24
29 Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini, penulis akan memaparkan mengenai langkah-langkah penulis yang tempuh dalan penelitian skripsi yang berjudul Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942). Dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab I, penulis menggunakan metode penelitian historis. Metode historis merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena data-data yang dibutuhkan menyangkut dengan masa lampau. Widja (1988:19) mengungkapkan bahwa sejarah yang terutama berkaitan dengan kejadian masa lampau dari manusia, tetapi tidak semua kejadian itu bisa diungkapkan (recoverable), sehingga studi sejarah sebenarnya bisa dianggap bukan sebagai studi masa lampau itu sendiri, tetapi studi tentang jejak-jejak masa kini dari peristiwa masa lampau. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Gottschalk (2008: 39), yaitu metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Secara umum, penulis menggunakan enam tahap yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sebagaimana yang diapaparkan Gray (Sjamsuddin, 2007) berikut ini: 1. Memilih topik yang sesuai 2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik

BAB III METODE PENELITIAN - repository.upi.edurepository.upi.edu/4138/6/S_SEJ_0806999_Chapter3.pdfWidja (1988:19) mengungkapkan bahwa sejarah yang terutama berkaitan dengan kejadian

  • Upload
    lamanh

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

29

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan memaparkan mengenai langkah-langkah penulis

yang tempuh dalan penelitian skripsi yang berjudul ‘Gereja Katolik Bebas (Suatu

Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942)’. Dalam

penelitian ini, sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab I, penulis

menggunakan metode penelitian historis.

Metode historis merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam

penelitian ini karena data-data yang dibutuhkan menyangkut dengan masa

lampau. Widja (1988:19) mengungkapkan bahwa sejarah yang terutama berkaitan

dengan kejadian masa lampau dari manusia, tetapi tidak semua kejadian itu bisa

diungkapkan (recoverable), sehingga studi sejarah sebenarnya bisa dianggap

bukan sebagai studi masa lampau itu sendiri, tetapi studi tentang jejak-jejak masa

kini dari peristiwa masa lampau. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan

Gottschalk (2008: 39), yaitu metode sejarah adalah proses menguji dan

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

Secara umum, penulis menggunakan enam tahap yang harus ditempuh

dalam penelitian sejarah sebagaimana yang diapaparkan Gray (Sjamsuddin, 2007)

berikut ini:

1. Memilih topik yang sesuai

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik

30

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Membuat catatan tentang itu, apa saja yang diangap penting dan relevan

dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah disimpulkan (kritik

sumber)

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola

yang benar dan berarti, yaitu sitematika yang telah disiapkan sebelumnya

6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti

sejelas mungkin.

Adapun langkah-langkah yang penulis gunakan dalam melakukan

penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50), yakni:

1. Heuristik yaitu tahap pengumpulan sumber-sumber sejarah yang dianggap

relevan dengan topik yang dipilih. Cara yang dilakukan adalah mencari

dan mengumpulkan sumber, buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan

dengan permasalahan yang dikaji. Sumber penelitian sejarah terbagi

menjadi tiga yaitu sumber benda, sumber tertulis dan sumber lisan.

2. Kritik yaitu memilah dan menyaring keotentikan sumber-sumber yang

telah diemukan. Pada tahap ini penulis melakukan pengkajian terhadap

sumber-sumber yang didapat untuk mendapatkan kebenaran sumber.

3. Interpretasi yaitu memaknai atau memberikan penafsiran terhadap fakta-

fakta yang diperoleh dengan cara menghubungkan satu sama lainnya. Pada

tahapan ini penulis mencoba menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh

selama penelitian.

31

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Historiografi yaitu tahap akhir dalam penulisan sejarah. Pada tahapan ini

penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap sebelumnya dengan

cara menysun dalam bentuk tulisan dengan jelas dengan gaya bahasa yang

sederhana menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.

3.1. Persiapan Penelitian

Pada tahapan ini, penulis melakukan beberapa persiapan penelitian

sebelum benar-benar terjun ke lapangan. Langkah-langkah yang dilakukan oleh

peneliti adalah sebagai berikut.

3.1.1. Pengajuan dan Penentuan Tema Penelitian

Pengajuan dan penentuan tema penelitian merupakan langkah paling awal

sebelum memulai penelitian. Peneliti tertarik kepada pemikiran dan

perkembangan dari Gereja Katolik Bebas (GKB) di Bandung. Ketertarikan pribadi

penulis mulanya merupakan ketertarikan biasa sebagai warga kota yang menaruh

perhatian pada gedung-gedung kuno. Akan tetapi, semenjak penulis mengikuti

kursus bahasa Belanda pada tahun 2009, di mana bagian depan gedung gereja

dijadikan tempat kursus, penulis pun memiliki ketertarikan khusus.

Pada tahun 2010, penulis berkesempatan untuk mewawancarai dua orang

gerejawan setempat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode

Penelitian Sejarah. Setelah melakukan wawancara, diketahui bahwa GKB bukan

berarti gereja yang dinamai dengan kata ‘Katolik Bebas’, melainkan suatu frase

dari nama sebuah aliran dalam agama Kristen yang memang disebut dengan aliran

32

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

GKB. Keunikan dari aliran GKB ini kemudian dengan serius diminati oleh

penulis untuk dijadikan sebuah penelitian skripsi.

