Upload
febri-tok
View
68
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala dan Leher
Kepala dan leher terdiri dari jukstaposisi rumit dari struktur rangka,
terfiksasi dan mobil dengan ototnya yang melekat serta beberapa seri rongga yang
dilapisi oleh mukosa yang saling berhubungan dengan kelejar berdekatan, yang
ditunjukkan bagi fungsi vegetatif pencernaan dan penapasan, serta subfungsi yang
lebih khusus untuk mengunyah, menelan dan fonasi. (Sabiston, 1994)
2.1.1 Otot Kepala dan Leher
Otot Bagian Kepala
Menurut Setiadi, 2007 Otot sekitar kepala, diantaranya sebagai berikut:
1. Otot pundak kepala, yang dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Muskulus frontalis, yang berfungsi mengerutkan dahi dan menarik
dahi mata
b. Oksipitalis, terletak dibagian belakang yang berfungsi menarik kulit
kebelakang
2. Otot wajah, yang dibagi menjadi sub-sub sebagai berikut:
a. Otot mata dan otot bola mata sebanyak 4 buah
b. Muskulus obliges okuli/otot lingkar mata yang terdapat disekeliling
mata yang berfungsi memutar mata
c. Muskulus orbikularis okuli/otot lingkar mata yang terdapat disekeliling
mata, yang berfungsi sebagai penutup mata
d. Muskulus levator palpebra superior, terdapat pada kelopak mata yang
fungsinya menarik, mengangkat kelopak mata keatas pada waktu
membuka mata
3. Otot mulut/bibir dan pipi, yang terbagi atas:
a. Muskulus triangularis dan muskulus orbikularis oris/otot sudut mulut,
yang berfungsi menarik sudut mulut kebawah
b. Muskulus quadratus labii superior/otot bibir atas yang mempunyai
origo pinggir lekuk mata menuju bibir atas dan hidung
c. Muskulus quadrates labii inferior, terdapat pada dagu yang merupakan
kelanjutan pada otot leher. Fungsinya adalah menarik bibir kebawah
atau membentuk mimik muka kebawah
d. Muskulus buccinator, yang mmbentuk dinding samping rongga mulut,
fungsinya menahan waktu mengunyah
e. Muskulus zigomaticus/otot pipi, yang berfungsi untuk mengangkat
dagu mulut keatas waktu senyum
4. Otot pengunyah, yang terbagi atas:
a. Muskulus maseter, yang berfungsi mengangkat rahang bawah pada
waktu mulut terbuka
b. Muskulus termporalis, yang berfungsi menarik rahang bawah keatas
dan kebelakang
c. Muskulus pterigoid internus dan eksternus, yang berfungsi menarik
rahang bawah dan kebelakang
5. Otot lidah, yang terbagi atas:
a. Muskulus genioglosus, yang berfungsi mendorong lidah kedepan
b. Muskulus stiloglosus, yang berfungsi menarik lidah keatas dan
kebelakang.
Otot Bagian Leher
Menurut Setiadi, 2007 otot bagian leher dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Muskulus platisma, terdapat disamping leher menutupi sampai bagian
dada. Fungsinya menekan sampai bagian dada. Fungsinya menekan
mandibula, menarik bibir kebawah dan mengerutkan kulit bibir
2. Muskulus sternokleido mastoid, terdapat disamping kiri dan kanan
leher yang berfungsi menarik kepala kesamping kiri kanan, dan
memutar kepala
3. Muskulus longisimus kapitis, yang terdiri dari splenius dan
semispinalis kapitis, ketiganya terdapat dibelakang leher dengan
fungsi untuk menarik kepala dan menggelengkan kepala. (Setiadi,
2007)
2.1.2 Saraf Kepala dan Leher
Menurut Dixon (1993), saraf kepala dan leher yang penting antara lain:
1. N. Trigeminus
N. trigeminus merupakan n. cranialis terbesar dan hubungan perifernya
mirip dengan n. spinalis, yaitu keluar berupa radix motoria dan sensoria yang
terpisah dan radix sensoria mempunyai ganglion terbesar. Serabut sensoriknya
berhubungan dengan ujung saraf yang berfungsi sebagai sensasi umum pada
wajah, bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sinus paranasal, sebagian telinga
luar dan membran tympani, membran mukosa cavum oris termasuk bagian
anterior lingua, gigi geligi dan struktur pendukungnya serta duramater dari fossa
cranii anterior. Radix motoria mempersarafi otot pengunyahan, otot palatum
molle, dan otot telinga tengah.
2. N. Opthalmicus
Di bagian depan sinus, saraf terbelah menjadi tiga cabang besar, yaitu n.
lacrimalis, frontalis dan nasociliaris yang masuk ke orbita dan keluar dari sinus
cavernosus, melintasi fissura orbitalis superior diantara ala major dan minor ossis
sphenoidalis. N. lacrimalis berjalan di sepanjang dinding lateral orbita, n.
frontalis berjalan di balik atap orbita dan n. nasociliaris berjalan pada bagian
dalam orbita.
