20
5 BAB II TINJAUAN TEORETIS Bab ini akan didahului dengan penelusuran pustaka terhadap hasil-hasil penelitian dengan topik yang terkait dengan penelitian ini. Penelusuran ini diperlukan untuk mengetahui pendekatan teori dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut. Pengetahuan itu perlu untuk mendapatkan inspirasi dalam menyusun kerangka teori dan metode penelitian ini atau memperkuat pilihan teori dan metode yang ditetapkan oleh penulis. Sesudah penelusuran pustaka, akan disajikan kerangka teori untuk penelitian ini dan dilanjutkan dengan pengertian dari konsep-konsep yang digunakan. 2.1. Penelusuran Pustaka Tentang Penelitian Yang Terkait Penelitian dalam perspekti ilmu komunikasi terhadap karya-karya komunikasi massa yang bertemakan lesbian telah dilakukan oleh banyak sarjana. Beberapa dari antaranya akan diuraikan dibawah ini. 1) Lesbianisme dalam Novel (Studi Semiotika tentang Makna Lesbianisme dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara Ng) Oleh : Ayu Abriyani Kusuma Pertiwi (Pertiwi, 2010) Novel Gerhana Kembar mengisahkan kisah percintaan lesbianisme yang berasal dari ketulusan hati. Lewat simbol-simbol, penulis penelitian ini ingin memaknai bagaimana makna lesbianisme direpresentasikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kajian semiotika komunikasi dan memberikan pengetahuan bahwa lesbian juga mempunyai sisi lain yang baik dan tidak selalu identik dengan kelakuan yang buruk. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Pengumpulan data dilakukan melalui buku- buku dan studi pustaka. Analisa data dilakukan dengan metode semiotika

BAB II TINJAUAN TEORETIS...BAB II TINJAUAN TEORETIS Bab ini akan didahului dengan penelusuran pustaka terhadap hasil-hasil penelitian dengan topik yang terkait dengan penelitian ini

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN TEORETIS

    Bab ini akan didahului dengan penelusuran pustaka terhadap hasil-hasil

    penelitian dengan topik yang terkait dengan penelitian ini. Penelusuran ini

    diperlukan untuk mengetahui pendekatan teori dan metode penelitian yang

    digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut. Pengetahuan itu perlu untuk

    mendapatkan inspirasi dalam menyusun kerangka teori dan metode penelitian ini

    atau memperkuat pilihan teori dan metode yang ditetapkan oleh penulis. Sesudah

    penelusuran pustaka, akan disajikan kerangka teori untuk penelitian ini dan

    dilanjutkan dengan pengertian dari konsep-konsep yang digunakan.

    2.1. Penelusuran Pustaka Tentang Penelitian Yang Terkait

    Penelitian dalam perspekti ilmu komunikasi terhadap karya-karya

    komunikasi massa yang bertemakan lesbian telah dilakukan oleh banyak sarjana.

    Beberapa dari antaranya akan diuraikan dibawah ini.

    1) Lesbianisme dalam Novel (Studi Semiotika tentang Makna

    Lesbianisme dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara Ng)

    Oleh : Ayu Abriyani Kusuma Pertiwi (Pertiwi, 2010)

    Novel Gerhana Kembar mengisahkan kisah percintaan lesbianisme

    yang berasal dari ketulusan hati. Lewat simbol-simbol, penulis penelitian

    ini ingin memaknai bagaimana makna lesbianisme direpresentasikan.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

    kajian semiotika komunikasi dan memberikan pengetahuan bahwa lesbian

    juga mempunyai sisi lain yang baik dan tidak selalu identik dengan

    kelakuan yang buruk. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang

    bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan,

    gejala, atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan

    gejala lain dalam masyarakat. Pengumpulan data dilakukan melalui buku-

    buku dan studi pustaka. Analisa data dilakukan dengan metode semiotika

  • 6

    komunikasi melalui tahap proses pemaknaan Pierce untuk mengetahui apa

    saja makna yang terkandung dalam Novel Gerhana Kembar yang terkait

    dengan makna lesbianisme berdasarkan kategori percintaannya,

    perasaannya, dan perilakunya. Validitas data yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah teknik triangulasi sumber.

    Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa dalam novel ini

    lesbian digambarkan sebagai manusia biasa yang mempunyai impian dan

    harapan. Percintaan yang terjadi pada pasangan lesbian terlihat dari rasa

    ketertarikan, kekaguman dan ungkapan perasaan cinta pada pasangannya.

    Perasaan lesbian sama halnya dengan perasaan orang biasa, dalam novel

    ini terlihat dari rasa bahagia, rasa kecewa, dan rasa takut. Terkadang

    mereka juga mempunyai perasaan bersalah karena telah menyalahi kodrat

    dan mencintai sesama jenis. Perilaku lesbian yang terlihat dalam novel ini

    antara lain saling mencium, merangkul, berdekapan, jalan bergandengan,

    duduk bersanding, saling membelai, dan saling menghibur.

