Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
BAB III
PERKEMBANGAN INDUSTRI ROKOK DJITOE
TAHUN 1980-2000
A. Sejarah Berdirinya Rokok Djitoe
1. Sejarah Berdirinya
Di Jawa Tengah terdapat beberapa industri penghasil rokok, salah
satunya di Kota Surakarta yaitu Industri Rokok Djitoe. Industri ini
menghasilkan berupa rokok kretek tangan dan rokok kretek mesin yang
sampai sekarang masih berproduksi di tengah munculnya persaingan
dengan produk-produk rokok baru. Industri Rokok Djitoe awal
perintisannya dimulai tahun 1960 oleh Soetantyo yang merupakan seorang
warga keturunan Tionghoa yang bertempat tinggal di Kampung Sewu.
Pada saat memulai usahanya Soetantyo meracik sendiri tembakau dan
cengkeh untuk dijadikan rokok kemudian menjualnya secara berkeliling.
Usaha rokok ini berkembang sedikit demi sedikit sehingga beliau
mempekerjakan saudara dan tetangganya untuk menjadi buruh linting
rokok. Rokok yang dibuat ini diberi nama Djitoe, nama tersebut dalam
bahasa indonesia dapat diartikan Tepat. Hal ini dimaksudkan oleh
Soetanyo bahwa rokok Djitoe tepat dinikmati oleh masyarakat golongan
menengah ke bawah karena harganya yang murah.1
1 Wawancara dengan Supadi Tanggal 8Juni 2015
32
Setelah berjalan 4 tahun Soetantyo mempunyai pemikiran untuk
memperkuat dan meningkatkan usahanya. Tahun 1964 Industri Rokok
Djitoe berbentuk badan hukum Perusahaan Perorangan dengan Nomor
8124/1964, produk yang diandalkan masih berupa rokok kretek tangan.
Usaha yang dijalankan tidak sepenuhnya berjalan lancar, tahun 1968
Industri Rokok Djitoe mengalami penurunan jumlah produksi karena
kekurangan modal usaha dan alat yang digunakan masih tradisional.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 7/1968 tentang Pemberian
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan syarat perusahaan
harus berbadan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, hal tersebut
merupakan dorongan dan kesempatan baik bagi perusahaan rokok Djitoe.
Pada awal tahun 1969 tepatnya tanggal 7 Mei 1969, bentuk
perusahaan ini diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang disahkan
dengan Akta notaris H. Moeljatmo, Nomor : 4 Tanggal 7 Mei 1969 dengan
nama PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO COY.2 Seluruh saham-
sahamnya dimiliki oleh keluarga Soetantyo, dengan ditambah modal
memperoleh kepercayaan dari pemerintah berupa kredit Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN). Pada tahun 1981 Akta perusahaan diperbaharui
kembali Tanggal 12 Agustus 1981. Dengan didaftarkan menjadi Perseroan
Terbatas pada tahun 1969, Industri Rokok Djitoe pindah lokasi produksi di
Jalan LU. Adisucipto Nomor 51 Surakarta yang sebelumnya hanya
industri rumahan di Kampung Sewu. Dengan bertambahnya modal usaha
maka peralatan dan mesin-mesin ditambah, industri rokok Djitoe mampu
2 Akta Pendirian Perseoran Terbatas PT. Djitoe Indonesian Tobacco,
Kantor Notaris H. Moeljatmo, Arsip Akta Pendirian PT. Djitoe No 4.
33
mengikuti perkembangan kemajuan teknik di dalam menunjang kebutuhan
pasar yang bisa dicapai, maka dari tahun ketahun industri rokok djitoe
mengalami kemajuan yang pesat baik volume penjualan maupun daerah
pemasarannya.
2. Visi Dan Misi
Industri Rokok Djitoe mempunyai Visi dan Misi yang akan
menjadi pegangan kerja maupun dalam pelaksanaan hingga pengawasan.
a. Visi Industri Rokok Djitoe
Menjadi pemimpin kategori rokok kretek terkemuka khususnya di
kota Surakarta.
b. Misi Industri Rokok Djitoe
1) Mendapatkan keuntungan yang layak sebagai sumber penghasilan.
2) Memberikan kepuasan kepada konsumen melaui produk yang
dihasilkan.
3) Membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dengan
adanya lapangan pekerjaan khususnya bagi penduduk di sekitar
pabrik.3
3 Humas PT. Djitoe Indonesia Tobacco, Profile PT. Djitoe Indonesia
Tobacco, (Surakarta: PT Djitoe, 1995) hlm 4.
34
3. Pemilihan Lokasi
Faktor yang penting dalam pendirian suatu industri adalah
pemilihan lokasi, dengan adanya pemilihan lokasi yang tepat akan sangat
membantu kesuksesan dalam usaha. Industri Rokok Djitoe tepatnya
berlokasi di Jalan LU. Adisucipto Nomor 51 Surakarta, dengan luas lahan
pabrik sekitar 40000 m² di tahun 1980.
Gambar 1.
Foto Bangunan Industri Rokok Djitoe
Sumber: data koleksi PT. Djitoe Indonesian Tobacco
Dilihat dari lokasinya yang terletak di pinggir jalan raya yang
merupakan jalur bus dan truk, maka akan sangat menguntungkan bagi
perusahaan. Dengan letak pabrik di pinggir jalan raya, sangat besar artinya
yang dapat menunjang kelancaran dalam bidang pengangkutan. Disekitar
perusahaan masih cukup banyak areal tanah dan harganya cukup murah
dibandingkan dengan harga tanah di dalam kota sehingga untuk perluasan
pabrik masih dapat dilakukan. Fasilitas yang dimiliki berupa kendaraan
yang berfungsi untuk mengangkut bahan-bahan yang dibeli maupun untuk
mengirim hasil produksinya ke daerah-daerah pemasarannya yang telah
35
ditunjuk sebagai kantor perwakilan, dan juga kendaraan yang
dipergunakan untuk antar jemput karyawan sehingga sangat menunjang
untuk kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Perusahaan mempertimbangkan beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan lokasi perusahaan rokok Djitoe di Surakarta ini,
yaitu sebagai berikut :
a. Prasana angkutan
Lokasi pabrik berada di pinggir jalan raya yang dapat dilalui jalur
bus dan truk, maka pengangkutan bahan baku maupun hasil produksinya
sangat strategis.
