Upload
resti-ayu-nuraziizah
View
176
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 1/8
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
3.1. Demam Tifoid
3.1.1. Definisi
Adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan ditopang dengan
bakteremia tanpa ketelibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalamsel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan Peyer’s patch.
Terminologi lain yang erat kaitannya dengan demam tifoid adalah demam paratifoid
dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dnegan
demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh Salmonella
enteriditis. Sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam
paratifoid. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella enteriditis yaitu bioserotipe paratyphi A,
paratyphi B (S. Schotsmuellen) dan paratyphi C (S. Hirschfeldii)
3.1.2. Etiologi
Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif, mempunyai flagela, tidak
berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O)
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromulekular lipopolisakarida
kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multipel antibiotik.
3.1.3. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme yaitu :
1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch
2. bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial
3. bakteri bertaan hidup didalam aliran darah, dan
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 2/8
9
4. produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP didalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air kedalam lumen intestinal
Bakteri salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam tubuh melalui
mulut pada saat melewati lamung dengan suasana asam (PH < 2) banyak bakteri yang
mati. Keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Diusus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding
usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s
patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi
mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus toraksikus masuk kedalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan
Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara
langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Eksresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Peran Endotoksin
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag
didalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
Respon Imunologik
Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun selular baik ditingkat lokal
(gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimana mekanisme imunologik dalam
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 3/8
10
menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap Salmonella typhi tidak diketahui
dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas selular lebih berperan. Penurunan jumlah
limfosit T ditemukan pada pasien sakit berat dengan demam tifoid. Karier memperlihatkan
gangguan reaktivitas selular terhadap antigen salmonella ser. typhi pada uji hambatan
migrasi lekosit. Pada karier, sejumlah besar basil virulen melewati usus tiap harinya dan
dikeluarkan dalam tinja, tanpa memasuki epitel pejamu.
PATHWAYS
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin
usus halus
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
Pendarahan dan Nyeri perabaan
perforasi Mual/tidak nafsu makan
Perubahan nutrisi
Resiko kurang volume cairan
(Suriadi & Rita Y, 2001)
3.1.4. Manifestasi Klinik
Periode inkubasi demam tifoid 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala
klinis demam tifoid sangat bervariasi, ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi
dan imunologik pejamu serta lama sakitnya di rumahnya.
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 4/8
11
Pasien tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit, step-ladder temperature
chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap
harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan
bertahan tinggi dan pada minggu ke 4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali apabila
terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.
Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.
Pada saat demam sudah tinggi dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran
berkabut atau delirium atau obtundasi atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.
Gejala lain yang menyertai demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea,
mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Dapat juga dijumpai syok hipovolemik
sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus
demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi
kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien tampak lidah kotor dengan putih
ditengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan, banyak dijumpai meteorismus, lebih
banyak ditemukan hepatomegali dibanding splenomegali.
Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm
sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit
putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak indonesia. Ruam ini muncul pada hari
ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid,
bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.
3.1.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis :
- Gejala klinis : Demam, gangguan gastrointestinal, perubahan/gangguan
kesadaran.
Keluhan:
o Nyeri kepala (frontal) 100%
o Kurang enak di perut 50%
o Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
o Berak-berak 50%
o Muntah 50%
Gejala:
o Demam 100%
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 5/8
12
o Nyeri tekan perut 75%
o Bronkitis 75%
o Toksik 60%
o Letargik
60%o Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
Pemeriksaan Penunjang :
- Darah tepi : anemia normokromi normositik (akibat perdarahan usus atau supresi
pada sumsum tulang), leukosit rendah (jarang dibawah 3000/µl3), leukosit
meningkat mencapai 20.000-25.000 /µl3
(bila abses piogenik), tromositopeni
sering dijumpai.
- Biakan urin, feses
- Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus (prosedur invasif
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari)
- Biakan spesimen empedu dari duodenum (pada keadaan tertentu)
- Uji serologi Widal : antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H).