    2) Krisis Identitas Seorang Lesbian (Analisis Semiotika Film Boy’s Don’t

    Cry)

    Oleh: Miranti Saputri (Saputri, 2011)

    Film Boys Don’t Cry merupakan salah satu film yang salah satu

    bagian didalamnya menceritakan tentang cinta Lesbian dan konfliknya

    serta optimismenya dalam hidupnya. Krisis identitas Lesbian yang

    akhirnya digolongkan menjadi Transeksual dalam tokoh utama film ini

    serta banyaknya sorotan media dewasa ini tentang Lesbian dan

    Transeksual tidak hanya menjadi subjek, namun juga sebagai objek

    komoditi atau marjinalisasi Lesbian serta Transeksual dalam film,

    membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini

    berupaya untuk mengetahui krisis identitas seorang Lesbian dimaknai

    melalui tanda-tanda dalam film Boys Don’t Cry. Penelitian ini berorientasi

    pada komunkasi sebagai produksi dan pembangkitan makna. Pencarian

    makna pada film harus menggunakan metode yang tepat, yang nantinya

  • 7

    akan membantu peneliti mengungkap makna yang tersembunyi di balik

    tanda-tanda dalam sebuah film. Karena film dikonstruksi oleh tandatanda,

    maka pemaknaan ini dirasa tepat dengan menggunakan metode semiotik.

    Penelitian ini menggunakan metode semiotik Roland Barthes karena peta

    tanda Roland Barthes mengenai tanda konotatif dan denotatif juga mitos

    sebagai modus pertandaan, dirasa lengkap dan tepat untuk meneliti audio

    visual dalam film Boys Don’t Cry. Proses pemaknaan pada tanda melalui

    tanda konotatif dan denotatif sebagai proses semiosis. Analisis tanda

    nantinya akan mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan

    oleh bagaimana subJek dan obJek bisa dimaknai secara bersamaan dan

    memberikan kesan atau pesan. Menggunakan metode semiotik dalam

    penelitian pada dasarnya adalah sebuah metodologi kualitatif-intrepetatif.

    Dengan tujuan untuk mengetahui representasi krisis identitas Lesbian,

    maka plot-plot yang dipilih adalah yang memunculkan tandatanda yang

    mengandung krisis identitas Lesbian. Pemaknaan dua elemen penting

    dalam film, yaitu audio (meliputi dialog/monolog/voice over, ilustrasi

    musik,sound effect) dan visual (meliputi teknik pengambilan

    gambar,lighting, visualisasi, warna) akan dijadikan sebagai unit analisis

    data.

    Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa krisis identitas

    Lesbian yang dikonstruksikan dalam film Boys Don’t Cry ditampilkan

    melalui representasi tokoh utama yaitu Teena Brandon. Kriris identitas

    lesbian dalam film Boys Don’t Cry dikonstruksikan secara dinamis

    melalui dua struktur yang membentuk film yaitu audio dan visual.

    Sedangkan makna krisis identitas lesbian, diidentifikasikan menjadi tiga,

    yaitu merujuk pada identifikasi melalui elemen konsep diri yaitu proses

    pengembangan kesadaran diri. Proses pengembangan kesadaran diri

    diperoleh melalui tiga cara, yaitu cermin diri, pribadi sosial dan

    perwujudan diri. Tokoh Brandon mempressentasikan cermin diri sebagai

    sikap optimis tentang krisis identitasnya. Dimana ia menjadi subyek dan

    objek dimana ia merupakan subyek sebagai pelaku utama dan obyek

  • 8

    pengembangan dirinya. Pribadi sosial ditampilkan melalui penolakan,

    hinaan, permaluan, pemerkosaan, pukulan serta pembunuhan yang di

    alami Brandon oleh Tom dan John. Yaitu juga diperlihatkan relasinya

    kepada Lana yang mencintainya apa adanya serta Candance, ibu Lana.

    Perwujudan diri Brandon ditampilkan dari keseharian yang dilakukan

    Brandon. Perwujudan diri ini bukan terjadi secara drastis, namun karena

    kebiasaan seseorang.

    3) Representasi Lesbianisme dalam Film Detik Terakhir

    Oleh: Vony Maria (Maria, 2008)

    Film ini menawarkan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan

    manusia dan merupakanrepresentatif dari realitas yang terjadi di

    masyarakat. Hal yang tabu untuk dipertontonkan, kini sudah bebas

    diperlihatkan di depan umum, mulai dari menggunakan obat-obatan

    terlarang di tempat umum sampai memperlihatkan adegan mesra dengan

    sesama jenis. Dunia lesbian dalam film “Detik Terakhir” merupakan

    realitas yangfenomenal, bahkan tak dipungkiri menimbulkan p r o d an

    k o n t ra . F i lm i n i sangat menarik untuk diangkat karena merupakan hal

    yang tabu dan bertolak belakang dengan budaya timur masyarakat

    Indonesia. Para kaum lesbian yang tertutup, kini sudah berani lebih

    terbuka memperkenalkan identitas dirinyasebagai lesbian kepada

    masyarakat umum. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah

    penulis adalah untuk melihat realitas mengenai kaum lesbian dan untuk

    mengetahui gejala pada kaum lesbian.