b. Sumber bahan baku
Kota Surakarta dekat dengan produsen tembakau sehingga
penyortiran bahan baku lancar. Tembakau yang digunakan berasal dari
daerah Boyolali, Temanggung, Muntilan, Weleri, dan Bojonegoro yang
jaraknya tidak terlalu jauh dari kota Surakarta. Cengkeh yang digunakan
dari Purwokerto, Lampung, Sulawesi, dan Ambon. Jika sumber bahan
baku utama dari daerah tersebut habis, baru mempergunakan tembakau
dari daerah lain dan cengkeh yang digunakan adalah cengkeh impor.
36
c. Tenaga kerja
Tenaga kerja pelinting, ketok, dan etiket atau pembungkus berasal
dari sekitar pabrik sehingga tidak perlu lagi fasilitas antar jemput
karyawan
d. Pasar
Pasar rokok Djitoe pada tahun 1960 sampai tahun 1970 hanya di
daerah Surakarta dan sekitarnya. Adanya keinginan berkembang yang
lebih luas maka daerah pemasarannya kemudian diperluas. Tahun 1990
sebagian produk dijual di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan
sampai keluar Jawa seperti Sumatera Utara dan Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi bagian Utara, dan Ujung Pandang. Dengan
kantor-kantor perwakilan di Semarang, Jakarta, dan Palembang khusus
untuk pemasaran di daerah sekitarnya.
37
B. Perkembangan Industri Rokok Djitoe Tahun 1980-1997
1. Tenaga Kerja
Jumlah karyawan yang dimiliki Industri Rokok Djitoe pada tahun
1980-1997 sedikit demi sedikit mengalami peningkatan, hal ini disebabkan
karena semakin banyak produksi rokok yang dihasilkan Industri Rokok
Djitoe. Peningkatan jumlah karyawan bisa dilihat dari Tabel 8 berikut:
Tabel 8.
Jumlah Tenaga Kerja Industri Rokok Djitoe
Tahun 1980-1997
Th.
Jumlah Tenaga
Kerja Jumlah Th.
Jumlah
Tenaga Kerja Jumlah
Pria wanita Pria Wanita
1980 160 201 361 1989 238 339 577
1981 171 204 375 1990 264 348 612
1982 176 225 401 1991 295 354 649
1983 201 233 434 1992 313 384 697
1984 209 238 447 1993 339 405 744
1985 194 299 493 1994 362 459 821
1986 210 298 508 1995 414 483 897
1987 214 308 522 1996 410 538 948
1988 214 324 538 1997 439 586 1025
Sumber data: Bagian Humas dan Personalia Perusahaan Rokok Djitoe
38
Pada Tabel 8 dapat dijelaskan jumlah karyawan Industri Rokok
Djitoe tahun 1980 hanya 361 orang dengan 160 orang karyawan pria dan
201 orang karyawan wanita, karena jumlah produksi rokok yang semakin
meningkat Industri Rokok Djitoe terus meningkatkan jumlah karyawan
dari tahun ke tahun sampai puncaknya pada tahun 1997 Industri Rokok
Djitoe mempunyai 1025 orang karyawan dengan 439 orang karyawan pria
dan 586 orang karyawan wanita.
Industri Rokok Djitoe jumlah karyawanya bertambah banyak,
maka perlu adanya peraturan-peraturan yang disepakati antara perusahaan
dan serikat pekerja, hal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
penyalahgunaan wewenang. Industri Rokok Djitoe telah mengatur hak-
hak pengusaha dengan hak-hak karyawan. Pada tahun 1980 perusahaan
memberlakukan karyawan sebagai tenaga harian yang akan menerima gaji
setiap minggunya. Aturan tersebut dilakukan untuk sementara, karena pada
awalnya perusahaan belum siap dengan sistem peraturan yang lebih baik.
Disamping itu jumlah karyawan pada tahun 1980 belum terlalu banyak.
Akan tetapi, tahun 1987 perusahaan mulai membagi karyawan menjadi
tiga yaitu karyawan bulanan, karyawan harian dan karyawan borongan.4
4 Wawancara dengan Supadi 8 Juni 2015.
39
Industri Rokok Djitoe memiliki beberapa aturan terkait dengan jam
kerja dan jam waktu istirahat bagi karyawannya. Sesuai dengan UU No. 1
Tahun 1951 No. 12/1948, jam kerja pokok bagi karyawan di perusahaan
rokok Djitoe selama 7 jam perhari atau 40 jam perminggu namun dalam
perkembangannya mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan
peningkatan produksinya.
Jam kerja karyawan untuk bagian produksi dan gudang adalah
sebagai berikut :
a. Senin sampai Jumat
Karyawan bulanan dari jam 07.45 s.d. 15.00 WIB
Karyawan harian dari jam 07.15 s.d. 17.15 WIB
Karyawan borongan dari jam 06.00 s.d. selesai
b. Sabtu
Karyawan bulanan dari jam 07.45 s.d. 14.00 WIB
Karyawan harian dari jam 07.15 s.d. 15.00 WIB
Karyawan borongan dari jam 06.00 s.d. selesai.5
Waktu istirahat 1 jam setelah waktu kerja 4 jam, istirahat biasa
digunakan karyawan untuk makan dan sholat bagi yang beragama islam.
