25
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Overweight Overweight merupakan suatu kondisi dimana berat badan seseorang melebihi dari berat badan normal. Kondisi ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan antara input dan output. Input berkaitan dengan asupan energi sedangkan output berkaitan dengan keluaran energi. Kebiasaan pola makan yang tinggi dan aktifitas fisik yang sedentary akan menyebabkan penambahan berat badan. Hal ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan keluaran energi dengan asupan energi sehingga kelebihan energi yang terdapat didalam tubuh akan terakumulasi menjadi jaringan lemak (jaringan adiposa) sehingga apabila kebiasaan tersebut terus berlanjut maka akan terjadi penambahan berat badan secara perlahan. Seseorang dengan kategori overweight cenderung memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali seperti wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat (Purnamawati, 2009). Dalam menentukan kategori berat badan digunakan pengukuran berupa Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan dengan satuan kilogram yang dibagi tinggi badan kuadrat dengan satuan meter seperti rumus berikut: IMT = Berat Badan (kg) [Tinggi Badan (m)] 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Universitas Udayana...daya tahan kardiovaskular dan mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang baik dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, yaitu

  • Upload
    others

  • View
    33

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Overweight

    Overweight merupakan suatu kondisi dimana berat badan seseorang

    melebihi dari berat badan normal. Kondisi ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan

    antara input dan output. Input berkaitan dengan asupan energi sedangkan output

    berkaitan dengan keluaran energi. Kebiasaan pola makan yang tinggi dan aktifitas

    fisik yang sedentary akan menyebabkan penambahan berat badan. Hal ini

    diakibatkan oleh ketidakseimbangan keluaran energi dengan asupan energi

    sehingga kelebihan energi yang terdapat didalam tubuh akan terakumulasi menjadi

    jaringan lemak (jaringan adiposa) sehingga apabila kebiasaan tersebut terus

    berlanjut maka akan terjadi penambahan berat badan secara perlahan. Seseorang

    dengan kategori overweight cenderung memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali

    seperti wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada

    membusung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan lemak, perut

    membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat (Purnamawati, 2009).

    Dalam menentukan kategori berat badan digunakan pengukuran berupa

    Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan dengan satuan kilogram yang

    dibagi tinggi badan kuadrat dengan satuan meter seperti rumus berikut:

    IMT =Berat Badan (kg)

    [Tinggi Badan (m)]2

  • 10

    Hasil penghitungan Indeks Massa Tubuh kemudian diklasifikasikan

    berdasarkan kriteria asia pasifik seperti pada tabel 2.1 berikut:

    Tabel 2.1

    Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

    Klasifikasi IMT (kg/m2)

    Underweight 30

    Sumber: National Institute for Health, 2006

    Penyebab overweight digolongkan menjadi dua faktor menurut penelitian

    Purnamawati pada tahun 2009 yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor

    genetik yang mempunyai peranan kuat yang diketahui adalah parental fatness yaitu

    seseorang yang kelebihan berat badan biasanya disebabkan oleh oleh orang tua

    yang juga memiliki berat badan yang berlebih. Faktor lingkungan yang berperan

    sebagai penyebab terjadinya overweight yaitu nutrisional (perilaku makan),

    aktifitas fisik dan sosial ekonomi.

    Keseimbangan energi dalam tubuh diatur oleh hipotalamus melalui 3 proses

    fisiologis yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju keluaran

    energi, dan regulasi sekresi hormon. Apabila asupan energi melebihi dari yang

    dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar

    leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di

    hipotalamus agar menurunkan produksi neuro peptide sehingga terjadi penurunan

    nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari

  • 11

    asupan energi maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada

    anorexigenic center di hipotalamus untuk meningkatkan produksi neuro peptide

    sehingga terjadi peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita kelebihan

    berat badan terjadi resistensi leptin sehingga tingginya kadar leptin tidak

    menyebabkan penurunan nafsu makan. Kelebihan energi didalam tubuh akibat

    asupan energi secara terus-menerus menyebabkan penimbunan lapisan lemak

    sehingga menyebabkan overweight (Purnamawati, 2009)

    2.2 Kebugaran Kardiorespirasi

    2.2.1 Pengertian Kebugaran Kardiorespirasi

    Kebugaran kardiorespirasi adalah kemampuan paru-paru, jantung dan

    pembuluh darah untuk memberikan jumlah oksigen yang cukup ke seluruh jaringan

    tubuh untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik yang berkepanjangan (Hoeger,

    2014).

    Kardiorespirasi merupakan sistem kerja fungsi faal tubuh manusia yang

    meliputi sistem kardiovaskular dan respirasi dengan kemampuan untuk melakukan

    latihan dinamis menggunakan otot tubuh dengan intensitas sedang hingga tinggi

    pada jangka waktu yang cukup lama serta berhubungan dengan respon jantung,

    pembuluh darah serta paru untuk mengangkut oksigen ke otot selama melakukan

    olahraga (Hoeger, 2014).

    Kebugaran kardiorespiasi menunjukkan lamanya seseorang dalam

    melakukan suatu aktivitas. Dalam laboratorium pengukuran yang paling objektif

    dilakukan dengan menghitung ambilan maksimal O2 (VO2maks) (Effendi, 1983).

