepanjang hari terutama antara

jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.00 – 17.00.

Ae. Aegypti dewasa menyukai tempat gelap yang tersembunyi di

dalam rumah sebagai tempat beristirahatnya. Didalam ruangan,

nyamuk suka beristirahat pada benda-benda yang tergantung seperti

pakaian, kelambu, gordyn di kamar yang gelap dan lembab. Ae.

Aegypti lebih menyukai tempat perindukan berupa air bersih.

2. Nyamuk Anopheles sp

Nyamuk Anopheles memiliki tubuh yang langsing dan 6 kaki

panjang dan memiliki sayap dan bersisik. Nyamuk Anopheles sp

mempunyai habitat pada tempat-tempat air yang tidak mengalir, air

yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah, di air payau,

ditempat yang terlindung matahari dan ada juga yang mendaoat

sinar matahari langsung.

3. Nyamuk Culex sp

Culex sp dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci). Dan

dalam morfologinya nyamuk Culex memiliki tiga bagian tubuh

umum : kepala, dada dan perut. Larva dapat ditemukan dalam air

yang mengandung tinggi pencemaran organic dan dekat dengan

tempat tinggal manusia.

2.2.8.3 Siklus Hidup Nyamuk

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

1. Nyamuk Aedes sp

a. Telur

Telur nyamuk Aedes berbentuk lonjong, berwarna hitam dan

terdapat gambaran seperti anyaman (saranglebah)  telur 

diletakkan oleh nyamuk betina secara terpisah-pisah ditengah

atau di tepi permukaan air jernih yang  tenang. Nyamuk  betina

ini   akan  di  genangan  air   jernih  baik  di d alam  rumah

maupun di luar rumah. Tempat-tempat  ini  dikenal  sebagai

tempat perindukan biasanya terlindung dari pancaran sinar

matahari secara langsung dan mengandung air  jernih. Telur ini

akan berumur 1 – 2 hari yang kemudian menetas,  apabila 

kondisi  memungkinkan yaitu terdapat  genangan air, namun

pada keadaan kering telur dapatbertahan lama bahkan dapat

bertahan sampai bertahun-tahun.

b. Larva (jentik-jentik)

larva nyamuk berbentik seperti cacing, aktif bergerak dengan

gerakan – gerakan naik ke permukaan dan turun ke dasar secara

berulang – ulang. Larva ini makan mikroba di dasar genangan

dan disebut sebagai pemakan di dasar (ground feeder).

c. Pupa / kepompong

Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas  yaitu 

seperti koma, bersifat aktif dan sensitif terhadap gerakan dan

cahaya. Biasanya pupa terbentukpada sore hari dan umurnya

hanya dua hari untuk segera menjadi nyamuk dewasa

(Wulandari,2001).

d. Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari kepompong, nyamuk beristirahat di kulit 

kepompong untuk sementara waktu, setelah sayapnya  kuat  ia 

mulai terbang untuk mencari mangsa/makanan. Nyamuk betina

menghisap darah yang diperlukan untuk mematangkan telur agar

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

dapat menetas dan apabila dibuahi  oleh nyamuk jantan.  Proses

pencarian darah biasanya pada siang hari.

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah

berulang – ulang dan setelah menghisap darah nyamuk akan

hinggap dan beristirahat di dalam rumah berdekatan dengan

tempat perkembangbiakannya. Kemampuan terbang nyamuk

dewasa adalah 40 atau maksimal 100 m (Lubis, 1998).

e. Nyamuk Anopheles sp

a. Telur

Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-

200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah

(tidak bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari

(pada daerah beriklim dingin menetas dalam 2-3 minggu).

b. Larva

Larva terbagi dalam 2 instar, dan salah satu dari cirri khas yang

membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva

saat istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena

mereka tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama

hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae,

bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dipermukaan.

c. Pupa (kepompong)

Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari

pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk.

d. Dewasa

Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk

menghisap darah atau makanan lainnya (misalnya, nectar atau

cairan lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bias hidup

sampai dengan satu minggu, sedangkan nyamuk betina bias

mencapai satu bulan. Perkawinan terjadi disekitar rawa. Untuk

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

membantu pematangan telur, nyamuk menghisap darah, dan

beristirahat sebelum bertelur. Salah satu cirri khas nyamuk

Anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.

f. Nyamuk Culex sp

a. Telur

Seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur.

Setiap spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.

Nyamuk Culex sp meletakkan telurnya diatas permukaan air

secara bergerombolan dan bersatu membentuk rakit sehingga

mampu untuk mengapung.

b. Larva

Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3

hari. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh

factor temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan

predator. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai

dari penetasan sampai dewasa kurang lebih 5 hari.

c. Pupa

Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di

dalam air, pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan

terjasi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium

kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari.

Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi

nyamuk, selama fase ini pupa tidak akan makan apapun dan akan

keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar

daria air.

d. Dewasa

Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin

dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah

waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

essensial untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga

dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari.

2.2.8.4 Penyakit yang Ditularkan Nyamuk

Nyamuk Aedes dapat menularka penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD). Sedangkan nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vector

penyakit malaria. Dan nyamuk Culex sp adalah genus dari nyamuk yang

berperan sebagai vector penyakit yang penting seperti West Nile Virus,

Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis enchepalitis.

2.2.8.5 Pengendalian Nyamuk

Pengendalian dari ketiga jenis nyamuk tersebut pada dasarnya sama

yaitu meliputi kontrol fisik, kontrol lingkungan, kontrol biologi dan

kontrol kimia.

a. Kontrol Fisik dan mekanik

Dapat dilakukan dengan menggunakan kawat kasa pada bagian

ventilasi, dan raket listrik.

b. Kontrol Lingkungan

Jika jenis nyamuk tersebut ialah Aedes Agypti dapat dilakukan

manipulasi lingkungan dengan memeriksa drainase instalasi

penyediaan air, dan penyimpanan air. Karena nyamuk ini menyukai

air bersih mska diharapkan pengelola kebersihan dapat

melaksanakan program 3M dalam Pembersihan Sarang Nyamuk

(PSN) yang pada dasarnya bertujuan untuk mengatasi jentik atau

mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak, PSN ini

dapat dilakukan dengan :

1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan

bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempat air

lain

3. Mengganti air pada vas bunga dan dll.

Jika jenis nyamuk tersebut ialah Culex maka dapat dilakukan

dengan membersihkan tempat-tempat hidup dan perkembangbiakan

arthropoda yakni membersihkan, menguras, mengubur dan

memberikan bubuk abate untuk mengendalikan populasinya. Selain

itu jika jenis nyamuk tersebut ialah anopheles dapat dilakukan

dengan cara mencegah pengaliran air yang menggenang, secepatnya

harus dikeringkan / air diharapkan dapat bergerak mengalir, cara

yang lain dapat dengan cara menghindari pembengkakan gunungan

sampah dari yang dihasilkan, maka harus secepatnya sampah yang

terdapat di TPS dilakukan pengankutan ke TPA secara berkala.lalu

dapat dilakukan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik agar

tidak berbentuk tempat perindukan.

c. Kontrol Biologi

Jika jenis nyamuk tersebut Aedes Agypti maka kami menyarankan

dan merekomendasikan umtuk menggunakan preparat biologi dalam

pengendalian vektor terutama pada tahap larvanya, contohnya :

dengan menggunakan Ikan sebagai pemangsa larva (gambusia

Affinis dan Pacilia retreulata), caranya ikan tersebut dikumpulkan

didalam air/ kolam yang ada disekitar Mal Blok M, adapun jenis

ikan/ predator yang dapat digunakan sebagai pemangsa jentik

ialah : ikan cupang, ikan tampalo, ikan gabus, ikan guppy dll.

