Upload
phamliem
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
56
BAB III
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
Seperti telah dikemukakan di bagian awal, penelitian ini bermaksud
hendak mengetahui perubahan sosial budayayang telah terjadi di Desa Canggu
Kecamatan Badas, wilayah pemekaran Kecamatan Pare,serta untuk
mengetahui bagaimana faktor komunikasi berperan di dalamnya. Bertolak dari
data yang berhasil dikumpulkan, maka dapat dikatakan bahwa banyak
perubahan sosial dan budaya yang terjadi selama ini sejak Clifford Gertz
melakukan penelitian di Pare tahun 1953-1954. Perubahan-perubahan yang
dimaksud, beberapa hal yang menonjol di antaranya adalah a) Mata
pencaharian penduduk b) Struktur sosial khusunya dilihat dari tingkat
pendidikanc) Memudarnya tradisi lama seperti tingkeban, pasaran, pitonan,
bersih desa, membaca doa-doa jawa,melakukan ritual di tempat-tempat
tertentu, serta tradisi mulusandan d) Kesadaran masyarakat akan pentingnya
nilai-nilai agama.
Data yang ada menunjukkan bahwa komunikasi mengambil peran
penting dalam perubahan-perubahan di atas. Peran yang dimaksud dapat
dilihat melalui berbagai jenis dan forum komunikasi termasuk misalnya
komunikasi interpersonal (memberikan sosialisasi), komunikasi kelompok
(forum-forum pengajian) dan komunikasi massa (dampak dari televisi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
radio). Berikut dikemukakan secara lebih jelas mengenai temuan-temuan di
atas.
3.1 Perubahan Sosiokultural yang Terjadi
a. Mata Pencaharian
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa mata pencaharian itu
terdiri dari kemampuan, aset (toko, sumber daya, klaim, dan akses),
dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana hidup91
.Itu artinya, mata
pencaharian adalah kumpulan dari kemampuan dan aset yang akhirnya
memunculkan suatu kegiatan tertentu yang bisa dijadikan sebagai
sumber penghasilan pokok untuk kehidupan sehari-hari. Berkaitan
dengan hal tersebut, pada periode 1950-an ketika Geertz melakukan
penelitian di Pare, mata pencaharian penduduk secara keseluruhan,
adalah petani, pedagang kecil, tukang, buruh kasar, petugas kerah
putih, guru, atau administrator92
.Sebagai gambarannya, berikut
penjelasannya:
1. Petani
Pare memiliki kondisi geografis yang terdiri dari banyak
sekali lahan pertanian, sehingga menyebabkan sebagian besar
masyarakatnya terjun menjadi petani. Dalam catatan Geertz, Pare
dulunya dikelilingi olehtiga sisi yang di situ terdapat ribuan sawah-
sawah kecil yang luasnya tidak lebih dari 25 km2. Sebagian besar
sistem pertanian yang ada adalah disewakan atau bagi hasil. Tuan
91
Cambers & Conway (1992:7) dalam Ellis, Frank, Rural Livelihoods and Diversity in Developing
Countries, 2000, Oxford University Press, New York, hlm. 7. 92
Geertz, Clifford, Op.cit.,hlm. 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
tanah menyewakan sawahnya pada petani lain tanpa ikut serta
dalam pengerjaannya, kemudian hasil penjualannya dibagi sama
rata. Saat musim hujan, karena jumlah air melimpah maka tanaman
yang cocok ditanam adalah padi. Sedangkan ketika musim
kemarau, para petani memilih untuk menanam beberapa jenis
tanaman seperti jagung, kedelai, kacang tanah, bawang, paprika,
ataupun ubi jalar.
Saat Belanda berkuasa, banyak sistem-sistem baru yang
dimunculkan. Sebelum mereka datang, masyarakat masih
menggunakan sistem irigasi kuno dari selokan, perangkap dan
mata air. Namun pada akhirnya sistem tersebut ditingkatkan
melalui bendungan semen dan pintu air dari baja. Sistem ini
digunakan oleh para petani padi selama 6 bulan setiap
tahunnya.Sedangkan di sisi keempat dari wilayah Pare, terdapat
lahan kering, rusak dan tidak diberi pengairan secara baik. Sebagai
solusinya dibangunlah sistem perkebunan luas untuk jenis tanaman
seperti kopi, karet, dan tebu. Untuk proses pengerjaan, Belanda
menjadikan penduduk setempat sebagai buruhnya.
2. Pedagang Kecil
Bagi masyarakat Pare, pasar menjadi tempat utama
padaarus perdagangan. Sehingga rata-rata penduduk yang berada di
sektor ini adalah pedagang-pedagang kecil dengan keuntungan
relatif sedikit. Pasar menjadi tujuan utama untuk berdagang karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
di situ tidak ada aturan tentang siapa yang boleh berjualan dan apa
jenis dagangannya. Siapapun bisa menjual mulai dari
parfum,bukubacaan, alat-alat masak, ikan kering, keranjang,
pakaian, meja dan kursi, obat-obatan, dan segala macam
kebutuhan.Tidak peduli apakah itu laki-laki, perempuan, sales
profesional maupun semi profesional, mereka berhak memasarkan
barangnyatersebut untuk mencari nafkah.
3. Buruh Kasar dan Tukang
Profesi sebagai buruh kasar biasanya dipekerjakan oleh
orang-orang Cina di pabrik padi mereka, kayu, atau perusahaan
lain, diperintakanpula oleh pemerintah setempat untuk
memperbaiki jalan, membangun bendungan irigasi, atau menyapu
jalan, dan bekerja di industri-industri rumahan.Selain itu banyak
juga masyarakat yang dipekerjakan di proyek kereta api cepat dari
ibukota daerah yang melewati Pareagar terhubung dengan jalur
utama Surabaya lima belas mil ke utara, ataupun menjadi
pembantu dari orang-orang kota yang kaya, meskipun setelah
Belanda pergi, pekerjaan ini sudah berkurang.
4. Pegawai
Masyarakat yang masuk ke golongan ini adalah orang-
orang intelektual dan elit sosial di Pare, yang berhubungan dengan
urusan politik atau birokrasi. Mereka bertugas untuk memerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dan dihormati karena telah melakukan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, semacam kebijakan.
5. Guru
Pada tahun ‟50-an, jumlah orang yang berpindidikan
semakin meningkat. Sedangkan di Pare sendiri ada banyak sekolah
di antaranya 6 sekolah dasar negeri (SDN) dengan 6 kelas, sekolah
teknik negeri setingkat SMP, 3 SMP swasta, dan beberapa sekolah
swasta yang lain termasuk sekolah dasar Cina dan Katolik.
Selanjutnya masing-masing desa memiliki sekolahnya sendiri dan
beberapa di antaranya ada sekolah khusus agama. Dengan kondisi
seperti itu, maka profesi guru bersifat dinamis, menyesuaikan
dengan jumlah sekolah dan kuota di dalamnya. Semakin banyak
sekolahnya, maka semakin banyak pula guru yang dibutuhkan.
Begitu juga sebaliknya.
6. Administrator
Untuk susunannya, pemerintah Kabupaten Kediri
menduduki posisi paling tinggi. Mereka membawahi beberapa
kecamatan, di antaranya adalah Kecamatan Pare yang terdiri dari
beberapa desa. Dengan begitu, profesi sebagai administrator ini
lebih kepada mereka yang bekerja di instansi pemerintahan.
Memiliki tugas untuk mendata berbagai hal terkait perbaikan jalan
raya, bangunan dan pemeliharaan sistem irigasi, peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pertanian, administrasi jumlah pasar, mendata jumlah pegawai
yang bekerja atau setengah menganggur, begitu juga dengan
jumlah kantor pos dan kantor perwakilan lokal dari kementerian
agama.
Berdasarkan data kelurahan, dewasa inidiketahui bahwa mata
pencaharian penduduk yang paling banyak adalahpetani, buruh
tani,pengusaha, peternak, buruh migran, pegawai negeri sipil, perawat
swasta, bidan swasta, TNI, Polri serta karyawan perusahaan swasta93
.
Berikut penjelasan terkait profesi di atas:
1. Petani dan Buruh Tani
Petani adalah orang yang mata pencahariannya dari bertani.
Lahan pertanian yang digarap itu bisa jadi milik pribadi ataupun
menyewa tanah orang lain. Untuk itu, jumlah petani di Desa
Canggu secara keseluruhan adalah1.413 orang pada tahun ini, di
mana1.199 keluarga memiliki tanahnya sendiri dengan luas kurang
dari 10 ha. Berbeda dengan zaman Belanda, warga tidak memiliki
hak kepemilikan tanah saat itu. Mereka hanya menjadi buruh yang
hasil panennya nantiakan dikuasai oleh Belanda. Sedangkan
sekarang saat mereka sudah pergi, warga pun berhak memiliki
tanah dan berkuasa secara penuh atas pengolahannya maupun hasil
yang didapat.Dalam pengolahannya, jenis tanaman yang ditanam
bergantung pada musim. Apabila musim penghujan maka yang
93
Profil Desa dan Kelurahan Desa Canggu Kecamatan Badas Kabupaten Kediri Provinsi Jawa
Timur Bulan Maret Tahun 2016.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
paling banyak ditemui adalah padi dan jagung. Berbeda saat
kemarau, warga beralih menanam ketela ataupun hasil perkebunan
seperti tebu. Giliran musim panen, mayoritas warga memilih untuk
menjualnya ke pemborong atau pengepul karena jumlahnya di
Desa Canggu sendiri dapat dikatakan cukup banyak, sekitar 50-an.
Nantinya, merekaakan mengolah hasil tersebut untuk dijual ke
Pasar Induk Bringin Pare. Selain itu, apabila berbicara
tentangsistem pengerjaannya, menurut Sapto Noko, Kepala Desa
Canggu, sekitar 90% warga yang memiliki sawah memilih untuk
menggarap sendiri daripada menyewakan tanahnya. Kalaupun ada
yang seperti itu, sistemnya adalah pembayaran di awal. Jadi orang
yang ingin menyewa, harus membayar di awal dengan jumlah
tertentu, sesuai kesepakatan antara pemilik dengan penyewa.
Kalau ada petani, biasanya ada pula buruh tani. Buruh tani
ini adalah mereka yang tidak memiliki sawah sehingga
dipekerjakan oleh tuan tanah untuk menggarap sawahnya. Warga
Canggu yang memiliki profesi ini berjumlah 373 orang dengan
pendapatan sekitar 30-40 ribu per kuintalnya dalam satu hari.
Pada tahun ‟50-an, sudah ada inovasi yang diperkenalkan
oleh Belanda kepada para petani di antaranya adalah bendungan
semen dan gerbang pintu air dari baja. Kedua alat ini digunakan
hampir sepenuhnya untuk tanaman padi selama 6 bulan di setiap
tahunnya. Kendati demikian, ada beberapa perubahan terkait cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
bertani di Pare, khususnya Desa Canggu. Saat ini sudah banyak
alat-alat yang semakin memudahkan kinerjapara petani misalnya
traktor, pompa air maupunalat perontok padi atau dos. Banyak di
antara mereka yang beralih menggunakan traktor dibandingkan
membajak secara manual. Begitu pun dengan pengairannya. Kalau
dulu hanya mengandalkan perangkap ataupun mata air, sekarang
bisa menggunakan pompa yang nantinya dialirkan melalui selokan-
selokan kecil. Di samping itu, alat dos yang ada saat ini juga
banyak digunakan oleh petani untuk merontokkan padi. Hal ini
dinilai lebih efektif karena tidak banyak mengeluarkan tenaga
dibandingkan harus memanen secara manual.
Tidak hanya alat dan sistemnya, ilmu yang diperoleh juga
semakin maju. Menurut penuturan beberapa informan dari
kalangan petani, mereka mendapatkan ilmu-ilmu baru dari toko
pertanian di Dusun Bloran. Ilmu tersebut menyangkut pupuk, obat
pemberantas hama, tanaman yang ditanam, dan lain-lain. Seperti
yang dijelaskan oleh Hanif, dulunya warga masih mengandalkan
garam sebagai pupuk, gadung dan mentor untuk obat hama yaitu
ulat.Cara tersebut sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, berganti
dengan pupuk dan obat dari toko pertanian.
2. Pengusaha
Pengusaha di Desa Canggu rata-rata adalah pedagang kecil
dan menengah dengan jumlah 1.063 orang menurut data kelurahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdasarkan pengamatan, mayoritas pengusaha tersebut adalah
pedagang rumahan. Banyak di antaranya yang menjual kebutuhan
sehari-hari seperti makanan jadi, sayuran, bumbu masak, alat tulis,
solar, bensin, pakaian, dan segala macamnya. Mujiani salah
seorang pedagang, menyampaikan bahwa suami dan anaknya
setiap jam 2 pagi selalu pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan
dapur seperti sayuran, cabai, bawang merah, bawang putih, dan
lain-lain, di Pasar Bringin. Kemudian jam 4 pagi ia menjual
kembali barang dagangannya tersebut, selang 3 jam kemudian
biasanya sudah laku. Dari situ saja Mujiani bisa meraup
pendapatan sekitar Rp 1.500.000,- tiap harinya.
Selain itu, ada pula warga yang memilih untuk berdagang
makanan ringan ataupun minuman di beberapa tempat wisata
misalnya Candi Surowono, Goa Surowono dan Pemandian
Sendang Derajat. Mengingat banyaknya tempat-tempat semacam
itu, warga menjadikannya sebagai sarana untuk mencari nafkah.
Apalagi kalau waktu liburan. Karena dekat dengan Kampung
Inggris, banyak wisatawan dari luar daerah yang berkunjung dan
akhirnya menambah pendapatan mereka.
Pada saat ini, warga Canggu sendiri, lebih berani untuk
membuka kios atau usaha rumahan. Mereka tidak perlu jauh-jauh
ke pasar atau pusat kecamatan untuk memasarkan barangnya.
Kecuali hasil-hasil pertanian seperti beras, jagung, tomat, dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
lain. Untuk barang dagangan semacam itu biasanya dijual oleh para
petani ke Pasar Bringin, pasar induk komoditi sayur, buah dan
pangan di Tulungrejo Pare. Berbeda dengan dulu. Menurut catatan
Geertz, tempat utama dalam arus perdagangan di Pare adalah
pasar. Masyarakat lebih memilih untuk memasarkan barangnya di
sana. Temuan ini berubah karenabanyak warga pergike pasar untuk
membeli kebutuhan sehari-hari,lalu dijual kembali di kios
rumahnya.
Selain pedagang, pengusaha di Desa Canggu, khususnya
Dusun Surowono juga berprofesi sebagai petani ikan. Hampir 80%
warga setempat bergerak di bidang pembibitan ikan air tawar
seperti nila, tombro dan tawes. Profesi ini banyak diminati karena
daerah Surowono mendapatkan pasokan air cukup lancar,
dibandingkan dengan dusun-dusun yang lain. Para petani ikan
tersebut ada yang sebatas di pembibitan, namun ada pula yang
sampai pada pemasarannya. Salah satu warga yang bergerak pada
kedua bidang tersebut adalah Bambang. Ia menceritakan bahwa
untuk mendapatkan bibit ikan yang bagus adalah mencari induk
dengan perbandingan 3:1, betinanya 3, jantannya 1.
Biasanya usaha ini tergantung musim. Permintaan paling
banyak adalah waktupenghujan, khususnya Kota Lamongan.
Karena menjadi daerah tadah hujan, maka stok ikan yang
dibutuhkan selalu dalam jumlah banyak. Nanti saat musim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
kemarau, Lamongan hanya mampu menampung sedikit ikan dan
akhirnya beralih ke daerah Sidoarjo, Gresik atau Pasuruan. Untuk
stok yang dikirim per bulannya rata-rata 100-150 rean, tiap rean
berisi 5.500 bibit ikan.Waktu permintaan banyak, harga untuk ikan
paling kecil sekitar Rp 400,-, berbanding terbalik saat permintaan
sedikit, harganya berkisar Rp 100,-. Sehingga kalau pengiriman
sepi, pendapatan yang masuk berkisar antara 3-5 juta dan ketika
permintaan banyak, pemasukannya antara 5-7 juta. Untuk
mengatasi kelangkaan, Bambang juga mengambil dari para petani.
Artinya, petani di Surowono tidak hanya mengandalkan usahanya
dari bertani saja, melainkan juga di bidang pembibitan ikan.
Mereka yang tidak memiliki kolam, bisa melakukannya dengan
menyewa. Seperti yang diungkapkan Bambang, harga sewa satu
kolam adalah Rp 5.000,-.
3. Peternak
Karena luasnya lahan pertanian, maka tidak heran apabila
banyak warga yang menjadi peternak. Di antara jenis hewan ternak
yang dipelihara, ayam kampung adalah mayoritasnya. Sejumlah
2.172 orang memelihara ayam dengan populasi sekitar 8.688 ekor.
Profesi ini ada karena didasarkan pada jumlah tanaman jagung
yang juga cukup banyak. Sehingga stok makanan bagi ayam lebih
mudah. Proses pemasarannya sendiri, ada beberapa cara yang
ditempuh. Sesuai data, warga menjual ayamnya bisa langsung ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
konsumen, pasar, tengkulak, pengecer, lumbung desa, ataupun ke
Koperasi Unit Desa (KUD).
4. Buruh Migran
Buruh migran ini merupakan warga yang bekerja di luar
daerah atau negara. Masyarakat Canggu yang memilih profesi
tersebut berjumlah 48 orang dengan tujuan Malaysia, Hongkong,
Brunei Darussalam, Singapura untuk luar negara. Sedangkan
tujuan yang di luar Pulau Jawa adalah Kalimantan Bali, Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Sumatera.
5. Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Polri
Pegawai negeri sipil (PNS) di Desa Cangu ada 48 orang.
Beberapa dari mereka bekerja sebagai guru, pegawai di kantor
kelurahan maupun pemerintahan di luar desa. Sedangkan untuk
profesi sebagai TNI berjumlah 11 orang dan Polri 5 orang.
6. Perawat, Bidan dan Karyawan Perusahaan Swasta
Profesi sebagai perawat didominasi oleh kaum perempuan
dengan jumlah 3 orang dan laki-laki hanya 1 orang saja.
Sedangkan bidan swasta semuanya adalah wanita sebanyak 4
orang. Selain mencari nafkah di desa sendiri, sejumlah warga
memilih untuk bekerja di luar daerah atau bahkan di luar kota.
Seperti halnya dengan profesi buruh kasar yang disebutkan oleh
Geertz, karyawan yang dimaksud di sini adalah mereka yang
bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan mengandalkan tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
serta pikiran. Sebanyak 1.136 warga ada yang bekerja di beberapa
perusahaan serbaguna ataupun pabrik rokok di daerah kota.
Sedangkan sebagian yang lain ada juga yang membanting tulang
dengan menjadi karyawan perusahaan swasta di kota lain seperti
Surabaya.
Mata pencaharian yang mayoritas dimiliki oleh masyarakat ini
rata-rata berada pada skala kecil dan menengah atau industri rumahan.
Tidak hanya sistem dari beberapa profesi yang berubah seperti
penjelasan di atas,namun jenisnya pun juga begitu. Saat Geertz
melakukan penelitiannya, mata pencaharian yang mayoritas dipilih
adalah petani, pedagang kecil, tukang, buruh kasar, pegawai, guru
ataupun administrator. Sedangkan saat ini, di Desa Canggu Kecamatan
Badas, wilayah pemekaran Kecamatan Pare, ada beberapa tambahan
profesi seperti peternak, pengusaha khususnya pedagang rumahan dan
petani ikan, buruh migran, TNI, Polri, perawat, maupun bidan swasta.
b. Struktur Sosial Khusunya Dilihat dari Pendidikan
Peter M. Blau menjelaskan bahwa struktur sosial merujuk pada
distribusi penduduk di antara posisi sosial yang berbeda yang
merefleksikan dan berdampak pada hubungan seseorang dengan orang
lain. Berbicara tentang struktur sosial, berbicara pula tentang
perbedaan di antara masyarakat. Untuk struktur sosial seperti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dikonseptualisasikan berakar pada perbedaan sosial yang orang buat
dalam hubungan peran dan asosiasi sosial mereka94
.