  • 12

    Kebugaran kardiorespirasi yang baik sangat berpengaruh pada kebugaran

    fisik seseorang. Kebugaran fisik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan

    tugasnya sehari-hari dengan gampang tanpa merasa lelah yang berlebihan, serta

    masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya

    dan untuk keperluan-keperluan mendadak (Sumosardjuno, 1996). Untuk dapat

    mengetahui kemampuan kardiorespirasi seseorang maka harus dapat diketahui

    konsumsi oksigen maksimal atau kapasitas VO2maks. Konsumsi oksigen maksimal

    atau kapasitas VO2maks adalah ambilan oksigen selama aktivitas maksimum

    (Janssen, 2002).

    Menurut Pate dkk (1993) tenaga aerobik maksimal seringkali disebut

    penggunaan oksigen maksimal yang merupakan tempo tercepat di mana seseorang

    dapat menggunakan oksigen selama berolahraga. Kualitas daya tahan paru dan

    jantung dinyatakan dengan besarnya VO2maks atau jumlah oksigen maksimum

    yang dikonsumsi secara maksimal dalam satuan ml/kg.bb/menit (Irianto, 2000).

    Dalam proses menentukan besarnya kemampuan kardiorespirasi diperlukan

    pengukuran oksigen yang digunakan maksimal (ambilan oksigen maksimal) atau

    VO2maks secara langsung untuk beraktivitas. Salah satu bentuk tes lapangan yang

    digunakan untuk mengetahui VO2maks adalah cooper test (12 minutes run test).

    Tes ini cukup sering digunakan untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi dan

    penerapannya cukup sederhana (Nala, 2011) dimana indikator yang digunakan

    ialah ambilan oksigen maksimal saat melakukan suatu aktivitas atau VO2maks.

  • 13

    2.2.2 Volume Oksigen Maksimal (VO2maks)

    VO2maks yaitu suatu ukuran kapasitas tubuh dalam menggunakan oksigen.

    VO2maks merupakan jumlah oksigen maksimal yang dikonsumsi permenit ketika

    seseorang telah mencapai usaha maksimal. VO2maks merupakan faktor utama

    untuk menentukan intensitas latihan atau kecepatan langkah yang dapat dilakukan

    secara terus-menerus. VO2maks dianyatakan dalam berat badan dalam milliliter

    oksigen yang dikonsumsi perkilogram permenit (mL/kg/min). VO2maks

    bergantung pada transportasi oksigen, kapasitas ikatan oksigen dalam darah, fungsi

    jantung, kapabilitas difusi oksigen dan oksidatif potensial di otot (Wiwin, 2008).

    Kapasitas aerobik menggambarkan besarnya kemampuan motorik dari

    proses aerobik seseorang. Semakin besar kapasitas VO2maks seseorang maka

    semakin besarpula kemampuan untuk melakukan beban kerja yang berat dan proses

    pemulihan kebugaran fisik lebih cepat. VO2maks yang besar berbanding lurus

    dengan kemampuan seseorang melakukan beban kerja yang berat dalam waktu

    yang relatif lama. Hal ini disebabkan oleh kapasitas anaerobik yang dimiliki

    seseorang sangat terbatas, sehingga sulit untuk bertahan saat melakukan beban

    kerja/latihan yang berat. Oleh sebab itu sistem aerobik yang bekerja hanya dengan

    pemakaian oksigen merupakan kunci penentu keberhasilan dalam olahraga

    ketahanan. VO2maks yang besar juga mempercepat pemulihan setelah beraktivitas.

    VO2maks yang tinggi memungkinkan untuk melakukan pengulangan gerakan yang

    berat dan lebih lama. Untuk dosis aktivitas fisik yang sama maka VO2maks yang

    lebih tinggi akan menghasilkan kadar asam laktat yang rendah sehingga

    mempercepat proses pemulihan (Wiwin, 2008).

  • 14

    2.2.3 Faktor yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi

    Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi

    menurut Susilowati (2007), yaitu:

    1. Indeks Massa Tubuh

    IMT merupakan hasil dari berat badan (kilogram) dibagi kuadrat dari tinggi

    badan (meter). IMT menggambarkan adiposa pada tubuh seseorang. Dengan

    pengukuran IMT diperoleh kategori sebagai berikut underweight, normal,

    overweight dan obesitas.

    2. Umur

    Umur mempengaruhi hampir semua komponen dalam kesegaran jasmani.

    Umur dapat mempengaruhi daya tahan kardiovaskular seseorang. Ketahanan

    kardiovaskular mencapai puncaknya pada usia 10-20 tahun dengan nilai indeks

    jantung normal kira-kira 4 L/menit/m2. Ketahanan kardiovaskular menurun

    secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia, dan pada usia 80 tahun nilai

    normal indeks jantung hanya tinggal 50%. Ini dikarenakan penurunan kekuatan

    kontraksi jantung, massa otot jantung, kapasitan vital paru dan kapasitas

    oksidasi otot skeletal.