Jika jenis nyamuk tersebut adalah Anopheles dapat dilakukan

dengan cara mengandalkan golongan nematode bakteri , protozoa,

jamur dan virus sebagai pengendalian larva nyamuk.selain itu jika

larva nyamuk berukuran besar dapat menggunakan predator Cacing

Romanomermis iyengari dan Romanomermis culiciforax. Dua

spesies tersebut telah banyak digunakan untuk mengendalikan larva

Anopheles. Cara pengendalian dari Culex tidak jauh berbeda dengan

Aedes Agypti dan Anopheles.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

d. Kontrol Kimia

Jika jenis nyamuk tersebut Aedes Agypti, dapat menerapkan

insektisida berupa penggunaan larvasida seperti : temephos atau

abate selain itu dapat melakukan pengasapan (foogging) dengan

insektisida golongan organo fosfat, misalnya malathion , fenithotion

dan perinifos metal, penyemprotan insektisida ini dilakukan dengan

interval satu minggu. Jika jenis nyamuk adalah anopheles, kami

menyarankan menuangkan solar atau minyak tanah di permukaan

tempat perindukan sehingga larva tidak dapat mengambil oksigen

dari udara, cara lain adalah penggunaan residual spray untuk

nyamuk dewasa. Jenis nyamuk Culex secara umum mempunyai cara

pengendalian yang sama yakni dengan penggunakan insektisida.

Cara pengendalian menggunakan bahan kimia tentunya harus

mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme

bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis

insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang

penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor,

karena aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan

menimbulkan terjadinya resistensi pada nyamuk.

2.2.9 Tinjauan Tentang Vektor Kecoa

2.2.9.1 Klasifikasi Ilmiah Kecoa

Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Superordo : Dictyoptera

Ordo : Blattodea

Family : Blaberidae, Blattellidae, Blattidae, Cryptocercidae,

Polyphagidae, Nocticolidae

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.2.9.2 Siklus Hidup Kecoa

 

Gambar 2.2.9.2

Siklus hidup kecoa

1. Telur kecoa bertelur sebanyak 16 sampai 40 telur. Telur-telur

itu dibungkus dengan semacam bungkus dalam satu wadah

yang disebut ootheca. Ootheca mencegah telur-telur ini

mengalami kekeringan. Seekor betina dalam hidupnya mampu

menghasilkan setidaknya 50 ootheca plus telur-telurnya. Telur-

telur ini akan menetas dalam 6 sampai 7 minggu.

2. Setelah menetas, maka akan muncul nimfa. Kecoa tergolong

serangga dengan metamorfosis tak lengkap, sehingga tidak ada

fase pupa (kepompong). Nimfa secara perlahan akan menebal

pada bagian exo-nya sehingga makin keras tubuhnya. Nimfa

hanya memiliki mata sederhana tanpa mata faset dan tidak

bersayap. Bentuknya sudah mirip dewasa. Nimfa kecoa

tergolong rakus karena memakan semua barang organik. Kecoa

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

setidaknya harus 8 kali ganti kulit untuk mencapai fase dewasa

dalam kurun waktu 9-13 bulan.

3. Setelah fase dewasa, kecoa akan mampu bereproduksi. Kecoa

juga memiliki dua pasang sayap untuk terbang. Secara normal,

kecoa dewasa akan hidup setidaknya hingga 1 tahun.

2.2.9.3 Morfologi Kecoa

Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval, pipih dorso-ventral.

Kepalanya tersembunyi dibawah pronotum, dilengkapi dengan sepasang

mata majemuk dan satu mata tunggal, antenna panjang, sayap dua pasang,

dan tiga pasang kaki. Pronotum dan sayap licin, tidak berambut dan tidak

bersisik, berwarna coklat sampai coklat tua.

Banyak spesies kecoa di seluruh dunia, beberapa diantaranya berada di

dalam rumah dan sering didapatkan di restoran, hotel, rumah sakit,

gudang, kantor dan perpustakaan.

Kecoa kebanyakan terdapat di daerah tropika yang kemudian menyebar

ke daerah sub tropika atau sampai kedaerah dingin. Kebanyakan kecoa

dapat terbang, tetapi mereka tergolong pelari cepat , dapat bergerak cepat,

aktif pada malam hari, kerusakan yang ditimbulkan oleh kecoa relative

sedikit, tetapi adanya kecoa menunjukkan bahwa sanitasi di dalam rumah

kurang baik.

2.2.9.4 Pengendalian Kecoa

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap

kapsul telur dan kecoa antara lain:

a. Pengendalian Kecoa Secara Fisik Atau Mekanis

- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

- Menutup celah-celah dinding.

- Trapping / Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil

dapatmembantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan

untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang

efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di bawah washtafel

dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan

pada lantai di bawah pipa saluran air.

- Membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai

atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai,

membersihkan secara rutin tempat-tempat yang menjadi

persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di bawah kulkas,

kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya.

b. Pengendalian Kecoa Secara Kimiawi

Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray

(pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam

pemberantasan kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti

sanitasi lingkungan.. Insektisida yang digunakan seperti Natrium

Fluoride (beracun bagi manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone,

Chlordane 2,5 % pada celah-celah atau lobang-lobang dinding, dan

lantai. Efek dari pemberian Insektisida baik dan tahan lama

sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya.

2.3 Tinjauan Tentang Pengelolaan Limbah Padat

2.3.1 Pengertian Sampah

Pengertian sampah menurut UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,

Pasal 1 ayat 1 sebagai berikut :

“Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam yang

berbentuk padat”.

Menurut definisi WHO atau World Health Organization sebagai berikut :

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

“Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi,

atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya” (Chandra, 2006:111).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sampah adalah bahan

buangan yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak disenangi, atau sesuatu yang

dibuang yang berasal dari kegiatan manusia sehari-hari atau proses alam yang

berbentuk padat.

2.3.2 Jenis Sampah

Jenis sampah menurut Depkes RI (SPPH, 1987:3) adalah sebagai berikut :

Penggolongan jenis sampah dapat didasarkan pada komposisi kimia, sifat

mengurai, mudah tidaknya terbakar, berbahaya, dan karakteristiknya.

Berdasarkan penggolongan kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah

organik dan sampah anorganik.

Sampah yang secara alami mudah terurai (degradable) dan sampah yang sukar

terurai (non degradable) adalah pengolongan sampah didasarkan sifat mengurai.

Berdasarkan mudah tidak terbakar, maka sampah dibagi menjadi sampah yang

mudah terbakar atau Combustible dan sampah yang sulit terbakar atau non

Combustible.

Demikian juga ada penggolongan sampah berbahaya dan sampah tidak

berbahaya.

Contoh beberapa jenis sampah :

1. Sisa sayuran : Sampah Organik

2. Kaleng bekas : Sampah Anorganik

3. Sisa makanan (nasi, sayuran) : sampah degradable

4. Plastik : sampah non degradable

5. Kertas : Sampah Combustible

6. Kaca, Logam : Sampah non combustible

7. Bahan kimia, bekas verban dari rumah sakit, dan radio aktif :Sampah

Berbahaya.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

8. Kertas : Sampah Tidak berbahaya

2.3.3 Karakteristik Sampah

Dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan menurut Chandra (2006:112)

Karakteristik sampah terdiri atas :

1. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah mebusuk dan dapt terurai dengan

cepat, khususnya jika cuaca panas. proses pembusukan sering kali

menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat

permukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.