3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian dilakukan penulis semenjak semester

tujuh dalam mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah. Selama proposal masih

merupakan tugas kuliah, penulis secara berkala melakukan konsultasi dengan

salah satu dosen pengampu mata kuliah tersebut, yakni Dra. Murdiyah Winarti,

M. Hum. dan Drs. Ayi Budi Santosa, M. Si. Sementara itu, pengumpulan sumber

sebelumnya telah dimulai semenjak tahun 2010. Alasan dimulainya pencarian

sumber sejak jauh-jauh hari adalah seperti yang telah ditulis oleh penulis

sebelumnya, yakni pada saat itu penulis mengangkat mengenai GKB pada mata

kuliah Metodologi Penelitian Sejarah .

Sumber-sumber yang penulis dapatkan antara lain berasal dari wawancara

dengan Auxiliary Bishop George Henry Dharmawidjaja yang sekaligus

merupakan priester atau pastor di GKB Santo Albanus Bandung dan Dicky selaku

asisten pastor. Selain itu, studi literatur dilakukan melalui buku-buku yang

dimiliki oleh penulis pribadi; ada pula buku-buku yang dipinjam dari

perpustakaan UPI dan dari koleksi milik Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum.; buku-

buku yang dibeli dari Badan Penerbit Kristen, Togamas, Rumah Buku, dan

Lawang Buku; serta sumber-sumber dari internet.

Berdasarkan sumber yang telah diperoleh, peneliti menyusun proposal

penelitian yang difokuskan mengenai pemikiran dan kelembagaan dari GKB

Santo Albanus Bandung. Proposal penelitian tersebut memuat latar belakang

33

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan. Judul yang

diajukan oleh peneliti kepada TPPS pada awalnya adalah ‘Gereja Katolik Bebas

Santo Albanus Bandung (Sebuah Kajian Historis 1919-1942)’. Judul tersebut

diseminarkan pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2012, dan dihadiri oleh

perwakilan TPPS, perwakilan calon dosen pembimbing, serta beberapa orang

mahasiswa yang pada saat itu melakukan seminar proposal penelitian.

Setelah melakukan seminar, judul penelitian sempat diganti. Judul tersebut

adalah ‘Gereja Katolik Bebas (Sebuah Kajian Pemikiran dan perkembangannya di

Bandung 1927-1942)’. Kemudian, ketika menjalani proses bimbingan, penulis

merevisi judul yang ada menjadi ‘Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis

dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942)’. Hal ini dilakukan karena

adanya pergeseran fokus tahun penelitian, serta penggantian fokus kajian menjadi

latar belakang berdirinya GKB, ajaran pokok pada GKB, dan perkembangan GKB

di Hindia Belanda pada 1926-1942.

3.1.3. Mengurus Perizinan

Tahapan ini dilakukan untuk memudahkan dan memperlancar penulis

dalam melakukan penelitian dan mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan

dalam kajian skripsi ini. Hal ini diperlukan pula sebagai bukti bahwa penelitian ini

dilakukan penulis yang merupakan mahasiswa dari Universitas Pendidikan

Indonesia. Penulis terlebih dahulu memilih dan menentukan lembaga atau instansi

yang dapat memberikan konstribusi terhadap penelitian ini. Setelah itu, penulis

mengurus surat perizinannya mulai dari tingkat jurusan yang kemudian

34

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diserahkan kepada bagian fakultas agar diperoleh izin dari Dekan FPIPS. Adapun

surat perizinan tersebut diantaranya ditujukan kepada pihak GKB Paroki Santo

Albanus Bandung, Peresekutuan Gereja Indonesia (PGI), dan Arsip Nasional RI.

Namun, karena penulis tidak membuat lembar salinan dari surat-surat izin

tersebut, maka penulis tidak dapat melampirkan surat izin tersebut pada bagian

lampiran penelitian ini.

3.1.4. Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan dalam

penelitian skripsi ini. Sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 011/TPPS/JPS/2012

mengenai penunjukkan dosen pembimbing penulisan skripsi, maka penulis

didampingi oleh dua orang dosen. Bapak Wawan Darmawan, S. Pd., M. Hum.

ditetapkan sebagai dosen pembimbing I, sementara Ibu Yeni Kurniawati M. Pd.

ditetapkan sebagai dosen pembimbing II.

Proses bimbingan yang dilakukan memberi banyak masukan terhadap

penulis untuk perbaikan ke depannya. Penulis melakukan bimbingan berkala

dengan kedua dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh TPPS sesuai dengan

prosedur yang berlaku. Adapun tanggal dan perkembangan bimbingan yang

dilakukan oleh penulis dengan kedua dosen pembimbing dapat dilihat pada

lembaran frekuensi bimbingan yang dilampiran.

35

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi ke dalam

beberapa langkah sesuai dengan metode penelitian historis yang ada. Penjelasan

lebih rinci akan diuraikan sebagai berikut.

