55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang berlangsung di tempat -tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat dicegah. Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adiyani, 2005). Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-tempat umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas lainnya. Menurut Chandra (2007), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik. 1

STTU Ada Halamannya

  • Upload
    jijah

  • View
    78

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSanitasi Tempat-Tempat Umum (STTU) merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang berlangsung di tempat -tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat dicegah. Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adiyani, 2005).Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-tempat umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas lainnya. Menurut Chandra (2007), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.Berkaitan dengan pengelolaan sanitasi yang baik, WHO menyatakan bahwa tahun 2015 diperkirakan 2 milyar orang di dunia membutuhkan sanitasi yang baik. Upaya yang dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan dan penyediaan air minum, pemenuhan sanitasi dasar dan menurunkan angka kematian karena serangan inspeksi sebagai akibat buruknya sanitasi dan penyediaan air minum yang tidak memadai (Chandra, 2007).Kegiatan STTU secara lengkap harus ditinjau melalui tiga aspek pendekatan yaitu aspek teknis yang meliputi persyaratan dan peraturan mengenai Tempat Umum tersebut dan keterkaitan Tempat Umum tersebut dengan fasilitas sanitasi dasar, aspek sosial diantaranya adalah ekonomi dan sosial budaya, dan aspek administrasi dan manajemen diantaranya adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dengan baik. Tetapi kendala yang dialami sangatlah kompleks sehingga antara teori dan praktek dalam kegiatan STTU ini sulit untuk dapat berjalan dan berfungsi secara optimal (Adiyani, 2005).Berdasarkan Water and Sanitation Program East Asia and the Pacic (2008) penyakit yang berhubungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk memberikan dampak kerugian finansial dan ekonomi termasuk biaya perawatan kesehatan, produktivitas dan kematian usia dini. Kerugian ekonomi di Indonesia mencapai Rp.56 triliun/tahun dan 53% kerugian adalah dampak kesehatan, adapun kerugian waktu senilai Rp.10,7 triliun/tahun dan kehilangan hari kerja berkisar 210 hari. Kerugian akibat kematian diperkirakan Rp.25 triliun/tahun dan 95% kematian terjadi pada anak usia 04 tahun. Prevalensi penyakit akibat sanitasi buruk di Indonesia adalah penyakit diare sebesar 72%, kecacingan 0,85%, scabies 23%, trakhoma 0,14%, hepatitis A 0,57%, hepatitis E 0,02% dan malnutrisi 2,5%, sedangkan kasus kematian akibat sanitasi buruk adalah diare sebesar 46%, kecacingan 0,1%, scabies 1,1%, hepatitis A 1,4% dan hepatitis E 0,04%. Pengelolaan sanitasi lingkungan tempat ibadah merupakan kegiatan untuk menciptakan lingkungan di wilayah tempat ibadah sesuai standar, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kegiatan sanitasi lingkungan adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Widyati, 2002).Geraja adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum pada waktuwaktu tertentu dapat melakukan ibadah keagamaan Kristen. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Gereja adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum. Komponen inspeksi sanitasi kondisi bangunan, fasilitas sanitasi, pengawasan serangga dan vektor, pengaturan barang- barang, fasilitas P3K, dan kebersihan perlengkapan sembahyang .Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan pada rumah ibadah Umat (Kristen) Protestan sebesar 25 buah dan rumah ibadah Katolik sebanyak 3 buah, sementara Umat Hindu mengalami tambahan rumah ibadah sebanyak 9 buah dan mendapatkan peningkatan sebanyak 12 buah. Namun jika dilihat dari presentasinya Provinsi Bengkulu merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan rumah ibadah Islam paling tinggi yaitu rata-rata 22,39%, dimana rumah ibadah Islam yang hanya berjumlah 1,344 buah pada tahun 1989/1990, sekarang mancapai jumlah 2.548 buah sehingga pertambahannya mencapai 1204 buah (Mubarok, 1995).

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan UmumUntuk mengetahui sanitasi tempat ibadah Gereja Kristen Indonesia Martadireja Kabupaten Banyumas tahun 2014. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui sanitasi di lingkungan tempat ibadah Gereja Kristen Indonesia Martadereja Kabupaten Banyumas yang meliputi kondisi bangunan, fasilitas sanitasi, pengawasan serangga dan vektor, pengaturan barang-barang, fasilitas P3K, dan kebersihan perlengkapan sembahyang.b) Untuk mengetahui keadaan fisik yang meliputi pengukuran kelembaban udara, suhu, intensitas cahaya dan kebisingan suara di lingkungan Gereja Kristen Indonesia Martadireja Kabupaten Banyumas tahun 2014.

