61
17 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN AKUPUNKTUR SEBAGAI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL A. Tenaga Kesehatan Dalam bab Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan d i bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dijelaskan adanya berbagai macam tenaga kesehatan, yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26 Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari : 1) Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi; 2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan; 3) Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker; 4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian; 5) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien; 26 Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan , Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.97. repository.unisba.ac.id

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

17

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN AKUPUNKTUR SEBAGAI

PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DAN KEPUTUSAN MENTERI

KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003

TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL

A. Tenaga Kesehatan

Dalam bab Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan d i bidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dijelaskan adanya

berbagai macam tenaga kesehatan, yang mempunyai bentangan yang sangat lua s, baik dari segi

latar belakang pendidikan maupun jasa pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. 26Tenaga

kesehatan yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan terdiri dari :

1) Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi;

2) Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan;

3) Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker;

4) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,

mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian;

5) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;

26

Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.97.

repository.unisba.ac.id

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

18

6) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan

7) Terapis wicara;

8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi

elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi transfusi dan

perekam medis.

Untuk menentukan bahwa akupunkturis merupakan salah satu tenaga kesehatan maka dilihat

berdasarkan dari ciri-ciri tenaga kerja dari pengertian yang telah disebutkan, tenaga kesehatan

yaitu:27

a. Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan,

bahwa akupunkturis adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, dalam hal

ini akupunkturis mengabdikan diri sebagai pengobat tradisional dengan menggunakan metode

yang dilakukannya.

b. Memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan,

bahwa akupunkturis memiliki keterampilan dan pengetahuan melalui pendidikan di bidang

kesehatan untuk jenis tertentu yaitu adanya standar kompetensi pendidikan akupunktur yang

harus ditempuh untuk mendapatkan izin atau rekomendasi untuk melakukan praktik pengobatan.

Terdapat tiga tingkatan pendidikan akupunktur yaitu pendidikan dokter spesialis akupunktur

dengan bentuk formal terstruktur 88 SKS, pendidikan dokter umum plus akupunktur dengan

27

Lihat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.

repository.unisba.ac.id

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

19

bentuk kursus nonformal 150-200 jam, dan pendidikan tenaga ahli madya akupunktur dengan

bentuk pendidikan formal terstruktur 110-120 SKS.28

c. Melakukan upaya kesehatan,

Salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan adalah pelayanan kesehatan tradisional untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat diselenggarakan upaya

kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Pelayanan medik akupunktur yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan tradisional

telah digunakan secara luas di dunia kedokteran dan manfaatnya telah dirasakan oleh masyarakat

dalam hal pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan penyakit, dan

pemeliharaan kualitas hidup.29

Berdasarkan ciri-ciri tersebut akupunkturis jelas merupakan salah satu tenaga

kesehatan.Akupunkturis memenuhi ketiga ciri yang telah disebutkan. Selain itu akupunkturis

sangat jelas sekali termasuk ke dalam tenaga kesehatan karena termasuk kedalam klasifikasi

tenaga kesehatan Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam tabel di bawah ini.

Klasifikasi Tenaga Kesehatan Indonesia beserta Organisasi yang menaunginya. 30

No. Klasifikasi Tenaga

Kesehatan

Profesi Tenaga

Kesehatan

Organisasi Profesi

1. Tenaga Medis Dokter (IDI) Ikatan Dokter Indonesia

28

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Standar Pelayanan Medik Akupunktur, Direktorat Bina

Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer, Jakarta, 2011, h lm. 5. 29

Ibid, hlm.1 30

http//tenagakesehatan.info ,diakses pada Selasa 30 Desember 2014, pada pukum 09.55 WIB d i Bandung

repository.unisba.ac.id

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

20

Dokter Gigi

(PDGI) Persatuan Dokter Gigi

Indonesia

2.

Tenaga Keperawatan

Perawat

(PPNI) Persatuan Perawat Nasional

Indonesia

Bidan (IBI) Ikatan Bidan Indonesia

Perawat Gigi

(PPGI) Persatuan Perawat Gigi

Indonesia

Perawat Anastesi

(IPAI) Ikatan Perawat Anestesi

Indonesia

3

3

3

3

3

3

3

3

Tenaga Farmasi

Apoteker (ISFI) Ikatan Apoteker Indonesia

Asisten Apoteker

(PAFI) Persatuan Ahli Farmasi

Indonesia

Analis Farmasi

(PATELKI) Persatuan Ahli Teknik

Laboratorium Kesehatan Ind

4

Tenaga Kesehatan

Masyarakat

Epidemolog Kesehatan

(PAEI) Perhimpunan Ahli

Epidemiolog Indonesia

Entomolog Kesehatan

(PEKI) Perhimpunan Entomolog

Kesehatan Indonesia

Sanitarian

(HAKLI) Himpunan Ahli

KesehatanLingkungan Indonesia

Penyuluh Ksehatan

(PPKMI) Perkumpuln Promosi dan

Pendidikan Kesehatan Masyarakat

Indonesia

Kesehatan Masysrakat

(Persakmi) Perhimpunan Sarjana

Kesehatan Masyarakat Indonesia

5 Tenaga Gizi Nutrisionis Dan Dietisien (PERSAGI) Persatuan Ahli Gizi

repository.unisba.ac.id

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

21

Indonesia

6

Tenaga Keterampilan

Fisik

Fisioterapis (IFI) Ikatan Fisioterapi Indonesia

Okupasi Terapis

(IOTI) Ikatan

Okupasi TerapiIndonesia

Terapis Wicara

(IKATWI) Ikatan Terapi Wicara

Indonesia

Akupunktur

(HAKTI) Himpunan Akupunktur

Terapi Indonesia

(PAKSI) Persatuan Akupunktur

Seluruh Indonesia

7

Tenaga Keteknisian

Medis

Radiografi

(PARI) Persatuan Ahli Radigrafer

Indonesia

Teknisi Gigi

(PTGI) Persatuan Teknik Gigi

Indonesia

Teknisi Elektromedis

(IKATEMI) Ikatatan Teknik

Elektromedik Indonesia

Refraksionis Optisien

(IROPIN) Ikatan Refraksionis

Optisien Indonesia

Perekam Medis

(PORMIKI) Perhimpunan Profesi

Perekam Medis dan Informasi

Kesehatan Indonesia

Paramedik Transfusi

Darah

(IPPTDI) Ikatan Paramedik

Teknologi Transfusi Darah Indonesia

Ahli Fisika Medik

(IKAFMI) Ikatan Ahli Fisika Medik

Indonesia

Ortotik Prostetik

(IOPI) Ikatan Ortotik Prostetik

Indonesia

repository.unisba.ac.id

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

22

Selain itu tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak

pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional, ketentuan

mengenai kode etik yang diatur oleh organisasi profesi. Tenaga kesehatan dalam menjalankan

tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki.31 Pengobatan akupunktur jelas memiliki asosiasi yang sudah tercantum dalam tabel

diatas dan memiliki pengetahuan serta keterampilan dari pendidikan yang harus ditempuh yang

berlandaskan pada standar profesi, maka akupunkturis masuk dalam kategori tenaga kesehatan,

dan dalam keputusan point pertama di Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1277/KEPMENKES/SK/VII/2004 Tentang Tenaga Akupunktur, tercantum bahwa akupunkturis

termasuk ke dalam tenaga kesehatan.

B. Upaya Kesehatan

Di dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan pengertian upaya kesehatan, yaitu :

“ Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”.

Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan

berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang dimaksud dalam hal ini mencakup:32

a. Pelayanan kesehatan;

b. Pelayanan kesehatan tradisional;

31

Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Persfektif Undang-Undang Kesehatan, Rajawali Pers,

Jakarta, 2013, hlm.53. 32

Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, h lm.61.

repository.unisba.ac.id

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

23

c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;

d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;

e. Kesehatan reproduksi;

f. Keluarga berencana;

g. Kesehatan sekolah;

h. Kesehatan keluarga;

i. Pelayanan kesehatan pada bencana;

j. Pelayanan darah

k. Kesehatan gigi dan mulut;

l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran;

m. Kesehatan matra;

n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;

o. Pengamanan makanan dan minumann;

p. Pengamanan zat adiktif, dan/atau

q. Bedah mayat

Macam-macam upaya kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 12-15

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu sebagai berikut :33

a. Upaya promotif adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

b. Upaya preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

c. Upaya kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,

pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

33

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 1 butir 12, 13, 14, dan 15, Citra

Umbara, Bandung, 2012, hlm.4

repository.unisba.ac.id

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

24

d. Upaya rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dikatakan

bahwa “Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan

upaya kesehatan”.Tentunya pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk

meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. Upaya

kesehatan sebagaimana yang dimaksud disini didasarkan pada standar pelayanan minimal

kesehatan.34

Pengobatan akupunktur sendiri merupakan bagian dari upaya kesehatan yang cakupannya

termasuk dalam pelayanan kesehatan tradisional. Di Dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (16)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dijelaskan tentang pengertian

pelayanan kesehatan tradisional yaitu:

“Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat

dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat”.

Meskipun dijelaskan bahwa akupunktur mengacu pada keterampilan yang diperoleh secara

turun temurun, namun dalam perkembangannya saat ini keterampilan dalam pengobatan

akupunktur diperoleh melalui pendidikan formal, hal ini mengacu pada standar pelayanan medik

akupunktur yang sudah diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2011.