3.2.1. Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Tosh (Sjamsuddin, 2007: 95) mengatakan bahwa sumber-sumber sejarah

merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala

macam evidensi yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala

aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata

yang diucapkan (lisan). Selain itu, Good dan Scates (Sevilla dkk, 1993: 45)

berpendapat bahwa dalam penelitian kontemporer di dalam sejarah salah satunya

adalah dengan memilih pendekatan dari berbagai sumber atau disebut juga dengan

sumber eklektik. Dari pernyataan ini maka penulis membagi sumber yang

dikumpulkan ke dalam dua kelompok yang dilihat dari bentuknya, yakni sumber

tulisan dan sumber lisan.

Pengumpulan sumber atau heuristik dalam penelitian sejarah dapat

dikatakan sebagai tahapan yang sangat penting karena dari sumber-sumber yang

dapat diperoleh inilah seorang peneliti dapat membuat re-kreasi dari gambaran

masa lalu yang ada. Sebagai catatan, penulis telah melakukan pengumpulan

sumber sebelum proposal penilitian penulis diterima oleh TPPS. Pengumpulan

sumber yang dilakukan oleh penulis dilakukan telah sejak April 2010 hingga Juli

2012.

36

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2.1.1. Sumber Lisan

Pengumpulan sumber lisan yang didapatkan oleh penulis dilakukan dengan

metode wawancara. Metode wawancara sebenarnya merupakan alat penelitian

yang penting dalam ilmu-ilmu sosial seperti antropologi sosial dan sosiologi,

namun teknik ini ternyata dapat pula membantu sejarawan sebagai pendekatan

yang berbeda dengan sumber sumber yang tercatat (Sjamsuddin, 2007: 104-105).

Sumber lisan yang didapatkan oleh penulis merupakan tradisi lisan, yaitu sumber

lisan yang penulis dapat bukan dari pelaku atau saksi langsung, melainkan dari

generasi selanjutnya yang masih memiliki kaitan dari pelaku atau saksi sejarah

yang penulis teliti. Hal ini dilakukan karena kurun waktu yang penulis teliti

merupakan kurun waktu yang berada jauh di belakang waktu ketika penelitian ini

dilakukan, yakni 1926-1942.

Wawancara pertama yang dilakukan penulis adalah dengan Uskup George

Henry Dharmawidjaja, yang juga sekaligus merupakan pastor dari Paroki Santo

Albanus, dan Dicky selaku asisten pastor. Wawancara dilakukan sebanyak dua

kali pada bulan April 2010 di pastori (rumah pastor) Uskup George di Jalan

Banda Nomor 26a Bandung. Tidak ada kesulitan berarti dalam wawancara ini.

Penulis pada saat itu mengunjungi pastori dan diterima oleh anak Uskup George

yang bernama Erwin. Penulis mendapatkan nomor telepon Uskup George dan

kemudian penulis pun membuat janji dengan Uskup George. Wawancara ini

membahas mengenai gambaran GKB secara umum yang meliputi sejarah serta

ajarannya.

37

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wawancara ketiga berlangsung dua tahun kemudian setelah wawancara

petama dan kedua. Wawancara kedua dilakukan dengan Felix Feitsma, cucu

angkat dari A. J. H. van Leeuwen. A. J. H. van Leeuwen sendiri adalah pastor

pertama dari GKB Santo Albanus. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Maret

2012 yang bertempat di kediaman Felix di Jalan Kebon Waru Selatan Nomor 3

Bandung. Penulis dapat mewawancari Felix karena sebelumnya penulis berada

dalam satu acara yang sama yang diadakan oleh Museum Konperensi Asia Afrika

pada 28 Januari 2012. Mulanya, penulis hanya mencoba mewawancari Felix

karena beliau adalah penggiat senior di Bandung Heritage. Setelah perbincangan

singkat, diketahui bahwa Felix Feitsma adalah cucu angkat A. J. H. van Leeuwen.

Felix kemudian memberikan nomor kontak beliau dan setelah dihubungi beberapa

kali barulah Felix memiliki waktu luang untuk diwawancarai.

Wawancara keempat dilakukan dengan Esther, salah seorang penganut

GKB yang masih aktif. Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Maret 2012 di

pastori GKB Santo Albanus. Satu minggu sebelum wawancara, penulis

mendatangi pastori GKB untuk meminta izin agar dapat mewawancarai Uskup

George lagi. Sayangnya, anak dari Uskup George, Erwin, mengatakan bahwa

beliau kini terserang penyakit lupa dan kurang dapat mengingat apapun. Penulis

diberikan nomor telepon dari istri Uskup George yang benama Els. Kemudian,

penulis mengadakan kontak dengan Els dan beliau menyetujui penulis melakukan

wawancara. Wawancara tidak dilakukan dengan Els sebab beliau memiliki

kesibukan tersendiri, karena itu maka wawancara dilakukan dengan Esther.

Selanjutnya, Esther banyak membantu penulis dalam mencari informasi mengenai

38

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

GKB Santo Albanus dan mendapatkan beberapa dokumen gereja yang membantu

penulis dalam melakukan penelitian ini.

Pada tanggal 9 Juni 2012, penulis diundang untuk datang ke pastori GKB

Santo Albanus. Di sana sedang ada persiapan untuk bertemu dengan gerejawan

dari paroki GKB di Surabaya, yakni GKB Paroki St. Bonifacius. Kesempatan ini

penulis gunakan untuk berbincang-bincang dengan gerejawan dari Paroki St.