2. Rubbish, terbagi menjadi dua :

a. Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnyakertas,kayu,

karet, daun kering, dan sebagainya.

b. Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya

kaca, kaleng dan sebagainya.

3. Ashes, Semua sisa pembakaran dari indrustri.

4. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau

manusia.

5. Dead animal, bangkai binatang besar (Anjing, Kucing, dansebagainya) yang

mati akibat kecelakaan atau secara alami.

6. House hold refuse, atau sampah campuran ( Garbage, Ashes, Rubbish) yang

berasal dari perumahan.

7. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

8. Demolision waste, berasal dari sisa-sisa pembuangan gedung. Contruktions

waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung, seperti tanah, batu,

dan kayu.

9. Sampah indrustri, berasal dari pertanian, peerkebunan, dan indrustri.

10. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa

zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

11. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti

kaleng dan zat radioaktif.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.3.4 Sumber Sampah

Sumber sampah pada umumnya berhubungan erat dengan penggunaan tanah dan

pembagian daerah untuk berbagai kegunaan. Menurut Depkes RI (SPPH, 1987:7)

sumber sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori sebagai berikut :

1. Permukiman Penduduk

Pada tempat permukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga

tunggal atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau

asrama. beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama

biasanya terdapat di kota atau daerah sub urban.

Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan, dan bahan-bahan sisa

sari pengelohan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering

(rubbish), dan sampah khusus.

2. Tempat-Tempat Umum Atau Tempat Perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang-orang

berkumpul dan melakukan kegiatan, termaksud tempat-tempat perdagangan.

Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam

menghasilkan sampah.

Jenis sampah yang dihasilkan dapat berupa sisa-sisa makanan, sampah kering,

abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan kadang juga terdapat

sampah yang berbahaya. Contoh tempat tersebut adalah toko, rumah makan,

tempat-tempat penginapan dan sebagainya.

3. Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah

Yang dimaksud dengan sarana pelayanan masyarakat misalnya tempat-tempat

hiburan, jalanan umum, tempat-tempat parkir, tempat pelayanan kesehatan,

komplek militer, gedung-gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan

sarana pemerintah lainnya. Tempat-tempat tersebut biasanya menghasilkan

sampah khusus dan sampah kering.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

4. Indrustri : Ringan-berat

Dalam pengertian ini : Pabrik-pabrik produksi bahan-bahan, sumber-

sumber alam misalnya sumber energi, perusahaan kimia, perusahaan kayu,

perusahaan logam, tempat pegolahan air kotor atau air minum, dan lain-lain

kegiatan indrustri, baik hanya bersifat distribusi ataupun memproses suatu

bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah

basah, sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus dan

sampah berbahaya.

5. Pertanian

Sampah yang dihasilkan dari tanaman atau binatang. Dari daerah pertanian ini

misalnya sampah dari kebon, kandang, ladang atau sawah. Sampah yang

dihasilkan dapat berupa bahan-bahan makanan yang mebusuk, sampah

pertanian, pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

2.3.5 Faktor-faktor yang Memperngaruhi Jumlah Sampah

Berikut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sampah menurut

Chandra (2006:112) dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan :

1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk bergantung kepada aktivitas dan kepadatan penduduk.

Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau

ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas

penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas

pembangunan, perdagangan, indrustri dan sebagainya.

2. Sistem Pengumpulan Atau Pembuangan Sampah Yang Dipakai

Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika

dibandingkan dengan truk.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

3. Pengambilan Bahan-Bahan Yang Ada Pada Sampah Untuk Dipakai

Kembali.

Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi

bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika

harganya tinggi, sampah yang tertinggal hanya sedikit.

4. Faktor Geografis

Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah,pantai,

atau daratan rendah.

5. Faktor Waktu

Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. jumlah

sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah di siang

hari lebih banyak dari pada jumlah sampah di pagi hari, sedangkan sampah di

perdesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu.

6. Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya

Contoh, adat-istiadat, taraf hidup, dan mental masyarakat.

7. Pada Musim Hujan

Sampah mungkin akan tersangkut pada selokan, pintu air, atau penyaring air

limbah.

8. Kebiasaan Masyarakat

Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan, sampah

makanan itu akan meningkat.

9. Kemajuan Teknologi

Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh, plastik.

kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas dan sebagainya.

10. Jenis Sampah

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Makin maju tingkat kebudayaan masyarakat, semakin kompleks macam dan

jenis sampahnya.

2.3.6 Permasalahan yang Ditimbulkan Oleh Sampah

Menurut Sa’id (1987:15) dalam buku Sampah Masalah Kita Bersama,

permasalahan yang ditimbukan oleh sampah sebagai berikut :

1. Sampah menimbulkan prasaan yang tidak estetika, menjijikan, perasaan kotor,

dan memuakan pandangan mata.

2. Sampah, baik bersifat organik dan anorganik akan menjadi sarang penyakit

yang dampaknya akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan

lingkungannya.Selain itu sampah biasanya mengundang anjing, kucing, dan

tikus untuk berebut makanan, sehingga infestasi penyakit semakin meluas.

3. Sampah organik akan membusuk dan akan menimbulkan bau yang akan

mencemari udara, terutama cemaran bau dan kotoran debu penyakit.

4. Sampah yang terkena air dan membusuk juga akan mencemari air

sekelilingnya baik dengan bau, warna, penyakit,dan mikroorganisme patogen.

pencemaran melalui aliran sungai akan cepat menyebar ke daerah-daerah

berikutnya di arah hilir.

5. Sampah kering akan menjadi bertebangan bila diterpa angin, dan ini

akan potensial untuk menimbulakn bahaya kebakaran terutama di daerah yang

padat penduduknya.

6. Sampah yang dibuang sembarang cenderung masuk ke jalur selokan-selokan

dan menyumbatnya. Keadaan ini akan rawan di musim hujan karena dapat

menimbulkan bencana banjir.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

7. Secara keseluruhan, sampah membutuhkan areal tanah yang luas untuk

pembuangannya. Untuk areal perkotaan dimana harga tanah sangat

mahal.

8. Sampah yang bersifat stasioner, tidak sefleksibel limbah cair atau gas dalam

pergerakannya, sehingga jika sudah menumpuk di suatu tempat, akan berada

di tempat tersebut. Dengan demikian dampak cemaran akan terasa lebih lama.

9. Keragaman sampah yang tinggi tercampur baur sangat menyulitkan

penanganannya, sehingga memerlukan biaya yang relatif mahal.

10.Keadaan masyarakat yang relatif rendah pendidikannya menyebabkan perilaku

dalam menagani sampah masih sembarangan, tidak peduli dan menyerahkan

penyelesaiannya kepada pemerintah.

2.3.7 Pengertian Pengelolaan Sampah

Pengertian pengelolaan sampah menurut UU No.18 tahun 2008 tentang

pengelolaan sampah pasal 1 ayat 5 adalah sebagai berikut :

“Pengelolaan sampah adalah : Kegiatan yang sistematis meyeluruh dan

berkesinambungan yang meliputi pengurang sampah dan penangannan sampah”

Menurut Depkes RI (SPPH 1987:20) adalah sebagia berikut :

“Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai suatu bidang yang berhubungan

dengan pengaturan terhadap penumbuhan, penyimpanan (sementara),

pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemprosesan dan pembuangan

sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari

kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam

(conversation), keindahan dan pertimbangan -pertimbangan lingkungan lainnya

dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.