    3. Jenis Kelamin

    Daya tahan kardiovaskular antara pria dan wanita berbeda pada masa pubertas.

    Hal ini karena wanita memiliki jaringan lemak yang lebih banyak dibandingkan

    pria. Selain itu juga terdapat perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita

    yang disebabkan oleh perbedaan ukuran otot dan proporsinya dalam tubuh.

  • 15

    4. Aktivitas Fisik (kebiasaan olahraga)

    Kebiasaan olahraga yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh terhadap

    daya tahan kardiovaskular. Orang yang terlatih akan memiliki otot yang lebih

    kuat, lebih lentur, dan memiliki ketahanan kardiorespirasi yang lebih baik.

    Latihan yang bersifat aerobik yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan

    daya tahan kardiovaskular dan mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang

    baik dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskular, yaitu penurunan denyut

    nadi, pernafasan semakin membaik, penurunan risiko penyakit jantung dan

    hipertensi.

    2.2.4 Cooper Test (12 minutes run test)

    Tingkat kebugaran kardiorespirasi dapat diukur berdasarkan konsumsi

    oksigen pada saat latihan atau volume dan kapasitas maksimum yang disebut juga

    dengan VO2maks. Kapasitas aerobik menunjukkan kapasitas maksimal oksigen

    yang dipergunakan oleh tubuh (VO2maks). Semakin banyak oksigen yang diasup

    atau diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja

    sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin

    sedikit. VO2maks diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min)

    atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit

    (ml/kg/min).

    Cooper Test (12 minutes run test) adalah tes yang sering digunakan karena

    tes ini sangat mudah dilakukan, dan tidak membutuhkan alat khusus. Dalam

    mengukur VO2maks dengan menggunakan tes lari 12 menit, yaitu dengan cara

    berlari atau berjalan tanpa henti selama 12 menit. Tujuan dari tes lari 12 menit untuk

  • 16

    mengukur kapasitas aerobik (VO2maks) dengan metode mengukur jarak tempuh

    yang dapat dicapai selama berlari atau berjalan 12 menit dengan tanpa henti.

    Dari hasil pencatatan jarak tempuh, lalu dihitung kemampuan VO2maks

    masing-masing peserta, dengan menggunakan rumus cooper test:

    Keterangan:

    d12 : Jarak yang ditempuh

    VO2maks : Parameter Kardiorespirasi

    Hasil yang diperoleh dari rumus diatas kemudian diklasifikasikan

    berdasarkan tabel Kebugaran Kardiorespirasi:

    TABEL 2.2

    Nilai Normatif VO2maks (ml/kg/min) Pada Pria

    Age Very Poor Poor Fair Good Exellent Superior

    13-19 55.9

    20-29 52.4

    30-39 49.4

    40-49 48.0

    50-59 45.3

    60+ 44.2

    Sumber: Doust, 2006

    VO2maks = (d12 - 505) ÷ 45

  • 17

    2.3 Sistem Kardiorespirasi

    2.3.1 Sistem Sirkulasi

    Sistem sirkulasi terdiri atas sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik serta

    sistem koronaria. Pada sirkulasi pulmonal, darah dari jantung (ventrikel kanan)

    melalui arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kemudian dari paru-paru masuk ke

    vena pulmonalis dan masuk kembali ke jantung melalui atrium kiri (Luhulima,

    2001).

    Pada sirkulasi sistemik, darah melalui vena cava superior dan inferior masuk

    ke atrium kanan, kemudian ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis (katup

    AV kanan) dan trunkus pulmonalis melalui katup semilunaris pulmonal. Kemudian

    darah dipompakan melalui arteri pulmonalis masuk ke dalam paru-paru (terjadi

    pertukaran gas), CO2 dikeluarkan ke saluran napas dan O2 didifusi ke darah yang

    terjadi di alveoli), kemudian kembali ke jantung melalui vena pulmonalis, masuk

    ke dalam atrium kiri. Darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri melalui katup

    bicuspidalis (katup mitralis). Darah dari ventrikel kiri dipompa keseluruh tubuh

    melalui aorta ascendens dengan katup semilunaris aorta dan diedarkan keseluruh

    tubuh melalui arteri yang berlanjut pada arteriol jaringan (ke sel). Kemudian darah

    balik (darah vena) kembali ke jantung melalui vena yaitu vena cava superior dan

    inferior (Luhulima, 2001).

    Pada sirkulasi koronaria (sirkulasi jantung), arteri koroner berawal dari

    basis aorta asendens. Untuk menjamin pasokan darah ke jantung, arteri koroner

    memiliki banyak anastomosis. Hambatan pada sirkulasi koroner, apakah pada

  • 18

    spasme atau sumbatan, akan menimbulkan iskhemia miokardium dan bila tidak

    segera diatasi akan terjadi infark miokardium (Wiwin, 2008).

    2.3.2 Anatomi Jantung

    Jantung terdiri dari 4 bagian. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing

    tersusun atas dua bagian, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan bagian

    kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah bagian jantung yang

    menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah yang

    datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum

    darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Perbedaan ketebalan dinding atrium dan

    ventrikel berhubungan dengan beban kerja yang diperlukan oleh tiap bagian.

