Upload
haidar-shiddiq
View
214
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
semoga bermanfaat
Citation preview
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus Chikungunya (CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
(Arthropod –borne virus/ mosquito-borne virus). Virus Chikungunya
termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae. Virus Chikungunya adalah
Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa spesies
nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus
ini termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan
famili Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B”
arthrophod- borne viruses (flavivirus).
3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB
Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI
Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB
Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan
Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan
Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi
KLB Chikungunya pada beberapa provinsi dengan 149.526 kasus tanpa
kematian.
3.2.1 Penyebaran
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada
daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat
perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan
kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di
Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering
terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya
sering terjadi di daerah sub urban.
1
3.2.2 Vektor Penular Chikungunya
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa
berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.
Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa -
nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ±
2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa)
berlangsung antara 2–4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi
nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan.
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat
yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah
serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-
hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc,
dan ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-
hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap
semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan
air kulkas/dispenser, barang- barang bekas (contoh : ban,
kaleng, botol, plastik, dll).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang
dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.
2
3.2.3 Siklus Hidup Vektor
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan
air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap
meregang menjadi kaku,sehingga nyamuk mampu terbang
mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan
tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan
yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai
darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah
diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai
dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya
bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan
siklus gonotropik.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi
dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00
dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap
darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada
tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah,
berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air,
kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi
jentik/larva dalam waktu ±2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina
dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur itu di tempat
3
yang kering (tanpa air) dapat bertahan ±6 bulan, jika tempat-
tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat.
Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40
meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di
daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas
baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat
hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dpl.
Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah,
sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.
Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat
karena telur- telur yang tadinya belum sempat menetas akan
menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan
keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi
tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat
menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam
Chikungunya.
Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan
penyakit Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.
Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya
adalah:
a. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
4
b. Sanitasi lingkungan yang buruk.
c. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk
(sanitasi lingkungan yang buruk)
3.3 Mekanisme Penularan
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor
namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari
setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7
hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit
3.4 Gejala Klinis
1. Demam
Pada fase akut selama 2-3 hari selanjutnya dilanjutkan dengan
penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk
kurva “Sadle back fever” (Bifasik). Bisa disertai menggigil dan muka
kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri di
belakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (conjunctival
injection).
2. Sakit persendian
Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama
muncul sebelum timbul demam. Nyeri sendi dapat ringan (arthralgia)
sampai berat menyerupai artritis rheumathoid, terutama di sendi –
sendi pergelangan kaki (dapat juga nyeri sendi tangan) sering
5
dikeluhkan penderita. Nyeri sendi ini merupakan gejala paling
dominan, pada kasus berat terdapat tanda-tanda radang sendi, yaitu
kemerahan, kaku, dan bengkak. Sendi yang sering dikeluhkan adalah
pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku, jari, lutut, dan pinggul.
Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan
ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat
menyerupai Rheumatoid Arthritis.
3. Nyeri otot
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama
pada otot penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher,
daerah bahu, dan anggota gerak. Kadang - kadang terjadi
pembengkakan pada otot sekitar sendi pergelangan kaki (achilles)
atau sekitar mata kaki.
4. Bercak kemerahan (rash) pada kulit
Kemerahan di kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk
makulo- papular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian
anggota gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan
ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada
hari ke 4 - 5 demam. Lokasi kemerahan di daerah muka, badan,
tangan, dan kaki.
5. Kejang dan penurunan kesadaran
Kejang biasanya pada anak karena demam yang terlalu
tinggi, jadi kemungkinan bukan secara langsung oleh penyakitnya.
Kadang-kadang kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan
cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia atau
jumlah sel.
6. Manifestasi perdarahan
Tidak ditemukan perdarahan pada saat awal perjalanan
penyakit walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan
6
gusi pada 5 anak dari 70 anak yang diobservasi.
3.5 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati
adalah Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue
Tabel 3. 1. Manifestasi Utama yang membedakan Chikungunya
dengan Dengue (WHO SEARO, 2009)
Karakteristik yang
membedakan
Demam Chikungunya Demam Dengue
Tanda dan Gejala klinis1. Onset demam Akut Gradual2. Lama demam 1 - 2 hari 5 - 7 hari3. Ruam makulopapular Sering Jarang4. Timbul syok dan
perdarahan masif
Tidak lazim Lazim
5. Nyeri sendi Sering dan bisa lebih
dari
1 bulan
Jarang dan
berlangsung
singkatParameter Laboratorium1. Leukopenia Sering Jarang2. Trombositopenia Jarang Sering
3.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
A. Serologi
Untuk memastikan diagnosis perlu pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari
inokulasi serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA,
pemeriksaan IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA),
pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR),
pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test)
menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) 7
dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing.
Serologi (Deteksi IgM dan atau IgG)
Infeksi Chikungunya juga dapat dideteksi secara serologi dengan
mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah banyak
dikembangkan teknik diagnostik untuk mendeteksi chikungunya secara
serologi diantaranya Haemaglutination, Complement Fixation Test (CFT),
Immuno flourescent assay (IFA), dan Plaque Reduction Neutralization
Testing (PRNT). Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari ke-4 infeksi sampai
beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG dapat dideteksi hari ke-15
sampai beberapa tahun lamanya.
Interpretasi:
a. Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan
diulang 10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang
IgM (+) IgG(-) berarti infeksi akut primer
b. Bila IgM (-)IgG(+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14
hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan
kenaikan titer >4X berarti infeksi sekunder.
c. Bila IgM (+) IgG(+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder
Untuk saat ini untuk pemeriksaan konfirmasi diagnosis
chikungunya dapat dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (BALIT BANGKES), B/BTKL PP, RSPI Soelianti Saroso, Labkesda.
