Upload
others
View
1
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
25 Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dimana dalam hal ini,
metode penelitian kualitatif tidak ada proses mengubah situasi ataupun kondisi di
lapangan, seluruh data tersaji nyata (real), apa adanya, dan dikonsepkan dalam
bentuk narasi atau deskripsi kasus.
Penelitan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2010, hlm.6).
Begitu pula Creswell (1995) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
digunakan sebagai alat untuk memahami kondisi atau situasi sosial manusia
dengan menciptakan gambaran secara holistik (menyeluruh) yang disajikan dalam
bentuk kata-kata, melaporkan pandangan yang diperoleh dari berbagai sumber
serta dilakukan dalam setting alamiah.
Keberadaan peneliti pun sangat penting karena ia merupakan instrument
kunci, peneliti akan terlibat langsung dan ikut merasakan kehidupan subjek yang
diteliti (Sugiyono, 2005).
B. Desain Penelitian
Fokus dalam penelitian ini mengenai persepsi lingkungan terhadap anak
penyandang ADHD tipe gabungan. Peneliti memilih desain penelitian berupa
studi kasus. Studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif yang
mengeksplorasi kehidupan nyata seseorang, dengan batasan kasus tertentu,
melalui pengumpulan data yang detail dan mendalam yang melibatkan beragam
sumber informasi dan melaporkannya secara deskriptif sesuai tema kasus tertentu
(Creswell, 2014, hlm. 135).
26
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Masih menurut Creswell (2010, hlm.20) studi kasus adalah model penelitian
kualitatif yang bersifat komprehensif, intens, terperinci, dan mendalam serta lebih
diarahkan sebagai usaha untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang
bersifat kontemporer (berbatas waktu).
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi tempat peneliti melakukan penelitian adalah di TK Baiturrahman
komplek Pusdikku TNI AD Jln. Sindang Sirna no.6, Kecamatan Sukasari,
Kelurahan Gegerkalong Girang, Kota Bandung. Selain itu, lokasi lain yang
peneliti gunakan sebagai tempat penelitian yakni rumah tempat tinggal subjek
penelitian dan beberapa tempat umum.
2. Subjek Penelitian
Penelitian ini memilih subjek penelitian antara lain seorang anak laki-laki
berusia 7 tahun yang menyandang ADHD tipe gabungan, ibu kandung dari anak
tersebut, nenek, tiga orang dewasa terdekat anak, guru kelas dan enam orang tua
teman sebaya.
Peneliti menjamin kerahasiaan bagi subjek penelitian dengan memberikan
nama samaran dan inisial. Pemberian nama samaran ditujukkan kepada anak
(Budi), ibu (Muna), nenek (Bu Wina), guru kelas (Bu Eno). Pemberian inisial
ditujukan kepada enam orang tua teman sebaya yakni MM, HF, IT, YL, SGT,
MMA dan tiga orang dewasa terdekat anak yakni NVL, NDO, dan NG. Hal ini
dilakukan untuk menjamin kerahasiaan yang merupakan hak subjek penelitian dan
demi kenyamanan bersama, serta hal ini pun sesuai dengan permintaan dari
masing-masing pihak (Creswell, 2014).
Adapun Gandes (nama samaran untuk Ayah) dan Mawar (nama samaran
untuk adik dari ibu) tidak peneliti masukkan ke dalam subjek penelitian karena
terbatasnya alat komunikasi, domisili yang bersangkutan di luar negeri sehingga
sulit dijangkau oleh peneliti, dan terbatasnya waktu peneliti melakukan proses
penelitian ini.
Selain itu, penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Dimana
purposive sampling merupakan teknik pengambilan data melalui orang-orang atau
27
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
instansi tertentu dengan mempertimbangkan tujuan dari penelitian tersebut
(Sugiyono, 2012, hlm.216). Pertimbangan tertentu disini misalnya orang tersebut
dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan dari penelitian ini sehingga
besar harapan dapat membantu mempermudah jalannya penelitian.
D. Penjelasan Istilah
Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap penelitian yang akan
dilakukan dan juga untuk memperjelas arah dari penelitian ini, maka ada beberapa
istilah yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Persepsi Lingkungan
Persepsi lingkungan adalah proses memaknai dan mengorganisasikan pola
rangsangan yang datang dari lingkungan anak (Atkinson dan Hilgard dalam Syam
1991, hlm.201).