3. N. Maxillaris
Cabang-cabang n. maxillaris pada fossa pterygopalatina adalah:
a. Dua rami ganglionik menuju ganglion pterygopalatinum
b. N. alveolaris superior posterior
c. N. zygomaticus dan cabang-cabangnya keluar dari ganglion pterygopalatina
d. N. palatinus major dan nn. palatini minores
e. Rami nasales dan n. nasopalatinus
f. Ramus pharyngeus ke membrana mukosa atap nasopharynx
4. N. Mandibularis
Setelah berjalan singkat, truncus n. mandibularis terbelah menjadi divisi
posterior dan divisi anterior. Divisi posterior yang besar mengeluarkan a.
auriculotemporalis, n. alverolaris inferior dan n. lingualis. Sedangkan divisi
anterior yang lebih kecil mengeluarkan percabangan ke m. temporalis,
pterygoideus lateralis dan masseter dan berlanjut ke m. buccinator.
5. N. Facialis
Saraf ini melekat ke batang otak pada ujung atas medulla. Tepat di luar
foramen stylomastoideum, n. facialis mengeluarkan tiga cabang motorik, yaitu n.
auricularis posterior ke m. auricularis posterior dan m. occipitalis kulit kepala,
saraf ke venter posterior mm. digastrici dan saraf ke m. stylohyoideus
6. N. Glossopharyngeus
N. glossopharyngeus melekat di bagian samping permukaan atas medulla di
bawah pons melalui tiga atau empat filamen yang mengandung serabut sensorik
dan motorik. Saraf berjalan melalui bagian depan foramen jugulare dalam
selubung duramater.
7. N. Vagus
N. vagus melekat melalui serangkaian filamen ke batang otak pada bagian
samping medulla, di caudal dan pada serangkaian n. glossopharyngeus. N. vagus
mempunyai komponen berupa serabut somatik sensorik, serabut somatik motorik
dan serabut sensorik dan motorik autonom.
8. N. Accessorius
N. accessorius merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot dinding
pharynx, larynx, serta dua otot superficialis pada leher yaitu m.
sternocleidomastoideus dan trapezius. Terdiri dari dua bagian yang berbeda baik
origo maupun distribusinya.
9. N. Hypoglossus
N. hypoglossus merupakan saraf motorik dari otot lingua, kecuali m.
palatoglossus dipersarafi oleh n. vagus. N. hypoglossus melekat melalui
serangkaian filamen pada bagian samping medulla, diantara oliva dan pyramid.
(Dixon, 1993)
Gambar 1. Saraf-saraf cranial (Walter, 2006)
Nomor Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius Sensori
Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasibau
II Optikus Sensori
Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V TrigeminusGabunga
n
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah
untuk diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasialis Gabunga Sensorik: Menerima rangsang dari bagian
n
anterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan
keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara
IX GlosofaringealGabunga
n
Sensori: Menerima rangsang dari bagian
posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
X VagusGabunga
n
Sensori: Menerima rangsang dari organ
dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah
(Handdelmen, 2006)
Persarafan STM dan otot-otot Mastikasi
Jenis dan Fungsi Reseptor Pada STM dan Otot-Otot Mastikasi.
Jenis Reseptor Fungsi Reseptor Letak
Raffini Mendeteksi Tekanan dan Suhu Ligamen Kapsula
Korpus Pacini Mendeteksi Tekanan STM dan Kulit
Badan Golgi Mendetaksi Tekanan, suhu, dan Ligamen STM dan Tendon
tension pada otot
Muscle
spindel
Mendeteksi Peregangan pada
Otot
Saraf intrafusal dan otot
mastikasi
Free Ending Mendeteksi Nyeri STM dan otot mastikasi
(Heinemann and Buterword, 1992)
2.1.3 Pembuluh Darah Kepala dan Leher
1. Pembuluh Darah Arteri
a. A. Facialis
Cabang a. Carotis externa ini keluar dari trigonum caroticus yang terletak
sedikit diatas a. lingualis, kadang-kadang ada dua arteri yang keluar dari
satu truncus. A. facialis berjalan naik pada leher, terdapat pada m.
constrictor pharyngis medius dan superior jauh ke dalam venter posterior
mm. digastrici dan m. stylohyoideus. A. facialis dapat dibagi menjadi tiga
bagian untuk mempermudah deskripsi, yaitu:
Pars cervicalis, pada dinding samping pharynx
Pars submandibularis, berhubungan dengan pars superficialis
glandula submandibularis
Pars facialis
b. A. Lingualis
A. Lingualis merupakan cabang a. carotis externa pada trigonum caroticus
antara a. facialis di bagian atas dan a. thyroidea superior di bagian bawah.