    Dinding atrium lebih tipis dibandingkan dengan dinding ventrikel karena

    rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan

    kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Ventrikel kiri mempunyai beban kerja

    yang lebih berat diantara dua bagian bawahnya, maka tebalnya sekitar 2 ½ lebih

    tebal dibandingkan dengan dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan

    darah melawan tahanan sistemik yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan

    tekanan rendah pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2002).

    Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks),

    diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut dengan perikardium,

    yang terdiri dari 2 lapisan, yaitu perikardium parietalis (lapisan luar yang melekat

    pada tulang dada dan selaput paru) dan perikardium visceralis (lapisan permukaan

    jantung itu sendiri atau yang sering disebut juga dengan epikardium). Diantara

    kedua lapisan selaput tersebut, terdapat cairan pelumas yang berfungsi mengurangi

  • 19

    gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa. Cairan ini disebut cairan

    perikardium (Wiwin, 2008).

    Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot

    jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik (skelet), yang

    berada di bawah kontrol kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung ini

    menyerupai otot polos karena bersifat volunter. Serat otot jantung tersusun secara

    interkoneksi sehingga dapat berkontraksi dan relaksasi secara terkoordinasi. Pola

    urutan kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan

    ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi

    sebagai pompa (Smeltzer &Bare, 2002). Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan otot

    jantung yaitu epicardium (lapisan otot paling luar), myocardium (lapisan otot

    tengah) dan endocardium (lapisan otot paling dalam) (Wiwin, 2008).

    Gambar 2.1 Anatomi Jantung (Arsana, 2013)

  • 20

    2.3.3 Fisiologi Jantung

    Darah yang terdapat di dalam jantung dipompa keluar secara terus-menerus

    dan setelah melalui sistem vaskular, darah kembali ke jantung. Sistem vaskular

    yang dilalui dapat berupa sistem sirkulasi paru (pulmonary circulation) dan sistem

    sirkulasi umum (systemic circulation). Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut

    terdiri dari: 1) pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung

    ke jaringan sel-sel tubuh, 2) pembuluh darah balik (vena) yang mengalirkan darah

    dari jaringan sel-sel tubuh ke jantung (Masud, 1992).

    Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava,

    kemudian dipompa ke sistem sirkulasi paru. Setelah mengalami oksigenasi di dalam

    jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui pembuluh darah

    balik (vena pulmonalis). Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui

    bilik kiri ke sistem sirkulasi sistemik menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh

    (Masud, 1992).

    Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai

    dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya

    dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai 25-35 liter permenit (Masud,

    1992).

    Sistem kardiovaskular mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan

    menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,

    maka jantung mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahan-

    perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan tekanan

    dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya (Masud, 1992).

  • 21

    Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskular,

    memungkinkan terjadinya hemodinamik disepanjang sistem kardiovaskular. Dan

    darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung

    kiri dengan atrium kanan dengan tekanan atrium kanan mendekati nol, sedangkan

    tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari

    jaringan sel tubuh melalui vena kembali ke jantung. Darah dipompa dari jantung

    kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan mengeluarkan

    karbondioksida, kemudian kembali ke jantung melalui atrium kiri. Darah yang telah

    mengalami oksigenasi selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi sitemik

    melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju cabang-cabang arteri

    dan subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ yang arteriolnya

    kemudian bercabang membentuk anyaman kapiler. Dibagian ini terjadi pertukaran

    O2 dan CO2. Serta berdifusinya makanan, vitamin, mineral serta darah akan

    mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat

    pembuangan. Dari kapiler, darah menuju venula dan selanjutnya darah mengalir di

    dalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan dipercepat

    kembali ke jantung oleh adanya aktivitas penghisap (suction) jantung dan pompa

    otot (Masud, 1992).

    2.3.4 Sistem Vaskular

    Pembuluh darah mengalirkan darah yang dipompakan jantung ke dalam sel.

    Sistem peredaran atau sistem vaskular terdiri dari arteri, arteriol, kapiler, venula dan

    vena.

  • 22

    1. Arteri

    Arteri bersifat kuat dan lentur yang membawa darah dari jantung dan

    menanggung tekanan darah yang paling tinggi. Kelenturannya membantu

    mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung (Luhulima, 2001).

    2. Arteriol

    Arteriola adalah arteri yang lebih kecil dan memiliki dinding berotot yang

    menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah

    ke daerah tertentu (Luhulima, 2001).

    3. Kapiler

    Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis

    yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri yang membawah darah dari

    jantung dan vena yang membawah darah kembali ke jantung. Kapiler

    memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam

    jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke

    dalam darah, dari kapiler darah mengalir ke dalam venula (Luhulima, 2001).

    4. Venula

    Venula mengalirkan darah ke dalam vena kemudian kembali ke jantung

    (Luhulima, 2001).

    5. Vena

    Vena memiliki dinding yang tipis tetapi biasanya berdiameter lebih besar dari

    pada arteri sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi

    dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu di bawah tekanan

    (Luhulima, 2001).