34

Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, h lm.62.

repository.unisba.ac.id

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

25

Selain itu dalam pendirian praktek pengobatan tradisional harus memenuhi persyaratan serta

surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.35

C. Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

1.Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program

pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini bertujuan agar pelayanan kesehatan

tradisional dapat diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab terhadap manfaat, keamanan

dan juga mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan

kesehatan tradisional yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat juga perlu diberikan

kesempatan yang seluas- luasnya untuk menggunakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan

tradisional dan pemerintah mempuntai kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan

pembinaan yang baik sehingga masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat

informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. 36

Pengertian mengenai pelayanan kesehatan tradisional tercantum dalam Pasal 1 angka 16

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu bahwa:

“Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang

dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.”

35

Berdasarkan wawancara yang diperoleh dari Ibu Ira Dewijan i selaku kepala Seksi Pelayanan Kesehatan

Khusus Dinas Kesehatan Kota Bandung pada tanggal 22 Jun i 2015 pukul 13.20. 36

Lihat Bagian Ketiga tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Pasal 59 -61 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

repository.unisba.ac.id

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

26

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, terdapat

beberapa pasal lainnya yang mengatur tentang pelayanan kesehatan tradisional yaitu , Pasal 48,

Pasal 59, Pasal 60, dan Pasal 61. Masing-masing pasal tersebut berbunyi:

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu:

“(1) Penyelenggraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan : a. pelayanan kesehatan; b. pelayanan kesehatan tradisional; c.

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; e. kesehatan reproduksi; f. keluarga berencana; g. kesehatan sekolah; h. kesehatan olahraga; i. pelayanan kesehatan pada bencana; j. pelayanan darah; k. kesehatan

gigi dan mulut; l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; m. kesehatan matra; n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; o.

pengamanan makanan dan minuman; p. pengamanan zat adiktif; dan/atau q. bedah mayat. (2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.”

Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan disebutkan

bahwa pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan.

Hal ini dikarenakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dalam bentuk kegiatan dengan

pendekatan promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,

menyeluruh dan berkesinambungan dilaksannakan melalui beberapa kegiatan, salah satunya

yaitu pelayanan kesehatan tradisional.37

Selanjutnya, dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

yaitu berbunyi:

“(1) Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi: a.

pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. (2) Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat

dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan

tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”

37

Lihat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

repository.unisba.ac.id

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

27

Dalam pasal diatas disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi 2

(dua) jenis, yaitu, pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan

pelayanan kesehatan yang menggunakan ramuan.Pengobatan akupunktur sendiri temasuk dalam

pelayanan kesehatan tradisional keterampilan, karena dalam pengobatannya menggunakan

metode dengan menggunakan jarum. Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa seluruh jenis

pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh pemerintah, agar dapat

dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma

agama.

Selanjutnya dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

yaitu:

“(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ala t dan teknologi harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat

dipertanggungjawabkan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.”

Dan dalam Pasa 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, berbunyi:

“(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas- luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat

dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.(2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat.”

Dalam pasal 60 dan 61 disebutkan bahwa orang yang melakukan pelayanan kesehatan

tradisional harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan harus mendapatkan izin dari

lembaga kesehatan yang berwenang dalam menggunakan alat dan teknologi, dan masyarakat

diberikan kesempatan seluas- luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan

repository.unisba.ac.id

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

28

pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.

Pemerintah dalam mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisionalpun didasarkan pada

keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Dalam hal ini seorang akupunkturis harus

memiliki izin dari lembaga yang berwenang terkait dengan metode dan alat yang digunakan

berupa berbagai jenis jarum yang ditusukkan pada permukaan kulit, hal tersebut dilakukan agar

metode pengobatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga

masyarakat terlindungi.

2. Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan

Tradisional

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003

Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional tidak tercantum mengenai pengertian pelayanan

kesehatan tradisional, namun dijelaskan mengenai pengobatan tradisional dalam Pasal 1 angka 1

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang

Penyelenggaan Pengobatan Tradisional, yaitu bahwa:

“Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman keterampilan turun temurun, dan/atau

pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.”

Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional, tercantum bahwa

akupunkturis dalam melakukan pelayanan kesehatan tradisional harus memiliki Surat Terdaftar

Pengobat Tradisional (STPT) dan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT). Pengaturan tersebut

bertujuan untuk:38

38

https://regulasikesehatan.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015 pada Pulu l 19.00 WIB d i

Tegal.

repository.unisba.ac.id

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

29

1. Membina upaya pengobatan tradisional

Dalam hal ini, bahwa pengobatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat

dan keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk digunakan

dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.39

2. Memberikan perlindungan kepada masyarakat

Bahwa, ketika akupunkturis tersebut statusnya legal dan mendapat pengakuan dari Dinas

Kesehatan sebagai pengobatan tradisional maka masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan

kesehatan tradisional tersebut merasa aman dan haknya sebagai pasien terlindungi.

3. Menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya

Bahwa, ketika akupunkturis atau pengobat tradisional lainnya telah mendaftar dan memiliki

izin praktik, maka Dinas Kesehatan menginventarisasi jumlah pengobat, jenis dan cara

pengobatan tradisional dalam bentuk data profil pengobat tradisional untuk memudahkan dalam

mencari tempat pengobatan yang telah memiliki izin dan diakui.

Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) ini diwajibkan bagi seluruh pengobat

tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional sebagaimana diatur dalam Pasal

4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003

Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yaitu:

(1) Semua pengobat tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk

memperoleh Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT).

39

Konsideran point b Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003

Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional.

repository.unisba.ac.id

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

30

(2) Pengobat tradisional dengan cara supranatural harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat.

(3) Pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat.

Sedangkan untuk Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) diberikan kepada pengobat

tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian, penelitian dan

pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu yang sudah diakui

untuk mendapatkan SIPT ini adalah akupunkturis, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yang berbunyi :

“Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang

pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional

(SIPT) berdasarkan keputusan ini.”

Adapun tata cara untuk mendapatkan STPT maupun SIPT yang harus dilakukan oleh

akupunkturis adalah dengan cara mendaftarkan diri kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat. Adapun dengan cara melengkapi persyaratan tersebut khususnya di

Kota Bandung, yaitu:40

1. Untuk mendapatkan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) :

a. Permohonan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT)

b. Foto copy Kartu Tanda Peduduk (KTP)

c. Foto copy ijazah terakhir yang dimiliki

d. Foto copy surat keahlian akupunktur

40

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Ratna selaku Perwakilan Bidang Gunakesra Dinas Kesehatan Kota

Bandung Pada Tanggal 19 Juni 2015 pada pukul 14.00 WIB.

repository.unisba.ac.id

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

31

e. Surat izin tetangga

f. Surat rekomendasi dari puskesmas setempat

g. Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat

h. Surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian

i. Denah ruangan dan lokasi tempat praktik

j. Daftar alat-alat/ bahan ramuan yang dipergunakan

k. Izin atasan langsung bagi pengobat yang merangkap sebagai pegawai negeri

l. Bila kegiatan atas nama yayasan, lampirkan foto copy akta notarisnya dan permohonan

ditandatangani oleh ketua yayasan

m. Pas photo berukuran 3x4 sebanyak dua lembar

n. Surat rekomendasi dari organisasi/ asosiasi profesi

Untuk mendapatkan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) persayaratannya disamakan

dengan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) hanya saja akupunkturis membuat

permohonan izin sebagai pengobat tradisional dan sebagai tambahan agar meminta surat

keterangan Kepala Desa/Lurah tempat melakukan pekerjaan sebagai pengobat tradisional.

D. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan

Tradisional

Hubungan hukum selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang timbal balik.41Dalam hal ini,

hak akupunkturis menjadi kewajiban pasien dan hak pasien menjadi kewajiban akupunkturis.

Hubungan antara pasien sebagai penerima jasa layanan dengan tenaga kesehatan sebagai

pemberi jasa layanan berawal dari pola hubungan vertikal yang karena itu pula melahirkan

41

Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, h lm.29.

repository.unisba.ac.id

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

32

hubungan patenalistik antara pasien dengan tenaga kesehatan. Dalam pola vertikal ini kedudukan

antara pasien dengan pengobat tidak sederajat karena tenaga kesehatan mengetahui segala

sesuatu yang berkaitan dengan penyakit, sedangkan pasien berusaha mendapatkan

kesembuhannya tidak tahu apa-apa mengenai penyakit, apalagi bagaimana metode

penyembuhannya. Oleh karena itu, dalam hubungan yang pasternalistik pasien menyerahkan

nasibnya kepada tenaga kesehatan.42

Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap dokter sehingga pasien

bersedia memberikan persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan

pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Dalam hal ini, penulis

akan memaparkan tentang hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional, yakni sebagai berikut:

1. Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009

a. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis karena menderita suatu penyakit

atau cedera dan memerlukan bantuan dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk

memulihkannya. Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang dianggap

dapat mengambil keputusan untuk dirinya. Oleh karena itu adalah suatu hal yang keliru apabila

menganggap pasien selalu tidak dapat mengambil keputusan karena ia sedang sakit. Dalam

pergaulan hidup normal sehari-hari, biasanya pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap

42

Veronica Komalawati, Op.Cit, hlm.9.

repository.unisba.ac.id

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

33

sebagai titik tolak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian walaupun pasien sedang sakit

kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang sehat. Jadi, secara hukum pasien juga berhak

mengambil keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya, karena

hal ini berhubungan erat dengan hak asasi manusia, kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa

keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil keputusan yan diperlukan. 43

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tidak menjelaskan tentang

pengertian pasien. Namun, sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional tentunya

seorang pasien berperan sebagai seseorang yang diberikan pelayanan kesehatan dengan metode

pengobatan yang dipilihnya. Dalam jasa pelayanan kesehatan tradisional ini, pasien memiliki hak

dan kewajiban yang timbul karena penjanjian terapeutik berupa penyembuhan dan pelayanan

kesehatan yang didalamnya terdapat pemenuhan suatu hak dan kewajiban. Pasien dalam

melakukan suatu pelayanan kesehatan tentunya memiliki hak untuk memperoleh rasa aman

seperti yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan , yaitu:

“Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

dan terjangkau.”

