Upload
habao
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kerja Praktek
9
BAB III
DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING
3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan
Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah
udara dengan cara mendinginkan, mengeringkan atau bahkan membersihkan udara
suatu ruangan agar mencapai kondisi nyaman. Ruangan dengan kondisi yang Nyaman
sangat di butuhkan penghuni di dalamnya untuk melakukan suatu aktivitas.
Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai apabila lingkungan kerja disekitarnya
nyaman dan kondusif.
Kondisi perencanaan dalam merancang sistem pengkondisian udara telah
di atur di dalam standar nasional Indonesia. Berdasarkan SNI 6390:2011 untuk
memenuhi kenyamanan termal pengguna bangunan kondisi perancanaan gedung di
wilayah dataran rendah dengan tempratur udara maksimum rata rata sekitar 34°C DB
dan 27°C WB ditetapkan bahwa perencanaan kondisi ruang kerja bertemperatur bola
kering berkisal antara 24°C hingga 27°C ± 1,5°C dengan kelembaban 65% ± 10% .
Untuk dapat mencapai kondisi nyaman ruangan kerja sesuai standar
tersebut maka dibutuhkan suatu sistem pengkondisian udara. Perancangan sistem
pengkondisian udara didasarkan pada estimasi beban pendingin ruangan, sehingga
udara diperoleh sistem pengkondidian udara yang paling sesuai dengan kondisi
ruangan tersebut. Estimasi beban pendingin yang harus dilakukan karena adanya
perubahan kondisi udara di luar gedung yang terus-menerus berubah sepanjang hari.
Pengertian dari beban pendingin adalah laju pengambilan energi panas
oleh mesin pendingin dari udara didalam ruangan. Fungsi dari pengambilan energi
panas tersebut adalah untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara didalam
ruangan agar tetap berada didalam kisaran kondisi yang didinginkan. Untuk
melakukan estimasi beban pendinginan gedung pada perancangan ini, di gunakan
software cooling load estimation Trace® 700 version 6.2.5.1 yang berbasis pada
Laporan Kerja Praktek
10
metode CLTD (Cooling Load Temperature Difference)/CLF (Cooling Load Factor) .
3.2 Siklus Pendingin Kompresi Uap
Siklus pendingin kompresor uap adalah satu siklus perpindahan energi
yang diterapkan pada sebuah mesin pendingin. Mesin pendingin yang menerapkan
siklus pendingin kompresi uap pada umumnya banyak di gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu keuntungan menggunakan siklus kompresi uap adalah tidak
membutuhkan tempat yang relatif besar karena bentuk dan ukurannya yang kompak.
Komponen utama yang terdapat pada siklus ini yaitu kompresor, kondensor,
evaporator dan alat ekspansi. Pada gambar 3.1 berikut dapat dilihat skema sederhana .
Gambar 3.1. skema peralatan pada siklus mesin pendingin kompresor uap
Penjelasan dari proses siklus pendingin kompresi uap adalah sebagai
berikut. Pada proses (1-2), fluida kerja berupa refrigeran memasuki kompresor
sehingga tekanan uap refrigeran akan naik dengan naiknya temperatur uap refrigeran
tersebut. Pada proses (2-3), uap refrigeran akan masuk kedalam kondensor untuk
didinginkan dan terjadilah proses perubahan fasa refrigeran dari uap menjadi cairan.
Proses pendinginan tersebut terjadi akibat adanya pertukaran panas antara uap
refrigeran dengan fluida pendingin biasanya berupa udara sekitar atau air pendingin.
Pada proses (3-4), refrigeran yang sudah berbentuk fasa cair masuk ke alat ekspansi,
di dalam alat ekspansi tersebut tekanan refrigeran di turunkan, sehingga saat
refrigeran keluar dari alat ekspansi refrigeran berfasa campuran cair dan uap, proses
Laporan Kerja Praktek
11
berlangsung pada entalphi konstan. Pada proses (4-1), terjadi proses penguapan
refrigeran. Proses penguapan ini terjadi karena adanya pertukaran panas antara
refrigeran dengan fluida yang didinginkan. Pada saat keluar dari evaporator refrigeran
akan berfasa uap jenuh. Proses selanjutnya refrigeran akan masuk kembali menuju
kompresor, dan begitu seterusnya.