Metode yang digunakan adalah secara deteksi Antibodi (IgM dan atau
IgG), deteksi molekuler (RT-PCR) dan Isolasi virus jika diperlukan.
Spesimen yang digunakan adalah Serum atau Plasma penderita
pada masa akut. Jumlah spesimen yang dibutuhkan untuk
konfirmasi KLB chikungunya adalah 5-10 spesimen dari setiap satuan
KLB (per kecamatan/ per puskesmas). jika jumlah penderita > 10, namun
jika jumlah penderita < 10 maka untuk konfirmasi jumlah spesimen yang
diperiksa jumlah penderita.
8
B. Hematologi rutin
a. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
Biasanya dijumpai Hb normal atau anemia bila ada
perdarahan
b. Pemeriksaan Trombosit
Dapat ditemukan Trombositopenia
c. Pemeriksaan Hematokrit
Ht normal atau meningkat bila dengan dehidrasi
d. Pemeriksaan Leukosit
Leukopenia atau juga leukositosis
e. Hitung Jenis Leukosit
Pada hitung jenis bisa dijumpai relatif limfositosis
f. Pemeriksaan Laju Endap Darah
LED meningkat karena adanya infeksi
C. Kimia Klinik
Fungsi hati : SGOT, SGPT dan bilirubin total/direk yang bisa
meningkat bila dijumpai hepatomegali. CK (Creatinin Kinase) yang
meningkat karena adanya nyeri otot.
D. Cara Pengambilan Spesimen
Waktu pengambilan spesimen adalah pada periode :
Akut : 0-8 hari setelah timbul gejala/onset of symptom
Konvalesent : 14 hari setelah gejala/symptom
9
3.6 Patofisiologi
Gambar 3.1 Patofisiologi gejala chikungunya. Dikutip dari: Nature Reviews
Microbiology 8, 491-500 (July 2010) diakses pada: 29-05-2015
Gambar 3.2 Patogenesis gejala chikungunya. Dikutip dari: Nature Reviews
Microbiology 8, 491-500 (July 2010) diakses pada: 29-05-2015
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes SPP Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor
10
namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah
demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation
period) sebelum menimbulkan penyakit.
3.7 Penegakan Diagnosis
Kriteria diagnosis demam chikungunya ditegakan berdasarkan kriteria sebagai berikut (modifikasi klasifikasi who searo, 2009)
a. Kriteria klinis
Demam mendadak > 38,5 dan nyeri persendian hebat (severe athralgia)
dan atau di sertai ruam (rush)
b. Kriteria epidemiologis
Bertempat tinggal atau pernah berkunjung ke wilayah yang sedang ter-
jangkit chikungunya dengan sekurang-kurangnya 1 kasus positif RDT/
pemeriksaan serologi lainnya, dalam kurun waktu 15 hari sebelum tim-
bulnya gejala (onset of symptom)
c. Kriteria laboratoris
Sekurang-kurangnya salah satu diantara pemeriksaan berikut :
- Isolasi virus
- Terdeteksinya RNA virus denagn RT-PCR
- Terdeteksinya antibodi IgM spesifik virus Chikungunya pada sampel
serum
- Peningkatan 4 kali lipat titer IgG pada pasangan sampel yang diambil
pada fase akut dan fase konvalesen (interval sekurang-kurangnya 2-3
minggu)
Berdasarkan kriteria diatas, diagnosis demam chikungunyah digolongkan dalam 3 kategori yaitu
11
a. Kasus tersangka (suspected case/possible case)
Penderita dengan kriteria klinis
b. Kasus probabel (probable case)
Penderita dengan kriteria klinis + kriteria epidemiologis
c. Kasus konfirm (confirmed case)
Penderita dengan kriteria laboratoris
3.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit chikungunya yang paling mendekati adalah demam dengue atau demam berdarah dengue (WHO SEARO, 2009)
Tanda dan gejala klinis Demam chikungunya Demam dengue
Onset demam akut gradual
Lama demam 1-2 hari 5-7 hari
Ruam makulopapular sering jarang
Timbul syook dan perdarahan masif
Tidak lazim lazim
Nyeri sendi Sering dan bisa lebih dari 1 bulan
Jarang dan berlangsung singkat
Parameter laboratorium
leukopenia sering jarang
trombositopenia jarang sering
3.9 Penatalaksanaan
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simptomatis dan suportif.
12
1. Simtomatis
Antipiretik : paracetamol atau asetaminofen (untuk meredakan demam),
analgetik : ibuprofen, naproxen, dan obat anti inflamasi non streroid
(OAINS), aspirin tidak dianjurkan karena adanya risiko perdarahan pada
sejumlah penderita dan risiko timbulnya reye’s syndrome pada anak-anak
dibawah 12 tahun.
2. Suportif
- Tirah baring, batasi pergerakan
- Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat
muntah, keringat dan lain-lain
- fisioterapi
3. pencegahan penularan
penggunaan kelambu selama masa viremia, sejak timbul gejala (onset of
illness) sampai 7 hari.
3.10 Prognosis
Penyakit ini bersifat self limiting disease, tidak pernah dilaporkan
adanya kematian. Keluhan mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti
pada 107 kasus infeksi chikungunya 87,9 % sembuh sempurna, 3,7 % men-
galami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8 % mempunyai persistent
residual joint stiffness, tetapi tidak nyeri, dan 5,6 % mempunyai keluhan
sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi (Kemenkes
RI, 2012).
13