Untuk keperluan tersebut perusahaan telah menyediakan fasiltas makan
dan tempat ibadah dilokasi terdekat dengan area kerja karyawan. Khusus
pada hari Jumat waktu istirahat diatur bersamaan yakni selama 1½ jam
dimulai jam 11.30 – 13.00, hal dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan bagi karyawan muslim untuk melaksanakan sholat Jumat.
5 Humas PT. Djitoe Indonesia Tobacco, Profile PT. Djitoe Indonesia
Tobacco, (Surakarta: PT Djitoe, 1995) hlm 8.
40
Pada waktu istirahat tersebut proses produksi dihentikan dan dijalankan
kembali setelah waktu istirahat berakhir.
Selain mengatur jam kerja karyawan, Industri Rokok Djitoe juga
mengatur upah atau gaji karena hal ini sangat erat hubungannya dengan
pekerjaan. Upah yang dimaksudkan disini adalah wujud penghasilan
berupa uang yang diterima oleh seseorang tenaga kerja atas prestasi kerja
yang telah dilakukan. Upah secara fungsional merupakan bagian atau sama
dengan pendapatan bagi tenaga kerja.6 Sistem pengupahan yang
digunakan oleh Industri rokok Djitoe disesuaikan dengan status
karyawannya yaitu karyawan bulanan yang mendapat upah setiap bulan
sekali, karyawan harian yang mendapat upah seminggu sekali, dan
karyawan borongan yang mendapatkan upah tiga hari sekali.7
2. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan tenaga kerja Perusahaan Rokok Djitoe diwujudkan
dalam aturan sebagai berikut :
a. UU No. 1 tahun 1951 pasal 10 tentang waktu kerja dan waktu istirahat
ditetapkan 7 jam sehari dan 40 jam seminggu.
b. UU No. 1 tahun 1970 pasal 10 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesejahteraan Kerja (P2K3) dengan surat Keputusan Kakanwil Depnaker
Dati I propinsi Jawa Tengah No. 462/W.01/1989 dan dilengkapi
penyediaan poliklinik perusahaan yang dipimpin oleh dua orang dokter,
6 Nurimansyah Hasibuan, Upah Tenaga Kerja dan Konserasi Pada Sektor
Industri (Jakarta: LP3ES, 1981) hlm 3. 7 Wawancara dengan Wiwik Indrati Tanggal 20 Agustus 2015.
41
satu dokter umum, dan satu dokter hyperkes dengan dibantu satu orang
bidan dan satu orang perawat.
c. PP No. 33 tahun 1977 pasal 3 bahwa perusahaan diwajibkan
menyelenggarakan Program Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK). Dalam
realisasinya seluruh tenaga kerja Perusahaan Rokok Djitoe menjadi
anggota ASTEK.
d. SK Menteri Tenaga Kerja No. Kep 72/Men/84 tentang Dasar Perhitungan
Upah Lembur melebihi 7 jam kerja pada hari-hari biasa dan 5 jam kerja
pada hari Sabtu dihitung lembur sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. PP No. 8 tahun 1981 tenang perlindungan upah sesuai dengan pasal 2 s.d.
10.
f. Selain menerima upah yang biasa diterima, untuk karyawan bulanan
dan harian mendapat makan siang satu kali pada waktu istirahat siang jam
11.30 s.d. 12.30 WIB.
g. Bagi karyawan yang istrinya melahirkan diberikan cuti haid selama 3 hari
dan karyawati yang keadaan hamil tua atau melahirkan diberikan cuti
hamil selama 3 bulan (1 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah
melahirkan, dengan diberikan bantuan biaya melahirkan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Kesepakatan Kerja Bersama).
42
h. Cuti sakit selama karyawan dalam keadaan sakit terus menerus tidak
lebih dari 1 tahun maka upah akan dibayar sebagai berikut :
1) 3 bulan pertama dibayar 100% x upah pokok
2) 3 bulan kedua dibayar 75% x upah pokok
3) 3 bulan ketiga dibayar 50% x upah pokok
4) 3 bulan keempat dibayar 25% x upah pokok
Bila selewatnya 1 tahun karyawan masih sakit, maka segala hak dan
kewajibannya dihentikan sementara waktu dengan ketentuan statusnya
masih karyawan perusahaan rokok Djitoe dan masih berhak menerima
uang santunan kematian yang diterima melalui asuransi tenaga kerja.
i. Bagi karyawan yang dalam keadaan hamil tua atau melahirkan
diberikan cuti 1 hari. Bagi karyawan atau karyawati yang melangsungkan
pernikahan diberi cuti nikah 2 hari. Bagi karyawan atau karyawati
yang anaknya, suami atau istrinya meninggal diberikan cuti 2 hari, bagi
orang tuanya meninggal diberi cuti 1 hari. Bagi karyawan atau karyawati
yang menikahkan anaknya diberikan cuti 2 hari dan menyunatkan
anaknya diberi cuti 1 hari.
43
3. Sistem Produksi
Produksi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk merubah
bahan baku menjadi barang setengah jadi atau jadi. Seluruh produk yang
dihasilkan atau dipasarkan merupakan hasil dari serangkaian proses
produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan.8 Dalam menyusun jadwal
produksinya, perusahaan rokok Djitoe menggunakan aturan First Come
First Served, dimana pekerjaan pertama yang datang ke stasiun kerja akan
diproses terlebih dahulu. Input penjadwalan produksi berupa permintaan
diperoleh dari marketing, permintaan tersebut berasal dari permintaan-
permintaan agen pertama, kemudian oleh departemen PPC dibuat
penjadwalan dengan memperhatikan kapasitas setiap lintasan produksi.