Diagram P-H dari siklus pendingin kompresor uap pada sebuah mesin
pendingin di tunjukan pada Gambar 3.2. Pada diagram tersebut terdapat garis putus-
putus yang menunjukan proses standar dari siklus kompresi uap, dan garis penuh
menunjukkan proses aktual yang berlangsung. Perbedaannya pada siklus aktual terjadi
penurunan tekanan pada peralatan evaporator dan kondensor, serta terjadi kenaikan
entropi pada kompresor.
Gambar 3.2. diagram P-h siklus pendingin kompresi uap ideal dan aktual
Untuk menentukan prestasi dari sebuah mesin pendingin dapat di tentukan
dari nilai Coefficient Of Performance (COP) atau dengan nilai Energy Efficiency
Ratio (EER). Nilai COP adalah perbandingan antara besar laju perpindahan panas
yang terjadi di evaporator (Qev) dibandingkan dengan laju kerja yang di butuhkan
kompresor (Wk) seperti yang di tunjukkan pada Persamaan (3.1). dan nilai EER
adalah perbandingan laju perpindahan panas yang terjadi di evaporator dibandingkan
dengan laju kerja yang di butuhkan seluruh peralatan yang berada pada siklus
kompresi uap (Wp). Peralatan yang di maksud adalah kompresor, fan evaporator, dan
Laporan Kerja Praktek
12
fan condensor. Besarnya nilai EER di tunjukkan pada persamaan (3.2).
(3.1)
(3.2)
Keterangan :
= Coefficient Of Performance
EER = Energy Efficiency Ratio (%)
= Laju Perpindahan Panas Evaporator (KW)
= Laju Kerja Kompresor (KW)
= Laju Kerja Peralatan (KW)
3.3 Langkah-langkah Perhitungan Estimasi Beban Pendingin
Dalam menghitung beban pendinginan gedung terdapat beberapa hal
penting yang perlu diperlakukan diantaranya yaitu:
1. Data spesifikasi bangunan
Data spesifikasi bangunan dapat berupa dimensi bangunan, arah
orientasi bangunan, dan data fisik. Data tersebut dibutuhkan untuk
menyediakan informasi terkait hal-hal perhitungan beban pendingan.
2. Kondisi ruangan dalam
Komdisi ruangan dalam merupakan kondisi temperatur dan
kelembaban yang di tetapkan sedemikian rupa sehingga penghuni
merasa nyaman di dalam ruangan.
3. Kondisi udara luar
Kondisi udara luar merupakan data parameter cuaca berupa temperatur
bola kering (Tdb) dan kelembaban relatif (RH) yang ditetapkan
sebagai acuan dasar perhitungan beban pendingin.
4. Pengelompokan beban pendingin
Laporan Kerja Praktek
13
Secara umum beban pendingin dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu
panas sensibel, panas laten, dan panas total.
5. Perhitungan beban pendinginan
Beban pendingin yang diperhitungkan dalam perhitungan terbagi
menjadi dua bagian, yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban
internal adalah beban panas yang berasal dari dalam ruangan yang
dikondisikan, sedangkan beban eksternal adalah beban panas yang
berasal dari luar ruangan yang di kondisikan.
6. Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendingin
Setelah beban-beban pendinginan tersebut dihitung lalu dilakukan
proses rekapitulasi data berdasarkan kelompoknya sehingga dapat
digunakan sebagai dasar acuan dalam merancang sistem pengkondisian
udara.
3.3.1 Data Spesifikasi Bangunan
Data spesifikasi bangunan berupa data fisik sangat diperlukan dalam
proses perhitungan estimasi beban pendingin. Data fisik tersebut meliputi beberapa
hal seperti lokasi gedung, letak geografis, orientasi gedung, fungsi gedung, material
fisik gedung, koefisien perpindahan panas global gedung, serta denah ruangan dalam
gedung.
3.3.2 Komponen Fisik Gedung dan Koefisien Perpindahan Panas Global
Sebuah gedung memiliki beberapa komponen fisik penyusun dengan
fungsi tertentu. Salah satu fungsi terpenting yaitu sebagai pelindung dari perubahan
cuaca yang terjadi di lingkungan luar sekitar gedung. Tidak hanya melindungi dari
perubahan cuaca tetapi juga melindungi dari pancaran panas matahari yang diterima
sepanjang hari. Komponen fisik gedung tersebut berupa atap, dinding, kaca jendela,
plafon, dan lantai. Karena adanya panas yang diterima oleh gedung sepanjang waktu
setiap harinya maka komponen fisik penyusun gedung akan menyerap energi panas
tersebut dan menghantarkannya ke dalam gedung.