Arteri ini terletak pada permukaan luar m. constrictor pharyngis medius
dan berjalan ke atas di belakang cornu majus ossis hyoidei. Hubungan
arteri ini terhadap m. hyoglssus memungkinkan arteri dibagi menjadi tiga:
Bagian pertama adalah origo ke tepi posterior m. hyoglossus,
mengeluarkan cabang ramus suprahyoideus yang kecil,
berjalan sepanjang tepi atas cornu majus dan corpus ossis
hyoidei di superficial m. hyoglossus.
Bagian kedua terletak jauh di dalam hyoglossus, mengeluarkan
satu atau beberapa a. dorsalis lingua, naik pada bagian samping
lingua di antara m. genioglossus dan hyoglossus serta
mengeluarkan cabang-cabangnya ke tonsilla, lingua, bagian
posterior dasar mulut dan palatum molle melalui pilar anterior
fauces.
Bagian ketiga masuk ke substansi lingua di sepanjang tepi
anterior m. hyoglossus.
c. A. Thyroidea Superior
A. Thyroidea Superior mengeluarkan a. carotis externa pada trigonum
caroticus. Mempunyai truncus yang sama dengan a. lingualis. Cabang-
cabang lain dari a. thyroides superior adalah:
Ramus infrahyoideus yang berjalan di sepanjang tepi bawah os
hyoideum
A. laryngea superior yang besar berjalan bersama ramus internus
cabang n. laryngeus superior dari n. vagus untuk masuk ke
pharynx dengan menembus membrana thyrohyoidea
Ramus sternocleidomastoideus berjalan ke bawah dan ke belakang
di sepanjang tepi atas m. omohyoideus menuju m.
sternocleidomastoideus
Ramus cricothroideus berjalan ke garis median leher pada
permukaan membrana cricothyroidea.
d. A. Maxillaris
Arteri ini mempunai distribusi yang luas pada regio wajah dan keluar
sebagai salah sebuah cabang terminal a. carotis externa dalam substansi
glandula parotidea. Untuk mempermudah deskripsi, arteri ini dibagi
menjadi tiga bagian menurut hubungannya terhadap m. terygoideus
lateralis:
Pertama atau a. mandibularis
Arteri ini terletak sedikit di bawah garis perlekatan capsula
articulatio temporomandibularis dan n. auriculotemporalis.
Mengeluarkan cabang-cabang berikut ini, yaitu a. auricularis
profunda, a. tympanica anterior, a. meningea media, a. alveolaris
inferior
Bagian kedua atau pterygoidea
Pterygoideadari a. maxillaris terletak baik superficial atau
profunda terhadap caput inferior m. pterygoideus lateralis.
Cabang-cabang bagian arteri ini terdistribusi ke otot pengynyahan
(m. terygoideus, temporalis dan masseter) dan ke buccinator
melalui a. buccalis yang berjalan bersama dengan n. buccalis
Bagian ketiga atau pterygopalatina
Pterygopalatina berjalan pada sisi luar lamina lateralis processus
pterygoidei, masuk ke fossa pterygopalatina. Cabang-cabang
bagian ketiga a. maxillaris yaitu a. alveolaris superior posterior, a.
palatina descendens, a. infraorbitalis, a. pharyngea, a. canalis
pterygoide dan a. sphenopalatina
e. A. Opthalmica
A. Opthalmica merupakan cabang a. carotis interna, keluar setelah arteri
caroti keluar dari sinus cavernosus. Arteri ini berakhir dengan
membentuk dua cabang a. supratrochlearis dan dorsalis nasi; a.
supratrochlearis beranastomosis dengan a. facialis. Cabang-cabang
lain dari a. ophtalmica yaitu a. centralis retinae, a. lacrimalis, aa.
musculares, sekelompok a. ciliaris, a. supraorbitalis, a. ethmoidalis
anterior dan posterior dan aa. palpebrales mediale.
2. Pembuluh Darah Vena
a. V. Facialis
V. Facialis merupakan drainase utama vena bagi jaringan supericial wajah.
Dimulai pada bagian medial margo orbitalis sebagai v. Angularis, dan
beranastomosis dengan cabang terminal v. Ophthalmica serta vv.
Supratrochleares. Cabang-cabang utama v. facialis pada wajah adalah v.
nasalis lateralis dari bagian samping hidung, v. labialis superior dan
kadang-kadang inferior dari labium oris yang berdrainase ke aspek anterior
dan v. facialis profunda yang bergabung dari arah belakang
b. V. Retromandibularis atau V. Facialis Posterior
Keluar pada substansi glandula parotidea dan spatium parotidea facialis
melalui penggabungan vv. temporales superficiales dan vv. maxillares. Di
dekat kutub bawah glandula parotidea, v. retromandibularis ini akan
terbagi menjadi dua, yaitu rami anterior dan rami posterior
c. V. Jugularis Externa
Turun melintasi m. sternocleidomastoideus ke tepi posterior otot, dibalik
lapisan superficialis fascia. Disini vena akan bergabung dengan vena-vena
yang mendrainase regio subclavia pada dasar leher dan masuk ke v.