36

35

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian SanitasiSanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009). Sedangkan menurut Chandra (2007) bahwa sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.B. Pengertian Tempat-Tempat UmumTempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang mempunyai tempat, sarana dan kegiatan tetap yang diselenggarakan oleh badan pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh masyarakat (Adriyani, 2005). Setiap aktifitas yang dilakukan oleh manusia sangat erat interaksinya dengan tempat-tempat umum, baik untuk bekerja, melakukan interaksi sosial, belajar maupun melakukan aktifitas lainnya. Menurut Chandra (2007), tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan ataupun gangguan kesehatan lainnya. Kondisi lingkungan tempat-tempat umum yang tidak terpelihara akan menambah besarnya resiko penyebaran penyakit serta pencemaran lingkungan sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan menerapkan sanitasi lingkungan yang baik.Menurut Suparlan (1988) kriteria suatu tempat umum adalah terpenuhinya beberapa syarat sebagai berikut:1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum.2. Harus ada gedung/tempat yang permanen.3. Harus ada aktivitas (pengusaha, pegawai, dan pengunjung).4. Harus ada fasilitas (saluran air bersih, WC, urinoir, tempat sampah, danlain-lain) C. Pengertian Sanitasi Tempat UmumSanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat dicegah. Sanitasi tempat-tempat umum menurut Mukono (2006), merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak, karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Febrianti (2011) tempat-tempat umum harus mempunyai kriteria sebagai berikut : 1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat umum boleh keluar masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar. 2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana masyarakat melakukan aktivitas tertentu.3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-tempat umum tersebut.4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum. Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, salon kecantikan atau tempat pangkas rambut, panti pijat, taman hiburan, gedung pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek wisata, dan lain-lain D. Pengertian GerejaMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gereja berarti:1. Gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen.2. Badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (Katolik, Protestan, dan lain-lain).Jadi, gereja adalah rumah, tempat ibadah/persekutuan atau tempat berdoa dan tempat untuk melakukan upacara yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (Katolik, Protestan, dan lain-lain). Pengertian lain gereja menurut pengamatan gereja-gereja di Yogyakarta adalah tempat atau sarana dan prasana untuk melakukan ibadah, persekutan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus serta tempat melakukan pelayanan kepada jemaat gereja (belajar doa, katekisasi, belajar menyanyi dan lain-lain) dan pelayanan kepada masyarakat di sekitar gereja (Badudu, 2004).E. Persyataran kesehatan bangunan gereja1. Kondisi Bangunan a. VentilasiMenurut Notoatmodjo (2007) fungsi ventilasi ini sendiri yaitu untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut dan tetap segar, dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri. Ada dua macam ventilasi yaitu:1) Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah seperti jendela, pintu, dan lubang-lubang pintu.2) Ventilasi buatan, yaitu dengan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin,dan mesin pengisap udara.b. Lantai Lantai dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat dan tidak meresap air. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan (Notoatmodjo, 2003).c. PencahayaanMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006, persyaratan sistem pencahayaan pada bangunan gedung meliputi: 1) Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. 2) Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.3) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung. 4) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. 5) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.6) Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.7) Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di dalam bangunan maupun di luar bangunan gedung. d. DindingMenurut Notoatmodjo (2007) dinding disesuaikan seperti di daerah tropis lebih baik menggunakan dinding atau papan. Dinding dibuat dari bahan yang kuat dan tidak meresap air serta tidak mudah terbakar.2. Fasilitas Sanitasia. Penyediaan air bersihAir bersih hendaknya diusahakan agar tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2007) air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut.1) Syarat fisik: bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya.2) Syarat bakteriologis: air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari bakteri, terutama bakteri patogen. Cara mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, dengan memeriksakan sampel tersebut. Bila hasil pemeriksaan 100 cc air kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan.3) Syarat kimia: air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula, tidak boleh kurang atau lebih.b. JambanJamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI (2004) adalah sebagai berikut: 1) Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering.2) Di sekeliling jamban tidak ada genangan air.3) Tidak ada sampah berserakan.4) Rumah jamban dalam keadaan baik.5) Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat.6) Lalat, tikus dan kecoa tidak ada.7) Tersedia alat pembersih.8) Bila ada yang rusak segera diperbaiki. 9) Air selalu tersedia di dalam bak atau ember.10) Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat, lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai.c. SPALSistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut (Chandra, 2007): 1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan. 3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air dalam penggunaannya sehari-hari. 4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.5) Tidak terbuka dan harus tertutup. 6) Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap. d. Pembuangan air hujanPersyaratan penyaluran air hujan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 adalah:1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. 2) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. 3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4) Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. e. Tempat pembuangan sampahPersyaratan tempat pembuangan sampah menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 adalah:1) Setiap bangunan gedung negara harus menyediakan tempat sampah dan penampungan sampah sementara yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan, produk sampah minimum 3,0 lt/orang/hari;2) Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan setempat; 3) Gedung negara dengan fungsi tertentu (seperti: rumah sakit, gedung percetakan uang negara) harus dilengkapi incenerator sampah sendiri;4) Ketentuan lebih lanjut mengikuti SNI yang dipersyaratkan.3. Pengendalian vektorPengendalian vektor menurut PERMENKES No. 374 adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaanya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektro di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakt dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah.

4. Fasilitas P3KTersedia kotak P3K minimal 1 buah yang berisi obat-obatan lengkap untuk P3K. Tersedia ruang/pos pelayanan kesehatan dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang mudah dijangkau (Chandra, 2007). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik IndonesiaNomor : Per.15/Men/Viii/2008 fasilitas P3K sebagaimana dimaksud meliputi : 1) Ruang P3K; 2) Kotak P3K dan isi; 3) Alat evakuasi dan alat transportasi; dan 4) Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus.