Menekankan pada konsep di atas, apabila membahas tentang
struktur sosial maka berbicara pula tentang perbedaan sosial di
masyarakat. Perbedaan ini bisa ditimbulkan oleh banyak hal, salah
satunya adalah tingkat pendidikan yang dicapai. Dalam satu kelompok
masyarakat, terdiri dari berbagai orang dengan tingkat pendidikannya
masing-masing, misalnya ada yang tidak sekolah, ada yang lulusan
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas atau
kejuruan, dan sarjana. Dengan tingkatan yang beragam tersebut
membuat setiap orang memiliki peran dan asosiasi sosial yang berbeda
dengan orang lain. Hal inilah yang terjadi di Desa Canggu.
Berdasarkan data kelurahan, jumlah warga yang tidak sekolah dengan
usia 7-56 tahun ada 1456 orang, tamatan SD sebanyak 3540, tamatan
SMP/sederajat ada 2641 orang, tamatan SMA/sederajat berjumlah
1755, lulusan diploma sebanyak 252 orang dan lulusan sarjana ada
186.
Dengan adanya perbedaan tersebut, maka peran dan kelompok
sosial yang dimiliki oleh masyarakat tidak sama. Seperti yang terjadi
di lingkungan kelurahan. Menurut data, tingkat pendidikan perangkat
desa mayoritas adalah lulusan sarjana dan diploma. Dari total 8 orang,
hanya 1 saja yang tamatan SMA, sedangkan 7 orang lainnya lulusan
94
Blau, Peter M., A Macrosociological Theory of Social Structure, The American Journal of
Sociology, Vol. 83, No. 1 (Jul., 1977), hlm. 28.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
sarjana dan diploma.Begitu juga halnya pada kepengurusan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Dari total 11 anggota, hanya 3 orang
yang tamatan SMA. Sedangkan yang lain adalah lulusan sarjana dan
diploma. Dari data tersebut menunjukkan bahwa dengan pendidikan
tinggi cenderung lebih mudah untuk mendapatkan posisi dan peran
sosial yang tinggi pula. Di sisi lain, warga yang hanya berpendidikan
rendah cenderung tidak terlalu menguntungkan profesinya seperti
buruh tani, buruh kasar, pedagang keliling, dan segala macamnya.
Meskipun begitu, tingkat pendidikan di Desa Canggu dalam 5
tahun terakhir inicukup bagus. Hal ini dibuktikan oleh data yang ada di
kelurahan pada tahun 2006, 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2015 hingga
sekarang, tentang lulusan sarjana atau diploma.Sedangkan untuk tahun
2007, 2008, 2013, dan 2014, pihak kelurahan mengatakan bahwa
datanya tidak adaentah ke mana dan sekarang masih proses pencarian.
Adapun lulusan diploma dan sarjana pada beberapa tahun di atas, bisa
dilihat dalam tabel berikut ini:
No. Tahun Lulusan Sarjana Lulusan Diploma
S1 S2 S3 Total D1 D2 D3 Total
1. 2006 62 - - 62 3 28 13 44
2. 2009 117 - - 117 35 38 11 84
3. 2010 29 1 - 30 62 35 42 139
4. 2011 1450 148 11 1609 98 180 460 738
5. 2012 131 2 - 135 40 27 50 117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
6. 2015-
sekarang
132 54 - 186 178 37 37 252
Tabel 1.2 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Canggu
Meskipun bergerak secara fluktuatif, namun terlihat kalau
lulusan sarjana dan juga diploma di Desa Canggu relatif banyak.
Apalagi pernah mencapai angka 1.609 orang untuk sarjanannya dan
738 lulusan diploma. Data tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat untuk melanjutkan pendidikannya cukup bagus. Seperti
yang dikatakan oleh Youhana, salah satu lulusan sarjana tahun2015
dari Universitas Negeri Malang dengan jurusan fisika murni, tujuannya
melanjutkan sekolah di perguruan tinggi adalah untuk memberikan
motivasi kepada orang-orang sekitar. Ia tidak ingin masyarakat hanya
puas dengan ijazah SD, SMP ataupun SMA. Mereka perlu belajar lebih
tinggi agar mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi
desanya.
c. Memudarnya Tradisi Lama
Memudarnya tradisi lama di sini mengandung dua arti. Yang
pertamaadalah tradisi tersebut mengalami perubahan sampai tingkat
tertentu dan kedua, masih ditemukannya beberapa warga yang
berpegang pada tradisi lama meskipun relatif sedikit. Berbicara tentang
tradisi, maka kedua aspek tersebut bisa dikaitkan dengan salah satu
trikotomi dari Geertz yaitu abangan.Dalam bukunya The Religion of
Java tertulis bahwa golongan abangan cukup acuh tak acuh terhadap
doktrin, tapi tertarik oleh segala sesuatu yang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ritual95
. Abangan menekankan pada aspek animisme dalam sinkretisme
di seluruh Jawa dan secara luas yang dikaitkan dengan kalangan petani
pada masyarakat96
. Dari penjelasan tersebut, bisa dipahami kalau
orang-orang dalam golongan ini adalah mereka yang masih melakukan
ritual bersifat kejawen, di mana kegiatan tersebut lebih mengutamakan
kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan mistis yang mendiami suatu
benda atau tempat tertentu.
Ritual inti dalam golongan abangan adalah slametan. Geertz
menjelaskan, slametan dianggap sebagai sistem keagamaan yang
sederhana, formal, terlihat dramatis, hampir penuh dengan rahasia, dan
ritual kecil. Slametan dalam versi Jawa mungkin ritual agama yang
paling umum dan mayoritas itu melambangkan kesatuan sosial dan
mistis dari orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya. Di
Kecamatan Pare, slametan itu sejenis kerjasama sosial yang umum,
mencocokkan berbagai aspek dalam kehidupan sosial dan pengalaman
individu, bersama-sama dalam satu jalan yang meminimalisir
ketidakpastian, ketegangan dan konflik. Slametan dapat diberikan
dalam menanggapi hampir semua kejadian dengan satu keinginan yaitu
untuk merayakan, memperbaiki dan menyucikan seperti pernikahan,
kelahiran, ilmu sihir, kematian, pindah rumah, mimpi buruk, panen,
perubahan nama, membuka pabrik atau perusahaan, penyakit,
memohon dari arwah penjaga desa, khitan dan memulai pertemuan
95
Geertz, Op.cithlm. 127. 96
Ibid. hlm. 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
politik.97
Slametan ini diadakan dengan berbagai maksud di antaranya
adalah untuk tingkeban, pasaran, pitonan, dan bersih desa98
.
1. Tingkeban
Tingkeban adalah slametan yang dilakukan saat 7 bulan pada
kehamilan pertama. Dulu, tradisi ini sangat kental dengan adat
kejawen. Seperti yang tertuang dalam cerita Geertz bahwa
makanan yang disajikan itu memiliki makna dan ciri khas tertentu.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Hidangan nasi untuk setiap tamu dengan nasi putih di atas,
kuning di bawah. Nasi putih melambangkan kesucian, kuning
melambangkan kasih. Ini harus disajikan dalam keranjang daun
pisang bersama-sama dengan jarum baja (raja dan bangsawan
yang dikatakan memiliki orang-orang menggunakan emas
dalam "hari tua") sehingga anak akan menjadi kuat dan tajam
pikirannya.
b. Beras dicampur dengan parutan kelapa dan seluruh ayam. Hal
ini dimaksudkan baik untuk menghormati Nabi Muhammad,
memberikan keselamatan bagi semua peserta dan untuk bayi
yang belum lahir. Biasanya ada termasuk di sini persembahan
untuk Dewi Pertimah (harfiah:. Dewi Hindu, fatimah putri
Muhammad dengan judul hindu) dari dua pisang bergabung di
dasar.
97
Ibid. hlm. 11 98
Ibid. hlm. 38-83.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
c. Tujuh piramida kecil nasi putih terutama melambangkan tujuh
bulan kehamilan, tetapi sering berbagai "niat" lain
ditambahkan, seperti untuk menghormati tujuh hari dalam
seminggu, tujuh lapis langit, dan sejenisnya.
d. Delapan (kadang-kadang sembilan) bola bundar beras
berbentuk tinju untuk melambangkan delapan (atau sembilan)
wali-pembawa agama islam ke Indonesia-dan khususnya untuk
menghormati Sunan Kalijaga, yang paling terkenal dan paling
kuat dari para wali.
e. Sebuah piramida nasi besar, yang disebut piramida "kuat"
karena terbuat dari beras ketan lengket, maksud dari itu adalah
untuk membuat anak yang kuat dan menghormati danjang
desa.
f. Beberapa tanaman pangan yang tumbuh di bawah tanah
(seperti singkong) dan beberapa yang tumbuh tergantung di
atas (seperti buah-buahan), yang pertama untuk melambangkan
bumi dan yang terakhir langit, yang masing-masing dipahami
memiliki tujuh tingkat.
g. Tiga jenis bubur beras: putih polos, merah (dibuat dengan
menambahkan gula kelapa) dan kombinasi dari dua: putih di
luar dan merah di tengah. Putih mewakili "air" dari ibu, merah
air dari ayah, dan campuran (disebut bubur sengkala) dianggap
berkhasiat untuk mencegah masuknya roh berbahaya apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
h. Rudjak legi, ramuan yang sangat pedas dari berbagai buah-
buahan, paprika, rempah-rempah, dan gula. Ini adalah yang
paling penting selama tingkeban, dan yang paling khas;
sebagian besar unsur-unsur lain terjadi pada slametan lain,
tetapi kalau rudjak hanya di tradisi ini. Dikatakan bahwa jika
rudjak dirasakan "panas" atau "pedas" untuk calon ibu, maka
dia akan memiliki anak perempuan, tetapi jika rasanya datar
maka akan memiliki anak laki-laki.
Tidak berhenti sampai di situ, karakteristik abangan juga
terlihat kepada siapa makanan tersebut ditujukan. Geertz
memaparkan, udjub (kalau sekarang dipanggil kyai atau pemuka
agama di masyarakat) mendedikasikan makanan itu kepada
beberapa pihak seperti Nabi Adam dan Hawa, Nabi Muhammad
beserta istri, anak-anak, dan juga sahabat-sahabatnya, danjang
desa atau orang yang menemukan desa, roh penjaga laki-laki
kembar yang terlibat dalam upacara (berasal dari sisa-sisa tali
pusar dan cairan ketuban ibu yang menguntit di sisa hidupnya),
kepada lima indera yaitu penglihatan, pendengaran, perasaan,
penciuman, dan pembicaraan, kepada empat arah, nenek moyang
atau leluhur dari setiap orang yang datang, Nini Tawek (malaikat
yang menjaga dapurnya orang-orang Jawa), para wanita yang
memberikan persembahan kecil sebelum slametan, kepada Allah,
roh yang tinggal di langit-langit rumah, beberapa roh pandai besi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
yang keluar dari belati ajaib (keris) dan tombak di sebuah lubang
berapi, untuk hewan yang merangkak seperti siput dan binatang
yang berjalan seperti semut, ibu pertiwi, Sunan Kalijaga dan wali-
wali yang lain, Baginda Iliyas dan Chilir, penjaga tanah dan air,
kepada bayi yang belum lahir dan masih bermeditasi di rahim
ibunya, dan kemudian ditutup dengan syahadat, “tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Setelah
sambutan tersebut, masih ada serangkaian proses yang harus
dilakukan dalam tradisi ini mulai dari mandi kembang sampai
menjual rudjak legi kepada orang yang hadir.
2. Pasaran
Setelah 5 hari kelahiran bayi, slametan yang dilakukan
bernama pasaran. Untuk makanannya, tradisi ini tidak memakai
rudjak legi. Namun selebihnya, hampir sama dengan
tingkeban.Hanya ada tambahan jajanan pasar seperti kerupuk ikan,
nasi manis yang diberi gula, dan berondong jagung atau popcorn.
Tujuan dari jajanan tersebut adalah untuk menciptakan interaksi
sosial yang baik antara golongan priyayi dan abangan. Selain itu,
pada perkembangannya nanti, anak diharapkan bisa menjadi
pribadi yang suka membuat candaan atau disebut rame seperti
pasar.
Meski begitu, nuansa kejawen dalam tradisi ini tetap tidak
bisa ditinggalkan. Hal itu tercermin dari cara-cara yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
seperti memasang benang hasil anyaman dengan cara tradisional
untuk kemudian digantung di sekitar rumah,terutama di bawah
atap, untuk menjaga roh-roh jahat. Masing-masing empat penjuru
rumah diberi daun nanas runcing dan tanaman dengan sulur-sulur
untuk tujuan yang sama. Dua dari sudut ini dicat hitam dengan abu
dan dua lainnya diberi warna putih menggunakan alat sejenis
kapur. Lalu sapu hancur dan sudah tua diberi berbagai rempah-
rempah panas dan paprika, ini disebut tumbak sewu (seribu
tombak). Berikutnya papan imbang dari alat tenun dicat garis-garis
hitam dan putih bergantian dengan abu dan kapur yang diletakkan
di bawah tempat tidur ibu, bersama sajen dengan berbagai
makanan, seperti pinang yang menyerupai roh.
3. Pitonan
Sama halnya dengan pasaran. Pitonan juga dilakukan
setelah kelahiran bayi, khususnya saat memasuki bulan ke-7.
Makanan utamanya adalah djenang dalam tujuh warna. Ada juga
piramida beras besar dengan tujuh piramida kecil di sekitarnya dan
piring besar berisi campuran sayuran dengan tujuh piring kecil di
sekitarnya. Dalam pelaksanaannya, terdapat serangkaian proses
yang harus dilakukan mulai dari menempatkan bayi di kurungan
ayam pada waktu fajar, ayam jantan untuk laki-laki, dan betina
bagi perempuan, hingga pantjakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
4. Bersih Desa
Geertz menuliskan, kegiatan bersih desa ditujukan untuk
mengusir roh berbahaya. Tradisi ini dilakukan di pemakaman
danjang desa atau arwah penjaga. Apabila tidak memungkinkan,
maka kegiatan tersebut bisa diadakan di rumah kepala desa. Dalam
pelaksanaannya, tidak banyak ajaran islam yang diterapkan. Modin
hanya membacakan doa dalam bahasa arab secara singkat
begitupun dengan kepala desa yang hanya memberikan pidato
pendek disertai nyanyian berbahasa arab selama 15-20 menit.
Selain keempat contoh di atas, penelitian ini juga berhasil
menemukan beberapa tradisi lama yang sesuai dengan konsep abangan
yaitu membaca doa-doa jawa, melakukan ritual di tempat-tempat
tertentu, dan tradisi mulusan.
1. Membaca Doa-Doa Jawa
Doa jawa yang dimaksud di sini adalah doa yang diucapkan
dengan Bahasa Jawa dan cenderung kejawen atau mistis, meskipun
ada bacaan islam di dalamnya. Dulu masih ada beberapa warga di
Desa Cangguyang menggunakan doa-doa tersebut dalam
melakukan ritual. Hal ini pernah dijumpai sendiri oleh Heri di
makam Syaikh Hasan Ma‟ruf. Waktu itu ia melihat ada warga yang
pergi ke makam dengan keperluan tertentu dan mendengar sendiri
kalau doa-doa yang dibaca masih bernuansa kejawen. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
membawa semacam berkat atau persembahan, kemudian ada ritual
khusus yang dilakukan di sana.
Selain di makam, penggunaan doa-doa jawa juga pernah
digunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti memasak. Salah satu
contohnya, Najib pernah menemui saat Mbah Buyut-nya
melakukan hal itu. Berdasarkan penuturannya, karena belum ada
tabung gas seperti sekarang, akhirnya orang-orang dulu lebih
banyak menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Dari kegiatan
tersebut, Mbah Buyut-nya pernah mengucapkan doa-doa jawa saat
memasak dan akhirnya membuat kayu itu tidak memiliki abu.
Tidak tahu apa yang dibaca, abunya hilang begitu saja.
Lebih lanjut, Khoirul Anam, salah satu pemuka agama di
Desa Canggu pernah mencatat beberapa doa jawa dari buku
kakeknya, Mbah Imam Wardi, yang dulunya juga berperan dalam
menyebarkan agama islam di sana. Doa-doa yang dimaksud antara
lain:
a. Doa untuk nyapih bayi yaitu “Bismillahirrahmanirrahim, ana
jabang bayi angalih arane sak poke puser, poke puser ojo
takon bopo biyungmu sego iwak biyungmu laailaha illallah
muhammadurrasulullah”.
b. Doa mengajar mengaji “Hei iblis lungoo siro geganten dening
malaikat jaa putih, lungoo siro iblis kang ono lambe loro
geganteng dening malaikat jaa lamar songko darosa siro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
tangio kang aneb roso siro mengoo ingsun arep manjingaken
tetalining urip laailahaillallah muhammadurrasulullah.
c. Doa supaya berjalan kuat yang biasanya diterapkan pada ilmu
saibi angin. Doa ini diambil dari doa yang diucapkan oleh
Sayyidina Ali saat akan bepergian jauh. “Sidudul mungguh ing
suku sikane mungguh ing lambe yaiku baginda Ali sang ratu
segari putih sang ratu menjangan wulung ret, yong ret, yong
ret”
d. Ada juga doa burung agar cepat diberi jalan keluar saat ada
masalah. “Allahumma burung kepala kapitan iman, allahumma
burung kepala kapitan boto, allahumma burung kepala kapitan
khutbah, allahumma kepala kapitan luar, allahumma burung
kepala kapitan sayar, allahumma burung kepala kapitan
sawan, allahumma burung kepala kapitan lebar luar linuaran
deneng Allah cul ucul innaka „ala kulli syaiing qadir”.
2. Melakukan Ritual di Tempat-Tempat Tertentu
Dalam melakukan ritual di tempat-tempat tertentu,
beberapa warga sering membawa ambeng sebagai
persembahannya. Ambeng bagi masyarakat Jawa identik dengan
tumpeng atau nasi kuning yang dilengkapi dengan berbagai lauk.
Biasanya, warga yang memiliki keinginan tertentu akan
mengadakan slametan di rumahnya atau di tempat-tempat khusus
dengan membawa ambeng. Tradisi ini sampai sekarang memang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
masih banyak ditemui di beberapa daerah. Namun bedanya, kalau
dulu tradisi semacam itu sangat kental dengan budaya kejawen.
Najib, salah satu warga asli Surowono bercerita bahwa di
Goa Surowono pernah ada beberapa orang yang melakukan ritual
dengan membawa ambeng sebagai persembahan pada nenek
moyang atau dayangnya tempat tersebut. Menurut mereka yang
melakukan, tujuan membawa ambeng adalah untuk menghormati
tanah jawa dan juga dayangnya goa. Lain halnya dengan Bashori
Alwi, pendiri Pondok Darunnajah Bloran, berdasarkan ceritanya,
dulu di makam Syaikh Hasan Ma‟ruf sering ada ritual, di mana
warga membawa ambeng disertai membakar dupa atau kemenyan.
Selain itu, tradisi membawa ambeng juga dilakukan waktu akan
memanen padi diikuti dengan slametan di sawah agar hasil
panennya melimpah.
Selain itu, dalam melakukan ritual, bisa didasarkan pada
kepercayaan tertentu ataupun karena keinginan yang ingin
dipenuhi. Orang yang sudah memiliki kepercayaan kuat, maka
tanpa ada keinginan khusus, dia akan tetap melakukan ritual.
Sedangkan orang yang memiliki keinginan tertentu terkadang
melakukan ritual itu hanya untuk memenuhi keperluan tersebut
dalam waktu secepat mungkin. Keinginan yang dimaksud bisa
berupa banyak hal, tidak terkecuali adalah masalah ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Karena pendapatan rendah, ada warga yang memilih untuk
menggunakan cara instan dalam melunasi hutang-hutangnya.
Seperti halnya yang terjadi di belakang rumah Heri. Ia
menceritakan bahwa dulu, daerah di belakang rumahnya menjadi
pusat pemujaan oleh warga setempat maupun pendatang. Menurut
penuturannya, orang abangan kalau musim tanam atau akan
mengadakan acara besar itu mereka sering melakukan ritual-ritual
khusus dengan membawa bunga atau kemenyan sebagai
persembahan. Di sisi lain, Heri juga pernah menemui ada warga
yang meminta izin pergi ke belakang rumahnya jam sembilan
malam untuk melakukan ritual. Saat ditanya alasannya, orang
tersebut ingin meminta nomor pogel untuk melunasi hutang-
hutangnya. Saat dicoba pertama kali, ia pernah dilempar pepaya,
yang di dalamnya terdapat isyarat nomor dan dari itulah ia
mendapatkan uang cukup banyak. Namun akhirnya hal ini tidak
berulang untuk kedua atau ketiga kalinya.