  • 23

    2.3.5 Sistem Pulmonal (Respiratory System)

    Respiratory System terdiri dari jalan udara dan jaringan paru-paru yang

    dibagi menjadi upper tractus dan lower tractus. Upper respiratory tractus terdiri

    dari hidung, pharynx, larynx dan bagian atas trachea. Lower respiratory tractus

    terdiri dari bagian bawah trachea, bronchialis dan alveoli (Wiwin, 2008).

    1. Mekanisme respirasi

    Efek gerakan yang prinsipal dari thoraks adalah untuk mengubah kapasitas

    rongga thoracic sehingga memungkinkan udara ditarik ke dalam (inspirasi) atau

    dihembuskan (ekspirasi), dan dengan demikian akan menghasilkan ventilasi

    paru-paru. Kapasitas ini dapat meningkat dalam 3 dimensi yaitu kearah antero-

    posterior, lateral dan vertikal oleh adanya kontraksi otot respirasi yaitu

    diaphragma dan intercostalis. Jumlah gerakan bergantung pada ke dalaman

    respirasi (ventilasi) (Wiwin, 2008).

    2. Inspirasi

    Pada saat inspirasi terjadi kontraksi pada otot diafragma dan otot interkostalis.

    Gerakan dimulai oleh otot difragma dimana ketika otot ini berkontraksi maka

    terjadi gerakan pada kosta ke arah atas dank e arah luar. Hal tersebut disebabkan

    oleh terfiksirnya tendon pada suatu titik sehingga terjadi tarikan pada costa

    bagian bawah yang tertarik kea rah atas dan keluar. Pada saat inspirasi berlanjut

    maka akan diikuti oleh kontraksi dari otot intercostalis sehingga menimbulkan

    gerakan pada costa bawah dan costa bagian atas ke arah atas, kedepan dan

    keluar. Dengan demikian kapasitas rongga thoracic meningkat secara

    keseluruhan dalam 3 dimensi. Semenjak pleural parietal melekat pada

  • 24

    permukaan atas dari diafragma dan permukaan dalam dari thoraks maka

    tekanan negatif intrapleural menjadi lebih negatif, sehingga terjadi stretching

    pada jaringan elastik paru-paru dan meningkatkan volume space udara. Udara

    mengalir ke dalam karena tekanan didalam paru-paru adalah subatmosfir.

    Inspirasi yang lebih dalam akan menghasilkan perbedaan tekanan yang lebih

    besar sehingga dengan demikian volume udara yang masuk ke dalam paru-paru

    menjadi lebih besar (Wiwin, 2008).

    3. Ekspirasi

    Ekspirasi merupakan gerakan pasif yang dihasilkan oleh elastic recoil dari

    dinding dada dan jaringan paru-paru yang memaksa udara keluar dari paru-paru.

    Setelah itu, tekanan didalam paru-paru (tekanan alveolar) menjadi lebih besar

    daripada tekanan atmosfir, dan ketika kedua tekanan tersebut adalah sama maka

    ekspirasi akan terhenti. Pada ekspirasi yang kuat otot abdominal membantu

    pelepasan udara melalui peningkatan tekanan intra-abdominal (Wiwin, 2008).

    2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kebugaran Kardiorespirasi

    Daya tahan kardiovaskular dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

    tersebut diantaranya yaitu IMT dan aktivitas fisik. Dengan IMT dapat diketahui

    apakah berat badan seseorang termasuk kategori underweight, normal, overweight,

    atau obesitas sedangkan aktivitas fisik untuk mengetahui tingkatan aktivitas pada

    seseorang.

    Berdasarkan penelitian Mexitalia et al., 2012 menyebutkan bahwa

    didapatkan hubungan yang bermakna antara kesegaran kardiorespirasi dengan

    IMT, dimana semakin tinggi IMT maka tingkat kesegaran kardiorespirasi semakin

  • 25

    rendah. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian pada anak laki-laki Jepang

    yang hasilnya semakin tinggi IMT seseorang semakin rendah kesegaran

    kardiorespirasinya. Massa lemak diyakini sebagai sebab rendahnya kesegaran

    kardiorespirasi tersebut (Miyatakeet al., 2001).

    Kelebihan berat badan menyebabkan sejumlah gangguan metabolisme serta

    beberapa jenis gangguan pernapasan. Perubahan yang terjadi pada pernafasan

    meliputi mekanika pernapasan, tahanan aliran udara, pola pernapasan, pertukaran

    gas (Wulandari, 2005). Komplikasi kardiorespirasi yang dijumpai pada overweight

    dipengaruhi oleh jumlah dan distribusi lemak tubuh. Perubahan mekanika respirasi

    atau kemampuan regangan paru menyebabkan terjadinya penurunan compliance

    yang disebabkan oleh bertambahnya volume darah pulmonal dan kolapsnya

    saluran-saluran napas terminal. Kelebihan berat badan memberikan beban

    tambahan pada thoraks dan abdomen dengan akibat peregangan yang berlebihan

    pada dinding thoraks. Otot-otot pernapasan harus bekerja lebih keras untuk

    menghasilkan tekanan negatif yang lebih tinggi pada rongga pleura agar

    memungkinkan aliran udara masuk saat inspirasi. Leite et al. (2009)

    mengemukakan bahwa insulin memainkan peranan yang penting dalam meregulasi

    fungsi transporter anion di mitokondria selama terjadinya siklus Kreb. Jika

    mitokondria terganggu maka konsumsi glukosa dan oksigen akan terganggu dan

    hal ini akan berdampak pada kemampuan seseorang untuk memiliki tingkat

    kebugaran yang baik dan sebagai konsekuensi nilai VO2maks orang tersebut akan

    rendah.