BAB IIIHASIL A. Data Umum1. Nama Lokasi: GKI Martadireja2. Alamat: Jln. Martadireja I No 784 Purwokerto3. Tahun Berdiri: 20084. Pengunjung rata-rata per minggu : 400 jemaat5. Jumlah Kapasitas gereja: 1500 jemaat6. Jumlah rata-rata jamaaha. Untuk anak-anak: 100 jemaatb. Untuk dewasa: 800 jemaatB. Data Khusus1. Kondisi Lingkungana. Apakah bila musim hujan halaman Masjid/Gereja digenangi air (becek)?Tidak b. Jenis air bersih apa yang digunakan oleh Masjid/Gereja tersebut?Sumur & PDAMc. Bagaimana kualitas air bersih yang tersedia?Tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarnad. Berapa kali alas seperti karpet, tikar dan plester dibersihkan?Setiap ada event (sebelum dan sesudah)e. Apakah pada Masjid/Gereja tersebut terdapat fasilitas tempat cuci tangan, kamar mandi dan WC?Adaf. Apakah jumlah tersebut mencukupi kebutuhan pengunjung?Mencukupi g. Jenis pencahayaan apa yang digunakan di dalam Masjid/Gereja?Lampuh. Apakah pada Masjid/Gereja terdapat tempat sampah? Jika Ya, apakah jumlahnya sudah mencukupi untuk menampung volume sampah yang dihasilkan?Ya, memenuhii. Apakah pada Masjid/Gereja terdapat saluran pembuangan air limbah dan air hujan?Yaj. Apakah ventilasi dalam ruangan Masjid/Gereja sudah cukup?Tidak mencukupik. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Gereja?Kebaktian, sekolah minggu, latihan paduan suara, latihan persiapan singer dan pemusik, worship and healing ministry, senam kesehatan, kuliah agama Kristen dan bimbingan belajar l. Berapa jumlah kamar mandi, toilet dan urinoir?11 toilet dan 6 urinoir

2. Pengukuran Lingkungan Fisika. Kebisingan RuanganPengukuran kebisingan ruangan diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Pengukuran dilakukan 20 kali dengan interval waktu masing-masing 5 detik dengan hasil (dalam DB) yang diperoleh sebagai berikut:

77,8 58,255,054,953,552,268,365,562,064,1

54,955,757,756,554,654,854,081,755,181,5

Maka diperoleh hasil rata-rata yaitu : 60,9 DBb. Pengukuran Pencahayaan1) Pencahayaan dalam ruanganPengukuran pencahayaan dalam ruangan diukur dengan menggunakan alat lux meter. Pengukuran dilakukan di 9 titik ruangan dengan diperoleh hasil sebagai berikut :1,914,725,59,818,55,85,76,97,8

Maka diperoleh hasil rata-rata yaitu : 8,16 fc

2) Pencahayaan dalam toiletPengukuran pencahayaan dalam toilet diukur dengan menggunakan alat lux meter dengan diperoleh hasil: 4,7 fcc. Pengukuran kelembabanDry : 30Wet : 29Dry Wet = 30-29 = 1 92 %3. Checklis Inspeksi sanitasi GerejaNama Gereja : MartadirejaAlamat : Jln. Martadireja I No 784 PurwokertoTanggal pemeriksaan : 27 November 2014Kecamatan/kabupaten : Purwokerto Barat Kabupaten Banyumas

Tabel 3.1 Checklis Inspeksi sanitasi Gereja MartadirejaNoMateriBobotNilai KeteranganCatatan

IKondisi bangunan100

1. Kebersihan Lantai30

a. Kualitas15

55Kuat

55Mudah dibersihkan

55Tidak licin

b. Perawatan15

108Tidak terdapat debu dan kotoranMasih ada debu di sudut ruangan

55Mengkilap

2. Kebersihan Dinding/Langit30

a. Kualitas15

55Permanent

55Kedap air

55Tidak lembab

b. Perawatan15

86Warna terangWarna dinding kurang terang

75Tidak berdebudebu nempel di pengedap suara

3. Pencahayaan20

Kualitas2010Minimal 10 fc atau masih dapat untuk dapat membaca dengan jelas pada tempat tergelap8,16 fc

4. Penghawaan20

Kualitas2010Bila luas penghawaan minimal 20% dari luas bangunan

IIFasilitas sanitasi520

1. Penyediaan Air Bersih200

a. Kuantitas100100Bila jumlah air yang tersedia melebihi kebutuhan wudlu jamaah walaupun dimusim kemarau

b. Kualitas100

2525Tidak berbau

2525Tak berasa

2525Jernih

2525Suhu = suhu udara

2. Jamban90

a. Kuantitas3030Bila jamban yang tersedia mencukupi yaitu 1 jamban untuk 200 jemaah