    Hasil dari penelitian ini adalah bahwa seserang dapat menjadi

    seorang lesbian adalah kaena pengaruh lingkungan, dalam film ini

    digambarkan melalui kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, lesbian

    dalam film ini juga diceritakan sebagai pintu yang membawa pelakunya

    untuk lebih dekat dengan kehidupan malam, narkoba, dan minum-

    minuman keras.

  • 9

    Dari penelitian-penelitian yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat bahwa

    penelitian-penelitian tersebut lebih menekankan kepada representasi realitas sosial

    mengenai kaum lesbian yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian yang

    pertama menggambarkan sisi humanisme dimana kaum lesbian menjalani kisah

    cintanya sama seperti kaum heteroseksual meskipun ada konflik batin dalam diri

    pelaku. Penelitian kedua lebih menekankan dari aspek psikologis tokoh utama

    yang mengalami krisis identitas dan bagaimana diskriminasi yang didapat oleh

    tokoh utama sebagai seorang transgender. Penelitian ketiga lebih melihat realitas

    kehidupan kaum lesbian yang digambarkan dalam film tersebut dekat dengan

    kehidupan malam, minuman keras, dan narkoba. Dengan demikian, maka dapat

    ditarik kesimpulan sementara bahwa tujuan dari penelitian yang akan penulis

    lakukan adalah lebih mengarah kepada analisis konstruksi pesan melalui tanda-

    tanda verbal dan non verbal yang diwakili oleh judul film, tokoh-tokoh utama dan

    pembantu utama, setting dan isi cerita, serta soundtrack film, untuk melihat

    bagaimana film yang mengangkat tema yang tabu dalam masyarakat ini dapat

    diterima oleh masyarakat, tidak hanya di Thailand, tapi juga di negara lain seperti

    Taiwan, Filipina, China, Hongkong, dan bahkan di Indonesia sendiri.

    2.2. Kerangka Teori

    1) Teori Penyimpangan Sosial

    Teori ini digunakan untuk melihat mengapa homoseksualitas,

    khususnya lesbian, masih dianggap sebagai salah satu bentuk

    penyimpangan sosial dan menjadi hal yang tabu untuk diperbincangkan.

    Teori ini juga melihat bagaimana sang komunikator berusaha mengubah

    pandangan masyarakat dengan cara memperbesar rasa toleransi melalui

    film Yes Or No ini.

    Penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang

    tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak

    masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai

    dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam

    masyarakat. Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sejauh mana

  • 10

    penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit

    tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam

    masyarakat.

    Pengertian Penyimpangan Sosial menurut James W. Van Der

    Zanden merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap

    sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. Sedangkan Robert M.

    Z. Lawang berpendapat bahwa perilaku menyimpang adalah semua

    tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial

    dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu

    untuk memperbaiki perilaku menyimpang (Kusnarto, 2010).

    Terdapat dua bentuk penyimpangan sosial, yaitu penyimpangan

    primer, yaitu penyimpangan yang bersifat sementara dan tidak dilakukan

    secara berulang, dan penyimpangan sekunder, yaitu penyimpangan yang

    secara umum sering dilakukan atau sering disebut perbuatan

    menyimpang dan dilakukan secara berulang. Penyimpangan sosial juga

    dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penyimpangan individual, yaitu suatu

    perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu

    norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat

    atau terjadinya gangguan jiwa pada seseorang, dan penyimpangan kolektif,

    yaitu suatu perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh kelompok

    orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku

    dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan,

    ketidaknyamanan serta tindak kriminalitas lainnya. Bentuk penyimpangan

    sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan

    sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya (in-

    group) yang seringkali menimbulkan konflik dengan kelompok lain (out-

    group). Selain itu, dalam suatu masyarakat juga dapat ditemukan bentuk-

    bentuk penyimpangan budaya, yaitu suatu bentuk ketidakmampuan

    seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan

    budaya yang ada di masyarakat.

  • 11

    2) Teori Norma Budaya

    Teori ini digunakan untuk melihat bagaimana film ini digunakan

    sebagai sarana untuk mengukuhkan keberadaan kaum lesbian di dalam

    masyarakat Thailand serta sebagai sarana untuk menumbuhkan norma baru

    dalam masyarakat yang tidak homophobic dan mau menerima keberadaan

    kaum lesbian di tengah-tengah masyarakat.