3. Tradisi Mulusan
Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh
keluarga Mbah Muhammad Irfan. Berdasarkan cerita dari Kyai
Sulthan, salah satu keluarga yang tidak ikut dalam tradisi tersebut,
ada beberapa tahapan pada tradisi mulusan. Tahap pertama adalah
melaksanakan kenduri atau slametan setelah shalat isya‟ di
musholla yang menjadi peninggalan dari Mbah Muhammad Irfan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Di acara tersebut, masing-masing anggota keluarga yang masih
ikut, membawa ingkung dengan satu ayam mulus tanpa bulu
disertai beberapa lauk seperti mie goreng, urap-urap, rempeyek,
dan lain sebagainya. Kenduri ini terbuka untuk siapapun, tidak
terbatas hanya keluarga saja. Meski begitu yang terlihat pada saat
acara hanya kaum laki-laki. Tidak ada wanita satu pun yang
datang.
Saat semua ingkung terkumpul dan banyak warga yang
datang, acara baru dimulai. Dengan dipimpin oleh Dainuri, anggota
keluarga yang paling tua, kenduri ini hanya membaca surat Al-
Fatihah ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-
sahabatnya. Tradisi tersebut berbeda dengan slametan pada
umumnya yang biasanya diisi membaca tahlil atau yasin bersama.
Ketika semua sudah selesai, ingkung tadi dibagi ke dalam wadah
lebih kecil untuk diberikan pada warga yang datang. Ada satu hal
berbeda dalam pembagiannya. Saat memotong ayam mulusan, tiap
bagiannya seperti paha atas, bawah, dada, sayap, kepala ataupun
leher tidak boleh dipotong sendiri-sendiri. Cara yang
diperbolehkan hanya memotong pada pergelangan misalnya paha
atas dan bawah, dada dan sayap, serta kepala dengan leher, untuk
diambil dagingnya. Saat ingkung sudah dibagi, semua warga
pulang. Menariknya, setelah acara selesai, sapu yang digunakan
untuk membersihkan tempat diletakkannya ingkung tadi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
tempat lain itu dibedakan. Tidak boleh menggunakan alat yang
sama.
Tahapan selanjutnya, satu jam setelah kenduri semua
anggota keluarga berkumpul pada satu tempat gelap. Sulthan
mengatakan bahwa untuk tahap itu tidak diperbolehkan bagi
siapapun untuk ikut, kecuali yang sudah menjadi anggota. Tidak
hanya ikut, bertanya tentang tradisi itu pun tidak akan dijawab oleh
mereka. Sehingga dari sini bisa dicermati kalau pelaksanaan tradisi
mulusan ini sangat dijaga rapat oleh anggota keluarga. Orang lain
tidak boleh ada yang tahu tentang asal-usulnya, rincian kegiatan,
tujuan dan segala macamnya. Bahkan saat peneliti mencoba
bertanya kepada salah satu anggota yaitu Daman, terkait dengan
tujuan kenduri, ia hanya menjawab untuk syukuran, menghormati
musholla yang sudah lama dibangun tersebut.
Meskipun tidak bisa mengikuti tahapan terakhir, peneliti
mendapatkan garis besar tradisinya dari Kyai Sulthan. Dalam
penjelasannya ia bercerita, ada salah satu angota yang menyebut
kalau mereka seperti bertafakkur dengan aturan-aturan dari zaman
Mbah Muhammad Irfan. Inti tafakkurnya seperti “Allah
menciptakan kita, termasuk saya ini, saya belum menurut, belum
mempunyai akhlak yang bagus, perilaku yang baik, baik kepada
Allah dan sesama makhluk”. Gambarannya seperti itu, hanya kata-
kata yang diucapakan tidak tahu persisnya. Selesainya melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
tafakkur, selama 40 hari ke depan semua anggota harus melakukan
ibadah. Ibadah yang dijalankan juga sama seperti shalat lima
waktu, puasa, dan lain-lain.
Seiring berjalannya waktu, beberapa tradisi tersebut mengalami
perubahan sampai di tingkat tertentu. Untuk gambaran lebih jelasnya
adalah sebagai berikut:
1. Tingkeban
Menurut beberapa informan yaitu Kyai Miftah, Dainuri,
dan Khoirul Anam, didapatkan jawaban yang hampir sama terkait
dengan tradisi ini. Layaknya temuan Geertz, tingkeban di Desa
Canggu juga diadakan saat kehamilan pertama sudah masuk pada
bulan ke-7. Makanan yang disajikan juga begitu, sama-sama
memberikankeleman atau pala kependem seperti ketela, garut,
kacang tanah, dan lain-lain, rudjak legi, dan jenang sengkala.
Namun untuk beberapa yang lain seperti nasi putih di atas dan nasi
kuning di bawah, 1 piramida nasi yang besar dan 7 piramida kecil,
nasi yang dicampur dengan parutan kelapa dan ayam, serta 8 bola
nasi, sudah jarang ditemui. Justru berdasarkan cerita Dainuri, kalau
tingkeban di Desa Canggu, warga yang datang itu diberi minuman
dawet dan bukan air putih atau yang lain, agar proses kelahirannya
nanti berjalan dengan lancar. Selain itu, ia dan Khoirul Anam juga
menjelaskan bahwa dalam tradisi ini harus ada sego kulup atau nasi
urap. Nasi yang diberi lauk berupa sayuran dengan campuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
parutan kelapa itu dibuat untuk mendoakan orang yang masih
hidup.
Tidak hanya makanannya, proses tingkeban yang ada
sekarang lebih sederhana dan islami dibandingkan dulu. Orang-
orang yang sudah berkumpul diajak untuk membaca surat-surat
pendek dalam Al-Qur‟an seperti Ash-Sharh sebanyak 4 kali, Al-
Qadr 2 kali, dan Al-„Ashr 1 kali. Kadang-kadang terdapat beberapa
warga yang mengadakan khataman Al-Qur‟an dari pagi sampai
sore sebelum acara intinya dimulai. Setelah itu, sebagai penutup
dibacakan doa untuk memohon keselamatan bagi bayi dan ibunya
serta mendoakan agar anak tersebut menjadi pribadi yang baik.
Ketika semua proses dilalui, warga yang datang tidak akan makan
bersama layaknya acara-acara lain, melainkan diberi takir berisi
nasi urap dan beberapa jajanan tadi disertai dengan membuat dawet
untuk minumnya. Dan satu hal menarik sekaligus beda dengan
temuan Geertz sebelumnya adalah yang berkepentingan akan
bersembunyi saat acara usai, sehingga warga pulang tanpa
berpamitan. Makna dari rangkaian tersebut adalah supaya saat
kelahiran bisa berjalan lancar tanpa ada hambatan atau halangan.
Maka dari itu, warga tidak diberi makan dan pulang pun tanpa
diketahui oleh pemilik rumah.
Dari penjelasan di atas, sudah terlihat perubahan tradisi
tingkeban antara yang dulu dengan sekarang. Kalau dulu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
masyarakat masih mendedikasikan makanan untuk beberapa pihak
yang kental dengan unsur kejawen atau mistis seperti roh yang
mendiami langit-langit rumah, Nini Tawek, roh yang terdapat pada
keris serta tombak, dan segala macamnya. Tidak hanya itu, proses
yang dilakukan pun juga bernuansa sama. Mulai dari mandi
kembang hingga menjual rudjak legi kepada warga yang datang.
Sedangkan sekarang, tradisi yang dilakukan lebih sederhana dan
bernuansa islami dengan membaca surat-surat pendek maupun
khataman Al-Qur‟an.
2. Pasaran
Tradisi ini diadakan setelah 5 hari kelahiran bayi. Dainuri
menjelaskan kalau inti dari pasaran adalah untuk mengabarkan
keselamatan bayi. Warga diperbolehkan melihat apakah bayinya
laki-laki atau perempuan. Setelah itu, mereka berkumpul dan
dilanjutkan acara inti. Acara ini biasanya diisi dengan membaca
surat-surat pendek dalam Al-Qur‟an yaitu Ash-Sharh sebanyak 4
kali, Al-Qadr 2 kali, dan Al-„Ashr 1 kali atau bisa ditambahkan
pula Surat Yusuf. Kemudian diteruskan dengan membaca shalawat
bersama-sama, atau menurut Kyai Miftah disebut sebagai maulid.
Maulid merupakan sejarah Nabi Muhammad SAW beserta
kebaikan-kebaikannya. Pada penerapannya,terdapat beberapa
warga yang mengadakan khataman Al-Qur‟an seperti tingkeban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
tadi dan kedua informan tersebut membenarkan bahwa terkadang
tradisi inijuga diikutkan dengan pengajian rutin Muslimat NU.
Berlanjut ke masalah makanan. Dalampasaran, makanan
yang dibagikan sama dengan tingkeban, hanya ada satu yang khas
yaitu iwel-iwel. Menurut Anam, iwel-iwel sebetulnya berasal dari
Bahasa Arab “waliwa lidayya” yang artinya berbakti kepada orang
tua. Memberikan jajanan tersebut ibarat mendoakan agar bayi yang
sudah lahir, bisa menjadi anak yang patuh dan berbakti. Dainuri
menambahkan,iwel-iwel memang dipakaikalau bayi sudah di luar,
tidak dalam pertapan. Jadi bayi yang masih di goa garbo, di
dalamnya kandungan wanita, disebut oleh orang jawa sebagai
pertapan. Tunggal pertapan disebut kakang kawah adi ari-ari.
Prosesnya adalah kawah keluar pertama, kemudian bayinya dan
yang terakhir ari-ari. Artinya, manusia itu memiliki dua saudara
yaitu kakang kawah, adi ari-ari.
Sama halnya dengan tingkeban, tradisi pasaran juga
dilakukan secara lebih sederhana dan islami pada dewasa ini. Hal
itu terbukti dari kegiatan yang dilakukan yaitu membaca surat-surat
pendek dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, khataman
Al-Qur‟an, bahkan terkadang diikutsertakan bersama pengajian
rutin Muslimat NU. Dari segi tambahan makanannya pun juga
begitu. Iwel-iwel yang berarti waliwa lidayya, menunjukkan bahwa
dalam tradisi ini sudah dimasukkan nilai-nilai islam salah satunya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
adalah berbakti pada orang tua. Tentu hal-hal semacam ini sangat
berbeda dengan yang dulu. Masyarakat pada waktu itu belum
mengenal istilah iwel-iwel dan lebih memilih melakukan kegiatan
yang bersifat kejawen dengan menaruh atau memperlakukan
benda-benda tertentu sedemikian rupa untuk mengusir roh jahat.
3. Pitonan
Pitonan adalah tradisi yang dilakukan setelah 7 bulan
kelahiran bayi. Secara garis besar, proses dan makanan yang ada
dalam tradisi ini sama dengan pasaran. Pitonan pada waktu Geertz
melakukan penelitiannya di Pare, banyak diisi oleh kegiatan mulai
dari menempatkan bayi di kurungan ayam saat fajar, ayam jantan
untuk laki-laki, dan betina bagi perempuan, hingga proses
pantjakan. Beberapa proses tersebut sekarang ini cenderung tidak
dilakukan lagi. Karena begitu warga sudah berkumpul, mereka
langsung membaca surat-surat pendek dan shalawat kemudian
ditutup dengan doa. Lebih islami dan sederhana. Bahkan kalau
dulu pitonan harus diadakan sebelum jam 12 siang, sekarang bebas
mau jam berapa saja. Justru karena ada yang diikutkan dengan
pengajian rutin, maka baru dimulai setelah jam tersebut.
4. Bersih Desa
Tujuan awal dari bersih desa memang belum berubah
hingga sekarang, yaitu berdoa bagi keselamatan masyarakat desa.
Untuk pelaksanaannya, setiap dusun memiliki caranya masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
masing. Dusun Pandan misalnya. Anam memaparkan tradisi ini
biasanya diisi dengan shalat hajat di masjid kemudian istighatsah
bersama-sama. Sedangkan di Dusun Canggu, menurut Dainuri dan
Kyai Miftah, bersih desa dilaksanakan di musholla dengan
membaca tahlil untuk mengirim doa ke leluhur yang babad desa
dan dari masing-masing warga yang datang. Mereka pun juga
membenarkan bahwa tradisi ini pernah diadakan di rumahnya
pamong atau perempatan jalan. Karena sekarang tidak berjalan
baik, akhirnya diserahkan ke mubaligh.
Meskipun sama-sama membawa ambeng, kondisi sekarang
sudah berbeda. Saat bersih desa, masyarakat pada waktu itu
melakukannya di pemakaman danjang desa. Dalam prosesnya pun,
hanya ada sambutan singkat dari Kepala Desa yang diikuti
nyanyian dalam Bahasa Arab selama 15-20 menit dan ditutup
dengan doa. Itu artinya, kegiatan-kegiatan islami dalam tradisi
bersih desa untuk saat ini lebih banyak dan beragam. Tempatnya
pun juga begitu. Lebih mencerminkan nuansa islam dibandingkan
yang dulu.
5. Membaca Doa-Doa Jawa
Perubahan pada aspek ini dirasakan sendiri oleh Najib.
Meski ia pernah menemui sendiri saat Mbah Buyut-nya
menggunakan doa-doa jawa untuk memasak, ia juga merasakan
kalau tradisi itu sedikit demi sedikit cenderung memudar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Menurutnya, walaupunMbah Buyut pernah membaca, namun sudah
tidak begitu lengkap. Doa-doa tertentu mulai tidak dibaca lagi.
Sementara zaman ibunya, Najib menyatakan kalau doa-doa itu
hampir tidak digunakan sama sekali dan berganti menjadi lebih
islami.Begitu pun yang diungkapkan oleh Anam. Perubahan dalam
membaca doa-doa jawa sekarang sudah digabung dengan ayat-ayat
Al-Qur‟an. Ia mengatakan,
Sering kemarin ada anak nyapih di sini. Saya juga pakai
doa yang di Al-Qur'an itu. Tapi ya saya pakai juga doa dari
mbah. Kalau saya memang diberi bumbu dengan salamun
qalammirrobirrohim wamtazul yauma ayyuhal mujrimun.
Wamtazul pisahlah kamu hai ahli surge, ahli neraka.
Disuruh pisah antara bayi dengan ibunya yang menyusui.
Kan itu juga bisa dipakai.
Selain itu, Anam juga mencontohkan doa jawa untuk
mengajar yang digabungkan dengan ayat Al-Qur‟an. Ia
menuturkan bahwa doanya sekarang diganti denganrobbisy rohli
sodri wayassirli amri wahlul 'uqdatammillisani yafqohu qouli. Itu
doanya Nabi Musa ketika menghadapi fir'aun. Ya Allah lancarkan
lisan saya menghadapi fir'aun. Doa ini berisi tentang permohonan
kepada Allah SWT agar diberi kemudahan dalam bertutur.
6. Melakukan Ritual di Tempat-Tempat Tertentu
Terkait dengan penuturannya bahwa di Makam Syaikh
Hasan Ma‟ruf pernah ada warga yang melakukan ritual dengan
membakar dupa atau kemenyan, Bashori mengatakan, kalau
sekarang tradisinya sudah berganti model yaitu membawa ambeng
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
dilanjutkan membaca Al-Qur‟an, tahlil ataupun yasin. Perubahan
ini diakui pula oleh Wagiran, salah satu warga Bloran. Ia
mencontohkan saat warga melakukan tradisi nyadran di makam,
banyak kegiatan bernuansa islami, tidak hanya membaca tahlil,
namun juga mengaji Al-Qur‟an bahkan sampai satu hari penuh.
Dan sebagai tambahan informasi, tradisi ini dilakukan setiap
malam Jumat Pahing di Bulan Ruwah untuk memohon
keselamatan agar warga terhindar dari segala bencana.
Di sisi lain, Bashori menambahkan, dulu waktu akan
memanen padi, masyarakat lebih memilih untuk membawa ambeng
dan slametan di sawah, kalau sekarang tradisi yang dilakukan
adalah membawa ambeng kemudian slametan di rumah dengan
membaca surat Al-Fatihah maupun tahlil. Selain di makam, ada
pula halaman belakang rumah Heri yang dulu menjadi sentra
pemujaan. Dalam mengatasi banyaknya ritual di sana, ia mencoba
menetralkan dengan memberikan pemahaman bahwa tindakan itu
syirik, bisa menundang dosa besar dan tidak termaafkan. Sedikit
demi sedikit mereka yang melakukan ritual itu sudah mulai sadar,
dan akhirnya tidak kembali lagi. Lantas, Heri pun menjadikan
tempat tersebut untuk berteduh dengan cara membersihkannya dan
memberikan lampu penerang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
7. Tradisi Mulusan
Terkait dengan perubahan dalam tradisi ini, Sulthan
mengatakan bahwa tata cara mulusan tidak ada perubahan. Hanya
pelaksananya. Orang-orang yang ikut tidak kuat menjalankan
tradisi yang sama seperti dulu. Thoriqoh misalnya. Kalau dulu, di
dalam thoriqoh itu antara mursyid dengan murid saling tahu, saling
berhadapan, dan juga saling bertemu. Hal ini ditujukan agar guru
tahu perkembangan murid sampai di mana. Apalagi waktu bai‟at
masuk ke thoriqoh yang bisa dikatakan proses paling berat. Untuk
sekarang tidak mungkin seperti itu. Kata-katanya seperti ini waktu
bai‟at, “punyaku ya punyamu, duniaku ya duniamu”. Jadi misalkan
murid punya doa apa saja kemudian guru membutuhkan ya
diambil. Murid pun juga begitu. Misalkan guru punya apa, uang
contohnya, murid membutuhkan ya diambil. Saling menghalalkan.
Kalau thoriqoh sekarangdiperlakukan seperti itu tidak bisa.
Mulusan ini pun juga begitu. Contohnya kalau dulu, warga yang
menjadi anggota, mulai dari kenduri sampai 40 hari setelahnya
tidak melaksanakan kegiatan yang mengganggu khusyu‟nya
ibadah. Kalau sekarang apakah mampu untuk melaksanakan itu?
Orang sekarang bila harus melakukan itu tidak mampu. Mereka
cenderung meringankan dirinya sendiri. Bisa saja bekerja keras dan
hatinya khusyu‟, kalau bisa, tapi apa mungkin. Semisalbadan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
capek, shalat khusyu‟ saja tidak bisa. Itulahperubahan yang terjadi
antara dulu dengan sekarang.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa memudarnya
tradisi lama memiliki dua arti. Untuk yang pertama sudah dibahas
melalui penjelasan di atas. Sedangkan arti kedua, didapatkan temuan
sebagai berikut:
1. Melakukan ritual di Goa Surowono
Terowongan ini diperkirakan sudah ada sejak jaman
Majapahit, menurut cerita sebagian penduduk, terowongan ini
adalah tempat melarung abu para ksatria kerajaan majapahit, tapi
ada juga yang mengatakan terowongan ini di buat oleh maling
cluring untuk menculik putri kerajaan. Ada 5 titik terowongan yang
masing-masing panjangnya hampir mencapai 200 meter, dan 1 titik
yang tidak boleh di masuki tanpa membawa peralatan lengkap,
karena semakin dalam oksigen akan semakin habis99
.
Setelah berkunjung untuk mengetahui bagaimana
kondisinya, terlihat ada dua pintu di goa tersebut. Pintu yang
pertama dikhususkan bagi para pengunjung atau wisatawan yang
ingin masuk ke dalam, sedangkan pintu yang kedua ditujukan bagi
warga yang ingin melakukan ritual di goa. Pintu kedua ini selalu
dikunci dan akan dibuka setelah meminta izin ke penjaga. Menurut
cerita Syamsul, salah satu penjaganya, membutuhkan persiapan
99
Diakses dari https://kedirikab.go.id/wisata/wisata-desa/2229-desa-wisata-canggu.html, Op.cit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
khusus untuk masuk ke pintu tersebut karena semakin dalam,
oksigen akan habis. Maka ia menyebut bahwa ketika melakukan
ritual di dalam goa, ibarat orang tersebut belajar mati. Mereka
hanya bisa berserah diri pada Yang Maha Kuasa.