2. ADHD Tipe Gabungan
Anak penyandang ADHD adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian atau dapat dikatakan sebagai gangguan hiperkinetik, yaitu suatu
gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan sebelum usia 7 tahun,
dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian (inatentif), hiperaktif dan
impulsive (Buitelaar & Paternotte, 2010). ADHD tipe gabungan itu sendiri sesuai
dengan DSM IV adalah yang memiliki keseluruhan simtom dari masing-masing
kategori sub tipe, dari tipe pertama yakni inattention (kurang mampu memusatkan
perhatian) dan tipe kedua yakni hiperaktif dan impulsive dan terjadi selama enam
bulan berturut-turut (Sugiarmin, 2007).
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi (pengamatan) dan studi dokumentasi.
Berikut daftar tabel teknik dan alat pengumpulan data penelitian ini:
28
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1
Tabel Teknik dan Alat Pengumpulan Data
No Teknik
Pengumpulan
Data
Aspek yang Dicapai Alat Pengumpulan
Data
Sumber
Informasi yang
akan Dicapai
1. Observasi 1. Respon Ibu
2. Respon ang tua
teman sebaya
3. Respon guru
1. Catatan
lapangan
2. Catatan
lapangan
3. Catatan
lapangan
1. Ibu
2. Orang tua
teman
sebaya
3. Guru
2. Wawancara
semi
terstruktur
1. Respons orang tua
teman sebaya
2. Respons guru
3. Respon Ibu
4. Respon Nenek
5. Respons orang
dewasa terdekat
anak
1. Pedoman
wawancara
2. Pedoman
wawancara
3. Pedoman
wawancara
4. Pedoman
wawancara
1. Orang tua
teman
sebaya
2. Guru
3. Ibu
4. nenek
5. Orang
dewasa
terdekat
anak
Berdasarkan daftar tabel teknik dan alat pengumpulan data di atas, dapat
dilihat penjelasannya sebagai berikut ini:
1. Observasi (Pengamatan)
Menurut Creswell (2014, hlm. 231), pengamatan merupakan salah satu alat
yang penting dalam mengumpulkan data untuk melihat, memperhatikan kejadian
apa saja yang terjadi di lapangan melalui kelima indera peneliti, namun sering kali
dengan bantuan instrument atau perangkat, dan merekamnya dalam tujuan ilmiah.
Creswell (2014, hlm.232) membagi pengamatan menjadi beberapa jenis:
a. Partisipan sempurna
29
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Peneliti terlibat secara penuh membaur dengan masyarakat yang sedang
diamatinya. Hal ini berguna untuk membangun hubungan yang lebih erat
dengan masyarakat yang sedang diamati.
b. Partisipan sebagai pengamat
Peneliti berpartisipasi dalam aktivitas di tempat penelitian. Hal ini dapat
membantu peneliti untuk memperoleh pandangan insider dan data
subjektif.
c. Nonpartisipan / pengamat sebagai partisipan
Peneliti merupakan outsider dari kelompok yang sedang diteliti,
menyaksikan dan membuat catatan lapangan dari kejauhan. Ia dapat
merekam data tanpa terlibat langsung dengan aktivitas atau masyarakat.
d. Pengamat sempurna
Peneliti tidak terlihat sedang meneliti dan mengamati masyarakat yang
sedang ditelitinya.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih mengubah perannya selama proses
pengamatan dengan melakukan keempat jenis pengamatan (observasi) tadi yakni
peneliti adakalanya berperan sebagai partisipan sempurna, partisipan sebagai
pengamat, nonpartisipan (pengamat sebagai partisipan), dan pengamat sempurna
dengan tujuan agar mendapatkan data yang berimbang dari seluruh sudut
pandang, tidak hanya sebagai insider melainan outsider juga (Creswell (2014,
hlm.232).
Observasi awal pun dilakukan selama tiga bulan lebih yang dimulai dari
pertengahan September hingga Desember tahun 2015. Alat yang digunakan untuk
melakukan observasi ini berupa field notes (catatan lapangan) sesuai dengan
pendapat Bogdan & Biklen (2007) bahwa field notes (catatan lapangan)
merupakan catatan tertulis berupa tulisan-tulisan tentang apa saja yang didengar,
dilihat, dialami, dan juga yang dipikirkan peneliti selama kegiatan pengumpulan
data berlangsung serta merefleksikan data tersebut ke dalam sebuah kajian
penelitiannya. Peneliti nantinya akan mendeskrpsikan tentang orang-orang, objek,
tempat, kejadian, aktivitas, dan percakapan sebagai komponen dari pengolahan
data yang ada (Satori & Komariah, 2009, hlm.180).