  • 26

    Sebagian besar penderita kelebihan berat badan mengalami peningkatan

    PaCO2 dan terjadi perubahan pola pernapasan. Perubahan mekanika dinding

    thoraks atau gangguan fungsi otot-otot pernapasan menyebabkan berkurangnya

    kemampuan untuk mengoreksi PaCO2 selama manuver hiperventilasi volunter.

    Secara umum, penderita kelebihan berat badan memiliki gangguan respon

    pernapasan terhadap perubahan CO2 dan hipoksia yang lebih berat dibandingkan

    orang normal (Wulandari, 2005). Kelebihan berat badan juga dapat meningkatkan

    beban pada otot – otot pernafasan. Sebagai usaha mengkompensasi peningkatan

    beban pada otot-otot pernafasan, penderita kelebihan berat badan mengalami

    peningkatan respiratory drive yang mengakibatkan peningkatan ventilasi semenit.

    Frekuensi pernapasan meningkat sekitar 25% - 40% dibandingkan orang normal,

    sedangkan volume tidal tetap normal, baik saat istirahat maupun melakukan

    aktifitas fisik (Wulandari, 2005). Penderita kelebihan berat badan juga mengalami

    perubahan penurunan waktu ekspirasi sebagai akibat perubahan compliance sistem

    pernapasan.

    Meningkatnya beban kerja pernapasan pada penderita kelebihan berat badan

    karena peningkatan oxygen cost, penurunan kemampuan regangan jaringan paru

    (compliance), peningkatan tahanan sistem pernapasan dan peningkatan nilai

    ambang beban inspirasi akibat massa jaringan lemak yang berlebihan. Penderita

    kelebihan berat badan mengalami peningkatan beban kerja pernapasan sebesar 60%

    dibandingkan orang normal (Wulandari, 2005).

    Selain gangguan pada pernafasan, kebanyakan penderita kelebihan berat

    badan mengalami hambatan melakukan aktifitas fisik. Beberapa mekanisme yang

  • 27

    berperan pada berkurangnya toleransi aktifitas fisik seperti peningkatan laju

    metabolisme saat istirahat dan saat aktifitas, beban metabolisme yang tinggi untuk

    menggerakkan tubuh, rendahnya cadangan ventilasi dan kardiovaskuler, rendahnya

    nilai ambang anaerobik, sesak napas dan deconditioning. Penderita obesitas

    mengkonsumsi oksigen 25% lebih banyak dibandingkan non-obese. Banyaknya

    energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan massa tubuh merupakan salah satu

    penyebab meningkatnya beban metabolisme untuk menghasilkan kerja ringan

    hingga sedang. Perubahan mekanika dinding thoraks dan abdomen ikut berperan

    pada peningkatan beban kerja ventilasi. Hal ini akan memicu makin meningkatnya

    denyut jantung dan frekuensi pernapasan pada saat puncak aktifitas fisik walaupun

    yang dikerjakannya hanya sub-maksimal (Windiastoni, 2014)

    Gangguan sistem kardiorespirasi tersebut tentunya akan berpengaruh pada

    kebugaran fisik dimana kebugaran kardiorespirasi merupakan komponen utama

    dalam kebugaran fisik (Nala, 2011). Walaupun kebugaran fisik ditentukan oleh

    faktor genetik (25% - 40%), latihan fisik yang regular merupakan penentu baik atau

    tidaknya kebugaran fisik seseorang (Church et al., 2005).

    Berdasarkan penelitian Ross dan Janiszewski (2008), pada individu yang

    mengalami kelebihan berat badan sebaiknya disarankan untuk melakukan olahraga

    yang menurunkan berat badan karena akan memberikan efek yang besar dalam

    menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Olahraga aerobik selama

    satu jam akan menurunkan tekanan darah serta mempengaruhi komposisi tubuh

    serta meningkatkan efisiensi metabolisme pada otot.

  • 28

    2.5 Reaksi Fisiologis Sistem Kardiorespirasi Terhadap Latihan

    Pemakaian oksigen (O2) dan pembentukan karbondioksida (CO2) dapat

    meningkat hingga 20 kali lipat pada saat tubuh sedang melakukan latihan fisik. Pada

    saat latihan fisik pada orang yang sehat. Reaksi fisiologis yang terjadi setelah

    latihan dilakukan secara teratur memberikan respon fisiologis, yaitu:

    1. Pengaruh latihan terhadap frekuensi denyut jantung

    Saat berlatih frekuensi denyut jantung akan mengalami peningkatan.

    Peningkatan frekuensi denyut jantung akan sesuai dengan intensitas latihan

    yang dilakukan. Semakin tinggi intensitas latihan (misal berlari, latihan sepeda

    dan berenang semakin cepat) maka denyut jantung akan terasa semakin cepat.