Laporan Kerja Praktek
14
Dengan timbulnya laju perpindahan panas yang terjadi pada masing-
masing komponen fisik gedung menyebabkan perhitungan koefisien perpindahan
panas global suatu komponen fisik penyusun gedung menjadi penting. Hasil
perhitungan koefisien perpindahan panas global tersebut akan menjadi salah satu
faktor dalam perhitungan beban pendinginan yang terjadi. Koefisien perpindahan
panas global merupakan suatu nilai dari penjumlahan hambatan termal konduksi dan
konveksi. Fungsi dari perhitungan tersebut yaitu digunakan untuk mengetahui
besarnya energi panas yang masuk ke dalam gedung.
Semakin besar nilai dari koefisien perpindahan panas global maka akan
semakin besar juga laju energi panas yang terjadi. Hal yang menentukan nilai
koefisien perpindahan panas global adalah bahan-bahan penyusun masing-masing
komponen fisik bangunan. Untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas
global diperlukan data seperti ketebalan (t) dari bahan penyusun, dan nilai
konduksivitas termal bahan (k) yang digunakan untuk menghitung nilai hambatan
termal konduksi (R). Besarnya nilai hambatan termal konduksi (R) ditunjukkan pada
Persamaan (3.3).
(3.3)
Keterangan :
R = Hambatan termal konduksi ( K/W)
t = Ketebalan bahan penyusun (m)
k = Konduktivitas termal bahan penyusun (W/mK)
Setelah mendapatkan nilai hambatan termal konduksi (R) maka nilai
koefisien perpindahan panas global akan didapat. Besarnya nilai koefisien
perpindahan panas global ditunjukkan pada Persamaan (3.4).
(3.4)
Keterangan :
U = Koefisien perpindahan panas global (W/m2K)
Laporan Kerja Praktek
15
R = Hambatan termal konduksi (m2K/W)
Untuk masing-masing komponen fisik penyusun gedung memiliki nilai
koefisien perpindahan panas global tersendiri. Komponen fisik berupa atap, dinding,
plafon, kaca jendela, partisi, dan lantai masing-masing juga memiliki komponen
penyusun yang berbeda beda satu dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan
perhitungan secara rinci untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas global.
Di bagian teratas dari sebuah gedung terdapat dua bagian penyusun yaitu
atap dan plafon atau langit-langit. Atap merupakan penyusun bangunan atas yang
berkontak langsung dengan udara luar dan menyerap energi panas matahari secara
langsung. Sedangkan plafon adalah komponen penyusun gedung di sisi atas berfungsi
untuk membatasi ruangan yang ingin dikondisikan dengan ruangan diatasnya. Data
terkait material penyusun, ketebalan tiap lapisan, dan besarnya koefisien perpindahan
panas global atap akan ditunjukkan pada Tabel 3.2, dan untuk plafon akan
ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.2 Koefisien perpindahan panas global atap
Laporan Kerja Praktek
16
Tabel 3.3 Koefisien perpindahan panas global plafon
Bagian sisi samping gedung terdapat dua komponen fisik penyusun yaitu
dinding, dan kaca jendela. Dinding adalah penyusun bagian sisi terbesar pada sebuah
gedung dan terdiri dari dua bagian yaitu dinding sisi luar (outer wall) serta dinding
sisi dalam (inner wall). Dinding sisi luar (outer wall) merupakan bagian dinding yang
berkontak langsung dengan udara luar, sedangkan untuk dinding sisi dalam (inner
wall) merupakan dinding yang membatasi ruangan dengan ruangan lain. Untuk
dinding sisi dalam (inner wall) dapat juga digunakan sebagai bagian dari partisi di
dalam sebuah ruangan. Partisi adalah bagian dinding yang membatasi antara ruangan
yang dikondisikan dengan ruangan yang tidak dikondisikan. Data terkait material
penyusun, ketebalan tiap lapisan dan besarnya koefisien perpindahan panas global
ditujukkan pada Tabel 3.4.
Laporan Kerja Praktek
17
Tabel 3.4 Koefisien perpindahan panas global outer wall dan inner wall
3.3.3 Kondisi Ruangan Dalam Gedung
Kondisi yang akan dikondisikan pada ruangan di dalam gedung adalah
temperatur dan kelembaban. Menurut SNI 6390:2011 temperatur dan kelembaban
standar untuk mencapai kenyamanan di Indonesia adalah 25,5ºC ± 1,5ºC dan
kelembaban relatif 60% ± 5%.