Selain itu, sebelum melakukan pelayanan kesehatan ada baiknya kita mendapatkan informasi

tentang kesehatan kita terlebih dahulu sebelum tindakan pengobatan tersebut diterima oleh kita.

Tentunya hal tersebut sudah diatur yaitu dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, yang berbunyi:

43

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Cetakan Pertama, Rineka

Cipta, Jakarta, 2005, h lm.31.

repository.unisba.ac.id

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

34

“Setiap orang memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.”

Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

dijelaskan bahwa pasien harus mendapatkan hak untuk mendapatkan informasi dan menentukan

nasibnya sendiri. Pasien berhak untuk menerima informasi terlebih dahulu seputar penyakit yang

dialami, metode pengobatan yang dilakukan, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan

pengobatan. Pasal tersebut berbunyi:

“Setaip orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan

yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.”

Terdapat hak lainnya yaitu hak atas rahasia dari kondisi kesehatan pasien tersebut

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan

kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.”

Apabila hak-hak yang telah disebutkan diatas dilanggar oleh akupunkturis, maka pasien

berhak untuk menuntut kerugian apabila terjadi kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan

kesehatan yang diatur dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, yaitu:

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

repository.unisba.ac.id

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

35

Selain hak, pasien dalam pelayanan kesehatan tradisionalpun harus memenuhi kewajibannya

yaitu memeberikan keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan penyakit kepada

tenaga kesehatan, mematuhi tenaga kesehatan, ikut menjaga kesehatan dirinya dan memenuhi

imbalan jasa kesehatan tradisional tersebut. Hal tersebut tercantum dalam pasal 9 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu:

“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.”

Hal tersebut dapat terwujud apabila pasien mematuhi nasehat dari tenaga kesehatan dan ikut

dalam menjaga kesehatan diri sendiri. Selain itu pasien berkewajiban untuk memenuhi imbalan

jasa kesehatan tradisional, seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu:

“Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

b. Akupunkturis dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Dalam pelayanan kesehatan tradisional seorang akupunkturis memiliki hak dan

kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut salah satunya tercantum dalam beberapa pasal di dalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Akupunkturis berkewajiban untuk

mewujudkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hal tersebut diatur dalam Pasal 9

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yaitu:

“(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.(2) kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, dam pembangunan berwawasan kesehatan.”

repository.unisba.ac.id

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

36

Selain itu, dalam mewujudkan kesehatan masyarakat akupunkturis tidak boleh melakukan

diskriminasi terhadap pasien dengan tidak menghormati hak pasien, misalnya melihat status

sosial pasien, hal tersebut tencantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, yaitu:

“Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh

lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi maupun sosial.”

Selain itu akupunkturis wajib menjaga dana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

karena itu merupakan tanggungjawabnya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi:

“Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain

yang menjadi tanggung jawabnya.”

Selain kewajiban, pengobat tradisional dalam hal ini adalah akupunkturis, memiliki hak

untuk menggunakan alat atau teknologi lainnya untuk menunjang metode penyembuhan yang

akan di lakukan. Dalam penggunaan alat atau teknologi tersebut tentunya harus memiliki izin

dari lembaga yang berwenang dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan dan dipakai sesuai dengan

standar pelayanan kesehatan. Akupunkturis diberikan hak untuk mengembangkan metode yang

dilakukannya, akan tetapi manfaat dan keamanan metode pengobatan tersebut harus

dipertanggungjawabkan. Hal tersebut tentunya mendapat pengawasan dari pemerintah untuk

melindungi kepentingan, keamanan dan perlindungan masyarakat.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 60 dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi:

repository.unisba.ac.id

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

37

Pasal 60 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

“(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan

alat dan teknologi harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan

norma agama dan kebudayaan masyarakat.”

Pasal 61 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

”(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas- luasnya untuk mengembangkan,

meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.(2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan

didasarkan pada keamanan, kepentingan dan perlindungan masyarakat.”

Selain itu akupunkturis berhak untuk menerima imbalan jasa kesehatan tradisional,

seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, yaitu:

“Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

2. Hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang

Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

a. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pasien yang

menggunakan jasa pelayanan kesehatan tradisional memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur

dalam keputusan ini. Dalam hal pengobatan tradisional ini, pasien berhak untuk memperoleh rasa

aman terhadap jasa pelayanan kesehatan tradisonal yang dilakukan oleh pengobat dalam hal ini

repository.unisba.ac.id

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

38

adalah akupunkturis. Akupunkturis harus melakukan pengobatan tradisional dengan tidak

membahayakan jiwa, tidak melanggar susila maupun kaidah agama, tidak bertentangan dengan

upaya peningkatan kesehatan masyarakat, tidak bertentangan dengan norma hidup, bahkan

pengobatan tersebut harus aman dan bermanfaat. Hal tersebut tencantum dalam Pasal 13

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

“Pengobat tradisional hanya dapat dilakukan apabila:

(a) Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diakui di Indonesia.

(b) Aman dan bermanfaat bagi kesehatan. (c) Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

(d) Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat

Dalam hal pengobatan akupunktur pun apabila akupunkturis tidak mampu mengobati

pasien, maka harus memberikan hak second opinion kepada pasien dan merujuk pasien ke sarana

pelayanan kesehatan lainnya. Hak pasien tersebut tercantum dalam Pasal 22 Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

“Pengobat tradisional yang tidak mampu mengobati pasiennya atau pasien dalam keadaan gawat darurat, harus merujuk pasiennya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat.”

Selain itu, pasien berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang tindakan

pengobatan yang akan dilakukan dan tidak terjebak oleh informasi yang menyesatkan sesuai

dengan Pasal 15 dan 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

Pasal 15 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

repository.unisba.ac.id

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

39

“(1) Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) Informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan. (3) Semua tindakan pengobatan tradisional yang

akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan pasien dan/atau keluarganya. (4) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan pengobatan tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan

persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.”

Pasal 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

“(1) Pengobat tradisional dilarang memperomosikan diri secara berlebihan dan

memberikan informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi: a. penggunaan gelar-gelar tanpa melalui

jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit; c. menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada

kenyataannya tidak dimiliknya. (3) Pengobat tradisional hanya dapat menginformasikan kepada masyarakat berkaitan dengan tempat usaha, jam praktik, keahlian, dan gelar yang

sesuai dengan STPT atau SIPT yang dimilikinya.”

Peraturan tersebut dibuat semata-mata bertujuan untuk melindungi pasien sebagai pengguna

jasa pelayanan kesehatan tradisional. Selain hak, tentunya pasien harus melakukan

kewajibannya, karena pengobat tradisional atau akupunkturis juga memiliki hak yang harus

dipenuhi. Akupunkturis berhak untuk memperoleh informasi tentang penyakit atau perjalanan

penyakit dari pasiennya. Hal tersebut bertujuan agar akupunkturis mengetahui riwayat penyakit

pasiennya dan akupunkturis dalam melakukan pengobatannya tidak melakukan kesalahan

maupun kelalain karena sudah mendapatkan informasi tentang pasiennya. Informasi tentang

pasien ini kemudian dicatat agar dalam melakukan pengobatannya akupunkturis melakukan

secara tepat dan bermanfaat, hal ini tercantum dalam Pasal 19 Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional , yang berbunyi:

“Pengobat tradisional dalam memberikan pelayanan wajib membuat catatan status pasien.”

repository.unisba.ac.id

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

40

b. Akupunkturis dalam pelayanan kesehatan tradisional menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang

Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

Seperti yang diketahui, akupunktur adalah salah satu metode pengobatan alternatif dengan

menggunakan jarum. Akupunktur merupakan salah satu klasifikasi pengobatan tradisional

keterampilan. Seseorang yang melakukan metode akupunktur dalam pelayanan kesehatannya di

sebut dengan akupunkturis. Memang pengertian tentang akupunkturis tidak tertulis secara jelas

dalam undang-undang, namun dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional tertulis bahwa

orang yang melakukan pengobatan tradisional adalah pengobat tradisiona l. Dalam pasal 3

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis

kerampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural. Dalam klas ifikasi dan jenis tersebut

disebutkan bahwa akupunkturis adalah pengobat tradisional keterampilan. 44

Akupunktur dalam pelayanan kesehatan tradisional sama halnya seperti dokter sebagai

tenaga kesehatan yang berada di rumah sakit, akan tetapi yang membedakan adalah status dokter

yang jelas menggunakan upaya kesehatan dengan ilmu kedokteran yang sudah dipelajari

sedangkan akupunkturis sebagai pengobat yang melakukan upaya kesehatan dengan cara lain

diluar ilmu kedokteran dan/atau keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam

mengatasi masalah kesehatan.45

Terdapat beberapa hak dan kewajiban akupunkturis dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

44

Lihat dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional 45

Pert imbangan point a dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

repository.unisba.ac.id

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

41

Tradisional, yaitu bahwa akupunkturis berhak melakukan praktik pengobatan secara perorangan

maupun berkelompok ketika telah dinyatakan lulus uji kompetensi dan mendapatkan izin

berdasarkan keputusan tersebut. Dalam hal ini akupunkturis berhak diikut sertakan dalam sarana

pelayanan kesehatan, tercantum dalam Pasal 9 ayat (2). (3), dan (4) Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

“(2) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di

bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (STPT) berdasarkan keputusan ini. (3) Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melakukan praktik perorangan dan/atau ke lompok. (4) Akupunkturis

yang telah memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan kesehatan.”