b.Kualitas30

1010Leher angsa

108Bebas serangga/kecoaMasih terdapat semut

1010Bersih

c. Perawatan30

66Tidak ada ceceran tinja/kotoran

66Tersedia air penggelontot dalam jumlah cukup

66Tidak berbau

66Tidak licin

66Tersedia sabun

3. Peturasan90

a. Kuantitas4545Bila jumlah peturasan yang tersedia melebihi kebutuhan jemaah

b. Kualitas45

99Ada saluran khusus keresapan

99Tidak berbau

99Tersedia cukup air untuk menggelontor

99Lantai tidak licin

99Tidak ada kotoran

4. Saluran Pembuangan Air Limbah60

Kualitas60

1212Tersedia saluran permanent dan kedap air

120Tersedia bak kontrolTidak tersedia bak kontrol

1212Tidak mencemari sumber air

1212Aliran air mengalir dengan lancar

1212Saluran pembawa dalam keadaan bersih

5. Pembuangan air hujan30

Kualitas30

1515Bila tersedia saluran khusus ke saluran umum kota

1515Air mengalir sehingga tidak menggenang

6.Tempat Pembuangan Sampah50

a.Kualitas25

88Tertutup

88Mudah dibersihkan

99Kedap air

b.Kuantitas2525Bila volume tong sampah mencukupi volume sampah

IIIPengawasan Serangga dan Vektor80

2020Bila bebas jentik

2020Bebas lalat

2020Bebas kecoa

2020Bebas tikus

IV.Pengaturan Barang- Barang

Penempatan 30

157Teratur di tempat yang sesuai dengan fungsinya Penempatan kurang teratur sehingga barang terlihat berserakan

1515Tidak kotor

VFasilitas P3K20

1010 Ada

55Isi Lengkap

55Berfungsi dengan baik

VIKebersihan Perlengkapan Sembahyang 80

Kualitas2020Tidak berbau

2020Tidak kotor

2020Tidak berdebu

2020Utuh

VIIFasilitas Wudlu800Tidak ada fasilias wudlu karena merupakan bangunan Geraja

a. Kuantitas 20Jumlah kran berbanding kapasitas jemaah masjid 1: 50 jemaah

b. Kualitas20

10Menggunakan kran

10Bak air tertutup

c. Penempatan 20

10Terpisah dengan masjid

10tidak tercemar bau

d. Perawatan20

10Bak air lantai dan dinding tidak

10Tidak ada endapan

VIIIKaryawan/Petugas/Pengurus Gereja80

a. Kebersihan Perorangan40

2020Tidak sedang sakit mata/kulit

2020Penampilan bersih

b. Pemeriksaan Kesehatan400Pemeriksaan dilakukan berkala tiap 6 bulan 1XSetiap sakit langsung ke balai pengobatan

JUMLAH1000822

Kriteria penilaianDalam penilaian ada tiga kriteria hasil penilitian :a. Baikb. Cukupc. KurangDikatakan baik bila jumlah nilai : 700-1000Dikatakan cukup bila jumlah nilai : 500-699Dikatakan kurang bila jumlah nilai : 5-499

BAB IVPEMBAHASANA. Gambaran Umum dan Profil Gereja1. Gambaran UmumPraktikum sanitasi tempat ibadah dilakukan di GKI Martadireja yang berlokasi di Jln. Martadireja I No. 784 Purwokerto Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas. Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 27 November 2014. GKI Martadireja berdiri pada tahun 2008. GKI Martadireja memiliki kapasitas untuk menampung jemaat GKI sekitar 1500 jemaat dengan rata-rata per minggu GKI Martadireja dikunjungi sebanyak 400 jemaat. Jemaat GKI Martadireja yang terdaftar sebagai anggota tetap ada 900 jemaat, yang terbagi menjadi 100 jemaat anak-anak dan 800 jemaat dewasa. Memiliki bangunan kokohyang permanenyang terdiri dari 3 lantai.Lantai pertama digunakan sebagai ruang utama untuk beribadah, selain itu juga terdapat ruang tunggu, ruang kantor administrasi, balai pengobatan, gudang, toilet. Pada lantai kedua terdapat 2 kamar tamu, dapur, dan ruang kendali. Pada lantai yang ketiga terdapat ruang pengaturan lampu. Pada bagian luar bangunan terdapat halaman parkir yang luas dan pos penjagaan. Jenis kegiatan yang dilakukan di GKI Martadireja meliputi kebaktian, sekolah minggu, latihan paduan suara, latihan persiapan singer dan pemusik, worship and healing ministry, senam kesehatan, kuliah agama Kristen dan bimbingan belajar.2. Profil tempata. Nama gereja: Gereja Kristen Indonesia (GKI) Martadireja Purwokertob. Alamat: Jalan Martadireja I No. 784 Purwokerto Kode Pos 53113c. Visi, Misi dan Motto1) Visi Menabur dengan cerdik, menuai dengan tulus.2) MisiJumlah kebaktian tahun 2016 mencapai 2000 orang.