Kapasitas produksi perhari berbeda pada awal dan akhir minggu.9
Perbekalan produksi perlu dilakukan secara terencana yang
meliputi semua barang dan bahan yang dimiliki perusahaan dan digunakan
untuk proses produksi. Perbekalan ini akan terdiri dari, bahan baku untuk
proses produksi, bahan setengah jadi, olahan yang merupakan bagian
produk, bahan pembantu proses produksi, bahan pengemas dan pengepak,
dan bahan-bahan lain untuk keperluan pabrik.10
Produk yang dihasilkan di
Industri Rokok Djitoe berbeda-beda sehingga proses produksinya berbeda-
beda. Alur proses produksi secara garis besar untuk masing-masing jenis
rokok adalah sebagai berikut :
8 Irma Wardani, Strategi Pemasaran Produk Unggulan Jamu Ngeres Linu
PT. Nyonya Meneer Semarang, (Thesis Fakultas Pascasarjana Agribisnis
Universitas Sebelas Maret, 2011) hlm. 81. 9 Wawancara dengan Sutarno, Tanggal 3 Juli 2015.
10 Singgih Wibowo dkk, Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil, (Jakarta:
Penebar Swadaya, 1999), hlm. 19.
44
a. Alur Proses Produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT)
Proses produksi untuk non filter atau Sigaret Kretek Tangan (SKT)
sebagian besar dikerjakan dengan menggunakan tangan, Pertama kali daun
tembakau jenis rook oven dirajang kecil-kecil dengan menggunakan mesin
lalu dijemur untuk pengeringan. Tembakau jenis rajangan rakyat yang
berupa gulungan diudal dengan menggunakan mesin udal. Setelah itu
kedua jenis tembakau tersebut itu diayak dengan maksud untuk
menghilangkan debu dan kotoran lainnya. Dari kedua jenis tembakau
tersebut, kemudian dicampur dengan cengkeh Setelah dicampur dengan
cengkeh, kemudian tembakau cengkeh tersebut disemprot dengan saos
menggunakan mesin penyemprot serta diaduk agar campuran bisa merata
tercampur, sebelum dibawa ke tempat pelintingan terlebih dahulu
diendapkan selama satu malam. Sampai tahap ini maka telah terbentuklah
tembakau masak atau bahan setengah jadi.
Bahan setengah jadi yang berupa tembakau masak tersebut
kemudian masuk ke bagian tenaga kerja pelinting untuk dilinting dengan
menggunakan bantuan alat pelinting (pengoperasian alat dilakukan secara
manual) oleh buruh sehingga menjadi rokok batangan.
45
Gambar 2.
Foto proses pelintingan rokok menggunakan alat pelinting manual
Sumber: data koleksi PT. Djitoe Indonesian Tobacco
Setelah menjadi rokok batangan, kemudian rokok-rokok tersebut
dimasukkan ke bagian pemeriksaan yang sekaligus memperbaiki
apabila terjadi kelebihan kertas atau sigaret (kertas untuk
membungkus tembakau masak), operator yang melakukan tugas ini
disebut buruh ketok yang artinya buruh yang bertugas memotong
apabila terdapat kelebihan kertas sigaret di ujung-ujung batang rokok
tersebut sehingga rokok yang dihasilkan rapi sesuai ukuran, dan
selanjutnya dilakukan proses penyortiran untuk memilih rokok yang
memenuhi standar kualitas.
46
Proses selanjutnya rokok yang memenuhi standar kualitas
dimasukkan ke dalam ruang pengovenan untuk mengeringkan rokok
tersebut selama kurang lebih 12 jam. Setelah keluar dari proses
pengovenan maka selama 12 jam kemudian dibawa ke bagian etiket untuk
packing serta diberi bandrol dan rokok siap untuk dibungkus. Setelah
rokok di bos, siap untuk dibawa ke gudang produk jadi untuk selanjutnya
di distribusikan ke daerah pemasaran.
Gambar 3.
Foto proses pengepakan dan pemberian bandrol harga rokok
Sumber: data koleksi PT. Djitoe Indonesian Tobacco
47
b. Alur Proses Produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM)
Proses produksi untuk rokok filter atau Sigaret Kretek Mesin
(SKM) sudah menggunakan mesin-mesin yang agak modern, sehingga
pada proses pembuatan rokok kretek filter ini tenaga manusia tidak banyak
diperlukan.11
Bahan baku yang masih berupa daun berasal dari gudang
dikeluarkan kemudian dimasukkan ke Vacum Chamber untuk diberi uap
(steam). Daun tembakau yang telah di steam tersebut kemudian
dimasukkan ke mesin Cutter Mollin untuk proses perajangan (pencacahan)
tembakau. Tembakau yang telah dirajang kemudian masuk ke mesin
Thrasser, dalam mesin ini tembakau tersebut mengalami proses
pengudalan dengan menggunakan mesin Thrasser, fungsi dari proses
pengudalan tersebut untuk memisahkan antara debu, ganggang, dan daun
(material yang digunakan).
Setelah proses pengudalan tembakau tersebut kemudian
dimasukkan ke Conditioning, fungsinya untuk menambah kadar air agar
tembakau bisa mengembang. Dalam mesin Conditioning tersebut
tembakau terdapat proses pencampuran dengan saos dasar yang fungsinya
untuk memperkuat rasa dari senterial (tembakau). Tembakau selanjutnya
di masukkan ke mesin Dryer, mesin tersebut berfungsi untuk
mengeringkan tembakau. Setelah tembakau dikeringkan selanjutnya
tembakau masuk ke mesin Culler untuk proses penyaringan debu kembali.
11
Wawancara dengan Sutarno, Tanggal 3 Juli 2015.
48
Proses selanjutnya tembakau dimasukkan ke mesin Silo yang
berfungsi untuk perataan tembakau. Dari mesin Silo kemudian tembakau
masuk ke Blending Silo, di dalam Blending Silo inilah terdapat proses
pencampuran bermacam-macam bahan baku yaitu tembakau, cengkeh, dan
saos. Setelah dicampur selama kurang lebih 4 jam, tembakau diturunkan
siap untuk diproses menjadi rokok jadi. Tembakau masak tersebut masuk
ke dalam mesin pelinting untuk menjadi rokok batangan. Rokok batangan
tersebut bersama dengan filter roads dikirim ke mesin assembling untuk
disatukan sehingga terbentuklah rokok berfilter yang sering dikenal
dengan rokok filter. Masih dalam satu kesatuan mesin rokok filter tersebut
mengalir ke sub mesin pembungkus atau pengepak untuk dibungkus.