Ada pun terdapat bentuk format catatan lapangan yang dianjurkan oleh
Spradley (2007, hlm.104), yakni:
a. Laporan ringkas
Seluruh catatan yang dilakukan selama proses wawancara atau observasi
lapangan berlangsung menunjukkan adanya suatu tipe ringkasan atas hal-hal yang
30
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sesungguhnya terjadi. Dilihat dari sudut pandang peneliti sebagai manusia, tidak
memungkinkan apabila peneliti berhasil mencatat segala sesuatu yang
berlangsung atau segala sesuatu yang dikatakan informan. Catatan ringkas ini
dicatat dengan cepat agar tidak ada satu hal pun yang terlewati dan dicatat berupa
poin-poin penting yang menjadi ikon dalam sebuah observasi. Laporan ringkas ini
akan terlihat lebih komprehensif ketika telah diperluas dan selesai melakukan
tahap observasi juga wawancara. Dalam membuat laporan ringkas, peneliti
menggunakan buku dan pulpen agar mudah dibawa kemana saja saat melakukan
observasi.
Tabel 3.2
Contoh laporan ringkas.
b. Laporan yang diperluas
Catatan ini merupakan hasil dari kegiatan peneliti yang memperluas laporan
ringkas di atas tadi. Setelah melakukan pertemuan dengan subjek penelitian yang
dimintai informasi, peneliti sesegera mungkin menuliskannya atau
mentranskripnya secara detail dan mengingat kembali berbagai hal yang tidak
tercatat secara cepat saat proses observasi dan wawancara berlangsung. Pemilihan
kata kunci berperan sebagai pengingat yang bermanfaat dalam melakukan proses
perluasan laporan ini. Berikut contoh laporan yang diperluas:
Jumat, 6 nov 2015.
Guru bersiap “menangkap” budi. Ada yg ancang-
ancang, memegang, nenek jalan di belakang saya.
Dokter tanya kabar, budi tdk jawab, gelisah, dktr beri
tugas ngebuat lingkaran, kertas pulpen, tdk ada
perhatian budi, dkter ngasih pulpen, budi ambil trus
dilempar, terus ketawa kencang, diminta lagi ngebuat
dan lebih kenceng ketawanya sambil joget muter2,
psklog kasih arah disuruh lanjut
31
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Jumat, 6 November 2015
Dan tibalah urutan Budi. Guru-guru sudah ramai “menangkap” Budi, ada
yang bertugas berlari menghampiri ada juga yang memegangi gerak Budi karena
ukuan tubuh Budi yang tinggi besar di usianya. Setelah itu, nenek Budi hanya
mengikuti dari belakang, sementara Saya mendampingi Budi masuk ke tahapan
pertama dengan kondisi Budi yang terus memberontak.
“Budi, haii... bahagia gak hari ini? Happy today?” tanya salah seorang
dokter yang menjaga pos pertama untuk mengecek koordinasi tangan dan mata.
Budi tidak menjawab, ia terus gelisah. Dokter memberikan perintah dengan
membuat lingkaran menggunakan pulpen dan kertas HVS, Budi sama sekali tidak
memperhatikan apa yang dokter itu katakana. Ketika Budi disodorkan pulpen
kearahnya, ia mengambil pulpen itu lalu melemparnya dengan diiringi gelak tawa
khas milik Budi, masih diminta lagi melakukan hal yang sama oleh dokter yang
lain dan Budi masih melakukan hal yang sama juga bahkan kali ini ia tertawa
lebih keras sambil memutar-mutarkan badannya, sementara psikolog memberikan
arahan untuk lanjut ke pos berikutnya yakni tes kekuatan anggota gerak dengan
melompati tali.