Bonifacius, antara lain Heri Ispurnomo yang seorang akolit (salah satu tahapan

gerejawan dalam GKB, salah satu tugasnya adalah memberikan khutbah) dan juga

merupakan ketua dari Perkumpulan Warga Teosofi Indonesia (Perwatin), serta

Pastor Bambang Sudarsono yang merupakan imam dari GKB Paroki St.

Bonifacius. Bincang-bincang dengan Heri berdurasi cukup panjang yang di

dalamnya lebih mebicarakan teosofi, sementara dengan Pastor Bambang penulis

berbincang mengenai sejarah GKB namun tidak berlangsung begitu lama.

Keesokan harinya, pada 10 Juni 2012, penulis bertamu kembali ke pastori Santo

Albanus. Di sana sedang dilaksanakan bincang-bincang antar anggota perihal

masalah intern GKB. Usai pertemuan ini, Pastor Bambang mengatakan bahwa

beliau memiliki beberapa dokumen yang mungkin dapat membantu penelitian

penulis.

Pada bulan Januari 2012, penulis sempat berusaha untuk mencari

informasi mengenai GKB ke Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) yang terletak di

Jalan Salemba 10 Jakarta Pusat. Penulis mencoba mencari informasi mengenai

GKB karena secara administratif, GKB terdaftar di PGI sesuai dengan peraturan

dari Kementrian Agama. Penulis datang ke sana dengan menyerahkan surat

39

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengantar dari pihak universitas, dan pihak PGI berjanji akan menghubungi

penulis lagi karena pada saat itu PGI sedang memiliki agenda tersendiri. Setelah

beberapa minggu, penulis mencoba melakukan kontak kembali dengan PGI,

namun belum ada kepastian. Akhirnya, pencarian sumber ke PGI mengenai GKB

tidak dilakukan karena kesulitan dalam berkomunikasi.

3.2.1.2. Sumber Tulisan

Sjamsuddin dalam buku Metodologi Sejarah (2007: 104) mencantumkan

pendapat Barnes (1962) dan Tosh (1984) yang mengatakan bahwa penggunaan

sumber tertulis pada penelitian sejarah mulai marak ketika Leopold von Ranke

menitikberatkan penelitian sejarah untuk menggunakan kajian dokumen-dokumen

tertulis yang berpusat di perpustakaan dan arsip. Hal ini merupakan mazhab

ilmiah sejarah yang merupakan ciri dari penelitian modern teknik penulisan

sejarah (Winarti, Darmawan, Sjamsuddin, 2010: 56).

Penulis menggunakan sumber tertulis karena sekelompok dokumen dapat

dianggap lebih penting dibandingkan dengan yang lain. Hal ini didasari dari

pengamatan dan kesaksian yang kurang lengkap yang diperoleh dari wawancara,

serta dilihat dari tujuan dokumen yang pada dasarnya merupakan alat bantu

ingatan seseorang. Penggunaan dokumen di sini lebih mengacu kepada dokumen

sekunder. Fox (dalam Sevilla dkk, 1993: 49) memaparkan bahwa sumber

sekunder adalah informasi yang diberikan oleh orang yang tidak langsung

mengamati atau orang yang tidak terlibat langsung dalam suatu kejadian, keadaan

tertentu atau tidak langsung mengamati objek tertentu.

40

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gottschalk (2008: 93-94) mengemukakan sumber sekunder dapat

digunakan untuk beberapa hal seperti yang ditulis di bawah ini:

1. Menjabarkan latar belakang yang cocok dengan sumber sezaman

2. Petunjuk data bibliografis

3. Memperoleh kutipan dari sumber-sumber lain

4. Memperoleh interpretasi dari masalah yang diteliti, bukan untuk

menerimanya secara total.

Sumber tertulis sekunder yang penulis dapatkan dibantu oleh Pastor

Bambang Sudarsono, imam dari GKB Paroki St. Bonifacius Surabaya. Usai

pertemuan penulis dengan Pastor Bambang, satu bulan kemudian penulis dikirimi

beberapa dokumen mengenai GKB. Sumber-sumber tersebut berisi mengenai

sejarah singkat dan ajaran-ajaran GKB.

Sumber tertulis tersebut, dilihat dari bentuknya ada yang berupa laporan

suatu departemen tertentu, yakni Instrumen Pengumpulan Data Direktori

Kelembagaan/Organisasi Gereja Seluruh Indonesia dari Departemen Agama

yang isi datanya ditulis oleh Pastor Bambang sendiri. Bentuk lainnya adalah

berupa dokumen pernyataan opini. Gottschalk (2008: 87-88) mengemukakan

bahwa yang termasuk ke dalam dokumen pernyataan opini ini adalah tajuk

rencana, esai, pidato, brosur, surat kepada redaksi, public opinion poll, dan

sebagainya. Penulis mendapatkan dokumen berupa catatan-catatan khutbah yang

ada di GKB. Catata-catatam khutbah itu adalah Apakah Gereja Katolik Bebas Itu

dan Apa yang Dapat Dipersembahkan untuk Anda?, Apakah yang Disebut Gereja

Katolik Bebas?, dan Agama Masa Kini di Gereja Katolik Bebas.