Lebih lanjut, peneliti juga melihat di pintu masuk ke goa
ada sisa-sisa pembakaran dupa. Demi memenuhi rasa penasaran
terkait dengan siapa yang membakar dupa tersebut dan apa
tujuannya, peneliti menanyakannya pada Syamsul. Berdasarkan
penuturannya, Syamsul mengakui bahwa ia yang membakar dupa
itu. Dulu itu sebenarnya sebelum ada pengunjung atau wisatawan
datang ke goa, sudah banyak orang yang melakukan ritual di situ.
Tapi waktu itu ada banyak macam ritual yang dilakukan mulai dari
pakai dupa, sampai sekarang pun juga begitu, kadang-kadang ada
yang memakai bunga, kadang juga tanpa itu sama sekali, hanya
melakukan ritual mandi saja.
Awalnya, saat pertama kali datang dan menjadi penjaga
goa, Syamsul sebenarnya juga kurang setuju kalau ada yang
membakar dupa, kemenyan dan lain sebagainya. Maka terkadang
kalau ada orang yang melakukan ritual itu secara berlebihan, ia
menegurnya. Namun karena pergaulan dengan teman, terutama
dari pendatang, ia akhirnya mengamati bagaimana mereka
melakukan ritual tersebut. Tidak hanya mengamati, Syamsul pun
mendalami itu dengan mencari guru atau pembimbing spiritual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
yang berkompeten dan betul-betul mencari sendiri dasarnya seperti
apa. Setelah mendalami ritual membakar dupa, akhirnya ia
memutuskan untuk menerapkannya sesuai dasar yang berpijak
pada kepercayaan dan keyakinan yang dimilikinya.
Dimulai pada tahap itu, Syamsul menyadari bahwa dalam
dupa itu ternyata lapisannya banyak sekali. Kalau pada lapisan
pertama untuk mengharumkan lingkungan sekitar, sehingga ketika
ada pengunjung yang datang, suasana dengan memakai dupa itu
terasa lebih nyaman. Sedangkan untuk lapisan kedua, memang
mengarah pada keyakinan. Tapi menurutnya, untuk ada di tahap ini
harus tahu betul tentang apa itu dupa dan apa yang ada di
dalamnya. Bagi orang yang menganut agama islam harus benar-
benar memahami dasarnya. Kalau memakai Al-Qur‟an dasarnya
seperti apa begitu pula dengan menggunakan hadits. Hal ini
penting untuk dilakukan karena bagi Syamsul ketika orang itu
ingin membakar dupa tanpa tahu dasarnya seperti apa, akan mudah
tersesat.
Ketika Syamsul memutuskan untuk mendalami tentang
bakar dupa, akhirnya ia membiarkan begitu saja orang-orang yang
melakukan ritual dengan caranya masing-masing dan hal ini
sempat mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Terdapat warga yang bertanya-tanya bagaimana bisa dulunya tidak
setuju dan bahkan menegur orang yang membakar dupa, sekarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
justru berpihak pada hal itu. Beberapa dari mereka pun secara
lugas menyatakan keberatannya saat ada orang yang melakukan
ritual. Polemik tersebut, menurut Syamsul, terjadi karena belum
ada titik temu antara yang satu dengan lainnya mungkin dalam
bidang pengetahuan, pengalaman, ilmu, dan juga kesadaran.
Berangkat dari cerita di atas, akhirnya Syamsul menyadari
bahwa terdapat perubahan pada dirinya antara dulu dengan
sekarang. Perubahan yang dimaksud lebih kepada pemahaman.
Kalau dulu bisa dikatakan ia masih memandang sebelah mata
tentang bakar dupa, sedangkan saat ini sudah lebih bisa menerima
dan bahkan mengamalkan. Dan perbedaan pemahaman itu ia
dapatkan sendiri dengan benar-benar mencari dasarnya seperti apa,
sehingga tertuju pada satu keyakinan bulat yang membuatnya
berani untuk menerapkan ritual tersebut hingga saat ini.
2. Melakukan Ritual di Candi Surowono dan Makam
Pada situs resmi Pemerintah Kabupaten Kediri dituliskan
bahwa Candi Surowono terletak di Dusun Surowono Desa Canggu
Kecamatan Badas. Candi Surowono merupakan pendharmaan oleh
Bhre Wengker di Masa Kerajaan Majapahit yang tertulis di Kitab
Negarakertagama. Bhre Wengker dituliskan meninggal tahun 1388
dan di dharmakan di Churabhana. Candi Surowono dibangun pada
tahun 1400 M dikarenakan pendharmaan seorang Raja dilakukan
setelah 12 tahun meninggal serta dilakukan upacara Srada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Akhirnya dibangunkan sebuah candi untuk memberi penghormatan
kepada raja tersebut. Candi ini merupakan pemakaman Raja
Wengker, saudara raja Rajasanegara. Raja Wengker meninggal
tahun 1388 Masehi.100
Ketika berbicara tentang candi, memang erat kaitannya
dengan ajaran Hindu-Budha. Karena sejarahnya itu banyak orang
yang menganggap candi sebagai tempat keramat untuk berdoa atau
melakukan ritual tertentu. Seperti halnya yang dilakukan oleh
Sapto Noko, Kepala Desa Canggu yang sekarang menjabat selama
2 periode. Dalam wawancaranya, Noko menuturkan bahwa ia
memang pergi ke candi sebelum ada pencalonan kepala desa. Hal
ini dilakukannya karena ada kepercayaan bahwa candi itu juga bisa
membawa berkah sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Kepercayaan ini diakui Noko didapatkan melalui pertukaran
informasi dari orang ke orang atau mulut ke mulut. Ia
menyebutnya dengan istilah gethok tular. Istilah ini berarti
pengalaman atau kejadian yang pernah dialami oleh seseorang
diceritakan kembali pada orang lain, sehingga informasi tersebut
menyebar melalui komunikasi antar personal.
Saat berdoa di candi, Noko beserta teman-teman
pendukungnya memohon agar pada waktu pemilihan ia bisa
terpilih menjadi kepala desa. Ia mengaku kalau doanya tetap tertuju
100
Loc.cit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
pada Allah SWT dan bukan kepada candinya. Candi ibarat hanya
sebagai perantara agar doanya dikabulkan. Artinya, Noko berdoa di
candi itu tetap menggunakan cara-cara islam, seperti bersyahadat
dan bershalawat, walaupun tempat sejenis itu sangat kental dengan
ajaran-ajaran Hindu-Budha. Tidak hanya candi, demi mewujudkan
keinginannya menjadi kepala desa, Noko juga berdoa ke beberapa
tempat yaitu Makam Syaikh Hasan Ma‟ruf dan Mbah Iropati di
Dusun Bloran. Sebagai gambarannya, Makam Syaikh Hasan
Ma‟ruf sering dikunjungi oleh warga sekitar maupun pendatang
karena menurut cerita ia merupakan kerabat Sunan Gunung Djati
Cirebon. Berdasarkan penuturan Wagiran, salah satu warga Dusun
Bloran, di makam tersebut rutin diadakan tradisi nyadran setiap
Bulan Ruwah pada malam Jumat Pahing oleh masyarakat
setempat. Mereka meminta keselamatan bagi desanya agar
terhindar dari segala macam bencana dan diberikan kehidupan
yang sejahtera, aman dan sentosa. Selain itu, ia juga memaparkan
bahwa banyak pamong atau perangkat desa yang berkunjung ke
makam untuk kenaikan pangkat. Sedangkan Mbah Iropati,
Wagiran menambahkan, adalah orang yang babad atau
menemukan Desa Canggu. Makam ini sering dikunjungi oleh
warga ketika ada hajat atau kepentingan besar seperti pernikahan,
sunatan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
d. Kesadaran Masyarakat akan Pentingnya Nilai-Nilai Agama
Dengan masuknya ajaran islam,tidak hanya tradisinya saja
yang berubah, kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai agama
juga mengalami hal yang sama. Heri menuturkan,
Dari sisi religi, juga mengalami perubahan. Berkembang pesat ini.
Ini perkembangan ibu-ibu mulai ada jamah muslimat tiap Hari
Jumat, terus ada jamaah shalawat Nabi tiap malam Selasa,
pengajian-pengajian dari bapak-bapak jamaah yasinan itu setiap
malam Jumat, itu mengubah pemahaman religi. Dulu orang shalat
di Dusun Bloran ini sepertinya tidak banyak di sini. Abangan
istilahnya. Mereka waktu bulan puasa itu tidak banyak yang
berpuasa. Kalau jumatan ya hanya beberapa di masjid itu. Ini saya
lihat perkembangan hampir 6 tahun terakhir ini luar biasa. Terus
adanya penerangan-penerangan, dakwah-dakwah dari para
mubaligh itu. Sekarang ini kalau shalat lima waktu banyak yang
jamaah di musholla-musholla. Di Dusun Bloran ini hampir ada 6
musholla, biasanya kecil tapi ada 6 musholla. Dan setiap waktu
shalat itu selalu mengumandangkan adzan dan di kanan kirinya
musholla selalu ada jamaah. Dulu tidak seperti ini. Dulu hanya
masjid saja yang mengumandangkan adzan, mushollanya tidak.
Jadi ini yang berubah dari sisi religi.
Pernyataan Heri dibenarkan pula oleh Khoirul Anam dan Kyai
Habib. Anam menjelaskan bahwa dulu pemuda desa banyak yang tidak
sekolah, tidak shalat ataupun mengaji,suka keluyuran, trek-trekan
sepeda motor, pakai tato, mabuk-mabukan, adu jago, sering tawuran,
bahkan sampai ada yang membawa narkoba. Namun sekarang, ia
memperkirakan sekitar 80 hingga 90% para pemuda tersebut sudah
banyak berubah. Kenakalan-kenakalan yang pernah dilakukan, sedikit
demi sedikit mulai dihilangkan dan berganti menjadi perilaku yang
baik serta jujur. Hal ini terbukti dalam beberapakesempatan, mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
sering bekonsultasi dengan Anam terkait hukum berbisnis menurut
islam, sah atau tidaknya wudhu kalau pakai tato, bagaimana shalat
dalam keadaan mabuk, cara mengatasi masalah dalam rumah tangga,
minta doa restu saat akan menikah,maupun keluh kesah ketika anaknya
sakit. Konsultasi ini menunjukkan niat baik mereka untuk menjadi
pribadi yang lebih bagus lagi menurut agama.
Terkait hal ini, Anam pun juga bercerita tentang
pengalamannya bertemu Mbah Warsi, seorang perempuan yang
berumur 100-an lebih dan kuat dengan tradisi kejawen. Dulunya, ia
adalah orang Malang yang kemudian pindah ke Desa Canggu,
khususnya Dusun Sidodadi. Dari kecil ia sudah mendapat ajaran
kejawen dari Mbah-nya, sehingga tidak terlalu paham tentang agama.
Banyak orang yang datang untuk meminta doa ataupun nomer togel,
karena diakui sendiri oleh Anam, Mbah Warsi memiliki pandangan
yang tajam, sehingga bisa meneropong nomer yang akan datang dan
bahkan menembus ke alam ghaib. Bahkan karena ilmunya ini, ia
pernah digantung oleh warga sekitar saat ada di Malang dengan posisi
kepala di bawah dan kakinya di atas. Dalam kondisi seperti itu, ia tetap
tidak mengaku gurunya siapa. Dan sedikit cerita tentang guru tersebut,
Anam memaparkan kalau umurnya itu 350 tahun. Meskipun badannya
sudah jamuran, kalau bulan muda wajahnya berubah jadi muda dan
tampan. Tapi ketika bulan tua, wajahnya juga seperti orang tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Setelah gagal 8 kali, akhirnya ia menikah dengan salah satu
kerabat dari kyai Pondok Sumbersari dan semenjak itu mulai terasa ada
perubahan dalam dirinya. Oleh suami, ia diajak masuk dan mendalami
agama islam, menjalankan syariat-syariatnya seperti shalat, dan
berkeliling ke makam wali songo sekitar 7 bulan dengan jalan
kaki.Ditambah pula, pengetahuan agamanya semakin kuat setelah
bertemu Anam. Dulu gurunya pernah mengatakan “Besok kalau sudah
tua, sampean akan bertemu dengan kyai masih muda”. Dengan
pertemuan itu, membuat Mbah Warsi sering menanyakan tentang
islam seperti doanya shalat maupun bacaan ketika ruku‟ dan sujud.
Bahkan terkait ilmu jawanya tadi, Anam pernah memberikan nasehat
“Mbah, kalau di ajaran islam tidak boleh seperti itu. Sampean nanti
ikut mendapat siksaannya di akhirat”. Lantas ia menjawab “Loh,
masak begitu? Padahal saya hanya memberi tahu saja”. Anam pun
kembali menjawab “Lha iya, memberi tahu itu sama saja dosanya.”
Dengan tambahan pengetahuan seputar agama, membuat Mbah
Warsi menjadi pribadi yang lebih islami sampai akhir hayatnya. Ia
menjalankan shalat fardhu maupun tahajud secara rutin. Dan setiap
menjelang shalat, selalu mensucikan dirinya dengan mandi. Selain itu,
doa yang dulunya kental dengan unsur kejawen, sudah ditambah
dengan bacaan dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Salah satu doa yang berhasil
dicatat oleh Anam setelah Mbah Warsi mengenal islam adalah opo
keser-keser kui si madu roso lemah abang nyimpang lemah putih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
nyingkrih jare bopo ora ono opo-opo jere biang ora ono barang-
barang sluman slumun slamet muhammadurrasulullah. Doa ini ia
pakai ketika ada masalah. Tidak hanya doa, dengan diberikannya
nasehat kalau memberikan doa-doa kejawen maupun nomer togel
kepada orang yang datang merupakan perbuatan dosa, Mbah Warsi
pun menghentikan tindakannya tersebut.
Senada dengan itu, Kyai Habib juga menceritakan perjuangan
dakwahnya di Desa Canggu, khususnya Dusun Surowono. Awal-awal
datangtahun 1986 ia hampir diusir bahkan dibunuh oleh salah satu
pemuda desa, karena merasa terganggu aktivitasnya dengan dakwah
yang dilakukan. Habib diperlakukan seperti itu selama bertahun-tahun.
Trek-trekandengan membawa sepeda motor di depan rumah hingga
diludahi sekitar 3 sampai 4 tahun. Tapi untuk saat ini, kondisi tersebut
tidak ditemukan lagi. Ia menjelaskan kalau pemuda itu justru ikut
mengaji di masjid, mengumandangkan adzan dan pujian secara tekun.
Bukti lainnya juga tercermin dari warga Dusun Sidodadi.
Menurut Mbah Qosim, salah satu tokoh yang memperjuangkan
pendidikan agama setelah G/30 S PKI, daerah Sidodadi awalnya
adalah tanah persil atau jajahan Belanda. Ketika Belanda sudah pergi,
tanah tersebut dikuasai oleh PKI. Dalam kekuasaannya, warga
diperintahkan untuk masuk PKI dengan imbalan sawah 250 ru dan
tanah karangan 30 ru tiap orangnya. Karena tertarik dengan tawaran
tersebut ditambah peran dari Kepala Dusun yang menjabat saat itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
bisa dikatakan 100% warga berbondong-bondong mendaftar jadi
anggota Buruh Tani Indonesia (BTI) yang ada di bawah komando PKI.
Banyak cerita selama PKI berkuasa. Karena PKI adalah
organisasi komunis anti pancasila, maka warga yang menjadi
anggotanya pun ibarat juga tidak beragama. Mereka tidak shalat, suka
main judi, memelihara anjing, dan bahkan benci dengan orang
beragama. Untuk menunjukkan hal itu, Imam Fatawi, salah satu
pengajar di MI Islamiyah 2 Sidodadi, mengatakan bahwa dulu Kyai
Bisri bersama dua orang temannya pernah disiksa oleh warga setempat
karena ingin menuntut ilmu agama di Pondok Sumbersari. Padahal
mereka tidak mengganggu ataupun membuat masalah di dusun
tersebut. Hanya dengan berjalan kaki melewati Sidodadi dan karena
ada warga yang tahu kalau akan menuntut ilmu agama, akhirnya
mereka ditali di daerah yang sekarang dibangun Masjid Subulussalam.
Tidak hanya itu, orang di luar desa pun sampai tahu bagaimana kondisi
warga saat di bawah komado PKI. Fatawi bercerita bahwa ia pernah
sekolah di Desa Krecek Badas. Waktu di sekolah itu, ada seorang guru
bertanya “Kamu rumahnya di mana?” Fatawi langsung menjawab,
“Sidodadi”. Mendengar jawaban itu, guru tersebut mengusap
kepalanya dan mengatakan “Beruntung, kamu mau sekolah di sini.
Soalnya daerah itu dulu tempatnya orang abangan, orang tidak santri
semua.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Setelah tanggal 30 September 1965, organisasi PKI dibubarkan
oleh pemerintah dan sejak saat itu banyak tokoh yang akhirnya berani
untuk menyebarkan agama islam.Fatawi menuturkan bahwa dulu ada
salah satu tokoh yang namanya Ahmad Jafar. Karena mampu dari segi
finansial, ia berusaha untuk memperjuangkan tanah yang sekarang
dibangun Masjid Subulussalam dan MI Islamiyah 2 Sidodadi. Untuk
masjid baru dibangun sekitar tahun ‟70-an, sedangkan madrasahnya
resmi didirikan pada tanggal 1 Desember 1965. Namun meski
begitu,perjuangan para tokoh tetaplah berat.Bahkan
Qosimmemaparkan, awal ia masuk ke Sidodadi tahun 1973 masih
banyak warga yang belum islam. Sehingga walaupun PKI sudah pergi,
masyarakat tidak bisa berubah begitu saja.
Ditambah lagi dengan mulainya orde baru. Pada saat itu
dampak dari pegawai negeri sipil (PNS) di Dusun Sidodadi sangat
besar. Mengingat MI Islamiyah 2 bukan sekolah negeri, begitupun
dengan beberapa madrasah di dusun lain, maka Bu Kasun Sidodadi
yang juga PNS, mengajak masyarakat untuk menyekolahkan anaknya
di Sekolah Dasar Negeri (SDN). Fatawi menjelaskan, waktu masih MI,
sekitar tahun ‟80-an, ia menemui banyak anak dari Dusun Bloran yang
justru bersekolah di MI Islamiyah 2, sedangkan anak-anak setempat
memilih ke SDN. Jadi dalam satu kelas ada 36 siswa. 2 orang di
antaranya berasal dari Desa Sarirejo, 24 siswa dari Bloran, dan 10
lainnya anak Sidodadi. Bahkan lebih parahnya lagi, dulu sempat ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
warga yang mengatakan “Sekolah agama nanti makan apa?” Biasanya
apa laku?”.Beberapa kejadian tersebut menjelaskan bahwa dengan
adanya era orde baru, warga bekas PKI yang dulunya tidak beragama,
belum terlalu memiliki kesadaran untuk mengenal atau bahkan
mendalami ajaran-ajaran islam, karena mayoritas anak mereka justru
diberikan pendidikan umum lebih banyak dibandingkan agamanya.
Walaupun kondisi saat itu benar-benar berat untuk mengajak
masyarakat lebih mengenal, mendalami dan memahami islam, para
tokoh tidak menyerah begitu saja. Seperti yang dilakukan oleh Qosim.
Dengan berbekal doa dari Kyai Faqih Sumbersari, ia berjuang untuk
memberikan pendidikan agama bagi warga bekas PKI beserta anak-
anaknya. Usaha yang dilakukannya banyak sekali, di antaranya adalah
membuka pesantren di rumah setiap sore untuk mengajarkan Al-
Qur‟an, tata cara dan doa-doa shalat, mengadakan seni pencak,
memberikan beberapa dongeng tentang perjuangan wali songo dan
contoh-contoh bahwa Tuhan itu ada melalui tembang-tembang atau
gending, serta mengadakan pengajian di Masjid Subulussalam setiap
Bulan Maulud dan Rajab.
Seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat akan nilai-
nilai agama semakin muncul. Apalagi saat reformasi. Hal inilah yang
dirasakan oleh Fatawi. Menurutnya, dengan era reformasi pikiran
masyarakat sudah mulai terbuka. Selain karena perjuangan para tokoh
yang tidak pernah berhenti, pengaruh media yang saat itu bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
menyiarkan konten apapun, khususnya tentang agama juga sangat
besar. Karena melalui media seperti itu, masyarakat tidak hanya
bergantung pada sosialisasi agama dari para tokoh. Seperti yang
dicontohkan oleh Fatawi. Ia pernah menyuruh seseorang datang ke
masjid untuk bertanya tentang agama pada Kyai Badar. Namun orang
itu malu. Akhirnya ia lebih memilih untuk membeli buku dan memutar
kajian tiap pagi di televisi.