    Dalam teori yang di perkenalkan oleh Melvin DeFleur ini

    disebutkan bahwa media massa melalui kontennya, dapat menguatkan

    budaya atau bahkan sebaliknya media massa menciptakan budaya baru

    dengan caranya sendiri. Teori norma budaya menurut Melvin DeFleur

    hakikatnya adalah bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif

    dan penekanan-penekanannya pada tema tertentu dapat menciptakan

    kesan-kesan pada khalayak dimana norma-norma budaya umum mengenai

    topik yang diberi bobot itu, dan dibentuk dengan cara-cara tertentu. Oleh

    karena itu perilaku individual biasanya dipandu oleh norma-norma budaya

    mengenai suatu hal tertentu, maka media komunikasi secara tidak

    langsung akan mempengaruhi perilaku. Media massa melalui informasi

    yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan

    yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai

    budayanya.

    Fungsi media massa dalam kaitannya dengan norma budaya dalam

    masyarakat adalah sebagai berikut; pesan-pesan yang disampaikan media

    massa memperkuat budaya yang ada, media massa telah menciptakan pola

    baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama, dan

    media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda

    dengan budaya lama (Sutaryo, 2005: 106). Menurut teori ini komunikasi

    massa memiliki efek yang tidak langsung atas perilaku melalui

    kemampuannya dalam membentuk norma-norma baru. Norma-norma ini

    berpengaruh terhadap pola sikap untuk pada akhirnya akan mempengaruhi

    pola-pola perilakunya. Media massa melalui penyajiannya yang selektif

    dan menekankan pada tema-tema tertentu mampu menciptakan kesan yang

  • 12

    mendalam pada khalayaknya, ketika norma-norma budaya yang mengenai

    topik-topik yang ditekankan itu disusun dan diidentifikasikan dengan cara-

    cara tertentu. Oleh karena perilaku individu biasanya terbina melalui

    norma-norma budaya dengan cara memperhatikan topik atau situasi yang

    diberikan, maka media massa akan bertindak secara tidak langsung dalam

    mempengaruhi perilaku (Al-gifary, 2010).

    3) Teori Perubahan Sosial

    Teori ini digunakan untuk melihat upaya-upaya melalui simbol apa

    sajakah yang digunakan oleh sang komunikator untuk mengubah norma

    dan nilai yang sudah ada dalam masyarakat, terkait dengan lesbianisme.

    Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

    Perubahan-perubahan itu dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma norma

    sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan,

    lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi

    sosial, dan lain sebagainya. Perubahan dalam suatu masyarakat adalah

    salah satu gejala yang umum dan salah satu pendorong terjadinya

    perubahan tersebut adalah media.

    Definisi dari perubahan sosial menurut Selo Soemardjan adalah

    segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu

    masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya

    nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-

    kelompok dalam masyarakat. (Soekanto, 2007: 218) Kingsley Davis

    berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan

    kebudayaan maupun perubahan dalam bentuk aturan-aturan sosial.

    Terdapat tiga bentuk perubahan sosial, yaitu:

    1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara

    cepat

    Perubahan yang lambat atau evolusi dibagi menjadi beberapa kategori

    yaitu, Unilinear theories of evolution yang mengatakan bahwa manusia

    berkembang dari bentuk sederhana ke bentuk yang lebih kompleks dan

  • 13

    akhirnya pada bentuk yang sempurna. Universal theory of evolution yang

    mengatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak melalui tahap-tahap

    yang tetap dimana masyarakat homogen berkembang menjadi masyarakat

    heterogen. Multilinear theories of evolution yang mengatakan bahwa

    perkembangan masyarakat melalui tahap-tahap tertentu dalam evolusi

    masyarakat. Sedangkan perubahan yang cepat atau revolusi mencakup

    perubahan-perubahan mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari

    kehidupan masyarakat. Revolusi dapat terjadi apabila terdapat keinginan

    dalam masyarakat yang dapat ditampung oleh seorang pemimpin serta

    memiliki tujuan yang jelas dan momentum yang tepat.

    2. Perubahan yang berpengaruh besar dan yang berpengaruh kecil

    Perubahan berpengaruh kecil adalah perubahan sosial yang tidak

    membawa pengaruh secara langsung atau pengaruh yang berarti dalam

    masyarakat, contohnya perubahan mode pakaian. Sebaliknya, perubahan

    berpengaruh besar memiliki dampak yang cukup besar dalam masyarakat,

    contohnya adalah sistem ekonomi dari masyarakat agraris menjadi

    masyarakat industri.

    3. Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan perubahan yang tidak

    dikehendaki atau tidak direncanakan

    Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan adlaah perubahan yang

    diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang

    hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat (agent of change).

    Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau tidak

    direncanakan adalah perubahan yang tidak diperkirakan sehingga dapat

    menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh

    masyarakat.

    Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dalam

    masyarakat di antaranya adalah fluktuasi jumlah penduduk, penemuan-

    penemuan baru, pertentangan atau konflik dalam masyarakat baik antar

    individu maupun antar kelompok, terjadinya revolusi atau pemberontakan

    dalam tubuh masyarakat itu sendiri yang dapat disebabkan oleh faktor

  • 14

    lingkungan, peperangan, atau kebudayaan masyarakat lain. Perubahan

    juga didorong oleh beberapa hal diantaranya adalah kontak dengan

    kebudayaan lain, difusi antar masyarakat, sistem pendidikan yang maju,

    toleransi terhadap perilaku menyimpang, keterbukaan sistem dalam

    masyarakat, penduduk yang heterogen, dan ketidakpuasan masyarakat

    terhadap bidang-bidang tertentu. Sedangkan faktor yang menghambat

    terjadinya perubahan adalah kurangnya hubungan dengan masyarakat

    lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat, sikap masyarakat

    yang tradisional, adanya kepentingan yang tertanam kuat dalam

    masyarakat, rasa takut akan terjadi kegoyahan integrasi kebudayaan,

    prasangka terhadap hal baru, ideologi dalam masyarakat, dan adt atau

    kebiasaan.

    4) Teori Fungsional Struktural

    Teori ini digunakan sebagai teori pendukung untuk melihat

    mengapa lesbianisme masih sulit untuk diterima dalam masyarakat serta

    melihat bagaimana upaya komunikator mencoba mengubah sistem yang

    sudah ada dalam masyarakat melalui simbol-simbol verbal dan non verbal

    yang ada dalam film ini.

    Menurut Talcott Parsons, teori fungsional dimulai dengan empat

    fungsi penting untuk semua sistem tindakan, yang terkenal dengan

    skema AGIL. Suatu fungsi (function) adalah kumpulan kegiatan yang

    ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem.

    Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat

    fungsi penting diperlukan semua sistem. Pertama, adaptation (A), dimana

    sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem

    harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan

    lingkungan itu dengan kebutuhannya. Kedua, goal attainment (G), dimana

    sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

    Ketiga, integration (I), dimana sebuah sistem harus mengatur

    antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Keempat,

  • 15

    latensi (L) atau pemeliharaan pola dimana sebuah sistem harus

    memperlengkapi memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual

    maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi

    (Nurwahid, 2011: 3).

    Menurut Robert K. Merton, teori ini lebih menekankan pada

    keteraturan (order), mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam

    masyarakat dimana konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi

    laten, fungsi manifest, dan keseimbangan. Masyarakat merupakan suatu

    sistem sosial, yang terdiri atas bagian atau elemen yang saling berkaitan

    dan saling menyatu dalam keseimbangan. Dengan demikian perubahan

    yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap

    bagian lainnya. Setiap struktur dalam sistem sosial berfungsi terhadap

    sistem yang lainnya (fungsional). Sebaliknya kalau struktur itu tidak

    fungsional maka akan hilang atau tidak ada dengan sendirinya (Nurwahid,

    2011: 4).

  • 16

    1.3. Kerangka Berpikir

    2.4. Konsep yang Digunakan

    1) Film

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (KBBI,

    1990 : 242), film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat

    gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif

    (yang akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita)

    gambar hidup. Pengertian lebih lengkap dan mendalam tercantum jelas dalam

    pasal 1 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman di mana

    disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan

    budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang

    dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita

    video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam

    segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronika,

    atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan

    Konstruksi Pesan sehingga dapat

    diterima oleh masyarakat

    Tahap denotatif Tahap konotatif

    Film Yes Or No

    Pengukuhan eksistensi kaum lesbian

    dalam masyarakat Thailand

    (Teori Norma Budaya)

    Usaha menumbuhkan nilai dan norma baru dalam

    masyarakat

    (Teori Norma budaya + Teori Perubahan sosial)

    Semiologi Roland Barthes

  • 17

    dan/atau ditayangkan dengan sistem mekanik, elektronik dan/atau

    lainnya. Film atau gambar bergerak merupakan suatu proses perekaman

    gambar fotografi dengan kamera atau menciptakan gambar dengan

    menggunakan teknik animasi atau efek visual. Film terbentuk sebagai artefak

    budaya karena diciptakan oleh budaya, menggambarkan budaya, serta

    mempengaruhi budaya itu sendiri. Film adalah sebuah proses sejarah atau

    proses budaya suatu masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup.

    Sebagai sebuah proses, banyak aspek yang tercakup dalam sebuah film.

    Mulai dari pemain atau artisnya, produksi, bioskop, penonton, dan

    sebagainya. Film juga identik sebagai hasil karya seni kolektif yang

    melibatkan sejumlah orang, modal, dan manajemen. Dalam proses

    pembuatannya, pada dasarnya film merupakan komoditi jasa kreatif untuk

    dinikmati masyarakat luas. Dinilai dari sudut mana pun, film adalah acuan

    otentik tentang berbagai hal, termasuk perkembangan sejarah suatu bangsa.

    Film merupakan karya cipta manusia yang berkaitan erat dengan berbagai

    aspek kehidupan (Naibaho, 2008).