2. Wawancara
Menurut Esterberg (Satori & Komariah, 2009, hlm.30) wawancara merupakan
suatu kondisi dimana terjadinya pertemuan antara dua orang untuk bertukar
informasi ataupun ide melalui proses tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
sebuah makna dalam suatu topik tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik
wawancara mendalam depth interview berupa wawancara semi terstruktur. Mc
Milan & Schumacher (Satori & Komariah, 2009, hlm.130) menjelaskan bahwa
wawancara yang mendalam yang berbentuk proses tanya jawab bersifat terbuka
untuk memperoleh data mengenai maksud hati partisipan, bagaimana
mengambarkan isi pemikiran mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau
menyataakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.
Sedangkan, wawancara semi terstruktur menurut Sugiyono (2012, hlm. 73-74)
didalam pelaksanaannya bersifat lebih bebas (fleksibel) dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini agar menemukan permasalahan
32
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
secara lebih terbuka, dimana pihak yang diminta untuk melakukan wawancara
dapat mengeluarkan pendapat dan ide-idenya secara lebih rileks.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan bantuan pedoman
wawancara untuk memudahkan dan memfokuskan pertanyaan yang akan
diutarakan. Peneliti juga membawa alat catat berupa pulpen, buku dan alat
perekam untuk membantu peneliti dalam melakukan wawancara, kemudian
melakukan proses verbatim setelah wawancara usai, dan hal ini dilakukan terus-
menerus hingga data berubah atau dianggap jenuh oleh peneliti.
Pada penelitian ini pertanyaan-pertanyaan yang diajukan telah dipersiapkan
yang mengacu pada proses mencaritahu bagaimana persepsi dari beragam
informan penelitian dalam menginterpretasikan cara pandangnya terhadap anak
penyandang ADHD tipe gabungan, namun dalam pelaksanaannya tidak terfokus
pada hal itu saja dan pertanyaan dibuat sangat fleksibel sehingga jika ada
informasi lain yang perlu ditanyakan pada saat wawancara berlangsung itu dapat
terjadi. Peneliti pun bersikap terbuka dalam merespon dan memberikan kebebasan
dalam menjawab serta mengungkapkan pendapat di luar pertanyaan yang telah
dipersiapkan. Daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan dijadikan patokan
ataupun kontrol dalam alur wawancara agar wawancara tetap terarah kepada tema
yang diteliti.
Adapun selama penelitian ini berlangsung, peneliti mendapat banyak
mendapat informasi langsung tanpa peneliti harus bertanya terlebih dahulu. Ada
anggapan bahwa informasi terbaik adalah informasi yang justru tidak diminta dan
dilakukan ketika tidak ditanyai lebih dulu dan tidak ada orang lain selain peneliti
serta informan itu sendiri (Ratna, 2010, hlm.225).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri (key instrument). Peneliti
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pokok permasalahan,
namun tidak terfokus pada hal-hal itu saja, peneliti tidak menutup informasi lain
yang datang dan fleksibel jika ada informasi lain yang perlu ditanyakan pada saat
wawancara berlangsung. Penelitian ini pun mempersiapkan pedoman wawancara
antara lain beberapa alat tulis dan alat perekam. Di samping itu, key instrument
33
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan peneliti sendiri dengan bantuan
orang lain yang menjadi alat pengumpul data (Basrowi & Suwandi, 2008,
hlm.26). Posisi peneliti merupakan inti atau kunci dari penelitian ini yang harus
mengeksplorasi banyak informasi, bukan hanya sebagai key instrument tetapi
dapat diartikan sebagai human instrument. Fungsi dari human instrument ini
menurut Sugiyono (2012, hlm.222) sebagai “alat” penetap fokus permasalahan
penelitian, pemilih subjek sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan
atas temuan yang diperolehnya.
Selain fungsi tersebut, ada kelebihan lain dari human instrument yang
disampaikan oleh Nasution (Satori & Komariah, 2009, hlm.63) bahwa hanya
manusia sebagai alat atau instrument yang dapat memahami makna interaksi antar
manusia, membaca gerak wajah, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung
dalam ucapan atau perbuatan subjek penelitian.