49
4. Jumlah Produksi Rokok
Industri Rokok Djitoe setiap tahunnya menghasilkan produksi
batangan rokok yang banyak. Jumlah produksi dapat dilihat dari Tabel 9
berikut:
Tabel 9.
Jumlah Produksi Rokok PT Djitoe Indonesian Tobacco
Tahun 1980-1997.
Tahun
JUMLAH PRODUKSI
(BATANG) JUMLAH
SKT SKM
1980 22.069.000 63.205.000 85.274.000
1981 24.699.000 68.784.000 93.483.000
1982 32.837.000 78.885.000 111.722.000
1983 41.352.000 85.080.000 126.432.000
1984 45.739.000 86.228.000 131.967.000
1985 39.168.000 79.841.000 119.009.000
1986 40.770.000 82.866.000 123.636.000
1987 40.987.000 83.873.000 124.860.000
1988 33.119.000 76.097.000 109.216.000
1989 36.349.000 78.571.000 114.920.000
1990 44.735.000 85.026.000 129.761.000
1991 46.294.000 86.188.000 132.482.000
1992 48.336.000 88.759.000 137.095.000
1993 52.091.000 89.872.000 141.963.000
1994 53.995.000 92.229.000 146.224.000
1995 55.093.000 92.017.000 147.110.000
1996 60.389.000 97.818.000 158.207.000
1997 65.221.000 102.627.000 167.848.000
Sumber Data: Bagian Produksi PT. Djitoe ITC
50
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa produksi rokok tahun 1980 hanya
85.274.000 batang kemudian di tahun 1981 sedikit mulai ada peningkatan
tapi tidak terlalu pesat. Peningkatan pesat terjadi antara tahun 1982 sampai
1984, yaitu dari 111.722.000 batang menjadi 131.967.000 batang. Dapat
pula dilihat bahwa secara keseluruhan produksi rokok di Industri Rokok
Djitoe peningkatannya tidak terlalu cepat. Tahun 1997 Industri Rokok
Djitoe mencapai puncak jumlah produksi sebesar 167.848.000 batang, ini
dikarenakan permintaan dari daerah Luar Pulau Jawa yang semakin
meningkat. Naik turunnya jumlah produksi rokok Djitoe akan terlihat
dalam Grafik 1 berikut ini.
Grafik 1.
Perkembangan Jumlah Produksi PT. Djitoe
Tahun 1980-1997
0
20.000.000
40.000.000
60.000.000
80.000.000
100.000.000
120.000.000
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
SKT
SKM
51
Dari Grafik 1 dapat dilihat jumlah naik dan turunnya produksi
rokok Perusahaan Djitoe, dengan hasil produksi rokok Sigaret Kretek
Tangan (SKT) sebanyak 65.221.000 batang dan rokok Sigaret Kretek
Mesin (SKM) sebanyak 102.627.000 batang. Jumlah produksi Sigaret
Kretek Mesin lebih banyak daripada Sigaret Kretek Tangan, minat
konsumen terhadap rokok kretek mesin lebih besar.
5. Hasil Produksi
Industri rokok Djitoe menghasilkan beberapa produk rokok
yang digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
a. Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah rokok yang pembuatanya dengan
menggunakan tangan (manual), seperti Djitoe Super dan Djitoe Golden.
Gambar 4.
Foto hasil rokok Djitoe
Sumber: data koleksi bagian produksi PT. Djitoe
52
b. Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah rokok yang pembuatannya
dengan menggunakan mesin, seperti Djitoe Slim dan Djitoe Filter.
Gambar 5.
Foto hasil rokok Djitoe
Sumber: data koleksi bagian produksi PT. Djitoe
53
6. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Pengendalian mutu dan kualitas Industri Rokok Djitoe dilakukan
dengan beberapa uji terhadap bahan baku, yaitu:
a. Cengkeh
Adapun yang diuji dari cengkeh adalah kadar air yang terkandung
di dalam cengkeh. Untuk pengujiannya digunakan alat yang disebut Taste
Meter,12
sedangkan cara kerjanya sebagai berikut :
1) Cengkeh ditimbang dengan teliti sebanyak satu ons.
2) Kemudian dimasukkan dalam wadah khusus dari Taste Meter yang
berbentuk piringan.
3) Lalu dimasukkan dalam Taste Meter dan tombol ditekan.
4) Diamati dan catat skalanya.
5) Kemudian disesuaikan dengan tabel Taste Meter sehingga kadar air dapat
diketahui.
6) Kadar air dalam cengkeh yang memenuhi syarat adalah 1,8%.
12
Wawancara dengan Sutarno, Tanggal 3 Juli 2015.
54
b. Tembakau
Dalam produksinya, Perusahaan Rokok Djitoe menggunakan
berbagai macam jenis tembakau, misalnya tembakau rajangan petani dari
berbagai macam daerah dan tembakau berbentuk daun yang juga berasal
dari berbagai daerah. Untuk mendapatkan tembakau yang baik maka perlu
diuji kualitasnya. Uji ini berdasarkan organoleptis dan kadar airnya.
Untuk uji organoleptis berdasarkan warna dan bau. Sedang untuk kadar
air digunakan alat yang disebut taste meter. Cara kerjanya sama persis
dengan penentuan kadar air pada bahan dasar cengkeh.
Dalam menentukan kualitas tembakau yang akan digunakan untuk
bahan baku pembuatan rokok, perusahaan rokok djitoe telah menentukan
standarisasi tembakau yang sangat tinggi yaitu kualitas tembakau yang
benar-benar baik. Standarisasi pemilihan yang digunakan perusahaan
rokok Djitoe seperti yang dapat dilihat dari Tabel 10 berikut:
55
Tabel 10.