subclavia. Vena biasanya bergabung pada daerah tersebut dengan bagian
terminal v. jugularis anterior
d. V. Jugularis Anterior
Keluar di bawah dagu pada regio submentalis dan berjalan turun di dekat
garis median leher pada permukaan infrahyoidei, dimana pada daerah ini
vena akan bergabung dengan v. labiales inferiores. V. jugularis anterior
berjalan ke belakang, jauh di dalam m. sternoicledomastoideus, melintasi
selubung caroticus visceralnya, masuk ke trigonum subclavia, serta
bergabung dengan bagian terminal v. externa. Walaupun demikian, vena
ini umumnya langsung masuk ke v. subclavia
e. V. Lingualis
Mendrainase lingua dan dasar mulut. Biasanya vena berjalan superficial ke
m. hyoglossus tetapi cabang-cabangnya juga berjalan bersama dengan a.
lingualis jauh ke dalam otot. V. lingualis berdrainase ke v. jugularis interna
f. V. Jugularis Interna
Dimualai sebagai bulbus jugularis pada foramen jugulare melalui
penggabungan sinus venosus petrosus tranversalis dan inferior. Pada dasar
leher, v. jugularis interna dan subclavia akan bergabung untuk membentuk
vv. brachiocephalicae
g. Plexus-plexus Venosus dari Wajah dan Leher
Plexus venosus pterygoideus
Plexus venosus pterygoideus berhubungan erat dengan m.
pterygoideus lateralis dan medialis. Vena yang mendrainase gigi
geligi atas dan bawah serta struktur pendukungnya umumnya
berasal dari plexus venosus pterygoideus
Plexus venosus pharyngeus
Plexus venosus pharyngeus terletak pada dinding lateral pharynx
dalam hubungannya dengan m. constrictor
h. Sinus Venosus Cranium
Saluran-saluran vena ini terletak di antara lapisan meningea dan endosteum
duramater. Merupakan ruang-ruang terbuka yang dikelilingi oleh endotel,
tetapi tidak mempunyai valva atau otot polos pada dinding-dindingnya.
Berbagai sinus venosus mendapat suplai darah dari otak, meningea dan
saluran vaskular diploic dari calvarium. (Dixon, 1993).
2.1.4 Organ THT Nasus dan Sinus Paranasalis
Nasus (Hidung)
Menurut Soedjak, dkk tahn 2000. Bagian-bagian hidung diantaranya adalah:
1. Hidung luar (Nasus eksternus)
a. dorsum nasi (batang hidung)
Ada 2 bagian yang membangun dorsum nasi, yaitu :
1. Bagian caudal dorsum nasi; merupakan bagian lunak dari batang
hidung yang tersusun oleh cartilago lateralis dan cartilago alaris.
Jaringan ikat yang keras menghubungkan antara kulit dengan
perikondrium pada cartilago alaris.
2. Bagian cranial dorsum nasi; merupakan bagian keras dari batang
hidung yang tersusun oleh os. nasalis kanan & kiri dan prosesus
frontalis ossis maksila.
b. apeks nasi
c. radiks nasi
d. ala nasi
2. Hidung Dalam (Nasus internus)
Terdiri dari:
a. Cavum nasi (rongga hidung)
Ada 6 batas cavum nasi, yaitu :
a) Batas medial cavum nasi yaitu septum nasi.
b) Batas lateral kavum nasi yaitu konka nasi superior, meatus nasi
superior, konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior,
dan meatus nasi inferior.
c) Batas anterior cavum nasi yaitu nares (introitus kavum nasi).
d) Batas posterior cavum nasi yaitu coane.
e) Batas superior cavum nasi yaitu lamina kribrosa.
f) Batas inferior cavum nasi yaitu palatum durum.
b. Septum nasi
Fungsi septum nasi antara lain menopang dorsum nasi (batang hidung) dan
membagi dua cavum nasi.
Ada 2 bagian yang membangun septum nasi, yaitu :
1. Bagian anterior septum nasi; tersusun oleh tulang rawan yaitu kartilago
quadrangularis.
2. Bagian posterior septum nasi; tersusun oleh lamina perpendikularis os
ethmoidalis dan vomer.
Menurut Sodjak,dkk tahun 2000. Fisiologi Nasus (Hidung)
1. Olfaktori
2. Respiratori
3. Filtrasi
4. Air conditioning
5. Vocal resonance
6. Proses bicara
7. Refleks nasal
Sinus Paranasalis
Menurut Anggraini, 2005. Ada empat sinus parasanal yaitu sinus frontalis
,sinus ethmoidalis ,sinus maxilaris dan sinus sphenoidalis.sinus adalah suatu
rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan
tengkorak.perkembangan sinus-sinus ini sudah dimulai sejak dalam kandungan,
terutama sinus maxilaris dan sinus ethmoidalis
1. Sinus maxillaries (antrum of highmore)
Adalah sinus yang pertama berkembang.struktur ini adalah pada umumnya
berisi cairan pada kelahiran.pertumbuhan dari sinus ini adalah biphasic
dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun sepanjang
pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah dimana gigi
yang permanen mengambil tempat mereka.pneumatisasi dapat sangat luas
sampai akar gigi hanya suatu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang
mencakup mereka.