G. Prosedur Penelitian
1. Tahap Pra Penelitian
Pada tahap ini peneliti masih melakukan penelitian sebelumnya selama tiga
bulan terhadap seorang anak penyandang ADHD tipe gabungan, dilanjut dengan
pencarian literatur sebagai penunjang sementara bagi peneliti. Kemudian meminta
surat izin atau membuat surat pengantar untuk penelitian, meminta izin kepada
kepala sekolah untuk melakukan penelitian mengenai persepsi lingkungan
terhadap anak penyandang ADHD tipe gabungan dan meminta izin kepada pihak
keluarga anak tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti beradaptasi dengan subjek penelitian,
mulai dari memperkenalkan diri, menjelaskan maksud apa yang akan dilakukan,
berkomunikasi, dan menjalin hubungan dengan baik agar terbentuk sebuah
kepercayaan serta kenyamanan dari informan terhadap peneliti.
Berbekal data dari observasi awal, peneliti mulai melakukan observasi
kembali, melihat bagaimana interaksi di lapangan baik di rumah maupun sekolah
temapat subjek berada. Selain observasi, wawancara juga dilakukan kepada para
34
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
informan yang telah peneliti tentukan untuk memperkaya data hasil lapangan,
wawancara ini ditujukan kepada kepala ibu, nenek, tiga orang dewasa terdekat
anak, guru kelas, dan enam orang tua teman sebaya.
Selanjutnya, kegiatan-kegiatan sealam proses pengumpulan data berlangsung,
nantinya data akan dicatat dan dikumpulkan dari catatan lapangan serta hasil
wawancara, kemudian diverbatimkan setiap harinya setelah terjadi pertemuan
dengan informan hingga data dianggap jenuh oleh peneliti. Setelah data dianggap
jenuh, peneliti melakukan proses menganalisis data, memaknai data yang telah
diolah menjadi suatu kesatuan informasi yang utuh sesuai harapan dari tujuan
penelitian ini.
3. Tahap Analisis Data
a. Analisis Data Grounded Theory
Seperti yang diungkapkan dalam prosedur penelitian kualitatif bahwa analisis
data dilakukan bukan setelah semua data lapangan terkumpul melainkan pada saat
penelitian itu dilakukan, setiap hari setelah peneliti melakukan pertemuan dengan
subjek dan objek. Analisis data disini merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan, simultan, yang membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data,
memaknai data, kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
analitis, dan menulis catatan ringkas selama penelitian berlangsung (Creswell,
2010, hlm.274).
Di dalam metode analisis penelitian kualitatiaf ini, peneliti menggunakan
format desain kualitatif – grounded research. Strategi analisis grounded research
dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualiatif tidak membutuhkan teori
tentang subjek penelitian untuk menjaga ke-steril-an subjektivitas peneliti
terhadap subjek penelitian di kasus ini, maka format desain grounded research
dikonstruksikan agar memudahkan peneliti untuk mengembangkan pengetahuan
dan teorinya setelah mengetahui permasalahan di lapangan (Bungin, 2010,
hlm.146).
b. Langkah-Langkah Analisis
Masuk ke dalam proses menganalisis data dengan strategi analisis data
grounded theory berarti menciptakan sendiri kode-kode dari kasus yang diteliti,
35
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kemudian dimaknai apa yang dilihat pada kata demi kata (Charmaz dalam Smith,
2009, hlm.181). Kumpulan dari kode tersebut akan terbetuk dari pengamatan
dengan akurat pada data yang telah diperoleh, dan proses seseorang menciptakan
kode ini disebut dengan coding.
Charmaz (Smith, 2009, hlm.181) mengatakan aktivitas atau kegiatan
mengcoding dilakukan minimal dua tahap. Tahap pertama adalah fase awal
berupa pemberian nama terhadap masing-masing baris data. Tahap kedua adalah
fase selektif terfokus, menggunakan kode-kode awal yang paling sering muncul
atau paling signifikan.
Berikut merupakan langkah pertama dalam mengkoding:
Tabel 3.3
Tabel contoh mengkoding
“Dasar nakal! Uuuuh!” salah seorang
murid laki-laki kelas B mendorong
Budi.
Perlawanan balik teman sebaya
1. Open coding
Peneliti membuka dan mengolah seluruh data yang didapatkan dari beragam
sumber, lalu segera memberikan kode pada tiap baris per baris data (line-by-line),
karena bagi peneliti kode masih sulit ditemukan jika dilakukan word-by-word
(Charmaz, 2006, hlm.65). Kode yang peneliti munculkan terkonstruksi dari dasar
kasus yang didapatkan di lapangan. Di tahap ini, peneliti memunculkan kode
bersifat spontan, langsung, dan bentuk kode data pun masih banyak.