2.3.8 Unsur-Unsur Pokok dalam Pengelolaan Sampah

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Menurut Depkes RI (SPPH , 1987:20) beberapa unsur pokok dalam pengelolaan

sampah dapat dilihat dalam gambar :

Gambar 2.3.8

Unsur Pokok Dalam Pengelolaan Sampah

2.3.9 Tahap-Tahap Pengelolaan Sampah

1. Tahapan Penampungan

Tahapan penampungan adalah upaya untuk mengumpulkan sampah

sementara setelah sampah dihasilkan pada setiap sumber atau penghasil

sampah pada tempat sampah sebelum sampah dikelola lebih lanjut.

Proses yang menghasilkan sampah

Penyimpanan Sementara

Pengumpulan

Pengolahan dan

pemanfaatan kembali

Pengangkutan

Pembuangan

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam tahap penampungan adalah :

a. Jenis/ macam tempat sampah yang digunakan.

b. Letak tempat sampah.

c. Nilai – nilai kesehatan masyarakat.

d. Cara pengumpulan yang dijalankan.

Untuk mencapai hasil yang maksimal, perlu memperhatikan mutu dan jumlah

tempat sampah yang digunakan serta memperhatikan hal – hal berikut :

a. Penyediaan dan pemeliharaan tempat sampah yang baik dan kontruksi

yang saniter.

b. Penempatan tempat sampah sedemikian rupa agar memudahkan dalam

penggunaan dan pengangkutan.

Tahap Penampungan sangat penting perananya di pembuangan sampah,

apabila penampungan sampah tidak berjalan dengan baik maka tahap

selanjutnya akan mengalami hambatan.

2. Tahap pengumpulan sementara dan pengangkutan

Menurut Drs. Sisik Wasito dalam bukunya yang berjudul Sanitasi

Pembuangan Sampah :

Fase Collection adalah fase pelaksanaan pengumpulan dan penganggkutan

sampah, dimana sampah dari setiap container itu dipindahkan ke kendaraan

penganggut kemudian diangkut ketempat pembuangan sampah yang telah

ditentukan.

Tahapan ini merupakan tahapan selanjutnya dari tahap penampungan. Yang

dimaksud tahapan disini tidak hanya pengumpulan sampah saja, tetapi

termasuk juga pengangkutan sampah ke Tempat Penampungan Sementara

(TPS).

a. Tahap Pengumpulan Sampah Sementara.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Sampah yang sudah diwadahi di rumah, kantor, restoran, atau tempat –

tempat sampah umum termasuk pasar, selanjytnya perlu dikumpulkan

untuk kemudian diangkut dan dibuang atau dimusnahkan. Karena jumlah

sampah yang dikumpulkan cukup besar, maka perlu dibangun rumah

sampah atau kontainer besar.

Tahap pengumpulan sampah dilakukan dengan cara, yaitu :

1. Tipe terpisah yaitu sampah yang dipisahkan menurut jenisnya.

2. Tipe tercampur yaitu sampah yang dipisahkan atau dicampurkan

menurut jenisnya.

Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) menurut buku

pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) dapat

berupa :

1. Bak dari beton bertulang atau pasangan batu bara.

2. Kontainer untuk kemudian di bawa ke truk pembawa.

3. Tempat atau lokasi untuk pemindahan sampah dari gerobak langsung

ke alat angkut yang lebih besar.

Jika tempat pembuangan sampah sementara (TPS) berupa bak atau

kontainer, maka persyaratan yang harus dipenuhi menurut buku

Pembuangan Sampah sekolah PembantuPenilik hygiene (SPPH), adalah

sebagai berikut :

1. Harus kedap air, ada tutp dan selalu dalam keadaan tertutup, mudah

dibersihkan, sehingga mencegah timbulnya pencemaran maupun

masalah lalat, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

2. Volume bak atau kontainer mampu menampung sampah dari pemakai

yang dilayani untuk waktu 3 hari.

3. Tidak berbau dari perumahan terdekat.

4. tidak ada sampah berserakan disekitar bak atau kontainer.

5. tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air atau banjir.

6. harus dilakukan pengamatan terhadap lindi

7. Pengosongan sampah di TPS harus dilakukan minimum 1 kali dalam

1 hari.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

8. bila di TPS kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per blok grill atau tikus

terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.

b. Tahap Pengangkutan

Pengngangkutan sampah menyangkut mengenai penggunaan fasilitas dan

perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan sampah ke tempat

pembuangan akhir atau tempat pengolahan.

Syarat – syarat pengangkutan sampah adalah sebagai berikut :

1) Kendaraan pengangkutan harus tertutup rapat agar tidak ada sampah

yang berserakan selama pengangkutan serta tidak menimbulkan bau

busuk sepanjang perjalanan.

2) Kendaraan pengangkutan sampah harus dilengkapi dengan fasilitas

– fasilitas pembuangan sampah.

3) Pengangkutan sampah harus dilakukan dengan cepat, murah, efektif,

serta mengambil jarak terdekat.

4) Frekuensi pengambilan sampah harus disesuaikan dengan besarnya

kendaraan pengangkutan serta banyaknya jumlah sampah yang

harus diangkut.

5) Frekuensi pengambilan sampah rutin (minimal satu hari satu kali

adalah yang paling baik) dan menahan sampah di tempat

pengumpulan sampah tidak boleh melebihi sampah tiga hari.

Jenis alat angkut yang digunakan untuk mengangkut sampah dari sumber

sampah maupun lokasi atau tempat pengumpulan sampah menurut buku

Pembuangan sampah Sekolah Pembantu Pemilik Hygiene (SSPH) (198 :

51) dapat berupa :

a) Gerobak sampah

b) Truk dengan bak sampah berpintu/bertutup.

c) Truk kompaktor

d) Truk pembawa kontainer.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Sistem yang digunakan untuk truk pengangkut sampah dalam buku

Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene (SPPH), adalah

sebagai berikut :

1) Sistem truk dengan kerekan

2) Sistem letak kontainer dengan kemiringan

3) Sistem flash trailer hampir sama dengan system kedua hanya lebih

panjang dan besar untuk menarik.

Dalam buku Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene

(SPPH), alat angkut sampah mempunyai fungsi – fungsi sebagai

berikut :

1) Semua kendaraan yang dipakai untuk pengangkutan harus dibawah

pengawasan petugas yang berwenang.

2) Semua bak kendaraan pengangkutan sampah harus terbuat dari

bahan logam atau melapisi bagian dalam dinding bak dan lantai

dengan bahan logam.

3) Semua kendaraan untuk pengangkut sampah, selesai dipakai harus

dicuci, selalu dalam keadaan bersih dan terawat dengan baik.