    Fungsi film diantaranya adalah sebagai media informasi dan merupakan

    media sosial karena melalui film masyarakat dapat melihat secara nyata apa

    yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu pada masa tertentu. Selain

    itu, film juga dapat berfungsi sebagai alat penghibur, pendidik, serta dapat

    mendoktrinasi pemikiran orang yang menyaksikannya. Film juga merupakan

    dokumen sosial, karena melalui film masyarakat dapat melihat secara nyata

    apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tertentu pada masa tertentu.

    Melalui film kita tidak hanya dapat melihat gaya bahasa atau mode pakaian

    masyarakat, tapi juga dapat menyimak bagaimana pola pikir dan tatanan

    sosial masyarakat pada era tertentu.

    2) Budaya Penyimpangan Orientasi Seksual

    Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan

    bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan

    diartikan

  • 18

    sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. (Soekanto, 2007:

    150). Budaya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan,

    dan bertindak. Budaya merupakan proses belajar. Oleh karena itu,

    Koentjaraningrat berpendapat bahwa hampir semua tindakan manusia itu

    adalah budaya karena diperoleh dari hasil belajar. Budaya adalah seperangkat

    nilai, gagasan, artefak, dan simbol bermakna lain yang membantu individu

    berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota

    masyarakat. (Engel, 1994: 69).

    Pada umumnya, masyarakat cenderung mengikuti budaya mayoritas, yang

    dalam penelitian ini adalah heteroseksual. Dengan mindset masyarakat yang

    demikian, maka kelompok homoseksual yang relatif minoritas dianggap

    sebagai suatu penyimpangan sosial.

    Penyimpangan orientasi seksual ditandai dengan kesukaan seseorang

    dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas

    gender yang sama dimana perilaku seksualnya melingkupi aktivitas untuk

    menemukan dan menarik perhatian pasangan, interaksi antar individu,

    kedekatan fisik atau emosional, dan hubungan seksual dengan gender yang

    sama tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender, identitas seksual

    atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku

    homoseksual atau orientasi homoseksual. Aspek ini mengarah pada identitas

    seksual sebagai gay atau lesbian.

    Pada sebuah penelitian pada orang-orang kembar di tahun 2008, ternyata

    35 persen perilaku homoseksual pada pria dipengaruhi oleh gen, sementara

    65 persen merupakan pengaruh lingkungan dan pendidikan orang tua.

    Sedangkan pengaruh gen pada penyimpangan orientasi seksual pada

    perempuan (lesbian), hanya 18 persen. Dominasi hormon prestogen dan

    testosteron juga turut memengaruhi. Contohnya, bila seorang laki-laki

    memiliki hormon presetogen lebih dari batas normal, maka akan

    menyebabkan penampilannya kewanita-wanitaan. Dari tinjuan psikologis,

    minimal ada 3 hal yang dapat merubah orientasi seksual seseorang menjadi

    seorang homoseksual. Pertama, kehilangan figur ayah atau ibu, sehingga ia

  • 19

    tidak mendapatkan kasih sayang. Kedua, pengalaman. Ketiga, dari kecil

    merasa berbeda.

    Para pakar masih berpendapat bahwa homoseksual bersifat multifaktorial.

    Terjadinya homoseksual termasuk lesbian dapat terjadi karena berbagai

    faktor, yaitu, faktor biologi berupa terganggunya struktur otak kanan dan kiri

    serta adanya ketidakseimbangan hormonal; faktor psikologis, pada suatu

    penelitian yang membandingkan antara 100 lesbian dan perempuan

    heteroseksual menunjukkan hasil adanya penolakan terhadap ibu dan tidak

    adanya peran seorang ayah. Selain itu, pengkondisian psikologis dihubungkan

    dengan reinforcement atau punishment pada awal perilaku seksual, termasuk

    juga pikiran dan perasaan menyangkut seksualitas yang mengontrol proses

    terbentuknya orientasi seksual.

    3) Penerimaan Masyarakat

    Penerimaan masyarakat adalah cara masyarakat untuk menciptakan

    keseimbangan sehingga sistem masyarakat dalam saling mengisi dan

    berfungsi dengan baik. Dengan demikian, individu dalam kelompok dapat

    merasakan suatu ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam

    norma-norma dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat. Ketika terdapat

    gangguan terhadap ketidakseimbangan itu,, maka masyarakat dapat menolak

    atau mengubah sistem dalam masyarakat dengan maksud menerima unsur

    yang baru. Apabila unsur baru dan unsur lama bertentangan, maka seringkali

    mempengaruhi norma dan nilai yang kemudian juga berpengaruh pada

    masyarakat itu sendiri. (Soekanto, 2007: 239)

    Dalam upaya mendorong perubahan sosial, maka diperlukan saluran

    perubahan sosial yang harus dilalui oleh suatu proses perubahan dalam

    masyarakat. Saluran-saluran ini antara lain adalah lembaga-lembaga

    kemasyarakatan seperti pemerintah, ekonomi, pendidikan, agama, dan media.