3) MottoMenabur dengan cerdik, menuai dengan tulus.d. Sejarah1) Dari Gereja Induk GKI Gatot Subroto, sesuai Rapat MJ 22 Januari 1975 maka :diputuskan bahwa Hari Pentakosta 18 Mei 1975, lahir Pos PI Tanah Garing. Kebaktian dilaksanakan dengan meminjam garasi Roda Mas dilayani oleh Sdr. Agus Susanto.2) Pembangunan rumah TuhanPeletakan batu pertama tanggal 30 Oktober 1977 di atas tanah 532 m2 yang kemudian diresmikan tanggal 28 Juni 1978 oleh Ibu Danrem 071 Ny. Sarwono.3) Menjadi bakal jemaatTerhitung sejak tanggal 19 Agustus 1987 ditingkatkan statusnya menjadi Bakal Jemaat Dr. Suparno.4) Menjadi dewasaDalam Persidangan IX Klasis Purwokerto disetujui rencana pendewasaan Bajem Dr. Suparno yang terlaksana pada tanggal 3 September 1991 dengan nama GKI Dr. Suparno Purwokerto dan sejak saat itu pula terjadi penggatian nama GKI Purwokerto menjadi GKI Gatot Subroto Purwokerto.5) Melangkah majuPada tanggal 1 Nopember 1994 hadir calon pendeta Stefanus Liem Tjhiauw Soen yang sebelumnya melayani di GKI Salatiga dan kemudian ditahbiskan pada tanggal 31 Januari 1995. Pada tanggal 3 September 2008 (bertepatan dengan HUT GKI Dr. Suparno ke-17) gedung gereja di Jl. Martadireja I diresmikan penggunaannya dan sejak saat itu nama GKI Dr. Suparno berubah menjadi GKI Martadireja yang berdiri diatas tanah:a) Desa Arcawinangun: 154,00 Ha b) Desa Mersi: 130,00 Ha

e. Data statistik JemaahTabel 1. Jumlah Anggota IndukNo.TahunTotal AnggotaPertumbuhan

