Upload
phungphuc
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi
otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan
listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba,
sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari
otak ke bagian lain tubuh terganggu(Mutiawati, 2008). “Epilepsi atau
yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf
pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf
secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan
motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang”(Ramali,
2005 :114). Menurut Harsono (2007:4) “Epilepsi merupakan gangguan
susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan
(seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala”.
Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan yang
berulang dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari beberapa pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah suatu manifestasi
lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan abnormal dari sel-sel saraf
otak yang bersifat spontan dan berkala ditandai dengan kejang kronik
dengan serangan yang berulang.
6
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Gb.2.1 Otak
Menurut Setiadi (2007), otak merupakan alat tubuh yang sangat penting
karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf
pusat yang terletak dirongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput
otak yang kuat. Cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memperlihatkan 3 gerak pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus stiartum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, otak ini menjadi tegmentum, krus serebri, korpus
kuadrigeminus.
c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol yang tersusun dari
lapisan fiber dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan
pernafasan, dimana pons ini terdiri atas pons varoli, medulla oblongata
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dan cerebellum. Otak dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang
tengkorak, dan columna vertebral serta meningen (selaput otak).
Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum (otak
besar), brainsteam (batang otak), dan cerebellum (otak kecil).
1. Cerebrum (otak besar)
Menurut Syaifuddin (2006), cerebrum atau otak besar merupakan
bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi
penuh bagian depan atas rongga, masing-masing di sebut fosa kanialis
anterior atas dan bawah. Kedua permukaan ini di lapisi oleh lapisan
kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih
terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.
Sedangkan menurut Setiadi (2007), permukaan cerebrum berasal dari
bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum pada otak
besar ditemukan beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus frontalis, adalah bagian dari cerebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.
b. Lobus parientalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan di
belakang oleh karako-oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis
dan di depan lobus oksipitalis.
d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
2. Batang Otak (Brainsteam)
Menurut Pearce (2009), batang otak terdiri atas otak tengah, pons
varoli, dan medulla oblongata. Otak tengah merupakan bagian atas
batang otak akuduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga
dan keempat melintas melalui otak tengah ini.
Menurut Syaifuddin (2006), batang otak terdiri atas:
a. Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara
cerebellum dengan meansefalon. Kumpulan dari sel-sel saraf yang
terdaoat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna
dengan sudut menghadap ke samping.
b. Meansefalon, meansefalon terdiri atas 4 bagian yang menonjol ke
atas, 2 di sebelah atas disebut korpus kudrigeminus inferior serat
saraf okulomontorius berjalan ke ventrikel bagian medial, serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke
sisi lain.
c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan meansefalon
dengan pons varoli dengan cerebellum terletak di depan cerebellum
diantara otak tengah dan medulla oblongata. Di sini terdapat
premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks.
d. Medulla Oblongata,merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis,
bagian bawah medulla oblongata merupakan sambungan medulla
spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar di
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
sebut kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral medulla
oblongata.
3. Cerebellum
Menurut Syaifuddin (2006), cerebellum atau otak kecil terletak
pada bagian bawah dan bagian belakang tengkorak di pisahkan dengan
cerebellum oleh fisura tranversalis oleh pons varoli dan di atas medulla
oblongata. Organ ini banyak menerima serabut eferen sensoris.
Sedangkan menurut Setiadi (2007), cerebellum mempunyai 2 hemisfer
yang dihubungkan oleh fermis, berat cerebellum lebih kurang 150
gram (85-90%) dari berat otak seluruhnya.
Bentuknya oval,bagian yang mengecil pada sentral di sebut vermis
dan bagian-bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Cerebellum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus
serebriinferior. Permukaan cerebellum berlipat-lipat menyerupai
cerebellum tetapi lipatannnya lebih kecil dan lebih teratur permukaan
cerebellum ini mengandung zat kelabu.