Struktur
Sinus maxillaries orang dewasa adalah berbentuk piramida mempunyai
volume kira-kira 15 ml (34x33x23mm). dasar dari piramida adalah
dinding nasal dengan puncak yang menunjuk ke arah processus
zygomaticum. Dasar dari sinus bervariasi tingkatannya sejak lahir sampai
umur 9 tahun dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. pada umur 9
tahun dasar sinus secara umum sama dengan dasar nasal. dasar sinus
berlanjut menjadi peumatisasi sinus maxillaries. Oleh karena itu
berhubungan erat dengan penyakit pertumbuhan gigi yang dapat
menyebabkan infeksi rahang dan pencabutan gigi dapat mengakibatkan
fistula oral-antral.
Persarafan
Sinus maxilla disarafi oleh cabang dari v.2.yaitu nervus palatine mayor
dan cabang dari nervus infraorbital.
2. Sinus ethmoidali
Sinus etmoidalis merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang
baru dilahirkan.selama masih janin perkembangan pertama sel anterior
diikuti oleh sel posterior.sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai umur
12 tahun. Sel ini tidak dapat dilihat dengan sinar x sampai umur 1 tahun.
Struktur
Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (3,3 x 2,7 x
1,4cm). Bentuk ethmoid seperti pyramid dan dibagi menjadi multiple sel
oleh sekat yang tipis.atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur
yang penting.sebelah anterior posterior agak miring (15 derajat).2/3
anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os frontal dan faveola
ethmoidalis.1/3 posterior lebih tinggi sebelah lateral dan sebelah medial
agak miring kebawah kearah cribiform plate. Perbandingan antara tulang
tebal setelah lateral dan plate adalah sepersepuluh kuat atap sebelah
lateral.perbedaan berat antara atap medial dan lateral bervariasi antara 15-
17 mm. Sel ethmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoid. Dinding
lateralnya adalah lamina paprycea orbita.
3. Sinus frontalis
Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan keatas dari sebagian
besar sel-sel ethmoid anterior. Os. frontal masih merupakan selaput
(membran) pada saat kelahiran dan tulang mulai untuk mengeras sekitar
usia 12 tahun. Secara radiologi jarang bias terlihat struktur selaput
(membran) ini. Perkembangan mulai usia 5 tahun dan berlanjut sampai
usia belasan tahun.
Struktur
Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28x24x20 mm). Anatomi sinus frontalis
sangat bervariasi tetapi secara umum ada dua jenis sinus yang berbentuk
seperti corong dan berbentuk point menaik.kedalaman dari sinus
berhubungan dengan pembedahan untuk menentukan batas yang
berhubungan dengan pembedahan.kedua bentuk sinus frontal mempunyai
ostia yang bergantung dari rongga itu.sinus ini dibentuk dari tulang diploe.
Bagaimanapun dinding posterior (memisahkan sinus frontal dari fosa
cranium anterior) lebih tipis. Dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian
dari atap rongga mata.
Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang nervus v.1.secara khusus, nervus-
nervus ini meliputi cabang supraorbital dan supratrochlear.
4. Sinus sphenoidalis
Sinus sphenoidalis adalah unik. Oleh karena itu dibentuk dari kantong
rongga hidung.sinus ini dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari
hidung janin.tidak berkembang hingga usia 3 tahun .usia 7 tahun
pneumatisasi telah mencapai sella turcica. Usia 18 tahun,sinus sudah
mencapai ukuran penuh.
Struktur
Usia belasan tahun sinus ini mencapai ukuran penuh dengan
volume 7,5 ml (23x20x17 mm). pneumatisasai sinus ini, seperti sinus
frontalis, sangat bervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral
yang terletak posterosuperior dari rongga hidung.
Dipersarafi oleh nervus nasociliaris berjalan menuju nervus
ethmoid posterior dan mensarafi atap sinus. Cabang nervus
sphenopalatina mensarafi dasar sinus. (Anggraini, 2005)
2.1.5 Faring dan Laring
A. Faring
Faring adalah suatu kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Ke atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah
berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus.
Faring terdiri atas:
Nasofaring
Relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring,
torus tubarius, kantong Rathke, choanae, foramen jugulare, dan muara tuba
Eustachius.
Batas antara cavum nasi dan nasopharynx adalah choana. Kelainan kongenital
koana salah satunya adalah atresia choana.
Struktur Nasofaring diantaranya adalah:
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva.
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkan karena musculus levator veli palatini.