3.3.4 Kondisi Ruangan Luar Gedung
Parameter cuaca yang diterapkan untuk menentukan kondisi udara di luar
ruangan adalah temperatur bola kering (Tdb) dan kelembaban relatif (RH) udara
setiap bulan. Kondisi udara di luar gedung menurut standar ASHRAE yang diterapkan
pada software cooling load estimation Trace® 700 ditunjukkan pada Tabel 3.6.
Laporan Kerja Praktek
18
Tabel 3.6 Temperatur dan kelembaban relatif udara udara kota Jakarta
3.3.5 Pengelompokan Beban Pendinginan
Beban pendinginan yang harus diatasi oleh peralatan sistem pengkondisian
udara terbagi menjadi tiga komponen utama yaitu beban panas sensibel, beban panas
laten, dan beban panas total. Beban panas sensibel merupakan panas yang dihasilkan
akibat dari adanya perbedaan temperatur antara luar gedung dengan di dalam ruangan.
Beban panas laten merupakan panas yang dihasilkan oleh perubahan fasa uap air yang
terkandung di udaran di dalam ruangan. Sedangkan beban panas total adalah total
akumulasi dari beban panas sensibel dan beban panas laten.
3.4 Perhitungan Beban Pendinginan
Sumber dari beban pendinginan dapat berasal dari dalam maupun luar
ruangan. Beban pendinginan yang berasal dari luar ruangan disebut sebagai beban
eksternal, sedangkan beban pendinginan yang berasal dari dalam ruangan disebut
sebagai beban internal. Dari dua macam kategori beban tersebut dapat dihitung besar
beban pendinginan yang terjadi secara terpisah. Perhitungan secara rinci terhadap
dua kategori beban tersebut sangat diperlukan untuk memperkirakan beban
pendinginan yang terjadi.
Laporan Kerja Praktek
19
3.4.1 Perhitungan Beban Pendinginan Eksternal
Beban eksternal merupakan beban panas yang berasal dari luar ruangan.
Beban eksternal dapat berupa beban akibat adanya radiasi, beban akibat adanya
konduksi, dan beban akibat terjadinya pertukaran udara. Berikut adalah penjelasan
dari masing-masing beban eksternal tersebut :
1. Beban pendinginan akibat radiasi
Radiasi panas dari matahari yang terjadi terhadap gedung
merupakan salah satu sumber panas yang diperhitungkan dalam
menentukan beban pendinginan ruangan. Beban panas akibat radiasi
terjadi melalui kaca yang terpasang di sisi samping sebuah gedung.
Besar radiasi yang terjadi melalui kaca disebut dengan Solar Heat Gain
Factor (SHGF).
Faktor lain yang menentukan kemampuan kaca dalam meneruskan
panas yang berasal dari matahari adalah nilai Shading Coefficient
(SC). Nilai koefisien tersebut berkisar pada rentang angka 0 sampai 1.
Setiap jenis kaca pasti memiliki nilai SC masing-masing yang berbeda.
Pada software cooling load estimation Trace® 700 nilai SC akan
didapatkan dengan memilih jenis kaca yang digunakan.
Besarnya nilai kalor radiasi yang terjadi akan terus berubah-ubah
sepanjang waktu setiap harinya. Sehingga untuk mewakili nilai radiasi
tersebut dapat digunakan suatu koefisien yaitu Cooling Load Factor
(CLF). Hal lain yang diperlukan dalam menghitung nilai kalor radiasi
adalah luas permukaan kaca. Perhitungan beban pendinginan akibat
radiasi yang terjadi pada kaca ditunjukkan pada Persamaan (3.5).
= A x SC x SHGF x CLF (3.5)
Keterangan :
= Beban pendinginan akibat radiasi matahari (W)
A = Luas permukaan kaca ( )
SC = Shading Coefficient
SHGF = Solar Heat Gain Factor
Laporan Kerja Praktek
20
CLF = Cooling Load Factor untuk kaca
2. Beban pendinginan akibat konduksi
Besar kalor konduksi yang terjadi pada gedung berasal dari
fenomena perpindahan panas melalu dinding. Perpindahan panas dapat
terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara udara luar dengan
udara yang berada di dalam ruangan. Beban panas konduksi yang
dialami oleh dinding gedung selalu berubah dalam kondisi tidak tunak.
Apabila beban konduksi masih dalam kondisi tunak dapat dihitung
dengan Persamaan (3.6).