Menurut Setiadi (2007), setiap pergerakan memerlukan koordinasi
dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami
relaksasi secara teratur dan otot diperlukan oleh bermacam pergerakan.
2. Fisiologis
Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur kegiatan tubuh
yang cepat seperti kontraksi otot, peristiwa fiselar yang berubah
dengan cepat menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
kemudian menginterpretasikannnya untuk menentukan reaksi yang
harus dilakukan. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah
yang sangat efektif dan selektif antara cairan ekstra seluler dan cairan
intra seluler. Di dalam ruangan ektra seluler, di sekitar neuron terdapat
cairan intraseluler terdapat kalium.
Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum,
brainsteam,cerebellum.
a. Menurut Syaifuddin (2006), fungsi cerebrum yaitu:
1) Mengingat pengalaman masa lalu.
2) Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal
intelegensi, keinginan dan memori.
3) Pusat menangis, buang arir besar dan buang air kecil
b. Menurut Setiadi (2007), cerebrum pada otak besar di bagi atas 4
lobus yaitu:
1) Lobus fontalis, menstimulasi pergerakan otot, yang
bertanggung jawab untuk proses berfikir.
2) Lobus parientalis, fungsinya merupakan area sensoris dari otak
yang merupakan sensasi peraba, tekanan, dan sedikit menerima
perubahan temperatur.
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
3) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima
sensasi dari telinga.
4) Lobus oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari cerebrum
mengandung area visual yang menerima area sensasi dari mata.
Area khusus otak besar (cerebrum) adalah:
a. Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor
sensori tubuh.
b. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal.
c. Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.
C. Etiologi
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak.
Apabila faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada
disebut sebagai epilepsi idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi
tidak diketahui faktor penyebabnya (Harsono, 2008). Pada epilepsi
idiopatik yang disebut juga epilepsi primer ini tidak dapat ditemukan
kelainan pada jaringan otak, diduga terdapat gangguan keseimbangan zat
kimiawi dalam sel – sel saraf pada jaringan otak yang abnormal (Harsono,
2008).
Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya diketahui disebut
dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008). Pada epilepsi simtomatik
yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini, gejala yang
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
timbul ialah sekunder atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan
otak. Penyebab yang spesifik dari epilepsi diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat – obat tertentu yang dapat merusak otak janin,
mengalami infeksi, minum alkohol, atau mengalami cedera dan
mendapat terapi radiasi.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan
karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak.
6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
7. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Selain itu, terdapat juga epilepsi yang dianggap simptomatik, tetapi
penyebabnya belum diketahui, yang disebut epilepsi kriptogenik. Yang
termasuk epilepsi kriptogenik adalah sindrom West, sindrom Lenox-
Gastaut dan epilepsi mioklonik (Perdossi, 2006).
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
D. Patofisiologi
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan
komunikasi), otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain melalui
sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara
elektrik dan dibawa neuro transmitter seperti GABBA (gamma
aminobutric acid glutamat) melalui sel-sel saraf ke organ tubuh lainnya.
Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas mengganggu sistem ini sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan
menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi
(Harsono,2007).
Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal
di otak yang melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron.
Sekelompok sel ini yang disebut fokus epileptik. Lepas muatan ini
kemudian menyebar melalui jalur-jalur fisiologis anatomis dan melibatkan
daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di alam
otak lebih dominan dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita
ketahui bersama bahwa aktivitas neuron di atur oleh konsentrasi ion di
dalam ruang ekstra seluler dan di dalam intra seluler dan oleh gerakan
masuk ion-ion menerobos membran neuron. Pada kejadian epilepsi ion-ion
tersebut terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat
loncatan neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron
akan mengalami abnormal depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan
dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
listrik yang abnormal ini kemudian mengajak neuron-neuron sekitarnya
sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan
menimbulkan kejang. Spasme otot terjadi hampir pada semua bagian
termasuk otot mulut sehingga penderita mengalami ancaman permukaan
paa lidah. Kelainan sebagian besar dari neuron otak yang di akibat kan
gangguan listrik juga mengakibatkan penurunan kesadaran tiba-tiba
sehingga beresiko cidera karena benturan benda sekitar atau terkena benda
yang berbahaya seperti api, listrik, atau benda lain (Riyadi, 2009).