Tidak hanya itu, peningkatan kesadaran masyarakat Sidodadi
akan pentingnya nilai-nilai agama juga dibuktikan dengan semakin
banyaknya acara keagamaan yang ada serta kemauan dan jumlah
warga yang terlibat di dalamnya. Seperti yang sudah disebutkan di
awal bahwa acara keagamaan di Sidodadi juga sama dengan dusun-
dusun lain yaitu pengajian rutin muslimat NU, jam‟iyah yasinan, tahlil,
ataupun takhtiman Al-Qur‟an. Berbicara tentang hal itu, dulu untuk
mencari tempat mengaji di Sidodadi sangat susah. Banyak warga yang
belum mau menjadi tuan rumah dari acara tersebut. Fatawi pernah
mencari tempat yasinan, kemudian menawarkan pada seseorang dan
orang itu menjawab “Belum bisa, sepertinya nanti saja.” Tapi untuk
sekarang, yang mau dijadikan tuan rumah dari beberapa acara di atas,
sudah mulai banyak. Hal itu menunjukkan bahwa kemauan dari
masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyebaran nilai-nilai agama
juga semakin meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Selain banyaknya acara keagamaan dan warga yang
berpartisipasi di dalamnya, kesadaran akan nilai-nilai agama juga
didapatkan dari Suparti, anak asuh kepala dusun yang dulunya menjadi
anggota PKI. Fatawi mengamati bahwa dulu ia jarang melakukan
shalat lima waktu. Tapi sekarang ia merasakan kalau Suparti ini lebih
rajin shalat dan sudah memakai hijabtiap kali keluar rumah.
Dengan banyaknya contoh perubahan terkait kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai agama, salah satu trikotomi dari Geertz yaitu
priyayi, juga masuk ke dalamnya. Ia menuturkan bahwa priyayi
awalnya disebut hanya untuk bangsawan turun-temurun yang Belanda
paksa lepas dari raja-raja negara asli yang kalah dan berubah menjadi
pegawai negeri yang digaji. Elit pegawai ini, akar utamanya di
pengadilan Hindu-Jawa zaman pra-kolonial, mereka melestarikan dan
menanamkan etiket pengadilan yang sangat halus. Mereka tidak
menekankan unsur animisme dalam sinkretisme Jawa secara
keseluruhan seperti abangan, maupun Islam seperti yang dilakukan
santri, tapi hinduistik101
. Artinya, mereka merujuk pada kalangan
pegawai negeri yang tidak berhubungan dengan klenik bernuansa
kejawen ataupun percaya pada hal-hal mistis seperti tujul, demit,
lelembut, danjang, maupun memedi layaknya kaum abangan, dan tidak
pula benar-benar melaksanakan syariat islam seperti shalat, puasa,
zakat, haji, yang menjadi ciri khas dari golongan santri.
101
Geertz, Clifford, Op.cit. hlm. 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Hal ini terlihat dari beberapa kelompok yang masuk dalam
golongan priyayi yaitu Budi Setia, Sumarah, Kawruh Bedja, Ilmu
Sejati, dan Kawruh Kasunjatan102
. Budi Setia merupakan kelompok
diskusi yang di dalamnya membahas masalah-masalah seperti bukti
keberadaan Tuhan dan semua sifat-sifatnya, alam, penyebab, dan arti
dari mimpi, alam dan sumber kejahatan, dan segala macamnya.
Sebelum memulai diskusinya, para anggota yang terdiri dari para
pegawai, pensiun PNS, guru, federalis, serta satu atau dua republiken
yang aktif ini, melakukan meditasi selama setengah jam dengan
mengosongkan pikiran, mengatur pernafasan, dan berjuang setelah
setidaknya mengalami pengalaman mistis.
Sumarah berbeda karekter dengan Budi Setia, yang
dianggapnya terlalu teoritis. Dalam kelompok ini hampir seluruhnya
diisi dengan meditasi tanpa ada diskusi. Meditasi yang dilakukan
sangat panjang, biasanya lebih dari satu jam dan kadang-kadang
dilakukan sambil berdiri. Geertz menuliskan, ketika salah satu berhasil
dalam meditasinya,ia mendengar nyanyian Tuhan, dalam gaya
tembang Jawa, berisi berbagai perintah dan larangan yang membentuk
kitab suci. Namun kalau ada beberapa yang tidak mencapai hal ini,
guru menyanyikan bukunya sendiri yang disalin dari dikte pendiri dan
kepala guru Sumarah. Oleh sebab itu, kelompok ini membentuk
identitasnya sebagai masyarakat sosial yang beragama, namun
102
Ibid. hlm. 339.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
berdasarkan mistisisme dan bukannyaislam. Bukti keagamaannya
terlihat dari sumpah mereka yaitu setiap anggota dari Sumarah secara
berjamaah meyakini keberadaan Tuhan yang menciptakan surga, bumi
dan semua isinya, dan mereka mengakui Nabi dan kitab suci.
Selanjutnya adalah Kawruh Bedja. Kelompok ini hampir sama
dengan Budi Setia hanya saja tidak ada proses meditasi di dalamnya.
Mereka menekankan pada sisi intelektualitas, yang mana untuk
menjadi guru utama harus mempelajari berbagai majalah dan publikasi
lainnya selama 5 bulan. Setelah itu mereka akan mendiskusikannya
dengan masyarakat sekitar.
Untuk Ilmu Sedjati, masing-masing guru harus menghafal
delapan belas poin yang harus diajarkan. Ilmu yang berisi ulasan dan
sebagian besar disampaikan dalam bentuk nyanyian ini, dituntut untuk
bisa selesai dalam satu malam. Poin yang dinilai rahasia dan bisa
diungkap oleh Geertz melalui informasi dari orang lain tersebut
mencakup reinterpretasi kabalistik dari pengakuan iman untuk
membaca “saya percaya Tuhan dalam diri saya dan napas saya adalah
wakilnya”, reinterpretasi pilar lain misalnya, puasa tidak hanya
membatasi makanan dan minuman seseorang, tetapi juga membatasi
ekspresi seseorang dari kemarahan dan mementingkan diri sendiri,
sarana zakat memberikan nasihat yang baik kepada orang lain serta
uang dan makanan; ibadah haji merupakan ke ibadah dalam dirisendiri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
diskusi tentang perilaku yang benar atau sopan terhadap orang tua,
mertua, kakek-nenek, raja, dan guru, dan lain-lain.
Dan yang terakhir yaitu Kawruh Kasunjatan. Pada kelompok
ini gurunya adalah mantan kepala desa federalis untuk Kecamatan
Pare, dan lebih mendekati abangan daripada priyayi. Hal inilah yang
menyebabkan Kawruh Kasunjatan dan Ilmu Sedjati cenderung ke arah
sana dibandingkan 3 kelompok lainnya yang didominasi oleh kaum
priyayi. Tradisi yang dilakukan kental dengan suasana mistis
dibuktikan dari pertemuan setiap tiga puluh lima hari (pada Minggu
legi) di rumah salah satu guru di Kecamatan Pare sepanjang malam.
Sejak dari jam delapan sampai tengah malam, pertemuan itu terbuka
untuk siapa saja, sedangkan dari tengah malam sampai subuh bersifat
rahasia. Waktu sebelum tengah malam, acara ditujukan untuk anggota
baru, di mana guru duduk di depan dan membacakan keyakinan
organisasi dengan nyanyian dalam sastra Jawa.
Beberapa kelompok yang sudah disebutkan di atas, sekarang
ini cenderung memudar di Desa Canggu. Kelompok Budi Setia
misalnya. Dengan menekankan pada meditasi dan diskusi keagamaan,
lambat laun mulai berganti model. Yang bisa dijadikan contoh
perubahannya adalah lailatul ijtima‟. Menurut Heri, dalam acara
tersebut para ulama‟ berkumpul tanpa ada meditasi terlebih dahulu,
untukmendiskusikan masalah-masalah agama seperti temuan kejadian
yang tidak tahu hukumnya, setiap satu tahun sekali di masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
dusun secara bergantian.Dan untuk kelompok-kelompok lain, mulai
Sumarah sampai Kawruh Kasunjatan juga mengalami hal yang sama.
Karena semakin mendalamnya ajaran islam di Desa Canggu yang
terbukti dari banyaknya acara keagamaan, tempat peribadatan, para
tokoh, maupun lembaga pendidikan islam, membuat hal-hal yang
berhubungan dengan meditasi ada kesan mulai ditinggalkan.
Sedangkan diskusi atau pertemuan-pertemuan untuk membahas
masalah agamasudah beralih ke forum-forum pengajian, yang sifatnya
terbuka bagi siapapun.
Dan satu lagi trikotomi dari Geertz yang mengalami perubahan
sekaligus menjadi penanda bahwa kesadaran akan pentingnya nilai-
nilai agama masyarakat semakin bagus. Golongan tersebut adalah
santri. Beberapa perubahan yang bisa diamati mencakup acara
keagamaan, lembaga pendidikan islam, dan tempat peribadatan. Untuk
acara keagamaan, kegiatan santri yang dulu berhasil ditemui berupa
pengasoan, sebuah pertemuan doa mingguan (terpisah untuk setiap
jenis kelamin), yang mana para ulama‟ baik perempuan maupun laki-
laki, berbicara tentang islam khusunya masalah etik dan penerapannya
di masyarakat. Sedangkan di beberapa desa, kegiatan yang dilakukan
oleh kelompok NU dan Masjumi ini, biasanya diisi dengan membaca
Al-Qur‟an103
. Pengaosan yang dimaksud oleh Geertz tersebut masih
berjalan hingga sekarang. Dan justru tidak hanya di lingkup kecamatan
103
Ibid. hlm.168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
saja, 5 dusun di Desa Canggu melakukannya secara rutin dengan
agenda masing-masing. Sebagai tambahan pula, sekarang acara
keagamaan lebih beragam dengan kegiatan-kegiatan seperti jam‟iyah
tahlil, yasin, takhtiman Al-Qur‟an, manakib, barzanji, diba‟, serta
istighatsah. Perubahan tersebut menunjukkan kesan bahwa kesadaran
untuk mendalami nilai-nilai agama semakin kuat. Mengingat, sebuah
kegiatan tidak bisa berjalan atau akan terhenti begitu saja apabila tidak
didukung oleh minat atau kemauan masyarakat untuk mengikutinya.
Lebih lanjut, terdapat pula perubahan pada lembaga pendidikan
islamnya. Geertz menuliskan kalau pendidikan santri berkaitan dengan
pondok pesantren maupun madrasah. Saat itu jumlah madrasah di Pare
hanya 11 sekolah dengan murid sekitar 1500 orang104
. Sedangkan
sekarang, menurut data kelurahan, Desa Canggu saja memiliki5
Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan 685 siswa, 2 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) sebanyak 205 siswa, dan 4 Roudhatul Athfal (RA), setingkat
taman kanak-kanak (TK) dengan jumlah 178 siswa. Selain madrasah,
ada pula pondok pesantren. Dapat dibandingkan, sekarang di Desa
Canggu sudah terdapat 5 pondok kecil dengan 200 santri. Sementara
dulu, pada lingkup yang lebih besar Geertz hanya menemukan dua
pondok besar dan sebelas pondok kecil dengan jumlah masing-masing
200 dan 60 santri. Selanjutnya, meskipun ia belum mencantumkan
berapa jumlah tempat peribadatan di Pare seperti masjid dan langgar,
104
Ibid. hlm. 185.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
namun dalam satu desa ini saja ada 12 buah masjid dan 58 langgar atau
musholla yang dalam beberapa kesempatan menjadi tempat dakwah.
Bukan hanya santri pondok, dua tempat ini juga diramaikan oleh
warga sekitar baik tua maupun muda untuk mendalami ilmu agama
dari ulama‟.Hal ini belum termasuk desa-desa lain di Kecamatan
Badas ditambah beberapa desa yang masuk ke Kecamatan Pare.
Sehingga kalau membandingkan dengan lokasi penelitian yang waktu
itu belum ada pemekaran wilayah, maka sekarang perhitungannya juga
harus mencakup kedua kecamatan tersebut. Bukti tersebut
menunjukkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai agama
semakin meningkat. Bahkan Nur Jannah, salah seorang warga
Surowono yang cucunya bersekolah di MI Islamiyah 1 mengatakan,
dengan menuntut ilmu di sekolah islam, dasar agamanya akan semakin
kuat. Kalau di sekolah umum, karena dasar agama dinilai kurang maka
ada ketakutan apabila anak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang
tidak diinginkan.
Dengan banyaknya contoh perubahan di atas, maka bisa dikaitkan
dengan teori perubahan sosial budaya itu sendiri. Menurut Nanang
Martono, persamaan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan
adalah keduanya berhubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru
atau suatu perubahan terhadap cara-cara hidup manusia dalam memenuhi
berbagai kebutuhannya. Kebudayaan mencakup segenap cara berpikir dan
bertingkah laku yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolis dan bukan muncul
karena warisan biologis105
. Teori ini juga dikuatkan oleh Olechnicki &
Zalecki bahwa perubahan sosial budaya adalah bentuk dari proses sosial
yang bergantung pada kemunculan, hilangnya, atau restrukturisasi
komponen, yang sejauh ini sudah ada realitas sosial dan munculnya unsur
pola budaya baru.106
.
Apabila didasarkan pada teori tersebut, maka beberapa contoh
perubahan di atas bisa digolongkan ke dalam perubahan sosial budaya
karena ada cara-cara baru yang diterapkan oleh masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan. Pada perubahan mata pencaharian misalnya. Selain
profesi yang semakin beragam, sistem di dalamnya pun juga lebih maju.
Hal inilah yang dialami oleh para petani di Desa Canggu. Mereka mulai
menerapkan penggunaan alat, pupuk dan obat-obat yang lebih modern.
Kebutuhan akan ajaran agama pun memiliki cara-cara baru dalam
aplikasinya. Kalau dulu untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama,
masyarakat cenderung memakai tradisi kejawen, sedangkan sekarang
sudah memasukkan nuansa-nuansa islami di dalamnya. Hal itu
menunjukkan, ada budaya baru yang berpadu dengan budaya lama, tanpa
meninggalkan unsur-unsurnya secara keseluruhan, sehingga meminjam
istilah Olechnicki & Zalecki, muncul unsur pola budaya baru.Ditegaskan pula
oleh Frank L. Elwell bahwa teknologi, struktur, atau elemen budaya baru
ditambahkan ke unsur-unsur lama, namun jarang unsur-unsur lama
105
Martono, Nanang, Op.cit. 106
Olechnicki & Zalecki (2002) dalam Dryjanska, Anna, Op.cit, hlm.72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
tersebut dibuang sepenuhnya, meskipun mereka sering dimodifikasi untuk
menampung inovasi di bagian lain dari sistem107
.
Kembali pada teori Nanang Martono, ia menyebutkan kalau
kebudayaan mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku yang
timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan
buah pikiran secara simbolis dan bukan muncul karena warisan biologis.
Dari sini bisa diketahui bahwa komunikasi berperan dalam perubahan itu
sendiri. Seperti dijelaskandalam model asli Carley, berdasarkan teori
konstruksi, sistem sosial budaya berubah sebagai konsekuensi dari
tindakan (atau interaksi dan komunikasi) individu di dalamnya dengan
individu lain yang biasanya berinteraksi tatap muka atau secara
personal108
.Komunikasi merupakan aspek terdekat dalam kehidupan
manusia. Hakekat untuk selalu berhubungan dengan orang lain
menyebabkan komunikasi berperan penting dalam memenuhi kebutuhan.
Peran ini juga dipaparkan dalam buku Sociological Theory, Values, and
Sociocultural Change: Essays in Honor of Pitirim A. Sorokin bahwa
komunikasi merupakan salah satu proses penting dalam perubahan. Ralph
Beals pernah mengatakan: "Salah satu jalan harganya mencapai tiga
sekolah dan sekitar lima puluh administrator". Dia akan menjadi orang
pertama yang menyatakan bahwa jalan, sekolah dan berbagai agen
perubahan biasanya melibatkan komunikasi109
.
107
Elwell Frank l., Op.cit. 108
Kaufer, David S. , Carley Kathleen M., Op.cit. 109
Sorokin, Pitirim A.,Op.cit hlm. 199.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Perubahan sosial budaya yang terjadi di Desa Canggu dapat
dikaitkan dengan teori sistem terbuka yang dikemukakan oleh Fisher
dan Hawes sebelumnya. Mereka menilaisusunan komponen akan
terus-menerus berubah karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh variabel lingkungan110
. Banyak contoh yang bisa menjelaskan
teori ini.Misalnya untuk profesi penduduk. Shodiq, salah satu peternak
mengakui bahwa ia memilih usaha beternak ayam karena informasi
dari teman-temannya di Desa Mangiran. Selain itu, adanya keragaman
mata pencaharian dibandingkan waktu Geertz meneliti juga
dimungkinkan karena informasi dari luar ataupun media yang
dikonsumsi. Masalah pendidikan pun demikian. Komunikasi antara
Youhana dengan pihak guru merupakan salah satu faktor yang juga
menyebabkan ia mau melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Kemudian, menguatnya penerapan nilai-nilai agama
disebabkan peran dari para ulama‟ maupun media dalam
menyebarkannya. Para ulama yang sebelumnya belajar ke pondok
pesantren di desa lain membawa ilmunya kembali ke desa untuk
diberikan kepada masyarakat. Begitupun dengan media. Terdapat
warga yang gemar mengikuti acara-acara pengajian di televisi maupun
radio hingga akhirnya menambah pengetahuan. Namun ada pula
ulama‟ yang mendapatkan ilmunya dari media untuk selanjutnya
diajarkan pada warga. Beberapa contoh tersebut menandakan bahwa
110
Communication Yearbook 3, Op.cit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
masyarakat di Desa Canggu tidak tertutup dengan akses informasi dari
luar. Mereka menerima tanpa ada pencegahan atau perlawanan.
3.2 Peran Komunikasi
Menurut temuan yang didapat, komunikasi sebagai aspek yang
dekat dengan kehidupan manusia, cenderung membawa dampak bagi
beberapa perubahan sosiokultural di Desa Canggu Kecamatan Badas,
wilayah pemekaran Kecamatan Pare. Adapun tingkatan komunikasi yang
berperan mencakup interpersonal, kelompok dan komunikasi massa.
Dimulai dari tingkatan pertama, Trenholm dan Jensen mengatakan
bahwa komunikasi interpersonal dilakukan antara dua orang yang
berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal.
Peserta satu sama lain menerima umpan balik secara maksimal. Peserta
komunikasi berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan penerima.
Setelah orang ketiga bergabung di dalam interaksi tersebut, berakhirlah
komunikasi antarpribadi, dan berubah menjadi komunikasi kelompok
kecil111
. Pendapat ini dikuatkan Schramm yang menganggap, komunikasi
sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan,
menyandi-balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal112
. Persamaan
kedua teori di atas, sama-sama menekankan pada aspek interaksi, di mana
seseorang dapat berperan sebagai komunikator sekaligus komunikan.
Dalam tahapan tersebut, mereka akan mengetahui feedback atau tanggapan
secara langsung.
111
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, 2004, Grasindo, Jakarta, hlm. 45. 112
Ibid.hlm. 151.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Ditambahkan oleh Wiryanto, pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan.
Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
seseorang. Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis. Artinya, arus balik
terjadi langsung. Komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan
saat itu juga. Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya
positif, negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator
dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-
luasnya113
. Berdasarkan dua konsep di atas, berikut penerapan sekaligus
peran komunikasi interpersonal pada perubahan sosial budaya masyarakat:
a. Mata Pencaharian
Terdapat perubahan mata pencaharian antara tahun ‟50-an
dengan yang sekarang, baik dari jenis maupun penerapannya. Untuk
itu, berbicara tentang peran komunikasi dalam perubahan tersebut,
cenderung disebabkan oleh komunikasi interpersonal dan kelompok.
Komunikasi antarpribadi yang digunakan oleh masyarakat untuk
memilih sebuah profesi dan mendalami tentang itu, sebagian besar
didapatkan dari teman, keluarga atau ahli. Misalnya saja para petani.