41

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber tertulis sekunder lain yang penulis dapatkan adalah dari

perpustakaan GKB Paroki Santo Albanus. Atas bantuan dari Esther, penulis

mendapatkan sumber mengenai intisari sejarah dari GKB itu sendiri. Dokumen ini

berjudul Gereja Katolik Bebas, dan ditulis oleh Alfons S. Suhardi. Ada pula

dokumen yang berjudul Anggaran Dasar Gereja Katolik Bebas di Indonesia.

Lebih jelasnya lagi mengenai isi dari dokumen-dokumen yang telah disebutkan,

akan dipaparkan pada poin berikutnya mengenai kritik sumber.

Selain dari studi dokumentasi, penulis juga melakukan pencarian sumber

dari studi literatur. Studi literatur ini tentu saja digolongkan ke dalam sumber

sekunder, hal ini dikarenakan penulis mendapatkan temuan yang sebelumnya

telah diteliti oleh penelitinya sebelumnya. Studi literatur yang dilakukan berasal

dari buku-buku yang dibaca oleh penulis, dan telah dibahas pada bab sebelumnya.

Buku-buku tersebut diperoleh dari berbagai pihak, seperti yang akan dipoinkan

penulis berikut ini.

1. Dari perpustakaan Paroki Santo Albanus, penulis mendapatkan buku

Science of the Sacraments karya C. W. Leadbeater, seorang master teosofi

sekaligus salah satu tokoh utama berdirinya GKB. Selain itu, didapatkan

pula buku Credo: Langkah Pertama Atas Kepercayaan, yakni sebuah buku

yang berisi tanya jawab mengenai pemikiran GKB.

2. Dari perpustakaan UPI, penulis meminjam buku Politik Etis dan Revolusi

Kemerdekaan yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan mengenai

kekristenan pada masa Hindia Belanda, seperti Sending di Hindia Belanda

karya H. Kramer, dan Kegiatan Penyiaran Agama Katolik karya J. Wils.

42

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selain itu, penulis juga membaca skripsi Kedudukan Vatikan Pasca

Unifikasi Italia (Kajian Historis Tahun 1871-1929) karya Giovana

Enggriani.

3. Buku langka Sedjarah Geredja di Indonesia terbitan BPK Gunung Mulia

karya Th. M. Kruger penulis pinjam dari perpustakaan pribadi milik

Murdiyah Winarti, M. Hum.

4. Di Perpustakaan Jurusan Teologi Universitas Parahyangan di Jalan Nias,

penulis mendapatkan buku Sejarah Gereja Kristus I, juga Ensyclopedia of

Philosophy.

5. Pada Perpustakaan Balepustaka Keuskupan Bandung di Jalan Jawa,

penulis mendapatkan buku Sejarah Gereja Kristus III, buku Gereja

Seanjang Masa, buku Katolisisme, buku Rangkuman Sejarah Gereja

Kristiani dalam Konteks Agama-agama Lain Volume 3, buku Paus dan

Kekuasaan, dan Konsili-Konsili Gereja.

6. Di toko buku Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia di Jalan Kwitang

Jakarta Pusat, penulis mendapatkan buku-buku mengenai agama Kristen,

salah satunya bertajuk Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja

karya Jan S. Aritonang, serta Tata Gereja Protestan di Indonesia karya G.

P. H. Locher.

7. Buku Textbook of Theosophy didapatkan penulis dalam bentuk buku

elektronik. Pencarian buku ini tidaklah sulit karena buku ini merupakan

salah satu buku utama tesosofi. Buku lain yang didapatkan secara

elektronik adalah buku History of Christianity in Indonesia yang disunting

43

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

oleh Karel Steenbrink dan Jan S. Aritonang, di mana di dalamnya penulis

mengambil artikel 1800-1945: A National Overview karya Th. van den

End, dan J. S. Aritonang.

8. Buku-buku lainnya telah dimiliki oleh penulis dalam perpustakaan pribadi

milik penulis, seperti Gerakan Theosofi di Indonesia karya Artawijaya,

Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia karya Iskandar P.

Nugraha, Agama Agama Manusia karangan Huston Smith, dan buku

Sejarah Singkat Bidah Karya G. R. Evans.

3.2.2. Kritik Sumber

Sumber sejarah yang sudah dikumpulkan kemudian masuk ke dalam tahap

kritik. Pada tahap ini, sumber-sumber tersebut diverifikasi untuk diketahui

otensitas dan kredibilitasnya. Sumber-sumber dikritik secara eksternal dan

internal. Tujuan dari kritik sumber ini adalah untuk menyaring sumber-sumber

mana saja yang layak digunakan untuk kemudian dijadikan fakta-fakta yang dapat

mendukung penelitian pada skripsi ini. Untuk lebih jelasnya, penulis memaparkan

kritik yang dilakukan penulis seperti di bawah ini.

3.2.2.1. Kritik Eksternal

Kritik eksternal dilakukan untuk menilai otensitas atau keaslian dari

sumber yang digunakan dalam penelitian ini. Sjamsuddin (2007: 132)

memaparkan bahwa kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau

pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Kritik eksternal ini

dimaksudkan sebagai kritik atas asal usul dar sumber, suatu pemeriksaan atas

44

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

catatan-catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi

yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal

mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak

(Sjamsuddin, 2007: 134).