Titer aglutinin O ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4x (demam
tifoidapat ditegakkan). Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi
atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa
kuman S.typhi (karier)
- Rontgen bila diduga terjadi perforasi, adaya cairan pada peritoneum dan udara
bebas.
Diagnosis Pasti : Isolasi S.typhi dari darah (pada dua minggu pertama sakit)
3.1.6. Tatalaksana
- Tirah baring
- Pemenuhan kebutuhan cairan
- Pemberian nutrisi
- Antibiotik :
o Kloramfenikol : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian selama
10-14 hari / sampai 5-7 hari setelah demam turun, pada kasus malnutrisi
atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari (4-6 minggu
untuk osteomielitis akut & 4 minggu untuk meningitis)
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 6/8
13
o Ampisilin : 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian secara IV.
o Amoksilin : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian per oral
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari dibagi
dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yg rentan
- Cefixime oral : 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari, terutama apabila jumlah
leukosit < 2000 µl atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.
- Dexametason IV (3mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal dilanjutkan
dengan 1mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) pada demam tifoid berat seperti
delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock.
- Transfusi darah (bila disertai penyulit perdarahan usus)
- Transfusi trombosit (untuk pengobatan trombositopenia yang cukup berat)
- Laparotomi harus segera dilakukan pada perforasi usus + metronidazol
- Pada karier tanpa penyakit saluran empedu : Ampisilin (atau amoksisilin) dosis
40mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral + probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis
peroral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu. Bila terdapat kolesistitis atau
kolelitiasis dianjurkan kolesistektomi setelah pemberian antibiotik (ampisilin
200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi
dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama
30 hari.
- Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus
demam tifoid serangan pertama.
3.1.7. Diagnosis Banding
Influenza, gastroenteritis, brokitis, bronkopneumonia, tuberkulosis, infeksi jamur
sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria, pada tifoid berat : sepsis, leukemia,
limfoma dan penyakit Hodgkin.
3.1.8. Komplikasi
Perforasi usus halus (0,5-3%) sedangkan perdarahan usus pada 1-10% kasus demam
tifoid anak. Penyulit biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan
pada minggu pertama. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal
pada kuadran kanan bawah, nyeri menyelubung, kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 7/8
14
perabaan abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda
peritonitis yg lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yang
tidak jelas.
Dilaporkan pula kasus komplikasi neuropsikiatri, sebagian besar bermanifestasi
gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma. Penyakit
neurologi lain : trombosis serebral, afasia, ataksia serebral akut, tuli, mielitis transversal,
neuritis perifer maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre tapi
jarang gejala sisa yang permanen.
Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T
pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis
tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai peningkatan
kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar
transaminase, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedangkan kolesistitis kronik
yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan
adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).
Sisstitis, pielonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid, proteinuria
transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai
gagal ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai prognosis yang buruk. Pneumonia
sebagai penyulit sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh
kuman Salmonella typhi , namun seringkali sebagai akibat infeksi sekunder oleh kuman
lain. Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia, koagulasi, intravaskular
diseminata, hemolytic uremic syndrome (HUS) , Fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai
akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah &
persendian. Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid
sebelumnya dan lebih singkat.
3.1.9. Prognosis
Dinegara maju dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%.
Dinegara berkembang angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningiis, endokarditis dan pneumonia
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi ≥ 3
bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronik. Risiko mejadi karier pada anak-anak
5/14/2018 BAB III Tutorial - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-iii-tutorial 8/8
15
rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien
demam tifoid. Insiden penyakit traktur biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan
dengan populasi umum.
3.1.10. Pencegahan
- Perhatikan kualitas makanan dan minuman
- Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57°C beberapa menit dan secara merata
dapat mematikan kuman S. typhi
- Pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah, serta kesadaran
individu terhadap higiene pribadi
- Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid
3.1.11. Vaksin demam tifoid
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang
dimatikan (TAB Vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan
subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping
efeksamping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a)
diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya
perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin
yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular
memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.