Waktu peneliti berkunjung ke sebuah lahan pertanian di Dusun
Canggu, terdapat kumpulan buruh tani yang sedang memanen padi. Di
sana mereka menceritakan banyak hal terkait dengan ilmu pertanian
yang didapatnya. Mereka kompak menjawab bahwa dalam menanam
113
Ibid. hlm. 36.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
padi tidak diperlukan teori atau sekolah yang tinggi. Langsung saja
belajar pada orang lama yang sebelumnya pernah menanam dan
terapkan. Bahkan salah satu dari mereka yaitu Hanif mengatakan kalau
untuk mengetahui cara bercocok tanam cukup dengan gethok tular,
pertukaran informasi antara orang satu dengan yang lain. Apabila
seseorang mendapatkan informasi baru maka akan cepat menyebar
kepada orang lain dari mulut ke mulut. Karena memiliki profesi yang
sama dengan lingkup wilayah tidak terlalu luas, hal ini sangat
memungkinkan bagi para petani untuk saling bertemu ataupun bertukar
informasi.
Selain itu, ilmu baru juga bisa didapatkan melalui konsultasi
dengan para penjaga di toko pertanian. Biasanya mereka akan
memberikan solusi apabila ada yang datang untuk bertanya tentang
masalah-masalah tertentudan cara mengatasinya. Menurut Hanif, salah
satu petani, dulu masih banyak yang menggunakan garam untuk pupuk
dan gadung atau mentor sebagai obat pemberantas hama ulat. Tapi
sekarang, cara-cara tersebut sudah digantikan dengan pupuk atau obat
yang didapat dari toko. Dari perubahan itu menunjukkan bahwa ada
komunikasi interpersonal yang terjalin antara petani dengan penjaga
toko sehingga ada kemajuan dalam bercocok tanam.
Kondisi ini juga dialami oleh Tukimin. Meskipun tomat bukan
komoditas yang paling banyak ditanam, ia tetap melakukannya dan
mendapatkan ilmu dari teman yang pernah menanam itu. Saat pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
akan menanam, Tukimin sering bertanya dan mengamati tentang cara
penanaman dan perawatannya. Contohnya adalah masalah pemakaian
anjang-anjang atau tali. Sebelumnya ia tidak tahu tentang itu. Tapi
setelah mengamati dan diberi tahu oleh teman bahwa manfaat dari
pemakaian tali adalah untuk menahan berat tomat, akhirnya ia mau
menerapkan. Sama juga ketika Tukimin menanyakan perbedaan antara
tanaman tomat yang diwiwil (pemotongan cabang bagian bawah) dan
tidak. Temannya menjawab kalau diwiwil, tomat yang dihasilkan lebih
besar dan kualitasnya lebih bagus daripada yang tidak.
Selain petani, peternak pun juga mengalami hal yang sama.
Berdasarkan penuturan Shodiq, dalam membuka usaha ayam petelur ia
mendapatkan inspirasi dari kakak dan teman-temannya di Desa
Mangiran yang juga bergerak di bidang tersebut. Menurutnya, rata-rata
peternak di Desa Canggu itu ikut-ikutan. Dengan informasi dari teman
tentang ternak ayam seperti apa, akhirnya mereka ikut mencoba.
Berbeda dengan Shodiq, Miftahul Mahsun, salah seorang peternak
juga mengatakan bahwa awal membuka usaha, ia hanya berdasarkan
pada pemikiran sendiri, bukan dari teman atau siapapun. Namun untuk
keberjalanannya, terutama tentang cara merawat, pemberian pakan,
dan segala macamnya, ia sering menjalin komunikasi dengan dokter di
salah satu toko peternakan. Misalnya ia pernah berkonsultasi tentang
waktu yang paling bagus untuk memberikan pakan ayam atau cara
mengobati ayam yang sedang sakit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Begitupun dengan yang dialami oleh Mujiani, salah seorang
pedagang rumahan. Awal ia membuka usaha di bidang tersebut adalah
keinginannya sendiri. Dulunya, ia hanya menjual beberapa kebutuhan
dapur seperti sayuran, cabai, bawang merah, bawang putih, dan lain-
lain, tapi sekarang tokonya sudah mulai lengkap dengan adanya
barang-barang seperti air minum kemasan, sabun, tisu pembersih, buku
tulis, dan segala macamnya.Banyak warga yang datang silih berganti,
sampai-sampai Mujiani baru menutupnya jam 10 malam. Perubahan
ini tidak lepas karena dampak darikomunikasinya dengan anak yang
pada saat itu menawarkan untuk memperbaiki tokonya tersebut.
Tidak hanya petani, peternak, dan pedagang, profesi yang
belum ditemukan saat Geertz melakukan penelitiannya yaitu petani
ikan, juga mengalami hal yang sama. Bambang sebagai warga yang
menjalani profesi ini menuturkan bahwa usaha tersebut sudah turun
temurun dari orang tuanya sejak tahun ‟60-an. Dari sini tentu bisa
dicermati kalau ada komunikasi interpersonal yang terjalin di antara
mereka. Sebelum meninggal orang tuanya berpesan kepada Bambang
untuk meneruskan usaha tersebut. Sehingga sampai sekarang ia pun
tetap bergelut pada pembiakan bibit ikan dan pemasarannya ke luar
daerah.
Beberapa contoh di atas, menunjukkan bahwa dalam memilih
dan mendalami tentang suatu profesi, masyarakat cenderung
mendapatkannya dari komunikasi antarpribadi. Banyak warga yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
mendapatkan cerita, ilmu dan ajakan dari orang-orang di sekitarnya
untuk melakukan hal yang sama dengan mereka. Ada kesan kalau
komunikasi massa kurang berperan dalam perubahan ini. Karena
media yang sering dikonsumsi oleh masyarakat seperti televisi dan
radio, jarang memberikan informasi terkait itu. Ditambah pula dengan
beberapa warga yang hanya menggunakan media tersebut sebagai
hiburan saat penat atau lelah dengan rutinitas yang ada.
b. Struktur Sosial Khusunya Dilihat dari Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Desa Canggu masih banyak didominasi
oleh tamatan SD, SMP, SMA, dan bahkan tidak bersekolah. Namun
dalam 5 tahun terakhir, lulusan diploma atau sarjana juga relatif
banyak. Kemajuan tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat
akan pentingnya pendidikan cukup bagus, yang salah satunya
disebabkan oleh komunikasi dengan orang-orang terdekat seperti
orang tua, saudara, dan guru. Hal inilah yang dialami oleh Youhana.
Awalnya, keputusan untuk berkuliah adalah karena motivasi dari orang
tua. Mereka selalu mendorong anak-anaknya agar memiliki pendidikan
tinggi. Apalagi ibunya pernah mengatakan bahwa ia tidak ingin kalau
anaknya hanya lulusan SMA seperti dirinya. Katakanlah ada
kekurangan biaya, semua itu bisa dicari. Jangan sampai karena
masalah ekonomi, pendidikan harus dikorbankan. Guru di sekolah pun
juga sama. Mereka banyak memberikan nasehat pada Youhana agar
melanjutkan pendidikannya. Apalagi, ia dikenal cukup berprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Sehingga akan sangat disayangkan apabila modal tersebut tidak
dimanfaatkan untuk sesuatu yang penting seperti kuliah. Sedangkan
dua kakaknya yang sudah lebih dulu menyandang gelar sarjana selalu
menguatkan untuk terus menuntut ilmu, karena semua itu tidak ada
yang sia-sia. Tanpa tahu kapan, ilmu yang dimiliki pasti akan berguna
suatu saat nanti.
Selain Youhana, kakak pertamanya juga menceritakan tentang
keputusannya untuk kuliah. Ternyata dari awal ia sudah tidak tertarik
masuk ke perguruan tinggi karena lebih memilih bekerja dan
membantu perekonomian keluarga. Namun atas nasehat orang tua,
akhirnya ia memutuskan untuk mengambil jurusan D3 Kebidanan. Dan
ilmu yang didapatkannya tersebut sekarang dapat diterapkan pada
masyarakat dengan menjadi seorang bidan.
Sama halnya dengan Farida. Bendahara desa ini juga lulusan
sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Islam Malang. Ia
mengatakan,awalnya orang tua menyuruhnya untuk menikah. Meski
demikian, mereka tidak terlalu kaku yang mengharuskan anaknya
untuk melakukan hal itu. Kalau semisal ia belum siap dan memilih
untuk kuliah, mereka tetap mendukung sepenuhnya. Apalagi dari segi
finansial juga mampu. Farida pun merasakan sendiri bahwa peran
orang tua adalah faktor utama yang membuatnya semakin termotivasi
dalam melanjutkan pendidikan, walaupun di awal pernah menawarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
keputusan yang tidak ia suka. Mereka selalu mendukung apa yang
menjadi pilihan dari anak-anaknya.
c. Memudarnya Tradisi Lama dan Kesadaran Akan Nilai-Nilai Agama
Kedua aspek ini sebenarnya memiliki kesamaan. Sama-sama
cenderungdisebabkan oleh meluas dan mendalamnya ajaran islam di
Desa Canggu.Hal itu dilakukan oleh para tokoh dengan salah satu
caranya menggunakan komunikasi interpersonal. Bentuk komunikasi
yang diberikan adalah memberikan sosialisasi tentang nilai-nilai
agama. Seperti ritual di belakang rumah Heri. Karena menganggap itu
tindakan yang salah, akhirnya ia memberikan nasehat kepada orang
yang melakukan agar tidak mengulangi lagi. Pesan yang ia sampaikan
adalah ritual itu tindakan syirik, mengundang dosa besar dan tidak
termaafkan. Sekali mungkin diberi isyarat tapi bisa jadi itu hanya
kebetulan. Nanti kalau sudah kedua, ketiga, keempat, biasanya tidak
akan terulang kembali. Heri juga menambahkan,
Ini menurut cerita bapak itu ya. Bapak ini orang yang syiar
agama di daerah Canggu. Itu sejak tahun ‟65, sejak adanya
peristiwa PKI. Itu banyak orang sini yang terlibat. Terlibat
masuk di aliran komunis. Ayahnya bapak ini, Mbah Abdul
Mu‟id, beliaunya mendirikan madrasah, terus sebagian orang-
orang diajak ke situ dan akhirnya diajak shalat bersama.
Dengan sabar beliaunya mendakwahkan sampai ke bapak saya
ini, termasuk dipondokkan di pesantren cukup bagus di
Lirboyo. Akhirnya pulang, beliau yang meneruskan.
Meneruskan dakwah bapaknya itu. Sampai sekarang ini turun
temurun dan di situ di daerah Canggu mulailah bermunculan
pondok-pondok kecil. Terus masjidnya juga mulai banyak
berdiri. Dari situ penerangan-penerangan dakwah disebarkan
lewat masjid, musholla, pondok-pondok kecil dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
berkembanglah Desa Canggu ini menjadi desa yang cukup
religius sekarang.
Berbeda halnya dengan Khoirul Anam. Sebelum banyak
pemuda yang berkumpul di rumahnya untuk mengaji, terlebih dahulu
Anam berkeliling desa untuk mendekati mereka satu per satu dan
memasukkan ajaran islam sedikit demi sedikit. Ia mengatakan bahwa
banyak anak yang tidak sekolah, tidak mau mengaji ataupun shalat,
adu jago, mabuk-mabukan, keluyuran, trek-trekan dengan sepeda
motor, bahkan ada yang membawa narkoba. Dari semua masalah yang
ada, ia tidak terburu-buru mendakwahkan tentang agama. Tapididekati
secara perlahan. Dampak dari komunikasi interpersonal antara Anam
dengan beberapa pemuda tersebut menumbuhkan kemauan untuk
bertindak sesuai tuntunan agama. Banyak dari mereka yang bertanya
“Bagaimana ini Gus kalau mau wudhu dengan tatoan?” Anam
menjawab tidak apa-apa. Karena masih permulaan. Kalau nanti
dijawab tidak sah, takutnya mereka tidak mau mengaji. Ada juga
pertanyaan tentang “Bagaimana mabuk dengan keadaan shalat Gus?”
Anam juga menjawab tidak apa-apa. Yang penting mau shalat dulu.
Contoh lain bisa didapatkan juga dari nasehat yang diberikan
oleh Anam kepada Mbah Warsi tentang ilmu kejawen yang
dimilikinya. Seperti penjelasan di atas bahwa ia pernah mengatakan
“Mbah, kalau di ajaran islam tidak boleh seperti itu. Sampean nanti
ikut mendapat siksaannya di akhirat”. Lantas Mbah Warsi bertanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
“Loh, masak begitu? Padahal saya hanya memberi tahu saja”. Anam
pun kembali menjawab “Lha iya, memberi tahu itu sama saja
dosanya.” Dari percakapan tersebut membuat Mbah Warsi tidak
melakukannya lagi sampai meninggal. Ia berujar “Saya sekarang tidak
mau memberi nomor lagi”.Tidak hanya itu, konsultasi yang
dilakukkanya dengan Anam juga mencakup doanya shalat maupun
bacaan ketika ruku‟ dan sujud. Selain Anam, komunikasi interpersonal
yang dilakukan oleh Mbah Warsi dengan suamiturut membuat
perubahan perilaku pada dirinya. Diajak mengenal islam lebih dalam,
melakukan syariat-syariatnya, membuat adat kejawen yang sering
dilakukan berangsur memudar. Bahkan ia secara rutin melaksanakan
shalat fardhu maupun sunah dan menambahkan bacaan-bacaan islami
dalam doa jawanya.
Menanggapi hal ini, Najib mengatakan bahwa dataran rendah
seperti Desa Canggu ini, dekat dengan kota, maka akulturasi
budayanya semakin cepat. Budaya kejawen semakin cepat
ditinggalkan karena informasi yang diberikan melalui orang-orang
pintar atau televisi lebih banyak. Ia menyebutnya dengan istilah
wartawan gosip. Pertukaran informasi lebih cepat dilakukan melalui
orang per orang. Seseorang yang memiliki informasi tertentu akan
langsung menyampaikannya pada orang lain. Begitu seterusnya.
Sedangkan di daerah dataran tinggi, budaya kejawen lebih kental
karena jauh dari kota sehingga akses informasi juga kurang. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
lebih banyak berkomunikasi dengan orang tua atau orang-orang
terdekat dan akhirnya perubahan itu semakin sulit untuk diwujudkan.
Dari temuan di atas, dan juga sifat dialogis yang ditekankan
oleh Wiryanto sebelumnya, bisa dikuatkan oleh teori Carl Rogers.
Teori ini menekankan pada aspek hubungan antar individu. Stephen
W. Littlejohn dan Karen A. Foss mengungkapkan, kadang-kadang, kita
mendapati diri kita dalam hubungan-hubungan di mana kita
memainkan sebuah peran yang mendukung, mencoba untuk membantu
pertumbuhan dan perubahan orang lain. Kapan pun seseorang
membutuhkan dukungan-apakah Anda seorang terapis profesional atau
bukan-Anda memiliki kesempatan untuk terlibat dalam apa yang
Rogers sebut dengan hubungan tolong-menolong (helping
relationship)114
.
Relevansi antara teori tersebut dengan temuan yang didapat
dapat dicontohkan melalui peran komunikasi dalam perubahan profesi
penduduk. Beberapa petani menuturkan, mereka belajar tentang ilmu-
ilmu pertanian salah satunya dari penjaga toko. Melalui komunikasi
tersebut, ada perubahan yang terjadi, misalnya dalam penggunaan
pupuk dan obat pemberantas hama. Kalau dulu banyak menggunakan
cara tradisional, sekarang lebih mengandalkan produk-produk di toko
pertanian. Peran semacam ini bisa digolongkan sebagai hubungan
tolong menolong yang dicetuskan oleh Rogers di atas. Apabila
114
Littlejohn, Stephen W., Foss, Karen A., Teori Komunikasi, 2009, Salemba Humanika, Jakarta,
hlm. 311.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dianalisis, para penjaga toko yang dijadikan tempat konsultasi oleh
para petani, mencoba untuk membantu pertumbuhan dan perubahan
pada sistem pertanian mereka dengan memberikan solusi yang tepat.
Hal ini dibuktikan dengan penuturan Hanif, salah satu petani, bahwa
dulu masih banyak yang menggunakan garam untuk pupuk dan gadung
atau mentor sebagai obat pemberantas hama ulat. Tapi sekarang, cara-
cara tersebut sudah digantikan dengan pupuk atau obat yang didapat
dari toko. Pupuk dan obat di sini adalah hasil dari solusi yang
diberikan oleh penjaga toko berkat komunikasinya dengan petani.
Tidak sampai di situ, banyak contoh yang juga bisa dikaitkan
dengan teori Rogers. Seperti yang dialami oleh Tukimin, Shodiq, dan
Miftahul Mahsun. Tukimin yang pernah bertanya kepada temannya
tentang penanaman dan perawatan tanaman tomat, menjadi tahu dan
akhirnya menerapkan teknik pemakaian tali untuk menahan berat
tomat serta pemotongan cabang bagian bawah (diwiwil) agar kualitas
buah yang dihasilkan lebih bagus. Shodiq pun juga begitu.
Keputusannya untuk membuka usaha ayam petelur adalah karena
informasi dari beberapa teman yang sudah lebih dulu bergerak di
bidang tersebut. Berbeda dengan Miftahul Mahsun. Meskipun dalam
membuka usaha ia lebih mengandalkan pemikiran sendiri, namun
untuk keberjalanannya, ia tidak bisa lepas dari bimbingan ahli. Mahsun
mengakui bahwa ia sering berkonsultasi dengan ahli tersebut terkait
perawatan ayam petelur seperti apa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Begitupun dengan Youhana, Heri, dan Khoirul Anam. Youhana
yang akhirnya kuliah di jurusan fisika murni, mendapatkan dukungan
penuh dari orang tua. Sedangkan Heri, terkait ritual yang dilakukan di
belakang rumahnya juga berperan dalam membantu perubahan orang
lain dengan memberikan pesan bahwa tindakan seperti itu adalah
syirik yang mengundang dosa besar. Lain halnya dengan Khoirul
Anam. Melalui pendekatan pada pemuda-pemuda desa yang dulunya
banyak berbuat kenakalan, ia bisa membawa perubahan di kehidupan
mereka dengan memasukkan nilai-nilai agama seperti shalat, wudhu,
mengaji Al-Qur‟an, dan semacamnya. Beberapa contoh menunjukkan,
seseorang bisa memiliki peran penting dalam membantu pertumbuhan
dan perubahan bagi orang lain melalui sebuah hubungan. Mereka
berusaha membantu agar orang yang mereka temui dapat berkembang
dan berubah menjadi lebih baik.
Secara garis besar, perubahan yang ditekankan dalam teori
Rogers bisa dilihat pada hasil penelitian. Menurut temuan, perubahan
yang terjadi mencakup aspek kognitif dan konatifnya. Untuk dampak
kognitif diartikan dengan memberikan informasi, meningkatkan
pengetahuan, menambah wawasan115
. Misalnya bagi para petani,
peternak, dan beberapa profesi lain. Melalui komunikasinya dengan
orang lain, mereka akhirnya mendapatkan wawasan atau pengetahuan
baru tentang mata pencahariannya tersebut. Dengan bertanya pada
115
Suprapto, Tommy, Op.cit, hlm. 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
penjaga di toko pertanian, para petani akhirnya tahu tentang alternatif
pupuk dan obat pembunuh hama selain cara-cara tradisional. Sama
halnya dengan peternak. Melalui konsultasi dengan ahli, Mahsun
bertambah pengetahuannya tentang perawatan ayam petelur secara
maksimal. Begitupun nilai-nilai agama yang disosialisasikan oleh para
tokoh seperti Heri dan Anam. Masyarakat yang sebelumnya banyak
melakukan tradisi-tradisi kejawen, awam dengan ajaran agama,
akhirnya sedikit demi sedikit mulai tahu dan memahami tentang
syariat-syariat islam.
Peran komunikasi interpersonal dari orang ke orang tidak
berhenti sampai kognitifnya saja. Melainkan juga penerapan atau
konatifnya. Aspek konatif merupakan perubahan sikap, perilaku dan
perbuatan116
. Misalnya setelah para petani, peternak, pedagang, dan
beberapa profesi lain mengetahui tentang mata pencahariannya
tersebut, mereka langsung menerapkan. Petani yang datang ke toko
pertanian untuk menanyakan masalah obat hama, setelah tahu
fungsinya, ia langsung memakainya sesuai saran yang diberikan.