= U x A x ( ) (3.6)
Keterangan :
= Laju perpindahan panas konduksi (W)
U = Koefisien perpindahan panas global (W/ K)
A = Luas area perpindahan panas (m2)
= Temperatur udara luar (K)
= Temperatur udara dalam (K)
Persamaan (2.6) tidak berlaku jika keadaan tidak tunak. Sedangkan
untuk mendapatkan besar beban pendinginan akibat konduksi
diperlukan nilai beban konduksi dalam keadaan tidak tunak. Sehingga
dibutuhkan suatu koefisien yang dapat mengganti sehingga beban
pendinginan akibat konduksi dapat dihitung. Nilai koefisien tersebut
adalah cooling load temperature difference (CLTD). Nilai CLTD
menggambarkan perbedaan temperatur yang sama dengan laju panas
akibat perbedaan temperatur udara luar dan ruangan tiap waktu. Hal
yang mempengaruhi besarnya nilai CLTD adalah posisi relatif
matahari, posisi konstruksi bangunan, orientasi arah bangunan, dan
letak geografis. Untuk dapat menghitung laju perpindahan panas akibat
konduksi dapat dihitung dengan Persamaan (3.7).
Laporan Kerja Praktek
21
= U x A x CLTD (3.7)
Keterangan :
= Laju perpindahan panas konduksi (W)
U = Koefisien perpindahan panas global (W/ K)
A = Luas area perpindahan panas ( )
CLTD = Cooling load temperature difference (K)
3. Beban pendinginan akibat pertukaran udara
Pertukaran udara pada suatu ruangan sangat diperlukan yaitu untuk
mendapatkan udara yang lebih bersih dan segar. Udara akibat dari
pertukaran udara akan membuat ruangan tetap nyaman dihuni.
Pertukaran udara dibagi menjadi dua macam yaitu yang terjadi secara
disengaja dan tidak disengaja. Pertukaran udara yang disengaja yaitu
melalui ventilasi, seperti melalui sebuah pengolah udara. Sedangkan
pertukaran udara secara tidak disengaja disebut infiltrasi, yaitu
pertukaran udara melalui celah sempit pada atap, jendela, atau bahkan
pintu.
Pertukaran udara yang terjadi akibat perbedaan temperatur dan
kelembaban di dalam dan luar ruangan akan menghasilkan beban
pendinginan ruangan, sehingga harus diatasi oleh peralatan sistem
pengkondisian udara.
Beban pendinginan akibat adanya pertukaran udara terbagi menjadi
dua macam yaitu beban pertukaran udara sensibel dan beban pertukaran
udara laten. Beban pertukaran udara sensibel dipengaruhi oleh perbedaan
temperatur antara ruangan yang dikondisikan dengan udara luar. Untuk
menghitung besar beban pertukaran udara sensibel dapat menggunakan
Persamaan (3.8).
OASH = 1,08 x cfm x ( ) (3.8)
Keterangan :
OASH = Beban pendinginan sensibel akibat pertukaran udara (Btu/h)
cfm = Laju aliran udara (f /s)
Laporan Kerja Praktek
22
To = Temperatur udara luar ( )
Ti = Temperatur udara dalam ( )
Sedangkan beban pertukaran udara laten dipengaruhi oleh rasio
kelembaban udara dan dapat dihitung dengan Persamaan (3.9).
OALH = 0,68 x cfm x ( ) (3.9)
Keterangan :
OALH = Beban pendinginan laten akibat pertukaran udara (Btu/h)
cfm = Laju aliran udara (f /s)
Wo = Rasio kelembaban udara luar (grains uap air/lb udara kering)
Wi = Rasio kelembaban udara dalam (grains uap air/lb udara kering)
Besar nilai cfm yang digunakan diatur di dalam standar
nasional Indonesia nomor SNI 03-6572-2001. Pada aturan standar
tersebut tercantum besaran kebutuhan laju udara ventilasi untuk
beberapa jenis fungsi gedung, sebagai contoh untuk apartemen dan
ruang kerja kantor membutuhkan 0,15 ( /min)/orang.