4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan
penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk
membuka ostium faringeum tuba auditiva terutama ketika menguap atau
menelan.
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat
predileksi Nasopharingeal Carcinoma.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid
jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan
oropharing karena musculus sphincterpalatopharing
10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
Orofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina, fossa tonsilaris, arcus faring, uvula, tonsil lingual, dan foramen caecum.
a. Dinding posterior faring, penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian
tersebut.
b. Fossa tonsilaris, berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat
nanah memecah ke luar bila terjadi abses.
c. Tonsil, adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dan ditunjang kriptus di dalamnya. Ada 3 macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual, yang ketiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Epitel yang melapisi tonsil
adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan
Laringofaring
Struktur yang terdapat di sini adalah vallecula epiglotica, epiglotis, serta fossa
piriformis.
Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara, dan untuk artikulasi.
Embriologi
Rongga mulut, faring dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Foregut ini
berkembang menjadi rongga hidung, gigi dan kelenjar liur,hipofisi anterior ,tiroid
dan laring, trakea , bronkus dan alveoli paru.
Mulut terbentuk dari stemodium primitive yang merupakan gabungan dari
ektodermal dan endodermal , yang membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh
bagian prosesus nasalis medial dan lateral dan prosessus maksilaris. Celah bibir
biasanya tidak terletak digaris tengah tetapi dilateral dari prosesus nasalis medial
yang membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian
prosesus mandibularis. otot bibir berasal dari daerah brankialkedua dan
dipersarafi oleh saraf fasialis.
Dibelakang mukosa dinding blakang faring terdapat dasar tulang sphenoid
dan dasar tulang oksiput disebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan
sumbu badan dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan ke
hidung melalui koana posterior. Superior , adeoid terletak pada mukosa atap
nasofaring. Disamping, muara tuba eustakius kartilaginosa terdapat didepan
lekukan yang disebut fosaronsenmuler. Kedua struktur ini berada diatas batas
bebas otot konstriktor faringitis superior. Otot tensor veli palatine, merupakan
otot yang menengangkan palatum dan membuka tubaeustaki, masuk kefaring
melalui ruang ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus
tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatine dipersarafi oleh
saraf mendibularis melalui ganglion optic.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila
faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga
mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglotus, dan
dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.
Otot – otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua
dipersarafi oleh pleksus faringeus.
B. Laring
Menurut Padersen, tahun 2009. Laring mempunyai bermacam-macam
fungsi. Fungsi terpenting ialah fungsi sfingter (fungsi primer dari fungsi utama).
Saluran nafas yang terletak lebih rendah dilindungi oleh tiga lipatan yang
berhimpitan, yaitu epiglottis dengan plika ariepiglotika, pita suara palsu, dan pita
suara asli, sehingga menutup laring ketika menelan. Dengan demikian, dapat
dihindari terjadinya tersedak (aspirasi). Fungsi kedua ialah dengan menutup
glottis, tekanan intra orakal dan intra-abdominal menjadi menigkat pada waktu
batuk, mengedan dan kerja berat. Fungsi ketiga ialah fonasi. Pada waktu fonasi,
pita suara mendekat satu sama lain, tegang, dan bergetar secara pasif oleh aliran
udara ekspirasi. Kenyaringan suara tergantung pada kekuatan getaran pita suara.
Peningkatan kekuatan ekspirasi udara yang diekspirasikan dan kekuatan
penutupan glories menghasilkan suara yang lebih nyaring.
Otot laring intrinsic mengatur gerakan menutup pita suara (abduksi, posisi
fonasi) atau membuka (abduksi, posisi nafas). Otot m. intraritenoid dan m.
krikoaritenoid lateralis mengadduksi (menutup) dan m. krikoaritenoid prosterior
mengabduksi (membuka). m. ariepiglotis mengatur gerakan adduksi pita suara
palsu dan menutup termpat masuk laring oleh epiglottis pada saat menelan.
Otot krikotiroid mendorong kartilago tiroid dan kartilago krikoide
sehingga saling mendekati, menyebabkan ariteniod bergerak ke belakan terhadap
komisura anterior, dan pita suara tertarik secara pasif. Laring dibuat stabil dari
luart oleh ligamentum pada hyoid dan bergerak dengan bantuan otot-otot leher
bagian depan (otot laring ekstindik).
Laring dipersyarafi oleh n. laringerus superior dan n. laringerus inferior
(n. rekurens). Keduanya merupakan cabang dari n. vagus. Nervus
laringeussuperior mengandung serat sensoris untuk laring dan serat motorik
untuk m. krikontiroid. Nervus tekurens mensarafi semua otot laring intrinsic yang
lain. Suatu bagian terpenting dari otot faring (m. konstriktor faringeus)
dipersyarafi oeleh cabang – cabang faring dari n. vagus. Pada terputusnya inervasi
saraf, pita suara tidak bergerak.