Selain hak, tedapat beberapa kewajiban akupunkturis yang sudah diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tradisional, pengobatan harus dilakukan dengan tidak membahayakan jiwa dan metode tersebut

aman dan bermanfaat terhadap kesehatan dan tidak melanggar norma yang ada, hal tersebut

diperjelas dengan Pasal 13 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

“Pengobat tradisional hanya dapat dilakukan apabila:

(a) Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diakui di Indonesia.

(b)Aman dan bermanfaat bagi kesehatan. (c) Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. (d)Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat”

Dalam melaksanakan praktik pengobatannya pun akupunkturis wajib mengantongi Surat

Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) dan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT), berdasarkan

repository.unisba.ac.id

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

42

dalam Pasal 14 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional , yang berbunyi:

“Pengobat tradisional yang melakukan pekerjaan/praktik sebagai pengobat tradisional harus

memiliki STPT dan SIPT.”

Dalam menjalankan praktinya pun akupunkturis harus untuk memberikan informasi yang

jelas tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan dan tidak menjebak pasien dengan

informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 15 dan 23 Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional , yang berbunyi:

Pasal 15 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

“(1) Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) Informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan. (3) Semua tindakan pengobatan tradisional yang

akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan pasien dan/atau keluarganya. (4) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan pengobatan tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan

persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.”

Pasal 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

“(1) Pengobat tradisional dilarang memperomosikan diri secara berlebihan dan memberikan informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi: a. penggunaan gelar-gelar tanpa melalui

jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit; c. menginformasikan

telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimiliknya. (3) Pengobat tradisional hanya dapat menginformasikan

repository.unisba.ac.id

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

43

kepada masyarakat berkaitan dengan tempat usaha, jam praktik, keahlian, dan gelar yang sesuai dengan STPT atau SIPT yang dimilikinya.”

Dan yang paling penting yaitu bahwa akupunkturis dalam melakukan pengobatan harus

menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan, seperti yang tercantum dalam Pasal 16

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional :

“(1) Pengobat Tradisional hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya.(2) Pengobat tradisional dilarang menggunakan peralatan kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran.”

3. Hak dan Kewajiban Akupunkturis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

a. Hak Akupunkturis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan

Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, tertulis bahwa :

“(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. (2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. (3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.”

Hal ini berarti bahwa ketika akupunkturis sudah menyelesaikan pendidikan di bidang

akupunktur, ia berhak untuk ikut berpartisipasi dalam hal pelayanan kesehatan. Dalam hal

partisipasi yang dilakukan tentu akupunkturis harus mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan.

Dalam peraturan ini sebelum akupunkturis resmi menyelenggarakan pelayanan kesehatan, ia

harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pemerintah karena hal tersebut bersifat wajib. Hal

ini dilakukan agar pelayanan kesehatan yang dilakukan legal dan diakui oleh pemerintah.

repository.unisba.ac.id

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

44

Kemudian, untuk hak selanjutnya Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan mengatur tentang hak untuk memperoleh imbalan, yaitu:

“Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

Dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, dijelaskan bahwa:

“(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2)

penggunaan alat teknologi yang dimaksud pada ayat 1 harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.”

Ini berarti pengobat tradisional dalam hal akupunkturis, memiliki hak untuk

menggunakan alat atau teknologi lainnya untuk menunjang metode penyembuhan yang akan di

lakukan. Dalam penggunaan alat tersebut tentunya harus ada izin dari Kolegium Akupunktur

Indonesia setelah akupunkturis menyelesaikan pelatihan yang ditempuh terlebih dahulu agar

dalam menggunakan peralatan dan teknologi yang dipakai sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan di bidang akupunktur.

Dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, dijelaskan bahwa:

“(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas- luasnya untuk mengembangkan,

meningkatkan, dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfat dan keamanannya. (2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan

didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat.”

repository.unisba.ac.id

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

45

Dalam hal ini, masyarakat yang diberi kesempatan untuk mengembangkan dan

meningkatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah seorang tenaga kesehatan dalam hal ini

akupunkturis. Akupunkturis diberikan hak untuk mengembangkan metode yang dilakukannya

akan tetapi harus mempertanggungjawabkan manfaat dan keamanan dari metode yang

dikembangkan yang tentunya sudah diatur dan mendapat pengawasan dari pemerintah untuk

melindungi kepentingan, keamanan dan perlindungan terhadap masyarakat.

b. Hak akupunkturis menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

Dalam bab IV tentang Perizinan, pasal 9 ayat (2), (3) dan (4), Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional tercantum bahwa:

“(2) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi atau organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat

Tradisional (SIPT) berdasarkan keputusan ini, (3) Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat melakukan praktik perorangan dan/atau kelompok. (4) akupunkturis yang telat

memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan kesehatan.

Sangat jelas sekali bahwa akupunkturis diberikan hak untuk mendapatkan izin untuk

melakukan pengobatan alternatif yang akan dilakukan setelah menempuh pendidikan yang

dipilih baik membuka praktik pengobatan sendiri maupunk berkelompok. Dalam hal ini

akupunktur telah menjadi salah satu tenaga kesehatan dalam sarana pelayanan kesehatan yang

telah tersedia. Dalam hal ini akupunkturis telah mendapatkankan salah satu haknya yaitu hak

untuk bekerja sesuai dengan standar profesi medis.

Selain itu akupunkturis berhak untuk melakukan pengobatan tradisional sebagai upaya dalam

meningkatkan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit dan sebagainya, karena pengobatan

tradisional sudah diakui sebagai salah satu upaya pengobatan diluar ilmu kedokteran. Hal

repository.unisba.ac.id

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

46

tersebut tercantum dalam Pasal 12 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, yaitu:

“(1) Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan. (2) Pengobatan tradisional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan kesehatan.”

Tentunya dalam hal melakukan pengobatan tradisional tersebut, akupunkturis harus memiliki

izin terlebih dahulu agar pengobatan tersebut sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan

oleh pemerintah agar tidak terjadi kerugian atau risiko yang terjadi saat berlangsungnya

pengobatan tersebut.

c. Kewajiban Akupunkturis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan

Dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tertulis bahwa:

“(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan

masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.”

d. Kewajiban akupunkturis menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisinal

Dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

tercantum bahwa:

“(1) pengobat tradisinal harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) informasi sebagaimana dimaksud

repository.unisba.ac.id

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

47

pada ayat 1 diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan”

Dalam hal ini akupunkturis berkewajiban untuk menghargai hak-hak pasien, salah

satunya hak untuk mendapatkan informasi secara jelas dan lengkap terlebih dahulu. Sebelum

melakukan pengobatan, akupunkturis berkewajiban untuk memenuhi hak pasien tersebut dengan

tidak memberikan informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan (2) yang

berbunyi:

“(1) Pengobat tradisional dilarang mempromosikan diri secara berlebihan dan memberikan informasi yang menyesatkan.

(2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 antara lain meliputi : a. Penggunaan gelar-gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. Menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat

menyembuhkan semua penyakit; c. Menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak

dimilikinya.”

Hak selanjutnya terdapat dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisinal, yaitu:

“(1) Pengobat tradisional hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya.(2) Pengobat tradisional dilarang menggunakan peralatan kedokteran dan penunjang diagnostik kedokteran.”

Sangat jelas dalam pasal tersebut menyatakan bahwa akupunkturis wajib untuk

menggunakan peralatan yang aman dan hal tersebut merupakan standar pelayanan akupunktur.

Akantetapi meskipun dalam melakukan pengobatan akupunkturis menggunakan peralatan yang

aman, bukan berarti boleh untuk menggunakan peralatan kedokteran karena dalam hal ini

terdapat larangan.

repository.unisba.ac.id

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

48

Untuk kewajiban yang selanjutnya diatur dalam Pasal 22 Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisinal, yang berbunyi:

“Pengobat tradisional yang tidak mampu mengobati pasiennya atau pasien dalam keadaan

gawat darurat, harus merujuk pasiennya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat.”

Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa pasien berhak untuk mendapatkan second opion

dari akupunkturis, dan akupunkturis sendiri harus memberikan hak tersebut ketika tidak mampu

mengobati pasiennya demi keselamatan pasien tersebut.

4. Hak dan Kewajiban Pasien menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

a. Hak pasien menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

berbunyi:

” Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan

pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi

mengenai tindakan tersebut secara lengkap.”

Hal ini menjelasan bahwa pasien harus mendapatkan salah satu haknya, yaitu hak untuk

mendapatkan informasi dan menentukan sendiri nasibnya. Pasien dapat berhak untuk menerima

informasi terlebih dahulu seputar penyakit yang dialami, metode pengobatan yang dilakukan atau

hal-hal yang berhubungan dengan itu. Setelah informasi cukup untuk dimengerti pasien baru lah

pasien berhak untuk memutuskan apakah akan menerima atau menolak tindakan pertolongan

yang akan di lakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan. Informasi ini berhubungan dengan

repository.unisba.ac.id

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

49

persetujuan tindakan medik (informed consent) yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau

keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakakan medik yang akan dilakukan terhadap

pasien tersebut.46

Hak atas rahasia tercantum dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan

kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.”