2. Focus coding
Kemudian tahap kedua setelah open coding yakni focus coding. Kode yang
ada di tahap ini merupakan kode data yang ditarik dari baris per baris dan
terseleksi (Glaser dalam Charmaz, 2006, hlm.72), kemudian dari data yang
banyak tadi dijadikan lebih signifikan dan mengerucut, hingga peneliti perlahan
mulai memahami alur masalah yang sebenarnya terjadi di dalam penelitian ini.
Koding yang dihasilkan sebanyak 144 kode.
3. Axial coding
36
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Aksial koding merupakan tahap ketiga sekaligus akhir dari proses koding. Di
tahap ini, peneliti akan mengelaborasikan antar kode menjadi subtema-subtema
dan teman besar penelitian yang dituangkan ke dalam bentuk pembahasan. Ada
pun tema besar yang muncul di dalam penelitian ini terdiri atas 4 buah dan
subtema sebanyak 12 buah.
Validasi dan Realibilitas
Validasi data kualitatif dilakukan sebagai cara pemeriksaan terhadap
keakurasian hasil penelitian dengan melakukan prosedur-prosedur tertentu,
sementara realibilitas kualitatif mengidentifikasi bahwa pendekatan yang
digunakan peneliti bersifat konsisten jika diterapkan oleh peneliti lain (Creswell,
1998, hlm.144). Ada pun strategi validasi dan realibilitas yang digunakan dalam
penelitian ini yakni triangulasi data dan refleksivitas:
a. Triangulasi Data
Triangulasi dilakukan untuk mengukuhkan derajat kepercayaan dalam
penelitian kualitatif studi kasus ini, serta bermanfaat mengecek status kebenaran
data dengan membandingkan data dari beragam sumber mengenai persepsi
lingkungan terhadap anak penyandang ADHD tipe gabungan selama peneliti di
lapangan (Lincoln & Guba, 1985). Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti
merupakan triangulasi sumber data dengan melakukan perbandingan untuk
mengecek informasi yang telah diperoleh melalui cara, waktu, dan informan yang
berbeda. Terdapat empat cara untuk menguji validitas data, yaitu a)
membandingkan hasil wawancara, observasi serta catatan lapangan yang telah
diperoleh di lapangan dengan berbagai teori pendukung perihal tema yang diteliti
yaitu persepsi lingkungan terhadap anak penyandang ADHD tipe gabungan, b)
membandingkan pengakuan informan secara pribadi dengan pernyataan di depan
umum, c) membandingkan pendapat pada saat penelitian (sinkronis) dengan
situasi yang terjadi sebelumnya (diakronis), d) membandingkan pendapat antara
orang biasa dengan orang yang memahami tentang anak penyandang ADHD.
“dia itu apa yaa sukanya, mmmmm apa ya... gatau deh bu anis, saya juga gak
ngerti apa kesukaannya. Minatnya Budi saya gak tau, padahal semuanya udah
37
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
saya kasih, tapi seperti gak ada ketertarikan sama belajar gitu loh. Paling
sukanya ya ituuuu lari-lariii terus... hahahaaaaa.”
(Pendapat dari Nenek)
“Hhhmm...... gatau ya, tapi saya gak pernah liat Budi belajar, gak pernah
denger juga. Alphabet aja masih gatau. Dia itu umurnya kan udah lumayan ngerti
yaaaa harusnya, bahkan harusnya tahun ini Budi masuk SD, tapi gatau deh
diterima atau ngga di SD. Selama yang saya tau, Budi itu mirip kayak anak umur
3 tahun, bagi saya loh.. pup juga kan masih belum bisa ke toilet sendiri, mandi
harus terus dimandidin, dipakein seragam.... kayak anak kecil lah pokokna”
(Pendapat dari orang dewasa terdekat anak yang tinggal serumah)
“Ya iya atuh.. pertama, dia masuk sekolah aja jarang banget. Trus gak
pernah mau belajar, malah ngisengin temen-temennya terus. Diminta
mengerjakan ini itu, gak pernah mau. Ngedengerin saya ngomong aja ngga. Ikut
baris, senam, malah mukulin temen-temennya. Raportnya juga kan gak
dikembaliin ke kami, jadi gimana kami mau isi perkembangan Budi?”