Mengacu kepada pendapat Sjamsuddin di atas, kritik eksternal di sini lebih

ditekankan kepada sumber primer. Pada tahap heuristik sebelumnya, sumber

primer tidak dapat diperoleh penulis. Maka dari itu, kritik eksternal di sini

ditujukan kepada sumber sekunder yang penulis dapatkan.

Sumber tertulis sekunder yang penulis dapatkan adalah berupa salinan

rangkuman dokumen dan catatan khutbah. Namun sayangnya, untuk sumber

salinan yang diperoleh, penulis tidak dapat menemukan dokumen aslinya untuk

dilakukan kaji banding sumber. Meski demikian, penulis tetap menggunakan

sumber tertulis sekunder tersebut karena penulis meyakini asal sumber tersebut,

yakni dikeluarkan dan ditulis langsung oleh pihak GKB.

Pengujian eksternal terhadap buku-buku yang ada tidak dilakukan dengan

ketat. Penulis berasumsi bahwa buku tersebut telah mengalami proses uji yang

seharusnya sehingga akhirnya menjadi sebuah buku yang layak untuk dibaca.

Pencantuman nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit, dan tempat di mana

buku tersebut diterbitkan; bagi penulis hal tersebut sudah cukup untuk dianggap

sebagai pertangungjawaban dari sebuah buku.

Kritik eksternal sumber lisan dari hasil wawancara yang penulis lakukan

pada tahap heuristik dilihat dari asal usul, usia narasumber, dan keterkaitan

narasumber dengan GKB. Krtitik eksternal sumber lisan pertama ditujukan

45

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kepada Uskup George Henry Dharmawidjaja. Beliau dilahirkan di Bandung pada

tahun 1939 dan merupakan putra dari Pastor GKB Paroki Santo Albanus

sebelumnya, Leo Dharmawidjaja alias Liauw Kok Siong. Secara usia, Uskup

George tentu belum begitu ingat apa yang terjadi pada kurun penelitian penulis,

yakni 1926-1942, usia Uskup George masih terlampau kecil. Namun, karena

beliau adalah anak langsung dari Pastor Liauw, sejak dahulu tinggal di pastori dan

penganut tetap GKB, serta ketika diwawancara merupakan seorang uskup regional

(uskup yang memimpin suatu wilayah besar tertentu, misalnya negara), penulis

menilai secara ekternal bahwa Uskup George adalah narasumber yang dapat

dipercaya. Pada tahun 2010 ketika penulis mewawancara Uskup George, beliau

pun masih dalam keadaan yang sehat.

Kritik eksternal dari sumber lisan kedua dikenakan pada Dicky. Dicky

dilahirkan di Manado sebagai seorang penganut Katolik Roma. Kemudian Dicky

mulai menganut agama GKB ketika pindah ke Surabaya. Beliau menjadi jemaat di

Paroki St. Bonifacius. Dicky merupakan seorang teosof yang mengenyam

pendidikan di India. Jabatan gereja Dicky di GKB Paroki Santo Albanus adalah

akolit (acolyte). Diketahui di kemudian hari pada Maret 2012, diketahui bahwa

Dicky memiliki masalah dengan Paroki Santo Albanus. Sejak penulis mengetahui

hal ini, penulis mulai berhati-hati dengan Dicky. Namun, menyangkut perihal

wawancara yang sebelumnya telah dilakukan, karena wawancara tersebut

didampingi oleh Uskup George yang jauh lebih mumpuni, penulis masih

menggunakan hasil wawancara tersebut.

46

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kritik eksternal selanjutnya adalah kepada Felix Feitsma. Felix dilahirkan

pada tahun 1950, dan ini berarti sudah di luar tahun kajian penulis. Felix juga

bukan seorang penganut GKB. Namun, karena Felix merupakan penggiat senior

di Bandung Heritage dan merupakan cucu angkat dari A. J. H. van Leeuwen,

pastor pertama GKB Santo Albanus sekaligus tokoh teosofi Belanda, maka

penulis lebih menekankan kritik internal pada Felix yang akan dibahas pada poin

selanjutnya.

Kritik eksternal berikutnya adalah kepada Esther. Esther dapat dikatakan

sebagai jemaat baru di GKB. Esther mulai mengenal GKB sejak tahun 2006,

kemudian menjadi simpatisan pada tahun 2008, dan menganut agama ini pada

2009. Dilihat dari tahunnya mulai mengenai dan posisinya yang sebagai umat saja

(tidak memegang jabatan apapun), penulis menempatkan kedudukan Esther di sini

lebih kepada seorang informan daripada seorang narasumber. Penulis sempat

melakukan wawancara kepada Esther, namun penulis lebih menggolongkan itu

kepada bincang-bincang untuk mengetahui GKB secara umum.

Penulis selanjutnya melakukan kritik eskternal terhadap Heri Ispurnomo,

seorang akolit di Paroki St. Bonifacius Surabaya dan Ketua Persatuan Warga

Teosofi Indonesia (Perwatin). Heri dilahirkan di Sukabumi pada tahun 1953.