Hak atas rahasia tersebut tentu harus dijalankan oleh tenaga kesehatan, hal tersebut

dilakukan demi kenyamanan pasien dalam melakukan pengobatan. Karena ketika semua orang

mengetahui tentang keadaan pasien, tentunya hal tersebut menimbukan ketidaknyamanan dari

dalam diri pasien bahkan rasa malu atas kondisi pasien tersebut sehingga pasien merasa hal

tersebut membuat kerugian secara immaterial bila hal yang disebutkan itu terjadi.

Selanjutnya, yaitu hak untuk menuntut ganti kerugian tercantum dalam Pasal 58 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu:

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian

dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

Hak tersebut dapat dilakukan oleh pasien yang mengalami kerugian akibat dar i pengobatan

yang dijalaninya. Akibat tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian yang dilakukan

akupunkturis misalnya tidak melakukan metode pengobatan sesuai dengan standar bahkan

melanggar hak-hak pasien yang telah disebutkan sebelumnya.

46

Veronika Komalawati, Op.Cit, hlm.110-111.

repository.unisba.ac.id

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

50

Namun, ketika tenaga kesehatan melakukan kelalaian atau kesalahan, pasien tidak secara

langsung membawa perkara tersebut ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi. Akantetapi dalam

hal ini harus diselesaikan secara mediasi terlebih dahulu, sesuai dengan yang diatur da lam Pasal

29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi:

“Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,

kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.”

b. Hak pasien menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

Hak yang pertama tercantum dalam Pasal 13Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional, yang berbunyi :

“Pengobat tradisional hanya dapat dilakukan apabila:

(a) Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diakui di Indonesia.

(b)Aman dan bermanfaat bagi kesehatan. (c) Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

(d)Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat.”

Dalam hal ini pasien berhak untuk mendapatkan pengobatan yang tidak membahayakan

keselamatannya dengan mendapatkan pengobatan yang sesuai kaidah yang berlaku. Selain itu

dalam menjalani pengobatan yang dilakukan metode yang digunakan harus aman bagi pasien dan

efeknya memberikan manfaat terhadap kesehatan serta tidak bertentangan dengan upaya

peningkatan kesehatan dan norma dan nilai hidup masyarakat

Hak yang selanjutnya terdapat dalam Pasal 22 Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional, yang berbunyi:

repository.unisba.ac.id

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

51

“Pengobat tradisional yang tidak mampu mengobati pasiennya atau pasien dalam keadaan

gawat darurat, harus merujuk pasiennya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat.”

Hak tersebut adalah hak untuk mendapatkan kesempatan dengan pendapat kedua yang

diberikan kepada pasien agar pasien tersebut memperoleh kesehatannya dengan pelayanan

kesehatan yang dirujuk ketika pengobatan pertama yang dilakukannya tidak berhasil atau tidak

memberikan manfaat apapun

c. Kewajiban Pasienmenurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan

Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

berbunyi:

“Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.”

Setelah pasien selesai melakukan pengobatan dan dirasa bahwa pengobatan tersebut aman dan

bermanfaat ataupun bahkan hak-hak pasien terpenuhi maka tenaga kesehatan tersebut memiliki

hak untuk mendapatkan imbalan terhadap jasa pelayanan kesehatan yang sudah dilakukan. Hak

akupunkturis tersebut merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pasien untuk memenuhi hak

akupunkturis tersebut. Karena hak tenaga kesehatan merupakan kewajiban dari pasiennya.

Dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, dijelaskan bahwa:

“(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. (2) penggunaan alat teknologi yang dimaksud pada ayat 1 harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan

keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.”

repository.unisba.ac.id

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

52

Ini berarti pengobat tradisional dalam hal akupunkturis, memiliki hak untuk menggunakan

alat atau teknologi lainnya untuk menunjang metode penyembuhan yang akan di lakukan. Dalam

penggunaan alat tersebut tentunya harus ada izin dari Kolegium Akupunktur Indonesia setelah

akupunkturis menyelesaikan pelatihan yang ditempuh terlebih dahulu agar dalam menggunakan

peralatan dan teknologi yang dipakai sesuai dengan standar pelayanan kesehatan di bidang

akupunktur.

Dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, dijelaskan bahwa:

“(1) Masyarakat diberi kesempatan yang seluas- luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat

dipertanggungjawabkan manfat dan keamanannya. (2) Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan

didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat.”

Dalam hal ini, masyarakat yang diberi kesempatan untuk mengembangkan dan

meningkatkan pelayanan kesehatan tradisional adalah seorang tenaga kesehatan dalam hal ini

akupunkturis. Akupunkturis diberikan hak untuk mengembangkan metode yang dilakukannya

akan tetapi harus mempertanggungjawabkan manfaat dan keamanan dari metode yang

dikembangkan yang tentunya sudah diatur dan mendapat pengawasan dari pemerintah untuk

melindungi kepentingan, keamanan dan perlindungan terhadap masyarakat.

Karena Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan mencantumkan hak

akupunkturis, maka hal tersebut secara otomatis merupakan kewajiban dari pasien. Dalam hal

akupunkturis memberikan suatu metode untuk kesembuhan pasiennya dengan aman dan

manfaatnya dirasakan oleh pasien, maka pasien berkewajiban untuk memberikan imbalan

terhadap jasa pelayanan kesehatan yang telah dilakukan.

repository.unisba.ac.id

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

53

d. Kewajiban Pasien menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional

Di dalamKeputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan Pengobatan Tradisional tidak tercantum

secara jelas kewajiban pasien. Namun, tercantum salah satu hak dari akupunkturis.Di dalam

pasal 18 tercantum bahwa:

a. Pengobat tradisional dapat memberikan : a. obat tradisional yang diproduksi oleh industri obat tradisional (pabrikan) yang

sudah terdaftar serta memiliki nomor pendaftaran

b. obat tradisonal racikan b. Pengobat tradisional dapat memberi surat permintaan tertulis obat tradisional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pasien.

Artinya, dalam pasal tersebut menyatakan bahwa akupunkturis memiliki hak untuk

memberikan obat tradisional yang diproduksi oleh industri obat tradisional maupun obat

tradisional racikan kepada pasien. Hak akupunkturis secara langsung merupakan Kewajiban

Pasien, apabila dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa akupunkturis mendapat hak untuk

memberikan obat, maka pasien berkewajiban untuk memberikan keterangan yang sejujur-

jujurnya tentang penyakit dan perjalanan penyakitnya kepada akupunkturis. Hal tersebut

dilakukan agar ketika dalam pengobatannya pasien membutuhkan obat, akupunkturis tidak salah

memberikan obat karena kondisi setiap pasien berbeda dan memiliki riwayat alergi dengan bahan

obat tertentu. Disamping itu pula pasien berkewajiban untuk mematuhi tenaga kesehatan.

Misalnya, ketika akupunkturis memberikan obat dan menginformasikan dosis pemakaian, maka

pasien berkewajiban untuk mematuhi apa yang diinstruksikan akupunkturis demi kesehatan

pasien itu sendiri. Dan yang terakhir yaitu pasien berkewajiban untuk ikut menjaga kesehatannya

sendiri, hal tersebut dilakukan dengan cara menjaga pola hidup agar tetap sehat, karena

repository.unisba.ac.id

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

54

meskipun pasien dalam pengobatan akan tetapi tidak menjaga kesehatannya kemungkinan untuk

sembuh akan lebih lama.

E. Lafal Sumpah Akupunkturis dan Kode Etik Akupunkturis

Lafal sumpah atau janji akupunkturis di Indonesia di ucapkan pada saat penerimaan sertifikat

atau ijazah akupunktur yang bertepatan dengan pelepasan pendidikan akupunktur. Berikut adalah

isi dari sumpah atau janji akupunkturis:

1. Sumpah / janji Akupunkturis Indonesia

” DEMI TUHAN YANG MAHA KUASA, SAYA BERSUMPAH/ BERJANJI: 1) Bahwa saya sebagai Akupunkturis Indonesia akan melakukan tugas saya demi

kemanusiaan dengan sebaik-baiknya menurut Undang-Undang Negara Republik

Indonesia.

2) Bahwa saya melakukan tugas, wajib memegang teguh rahasia profesi, kecuali jika saya

harus memberikan keterangan kesaksian atas permintaan pengadilan menurut undang-

undang.

3) Bahwa saya wajib menjunjung tinggi martabat dan kode etik Akupunkturis Indonesia.

SEMOGA TUHAN YANG MAHA KUASA SENANTIASA MEMBERI RAHMAT

DAN PERLINDUNGANNYA KEPADA SAYA.”47

47

http://kursusakupunkturyapeptri.blogspot.com, d iakses Rabu, tanggal 31 Desember 2014, pada pukul

20.15 WIB di Bandung.

repository.unisba.ac.id

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

55

2. Kode Etik Akupunturis Indonesia

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, tenaga akupunktur harus menerapkan kode

etik akupunkturis yaitu :48

1) Seorang akupunkturis adalah insan yang beragama dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

2) Seorang akupunkturis membaktikan keahliannya untuk kepentingan kemanusiaan.

3) Seorang akupunkturis selalu melakukan profesinya berdasarkan atas pengabdian kepada

negara dan bangsa Indonesia.

4) Seorang akupunkturis dalam menjalankan profesinya tidak melanggar sopan santun dan

susila sesuai dengan martabat kemanusiaan yang luhur.

5) Seorang akupunkturis lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan

pribadi dalam melakukan profesinya.

6) Seorang akupunkturis diharapkan melaporkan penemuan barunya yang berhubungan

dengan akupunktur kepada organisasi profesinya.

7) Seorang akupunkturis selalu memelihara saling pengertian dan kerjasama sebaik-baiknya

dengan aparat pemerintah di bidang kesehatan dan bidang lainnya.