    Dalam penelitian ini, Film Yes Or No dianggap sebagai suatu bentuk lembaga

    media yang berperan sebagai saluran perubahan sosial yang berupaya untuk

    mengubah norma dan nilai dalam masyarakat pada umumnya, sehingga dapat

  • 20

    menerima kaum lesbian yang memang ada dalam masyarakat. Untuk itu,

    konsep penerimaan masyarakat dalam penelitian ini akan menjadi batasan

    penulis dalam meneliti dan menganalisis data-data yang dipilih sehingga

    penelitian ini dapat lebih fokus dan terarah sehingga tujuan dari penelitian ini

    dapat tercapai.

    4) Pesan dalam Komunikasi

    Pesan dalam komunikasi dapat dituangkan dalam bentuk tanda, simbol,

    bahasa, serta bentuk-bentuk non verbal. Bentuk-bentuk tersebut dapat

    dikatakan pesan selama komunikan sebagai penerima pesan dapat memaknai

    pesan tersebut. Tanda merupakan stimulus yang menandai keadaan atau

    sesuatu hal, sedangkan simbol lebih kompleks yaitu instrumen pemikiran

    manusia dan menandai sesuatu bukan dari sesuatu yang ada atau nampak.

    Simbol dapat mengkomunikasikan gagasan, pengetahuan, pola ataupun

    bentuk-bentuk tertentu. Makna merupakan relasi antara simbol, objek dan

    manusia dimana makna dibagi menjadi dua yaitu makna denotatif (makna

    logis) dan konotatif (makna psikologis, bersifat subjektif). Orang cenderung

    melakukan abstraksi terhadap simbol yaitu suatu proses membentuk gagasan

    umum yang didasarkan atas berbagai pengalaman dan dibangun atas makna

    denotasi dan konotasi dari simbol

    Muatan pesan dalam komunikasi yaitu isi pesan itu sendiri (spesific

    domain knowledge) dan cara menyampaian pesan agar mengarah pada tujuan

    (general domain knowledge). Setiap orang memiliki cara komunikasi dan isi

    pesan yang berbeda serta logika berpikir yang berbeda dalam menyampaikan

    suatu pesan terhadap seseorang dalam situasi tertentu. Pesan dalam

    komunikasi juga memiliki tiga desain logis, yaitu The expressive logic yang

    melihat komunikasi sebagai cara seseorang mengekspresikan perasaan dan

    pemikirannya, The conventional logic yang melihat komunikasi sebagai hal

    yang harus “dimainkan” dengan mengikuti aturan-aturan tertentu, The

    rhetorical logic yang memandang komunikasi sebagai cara yang fleksibel,

  • 21

    memiliki perspektif terhadap pihak yang diajak berkomunikasi (person

    centered) (Littlejohn, 2005).

    Pesan yang terkandung dalam sebuah film sebagai salah satu media

    komunikasi tentu saja memiliki fungsi-fungsi komunikasi. Fungsi-fungsi

    komunikasi tersebut menurut Wiliam I. Gorden di antaranya adalah sebagai

    komunikasi sosial dimana komunikasi penting untuk membangun konsep-

    konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh

    kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan. (Mulyana, 2006: 5).

    Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa dirinya dan itu dapat

    diperoleh melalui informasi yang diberikan orang lain. Komunikasi juga

    berfungsi untuk menunjukan bahwa diri individu eksis. Dengan

    berkomunikasi, orang lain akan menyadari keberadaan kita. Fungsi kedua

    adalah komunikasi ekspresif yaitu komunikasi sebagai alat untuk

    menyampaikan perasaan individu. Fungsi komunikasi yang berikutnya adalah

    sebagai komunikasi ritual yang biasa dilakukan dalam suatu komunitas yang

    erat kaitannya dengan budaya dan adat istiadat serta komunikasi instrumental

    yang bertujuan untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah

    sikap dan keyakinan, dan mngubah perilaku atau menggerakan tindakan serta

    menghibur.

    5) Konstruksi Pesan

    1. Tanda

    Tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau

    menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu dengan memakai segala

    apapun yang dapat dipakai untuk mengartikan sesuatu hal lainnya.