Tingkatan Standarisasi Tembakau Industri Rokok Djitoe
Tahun 1980-2000
NO STANDARISASI DESKRIPSI
1 AO Tembakau bewarna coklat kemerahan, kering,
berbau harum menyengat, kadarb gula rendah
20%, kadar nikotin tinggi 80%.
2 AA Tembakau berwarna coklat tua gelap, kering,
berbau harum kadar gula 30%, kadar nikotin
70%.
3 A Tembakau bewarna coklat tua tapi warna tidak
merata, berbau harum, kadar gula 40% kadar
nikotin 60%.
4 AB Tembakau bewarna coklat, kadar gula 40%,
kadar nikotin 60%, berbau lumayan harum tapi
tidak menyengat.
5 B Tembakau warna kuning kecoklatan, kadar gula
medium, kadar nikotin medium, agak cacat tidak
lebih 20%.
6 C Tembakau warna kuning, berbau hambar sedikit
apek, pucat, daun robek, kadar gula tinggi nikotin
rendah.
7 LD Kriteria tembakau yang rusak, hancur, warna
hitam, berbau apek atau tidak enak (ladek).
Sumber data: Bagian Produksi Perusahaan Rokok Djitoe
Dari Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam
tingkatan mutu kualitas tembakau atau bisa disebut dengan grade
tembakau. Grade tembakau tersebut digunakan sebagai tolak ukur
produksi rokok PT. Djitoe Indonesia Tobacco agar bisa menentukan hasil
jenis tembakau yang berkualitas atau jenis tembakau yang dikatakan
56
mutunya kurang bagus. Industri Rokok Djitoe kebanyakan mengupayakan
mutu kualitas tembakau dengan grade AO. Tak jarang pula ada tembakau
yang rusak atau hancur dapat dikriteriakan dengan mutu kualitas grade LD
atau disebut sebagai ladek. Kualitas grade LD itu diakibatkan karena disaat
proses pengolahan yang tidak benar ataupun didalam proses pengepresan
tembakau.
Adapun sebelum pembelian tembakau dari tangan petani
tembakau, perusahaan rokok Djitoe mengutus beberapa Controler dalam
melakukan penilaian mutu menggunakan penilaian berdasarkan warna,
pegangan, dan aroma, kadang-kadang juga dilengkapi dengan cara dibakar
dan dihisap asapnya untuk lebih meyakinkan (penentuan mutu dengan uji
sensori).13
Keuntungan pengujian mutu secara sensori yaitu dengan
mempercepat penyelesaian pekerjaan dan pengambilan keputusan.
Sedangkan kerugiannya, tidak terukur secara objektif yang dapat dihayati
pihak lain (bersifat subjektif). Disamping itupula adapun yang
mendefinisikan bahwa mutu tembakau adalah gabungan dari sifat fisik,
kimia, organoleptik dan ekonomi yang menyebabkan tembakau tersebut
sesuai atau tidak untuk tujuan pemakaian tertentu.14
Mutu tembakau juga
didefinisikan sebagai gabungan semua sifat kimia dan organoleptik yang
13
Wawancara dengan Supadi, Tanggal 8 Juni 2015. 14
Padilla Abdallah, Kualitas dan Mutu Tembakau (Jakarta: LP3ES, 1970)
hlm. 38.
57
dapat ditransformasi oleh perusahaan, pedagang, atau perokok yang secara
ekonomis dan ditinjau dari rasa dapat diterima.15
Gambar 6.
Foto beberapa controler sedang menguji hasil tembakau yang dimiliki petani
tembakau.
Sumber: data koleksi bagian produksi PT. Djitoe.
Unsur utama penentu mutu yang digunakan untuk penguraian
sensori adalah warna, pegangan, dan aroma. Ketiga unsur penentu mutu
tersebut diduga erat kaitannya dengan komponen kimia penyusun mutu.
Kemudian warna, pegangan, dan bau tembakau ditentukan oleh
komponen kimianya, antara lain pigmen, gula, nikotin, dan total volatile
basis.16
15
Manuel Lanoscompany,(Analysis of Structure and Quality Tobacco 1985)
hlm. 13. 16
Akehurst, Determining The Grade Of Tobacco 1981, (London:
Longman, 1981) hlm. 9.
58
Pasokan tembakau yang digunakan industri rokok Djitoe tahun
1980-1997 ini berasal dari sekitar Surakarta karena daerah ini berdekatan
dengan produsen penghasil tembakau antara lain daerah Boyolali,
Temanggung, Muntilan, Weleri, dan Bojonegoro. Sehingga untuk
penyediaan bahan baku tembakau ini dapat berlangsung lancar, namun
apabila pasokan tembakau dari daerah tersebut habis, baru
mempergunakan tembakau dari daerah lain.17
7. Pemasaran dan Distribusi Rokok Djitoe
a. Pemasaran
Pemasaran merupakan fungsi pokok bagi sebuah perusahaan.
Semua perusahaan berusaha memproduksi dan memasarkan produk atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Banyak pengusaha kecil
dengan mengandalkan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku saja.
Pemasaran merupakan salah satu unsur utama untuk mencapai
keuntungan usaha. Seorang pimpinan perusahaan harus senantiasa
memantau dan mengelola pemasaran usahanya secara terus menerus.18
Daerah pemasaran rokok Djitoe pada awal tahun 1980 sampai
tahun 1990 hanya di daerah sekitar Surakarta dan wilayah sekitar Jawa
Tengah seperti Semarang, Pekalongan, Tegal, Yogyakarta, Magelang, dan
Demak. Tahun 1991 sampai 1997 Industri Rokok Djitoe mengembangkan
daerah pemasarannya keluar wilayah Jawa Tengah, Kota-kota di Jawa
17
Wawancara dengan Sutarno, Tanggal 3 Juli 2015. 18
Singgih Wibowo dkk, Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil, (Jakarta:
Penebar Swadaya, 1999) hlm. 63.