3.4.2 Perhitungan Beban Pendinginan Internal
Beban pendinginan internal adalah beban pendinginan yang berasal dari
dalam ruangan. Beban tersebut dapat bersumber dari panas penghuni yang sedang
beraktivitas, panas dari lampu yang menyala, dan peralatan listrik di dalam ruangan
yang sedang dioperasikan. Ketiga sumber panas tersebut akan menghasilkan panas ke
lingkungan sekitarnya. Bentuk panas tersebut dikategorikan menjadi dua macam
beban pendinginan yaitu beban sensibel dan beban laten. Berikut adalah penjelasan
terkait beban pendinginan internal yang terjadi di dalam ruangan :
1. Kalor penghuni
Tubuh manusia saat melakukan aktivitas secara umum akan
menghasilkan panas. Panas tersebut berasal dari proses oksidasi di dalam
tubuh yang biasa disebut dengan metabolisme. Beban panas yang
dihasilkan dibagi menjadi dua jenis yaitu beban sensibel dan beban laten.
Laporan Kerja Praktek
23
Beban sensibel terjadi karena adanya proses radiasi dari tubuh
manusia ke permukaan benda sekitar dan proses konveksi dari
permukaan tubuh ke udara sekitar. Sedangkan beban laten dihasilkan
melalui air yang menguap pada permukaan tubuh, dan melalui proses
pernafasan. Besarnya nilai beban sensibel dan laten dari tubuh manusia
dengan berbagai aktivitas telah diatur di dalam standar nasional
Indonesia (SNI 03-6572-2001). Data terkait besarnya nilai beban
sensibel dan beban laten ditunjukkan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Laju pertambahan kalor dari penghuni di dalam ruangan
Laporan Kerja Praktek
24
Untuk menghitung besar beban pendinginan yang dihasilkan oleh
penghuni yang beraktifitas dapat dihitung menggunakan Persamaan
(3.10) dan Persamaan (3.11).
= N x (3.10)
= N x (3.11)
Keterangan :
= Beban pengdinginan sensibel penghuni (W)
= Beban pendinginan laten penghuni (W)
N = Jumlah penghuni
= Panas sensibel penghuni berdasarkan aktivitas (W)
= Panas laten penghuni berdasarkan aktivitas (W)
2. Beban pendinginan akibat lampu
Beban pendinginan akibat lampu berasal dari panas yang
dihasilkan lampu saat beroperasi. Lampu beroperasi dengan cara
mengubah energi listrik menjadi panas dan cahaya. Panas yang terjadi
pada lampu disalurkan menjadi tiga bagian, yaitu melalui radiasi ke
permukaan sekitar, melalui konduksi ke material terdekat dan konveksi
ke udara sekitar.
Lampu terbagi menjadi dua jenis yaitu lampu incandescent dan
fluorescent. Kedua jenis lampu tersebut dibedakan berdasarkan
kemampuannya. Untuk lampu incandescent mengubah 10% daya input
menjadi cahaya, sedangkan 90% dihasilkan menjadi panas. Panas
tersebut disalurkan melalui radiasi sebesar 80% dan 10% melalui
konveksi dan konduksi. Sedangkan lampu fluorescent mengubah 25%
daya input menjadi cahaya, dan 75% menjadi panas. Panas disalurkan
melalui radias sebesar 25% da 50% melalui konveksi dan konduksi ke
dalam ruangan.
Perhitungan untuk mendapatkan beban pendinginan dari lampu
untuk lampu jenis incandescent dan fluorescent berbeda. Pada lampu
Laporan Kerja Praktek
25
fluorescent memiliki faktor pengali yaitu ballast factor. Beban
pendinginan dari lampu dapat dihitung dengan Persamaan (3.12) untuk
lampu incandescent dan Persamaan (3.13) untuk lampu fluorescent.
= total light watts x (3.11)
= 1,25 x total light watts x (3.13)
Keterangan :
= Beban pendinginan lampu (W)
Total light watts = Panas sensibel yang dihasilkan lampu (W)
= Cooling Load Factor lampu
3. Beban pendinginan akibat peralatan listrik
Peralatan listrik yang digunakan di dalam ruangan dapat
menimbulkan panas sehingga menjadi salah satu sumber beban
pendinginan. Pada umumnya jenis beban panas yang dihasilkan oleh
peralatan listrik yang sedang beroperasi adalah beban sensibel dan beban
laten. Contoh beban panas yang berasal dari peralatan listrik yang sedang
dioperasikan adalah panas dari motor listrik, setrika uap, fan, pompa, dll.