    Jika intensitas latihan dinaikkan maka frekuensi denyut jantung juga akan naik,

    tetapi jika intensitas terus dinaikkan pada suatu saat hubungannya tidak linier

    lagi (berbentuk garis lurus) melainkan akan ketinggalan (Rilantono, 2012).

    2. Pengaruh latihan terhadap volume darah dan curah jantung

    Jika pada saat istirahat volume darah sedenyut yang keluar dari jantung (stroke

    volume=SV) sekitar 70 cc pada saat berlatih dapat meningkat sampai 90 cc per

    denyut. Bagi orang terlatih volume sedenyut saat istirahat sekitar 90-120 cc

    pada saat berlatih dapat mencapai 150-170 cc. Besarnya curah jantung adalah

    frekuensi denyut jantung (banyaknya denyutan selama satu menit) dikalikan

    volume darah sedenyut yang keluar dari jantung. Bagi orang yang terlatih,

    kenaikan curah jantung akan jauh lebih tinggi. Hal tersebut bertujuan untuk

    membuang CO2 yang dihasilkan ketika latihan (Rilantono, 2012).

    3. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah

  • 29

    Meningkatnya hormon epinefrin saat latihan akan menyebabkan semakin

    kuatnya kontraksi otot jantung. Meskipun demikian tekanan sistol tidak

    langsung meningkat drastis karena pengaruh epinefrin pada pembuluh darah

    dapat menyebabkan pelebaran (dilatasi). Pelebaran pembuluh darah akan sangat

    tergantung pada kondisinya. Jika pembuluh darah sudah mengalami pengerasan

    maka pembuluh darah akan menjadi kaku, tidak elastis, sehingga pelebaran

    akan terbatas. Dengan demikian kenaikan tekanan darah saat latihan akan dapat

    terjadi. Peningkatan pelebaran pembuluh darah saat latihan juga disebabkan

    karena meningkatnya suhu tubuh. Banyaknya keringat yang keluar akan

    menyebabkan plasma darah keluar, volume darah menurun, sehingga tekanan

    darah tidak naik berlebihan (Yulianto, 2010).

    4. Pengaruh latihan terhadap darah

    Pada saat latihan akan banyak sel-sel darah yang pecah baik sel darah merah,

    sel darah putih maupun sel pembekuan darah. Ketika terjadi gerakan mendarat

    maka akan terjadi benturan kaki dengan lantai menyebabkan banyaknya butir

    darah yang pecah. Demikian juga benturan-benturan yang lain misalnya dengan

    bola juga akan dapat menyebabkan pecahnya sel-sel darah. Jika latihan

    dilaksanakan terus-menerus tidak ada hari untuk pemulihan maka sel-sel darah

    akan semakin berkurang. Sebagai akibatnya adalah semakin menurunnya kadar

    Hb, dan imunitas atau daya tahan terhadap penyakit infeksi menurun. Oleh

    karena itu dalam melaksanakan latihan setiap minggu perlu adanya satu hari

    istirahat dengan tidur yang cukup (Yulianto, 2010).

  • 30

    5. Pengaruh latihan terhadap distribusi darah

    Pada saat berlatih darah akan banyak mengalir ke otot-otot yang terlibat dalam

    gerak. Darah akan berfungsi untuk mencukupi kebutuhan latihan baik dalam

    pemenuhan nutrisi untuk kebutuhan energi maupun mengangkut sisa

    metabolisme. Semakin tinggi intensitas latihan, darah yang mengalir ke otot

    akan semakin banyak (Yulianto, 2010).

    6. Pengaruh latihan terhadap pernafasan

    Pada saat berlatih, pernafasan menjadi lebih dalam. Hal tersebut menyebabkan

    peningkatan tekanan udara dalam paru, sehingga difusi (pertukaran gas) antara

    O2 dan CO2 juga akan meningkat yang disertai dengan peningkatan frekuensi

    pernafasan yang menyebabkan ventilasi (udara yang masuk selama satu menit)

    juga akan meningkat. Semakin tinggi intensitas latihan, frekuensi pernafasan

    juga akan semakin tinggi, sehingga ventilasi juga akan semakin tinggi (Alsagaff

    dan Mukty, 2002).

    7. Pengaruh latihan terhadap lemak

    Meningkatnya kerja jantung dengan lebih keras menyebabkan peningkatan

    konsumsi oksigen yang berarti metabolisme tubuh juga menigkat sehingga

    makin banyak lemak yang dipakai untuk pembakaran (Kafiz, 2014).

    2.6 Burpee Interval Training

    Burpee Interval Training (BIT) merupakan suatu bentuk latihan kombinasi

    dari Basic Burpee atau Squat Thrust dengan Sprint Interval Training (SIT). Burpee

    sendiri diciptakan oleh Royal H. Burpee, seorang fisiologis dari New York City pada

    tahun 1939. Tujuan awal diciptakan Burpee adalah untuk menilai kebugaran

  • 31

    individu (Tamarkin, 2014). Menurut kamus Oxford sendiri, burpee didefinisikan

    sebagai latihan fisik yang terdiri dari squat thrust yang berawal dan berakhir pada

    posisi berdiri. Latihan ini terdiri dari 4 (empat) hitungan gerakkan dasar yang

    melibatkan hampir seluruh otot tubuh dan dilakukan dengan sangat cepat

    (Tamarkin, 2014).