8) Seorang akupunkturis senantiasa melindungi hidup makhluk insan.

9) Seorang akupunkturis mengutamakan kesehatan penderita, tanpa terpengaruh oleh

kedudukan sosial, suku, politik, agama, dan kepercayaan.

10) Seorang akupunkturis wajib bersifat dan bersikap tulus ikhlas dan menggunakan seluruh

ilmu pengetahuannya dalam melayani pasien.

11) Seorang akupunkturis wajib berkonsultasi/merujuk dengan tenaga ahli lainnya apabila

tidak mampu melakukan pengobatan.

48

paksi.wordpress.com ,diakses Rabu, tanggal 31 Desember 2014, pada pukul 20.15 WIB di Bandung.

repository.unisba.ac.id

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

56

12) Seorang akupunkturis wajib merahasiakan segala yang diketahuinya tentang seorang

pasien dalam rangka keahliannya.

13) Seorang akupunkturis wajib bersedia memberi bantuan keahliannya apabila diminta oleh

teman sejawat.

14) Seorang akupunkturis memperlakukan teman sejawatnya atas dasar saling harga

menghargai.

15) Seorang akupunkturis wajib memelihara kesehatan dan kerapihan penampilannya agar

dapat melakukan profesi dengan sebaik-baiknya.

16) Seorang akupunkturis selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta setia kepada cita-cita yang luhur.

F. Standar Pelayanan Kesehatan Akupunktur

Dalam upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang

berkualitas, termasuk dalam hal pelayanan kesehatan alternatif, maka diperlukan pelayanan

kesehatan akupunktur yang berkualitas dan pelaksanaannya sesuai dengan etika serta prinsip

manfaat dan keamanan yang dipegang teguh. Disamping itu dengan makin meningkatnya

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta penyesuaian dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan akupunktur

yang telah berjalan perlu lebih dioptimalkan agar dapat memberi rasa aman bagi pelaksana

pelayanan maupun masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tersebut. 49

49

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Standar Pelayanan Medik Akupunktur, Direktorat Bina

Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer, Jakarta, 2011, h lm. 1 -2

repository.unisba.ac.id

Page 41: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

57

Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan

akupunktur sebagai acuan dalam melaksanakan jenis pelayanan kesehatan alternatif yang

terjamin keamanan, kualitas, serta manfaat pengobatannya. Dalam standar pelayanan kesehatan

akupunktur terdapat tiga standar pelayanan, yaitu yang pertama standar sumber daya manusia

yang meliputi : standar kompetensi akupunktur, standar ketenagaan akupunktur dan standar

perilaku tenaga akupunktur , yang kedua standar sarana yang meliputi: standar ruangan

pelayanan medik akupunktur primer, standar ruangan pelayanan medik akupunktur sekunder

serta standar ruangan pelayanan medik akupunktur tersier dan standar peralatan yang meliputi:

peralatan pelayanan akupunktur di fasiltas pelayanan primer dan peralatan pelayanan akupunktur

di fasilitas pelayanan sekunder dan tesier, serta yang ketiga yaitu standar pelayanan yang

meliputi: pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik primer oleh tenaga ahli madya

akupunktur dan dokter umum plus, pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik sekunder

(spesialistik) dan pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik tersier (subspesialistik).50

1. Standar Sumber Daya Manusia

1) Standar Kompetensi Akupunktur

Standar kompetensi akupunktur adalah suatu penilaian kemampuan tentang pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh akupunkturis untuk melakukan pekerjaan

secara efektif dalam bidang akupunktur dan telah mendapat kewenangan dari Kolegium

Akupunktur Indonesia dalam bentuk sertifikat kompetensi.

Standar Kompetensi Pendidikan Akupunktur.

1. Tingkat Pendidikan : Dokter Spesialis Akupunktur

Bentuk Pendidikan : Formal terstruktur 88 SKS

50

Ibid, hlm. 5-12

repository.unisba.ac.id

Page 42: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

58

Peralatan :

(1) Perlengkapan pemeriksaan medis

(2) perlengkapan akupunktur :

a. Alat rangsang mekanik (jarum dalam berbagai jenis ukuran)

b. Alat rangsang termik (Moksa silinder, moksa kerucut, TDP)

c. Alat rangsang listrik (elektro akupunktur stimulator, elektro akupunktur voll microwave,

kirlian fotografi)

d. Alat rangsang magnet

e. Alat rangsang gelombang sinar (infra red, laser)

f. Alat rangsang gelombang suara (ultrasound)

g. Alat neurometer

h. Alat rangsang aquapunktur

i. Alat akupunktur bedah minor

Fasilitas : Rumah Sakit Kelas A, B, C, D dan Puskesmas

2. Tingkat Pendidikan : Dokter Umum Plus Akupunktur

Bentuk Pendidikan : Kursus nonformal 150-200 jam Terakreditasi, 18 SKP, IDI

Peralatan :

(1) Perlengkapan pemeriksaan medis

(2) perlengkapan akupunktur :

a. Alat rangsang mekanik (jarum dalam berbagai jenis ukuran)

b. Alat rangsang termik (Moksa silinder, moksa kerucut, TDP)

c. Alat rangsang listrik (elektro akupunktur stimulator)

d. Alat rangsang magnet

repository.unisba.ac.id

Page 43: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

59

Fasilitas : Rumah Sakit kelas C, D dan Puskesmas

3. Tingkat Pendidikan : Tenaga Ahli Madya Akupunktur

Bentuk Pendidikan :Pendidikan formal terstruktur 110-120 SKS

Peralatan :

(1) Perlengkapan pemeriksaan medis (ada, tetapi tidak dapat untuk menegakkan diagnosis

kedokteran)

(2) Perlengkapan akupunktur :

a. Alat rangsang mekanik (jarum dalam berbagai jenis ukuran)

b. Alat rangsang termik (Moksa silinder, moksa kerucut, TDP)

c. Alat rangsang listrik (elektro akupunktur stimulator)

d. Alat rangsang magnet

Fasilitas : Puskesmas (sebagai terapis), Rumah sakit (sebagai asisten dokter plus atau

dokter Sp.Ak)

2) Standar Ketenagaan Akupunktur

a. Seluruh tenaga pelayanan kesehatan akupunktur medik harus memiliki sertifikat kompetensi

di bidang akupunktur medik

1. Dokter spesialis akupunktur medic memiliki sertifikat kelulusan dari pendidikan dokter

spesialis, memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sebagai

dokter spesialis akupunktur.

2. Dokter umum plus memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga kursus yang

kurikulumnya telah di akui oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kolegium

Akupunktur Indonesisa (KAI) serta lulus ujian kompetensi.

repository.unisba.ac.id

Page 44: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

60

3. Ahli Madya Akupunktur memiliki sertifikat pendidikan formal dari Univers itas

penyelenggara pendidikan (pendidikan setara Diploma III)

b. Pada fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas, yang melakukan pelayanan kesehatan

akupunktur medik, adalah:

1. Ahli Madya Akupunktur (D III-Akupunktur) sebagai asisten dokter

2. Dokter umum yang telah mengikuti kursus akupunktur

3. Dokter spesialis akupunktur medik sebagai konsultan yang telah teregistrasi

c. Pada fasilitas pelayanan medik akupunktur sekunder dan tertier, pelayanan medik

dilakukan oleh:

1. Dokter spesialis akupunktur medic yang telag teregistrasi

2. Ahli Madya Akupunktur (D III-Akupunktur) sebagai asisten dokter

3) Standar Perilaku Tenaga Akupunktur

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan akupunktur medik, setiap tenaga diharapkan

menerapkan kode etik profesi, dan semua tenaga mempunyai sikap dan perilaku perorangan

sebagai berikut:

a) Jadikan pelayanan pasien sebagai perhatian utama

b) Layani setiap pasien dengan sopan dan penuh perhatian

c) Hargai hak pribadi dan kehormatan pasien

d) Dengarkan dan perhatikan keluhan pasien

e) Berikan informasi kepada pasien sesuai tingkat pemahamannya

f) Berikan hak kepada pasien untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dalam melayani

mereka

repository.unisba.ac.id

Page 45: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

61

g) Jaga pengetahuan profesi dan tingkatkan keterampilan

h) Sadari batas kompetensi profesi

i) Jujur dan dapat dipercaya

j) Menghormati dan menjaga rahasia

k) Pastikan keyakinan pribadi tidak mempengaruhi pelayanan pasien

l) Bertindak cepat dan tepat serta merujuk pasien untuk menghindarkan pasien dari resiko yang

tidak diharapkan apabila kemampuan dan keterampilan anda tidak memadai

m) Masing-masing tenaga kesehatan bekerja sesuai dengan kompetensi kewenangannya

n) Kerjasama tim memberikan pelayanan prima bagi pasien

2. Standar Sarana dan Peralatan

Agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan akupunktur medik yang prima, fasilitas

pelayanan medik akupunktur harus memiliki sarana, prasarana, dan peralatan yang aman, akurat,

dan handal, serta memenuhi persyaratan desain disamping memiliki prosedur tetap penggunaan

peralatan dengan memperhatikan keamanan dan melakukan kendali mutu.