Begitu juga peternak. Dengan mengetahui cara beternak ayam petelur
dari teman, membuat Shodiq membuka usaha di bidang tersebut.
Selain itu, Youhana pun juga sama. Setelah mendapatkan pengetahuan
baru tentang pentingnya pendidikan dari orang tua, akhirnya ia benar-
benar memutuskan untuk kuliah. Sedangkan bagi warga yang dulunya
116
Loc.cit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
memegang tradisi-tradisi kejawen maupun tidak mendalami agama,
melalui komunikasi dengan beberapa tokoh seperti Heri dan Anam,
mereka jadi tahu dan akhirnya berdampak pada perubahan perilaku
untuk meninggalkan rutinitasnya tersebut.
Berlanjut ke tingkatan selanjutnya yaitu komunikasi kelompok.
Berdasarkan temuan yang ada, komunikasi ini cenderung berdampak pada
beberapa aspek seperti mata pencaharian, memudarnya tradisi lama dan
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai agama. Untuk teorinya, pada bab
sebelumnya sudah dituliskan sebuah pernyataan menarik dalam tulisan
Richard West dan Lynn H. Turner. Mereka menanyakan jika dinamika
kelompok kompleks dan menantang, mengapa orang sering kali
ditugaskan dalam kelompok? Jelaslah, jawabannya terletak dalam
pernyataan “Dua kepala lebih baik daripada satu”117
. Lebih lanjut, pada
tulisan tersebut juga dijelaskan bahwa John Brilhart, Gloria Galanes, dan
Katherine Adams secara efektif memberikan argument mengenai
pemikiran tersebut:
Kelompok biasanya merupakan pemecah masalah yang lebih baik,
dalam jangka panjang, daripada para individu perseorangan karena
mereka memiliki akses ke lebih banyak informasi daripada yang
dimiliki oleh seorang individu, dapat melihat kelemahan dan bias
dalam pemikiran satu sama lain, dan kemudian berpikir mengenai
hal yang mungkin gagal dipertimbangkan oleh seorang individu.
Selain itu, jika orang berpartisipasi dalam perencanaan pemecahan
suatu masalah, sangat mungkin bahwa mereka akan bekerja lebih
keras dan lebih baik dalam menjalankan rencana-rencana tersebut.
Oleh karena itu, partisipasi dalam pemecahan masalah dan
117
West, Richard & Turner, Lynn H., Op.cit., hlm. 278.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
pengambilan keputusan memastikan akan adanya komitmen
berkelanjutan terhadap keputusan dan solusi tersebut118
.
Teori di atas hampir senada dengan analisis proses interaksi dari
Robert Gales. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss menuliskan bahwa
jika manusia tidak berbagi informasi secara cukup, mereka akan memiliki
seperti yang Bales sebut “permasalahan dalam komunikasi”; jika mereka
tidak berbagi opini, mereka akan mengalami “permasalahan dalam
evaluasi”; jika mereka tidak meminta atau memberi saran kelompok akan
menderita “permasalahan dalam kendali”; jika kelompok tidak dapat
mencapai kesepakatan, anggota akan memiliki “permasalahan dalam
keputusan”; dan jika ada dramatisasi yang tidak mencukupi, maka akan
menjadi “permasalahan ketegangan”; akhirnya, jika kelompok tidak
ramah, maka akan memiliki “permasalahan dalam reintegrasi”, seperti
yang dimaksudkan oleh Bales bahwa kelompok tidak mampu membangun
kembali sebuah perasaan kesatuan atau kepaduan dalam kelompok119
.
Adapun penjelasan terkait peran komunikasi kelompok terhadap
perubahan sosial budaya adalah:
a. Mata Pencaharian
Selain secara personal, peran komunikasi berkaitan dengan
mata pencaharian warga Canggu juga dilakukan melalui kelompok
berupa penyuluhan. Misalnya untuk masalah pertanian. Penyuluhan
atau sosialisasi tentang pertanian di Desa Canggu diberikan oleh
lembaga pemerintahan seperti Dinas Pertanian (Diperta) Kabupaten
118
Loc.cit 119
Littlejohn, Stephen W., Foss, Karen A., Op.cit. hlm.326
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Kediri, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Badas dan
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Penyuluhan diadakan secara
tidak menentu. Terkadang 1 atau 2 tahun sekali. Dalam arsip yang
dimiliki oleh kelompok tani ada beberapa bahasan yang disampaikan
padapenyuuhan tersebut yaitu verifikasi program pertanian dari
pemerintah, monitoring, sekolah lapangan pengelolaan tanaman
terpadu (SLPTT) jagung bisi 16, pembuatan pakan ternak, dan
penanggulangan hama. Sedangkan untuk peran dari kelompok tani
sendiri, Gunawan salah satu anggotanya memaparkan bahwa
kelompok ini jarang mengadakan kegiatan. Yang selama ini banyak
dilakukan hanya seputar pembagian pupuk, bantuan bibit, traktor, dan
pompa air kepada para petani. Dengan pembagian beberapa alat itu
membawa perubahan pada cara bertani di Desa Canggu. Dan
komunikasi kelompok berperan untuk mengenalkan dan memberikan
pemahaman tentang pemakaiannya. Akhirnya penggunaan traktor
sekarang menggantikan peran sapi untuk membajak sawah. Begitu pun
dengan pompa. Melalui alat ini, air akan disalurkan ke selokan-selokan
sawah sehingga para petani tidak hanya mengandalkan mata air.
Sama halnya dengan penyuluhan pertanian, profesi di bidang
peternakan pun juga ada kegiatan semacam itu. Diterangkan oleh
Mahsun, ia sering mengikuti penyuluhan yang diadakan oleh salah satu
toko peternakan. Dalam acara tersebut didatangkan seorang dokter ahli
dan para peserta bisa mengutarakan keluh kesahnya tentang beternak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
ayam petelur. Tidak hanya Mahsun, Shodiq juga menuturkan, dirinya
dan teman-teman peternak sering mengikuti penyuluhan yang
diadakan oleh salah satu pabrik pakan. Sales dari perusahaan tersebut
mengundang mereka untuk datang ke penyuluhan karena menjadi
pelanggan setia yang selalu membeli pakan dari sana. Dalam kegiatan
tersebut, para peternak diberikan waktu khusus untuk berkonsultasi
kepada ahlinya terkait berbagai masalah ayam petelur.
b. Memudarnya Tradisi Lama dan Kesadaran Akan Nilai-Nilai Agama
Selain komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok juga
mengambil peran dalam perubahan yang terjadi pada kedua aspek ini.
Peran yang diberikan terlihat dari adanya forum-forum pengajian.
Masing-masing dusun memiliki agenda rutin untuk mengadakan acara
keagamaan seperti pengajian muslimat NU, pengajian rutin di masjid,
jam‟iyah tahlil dan yasin, khataman Al-Qur‟an, manakiban, barzanji,
diba‟, dan istighatsah, dengan jadwal yang berbeda-beda.
Pengajian muslimat NU dihadiri oleh ibu-ibu yang diawali
dengan istightsah, tahlil dan membaca yasin bersama. Setelah
semuanya selesai, ada sosialisasi nilai-nilai agama dari para ulama‟
yang setiap pertemuannya memiliki tema tertentu. Namun secara garis
besar materi tersebut menyangkut ubudiyah (ibadah kepada Allah
SWT, muamalah (hubungan dengan sesama manusia) dan akidah.
Seperti halnya di Dusun Canggu. Pengajian di sana rutin dilaksanakan
setiap Hari Rabu dan Jumat. Dengan 150 warga yang datang, pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
waktu itu peneliti bisa mengetahui bagaimana Kyai Muslih dari
Sidodadi memberikan ceramah ubudiyah tentang memperbanyak
ibadah seperti shalat, puasa dan syari‟at lainnya, sebelum meninggal.
Dengan pengajian rutin ini, ada dampak yang dirasakan oleh
masyarakat. Hal itu diungkapkan sendiri oleh Zulin Mahnin dan Binti
Nafiah. Zulin menceritakan bahwasemua tergantung pribadinya
masing-masing. Karena merasa banyak masalah, akhirnya ia belajar
dari forum-forum pengajian ataupun program televisi “buka mata buka
hati”. Manfaatnya bisa memberikan semangat tersendiri. Kalau ada
mubaligh memberikan materi tentang fadhilah shalat sunnah misalnya,
akhirnya jadi tahu manfaatnya seperti apa. Sehingga andaikan ia
terbangun di malam hari, semacam ada perang batin antara malas dan
ingin bergerak. Tapi karena teringat dengan nasehat tadi akhirnya
menyemangati diri sendiri untuk bangun “Saya harus bangun karena
waktuku belum tentu sampai besok”. Bahkan ia juga menambahkan,
kalau orang sudah rutin mengikuti pengajian, mau meninggalkan itu
ragu biasanya. Jadi dengan kecanduan seperti itu, merasa ada hidayah
yang datang. Seperti rindu akan nasehat para ulama‟,terlepas dari
bagaimana mereka menyampaikan. Sering ada kata-kata, jangan
melihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan,
bermanfaat apa tidak. Sehingga sekarang, siapapun yang
menyampaikan, kalau ada manfaatnya tetap ia ambil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Lantas, Zulin Mahnin juga mencontohkan dampak yang ia
dapatkan dengan mengikuti pengajian. Namun kali ini, bukan bersifat
rutin. Melainkan tergantung momen atau peristiwanya. Seperti
pengajian akbar di Dusun Surowono yang diadakan dalam rangka
memperingati Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad SAW. Pada forum
tersebut, Kyai Anwar Zahid dari Bojonegoro menyampaikan bahwa
oleh-oleh utama yang dibawa Rasulullah dari perjalanannya adalah
shalat. Zulin menilai betapa pentingnya shalat sampai membutuhkan
perjuangan seperti itu. Mengingat materi tersebut, andaikan malas
untuk menjalankan, akhirnya ada motivasi pada diri sendiri “Ayo
shalat dulu. Pekerjaan itutidak ada habisnya. Yang penting sudah ada
makan, anak-anak kondusif. Kenapa tidak shalat sekarang”.
Selain Zulin Mahnin, ada pula Binti Nafiah yang secara rutin
mengikuti pengajian Muslimat NU. Saat ditanya dampaknya, ia
menjawab ada perubahan yang terjadi. Contohnya,lebih tepat waktu
dalam menjalankan shalat wajib ditambah ada ibadah sunnahnya juga.
Sebenarnya dulu ia sudah melakukan itu meskipun belum rutin.
Sedangkan sekarang menjadi lebih rajin. Selain itu, ia merasa lebih
akrab dengan orang lain mengingat pernah tinggal di Surabaya selama
5-6 tahun. Senada dengan Zulin, Binti juga mengakui bahwa
mengikuti pengajian bisa membuat hati lebih nyaman dan lapang
setiap ada cobaan. Bahkan jika tidak ikut terasa ada yang kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Tidak hanya itu, Binti pun pernah menonton pengajian di
televisi. Namun menurutnya tetap ada beda. Ia menilai kalau mubaligh
di situ belum terlalu tahu ilmunya. Kadang makhrojnya dalam
membaca Al-Qur‟an kurang meyakinkan. Berbeda dengan ulama‟ di
desa. Dan untuk dampaknya, pengajian di televisi belum membuatnya
benar-benar menerapkan. Sebatasbertambah ilmu dan
pengalaman.Sedangkan untuk pengajian rutin, benar-benar dilakukan
misalnya setelah shalatdisuruh membaca Surat Al-Ikhlas berapa kali,
itu diterapkan betul. Terkait dampak dari pengajian rutin, Kyai Miftah
jugamengungkapkan,
Kalau kadang-kadang ada masalah, saya ungkap. Jadi topik
pembicaraan ketika itu kadang-kadang masalah yang sedang
muncul di masyarakat. Biasanya lebih bisa menerapkan. Jadi
kalau ada masalah seperti ini sikap kita sebaiknya bagaimana.
Biasanya mengajinya itu. Tapi kalau tidak ada masalah yang
penting untuk dibahas, ya mengambilnya dari kitab.
Lantasditambahkan pula,
Tapi saya merasakan pengajian ini kelihatannya juga membawa
dampak bagi masyarakat. Terutama hal-hal yang sering dialami
masyarakat, itu sedikit banyak bisa mengubah lah. Ya pernah
itu berselisih dengan tetangga, lantas nanti di forum pengajian
saya jelaskan bagaimana sebaiknya dengan tetangga. Terus
dampaknya kalau tetap berselisih itu apa. Saya lihat kok terus
kalau ada masalah, berusaha baik dengan tetangga itu.
Dampak pengajian rutin juga dirasakan pula oleh Heri. Ia
menuturkan bahwa pemahaman religi sekarang sudah berubah dengan
adanya jam‟iyah ibu-ibu muslimat, shalawat Nabi, maupun jamaah
yasinan. Ia bercerita kalau dulu orang shalat di Dusun Bloran itutidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
terlalu banyak, abangan istilahnya. Waktu bulan puasa mereka tidak
banyak yang berpuasa. Kalau jumatan ya hanya beberapa saja di
masjid. Kondisi tersebut berbeda dengan yang diamatinya hampir 6
tahun terakhir ini. Sekarang banyak penerangan-penerangan atau
dakwah dari para mubaligh. Sehingga kalau shalat lima waktu banyak
yang jamaah di musholla-musholla. Di Dusun Bloran saja hampir ada
6 musholla kecil dan setiap mau shalat selalu mengumandangkan
adzan. Tidak sama dengan dulu, yang mana hanya masjid saja yang
boleh melakukan itu.
Berbeda dengan pengajian rutin, jam‟iyah tahlil dan yasin
ditujukan kepada kaum laki-laki. Mereka akan berkumpul setelah isya‟
di salah satu rumah warga. Adapun pelaksanaannya diawali dengan
membaca yasin terlebih dahulu. Ketika sudah selesai, maka akan
dilanjutkan dengan membaca tahlil yang bertujuan untuk mendoakan
Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya, para nabi dan
rasul, waliyullah atau kekasih Allah seperti Syaikh Abdul Qodir Al-
Jilaniy, serta kerabat yang sudah meninggal. Tidak berhenti di situ,
setelah yasin dan tahlil dibaca bersama akan ada ceramah atau
sosialisasi tentang nilai-nilai agama dari kyai. Secara garis besar materi
yang disampaikan itu juga terkait dengan ubudiyah (ibadah kepada
Allah SWT), muamalah (hubungan dengan sesama manusia), dan
akidah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Kegiatan lain yaitu takhtiman atau khataman Al-Qur‟an yang
dilakukan secara rutin oleh masing-masing dusun.Sebenarnya, acara
ini bisa fleksibel untuk kegiatan apapun. Tergantung dari yang punya
kepentingan, ingin memakai atau tidak. Maka dari itu, terkadang
khataman Al-Qur‟an juga dimasukkan ke dalam beberapa tradisi
seperti tingkeban, pasaran, dan pitonan. Untuk kegiatan rutin,
takhtiman biasanya diikuti dengan manakiban (membaca kisah Nabi
atau Waliyullah yang bahasanya ditulis sangat indah seperti
ceritaSyaikh Abdul Qodir Al-Jilaniy). Adapun tata caranya adalah
mengkhatamkan Al-Qur‟an terlebih dahulu, melakukan tawassul
dengan membaca Surat Al-Fatihah, tahlil, baru membaca manakib. Di
samping itu, khataman Al-Qur‟an untuk beberapa tradisitadijuga
memakai cara yang sama. Hanya saja kalau tingkeban, pasaran, dan
pitonan tidak disertai dengan tahlil, karena mendoakan orang yang
masih hidup.
Forum keagamaan lainnya yaitu istighatsah. Anam
memaparkan, istighatsah maknanya adalah minta pertolongan. Di
dalamnya ada kumpulan doa yang disusun oleh para ulama‟ seperti
istighfar, shalawat, syahadat, tahlil, tahmid, tasbih, dan lain-lain. Kalau
dulu, istightsah hanya digunakan untuk kepentingan tertentu,
sedangkan sekarang bisa dimasukkan ke berbagai forum, misalnya
pengajian rutin Muslimat NU.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Selain istighatsah, dikenal pula kegiatan manakiban. Sekilas
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan manakib berarti
membaca kisah Nabi atau Waliyullah yang bahasanya ditulis sangat
indah seperti cerita Syaikh Abdul Qodir Al-Jilaniy. Adapun tata
caranya adalah mengkhatamkan Al-Qur‟an terlebih dahulu, melakukan
tawassul dengan membaca Surat Al-Fatihah, kemudian tahlil, dan yang
terakhir baru membaca manakib. Dalam penerapannya, setiap orang
membaca secara bergantian dengan dilagukan. Ketika sudah selesai,
akan dilanjutkan berdoa bersama. Acara ini sering digabungkan dalam
takhtiman, baik itu yang bersifat rutin maupun untuk kepentingan-
kepentingan tertentu.
Tidak berhenti di situ, masih ada kegiatan lain yaitu barzanji
dan diba‟. Terkait hal ini, Kyai Miftah mengungkapkan bahwa barzanji
itu sifat-sifat rasul, terutama sejarahnya. Bentuknya ada yang prosa
dan puisi. Jadi nanti yang prosa itu dibaca biasa, kalau puisi dilagukan.
Diba‟ juga begitu. Itu kitabnya satu, di dalamnya ada yang barzanji
dan untuk diba‟. Setelah semuanya selesai dibaca, akan diakhiri
dengan doa. Berbicara tentang cara membaca, Anam menjelaskan,
barzanji adalahbacaan kalau diba‟itu lagu. Sehingga menurutnya,
barzanji itu dibaca biasa, sedangkan diba‟ dilagukan. Hal ini berbeda
dengan penuturan Kyai Miftah di atas. Namun Anam mengakui sendiri
kalau dalam penerapannya, terkadang ada yang seperti itu. Itu ibarat
serupa tapi tak sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Forum-forum keagamaan di Desa Canggu harus diakui cukup
banyak. Selain beberapa kegiatan di atas, karena banyaknya media
dakwah seperti masjid ataupun musholla, maka banyak pula yang di
dalamnya juga diisi dengan pengajian-pengajian rutin. Seperti yang
terjadi di Masjid Baiturrahman Dusun Surowono. Setiap pagi setelah
shalat subuh, di sana selalu ada pengajian rutin untuk ibu-ibu dan
bapak-bapak berusia 40-an ke atas sampai 60-an. Hal inilah yang
diungkapkan oleh Kyai Habib, tokoh yang merintis pengajian tersebut
selama kurang lebih 10 tahun. Lebih lanjut ia mengatakan, sistem
dalam forum itu adalah ia membaca Ayat-Ayat Al-Qur‟an terlebih
dahulu untuk menuntun bacaan yang benar seperti apa, lantas ditirukan
oleh mereka yang datang. Setelah mencapai 2 halaman, baru ia akan
menjelaskan tafsir atau makna dari ayat-ayat tadi. Begitu seterusnya
sampai juz ke-30. Nanti kalau sudah khatam kembali lagi dari awal.
Selain pengajian rutin, Kyai Habib juga mengadakan shalat malam
setiap malam Jumat. Selesainya kegiatan tersebut, dilanjutkan dengan
membaca wirid bersama, shalat subuh berjamaah, dan diisi lagi dengan
pengajian seperti yang tadi dijelaskan.
Kegiatan tersebut mendapat tanggapan cukup positif dari
masyarakat. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Kyai Habib, ia pernah
menawarkan kepada warga yang datang untuk meliburkan sementara
pengajian maupun shalat malamnya. Tapi mereka tidak mau. Ia
menilai alasan mereka menolak karena kegiatan semacam ini sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
menjadi kebutuhan orang tua untuk bekal hidupnya. Bahkan ada juga
salah seorang warga yang dulunya nakal, main perempuan, minum
minuman keras,tidak shalat juga, bisa berubah setelah diajak temannya
ke pengajian. Ia rutin datang dan akhirnya sekarang mau
shalatberjamaah, berhenti minum, dan rumah tangganya pun semakin
harmonis.