Peredaran darah berjalan melalui a. tiroid superior dan a. tiroid inferior.
Saluran limfa di laring menyalurkan limfa ke kelenjar limfa regional di leher
melalui v. jugularis interna. Daerah supragloris kaya akan saluran limfa,
sebaliknya pada pita suara sangat kurang. (Padersen, 2009)
2.2 Stomatognathi
2.2.1 Pengertian Stomatognathi
Sistem stomatognathi adalah unit fungisional dari tubuh dimana jaringan
asal yang berbeda dan berbagai struktur bertindak harmonis, melaksanakan
beragam fungsional tugas. Sistem ini terdiri dari tulang komponen (maxilla dan
mandibula), lengkungan gigi, jaringan lunak, Sendi temporomandibular joint dan
otot (Kondo and Aoba, 1999).
Struktur tersebut saling berhubungan dan terkait ketika aktif, yang
bertujuan untuk mencapai kemaksimalan efisiensi dengan perlindungan dari
semua jaringan yang terlibat. (Motoyoshi et al, 2002)
2.2.2 Komponen Stomatognathi
Kontak Gigi Geligi
Oklusi adalah kontak gigi geligi yang diakibatkan oleh control
neuromuskuler terhadap sistem mastikasi (otot-otot, sendi temporomandibula dan
periodonsium). Dari sudut pandang fungsional, normal dan abnormalnya suatu
oklusi seseorang di tentukan dari caranya berfungsi dan dari efeknya terhadap
periodonsium, otot-otot dan sendi temporomandibula. Oklusi tidak ditentukan dari
susunan gigi geligi dalam rahang atau hubungan antara rahang atas dengan rahang
bawah (Andriyani, 2001).
Susunan gigi geligi yang lengkap pada oklusi sangat penting, karena
menghasilkan proses pencernaan makanan yang baik, dimana dengan
penghancuran makanan oleh gigi geligi sebelum penelanan akan membantu
pemeliharaan kesehatan gigi yang baik. Oklusi yang baik dan penggantian gigi
yang hilang dengan gigi tiruan, akan menjaga estetis dan kesehatan rongga mulut.
Larsen (1957) juga mengemukakan bahwa dengan mengunyah dan memberikan
latihan untuk otot-otot dalam mempertahankan fungsi dan kesehatan jaringan
periodontal (Andriyani, 2001).
Jankelson, Hoffman dan Hendron (1957) mengadakan penelitian mengenai
kontak gigi geligi selama pemotongan, proses pengunyahan dan pencernaan
makanan. Pada saat makanan yang berkonsentrasi keras dipotong, gigi insicivus
menutup dalam hubungna edge to edge tetapi tidak pada posisi kontak yang
sebenarnya. Mandibula bergerak ke depan sampai makanan berkontak dengan
gigi, sebagai tanda dimulainya proses pemotongan makanan, setelah itu
mandibula retrusi. Retrusi mandibula berhenti ketika resistensi terhadap
pemotongan makanan dijumpai. Pada saat gigi rahang bawah menekan makanan,
tegangan otot akan meningkat dan pergerakan gigi akan berubah dalam bentuk
gerakan beraturan yang terus-menerus. Makanan yang telah dipotong oleh gigi
anterior kemudian dihancurkan atau digiling dengan gigi posterior. Dengan
demikian gigi incisivus berada dalam hubungan edge to edge selama pemotongan
makanan (Andriyani, 2001).
Gigi dan jaringan periodontal
Gigi juga merupakan salah satu komponen pendukung dalam sistem
stomatognatik. Fungsi gigi dalam sisitem stomatognatik adalah:
Fungsi dari gigi bervariasi, tergantung pada bentuknya dan lokasinya pada
rahang. Dapat digunakan untuk memotong, mengiris dan menghaluskan
bahan bahan makanan pada saat pengunyahan. (Insisivus: cutting tooth,
cuspid: tearing tooth, bicuspid: grasping tooth, molar: grinding tooth)
Untuk memeperthankan jaringan penyanggah, supaya tetap dalam kondisi
yang baik.
Membantu dalam perkembangan dan perlindungan dari jaringan jaringan
yang menyanggahnya/ jaringan jaringan penananmnya.
Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal merupakan jaringan penyangga gigi yang terdiri dari
ginggiva, ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum
Menurut Bakar, Secara anatomis jaringan periodontal terdiri dari:
a. Ginggiva
Ginggiva adalah bagian dari mukosa mulut yang menutupi prosesus
alveolaris dari rahang dan mengelilingi leher gigi.
Ginggiva terdiri dari free gingiva (gusi bebas) dan attached gingiva (gusi
cekat). Gingiva tersusun dari mukosa yang sangat rapat disebut
masticatory mucosa, yang mengandung epitelial tebal dan sel berkeratin.