1.2002511-

2.200353322

3.200457138

4.200565079

5.200666313

7.200769936

8.200873435

9.200977642

10.201083155

11.201187140

12.201289726

13.201390043

B. Komponen Penilaian 1. Kondisi Bangunana. Kebersihan LantaiMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 bahwa persyaratan lantai tempat ibadah:1) Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.2) Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang rata atau keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak mengumpul, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.3) Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.Berdasarkan tabel 3.1 kondisi bangunan lantai di GKI Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 15 karena memiliki ciri-ciri kuat, mudah dibersihkan dan tidak licin. Sedangkan dilihat dari aspek perawatan diberikan nilai 13 karena kondisi lantai mengkilap tetapi masih terdapat debu di sudut ruangan. Dengan kualitas lantai yang sangat baik maka GKI Martadireja sudah memenuhi persyaratan pembangunan tempat ibadah. Lantai di Gereja Kristen Indonesia mengkilap karena Gereja Kristen Indonesia setiap hari dibersihkan dengan petugas kebersihan gereja. Tetapi, petugas kebersihan gereja masih belum teliti dalam membersihkan gereja karena masih terdapat debu di sudut ruangan gereja. b. Kebersihan Dinding/LangitMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 persyaratan di dinding atau langit langit yaitu langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran. Berdasarkan tabel 3.1 kebersihan dinding/langit GKI Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 15 karena memiliki ciri-ciri yaitu permanent, kedap air dan tidak lembab. Dengan kualitas dinding/langit yang sangat baik maka GKI Martadireja sudah memenuhi persyaratan pembangunan tempat ibadah. Sedangkan dilihat dari aspek perawatan GKI Martadireja diberikan nilai 11 karena memiliki ciri-ciri yaitu memiliki warna yang gelap dan masih terdapat debu karena GKI Martadireja menggunakan pengedap suara agar suara yang ditimbulkan tidak pecah dan berbenturan. Sehingga dalam aspek perawatan dinding/langit GKI Martadireja masih kurang baik. c. PencahayaanMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 persyaratan sistem pencahayaan di tempat ibadah, yaitu:1) Bangunan tempat ibadah harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.2) Bangunan tempat ibadah harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.3) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan tempat ibadah dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan tempat ibadah.4) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan tempat ibadah dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.5) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan tempat ibadah dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.7) Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada plafon (recessed) karena tidak mengumpulkan debu.8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.Berdasarkan tabel 3.1 hasil pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter dalam pengukuran 9 titik sudut ruangan diberikan nilai 10 karena diperoleh hasil rata-rata yaitu 8,16 fc yang berarti pencahayaan di GKI Martadireja kurang baik karena menurut Mubarak dan Chayatin (2009) intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup terang agar dapat melakukan kegiatan dengan jelas minimal 100 lux (9,29 fc), dimana pencahayaan atau penerangan tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga tidak menimbulkan bayangan yang nyata. d. PenghawaanMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 sistem persyaratan ventilasi, yaitu:1) untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan tempat ibadah harus mempunyai ventilasi alami dan/ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.2) Bangunan tempat ibadah harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela/ bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.3) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat.4) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan tempat ibadah.Berdasarkan tabel 3.1 penghawaan di GKI Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 10 karena ventilasi alami yang ada jumlahnya kurang memadai sehingga penghawaan di dalam ruangan sangat panas dan pengap. Apabila di ruangan tempat ibadah tidak dinyalakan AC nya maka ruangan tempat ibadah sangat panas. Seharusnya penghawaan yang baik itu ventilasi bisa dibuka/ditutup apabila AC tidak nyala harus dibuka ventilasinya agar terjadinya pertukaran udara terus menerus.2. Fasilitas Sanitasia. Penyediaan air bersihMemurut Ketentuan Umum Permenkes No.416/Menkes/PER/IX/1990 air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping.Menurut Notoatmodjo (2007) agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut.1) Syarat fisik: bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya.2) Syarat bakteriologis: air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari bakteri, terutama bakteri patogen. Cara mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, dengan memeriksakan sampel tersebut. Bila hasil pemeriksaan 100 cc air kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan.3) Syarat kimia: air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula, tidak boleh kurang atau lebih.Berdasarkan tabel 3.1 penyediaan air bersih di Gereja Martadireja dilihat dari aspek kuantitas diberikan nilai 100 karena jumlah air bersih dapat dipastikan sudah mencukupi untuk kebutuhan jemaat dan dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 100 karena memiliki ciri-ciri yaitu tidak berbau, tidak berasa, jernih dan memiliki suhu yang sama dengan suhu udara. Hal ini berarti penyediaan air di Gereja Martadireja sudah memenuhi persyaratan.b. JambanJamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI (2004) adalah sebagai berikut: 1) Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering.2) Di sekeliling jamban tidak ada genangan air.3) Tidak ada sampah berserakan.4) Rumah jamban dalam keadaan baik.5) Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat.6) Lalat, tikus dan kecoa tidak ada.7) Tersedia alat pembersih.8) Bila ada yang rusak segera diperbaiki. 9) Air selalu tersedia di dalam bak atau ember.10) Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat, lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai.Berdasarkan tabel 3.1 kondisi jamban di Gereja Martadireja dilihat dari aspek kuantitas diberikan nilai 30 karena jumlah jamban dapat dipastikan sudah mencukupi untuk kebutuhan jemaat dan dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 28 karena memiliki ciri-ciri yaitu berupa jamban leher angsa akan tetapi masih terdapat serangga semut serta dilihat dari aspek perawatan diberikan nilai 30 karena memiliki ciri-ciri keadaan bersih, tidak ada ceceran tinja/kotoran, tersedia air penggelontoran dalam jumlah cukup, tidak berbau, tidak licin, dan tersedia sabun. Hal ini berarti kondisi jamban di Gereja Martadireja sudah cukup bagus dan memenuhi persyaratan.c. PeturasanPeturasan menurut Alwi (2007) peturasan adalah tempat buang air kecil untuk laki-laki. Ditinjau dari kontruksinya, peturasan dapat dibagi seperti kloset, dimanayang paling banyak digunakan adalah tipe wash-down. Untuk tempat-tempatumum, sering dipasang peturasan berbentuk mirip talang terbuat dari porselen, plastik, atau baja tahan karat, dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1) Dalamnya talang 15 cm atau lebih.2) Pipa pembuangan ukuran 40 mm atau lebih dan dilengkapi dengan saringan.3) Pipa penggelontor harus diberi lubang-lubang untuk menyiram bidang belakang talang dengan lapisan air.4) Laju aliran air penggelontor dapat ditentukan dengan menganggap setiap 45 cm panjang talang ekivalen dengan satu peturasan biasa.Berdasarkan tabel 3.1 peturasan di GKI Martadireja dari segi kuantitas dipastikan sudah mencukupi kebutuhan jemaat. Menurut SNI 03-6481-2000 setiap bangunan wajib memiliki sebuah peturasan untuk setiap 50 orang penghuni laki-laki. setiap penambahan 50 orang harus ditambah 1 peturasan. GKI Martadireja memiliki peturasan sebanyak 6 peturasan. Hal ini sudah mencukupi jumlah pengunjung laki- laki yang data ke GKI Martadireja yang bisa bisa menampung hingga 300 pengunjung laki- laki GKI Martadireja, sehingga untuk penilaian aspek kuantitas peturasan kami nilai sebesar 45. Dilihat dari segi kualitas kondisi GKI Martadireja sudah memenuhi syarat kesehatan yaitu dengan kondisi peturasan yang bersih, tidak berbau, lantai dan dinding yang kedap air, dan dilengkapi dengan pancuran air dan tersedia cukup air untuk menggelontorkan kotoran. Hal ini sesuai dengan persyaratan SNI 03-6481-2000 yang menyatakan jenis peturasan yang dilarang adalah jenis peturasan palung yang tidak memenuhi persyaratan pengglontoran. Jenis peturasan yang harus dipakai adalah jenis peturasan yang dilengkapi dengan pancuran air dan tersedia cukup air untuk menggelontorkan kotoran ,kondisi lantai dan dinding kedap air, tidak berbau, dan bersih. Sehingga untuk penilaian kualitas peturasan kami nilai total sebesar 45.d. SPALSistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut (Chandra, 2007): 1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan. 3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air dalam penggunaannya sehari-hari. 4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.5) Tidak terbuka dan harus tertutup. 6) Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap. Berdasarkan tabel 3.1 kondisi jamban di SPAL Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 48 karena memiliki ciri-ciri yaitu tersedia saluran permanent dan kedap air, tersedia saluran permanent dan kedap air, tidak mencemari sumber air, aliran air mengalir dengan lancar, saluran pembawa dalam keadaan bersih. Hal ini berarti kondisi SPAL di Gereja Martadireja sudah cukup bagus dan memenuhi persyaratan.e. Pembuangan air hujan Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung menyebutkan bahwa Penyaluran air hujan (strorm sewage) harus dapat mencapai ke tempat pembuangan akhir (sungai alami), sesuai prinsip-prinsip penyaluran atau pembuangannya. Aliran air yang tidak berbahaya/air hujan disalurkan terpisah dengan aliran air yang berbahaya/air limbah. Sistem tersebut disebut Sistem Terpisah. Berdasarkan tabel 3.1 pembuangan air hujan di Gereja Kristen Indonesia Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 30 karena pengolahan air limbah sudah menggunakan Sistem Terpisah yang ditunjukkan dengan saluran pembuangan air hujan terpisah dengan sistem pembuangan air limbah untuk kamar mandi.f. Tempat Pembuangan SampahPeraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung menyebutkan bahwa tempat sampah merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembangunan di tempat umum. Selain itu dijelaskan pula persyaratan fasilitasi sanitasi dalam bangunan gedung (saluran pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah, dan/atau pengolahan sampah) yang meliputi:i. Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.ii. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing- masing bangunan gedung, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.Berdasarkan tabel 3.1 tempat pembuangan sampah di GKI Martadireja dilihat dari aspek kualitas diberikan nilai 25 karena memiliki ciri tempat pembuangan sampah tertutup, mudah dibersihkan dan kedap air. Sedangkan dilihat dari aspek kuantitas diberikan nilai 25 karena terdapat beberapa tempat sampah yang dapat memenuhi kebutuhan jamaah.3. Pengawasan Serangga dan Vektor Berdasarkan tabel 3.1 pengawasan serangga dan vektor di lingkungan GKI Martadireja diberikan nilai 80 karena tidak ditemukan vector baik jentik nyamuk, lalat, kecoa ataupun tikus. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Hygiene Dan Sanitasi pasal 6 menyebutkan bahwa Tempat- tempat umum harus bebas dari vector penular penyakit, seperti serangga dan binatang pengganggu.4. Pengaturan Barang- BarangMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tahun 2006 bangunan untuk kegiatan ibadah harus memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku, konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barangbarang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan/tidak terdapat tumukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. Berdasarkan tabel 3.1 pengaturan barang-barang di GKI Martadireja diberikan nilai 7 karena masih terdapat barang-barang yang ditempatkan tidak sesuai dengan tempatnya sehingga dapat berpotensi sebagai sarang tikus dan mengganggu aktivitas.5. Fasilitas P3kMenurut Permenaker (2008) fasilitas P3K sebagaimana dimaksud meliputi : a. Ruang P3K; b. Kotak P3K dan isi; c. Alat evakuasi dan alat transportasi; dan d. Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Berdasarkan tabel 3.1 fasilitas P3K di GKI Martadireja diberikan nilai 20 karena memiliki peralatan P3K yang lengkap dan berfungsi dengan baik serta memiliki tenaga kesehatan yang selalu ada karena di sebelah gereja terdapat Balai Pengobatan. 6. Fasilitas WudhuBerdasarkan tabel 3.1 fasilitas wudlu di GKI Martadireja diberikan nilai 0 karena tidak memiliki fasilitas wudhu dan tidak ada kegiatan yang memerlukan fasilitas ini.7. Karyawan/petugas/pengurus gerejaPersonal higiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. (Wahid Iqbal, 2007). Berdasarkan tabel 3.1 dilihat dari aspek kebersihan perorangan karyawan di GKI Martadireja diberikan nilai 40 karena memiliki ciri-ciri yaitu tidak sedang sakit mata/kulit dan berpenampilan bersih. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 02/MEN/1980 dalam Pungky (2002) Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Berdasarkan tabel 3.1 para pengurus / pekerja Gereja Kristen Indonesia Martadireja dilihat dari aspek pemeriksaan kesehatan diberikan nilai 0 sebab pengurus tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala karena kesadaran karyawan di GKI Martadireja masih kurang.8. Kondisi Lingkungan GerejaKriteria penilaian GKI Martadireja berdasarkan tabel 3.1 mendapatkan kriteria penilaian baik karena jumlah penilaian sanitasi tempat ibadah GKI Martadireja diperoleh jumlah 822. Jumlah penilaian GKI Martadireja masih berada interval 700-1000 sehingga kondisi lingkungan GKI Martadireja dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini dapat diliat dari kondisi halaman GKI Martadireja yang tidak ada genangan air (becek) apabila musim hujan tiba. Tidak adanya genangan air pada gereja ini karena sudah cukup baiknya sistem drainasi yang ada. GKI Martadireja menggunakan air bersih yang bersumber dari sumur dan PDAM dengan kualitas air bersih yang sudah sesuai dengan standar air bersih yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna. Untuk kebersihan ruangan, petugas gereja akan mengganti alas seperti karpet, tikar, dan membersihkan lantai pada saat sebelum dan sesudah adanya kegiatan. GKI Martadireja juga dilengkapi dengan fasilitas tempat cuci tangan, kamar mandi, WC dan urinoir dengan jumlah yang sudah mencukupi kebutuhan pengunjung. Jenis pencahayaan yang digunakan oleh GKI Martadireja adalah lampu yang tersebar di setiap sudut ruangan gereja dan luar ruangan gereja. GKI Martadireja memiliki tempat sampah yang jumlahnya mencukupi untuk menampung volume sampah yang dihasilkan. Selain tempat sampah gereja ini juga memiliki saluran pembuangan air limbah dan pembuangan air hujan. Keadaan ventilasi di dalam ruang gereja masih belum mencukupi karena, jumlah ventilasi udara yang masih sedikit, sehingga membuat ruangan menjadi cukup panas.9. Pengukuran Lingkungan Fisika. Kebisingan Ruangan Menurut KEPMENKES nomor 1405 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut : 1) Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kebisingan. 2) Sumber bising dapat dikendalikan dengan cara antara lain : meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, membuat bukit buatan, dan lain-lain. Pada praktikum sanitasi tempat tempat umum ini dilakukan pengukuran kebisingan. Pengukuran dilakukan menggunakan alat soundlevel meter dengan hasil pengukuran rata- rata kebisingan dalam ruangan sebesar 60,9 dB. Batas maksimal kebisingan ruangan menurut KEPMENKES nomor 1405 adalah 85dB sedangkan hasil pengukuran kebisingan ruangan gereja adalah 60,9 atau lebih kecil dari batas maksimal yang ditetapkan KEPMENKES. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan dalam ruangan tersebut masih dalam batas toleransi kebisingan.b. Pengukuran pencahayaanPencahayaan menurut KEPMENKES No. 1405 adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut : 1) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya. 2) Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan. 3) Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.Dalam pengukuran pencahayaan menggunakan alat luxmeter di dalam ruangan gereja dan juga toilet gereja diperoleh hasil masing- masing pencahayaan adalah 8,16 fc untuk pencahayaan dalam ruangan gereja, dan 4,7 fc untuk pencahayaan pada toilet. Mubarak (2009) menyatakan bahwa persyaratan pencahayaan minimal adalah 100 lux 9.29 fc, sehingga pencahayaan dalam toilet ruangan dan juga masih belum memenuhi syarat karena masih dibawah prasyarat minimal pencahayaan dalam ruangan . Hal ini dikarenakan di dalam gereja dan toilet tidak ada faktor yang menunjang pencahayaan seperti atap yang terang, kaca, jendela dan dinding agar terciptanya tingkat pencahayaan yang dibutuhkan. c. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara. Alat untuk mengukur suhu udara atau derajat panas disebut thermometer. Biasanya pengukur dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Suhu udara tertinggi dimuka bumi adalah didaerah tropis (sekitar ekuator) dan makin ke kutub semakin dingin (Benyamin, 2002).Kelembaban merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap aktifitas organisme di alam. Kelembaban merupakan jumlah uap air di udara, sedangkan kelembaban mutlak adalah sejumlah uap air dalam udara yang dinyatakan sebagai berat per satuan udara (misalnya gram per kilogram udara). Kelembaban merupakan salah satu faktor ekologis yang mempengaruhi aktifitas organisme seperti penyebaran, keragaman harian, keragaman vertical dan horizontal.(Umar, 2010).Pengukuran suhu dan kelembaban ruangan gereja menggunakan alat higrometer yang diletakkan pada bagian tengah ruangan selama 15 menit. Dari Hasil pengukuran diperoleh hasil suhu 30o C dan kelembaban 92%. Persyaratan kesehatan menurut KEPMENKES No 1077 suhu ruangan yang memenuhi standar kesehatan adalah 18-30o C dan kelembaban ruangan adalah 40-60 %. Berdasarkan persyaratan tersebut suhu ruangan gereja sudah memenuhi kesehatan sedangkan untuk kelembaban ruangan melebihi standar yang ditetapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya suhu, tekanan udara, pergerakan angin, kualitas dan kuantitas penyinaran.