59
Timur dan Jawa Barat seperti Surabaya, Jember, Blitar, Madiun,
Bandung, Cirebon, dan Ciamis mulai dirambah Industri Rokok Djitoe.19
Industri Rokok Djitoe dulunya mengawali usahanya dari industri
rumah tangga yang berada di Kampung Sewu. Rokok Djitoe mempunyai
cara untuk memasarkan produknya agar dikenal oleh masyarakat.
Pemasaran yang dilakukan Industri Rokok Djitoe pada tahun 1980-1989
dengan cara Getok Tular. Pemasaran yang disebut dengan Getok Tular
diartikan dengan awalnya dimulai dari mulut ke mulut karena rasa rokok
yang nikmat dan dapat memenuhi harapan masyarakat. Pemasaran rokok
Djitoe meluas dari satu wilayah kota ke kota lain.
b. Distribusi
Untuk mendukung kegiatan pemasaran pada perusahaan rokok
Djitoe diperlukan adanya penyaluran barang dari produsen kepada
konsumen. Dengan digunakan saluran distribusi yang tepat dan baik
maka perusahaan dalam memasarkan produknya tidak akan
mengalami hambatan. Bahkan produk tersebut akan lebih terjaga
kualitasnya dan tidak akan mudah rusak.
19
Wawancara dengan Mujiman Tanggal 29 Juli 2015.
60
Industri Rokok Djitoe dalam menyalurkan hasil produksinya
kepada konsumen tahun 1980-1997 menggunakan dua macam cara, yaitu:
1) Melalui Kantor Perwakilan Pedagang Besar Pengecer
Melalui perwakilan PT. Djitoe yang telah ditunjuk, kemudian dari
perwakilan kepada pedagang besar dengan perantara salesman atau
penjual keliling, baru kepada pengecer dan akhirnya sampai pada
konsumen akhir.
2) Melalui Agen Utama Sub Agen Pengecer
Melalui agen utama kemudian diteruskan melalui sub agen hingga
sampai pada pengecer dan akhirnya dikonsumsi oleh konsumen akhir.20
Alat transportasi yang digunakan Industri Rokok Djitoe untuk
mendistribusikan produksinya kepada konsumen pada tahun 1980-1997
antara lain, yaitu:
1) 13 Colt, angkutan ini digunakan untuk melayani pemasaran di dalam
kota, setiap hari mobil-mobil ini berkeliling untuk menjual rokok ke toko
di sekitar wilayah Surakarta.
2) 6 Truck besar dan sedang, angkutan ini digunakan untuk melayani
pemasaran di wilayah pulau Jawa. Angkutan ini digunakan untuk
mengirim hasil rokok antar Provinsi.
20
Wawancara dengan Jumadi, tanggal 8 juli 2015.
61
3) Jasa pengiriman dengan Kapal Laut, angkutan ini digunakan untuk
melayani pemasaran di wilayah Luar Pulau Jawa yaitu Kalimantan,
Sulawesi, dan Sumatera.
8. Modal Perusahaan
Modal perusahaan pada umumnya untuk Perseroan Terbatas
dilihat dari sumbernya berasal dari hutang dan modal sendiri. Modal
usaha pada awalnya hanya modal pribadi dari pemilik Djitoe yaitu
Soetantyo, tapi Tahun 1968 usaha ini mengalami kekurangan modal
usaha sehingga dalam menjalankan perusahaan tahun 1980-1997 Industri
Rokok Djitoe mendapatkan pinjaman modal dari pemerintah. Dengan
adanya Peraturan Pemerintah Nomor 7/1968 tentang Pemberian
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Selain itu modal perusahaan
didapatkan dari Saham-saham yang dimiliki oleh anggota Rapat Umum
Pemegang Saham.21
21
Salinan Akta Pendirian Perseoran Terbatas PT. Djitoe Indonesian
Tobacco, Kantor Notaris H. Moeljatmo, Arsip Akta Pendirian PT. Djitoe No 4.
62
D. Perubahan Industri Rokok Djitoe Tahun 1998-2000
Di Indonesia akibat adanya krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997
dan terus berlanjut hingga 1998 telah menyebabkan tingkat pendapatan penduduk
menurun drastis yang diikuti dengan terjadinya tingkat inflasi yang tinggi. Hal
tersebut bukan saja menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat sangat tajam
yang di tunjukkan oleh meningkatnya penduduk miskin yang pada akhir tahun
1998 mencapai 49,5 juta jiwa atau bertambah sekitar 27 juta jika di bandingkan
awal tahun 1996.22
Krisis moneter melanda Indonesia sejak Juli 1997, sementara itu telah
berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni
lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan
meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Dampak krisis ini dirasakan oleh
Industri Rokok Djitoe.
1. Tenaga Kerja
Penurunan jumlah produksi rokok dan semakin banyak persaingan
dari industri rokok berskala besar dari daerah lain yang masuk ke Surakarta
juga berdampak terhadap ketenagakerjaan. Semakin berkurangnya
permintaan rokok di Industri Rokok Djitoe, menjadikan perusahaan sedikit
demi sedikit mengurangi jumlah karyawannya.23
Pengurangan tenaga kerja
di Industri Rokok Djitoe dapat dilihat dari Tabel 11 berikut:
22
Sri Sayekti, Bentuk dan Respons Masyarakat Pedesaan Dalam
Mengahadapi Masa Krisis Ekonomi (Laporan Penelitian Dasar Perguruan Tinggi
UNS 2002) hlm.6. 23
Wawancara dengan Supadi, Tanggal 8 Juni 2015.
63
Tabel 11.