(Pendapat dari guru kelas)
Peneliti membandingkan beberapa pendapat dari setiap subjek penelitian yang
berbeda yang memiliki kekerabatan dekat dengan objek, di setting lingkungan
yang berbeda, latar pendidikan serta status dan usia yang berbeda juga.
.
b. Refleksivitas
Refleksitas bagi peneliti kualitatif dalam penelitian ini jauh lebih terbuka dan
fleksibel, peneliti bukan lagi sosok “Tuhan” yang mahatahu, seperti yang ditulis
oleh Laurel Richardson bahwa peneliti kualitatif tidak perlu menjadi seorang
narator yang serba tahu dan memiliki pengetahuan umum yang mumpuni dalam
merespon setiap perubahan situasi di lapangan bersama subjek dan objek. Lebih
lanjut lagi bahwa ulisan yang baik dan jujur itu adalah tulisan yang mengakui
ketidakpastiannya. Creswell (2014) menyatakan bahwa refleksivitas itu cara
peneliti bagaimana membumikan bahasanya terhadap pembaca dan seolah-olah
memosisikan dirinya dalam tulisannya, berusaha memerikan pendapat dari sudut
pandang penulis apa adanya. Seluruh perasaan dan situasi yang tidak terduga,
38
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peneliti merasakan rasa letih, sedih, kesal, senang, bahagia, terharu, lucu, bahkan
mungkin jengkel terhadap subjek penelitiannya, semuanya diutarakan.
Refleksivitas yang dilakukan dalam penelitian ini berbentuk gagasan peneliti
terhadap apa yang dipikirkannya, dirasakannya, yang berisikan pendapat-pendapat
yang diinterpretasikan serta dipengaruhi oleh latar belakang subjek, objek dan
peneiliti seperti hubungan dengan subjek penelitian dan kebiasaan-kebiasaannya
(Bogdan & Biklen, 2007 dan Creswell, 2010 hlm.287). Karena itulah refleksivitas
dianggap sebagai salah satu kunci dalam penelitian kualitatif.
a. Adaptasi keluarga “istimewa”
Pada awalnya peneliti tidak menyadari bahwa ketidaksengajaan ini membawa
peneliti menggarap penelitian tentang anak penyandang ADHD. Ketidaksengajaan
yang peneliti maksud adalah ketika tidak ada satu rekan yang mampu menangani
seorang anak “istimewa” ketika PPL berlangsung selain peneliti, kemudian pihak
sekolah pun menyarankan kepada peneliti untuk melakukan penelitian terhadap
anak tersebut. Banyak informasi yang datang begitu saja ke telinga peneliti,
meyakinkan dan meminta bantuan peneliti untuk memberikan lebih banyak waktu
serta tenaga untuk “memegang” anak tersebut.
Tidak butuh waktu lama, peneliti sudah dapat masuk ke dalam lingkungan
keluarganya, meskipun banyak deal dengan mereka terlebih dahulu atas dasar
menjaga privasi. Adapun dua persyaratan yang diajukan antara lain: (1) peneliti
diperbolehkan mengambil foto atau rekaman video tetapi hanya boleh ditunjukkan
kepada dosen pembimbing pertama, tidak ke yang lain sekalipun dosen
pembimbing dua, (2) tidak mencantumkan nama (inisial diperbolehkan) dan foto
baik pihak keluarga maupun informan yang lain di dalam penelitian (jadi hanya
cukup dosen pembimbing pertama yang tahu tentang mereka), sehingga demi
terciptanya perasaan nyaman selama proses pengambilan data berlangsung maka
peneliti mengiyakan kedua persyaratan tersebut walaupun berat.