1) Sarana

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat menyelnggarakan pelayanan kesehatan akupunktur

medik adalah:

a) Rumah Sakit kelas A, B, C, dan D

b) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

c) Balai pengobatan umum atau swasta

d) Praktik bersama dokter spesialis

repository.unisba.ac.id

Page 46: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

62

e) Praktik bersama dokter umum

f) Klinik

Fasilitas pelayanan kesehatan dapat langsung memberikan pelayanan kesehatan akupunktur

medik asalkan ada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Pelayanan

kesehatan akupunktur yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilaporkan

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat sebagai salah satu bentuk pelayanan

kesehatan tradisional, alternatif, dan komplementer. Format pelaporan mengikuti format

instrument data Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer (Yankes Tradkom) yang ada di

Kabupaten/Kota/Puskesmas.

Fasilitas pelayanan medik akupunktur harus memenuhi standar ruangan sebagai berikut:

a. Standar ruangan pelayanan medik akupunktur primer

1. Ruang pemeriksaan pasien

2. Ruang tindakan akupunktur, minimal dua

b. Standar ruangan pelayanan medik akupunktur sekunder

1. Ruang pemeriksaan pasien

2. Ruang tindakan akupunktur, minimal enam

3. Ruang pemeriksaan akupunktur spesialistik

4. Ruang tindakan akupunktur spesialistik

5. Ruang pertemuan atau ruang kuliah

6. Ruang kepala dan dokter spesialis akupunktur

7. Ruang administrasi

c. Standar ruangan pelayanan medik akupunktur tersier

repository.unisba.ac.id

Page 47: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

63

1. Ruang pemeriksaan pasien

2. Ruang tindakan akupunktur, minimal sepuluh

3. Ruang pemeriksaan akupunktur subspesialistik

4. Ruang tindakan akupunktur subspesialistik

5. Ruang pertemuan atau ruang kuliah

6. Ruang kepala dan dokter spesialis akupunktur

7. Ruang administrasi

2) Peralatan

Agar pelayanan medik akupunktur dapat terselenggara dengan baik, maka diperlukan

peralatan-peralatan medis dan nonmedis yang memadai dan memenuhi standar di setiap ruangan

sesuai dengan fungsinya.

Persyaratan umum peralatan medik akupunktur tersebut harus memenihi syarat sterilisasi,

penyimpanan, keamanan, dan pemeliharaan rutin.

A) Peralatan pelayanan akupunktur di fasilitas pelayanan primer minimal harus tersedia

sebagai berikut :

a. Peralatan diagnostik

1. Senter lampu pemeriksaan

2. Perlengkapan diagnostik kedokteran

b. Peralatan pengobatan

1. Jarum halus dalam berbagai ukuran

2. Jarum prisma

3. Jarum kulit

repository.unisba.ac.id

Page 48: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

64

4. Jarum dalam kulit

5. Moksa kerucut

6. Moksa silinder

7. Alat TDP (Thermal Deep Penetration)

8. Alat stimulator listrik

B) Peralatan pelayanan akupunktur di fasilitas pelayanan sekunder dan tersier minimal harus

tersedia sebagai berikut:

a. Peralatan diagnostik

1. Senter lampu pemeriksaan

2. Perlengkapan diagnostic kedokteran

3. Elektroakupunktur diagnostic Voll

4. Neurometer

b. Peralatan pengobatan

1. Jarum halus dalam berbagai ukuran

2. Jarum prisma

3. Jarum kulit

4. Jarum dalam kulit

5. Jarum pisau kecil atau bedah minor

6. Moksa kerucut

7. Moksa silinder

8. Alat TDP (Thermal Deep Penetration)

9. Alat stimulator listrik

10. Alat stimulator ultrasound

repository.unisba.ac.id

Page 49: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

65

11. Alat stimulator laser

3. Standar Pelayanan

1) Pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik primer oleh tenaga ahli madya akupunktur

dan dokter umum plus

a. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)

dan pemeriksaan khusus (pemerinksaan lidah dan nadi)

b. Menegakkan diagnosis kedokteran dan akupunktur

c. Menyusun rencana pengobatan akupunktur, yang meliputi cara pengobatan titik

akupunktur, jenis rangsangan dan lama rangsangan, serta seri pengobatan

d. Menjelaskan kepada pasien pemeriksaan dan tindakan pengobatan yang akan dilakukan

e. Melakukan tindakan asepsis yang diperlukan

f. Merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder bila dipandang perlu

2) Pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik sekunder (spesialistik)

a. Melakukan pemeriksaan dan tindakan akupunktur primer

b. Melakukan penanganan lanjutan pasien yang dirujuk dari fasilitas pelayanan primer

c. Melakukan pemeriksaan dan tindakan akupunktur spesialistik yang meliputi:

1. Akupunktur daun telinga

2. Akupunktur kulit kepala

3. Akupunktur analgesic-anastesi

4. Akupunktur refleksi tubuh

5. Akupunktur INMAS (Intergrative Nauromuscular Accupoint System)

6. Aquapunktur

d. Merujuk pasien yang membutuhkan pemeriksaan dan tindakan akupunktur

repository.unisba.ac.id

Page 50: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

66

3) Pemeriksaan dan tindakan akupunktur medik tersier (subspesialistik)

a. Melakukan pemeriksaan akupunktur primer dan sekunder

b. Menindaklanjuti pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan sekunder

c. Melakukan pemeriksaan dan tindakan akupunktur subspesialistik:

1. Akupunktur subspesialistik Analgesi

2. Akupunktur subspesialistik Imunologi

3. Akupunktur subspesialistik Geriatri

4. Akupunktur subspesialistik Muskuloskeletal

5. Akupunktur subspesialistik Penyakit Dalam

6. Akupunktur subspesialistik Kesehatan Anak

7. Akupunktur subspesialistik Kandungan

8. Akupunktur subspesialistik Urogenitalia Pria

9. Akupunktur subspesialistik Mata dan THT

10. Akupunktur subspesialistik Saraf

G. Kesalahan akupunkturis dalam pelayanan kesehatan

Kesalahan atau begligence menurut Keeton adalah suatu sikap tindak yang oleh masyarakat

dianggap menimbulkan bahaya secara tidak wajar dan mengakibatkan orang lain harus

menanggung resiko dan bahwa sifat resiko itu sedemikian beratnya sehingga seharusnya ia

bertindak dengan cara yang lebih hati-hati. Secara umum, seseorang yang karena kesalahannya

sampai merugikan orang lain, dapat dianggap telah berbuat kesalahan. 51

51

Guwardi J, Malapraktik Medik , FKUI, Jakarta, 1993, h lm.13.

repository.unisba.ac.id

Page 51: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

67

Pengertian kesalahan di sini diartikan secara umum, yaitu perbuatan yang secara objektif

tidak patut dilakukan. Dapat simpulkan bahwa kesalahan dapat terjadi akibat kurangnya

pengetahuan, kurangnya pengalaman dan pengertian, serta mengabaikan suatu peraturan yang

seharusnya tidak dilakukan. Apabila hal tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan, ba ik dengan

sengaja maupun karena kelalaiannya dalam upaya memberikan perawatan atau pelayanan

kesehatan kepada pasien, maka pasien atau keluarganya dapat meminta pertanggungjawaban

pada tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Dalam pertanggungjawaban karena kesalahan ini, pihak yang dirugikan (pasien) harus

membuktikan adanya kesalahan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan. Namun karena

tindakan yang dilakukan hanya menyangkut kewajiban untuk berupaya, maka sulit untuk

membuktikan kesalahan atau kelalaian dan sikap kurang hati-hati. Kewajiban berupaya itu

didasarkan pada suatu standar profesi medis yang ditentukan oleh kelompok profesi itu sendiri

dan penilaian terhadap penyimpangannya hanya dapat dilakukan oleh mereka. Jadi pasien tidak

mempunyai cukup informasi untuk membuktikannya. Karenanya, kelompok profesi itu harus

memiliki kesadaran hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya demi kehormatan profesi itu

sendiri.52

Dalam pengobatan akupunktur pertanggungjawaban profesi akupunkturis meliputi

pertanggung jawaban etik, pertanggung jawaban perdata, dan pertanggung jawaban pidana yang

akan di tulis oleh penulis dalam pembahasan selanjutnya mengenai tanggung jawab

akupunkturis.

52

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen , Grasindo, Jakarta, 2006, hlm.72.

repository.unisba.ac.id

Page 52: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

68

H. Tanggungjawab akupunkturis jika tejadi kesalahan atau ke lalaian dalam

menjalankan praktik pengobatan

1. Prinsip-prinsip Pertanggungjawaban

Arti tanggung jawab itu sendiri adalah keadaan cakap menurut hukum baik orang atau badan

hukum, serta mampu menanggung kewajiban terhadap segala sesuatu yang dilakukan. Setiap

orang bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya, tanggung jawab muncul apabila

seseorang tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya dan merupakan hak di pihak

lainnya.53 Secara umum, terdapat prinsip-prinsip tanggung jawab yang dapat dibedakan sebagai

berikut:54

1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Unsur Kesalahan (Liability Based On Fault)

Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas unsure kesalahan (liability based on fault) adalah

prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, Pasal

1365, 1366, 1367 prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat

dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.

Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum

mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok yaitu: adanya perbuatan, adanya unsur

kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan

kerugian.

2. Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumtion of liability)

Adanya prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak

bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik

53

Nusye Ki Jayanti, Penyelesaian Hukum dalam Malapraktik Kedokteran , Buku Kita, Jakarta, 2009,

hlm.23. 54

Shidarta, Loc.Cit.

repository.unisba.ac.id

Page 53: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

69

(omkering van bewijslas) diterima dalam prinsip tersebut.Dasar pemikiran dari teori pembalikan

beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat

membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah

yang lazim dikenal dalam hukum pidana.

3. Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab (Presumption of non-liability)

Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi

konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya common sense dapat

dibenarkan.

4. Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)

Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolute

(absolute liability) kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi

diatas. Ada pendapat yang mengatakan strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang

menetapka kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-

pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan

force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan

tidak ada pengecualian. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan

keduanya pada ada atautidak adanya hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab

dan kesalahannya. Pada strict liability hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability

hubungan itu tidak selalu ada. Maksudnya, pada absolute liability dapat saja si tergugat yang

dimintai pertanggungjawaban itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam

kasus bencana alam).

repository.unisba.ac.id

Page 54: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

70

5. Pembatasan Tanggung Jawab

Adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan ia sangat disenangi oleh pelaku usaha

untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip

tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku

usaha.

2. Tanggung Jawab Akupunkturis Berdasarkan KUH Perdata

Dalam hukum perdata dikenal dua dasar hukum bagi tanggung jawab hukum (liability), yaitu:

1) Tanggung Jawab berdasarkan wanprestasi atau cedera janji atau ingkar janji sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata

2) Tanggung Jawab berdasarkan perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 1365 KUH Perdata

Dilihat dari objek perjanjian antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik,

perjanjian itu dapat digolongkan sebagai Inspanningsverbintenis atau yang dikenal dengan

perikatan upaya. Dalam konsep ini tenaga kesehatan berkewajiban melakukan segala daya upaya

secara maksimal. Ia tidak berkewajiban untuk menghasilkan sesuatu hasil tertentu seperti pada

perjanjian yang disebut dengan perjanjian Resultaatverbintenis. Jadi, disini tenaga kesehatan

memberikan jasa pelayanan perawatan medis dengan penuh kesungguhan dan mengerahkan

semua kemampuannya sesuai dengan standar pelaksanaan profesi. Jika dilakukan penyimpangan

terhadap standar pelaksanaan profesi ini, secara hukum tenaga kesehatan dapat digugat melalui

wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.55

55

Bahder Johan Nasution, Op.Cit, hlm.15.

repository.unisba.ac.id

Page 55: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

71

Ajaran mengenai wanprestasi atau cedera janji dalam hukum perdata dikatakan, bahwa

seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila:56

1) Tidak melakukan apa yang disepakati untuk dilakukan;

2) Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;

3) Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan;

4) Melakukan sesuatu yang menurut hakikat perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dari keempat unsur yang ada, yang berkaitan dengan contoh kasus yaitu unsure ketiga,

sebab dalam transaksi terapeutik yang harus dipenuhi adalah upaya penyembuhan dengan

kesungguhan. Dengan demikian apabila pasien atau keluarganya mengajukan gugatan

berdasarkan wanprestasi, pasien harus membuktikan bahwa pelayanan kesehatan yang

diterimanya tidak sesuai dengan kesepakatan atau menggunakan teknik pengobatan secara keliru

dan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.

Dasar hukum yang kedua untuk melakukan gugatan adalah perbuatan melawan hukum.

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak

terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang juga

timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu. 57 Hal

tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut.”

56

Ibid. 57

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen , Cetakan kedua, Diapit Media, Jakarta, 2002, hlm.77.

repository.unisba.ac.id

Page 56: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

72

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melawan

hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena

salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga)

kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:58

1) Perbuatan melawan hukum karena kesengsajaan

2) Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesenga jaan atau kelalaian)

3) Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:59

1) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365

KUHPerdata yaitu :

“ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang memebawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

itu.”

2) Tanggung jawab dengan unsur kelalaian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366

KUHPerdata yaitu:

“ Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-

hatinya.”

3) Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan atau kelalaian) sebagaimana terdapat dalam

Pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

58

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cetakan pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h lm.3. 59

Ibid, h lm.3.

repository.unisba.ac.id

Page 57: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

73

“ Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah

pengawasannya.”

Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad

diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang

timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban

hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran yang sempit sama sekali

tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum,

suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut

adalah bertentangan dengan hal-hal yang diwajubkan oleh moral atau pergaulan masyarakat.

Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge

Raad tanggal 31 Januari 1919, antara lain sebagai berikut:60

“Bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) diartikan suatu perbuatan

atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik pergaulan hidup

terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian bagi orang lain, berkewajiban membayar ganti rugi.”

Dengan meninjau perumusan luas dari perbuatan melawan hukum, maka yang termasuk

perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan:

1) Bertentangan dengan hak orang lain, atau

2) Bertentangan dengan kewajiban hukum itu sendiri, atau

60

MA Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Cetakan kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982,

hlm.25-26.

repository.unisba.ac.id

Page 58: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

74

3) Bertentangan dengan kesusilaan, atau

4) Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat

mengenai orang lain atau benda.

Di dalam contoh kasus yang telah disebutkan, untuk mengetahui apakah kasus tersebut

merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak dilihat dari tindakan yang dilakukan memenuhi

unsur diatas atau tidak. Namun ternyata dalam kasus tersebut tidak memenuhi unsur-unsur

perbuatan melawan hukum namun termasuk wanprestasi karena akupunkturis melakukan apa

yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Karena itu dalam kasus tersebut

akupunkturis dalam hal pertanggungjawaban didasarkan pada wanprestasi.

3. Tanggung Jawab Akupunkturis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan

Dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) yang telah dibahas dijelaskan bahwa pengobat tradisional

mendapatkan hak untuk menggunakan alat dan teknologi yang akan dipakai. Hal tersebut

berhubungan dengan kewajiban dari pengobat tradisional dalam hal ini akupunkturis dalam

melakukan pelayanan kesehatan tradisional dengan keterampilan harus mendapatkan izin ata u

rekomendasi dari asosiasi akupunkturis terlebih dahulu agar dapat melakukan pengobatan serta

menggunakan alat atau teknologi yang dipakai. Akupunkturis berkewajiban untuk memiliki izin

terhadap praktek pengobatan yang akan dilakukan agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat

dan keamanannya dan tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat.

Kemudian, dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) yang sudah dicantumkan diatas masyarakat

yang diberi kesempatan dalam hal ini akupunkturis mendapatkan hak untuk mengembangkan

metode pengobatan dalam pelayanan kesehatan yang akan dilakukan. Namun, pengobat

tradisional yaitu akupunkturis berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan manfaat dan

repository.unisba.ac.id

Page 59: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

75

keamanan terhadap pengembangan atau peningkatan dari metode pengobatan yang akan

dilakukan karena akupunkturis berkewajiban seperti tenaga kesehatan lainnya yaitu harus

bertindak sesuai dengan standar profesi medis atau menjalankan praktek pengobatannya secara

layak untuk keamanan dan keselamatan pasien.

Apabila pasien dalam mendapatkan pengobatannya tidak mendapatkan keamanan bahkan

tidak selamat, maka akupunkturis telah melakukan suatu pelanggaran dan harus

bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan. Dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 36 Tentang Kesehatan memberikan hak untuk menuntut ganti rugi akibat kesalahan atau

kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dalam pasal tersebut tercantum bahwa:

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian

dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

Untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat maka akupunkturis mendapatkan

sanksi yang sudah diatur dalam Pasal 191 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan yaitu :

“Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 (1) sehingga

mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus

juta rupiah).”

4. Tanggung JawabAkupunkturis berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/2003 Tentang Penyelenggaan

Pengobatan Tradisional

Dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisinal

tercantum bahwa:

repository.unisba.ac.id

Page 60: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

76

“(1) pengobat tradisinal harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya. (2) informasi sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 diberikan secara lisan yang mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan pengobatan yang dilakukan”

Dalam hal ini akupunkturis berkewajiban untuk menghargai hak-hak pasien, salah

satunya hak untuk mendapatkan informasi secara jelas dan lengkap terlebih dahulu. Sebelum

melakukan pengobatan, akupunkturis berkewajiban untuk memenuhi hak pasien tersebut dengan

tidak memberikan informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan (2)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang

Penyelenggaraan Pengobatan Tradisinal yang berbunyi:

“(1) Pengobat tradisional dilarang mempromosikan diri secara berlebihan dan memberikan

informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 antara lain

meliputi : a. Penggunaan gelar-gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. Menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit; c. Menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat

izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimilikinya.”

Apabila pasien dalam mendapatkan pengobatannya tidak mendapatkan informasi yang jelas,

tetapi mendapatkan informasi yang menyesatkan sehingga merugikan pasien maka akupunkturis

telah melakukan suatu pelanggaran dan harus bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan.

Untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat maka akupunkturis dapat dilaporkan

melauiupaya hukum yang dilakukan oleh pasien yaitu melaporkan hal tersebut kepada Dinas

Kesehatan setempat. Kepala Dinas Kesehatan akan segera melakukan tindakan administratif

terhadap akupunkturis tersebut yang sudah tercantum dalam Pasal 33 Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan

Pengobatan Tradisional, yaitu:

repository.unisba.ac.id

Page 61: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGOBATAN …

77

“(1) Dalam rangka pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melakukan tindakan administratif terhadap pengobat tradisional yang melaksanakan kegiatan yang tidak

sesuai dengan ketentuan dalam keputusan ini. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan STPT dan

SIPT; d. penghentian sementara kegiatan; dan e. larangan melakukan pekerjaan sebagai pengobat tradisional.

Selain tindakan administratif, sanksi lainnya berlaku untuk akupunkturis yang melakukan

kesalahan tersebut, yaitu yang tercantum dalam Pasal 35 Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisinal

yaitu:

“Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana ditetapkan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.”

Ini berarti bahwa akupunkturis yang melakukan pelanggaran dapat dipidana sesuai

dengan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu :

“Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang

menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

repository.unisba.ac.id