Upload
arsyah82
View
104
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
PEMBAHASAN
Munculnya rekayasa genetika melaluin proses kloning dalam wacana ilmu
pengetahuan saat ini, tidak lain merupakan suatu prestasi tersendiri bagi manusia.
Al Qur’an sendiri telah memberikan himbauan kepada umatnya untuk terus
membaca (iqra’) untuk memberi kemampuan bagi manusia untuk terus meneliti
dan menemukan suatu hal yang terpendam dalam alam semesta yang memang
diciptakan oleh Allah SWT untuk kepentingan umatnya.
Prestasi ilmu pengetahuan yang sampai pada penemuan proses kloning pada
dasarnya merupakan suatu tindakan yang berkaitan dengan pentikapan sebuah
hukum alam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT pada sel-sel tubuh manusia
dan hewan. Hal ini dikarenakan proses pengkloningan telah menyingkap suatu
suatu fakta bahwa pada sel tubuh manusia maupun hewan, terdapat suatu potensi
untuk menghasilkan keturunan, jika kandungan nukleus sel tubuh tersebut
ditanamkan pada sel telur perempuan yang telah dikeluarkan nukleusnya. Maka
sifat kandungan nukleus tubuh itu tidak berbeda seperti sel sperma laki-laki.
Seperti yang telh dipahami selama ini, paham yang bersifat teologi, khusunya
dalam hal ini menurut syariat Islam, maka penilaian terhadap suatu fakta baru
yang muncul di masyarakat lebih dilihat dari segi tujuan atau akibat yang dituju
dari perbuatan yang timbul dari fakta tersebut. Apabila tujuan atau akibat yang
ditimbulkan itu merupakan suatu nilai kebaikan, maka perbuatan itu masih sapat
dinilai sebagai suatu yang mubah atau kebolehan. Begtu pula apabila timbul
keadaan yang sebaliknya, maka lebih baik untuk tidak melanjutkan perbuatan
tersebut.
Ada beberapa pandangan ulama Islam berkaitan dengan permasalahan kloning ini.
Namun sebagian besar dari para ulama tidak membenarkan adanya kloning bagi
manusia, walaupun ada yang berpendapat bahwa sebagian dari kloning untuk
manusia tersebut bersifat mubah untuk alasan tertentu. Namun para ulama
menyatakan kesatuan pendapatnya berkaitan dengan kloning yang dilakukan
terhadap hewan maupun tumnbuhan, adapun aspek yang menjadi sudut pandang
para ulama dalam mentikapi kloning adalah sebagai berikut:
1. Hukum yang berlaku bagi kloning terhadap tumbuhan dan hewan
(memberstripod, 2000).
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa kloning terhadap tumbuhan dan
hewan bersifat mubah. Hukum mubah ini ditetapkan karena melihat pada
tujuan yang diharapkan dari pengkliningan tersebut, yaitu tidak lain untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas hewan dan tumbuhan, karena
dengan adanya pengkloningan ini terdapat suatu upaya untuk
memanfaatkan obat, sehingga menjadikannya sebagai suatu sunnah,
seperti yang telah diriwayatkan dalam HR. Imam Ahmad yang artinya “
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap menciptakan penyakit, maka
Dia juga akan menciptakan obatnya. Maka berobatlah kamu.”
2. Hukum yang berlaku terhadap kloning embrio atau manusia (angelfire,
2007).
Dalam hal pemberlakuan hukum tentang kloning manusia ini, beberapa
ulama membedakannya dalam dua hukum yaitu:
a. Hukum Mubah
Apabila kloning yang dilakukan terjadi pada sel embrio yangb berasal
dari rahim istri atas pertemuan sel sperma suami dengan sel telur istri.
Sel embrio kemudian diperbanyak hingga berpotensi untuk membelah
dan berkembang. Setelah dipisahkan sel embrio itu selanjutnya
ditanamkan ke dalam rahim pemilik sel teklur (istri).
b. Hukum Haram
Apabila sel-sel embrio yang telah dipisahkan itu ditanamkan di rahim
perempuan lainnya, bukan istri. Berbeda dengan sebagian besar ulama islam
lainnya, yang berpendapat apapun dalil yang dikemukakan ulama moderat itu
tidaklah berdasar. Menurut para ulama kloning manusia walaupun dengan alas an
untuk memperbaiki keturunan hukumnya tetap haram. Adapun dalil yang
dikemukakan yakni:
Anak-anak yang didapat dari hasil kloning tidaklah sesuai dengan fitrah manusia,
karena Allah SWT telah menetapkan proses untuk manusia menghasilkan
ketururnan, dalam firmanNya pada surah An-Najm: 45 -46, yang artinya
“……….dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasangan lelaki dan
perempuan dari air mani apabila dipancarkan.”
Bagi umat Islam, pengkloningan manusia merupakan suatu perbuatan keji yang
akan dapat memporakporandakan struktur kehidupan masyarakat. Dengan
demikian, kelahiran dan persenyawaanya melalui pengkloningan manusia
bukanlah termasuk fitrah terutama bila prosesnya terjadi antara laki-laki
BAB IV
PENUTUP
Kemajuan ilmu penhetahuan yang sedemikian rupa pada masa sekarang ini adalah
sebagai suatu manifestasi manusia yang meniadakan peranan Tuhan dalam
mengatur kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan harus tahu sejauh mana
hukumnya dalam membuat penyelidikan agar tidak merugikan manusia itu sendiri
dan agamalah yang mampu menerangkan seharusnya manusia bertindak
sepatutnya agar segala tindakannya itu memberi manfaat dan tidak mendatangkan
mudharat. Tidak dapat diketahui kesan dari pengkloningan manusia dari segi
jangka panjang, namun Islam telah memberikan jawaban bahwa pelaksanaan
kloning manusia tidak seharusnya dilaksanakan. Berdasarkan uraian pembahasan
tentang kloning, maka dapatlah ditarik saran yaitu disarankan agar perlu
dipertimbangkan lagi dalam memandang halal atau haramnya tindakannya untuk
melakukan pengkloningan. Dalam hal ini, dapatlah diajukan beberapa firman
Allah SWT dan juga hadist serta ijtihad ulama untuk memberikan solusi bagi
setiap individu apakah klonong akan tetap diterapkan dalam kehidupan atau tidak.
Adapun firman yang dapat menjadi rujukan antara lain AQ Al Isra’ : 36, AQ At
Tin : 4, dan hadist Rasul yang berbunti :tidak halal bagi seseorang yang beriman
pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain
(vagina istri orang lain” (HR Abu Daud, Al Tirmidzi).