    Menurut Umberto Eco, sebuah tanda adalah segala sesuatu yang dapat

    dilekati (dimaknai) sebagai pergantian yang signifikan untuk sesuatu yang

    lainnya dimana sesuatu tersebut tidak begitu mengharuskan akan adanya

    atau untuk mengaktualisasikan adanya tempat entah dimanapun pada saat

    suatu tanda memaknainya. (Berger, 2005: 4) Saussure mengatakan bahwa

    tanda dibentuk dari penanda dan petanda yang bersifat arbitrer yang tidak

  • 22

    bermotif, yakni arbitrer dalam pengertian penanda tidak mempunyai

    hubungan alamiah dengan petanda.(Berger, 2005: 11)

    Dalam tatanan pertandaan terdapat dua makna yang menggambarkan

    relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, yaitu makna denotatif

    yang bersifat langsung menggambarkan petanda dan makna konotatif yang

    menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan

    perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya.(Fiske, 2006,

    118-119). Tanda-tanda juga memiliki dua arti dan fungsi, yaitu yang

    tersembunyi (latent) dimana tanda ini memiliki arti yang terpendam dan

    dalam ketidaksadaran pembuat tanda sendiri ataupun bagi yang

    menyaksikan tanda tersebut dan yang tampak (manifest) dimana tanda ini

    akan dipertimbangkan sebagai salah satu dari arti yang bersifat umum dan

    hasil yang ditentukan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembuat

    tanda tersebut. (Berger, 2005:165)

    2. Semiologi

    Semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan

    memaknai hal-hal yang berarti objek tanda tidak hanya membawa

    informasi tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda

    (Kurniawan, 2001: 53). Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi.

    Kajian semiologi terbagi dalam dua jenis, yaitu semiologi komunikasi dan

    semiologi signifikasi. Semiologi komunikasi memberikan tekanan pada

    teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan

    adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima tanda,

    pean, saluran komunikasi, dan acyan, sedangkan semiologi signifikansi

    memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya pada konteks

    tertentu (Sobur, 2009: 15). Semiologi komunikasi lebih melihat pada

    tujuan dan proses komunikasi. Sebaliknya semiologi signifikansi lebih

    mengutamakan segi pemahaman suatu tanda dan proses kognisi pada

    penerima tanda. Salah satu aspek kajian semiologi komunikasi adalah film

  • 23

    dimana film dibangun dengan tanda-tanda yang bekerja sama dengan baik

    untuk mencapai efek yang diharapkan (Sobur, 2009: 128).

    3. Semiologi Roland Barthes

    Semiologi yang dikembangkan oleh Roland Barthes berangkat dari

    linguistik yang dibangun Ferdinand de Saussure. Dalam tradisi linguistik

    Saussurean dikenal konsep-konsep dikotomis seperti langue, parole,

    penanda/petanda, sintagmatik, dan paradigmatik. Roland Barthes

    mengembangkan semiotika altematif yang bertumpu pada parole, tindak

    wicara (the act of speaking) yaitu apa yang disebut sebagai wacana.

    Dalam pengembangan tersebut, Barthes melakukan peninjauan terhadap

    lima kode, yaitu kode hermeneutik yang berkisar pada harapan khalayak

    untuk mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul dalam

    wacana, kode semik yang menekankan pada kode-kode konotatif, kode

    simbolik yang merupakan aspek penhkodean fiksi yang paling khas dan

    bersifat struktural, kode proaretik yang adalah kode tindakan sebagai

    perlengkapan utama teks yang dibaca, dan kode gnomik atau kode kultural

    (Sobur, 2009: 65-66)

    Pendekatan semiotika Roland Barthes terhadap wacana terarah secara

    khusus kepada apa yang disebut dengan mitos (myth). Pengertian mitos di

    sini adalah sebagai tipe tuturan (a type of speech). Mitos secara etimologis

    berarti suatu jenis tuturan, merupakan suatu sistem komunikasi atau

    sesuatu yang memberikan pesan (message). Penuturan, pesan tersebut

    bukan sebagai objek pesan, tetapi bentuk wacana. Sebagai sistem

    semiologi, mitos menghadirkan tanda (sign) untuk menghubungkan secara

    asosiatif antara petanda (signified) dan penanda (signifier). Barthes

    mengatakan apa yang disebutnya sebagai wacana adalah parole dalam

    pengertian yang seluas-luasnya. Barthes menegaskan bahwa cara

    penuturan mitos tidak hanya berbentuk penuturan oral, tetapi bisa

    berbentuk segala sesuatu yang mempunyai modus representasi, antara lain:

    tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, dan seni pertunjukan,

  • 24

    iklan, dan berbagai bentuk karya seni lainnya. Setiap tuturan mitos

    rnempunyai arti (meaning) bagi penerima pesan. Agar tuturan tersebut

    dapat dipahami dan mudah diterima akal, maka diperlukan interpretasi

    melalui proses signifikasi.

    Dalam menafsirkan mitos, Roland Barthes lebih cenderung mengacu

    pada konsep-konsep yang diterima secara khas dalam kebudayaan atau

    berdasarkan konsepsi yang dibuat anggota masyarakat dari pengalaman

    sosial dalam suatu kebudayaan. Proses pemaknaannya dilakukan secara

    bertahap. Pertama, unsur penanda dalam tahapan pertama dapat menjadi

    suatu penanda dalarn sistem tanda tahapan kedua (makna denotatif).

    Kedua, penanda ini dapat mempunyai penanda lain yang bersifat lebih

    mendalam (makna konotatif).