Keluarga tersebut berkomunikasi satu dengan lainnya menggunakan bahasa
Inggris, bahkan anak itu lebih fasih menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa
Indonesia. Kemampuan berbahasa Inggris peneliti serasa diuji oleh anak tersebut
(Budi), tetapi hal ini yang membuat peneliti merasa tertantang untuk terus aktif
39
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kembali terbiasa berbincang dengan bahasa Inggris. Belum sampai di sana peneliti
ditakjubkan oleh latar belakang keluarga tersebut, yang ternyata orang tua anak
istimewa ini adalah seorang public figure, sang ayah berprofesi sebagai chef dan
menjadi juri tamu di acara program lomba masak terkenal di salah satu stasiun
televisi bergengsi di tanah air dan memiliki banyak bisnis cafe di pulau Jawa dan
Bali, sedangkan sang ibu merupakan dosen muda di perguruan tinggi pariwisata
terkenal di kota Bandung. Sang nenek dan kakeknya pun adalah pensiunan dosen
di perguruan tinggi pariwisata yang sama. Dapat dikatakan anak istimewa itu
tumbuh di dalam keluarga yang cukup berpendidikan dan berada. Tetapi di
sanalah tantangan bagi peneliti untuk dapat bertemu secara lengkap dengan orang
tua anak tersebut karena padatnya kesibukan mereka. Sempat beberapa kali
peneliti merasa putus asa karena harus bernegosiasi dengan sang ibu yang
terkesan sangat menutup diri karena alasan privasi. Namun, setiap masalah selalu
satu paket dengan solusi, dan bersyukur sang ibu bersedia berpartisipasi bersama
peneliti untuk membantu menyelesaikan penelitian ini.
b. Pandangan Peneliti sebagai Seorang Muslim
Selama ini peneliti hanya mengetahui beberapa cerita mengenai alasan
seseorang berpindah agama atau bahkan tidak lagi percaya pada Tuhan lewat
cerita teman atau dari berbagai buku, dapat dikatakan pasif, peneliti tahu dan
dengar secara tidak langsung. Namun ketika peneliti melakukan proses
wawancara, peneliti mendapatkan kesempatan itu.
Awalnya peneliti terkejut mendengar pengakuan ibu yang secara gamblang
mengatakan bahwa ia adalah seorang agnostik, seseorang yang ragu terhadap
keberadaan Tuhan dan akhirat. Ibu pun mengakui bahwa ia memilih living
together daripada menikah, karena bagi ibu pernikahan hanyalah suatu pelegalan
hubungan sepasang kekasih dan hanya merupakan aturan dalam sebuah agama.
Ketika mendengar pengakuan tersebut, peneliti mengakui dan merasakan
kekhawatiran jika terjadi suatu kesalahan ucap atau reaksi berlebihan selama
proses wawancara berlangsung. Peneliti berusaha mengimbangi pembicaraan
bersama subjek ibu walaupun di dalam hati merasa ada yang bersebrangan.
40
Annisa Adzaningtias, 2016 PERSEPSI LINGKUNGAN TERHADAP ANAK PENYANDANG ADHD (ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER) TIPE GABUNGAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebagai seorang muslim, peneliti meyakini bahwa segala hal yang ada di
muka bumi ini tidak tiba-tiba terjadi begitu saja, tentu ada satu Zat yang Maha Esa
dan Kuasa yang menciptakan semua ini. Pun dengan aturan hidup, peneliti
percaya adanya “buku pedoman” dalam menjalani kehidupan di dunia ini agar
tidak keliru memilih keputusan hidup dan tidak asal bertindak, yakni Al-Qur’an.
Akan tetapi balik lagi kepada hal semula, peneliti menghargai setiap perbedaan
yang ada, peneliti menyadari bahwa setiap manusia selalu memiliki kesempatan
untuk berubah, dan Allah SWT Yang Maha Pembolak-balik hati setiap hambanya.
c. Subjektifitas sebagai mahasiswa PGPAUD
Berdiri dengan kedua kaki sebagai mahasiswa PGPAUD yang belajar
mengenai segala hal tentang anak, mulai psikologisnya hingga peraturan-
peraturan di masyarakat yang melindungi keberadaan seorang anak, menjamin
hak dan kewajiban seorang anak, maka peneliti tergerak untuk mengambil tema
pemabahasan penelitian mengenai anak ADHD. Peneliti meyakini bahwa anak itu
adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya keluarga saja, bahkan Negara pun
ikut bertanggung jawab atas kehidupan seorang anak yang diatur dalam Undang-
Undang Perlindungan Hak Anak.
Peneliti pun meyakini teori Bronfenbrenner dengan teori ekologi
perkembangan anak bahwa setiap setting lingkungan yang anak lalui semasa
hidupnya, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, tetangga, masyarakat hingga
negara, melalui mikrosistem, mesosistem, eksositem, makrosistem dan
kronosistem anak berinteraksi, merasa diterima atau ditolak, sedikit banyak
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawa dari lingkungannya dan berdampak pada
tumbuh kembangnya sebagai manusia.