Dampak yang ditimbulkan oleh forum ini juga dirasakan oleh
Kustina. Ia memang suka mengikuti shalat malam dan pengajian setiap
pagi di masjid. Bahkan intensitasnya lebih sering dibandingkan dengan
pengajian rutin muslimat. Hal itu disebabkan jarak yang terkadang
agak jauh dari rumah, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk
hadir. Menurutnya, melalui forum pengajian seperti itu ia jadi lebih
tahu cara membaca Al-Qur‟an yang benar dan paham dengan artinya.
Dari pemahaman tersebut, akhirnya adaperubahan perilaku yang ia
alami. Ia mengatakan,
Ya jadi tahu. Jadi menerapkan. Apa yang dijelaskan di
pengajian itu, kalau begini tidak boleh, kalau begini tidak
boleh, itu paham. Ya dulunya kan saya tidak mengerti kalau
ngrasani itu dosa. Akhirnya dijelaskan, tidak perlu berkata
seperti itu. Kalau memberi terus dikasih tahu ke orang lain
katanya riya‟ gitu. Oleh pak kyai dikasih tahu kalau seperti itu
tidak perlu dibicarakan. Pokoknya tidak perlu ngrasani orang.
Yang penting diri sendiri shalat yang tekun, yang khusyu‟.
Terus ya saya terapkan akhirnya. Tidak pernah membicarakan
orang, saya sudah menyadari kalau itu tidak baik.Banyak yang
sudah saya terapkan, semuanya sudah berubah. Dulunya suka
membicarakan orang, suka melakukan yang tidak benar,
sekarang sudah tidak mau saya, dosa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Sama halnya di Masjid Baiturrahman, Anam juga mengadakan
pengajian di rumahnya. Forum ini terdiri dari para pemuda yang
dulunya berbuat kenakalan-kenakalan. Dari tidak mengenal atau
bahkan mendalami agama, akhirnya mereka diberikan materi tentang
shalat, membaca Al-Qur‟an, tata cara wudhu, dan beberapa syariat
lain. Selama 17 tahun Anam menjalankan rutinitas tersebut. Sampai
Bupati Kediri yang saat itu menjabat, Tri Sutrisno, meninjau langsung
proses pembelajarannya seperti apa. Dan seiring berjalannya waktu,
rata-rata dari mereka sudah berumah tangga dan berubah menjadi
pribadi yang lebih baik.
Dalam membawa perubahan sosial budaya bagi masyarakat,
komunikasi kelompok juga dilakukan oleh Mbah Qosim. Setelah PKI
pergi dari Sidodadi, ia gencar sekali memberikan pendidikan agama ke
anak-anak. Cara yang dilakukan adalah memberikan sosialisasi Tuhan
itu ada, kisah wali songo, pelaksanaan shalat dan membaca Al-Qur‟an.
Dalam memberikan pemahaman tentang Tuhan itu ada dan kisah wali
songo, ia memasukkannya melalui dongeng disertai dengan tembang
dan gending. Memang disesuaikan dengan adat jawa sehingga warga
setempat lebih mudah menerima. Sedangkan untuk pelaksanaan shalat
dan membaca Al-Qur‟an, ia lakukan dengan membuka pesantren kecil
bagi anak-anak setiap jumat sore. Berbekal doa Kyai Faqih dari
Pondok Sumbersari, awal membuka pesantren tersebut banyak anak
yang tertarik untuk mengaji dan belajar shalat beserta doa-doanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Sedangkan untuk mendapatkan pendidikan agama lebih maksimal lagi,
ia juga mengajak masyarakat yang dulunya terlibat PKI agar mau
menyekolahkan anaknya di MI Islamiyah 2.
Peran para tokoh masyarakat dalam memberikan sosialisasi
tentang nilai-nilai agama juga terlihat dari banyaknya sekolah islam
dan pondok pesantren yang didirikan. Untuk sekolah islam, di Desa
Canggu tidak hanya terdiri dari Roudhatul Athfal (RA) atau setingkat
TK dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), namun juga Taman Pendidikan Al-
Qur‟an (TPA). Ada 5 TPA yang berhasil ditemui. Di dalamnya anak-
anak dituntun untuk bisa mengaji Al-Qur‟an dan biasanya juga
diberikan sosialisasi terkait ajaran-ajaran agama.
Menambahkan tentang peran komunikasi kelompok, Najib
mengatakan bahwa sekarang banyak pengajaran dari cendekiawan,
orang pintar, kalau istilahnya di kota. Sedangkan di desa disebut ustadz
atau kyai. Dari situ mungkin masyarakat sering ikut pengajian di
musholla atau masjid yang ditujukan untuk ibu-ibu, remaja, maupun
umum. Di dalamnya, pasti banyak yang dipelajari tentang hukum-
hukum dan doa islam. Jadi perubahannya seperti itu. Sedangkan untuk
doa-doa kejawen sudah jarang didengar karena jarang yang
mengajarkan.
Antara teori dengan temuan yang sudah dijelaskan di atas
memiliki perbedaan. Kedua teori sebelumnya mengindikasikan kalau
komunikasi kelompok lebih menekankan pada aspek pengambilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
keputusan. Ada banyak orang berkumpul, mereka saling
berkomunikasi dengan memberikan saran atau informasi, mengajukan
pertanyaan, dan lain sebagainya, yang kemudian terwujudlah sebuah
keputusan bersama. Namun berdasarkan temuan yang didapat, tidak
seperti itu. Menurut penjelasan di awal, sudah dicantumkan beberapa
contoh peran komunikasi kelompok dalam membawa perubahan.
Misalnya melalui forum-forum pengajian. Model dari forum tersebut,
mayoritas adalah ulama‟ menyampaikan materi kemudian audiens
mendengarkan. Bisa dikatakan sering tidak ada interaksi di dalamnya,
tapi terkadang juga pernah pemateri memberikan waktu bagi yang
ingin bertanya. Dengan cenderung kurangnya interaksi, maka
pengambilan keputusan juga jarang dilakukan. Hanya dalam beberapa
kesempatan saja, seperti kalau di pengajian rutin itu membahas iuran
anggota. Meski begitu, bukan berarti forum seperti ini tidak masuk
dalam kategori komunikasi kelompok. Secara teori, Michael Burgoon
mendefinisikan komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap
muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui,
seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang
mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat120
.
Pengajian rutin menjadi forum yang di dalamnya terdapat
interaksi antara individu satu dengan lainnya, meskipun saat
120
Pawito, Op.cit.,hlm. 47.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
pemberian materi kurang ada kesempatan untuk itu. Sesuai hasil
pengamatan, sebelum acara dimulai biasanya warga yang datang
dengan tujuan untuk menambah ilmu agama, saling bercengkrama satu
sama lain, apapun bahasannya. Mereka berbagi informasi yang ada
kemungkinan bisa menjadi pemecah masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Seperti halnya ketika ulama‟ memberikan materinya. Dari situ
masyarakat mendapat ilmu baru, sehingga ketika ada masalah yang
sesuai, mereka tahu cara mengatasinya. Dan tentu dengan pertemuan
rutin semacam ini bisa menjadi wadah untuk mengingat pribadi
masing-masing yang kemudian dapat memunculkan rasa kebersamaan
di antara mereka. Begitu pun dengan penyuluhan dari pemerintah
terkait pertanian.
Oleh sebab itu, hasil penelitian ini sedikit merevisi teori
sebelumnya yang lebih menekankan pada pengambilan keputusan.
Karena komunikasi kelompok yang terjadi di lapangan lebih
beriorientasi pada menumbuhkan pengetahuan dan kebersamaan.
Apalagi menurut Zulin dan Binti yang rutin mengikuti pengajian, saat
mereka berhalangan hadir ada sesuatu yang kurang dalam dirinya.
Selain pengetahuan yang bertambah, hal ini menunjukkan kesan
bahwa ada keakraban yang terjalin antar individu.
Berlanjut ke pembahasan terkait dampak. Dari beberapa
informan yang berhasil ditemui menyatakan bahwa mereka merasakan
betul dampak dari forum-forum pengajian yang diikutinya, tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
sebatas pada aspek kognitif saja, melainkan sampai ke penerapan atau
konatifnya. Hal ini dikuatkan juga oleh penemuan Frankenberger dan
Sukhdial yang menyatakan bahwa norma kelompok adalah peramal
penting pengadopsian perilaku pencegahan AIDS. Mereka menyatakan
bahwa remaja yang melihat perilaku preventif AIDS konsisten dengan
norma-norma kelompok acuan lebih mungkin untuk menyebarluaskan
informasi pencegahan yang berguna dan lebih mungkin untuk
mempraktikkan perilaku-perilaku ini sendiri121
.
Di atas dijelaskan, remaja yang melihat perilaku preventif
AIDS konsisten dengan norma-norma kelompok acuan lebih mungkin
untuk menyebarluaskan informasi pencegahan yang berguna dan lebih
mungkin untuk mempraktikkan perilaku-perilaku ini sendiri. Hal inilah
yang juga terjadi di beberapa forum pengajian. Warga yang datang,
mendapatkan dan mendalami ilmu-ilmu agama hingga akhirnya
mengubah perilaku dari yang dulunya jarang melakukan, menjadi lebih
islami dengan rajin menjalankan shalat lima waktu, puasa, ibadah-
ibadah sunah, dan lain sebagainya.
Dan untuk tingkatan yang terakhir yaitu komunikasi massa.
Sebelumnya,perlu diketahui bahwa di Desa Canggu, media massa yang
cenderungdiminati oleh masyarakat adalah televisi, radio, serta buku
dibandingkan koran, majalah ataupun media-media lain. Terkait perananya
terhadap perubahan sosial budaya, beberapa media tersebut berdampak
121
Severin, Werner J. & Jr, James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan di
dalam Media Massa, Cetakan ke-5, Januari 2011, Kecana Prenada Media Group, hlm. 259
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
pada aspek memudarnya tradisi lama dan kesadaran akan nilai-nilai
agama. Sedangkan untuk mata pencaharian dan struktur sosial, kurang
begitu dirasakan karena kurangnya program-program terkait itu.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa memudarnya tradisi
lama dan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai agama di masyarakat ada
kesan disebabkan oleh semakin meluas dan mendalamnya ajaran-ajaran
islam. Selain dari komunikasi antarpribadi dan kelompok, masyarakat juga
mendalami ilmu agama dari televisi, radio, maupun buku. Sebelum
membahas lebih lanjut, perlu diketahui terlebih dahulu konsep dari
komunikasi massa itu sendiri. Sudah disinggung sebelumnya bahwa
menurut Tommy komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi,
ide, dan sikap kepada banyak orang (biasanya dengan menggunakan media
massa, seperti radio siaran, televisi siaran, surat kabar/majalah dan
film)122
. Hal ini diperkuat lagi oleh Stephen W. Littlejohn dan Karen A.
Foss yang mendefinisikan komunikasi massa sebagai proses di mana
organisasi media memproduksi dan mengirimkan pesan kepada
masyarakat luas dan sebuah proses dimana pesan-pesan banyak dicari,
digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh khalayak123
.
Ada beberapa karakteristik dari komunikasi massa, di antaranya
adalah berlangsung satu arah, komunikator pada komunikasi massa
melembaga, pesan-pesan bersifat umum, melahirkan keserempakan, dan
122
Suprapto, Tommy, Op.cit. 123
Littlejoh, Stephen W., & Foss, Karen A., Op.cit.,hlm. 333.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
komunikan komunikasi massa bersifat heterogen124
. Pada level ini
komunikasi yang terjalin bersifat satu arah atau linier dengan delayed
feedback dari khalayak. Pesan yang disampaikan pun bersifat umum, bisa
dikonsumsi oleh semua kalangan dan merupakan hasil kerja bersama
melalui institusi media secara terorganisir. Komunikasi massa tersebut
membuat khalayak yang memiliki karakter berbeda-beda atau heterogen,
untuk mengonsumsi pesan dari media massa secara serentak.
Seperti yang dikemukakan oleh Lasyati bahwa ia sering
mendengarkan dakwah Anwar Zahid di salah satu stasiun radio setiap pagi
dari jam 5-6. Ia mengaku hampir tidak pernah menonton televisi karena
kurang tertarik dengan program-program yang ditayangkan. Bahkan
daripada harus menonton, ia lebih baik berbincang-bincang di teras rumah
dengan temannya dari pagi hingga siang. Konsumsi media massa untuk
mengikuti acara-acara agama juga dilakukan oleh Kustina, Zulin dan
Binti. Dalam penuturannya, Kustina menjelaskan bahwa ia tidak begitu
sering menonton televisi. Kalaupun pernah, acara yang ia suka adalah
Mamah Dedeh, Ustadz Maulana, dan pengajian pagi sekitar jam setengah
tiga. Tapi sekali lagi karena ada anak-anak kecil maka ia hanya sebatas
mendengarkan. Dampaknya pun dinilai masih di tahap pemahaman.
Tidak begitu halnya untuk Zulin. Karena remote televisinya rusak,
maka stasiun yang bisa dilihat hanya RTV. Pada channel tersebut ada
program dakwah yaitu Buka Mata Buka Hati. Acara ini menyiarkan
124
Suprapto, Tommy, Op.cit.,hlm. 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
tentang ajaran-ajaran agama seperti fadhilah shalat dhuha atau sedekah,
yang diikuti dengan sumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dan dampaknya
ini dirasakan Zulin terjadi pada putri kecilnya. Karena tidak ada pilihan
lain, maka mau tidak mau putrinya harus melihat tayangan tersebut setiap
pagi. Jadi seandainya satu atau dua kali tidak shalat, ia mendapatkan
pembelajaran dari situ. Sebagai orang tua, Zulin merasa dengan adanya
program tersebut bisa menjadi alat bantu untuk menjelaskan masalah
agama kepada anak. Dengan begitu, anak semakin yakin dan akhirnya
menerapkan.
Dampak yang berbeda terjadi juga pada Binti. Ia bercerita jika
pernah menonton acara pengajiannya Mamah Dedeh di televisi. Namun
hal itu jarang dilakukan kalau tidak benar-benar luang. Apa yang
disampaikan dalam pengajian tersebut tidak serta merta diterapkan begitu
saja. Ia masih mencocokkan kembali dengan materi pengajian. Apabila
ada kesamaan, baru itu dilakukan. Selain itu, Binti juga mengakui sendiri
kalau dampak dari tayangan tersebut belum sampai ke penerapan, hanya
sebatas menambah ilmu dan pengalaman. Ia bisa membandingkan
kehidupan orang lain dengan kehidupan pribadinya karena dalam
dakwahnya, Mamah Dedeh biasa membuka sesi konsultasi bagi siapapun
yang ingin bertanya.Hal ini ditegaskan pula oleh Heri bahwa rata-rata
masyarakat Canggu sering mengikuti siraman rohani di televisi setiap
bulan puasa atau ketika ada peringatan-peringatan tertentu seperti isra‟
mi‟raj. Istrinya pun juga seperti itu. Selain Heri, dalam setiap dakwahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Mbah Qosim juga sering mengajak masyarakat yang memiliki televisi
untuk melihat kajian-kajian agama. Begitupun saat bulan ramadhan. Ia
menyuruh warga untuk mengikuti pengantar berbuka atau kuliah subuh.
Karena ia menilai bahwa dengan cara tersebut, nilai-nilai agama akan
semakin mudah didapatkan dan lebih mendalam.
Selain televisi dan radio, ada juga buku yang berperan dalam
perubahan sosial budaya di masyarakat. Beberapa kyai atau ulama‟
menggunakan media ini sebagai sumber mencari materi yang akan
disampaikan saat pengajian. Seperti yang diutarakan oleh Kyai Miftah
bahwa dalam mengisi ceramah, ia lebih sering menyampaikan masalah
akhlak mencakup hubungan antar manusia, ikhlasnya hati, takabur,
tawadhu‟, riya‟, dan lain sebagainya. Dan hal ini didapatnya dari buku atau
lebih tepatnya kitab, seperti Ikhya‟ Ulumuddin dan Riyadus Shalihin.
Sama halnya dengan Kyai Habib. Baginya media seperti televisi hanya
sebagai hiburan saja. Sedangkan materi pengajian ia dapatkan dari kitab
tafsir. Kitab itulah yang biasa dibacakan kepada warga untuk kemudian
dijelaskan artinya.
Dari beberapa contoh di atas didapatkan pola yang beragam. Ada
yang dampaknya hanya pada aspek kognitif, konatif, bahkan
menyebarkannya lagi kepada orang lain. Untuk kasus Kustina dan Binti,
efek media hanya sebatas bertambahnya ilmu tentang agama dan belum
sampai pada perubahan perilaku. Layaknya teori yang dikemukakan oleh
Tommy di atas. Ia menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
penyampaian informasi atau ide kepada khalayak. Penyampaian di sini
cenderung untuk menambah pengetahuan saja, dan bukan mengubah
perilakunya. Ditambah pula, kejadian semacam ini dapat dijelaskan
melalui teori efek terbatas (minimal effect theory). Dalam
Buku”Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial: Perspektif
Dominan, Kaji Ulang, dan Teori Kritis” dituliskan, Klaper menyimpulkan
bahwa media massa mempunyai efek terbatas berdasarkan penelitian pada
kasus kampanye publik, kampanye politik, dan percobaan pada desain
pesan yang bersifat persuasif. Klaper menyimpulkan dari hasil-hasil
penelitiannya itu: ketika media menawarkan isi yang diberitakan ternyata
hanya sedikit yang bisa mengubah pandangan dan perilaku khalayak125
.
Pawito menambahkan, pada tahap ini temuan-temuan penelitian
yang ada pada umumnya menunjukkan bahwa pengaruh media hanya
terbatas pada memperkuat sikap-sikap atau keyakinan-keyakinan yang
sudah ada pada khalayak dan bukan mengubahnya. Penelitian-penelitian
oleh Lazarsfeld et.al., Metron, juga Klapper, misalnya, pada umumnya
berkesimpulan demikian. Pengaruh pemuka masyarakat (opinion leaders)
lebih signifikan dalam hal ini, yang karenanya teori efek terbatas
mengimplikasikan arus komunikasi dan pengaruh bersifat dua tahap (two
step flow of communication)126
.
125
Harun, Rochajat, & Ardianto, Elvinaro, Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial:
Perspektif Dominan, Kaji Ulang, dan Teori Kritis, Edisi ke-1, Cetakan ke-2, Juni 2012, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 112. 126
Pawito, Op.cit., hlm. 206.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Memang benar apa yang dinyatakan oleh Pawito di atas. Kustina
dan Binti ibarat tidak terlalu bergantung pada media untuk mendalami
ataupun menerapkan ajaran-ajaran agama. Mereka justru merasakan
perilakunya berubah setelah mengikuti pengajian. Pengajian tersebut
merupakan bentuk komunikasi dua tahap karena opinion leader yang
dalam hal ini adalah para ulama‟, mendapatkan materinya dari buku
sebagai media massa. Katz dan Lazarsfeld menyatakan, alur dari
komunikasi dua langkah ini memberi kesan bahwa langkah pertama
berasal dari opini pimpinan terhadap media massa dan yang kedua
merupakan opini satu pemimpin ke yang lainnya dalam suatu
masyarakat127
. Berikut model komunikasi dua tahap yang dimaksud:
Gambar 1.3 Model alur dua langkah dari komunikasi128
Berdasarkan model tersebut, para ulama‟ sebagai opinion leader
mendapatkan materi seputar ibadah kepada Allah, hubungan dengan
sesama manusia, maupun akidah, dari buku atau kitab. Kemudian, mereka
menyampaikan kembali kepada masyarakat yang akhirnya menambah
pengetahuan, pemahaman dan sampai perilakunya. Sesuai karakteristik
127
Harun, Rochajat, & Ardianto, Elvinaro, Op.cit.,hlm. 117 128
Loc.cit.
Media Massa
Opinion Leader Opinion Leader Opinion Leader
Individu Individu Individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
komunikasi massa yaitu berlangsung satu arah, komunikator pada
komunikasi massa melembaga, pesan-pesan bersifat umum, melahirkan
keserempakan, dan komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.
Buku bisa dikatakan sebagai media massa karena memenuhi karakteristik
tersebut. Media ini diproduksi oleh lembaga percetakan yang pesan-
pesannya dapat dibaca oleh semua orang, dari berbagai kalangan,
perempuan, laki-laki, tua maupun muda, meskipun mungkin isinya tentang
agama atau bahasan lain yang lebih spesifik. Mereka bisa
menggunakannyasecara bersama-sama dalam waktu yang bersamaan
sehingga melahirkan keserempakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user