    Burpee Interval Training termasuk jenis latihan interval dimana melibatkan

    serangkaian intensitas rendah ke tinggi dengan diselingi waktu istirahat atau

    bantuan (Heyward, Vivian H, 2006). Periode intensitas tinggi biasanya mendekati

    kondisi anaerobik, sedangkan periode pemulihan merupakan aktivitas intensitas

    rendah (Kerr, Hamish, 2011).

    Konsep yang digunakan pada Burpee Interval Training adalah latihan

    intenval intensitas tinggi berdasar pada Sprint Interval Training (SIT) dan termasuk

    dalam High-Intensity Interval Training (HIIT). Yang dimaksud dengan interval

    intensitas tinggi adalah latihan yang ditandai dengan percepatan berulang dengan

    upaya intensitas yang relatif, diselingi oleh periode istirahat sebagai pemulihan.

    Bentuk yang paling sering digunakan adalah interval training Wingate Test, dimana

    menerapkan 30 detik “total” pengerahan tenaga dan kecepatan gerakan semaksimal

    mungkin dan diselingi 4 sampai 5 menit istirahat sebanyak 6 interval latihan. Satu

    interval terdiri dari 30 detik gerakan burpee ditambah dengan waktu istirahat

    sebanyak 4 sampai 5 menit. Perminggunya dilakukan tiga sesi latihan dengan total

    waktu keseluruhan untuk satu latihan adalah ± 3 menit. Penambahan jeda waktu

    istirahat membantu pembuangan sisa metabolisme dari otot akibat dari latihan

    dilakukan. Model latihan tersebut akan membantu tubuh meningkatkan volume

  • 32

    konsumsi oksigen. Hal tersebut dikarenakan, pada saat latihan maupun pada fase

    istirahat setelah latihan konsumsi oksigen tubuh akan jauh meningkat akibat

    gerakan yang dilakukan pada saat latihan sehingga hal tersebut akan meningkatkan

    kapasitas maksimum dari tubuh dalam mengkonsumsi oksigen (Kolt, 2007).

    Menurut American College of Sports Medicine menyatakan bahwa lebih

    banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan latihan interval dengan

    intensitas tinggi dari pada latihan non interval. Terjadi peningkatan kecepatan

    metabolic rate setelah melakukan latihan karena tubuh membakar lemak dan kalori

    dengan cepat. Burpee Interval Training meningkatkan kerja jantung dengan lebih

    keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang berarti metabolisme tubuh

    juga menigkat sehingga semakin banyak lemak yang dipakai untuk pembakaran.

    Selain metabolisme pada saat kita melakukan latihan yang meningkat, metabolisme

    pada saat kita beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting

    Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita beristirahat

    selama 24 jam setelah melakukan latihan (Kafiz, 2014).

    2.7 Latihan Aerobik Intensitas Ringan

    Latihan aerobik dengan intensitas ringan merupakan salah satu bentuk

    latihan yang sudah menjadi standar dalam meningkatkan kebugaran fisik dimana

    latihan ini lebih menggunakan energi yang berasal dari pembakaran dengan

    oksigen. Pemberian latihan aerobik yang dilakukan secara teratur dan dengan durasi

    yang cukup akan memperbaiki kerja jantung dan paru dalam meningkatkan daya

    tahan kardiorespirasi. Hal tersebut diperkuat berdasarkan penelitian Palar pada

    tahun 2015, bahwa pemberian latihan aerobik secara teratur akan meningkatkan

  • 33

    aliran darah dan mempercepat pembuangan zat-zat sisa metabolisme sehingga

    pemulihan berlangsung dengan cepat, dan seseorang tidak akan mengalami

    kelelahan setelah melaksanakan tugas, serta masih dapat melakukan aktivitas

    lainnya.

    Latihan aerobik dengan intensitas ringan memiliki beberapa model latihan,

    salah satunya dengan berjalan kaki. Jalan aerobik atau disebut juga jalan sehat

    adalah jalan kaki yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan dan

    mempertahankan denyut jantung pada zona pelatihan 60-69% MHR selama 30

    menit tanpa henti selama 3-4 kali dalam seminggu. Sama seperti olahraga pada

    umumnya, fase latihan aerobik ringan dengan jalan juga melalui fase-fase yang

    hampir mirip, yaitu, diawali dengan fase pemanasan, yang bertujuan

    mempersiapkan tubuh untuk menghadapi latihan yang lebih intensif kemudian

    dilanjutkan dengan fase latihan inti berupa peningkatan fungsional seluruh organ

    tubuh untuk mencapai target heart rate dengan durasi 15-30 menit. Diakhiri dengan

    fase pendinginan dengan tujuan mencegah penimbunan asam laktat pada otot,

    menurunkan kerja jantung dan nadi sehingga kondisi tubuh kembali ke keadaan

    semula (Nala, 2011).