Dalam buku Pembuangan Sampah Sekolah Pembantu Penilik hygiene

(SPPH) untuk petugas kebersihan, harus disediakan pakaian dan

perlengkapan kerja sebagai berikut :

1) Pakaian khusus untuk kerja

2) Sarung tangan

3) Masker

4) Topi

5) Sepatu boot

6) Sapu

7) Pengki/loa

8) Cangkul garpu

Penampungan sampah tidak boleh mengabaikan kurang memperhatikan

pada tahap pengumpulan, karena jika mengabaikan maka pengumpulan

dan pembuangan sampah tidak akan berjalan dan tercapai dengan baik,

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

dan kondisi yang demikian akan menimbulkan lalat dan tikus

berkembangbiak.

c. Tahap Pembuangan Akhir

Fase pembuangan akhir adalah tahap pelaksanaan dimana sampah dari

Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) dengan menggunakan kendaraan pengangkutan. Pada

umumnya fase ini merupakan tahapan yang kurang diperhatikan atau

paling diabaikan dari seluruh tahap pengelolaan sampah.

Persyarat yang harus dipenuhi sebagai Tempat pembuangan akhir (TPA)

adalah sebagai berikut :

1) Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum

atau sumber air lainnya yang digunakan penduduk untuk keperluan

mandi. Mencuci, dan keperluan lain

2) Tidak pada tempat yang sering terkena jalan.

3) Di tempat tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Agar tempat pembuangan akhir sampah (TPA) tidak menimbulkan

gangguan terhadap masyarakat sekitar lokasi pembuangan, maka harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Jarak terhadap pemukiman minimal 2 Km

Hal ini mengingat :

1. Jarak terbang lalat mencapai 2 Km.

2. Bau yang ditimbulkan oleh sampah yang membusuk dapat

terbawa angin ke pemukiman.

3. Debu dan suara bising yang ditimbulkan sewaktu

pembongkaran sampah.

b) Jarak terhadap sumber air baku untuk minum (mata air, sumur,

sungai, danau dan lain – lain ) minimal 200 meter. Hal ini

mengingat bahwa hasil dekomposisi sampah dapat meresap melalui

lapisan tanah dan menimbulkan pencemaran terhadap sumber air

tersebut.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

c) Tidak terletak pada daerah banjir. Hal ini mengingat kemungkinan

terbawanya sampah TPS oleh air, yang akan mengakibatkan

pencemaran terhadap lingkungan yang tidak dapat dikendalaikan.

d) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi. Hal

ini mengngingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya

tinggi akan berakibat pada pencemaran air tanah baik kualitas

maupun jumlahnya. Bila sampah langsung kontak dengan air tanah,

pencemarannya akan meluas dan terjadi dalam waktu yang sama.

e) Jarak tepi paling dekat terhadap jalan besar/ umum, sedikitnya 200

meter.

2.3.10 Tahap pengolahan dan Pemanfaatan

Berdasarkan UU No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah (pasal 19, 20,

21, dan 22) yang meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah, sebagai

berikut :

Pasal 19

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga

terdiri atas :

a. Pengurangan sampah

b. Penanganan sampah

Pasal 20

1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi

kegiatan :

a. Pembatasan timbulan sampah

b. Pendaur ulang sampah; dan/atau

c. Pemanfaatan kembali sampah

2) Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sebagaimana berikut :

a. Menetapkan target penempatan sampah secara bertahap dalm jangka

waktu tertentu;

b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

d. Memfasilitasi kegiatan menggunakan ulang dan mendaur ulang;

e. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ada ayat

(1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, dan/atau mudah diurai

oleh proses alam.(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan

sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat

diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan

peraturan pemerintah.

Pasal 21

1) Pemerintah memberikan :

a. Insentif pada semua orang yang melakukan pengurangan sampah dan;

b. Disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan

sampah.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian

insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22

1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf b

meliputi :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai

dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat

pengolahan sampah terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau

dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat

pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemprosesan akhir;

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan

jumlah sampah; dan/atau

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

e. pemprosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau

residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secaram

aman.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintaan atau

dengan peraturan daerah sesuai dengankewenangannya.

Beberapa pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menurut tim penulis

PS (2010), yaitu sebagai berikut :

a. Kompos

Cara pengomposan merupakan cara sederhana dapat menghasilkan

produk kompos atau pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Sampah

organik secara biologis berlangsung dalam suasana aerobik dan

anaerobik. Dekomposisi sampah dengan bantuan bakteri diperoleh

kompos atau humus.

Agar diperoleh kompos yang baik dan berfungsi untuk penggemburan

tanah, maka dalam pelaksanaan pembuatan kompos perlu diperhatikan

beberapa faktor penting yaitu :

1. Besarnya partikel sampah organik.

2. Pengadukan.

3. Penyemaian.

4. Udara.

5. Kelembaban.

6. Suhu.

7. C/N ratio.

8. pH.

9. Bakteri dan pengawasan bakteri patogen

Dengan pertimbangan faktor diatas, dikenal ada beberapa metode

pembuatan kompos yaitu :

1. Alamiah

a. Tradisional (anaerobik)

b. Sederhana (aerobik)

2. Mekanis/Modern (aerobik/anaerobik)

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

b. Pupuk Cair

Selain kompos, sampah terutama limbah got dapat dibuat pupuk cair.

Pupuk cair dibuat dengan cairan ekstrak bahan organik yang dibusukan

dalam kondisi anaerobik.

c. Briket

Briket adalah padatan yang umumnya berasal dari limbah pertanian.

Dalam aplikasi produk, ada beragam jenis briket antara lain: briket

serbuk gergaji dan sekam, serta briket kotoran sapi.

d. Gas Bio

Gas bio adalah bahan bakar yang diperoleh, termaksud kotoran manusia,

hewan, sisa-sisa pertanian, ataupun campuran melalui proses fermentasi

dan pembusukan oleh bakteri anaerobik pada alat yang dinamakan

penghasil gas bio. Proses tersebut harus dalam kondisi yang baik antara

lain : Kelembaban, suhu yang tetap, keasaman tau kebasahan yang netral.

Karena merupakan bahan bakar, maka gas bio mempunyai nilai sebagai

sumber energi.

e. Batako

Diantara materi yang dihasilkan pada limbah got adalah pasir.

Karakteristik yang batako yang dibuat dari air limbah got adalah

bentuknya padat dan keras, tidak berbau, bentuk fisiknya tidak berbeda

dengan batako-batako yang ada di pasaran. Selain itu, pori-pori batako

tampak lebih padat, tidak mudah rapuh atau pecah, tidak berbahaya bagi

lingkungan, serta dapat digunakan untuk bangunan rumah, kantor, dan

jenis bangunan lainnya.

Menurut Pemerintah Kota Tangerang dalam Buku Petunjuk Teknis

Pengelolaan Lingkungan Hidup pemanfaatan sampah dengan

menggunakan 3R (Reuse, Reduce, Recycle), yaitu sebagai berikut :

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

a. Reuse (Menggunakan Kembali)

Yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah secara langsung, baik

untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain.

Contoh kegiatan reuse :

1. Gunakan Kembali wadah atau kemasan untuk fungsi yang sama

atau fungsi lainnya.

2. Gunakan wadah atau kantong yang dapat digunakan berulang-

ulang.

3. Gunakan baterai yang dapat di charger kembali.

4. Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang.

5. Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan

ditulis kembali.

6. Gunakan sisi kertas yang masih kosong untuk menulis.

b. Reduce (Mengurangi)

Yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulanya

sampah.Contoh Kegiatan reduce :

1. Pilih produk dengan pengemasan yang dapat di daur ulang.

2. Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan

sampah dalam jumlah besar.

3. Gunakan produk yang dapat diisi ulang.

4. Kurangi bahan yang sekali pakai.

5. Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi.

6. Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali.

c. Recycle (Mendaur Ulang)

Yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses

pengolahan.

Contoh kegiatan recycle :

1. Pilih produk kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah

terurai

2. Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos.

3. Lakukan pengolahan sampah non organik menjadi barang yang

bermanfaat.

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

4. Olah sampah kertas menjadi kertas/karton kembali.

2.4 Tinjauan Tentang Penyehatan Air dan Pengelolaan Limbah Cair

2.4.1 Pengertian Air Bersih dan Air Limbah

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 /Menkes/PER/IX/1990

Tentang Syarat – Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air, Bab 1 Pasal 1 yaitu :

Air bersih adalah “ air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

dimasak.”

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab 1 Pasal

1 yaitu :

Air limbah adalah “ air yang berasal dari sisa kegiatan proses produksi dan usaha

lainnya yang tidak dimanfaatkan kembali.”

2.4.2 Syarat Air Bersih

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 /Menkes/PER/IX/1990

Tentang Syarat – Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air, Bab II Pasal 2 yaitu :

“Syarat air bersih yaitu secara kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang

meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif.”

1. Parameter Mikrbiologi, seperti : E.Coli dan total Coli

2. Parameter Fisika, seperti : bau, warna, jumlah zat padat terlarut (TDS),

kekeruhan, rasa, suhu

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

3. Parameter Kimia, seperti : Aluminium, pH, Besi, Seng, Kesadahan, Sulfat,

Khlorida, Tembaga, Mangan

4. Parameter Radioaktif

2.4.3 Sumber Air

Dari siklus hidrologi, maka sumber asal air dapat dikelompokkan menjadi :

a. Air atmosfer : air hujan, air salju

b. Air permukaan : sungai , telaga alam, telaga buatan

c. Air tanah : mata air, sumur dangkal / dalam, air artesis

1) Air Hujan

Dalam pemanfaatan hujan sebagai sumber dari air bersih, individu

perorangan/ berkelompok/ pemerintah biasanya membangun bendungan dan

tandon air yang mahal untuk menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim

kering dan untuk menekan kerusakan musibah banjir.

2) Air Laut

Adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar garam karena

bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan

tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir

ke lautan, air tersebut membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai

juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-

kelamaan air laut menjdai asin karena banyak mengandung garam.

3) Air Permukaan

Yang dimaksud air permukaan adalah semua air yang terdapat pada

permukaan tanah seperti antara lain air sungai, air danau, mata air.

4) Air Tanah

Adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di

bawah permukaan tanah. . Air tanah juga berarti air yang mengalir di lapisan

aquifer di bawah water table. Terkadang berguna untuk membuat perbedaan

antara perairan di bawah permukaan yang berhubungan erat dengan perairan

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

permukaan dan perairan bawah tanah dalam di aquifer (yang kadang-kadang

disebut dengan "air fosil".

2.4.4 Tujuan Pengolahan Limbah Cair

Pengelolaan limbah bertujuan mempercepat proses alami pada suatu unit

pengolah limbah sehingga kondisi dapat terkontrol. Proses ini  berfungsi untuk

mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan polutan dalam limbah.

2.4.5 Pengelolaan Air Limbah

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab V

Pasal 7 Ayat 2 yaitu :

“Perencanaan instalasi air limbah domestik yang merupaka utilitas lingkungan

atau bangunan merupakan persyaratan dalam proses penerbitan Surat Ijin

Penunjukan Pembangunan Tanah (SIPPT), Rencana Tata Letak Bangunan

(RTLB), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), dan terbangunnya instalasi air limbah

domestic.”

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di Provinsi DKI Jakarta., Bab VI

Pasal 11 Ayat 2 yaitu :

“Pengolohan air limbah harus memenuhi ketentuan tentang Baku Mutu Air

Limbah Domestik dan mengacu pada Pedoman Umum tentang sistem pengolahan

air limbah domestik.”

Ayat 3

“Air Limbah yang akan dibuang ke saluran umum kota wajib memenuhi

ketentuan tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.”

2.5 Tinjauan Tentang Penyehatan Makanan dan Minuman

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.5.1 Pengertian Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/MENKES/SK/VII/2003, Hygiene Sanitasi adalah upaya untuk

mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat

atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Menurut Kasubdit HSMM (2000 : 1), Makanan dan Minuman adalah kebutuhan

pokok manusia, yang diperlukan oleh tubuh untuk hidup, tumbuh dan

berkembang biak serta bereproduksi.

Pengertian Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman menurut Anwar, dkk, 1989 :

7, adalah sebagai berikut : “ salah satu upaya untuk mengamankan makanan dari

kemungkinan risiko gangguan penyakit bawaan makanan terutama yang

disebabkan oleh mikroba.

2.5.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Menurut Depkes RI, 2004 prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu:

1. Pemilihan Bahan Makanan

Pemilihan bahan makanan haruslah yang sehat, bersih dan tidak ada

kontaminasi bakteri. Usahakan dicuci terlebih dahulu agar bakteri atau

mikroorganisme yang menempel pada bahan akan terlepas dari bahan-bahan

makanan yang mentah tersebut. 

2. Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan yang mudah membusuk haruslah disimpan didalam lemari

yang bebas dari jangkauan serangga atau debu. Bahan yang mudah

membusuk harus segera dipakai. Perhatikan suhu berkembangnya bakteri

yaitu 4-65˚C dari penyimpanan suhu normal ± 30˚C.

3. Pengolahan Makanan

Tujuan adanya pengolahan makanan untuk membunuh kontaminant yang ada

sehingga makanan cukup aman untuk dikonsumsi. Dalam proses pemanasan,

harus memperhatikan suhu panas sekitar 60˚C.

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

4. Penyimpanan Makanan Masak

Menyimpan makanan harus ditempat yang bersih atau steril, tidak ada vector

pengganggu seperti lalat, atau serangga lainnya yang dapat menyebabkan

terkontaminasinya makanan.

5. Pengangkutan Makanan

Pengangukatan makanan harus  mengguanakan alat yang bersih, sehingga

dapat terhindarnya penyakit yang ditimbulkan dari bakteri yang awalnya

menempel pada alat lalu berpindah kemakanan.

 

6. Penyajian Makanan

Makanan harus diatur semenarik mungkin agar mengundang selera untuk

dimakan. Tetapi tidak lupa juga untuk menjaga kebersihan makanan yang

akan disajikan.

2.5.3 Penjamah Makanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 pasal 1 tentang pedoman persyaratan hygiene

sanitasi makanan jajanan,“Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang

diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan jasa boga,

rumah makan/restoran, dan hotel.”

Persyaratan penjamah makanan pada bab II pasal 2, disebutkan bahwa :

“Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan makanan

harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. Tidak menderita penyakit mudah menular (batuk, pilek, influenza, diare,

penyakit perut sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya;

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;

d. Memakai celemek, dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan;

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas

tangan;

g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut

atau bagian lainnya);

h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan

atau tanpa menutup mulut atau hidung.

2.5.4 Peralatan Makan

Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/menkes/SK/VIII/2003 : Peralatan dapat berperan sebagai jalur atau media

pengotoran terhadap makanan, jika keadaannya tidak sesuai dangan ditetapkan

atau tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pada pasal 3 tentang peralatan disebutkan bahwa :

“Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan

harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.”