Dilihat dari tahun lahir narasumber, beliau belum lahir pada tahun yang dikaji

oleh penulis. Jabatan narasumber yang seorang akolit dan ketua Perwatin-lah yang

membuat penulis berkeinginan untuk mewawancarai Heri. Penulis lebih

memfokuskan wawancara dengan narasumber perihal hubungan teosofi dengan

GKB.

47

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kritik ekternal sumber lisan terakhir adalah terhadap Pastor Bambang

Sudarsono. Pastor Bambang dilahirkan di Surabaya, pada tahun 1956. Sejak awal

beliau telah menganut agama GKB. Jabatannya pastor yang dipegangnya adalah

sebagai imam di Paroki St. Bonifacius. Bincang-bincang yang dilakukan tidak

begitu lama dan tidak begitu mendadalam. Penulis hanya berbincang sebentar dan

kemudian mendengarkan obrolan yang beliau lakukan bersama jemaat GKB yang

lain.

3.2.2.2. Kritik Internal

Kritik sumber sebenarnya lebih dilakukan terhadap sumber-sumber

pertama (Sjamsuddin, 2007: 132), namun tidak ada salahnya jika penulis

melakukan uji verifikasi data yang telah dikumpulkan. Kritik eksternal yang

sudah diberikan oleh penulis kemudian mengalami kritik internal. Kritik internal

ini merupakan sebuah uji kredibilitas dari sumber yang ada. Idealnya sumber-

sumber tersebut menunjukkan kepada unsur-unsur yang sungguh-sungguh terjadi

di masa lalu, namun tidak ada salahnya juga ketika pencarian kredibilitas di sini

diartikan sebagai pencarian atas unsur-unsur yang paling dekat dengan yang

seungguhnya terjadi, sejauh kita dapat mengetahui berdasarkan suatu

penyelidikan kritis terhadap sumber yang ada (Gottschalk, 2008: 112). Setidaknya

hal yang telah didapat kebenarannya oleh penulis merupakan sesuatu yang dapat

diterima karena telah mendapatkan suatu uji tersendiri.

Kritik internal yang dilakukan oleh penulis adalah membandingkan isi dari

wawancara satu terhadap wawancara lainnya, maupun membandingkannya

dengan isi dari buku atau dokumen yang didapatkan oleh penulis. Bisa juga

48

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan sebaliknya, yakni membandingkan isi buku dengan buku lain, maupun

dengan wawancara.

Hal yang penulis bandingkan misalnya perihal berdirinya GKB di Hindia

Belanda. Wawancara dengan Uskup George tidak begitu dapat menjawab

pertanyaan ini, beliau pada saat itu hanya menyebutkan sekitar tahun 1920-an,

sementara itu sempat penulis bertanya kepada Bu Els dan Esther bahwa GKB

berdiri sekitar tahun 1926-1927-1928. Hal ini tentu memberi kebingungan

tersendiri bagi penulis.

Penulis kemudian mencoba menilik isi dari buku-buku dan dokumen yang

ada. Buku Iskandar P. Nugraha yang berjudul Teosofi, Nasionalisme dan Elite

Modern Indonesia mencantumkan bahwa GKB berdiri pada tahun 1926 setelah

diresmikan oleh Bishop Jr. van Mazel (Nugraha, 2011: 19). Sementara itu pada

dokumen Anggaran Dasar Gereja Katolik Bebas di Indonesia, tercantum bahwa

peresmian GKB di Hindia Belanda adalah pada tahun 1929, sesuai dengan arsip

Directeur van Onderwijs en Eredienst 5 Juli 1929. Dari sini dapat diketahui

bahwa hasil wawancara yang ada memang mendekati tanggal-tahun yang

tercantum dalam sumber tertulis.

Sumber tertulis yang mengemukakan perbedaan tahun kemudian penulis

kritisi lebih lanjut. Nugraha yang mencantumkan tahun 1926 karena itu didasari

pada pembukaan GKB oleh NITV, sementara pada dokumen anggaran dasar

gereja tercantum 1929 karena dilihat dari status hukum izin berdirinya oleh

pemerintah kolonial Hindia Belanda pada saat itu.

49

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kritik internal lain yang penulis berikan adalah mengenai keterkaitan

teosofi, aliran Gerakan Zaman Baru, dan agama GKB. Seperti yang telah penulis

ungkapkan pada bab sebelumnya. Kesemuanya ini memiliki hubungan yang

terkait satu sama lain. Agak sulit memang ketika melihat wujud teosofi, Gerakan

Zaman Baru, dan GKB secara sendiri-sendiri, namun setelah diberi kritik dan

dilihat secara konseptual, ada benang merah yang menghubungkan mereka semua.

Dengan ini maka penulis menyimpulkan sebuah fakta bahwa teosofi, Gerakan

Zaman Baru, dan GKB sebenarnya saling terikat meski dalam sumber-sumber

yang diperoleh penulis tidak begitu ditulis secara tersurat.