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
E. Pathway Keperawatan
Gb.2.2 Pathway epilepsi pada anak (Riyadi, 2009; Harsono, 2007; Nanda, 2012)
Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll
System saraf
Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf
Epilepsi
Mylonik Grandmal Psikomotor
Kontraksi tidak sadar yang mendadak
Hilang keasadaran
Gangguan respiratori
Spasme otot pernafasan
Gangguan neurologis
Aktivitas kejang
Jatuh
Risiko Cedera
Hipoksia
Inefektifitas perfusi jaringan cerebral
Obstruksi trakheobronkial
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Gangguan perkembangan
Keterlambatan pertumbuhan dan perkemb
angan
Penyakit kronik
Pengobatan, perawatan,
keterbatasan paparan
Defisiensi Pengetahuan
ansietas Perubahan status kesehatan
Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
F. Tanda dan Gejala
1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial disebabkan oleh lesi atau kelainan lokal pada otak;
dengan demikian evaluasi diagnostik ditujukan untuk menemukan atau
membuktikan adanya lesi lokal tersebut. Serangan parsial dibagi
menjadi dua yaitu serangan dengan kesadaran yang tetap baik (parsial
sederhana) dan serangan dengan gangguan kesadaran (parsial
kompleks). Akan tetapi terdapat pula jenis parsial yang berkembang
menjadi serangan parsial continue. Manifestasi klinis serangan parsial
bervariasi sesuai dengan fungsi korteks yang berbeda-beda. Namun
demikian, secara individual serangan parsial cenderung untuk bersifat
stereopatik dan secara neuro-anatomik (Harsono, 2007).
a. Serangan Parsial Sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis Serangan parsial
jenis ini biasanya berhubungan dengan area otak tertentu yang
terlibat; dengan demikian manifestasi klinisnya sangat bervariasi,
termasuk manifestasi motorik, sensorik, otonomik, dan psikis.
Adapun gejala-gejala yang sering dijumpai adalah:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut,
kelojotan)
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
5) Berkeringat dingin
6) Denyut jantung (nafas) cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung Sekitar 31-60 detik
b. Serangan Parsial Kompleks
Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau
psikomotor. Pada serangan parsial kompleks terjadi gangguan atau
penurunan kesadaran. Dalam hal ini penderita mengalami
gangguan dalam berintekrasi dengan lingkungannya. Serangan
parsial kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung
jawab atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada
umumnya melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis
dan sistem limbik. Selama serangan parsial kompleks sering
tampak adanya otomatisme sederhana dan kompleks (aktifitas
motorik yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan aneh).
Sementara itu terdapat juga serangan parsial kompleks yang tidak
disertai otomatisme (Harsono, 2007).
2. Serangan Epilepsi Umum
Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisferium
secara sinkron sejak awal. Mula serangan berupa hilangnya kesadaran,
kemudian diikuti gejala lainnya yang bervariasi. Jenis-jenis serangan
epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidaknya aktifitas motorik
yang khas (Harsono, 2007).
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
a. Grandmal
Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau
bangkitan mayor (serangan besar) atau generalized tonic-clonic
seizures (GTCS). Bangkitan grandmal merupakan jenis epilepsi
yang paling sering dijumpai. Serangan meliputi seluruh tubuh,
dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian diikuti
oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan kehilangan
kesadaran (Harsono, 2007).