Jumlah Tenaga Kerja Industri Rokok Djitoe
Tahun 1997-2000
Tahun Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah
Pria wanita
1997 439 586 1025
1998 319 399 718
1999 289 385 674
2000 278 381 659
Sumber data: Bagian Humas dan Personalia Perusahaan Rokok Djitoe
Dari Tabel 11 menunjukkan penurunan karyawan yang signifikan
pada tahun 1998 dengan jumlah 718 dari tahun 1997 yang berjumlah
1025, dan menurun di tahun 1999 dengan jumlah 289 karyawan pria dan
385 karyawan wanita serta pada tahun 2000 mengalami penurunan
karyawan kembali dengan jumlah 278 karyawan pria dan 381 karyawan
wanita.
64
2. Jumlah Produksi
Adanya krisis ekonomi berpengaruh terhadap industri rokok yang
ada di Surakarta, produksi yang telah dihasilkan menjadi menurun.
Perkembangan produksi industri rokok di Surakarta mengalami fluktuasi.
Selain itu, masuknya rokok-rokok dari industri berskala besar ke Surakarta
membuat minat konsumen beralih. Akibatnya produksi rokok Djitoe pada
tahun 1998-2000 turun hampir 30%.24
Hal ini dapat dilihat dari Tabel 12
berikut ini:
Tabel 12.
Jumlah Produksi Rokok PT Djitoe Indonesian Tobacco
Tahun 1997-2000
Tahun
JUMLAH PRODUKSI
(BATANG) JUMLAH
SKT SKM
1997 65.221.000 102.627.000 167.848.000
1998 41.832.000 75.661.000 117.493.000
1999 35.995.000 60787.000 96.782.000
2000 30.524.000 57.516.000 88.040.000
Sumber Data: Bagian Produksi PT.Djitoe ITC
24
Wawancara dengan Sutarno, Tanggal 3 Juli 2015.
65
Dari Tabel 12 dapat disimpulkan bahwa dampak krisis ekonomi
1998 di Indonesia membuat hasil produksi Industri Rokok Djitoe
mengalami penurunan yang signifikan. Dapat dilihat di Tahun 1997 yang
merupakan puncak produksi perusahaan rokok Djitoe dengan jumlah
167.848.000 batang, menurun drastis di Tahun 1998 menjadi 117.493.000
batang serta terus menurun di Tahun 1999 dan 2000 dengan masing-
masing produksi per tahun 96.782.000 dan 88.040.000. Penurunan
produksi rokok dapat digambarkan lewat Grafik 2 berikut:
Grafik 2.
Perkembangan Jumlah Produksi PT. Djitoe
Tahun 1997-2000
0
20.000.000
40.000.000
60.000.000
80.000.000
100.000.000
120.000.000
1997 1998 1999 2000
SKT
SKM
66
3. Pemasaran Rokok Djitoe Tahun 1997-2000
Pemasaran Akhir Tahun 1997 peminat rokok Djitoe di daerah
Surakarta semakin kecil, hal ini membuat manajemen perusahaan berfikir
untuk menjual produksinya ke Luar Pulau Jawa. Tahun 1998 rokok Djitoe
mulai mengembangkan area penjualan ke daerah Palembang, Jambi,
Medan, Samarinda, Banjarmasin, dan Makassar. Akan tetapi, pemasaran
rokok Djitoe paling laku di Provinsi Nusa Tenggara Timur, karena belum
banyak rokok yang masuk di Provinsi tersebut.
Perubahan cara pemasaran dilakukan Industri Rokok Djitoe untuk
agar jumlah produksinya meningkat kembali. Cara pemasaran getok tular
pada tahun 1980-1989 sudah mulai pudar. Tahun 1997-2000
pemasarannya dilakukan dengan cara setiap ada pekan raya, pasar malam,
Sekatenan, rokok kretek Djitoe membuka stand dengan mempergunakan
sistem hadiah.25
4. Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan tenaga kerja Industri Rokok Djitoe tahun 1998-2000
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, baik yang diatur dalam
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja
maupun yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja. Salah
satunya perusahaan harus menjamin keselamatan tenaga kerja dengan
mengikutsertakan seluruh karyawan dalam program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek). Dalam hal ini dijelaskan bahwa PT. Djitoe
25
Wawancara dengan Mujiman Tanggal 29 Juli 2015.
67
Indonesia Tobacco sudah melakukan perlindungan terhadap pekerjanya.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang
Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek.
Pelaksanaan dan penyelenggaraan program Jamsostek bagi
karyawan PT. Djitoe Indonesia Tobacco juga telah sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No:Per-12/Men/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Kepersertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan
Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Sedangkan Pelaksanaan
pembayaran dan tata cara pengajuan klaim PT. Djitoe Indonesia Tobacco
dalam program Jamsostek juga telah sesuai dengan peraturan yang
berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.26
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) PT. Djitoe
Indonesia Tobacco meliputi, Jaminan atas kecelakaan di tempat kerja dan
Jaminan hari tua. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan dikelolah sendiri
dengan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (PJPK) diatur sesuai
dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) antara Pengusaha dengan
Serikat Pekerja.
26
Dimas Yunianto, Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Dalam Rangka Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja,
(Surakarta : Skiripsi Fakultas Hukum UMS, 2010) hlm. 81.
68
Bagi karyawan yang menderita sakit dan tidak dapat ditangani oleh
dokter poliklinik perusahaan atau perlu rawat inap, perusahaan
bekerjasama dengan RSU Pusat Surakarta dan Swasta RSU Panti Waluyo
Surakarta. Bagi karyawan yang dirawat di RSU pemerintah, biaya
ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan selama jangka waktu tidak
kurang dari 3 bulan. Bagi karyawan yang dirawat di RSU Panti Waluyo
biaya perawatan dan pengobatan selama tidak kurang dari 3 bulan, 50%
ditanggung perusahaan dan 50% ditanggung pihak keluarga.