Hasil dari kritik internal ini lebih jelasnya tentu akan dipaparkan pada Bab

IV. Kelengkapan pembahasan buku yang ada dan wawancara yang telah diakukan

dinilai pada seberapa dalam pembahasan tersebut mengkaji suatu kajian yang

penulis teliti. Hal ini tentu senada dengan tujuan dari kritik internal yakni untuk

menguji aspek ‘dalam’ yaitu isi dari sumber dengan mengadakan evaluasi

terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan

atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 143).

3.2.3. Interpretasi

Tahap berikutnya yang ditempuh dalam penelitian ini adalah tahap

interpretasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengolah,

menyusun, dan menafsirkan fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya.

Kemudian, fakta yang telah diproses dirangkaikan dan dihubungkan satu sama

lain sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dimana peristiwa yang satu

50

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dimasukkan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya

(Ismaun, 2005: 38).

Setelah diperoleh fakta dari hasil kritik yang telah dilakukan sebelumnya,

penulis melakukan penafsiran berdasarkan fakta tersebut. Penulis mencoba

menggunakan penafsiran sintesis dalam penelitian ini. Barnes (Sjamsuddin, 2007:

170) mengatakan bahwa penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor

atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah. Artinya, dalam penafsiran sintesis

ini tidak ada penyebab tunggal dalam sejarah, dengan manusia tetap sebagai

pemeran utama.

Penjelasan lebih rinci yang penulis gunakan adalah mengaitkan sejarah

agama dengan pendekatan sejarah sosial. Lebih lanjut Kuntowijoyo menuliskan

bahwa agama sebagai institusi sosial dapat dijadikan bahan kajian sejarah (2003:

166). Di dalam pendekatan ini, penulis berusaha melihat sebuah kondisi sosial

yang paralel dan keterhubungannya dengan agama GKB, atau pun sebaliknya.

3.3. Laporan Hasil Penelitian

Tahap terakhir yang penulis tempuh dalam penyusunan skripsi ini adalah

pembuatan laporan hasil penelitian. Pembuatan hasil penelitian ini menempuh

tahap penjelasan dan penyajian, atau di dalam metode penelitian sejarah tahap ini

disebut juga dengan historiografi. Tahap terakhir dari penelitian skripsi ini adalah

melaporkan seluruh hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam

tahap ini, seluruh daya pikiran dikerahkan, bukan saja keterampilan teknis

penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah

51

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu

sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu penulisan utuh

yang disebut historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).

Sjamsuddin (2007: 17) membagi tahap historiografi ke dalam tiga langkah,

yakni interpretasi, eksplanasi, dan ekspose. Namun, karena penulis memisahkan

tahap interpretasi ke dalam tahap tersendiri, maka tahap historiografi ini terbagi

menjadi dua langkah saja, yakni langkah dan ekspose. Penulis memilih

memisahkan tahap interpretasi karena bagi penulis tahap tersebut membutuhkan

kekhususan tersendiri.

Eksplanasi adalah langkah untuk menjelaskan hal-hal yang diteliti sesuai

dengan rumusan masalah yang dibuat. Pada langkah ini, penulis menggunakan

model penjelasan sejarah kausalitas. Model penjelasan kausalitas adalah model

yang lebih menitikberatkan pada sebab-akibat. Fenomena sejarah yang ada

dijelaskan dengan merangkai berbagai fakta dengan hubungan kausalitas atau

sebab-akibat. Temperley (Sjamsuddin, 2007: 197) mengatakan bahwa dengan

kata lain hukum sebab-akibat (law of causation) menunjukkan bahwa setiap

fenomena perupakan akibat (consequent) dari sebab (atau sebab-sebab)

sebelumnya.

Setelah penulis melakukan eksplanasi, langkah selanjutnya adalah

eskpose. Ekspose ini merupakan tahap di mana seluruh hasil penelitian disajikan

dalam suatu bentuk tulisan. Bentuk ekspose yang penulis pilih untuk menyajikan

hasil penelitian ini adalah bentuk eklektik atau gabungan dari ekspose deskriptif

naratif dan analisis kritis. Penulis tidak hanya memaparkan rentetan fakta yang

52

Yasmin Nindya Chaerunnisa, 2013 Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis Dan Perkembangannya Di Hindia Belanda 1926-1942) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ada, namun juga memberikan suatu analisis kepada hasil temuan selama dalam

proses penelitian ini.

Teknik penulisan yang penulis gunakan dalam pembuatan hasil penelitian

ini adalah dengan menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang

ditebitkan tahun 2011 dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penggunaan

buku pedoman tersebut adalah sebagai rambu-rambu umum terhadap sivitas

akademika UPI yang sedang membuat karya tulis. Penggunaan buku pedoman

tersebut dimaksudkan pula agar karya tulis yang dibuat oleh sivitas akademika,

seperti penulis, memiliki kesamaan persepsi dari segi ruang lingkup, karakteristik,

dan format dalam penulisannya (UPI, 2011: 1). Teknik penulisan yang banyak

digunakan dalam teknik pengutipan di lingkungan UPI adalah The Harvard

System.

Sistematika yang penulis susun dalam penelitian ini sebelumnya telah

dipaparkan pada Bab I. Penulisan tersebut disusun ke dalam lima bab, yakni Bab I

Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV

Pembahasan, Bab V Simpulan dan Saran.