b. Petit Mal
Serangan petit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada
jenis ini terdapat tiga jenis sindrom epilepsi yang berbeda yaitu
childhood absence epilepsi, juvenile absence epilepsi, dan absence
with eye myoclonia. Serangan petit mal dicirikan oleh 3 Hz spike
and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
c. Serangan Tonik-Klonik
1) Serangan tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan
bilateral dan sinkron secara mendadak pada tubuh, lengan atau
tungkai. Adapun gejala-gejalanya adalah:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Terjadi sentakan sinkron
c) Terjadi sentakan bilateral
d) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
e) Lidah tergigit
f) Kulit sianotik (biru)
g) Mulut keluar busa
h) Leher tertekuk ke depan pasca serangan
i) Terjadi pada waktu tidur
j) Berlangsung Sekitar 0-30 detik
k) Terjadi pada usia 6-12 bulan
l) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
2) Serangan klonik
klonus epileptik biasanya menyebabkan sentakan sinkron
dan bilateral pada leher, bahu, lengan atas, tubuh dan tungkai
atas. Gejala-gejala yang sering dijumpai sebagai berikut:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran\
b) Kedutan (twitching) fokal pada wajah
c) Neuro anatomik (datang dan menghilang secara mendadak)
d) Tekanan vesika urinaria (ngompol)
e) Tubuh bergetar pasca serangan
f) Terjadi sentakan sinkron
g) Terjadi sentakan bilateral
h) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
i) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut,
kelojotan)
j) Terjadi pada waktu tidur
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
k) Berlangsung Sekitar 7-8 menit
l) Terjadi pada usia 4-6 tahun
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
apabila:
a. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.
b. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya misal gelombang delta.
c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku
majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia,
epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus
per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul
secara serentak (sinkron).
2. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita
yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan
diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG
memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta
memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang
ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk
kasus epilepsi refrakter.
3. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila
dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara
anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk
membandingkan hipokampus kanan dan kiri (Harsono, 2007).
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Non farmakologi
1) Amati faktor pemicu
2) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR,
konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat
makan, dll.
b. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Inaktivasi
kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat.
2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
Agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA, contoh: benzodiazepin,
barbiturat. Menghambat GABA transaminase, konsentrasi
GABA meningkat, contoh: Vigabatrin. Menghambat GABA
transporter, memperlama aksi GABA, contoh: Tiagabin.
Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal
pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-
vesikularpool contoh: Gabapentin (Anonim, 2007).
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Fokus pengkajian
Menurut Riyadi (2009), fokus pengkajian yang di kaji yaitu:
1) Keluhan utama, timbulnya serangan kejang umum yang sering
dan mengganggu aktifitas penderita atau keluhan akibat dari
kejang.
2) Riwayat kesehatan, kondisi yang lalu terkait dengan fungsi
neuron juga ikut menjadi pemicu timbulnya epilepsi seperti
peradangan pada selaput otak (meningitis), penderita yang
mengalami tumor otak, defek kongenital, atau penyakit
sistemik seperti AIDS dan Sifilis
3) Pola kebutuhan, fungsi pernafasan, fungsi kardiovaskuler,
fungsi belajar, fungsi pertumbuhan dan perkembangan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran, pada epilepsi tipe umum akan terjadi
penurunan kesadaran yang mendadak, akan tetapi nilai
GCS justru sulit terkaji karena terjadi peningkatan motorik.
b) Mata, saat timbul serangan mata penderita ada yang
terbelalak dan bola mata berputar ke atas (pada jenis
absence). Sedangkan pada jenis parsial pandangan mata
pasien tampak sayu seperti orang kebingungan. Jika
penyinaran dengan senter pupil akan tampak melebar
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
c) Mulut, pada tipe absence mulut pasien tampak komat-kamit
seperti membaca do’a.
d) Ekstremitas, pada ekstremitas atas dan bawah serta otot luar
saat serangan tampak kaku dan ngececeng. Akan tetapi
setelah serangan hilangkan normal lagi.
b. Fokus diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi afektor
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
spasme jalan nafas
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
hipoksia jaringan
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan gangguan neurologi
5. Ansiatas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif
Resiko Kejang Berulang Pada..., DIAN TRI WAHYUNI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014