Perhitungan beban pendinginan akibat dari peralatan listrik yang
beroperasi di dalam ruangan dapat dihitung dengan Persamaan (3.14)
untuk beban sensibel, Persamaan (3.15) untuk beban laten, dan
Persamaan (3.16) untuk beban sensibel dari motor listrik
= N x x (3.14)
= N x (3.15)
= N x x (1 ) (3.16)
Keterangan :
= Beban pendinginan sensibel peralatan listrik (W)
= Beban pendinginan laten peralatan listrik (W)
= Beban pendinginan sensibel motor listrik (W)
N = Jumlah peralatan
= Panas sensibel peralatan listrik (W)
Laporan Kerja Praktek
26
= Panas laten peralatan listrik (W)
= Panas sensibel motor listrik (W)
= Cooling Load Factor peralatan listrik
= Efisiensi motor listrik
3.5 Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendinginan
Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendinginan adalah perhitungan
akumulatif dari total beban pendinginan yang terjadi baik dari luar ruangan
maupun dari dalam ruangan. Beban pendinginan yang terjadi dikelompokkan
berdasarkan jenis panas yang terjadi yaitu beban panas sensibel dan beban panas
laten. Dari total tersebut akan diperoleh panas total dan sensible heat factor
sehingga dapat memilih peralatan sistem pengkondisian udara yang tepat.
3.6 Jenis Peralatan Sistem Pengkondisian Udara
Peralatan sistem pengkondisian udara adalah suatu alat yang berfungsi
untuk mengkondisikan udara dan terdiri dari beberapa bagian di dalamnya. Peralatan
sistem pengkondisian udara dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem ekspansi langsung
(direct expansion) dan sistem chiller.
3.6.1 Sistem Ekspansi Langsung (Direct Expansion)
Peralatan sistem pengkondisian udara dengan sistem ekspansi langsung
digunakan untuk pendinginan kapasitas kecil sampai menengah. Disebut dengan
sistem ekspansi langsung karena memiliki koil yang langsung terhubung dengan alat
ekspansi. Ciri-ciri dari sistem ekspansi langsung adalah memiliki sistem yang
kompak, tidak membutuhkan instalasi pipa air sejuk, mudah dipasang baik di dalam
ruangan yang dikondisikan maupun berdekatan, dan peralatan sistem ekspansi
langsung relatif terjangkau dari segi biaya.Penggunaan sistem ekspansi langsung
secara umum diterapkan di rumah, dan kantor pribadi dengan ukuran yang relatif
kecil. Sistem ekspansi langsung dengan sistemnya yang sederhana menggunakan
komponen-komponen utama pada mesin pendingin. Peralatan sistem pengkondisian
sistem ekspansi langsung terbagi menjadi tiga jenis yaitu sistem unit jendela (window
Laporan Kerja Praktek
27
unit), sistem unit terpisah (split unit), dan sistem package unit.
3.6.1.1 Sistem Unit Jendela (Window Unit)
Pada sistem unit jendela kondensor dan evaporator berada di dalam
satu tempat tidak terpisah. Secara umum unit tersebut ditempatkan pada tembok,
coil unit (evaporator) berada di sisi dalam ruangan dan condensing unit (kondensor)
berada di sisi luar ruangan. Skema sistem unit jendela ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Skema sistem unit jendela
3.6.1.2 Sistem Unit Terpisah (Split Unit)
Sistem unit terpisah merupakan sistem dengan kondensor dan evaporator
terpisah. Kondensor pada sistem ini ditempatkan di sisi luar ruangan dan dihubungkan
dengan menggunakan pipa menuju evaporator yang berada di dalam ruangan. Pipa
yang digunakan pada sistem ini berfungsi untuk mengalirkan refrigeran, sehingga
pada umumnya pipa yang digunakan pada sistem unit terpisah relatif panjang.
Peralatan pengkondisian udara sistem unit terpisah terbagi menjadi
beberapa kelompok berdasarkan letak evaporator, yaitu wall mounted unit, floor
standing unit, concealed ceiling unit, suspended ceiling unit, dan cassette unit.Wall
mounted unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator yang diletakkan di
dinding. Floor standing unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator didirikan di
Laporan Kerja Praktek
28
lantai. Concealed ceiling unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator yang
diletakkan di dalam plafon. Suspended ceiling unit adalah sistem unit terpisah dengan
evaporator yang digantung pada plafon. Cassette unit adalah sistem unit terpisah
dengan evaporator diletakkan pada plafon. Contoh skema dari split unit sederhana tipe
wall mounted unit ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Skema sistem unit terpisah
3.6.1.3 Sistem Package Unit
Sistem package unit memiliki skema sistem yang hampir sama dengan
sistem unit jendela, akan tetapi pada sistem package unit dapat difungsikan untuk
mengkondisikan banyak ruangan dan unit tidak diletakkan pada tembok atau jendela.