Adapun syarat-syarat dari peralatan yang disarankan adalah sebagai berikut :

1. Kontruksi : mudah dibersihkan, permukaan halus dan tidak terlalu banyak

lekukan

2. Keutuhan : tidak patah, gopel, penyok, tergores, retak karena akan menjadi

sarang kotoran/ bakteri.

3. Kebersihan : peralatan terbuat secara visual bersih, tidak terdapat bercak-bercak

dan sisa-sisa makanan.

4. Keamanan peralatan : tidak boleh mengandung bahan-bahan beracun dan bahan

larut oleh asam, seperti Cd, Pb, Cu, dan Zn.

Tahap pencucian peralatan dapur menurut Kumpulan Modul Kursus

Penyehatan Makana Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman sebagai berikut.

1. Pembuangan Sisa Makanan (Scarping)

Scarping yaitu memisahkan sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang

akan dicuci kemudian sisa makanan itu dibuang ke tempat sampah. Tujuan

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

tahap ini adalah untuk mencegah pengotoran pada tempat pencucian yang akan

berakibat tersumbatnya saluran limbah.

2. Merendan dalam air (Flushing)

Flushing yaitu mengguyur air ke dalm peralatan yang akan dicuci sehingga

terendam seluruh permukaan peralatan. Perendaman dimaksudkan untuk

memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang menempel, atau

mengeras (karena kemungkinan sudah lama) sehingga menjadi mudah untuk

dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat.

3. Pencucian dengan detergent (Washing)

Washing adalah mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan

makanan dengan zat pencuci atau detergent. Pencucian dilakukan dalam bak

pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar

antara 43°C- 49°C (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau

spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak.

Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan

deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada

peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.

4. Membilas dengan air bersih (Rinsing)

Rinsing adalah mencuci peralatan yang telah digosok detergent sampai bersih

dengan cara dibilas dengan air bersih. Pembilasan dilakukan pada bak kedua

dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksud untuk menghilangkan

sisa deterjen dan kotoran. Air bilasan sering digantikan dan akan lebih baik jika

dengan air mengalir.

5. Sanitasi atau desinfeksi 

peralatan setelah pembilasan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode

pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya

di bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 82°C selama 2 menit atau 100oC

selama 1 menit. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser

seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air selama 2 menit

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

kemudianditempatkan di tempat penirisan. Disarankan untuk sering mengganti

air pada ketiga bak yang digunakan. Selain itu suhu air juga harus dicek dengan

termometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya

6. Penirisan atau pengeringan (Toweling)

Setelah desinfeksi peralatan kemudian ditiriskan dan dikeringkan. Tidak

diperkenankan mengeringkan peralatan, terutama alat saji dengan

menggunakan lab atau serbet, karena kemungkinan akan menyebabkan

kontaminasi ulang. Peralatan yang sudah disanitasi juga tidak boleh

dipegang sebelum siap digunakan.

2.6 Tinjauan Tentang Penyehatan Udara

2.6.1 Pengertian Penyehatan Udara

pengertian Penyehatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu proses, cara,

perbuatan menyehatkan.

Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi

bumi.Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan.Kualitas dari udara

yang telah berubah komposisinya dari komposisi udara alamiahnya adalah udara

yang sudah tercemar sehingga tidak dapat menyangga kehidupan.Udara merupakan

komponen kehidupan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia

maupun makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan.Tanpa makan dan

minum kita bisa hidup untuk beberapa hari tetapi tanpa udara kita hanya dapat

hidup untuk beberapa menit saja (Fardiaz, 1992).

Jadi Penyehatan Udara adalah suatu proses atau cara yang dapat menyehatkan

campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.

2.6.2 Tinjauan Tentang Kadar Debu

2.6.2.1 Pengertian Debu

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang

dapat terlihat dalam kamar gelap.

Debu ialah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanis seperti penghancuran

batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang timah putih,

tambang besi, tambang batu bara, dan sebagainya.

2.6.2.2 Macam-Macam Debu

Pembagian debu ada yang didasarkan pada sifatnya dan ada yang didasrkan

pada efeknya. Secara garis besar ada tiga macam debu yaitu:

a. Debu organik: seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau.

b. Debu mineral, yang merupakan senyawa kompleks seperti: SiO2, SiO2,

arang batu

c. Debu metal: timah hitam, mercury, Cd, As

d.

Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasaan manusia mempunyai ukuran

0,1 mikron sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada

cilia yang berfungsi menahan benda-benda asing, yang kemudian dikeluarkan

bersama sekret atau waktu bernafas.

Debu yang masuk kesaluran pernapasan tergantung dari ukuran partikel debu

tersebut

a. Debu berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh cilia pada jalan

pernafasan sebelah atas

b. Debu berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan

pernafasan

c. Debu berukuran 1-3 mikron dapat masuk sampai alveoli paru-paru

d. Debu berukuran 0,1-1 mikron tidak mudah hinggap dipermukaan

alveoli oleh karena debu-debu ukuran demikian ini tidak mudah

mengendap

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

2.6.2.3 Nilai Ambang Batas ( NAB ) Debu

Menurut Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001,

tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan

di Provinsi DKI Jakarta, maka standart Debu (TSP) sebesar 230 µg/m3.

2.6.2.4 Gangguan Akibat Debu

Umumnya debu-debu ini dapat menyebabkan penyakit pada paru-paru yang

kita kenal dengan pneumoconiosis. Namun ada pula yang menyebabkan

keracunan secara umum, akibat absorbsi tubuh melalui permukaan kulit

lambung maupun traktus respiratorius, misalnya keracunan akut yang

disebabkan oleh timah hitam.

a. Sillikosis

Penyebabnya ialah silica bebas (SiO2), yang terdapat pada debu yang

terhirup waktu bernafas dan timbunan dalam paru 0- paru. Debu silica

bebas ini mempunyai kecenderungan menyebabkan fibrosis paru dan

dapat berkembang menjadi noduli (gumpalan) di paru – paru.

Penyakit silokosis terdapat pada pekerja pabrik semen, keramik, gurinda

dipabrik besi dan baja. Bagi karyawan yang menindap penyakit TBC,

maka gejala akan lebih hebat lagi, keadan demikian inidisebut dengan

Sillicotuberculosis.

b. Asbestosis

Penyebabnya adalah debu asbes. Asbes adalah campuran berbagai

silicat, akan tetapi yang terpenting adalah magnesium silicat. Debu asbes

yang di hirup masuk ke paru- paru mengalami perubahan menjadi badan

badan asbestos oleh pengendapan fibrin disekitar serat serat asbes.Debu

asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan

asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

sebagainya. Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan

mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan

dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.

Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak  maka akan tampak adanya

debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai

macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan

keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai

mengakibatkan asbestosis ini.

c. Anthrakosis

Penyebabnya adalah debu arang batu. Penyakit ini terdapat pada pekerja

tambang arang batu dan sedikit menderita silikosis, tetapi lebih banyak

menderita anthrakosis.Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun.

Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit

pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan

adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga

terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai

dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut

silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit

antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit

tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu

batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk

menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis

menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang

memungkinkan terjadinya kematian.

d. Berrylliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam

murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat

menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

beriliosis.Penyebabnya ialah menghirup debu yang mengandung

berrylium. Penyakit ini terdapat pada pekerja perusahaanmembuat

aliansi berrylium tembaga, pada pembuat tabung radio, pembuatan

tabung fluorescent, penggunaannya sebagai sumber tenaga atom.Selain

dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk

silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis

yang tertunda atau delayed berryliosis  yang disebut juga dengan

beriliosis kronis. 

e. Byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas atau sejenisnya, dikenal

sebagai Monday morning sendrum atau Monday fightness. Sebab gejala

timbul pada hari kerja sesudah libur, terasa demam, lemah badan, sesak

nafas, dan batuk- batuk.

f. Stennosis disebabkan oleh biji timah putih (SnO)

g. Siderosis disebabkan poleh debu yang mengandung Fe2O2.