BAB VPENUTUPA. Kesimpulan1. Keadaan sanitasi di lingkungan tempat ibadah Gereja Martadereja Kabupaten Banyumas tahun 2014 dimasukkan ke dalam kategori baik dengan jumlah nilai keseluruan penilaian kuesioner dan check list sebesar 822 poin.2. Keadaan fisik di lingkungan tempat ibadah Gereja Martadireja meliputi pengukuran kelembapan udara, suhu, intensitas cahaya dan kebisingan suara dengan keterangan sebagai berikut :a. kelembaban udara: 92 %b. suhu : 30o Cc. intensitas cahaya : 8,16 fcd. kebisingan suara : 60, 9 dB

B. Saran1. Untuk Gereja Kristen Indonesia Martadirejaa. Agar lebih diperhatikan pada kondisi bangunan yaitu kebersihan lantai di bagian sudut-sudut ruangan karena masih terdapat debu yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.b. Pada bagian dinding dan langit langit agar permukaannya diberi warna yang agak terang serta perawatan secara pada dinding karena masih terdapat debu yang menempel.c. Pada bagian fasilitas sanitasi berupa jamban agar diperhatikan perawatannya karena masih terdapat semut walau hanya sedikit.d. Pada bagian fasilitas sanitasi berupa saluran pembuangan limbah agar sebisa mungkin diberikan fasilitas tambahan berupa bak control.e. Pada bagian karyawan/petugas yaitu agar lebih diperhatikan kesehatan pekerja yaitu dengan melakukan pemeriksaan berkala setiap enam bulan sekali.2. Untuk Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal SoedirmanAgar terus mengadakan kegiatan inspeksi ini secara berkala pada tempat-tempat umum lainnya.3. Untuk Pemerintaha. Agar membuat peraturan yang memberikan pedoman mengenai standar pembangunan tempat ibadah khususnya gereja.b. Agara membuat peraturan perundangan-undangan mengenai kriteria sanitasi tempat ibadah khususnya gereja.