Cara kerja sistem ini yaitu udara yang telah dikondisikan pada unit dialirkan ke dalam
ruangan-ruangan melalui duct, begitu juga sebaliknya. Terdapat dua jenis sistem
package unit yang terbagi berdasarkan fluida yang mendinginkan refrigeran pada
bagian kondensor, yaitu sistem package unit berpendingin udara (air cooled), dan
sistem package unit berpendingin air (water cooled). Pada sistem package unit air
cooled fluida yang digunakan adalah udara yang berfungsi sebagai media pendingin
Laporan Kerja Praktek
29
dan dialirkan dengan menggunakan fan. Sedangkan pada sistem package unit water
cooled fluida yang digunakan adalah air sebagai media pendingin dan dialirkan
dengan peralatan tambahan seperti pompa serta menara pendingin. Skema package
unit ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Skema sistem package unit
3.6.2 Sistem Chiller
Sistem chiller merupakan sistem kerja peralatan pengkondisian udara yang
menggunakan siklus kompresi uap untuk mendinginkan air dan menghasilkan air
sejuk. Air sejuk yang dihasilkan oleh sistem chiller digunakan untuk mendinginkan
udara di setiap ruangan yang akan dikondisikan. Salah satu keunggulan sistem ini
adalah dapat mengatasi beban pendinginan yang besar, sehingga pada umumnya
sering diterapkan untuk bangunan tingkat tinggi.
Komponen peralatan dari sistem chiller terdiri dari chiller unit pengolah
udara, dan pompa. Prose pendistribusian air sejuk yang telah dihasilkan oleh chiller
dilakukan dengan bantuan pompa. Air sejuk tersebut dialirkan menuju peralatan
pengolah udara yang terdapat di setiap ruangan yang akan dikondisikan.
Laporan Kerja Praktek
30
Sistem chiller terbagi menjadi dua jenis berdasarkan fluida yang
digunakan untuk mendinginkan refrigeran pada bagian kondensor, yaitu air cooled
dan water cooled. Untuk jenis water cooled dibutuhkan peralatan tambahan berupa
menara pendingin. Sedangkan untuk sistem pengolahan udara pada unit pengolah
udara yang mengalirkan udara menuju ke dalam ruangan terbagi menjadi dua,
yaitu sistem air keseluruhan (all water system) dan sistem udara keseluruhan (all
air system).
3.6.2.1 Sistem Air Keseluruhan (All Water System)
Sistem air keseluruhan merupakan sistem dengan peralatan pengolah udara
berada di dalam atau di dekat ruangan yang akan dikondisikan. Air sejuk yang telah
didinginkan akan mempertukarkan panas dengan udara yang berada di dalam ruangan
menggunakan koil pendingin. Alat penukar panas tersebut disebut dengan fan coil
unit.
Untuk mengalirkan udara yang telah didinginkan ke dalam ruangan
digunakan duct, begitu pula untuk udara balik. Air sejuk untuk mendinginkan udara
disirkulasikan dalam suatu sistem tertutup menggunakan pipa dari mesin pendingin
(chiller). Sebuah skema sistem air keseluruhan dan contoh penggunaannya
ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Sistem air keseluruan dan penggunaannya
Laporan Kerja Praktek
31
3.6.2.2 Sistem Udara Keseluruhan (All Air System)
Sistem udara keseluruhan merupakan sistem dengan peralatan pengolah
udara berada jauh dari ruangan yang dikondisikan. Pada sistem ini air sejuk dialirkan
ke peralatan pengolah udara dan hanya udara yang dikondisikan yang dipasok ke
dalam ruangan. Oleh karena posisi dari peralatan pengolah udara pada sistem ini
letaknya jauh dari ruangan yang akan dikondisikan maka dibutuhkan sistem saluran
udara (duct) untuk menyalurkan udara dingin yang telah dikondisikan ke dalam
ruangan.
Pada sistem udara keselurahan terbagi menjadi dua kategori yaitu sistem
volume konstan dengan temperatur berubah-ubah, dan sistem temperatur konstan
dengan volume yang berubah-ubah. Sistem volume konstan dengan temperatur
berubah sangat cocok untuk ruangan dengan beban pendinginan yang stabil dan
ventilasi yang tidak terlalu banyak, sedangkan sistem temperatur konstan dengan
volume berubah digunakan pada ruangan dengan zona lebih dari satu. Skema
sederhana terkait sistem udara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Skema sistem udara keseluruhan