2.6.2.5 Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu

pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap

manusi yang terkena dampak.

a. Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan

yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruangan agar kadar debu yang

ada di dalam ruangan menjadi lebih rendah dari nilai ambang bata (NAB).

c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan

sumber debu agar tidak tersebar ke ruangan lain.

d. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan yaitu pemantauan terhadap

lingkungan agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah

melampaui nilai ambang batas atau baku mutu yang diperkenakan.

Page 66: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

e. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap karyawan agar

terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung

tangan, kaca mata dan pakaian pelindung.

f. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar

karyawan tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.6.3 Tinjauan Tentang Pencahayaan

2.6.3.1 Pengertian Pencahayaan

Menurut Depkes, Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002

pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektik.

Jadi Pencahayaan adalah jumlah penyinaran yang cukup dalam melaksanakan

kegiatan agar tidak menimbulkan gangguan.

2.6.3.2 Sumber Pencahayaan

a. Pencahayaan Alami

Menurut Satwiko (2005: 88), cahaya alami adalah cahaya yang bersumber

dari alam, misalnya matahari, lahar panas, fosfor di pohon-pohon, kilat,

kunang-kunang, dan bulan yang merupakan sumber cahaya alami skunder,

karena sebenarnya bulan hanya memantulkan cahaya matahari.

Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kelemahan dari penggunaan

cahaya alami :

Keutungan Pencahayaan Alami, yaitu :

1) Bersifat alami, tersedia melimpah dan terbaharui,

2) Tidak memerlukan biaya dalam penggunaannya,

3) Cahaya alam sangat baik dilihat dari sudut kesehatan karena

memiliki daya panas dan kimiawi yang diperlukan bagi makluk

hidup di bumi,

Page 67: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

4) Cahaya alam dapat memberikan kesan lingkungan yang berbeda,

bahkan kadang-kadang sangat memuaskan.

Kelemahan pencahayaan alami, yaitu :

1) Cahaya alam sulit dikendalikan, kondisinya selalu berubah karena

dipengaruhi oleh waktu dan cuaca,

2) Cahaya alam pada malam hari tidak tersedia,

3) Sinar ultra violet dari cahaya alam mudah merusak benda-benda di

dalam ruang.

4) Perlengkapan untuk melindungi dari panas dan silau membutuhkan

biaya tambahan yang cukup tinggi.

b. Pencahayaan Buatan

Pencahayaan buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang

bersumber dari alat yang diciptakan oleh manusia, seperti: lampu pijar,

lilin, lampu minyak tanah. Pecahayaan buatan adalah pencahayaan yang

dihasilkan dari usaha manusia seperti lampu pijar. (Lasa, 2005: 170).

Dasar pemikiran untuk konsep perancangan sistem penerangan

pencahayaan adalah pemenuhan tingkat intensitas terang yang memenuhi

syarat untuk tiap-tiap ruang.

Sumber pencahayaan buatan yang terbagi atas :

General lighting adalah penerangan umum yaitu penerangan yang

dibutuhkan untuk menerangi suatu tempat atau ruangan tersebut.

Localized general lighting

Local lighting atau penerangan lokal, yaitu, penerangan pada tempat

kerja dimana untuk menerangi obyek pekerjaan.

Keuntungan menggunakan pencahayaan buatan:

1) Cahaya buatan dapat dikendalikan, dalam arti bahwa kekuatan

pencahayaan yang dihasilkan dari lampu dapat diatur sesuai dengan

kebutuhan,

2) Cahaya buatan tidak dipengaruhi oleh kondisi alam,

Page 68: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

3) Arah jatuhnya cahaya dapat diatur, sehingga tidak menimbulkan silau

bagi pekerja.

Kelemahan penggunaan pencahayaan buatan:

1. Cahaya buatan memerlukan biaya yang relatif besar karena

dipengaruhi oleh sumber tenaga listrik,

2. Cahaya buatan kurang baik bagi kesehatan manusia jika digunakan

terus menerus di ruang tertutup tanpa dukungan cahaya alami.

2.6.3.3 Nilai Ambang Batas Pencahayaan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,

Standart untuk pencahayaan yaitu sebesar 100 lux.

2.6.3.4 Keuntungan dan Gangguan Pencahayaan

Keuntungan pencahayaan yang baik, yaitu : :

1) Meningkatkan semangat kerja.

2) Produktivitas.

3) Mengurangi kesalahan.

4) Meningkatkan housekeeping.

5) Kenyamanan lingkungan kerja.

6) Mengurangi kecelakaan kerja.

Gangguan pencahayaan yang kurang, yaitu :

a) Kelelahan pada mata, seperti Iritasi mata, mata berair dan kelopak

mata berwarna merah, Penglihatan rangkap, Ketajaman penglihatan

merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan dan kecepatan

pandangan, Kekuatan menyesuaikan dan konvergensi menurun

b) Sakit kepala

c) Menurunnya kualitas kerja

Page 69: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

d) Kecelakaan kerja meningkat

2.6.3.5 Pengendalian Pencahayaan

Pengendalian terhadap penerangan buruk dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengendalian secara teknis

Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dengan menggunakan

kaca pembesar dan kaca pembesar dan layer monitor.

Memperbesar intensitas penerangan.

Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek.

Bila menggunakan penerangan alami, harus diperhatikan agar jalan

masuknya sinar tidak terhalang.

b. Pengendalian secara administrative

Untuk pekerjaan malam atau yang membutuhkan ketelitian tinggi,

memperkerjakan tenaga kerja yang berusia relatif masih muda dan tidak

menggunakan kacamata adalah lebih baik.

Menjaga kebersihan dinding, langit-langit, lampu dan perangkatnya

penting untuk diperhatikan. Perawatan tersebut sebaiknya dilakukan

minimal 2 kali dalam 1 tahun, karena kotoran atau debu yang ada ternyata

dapat mengurangi intensitas penerangan.

2.6.3.6 Cara Pencegahan Terhadap Kesilauan

Di samping akibat-akibat pencahayaan yang kurang kadang-kadang juga

menimbulkan masalah, apabila pengaturannya kurang baik, yakni silau. Silau

juga menjadi beban tambahan pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau

dicegah.

Page 70: BAB II TINJAUAN PUSTAKA STTU

Mencegah kesilauan (luminansi), dengan :

Pemilihan jenis lampu yang tepat, misalnya neon. Lampu neon kurang

menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.

Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka

jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.

Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidang terhalang oleh

bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi

bayangan-bayangan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka dalam mendirikan bangunan

tempat kerja, sebaiknya mepertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain :

Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak menganggu

masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.

Jendela-jendela dan lobang angin untuk masuknya cahaya matahari

harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas

bangunan.

Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus

diganti dengan penerangan lampu yang cukup.

Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak

melebihi 32°C).

Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-

bayang yang menganggu kerja.

Sumber cahaya harus menghasilakn daya penerangan yang tetap dan

menyebar dan tidak berkedip-kedip.