Mukosa masticatory beguna untuk menahan trauma dan dalam
pengunyahan makanan.
b. Ligamen periodontal
Ligamen periodontal merupakan jaringan ikat yang mengelilingi akar gigi
dan menghubungkan dengan tulang alveolar. Elemen yang paling penting
dari ligamen periodontal adalah principal fibers, yang berbahan kolagen.
Fungi Fisik (physical Function) dari ligamen periodontal adalah:
Sebagai pelindung jaringan lunak, yaitu untuk menjaga pembuluh
darah dan saraf dari luka yang dikarenakan oleh kekuatan mekanis.
Untuk meneruskan gaya di oklusal ke tulang
Sebagai pemelihara jaringan ginggiva pada hubungannya dengan gigi
Sebagai pertahanan terhadap pengaruh gaya oklusal (shock
absorption).
Fungsi formatif dan renodeling
Sel yang terdapat pada ligamen periodontal berpartipasi dalam
formasi dan resorpsi sementum dan tulang, pada saat pergerakan gigi yang
vormal, untuk mengakomodasi gaya oklusal yang diberikan, dalam
perbaikan luka (injury)
Fungsi nutrisi dan sensory
Ligamen periodontal menyuplai nutrisi untuk sementum, tulang,
dan gusi melalui pembuluh darah dan juga terdapat drainase limfe.
Ligamen periodontal juga disuplai olehserat serat saraf sensory yang dapat
menghantarkan sensasi sakit, tekanan dan perubahan (tactile) jalur
trigeminal.
c. Tulang Alveolar
Tulang alveolar bersifat tipis yang menutupi tulang padat yang
mengelilingi gigi. Prosesus alveolaris merupakan bagian dari maksila dan
mandibula yang membentuk dan menyokong soket gigi (alveoli) yang
tepat. Terbentuk pada saat bererupsi untuk menyediakan tempat perlekatan
ligamen periodontal.
d. Sementum
Sementum adalah substansi seperti tulang yang menutupi akar, walaupun
akar tidak sepenuhnya tertutup oleh sementum, kekosongannya akan diisi
oleh sebagian kecil dentin. Sementum merupakan bagian dari jaringan gigi
dan termasuk juga bagian dari jaringan periodontium karena
menghubungkan gigi dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat
di selaput periodontal sehingga fungsi utama dari sementum adalah
sebagai media untuk perlekatan gigi dengan tulang alveolar. (Anonim,
2010).
Kelenjar Ludah/ Saliva
Sejak erupsi, elemen gigi-geligi langsung berhubungan dengan
ludah. Pada gigi yang telah dibersihkan dalam beberapa menit akan
melekat protein ludah pada email gigi, yang disebut “acquired pellicle”
atau secara singkat pelikel. Setelah beberapa jam bakteri-bakteri pertama
berkolonisasi pada elemen gigi-geligi dengan mengikatkan diri pada
protein pelikel. Dengan demikian akan terjadi pembentukan plak.
Kepentingan ludah bagi kesehatan mulut terutama bila terjadi gangguan
sekresi (pengeluaran ludah). Sekresi ludah yang menurun akan
menyebabkan kesukaran berbicara ,mengunyah dan menelan. Ternyata
ludah adalah faktor penting dalam pencegahan karies, kelaian periodontal
dan gambaran penyakit mulut lainnya (Amerongen, 1991).
Fungsi Saliva
Menurut Sloane, 2003 ada beberapa fungsi dari saliva, diantaranya adalah:
a. Saliva melarutkan makanan secara kimia untuk pengecapan rasa.
b. Saliva melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat di telan.
c. Amilase pada saliva mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan
maltosa.
d. Zat buangan seperti asam urat dan urea, serta berbagai zat lain seperti
obat, virus dan logam, diekresi ke dalam saliva.
e. Zat anti bakteri dan antibodi dalam saliva berfungsi untuk
membersihkan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral
serta mencegah kerusakan gigi.
Sendi Temporomandibular
Sendi temporomandibular (TMJ) merupakan sendi sinovial yang
menghubungkan mandibula dengan tulang temporal pada posisi yang tepat. Pada
posisi normal, kondilus mandibula berada tepat pada fossa glenoidea tulang
temporal. Tulang cartilago (articilar disc) merupakan bantalan yang berada di
antara kondilus dan fossa glenoidea yang memungkinkan mandibula bergerak
tanpa menimbulkan rasa sakit. TMJ didukung oleh beberapa struktur, antara lain
struktur tulang, ligamen, muskulus, dan saraf.
Fungsi Normal TMJ
Ketika mulut membuka, terdapat dua gerakan pada sendi. Gerakan
pertama adalah rotasi yang mengelilingi sumbu horisontal pada kepala kondil.
Gerakan kedua adalah translasi. Kondil dan meniskus bergerak ke depan bersama
di bawah eminensia artikularis. Pada posisi mulut menutup, bagian posterior
meniskus yang tebal dengan segara mengambil tempat di bawah kondil. Ketika
kondil bertranslasi ke depan, daerah tengah yang lebih tipis dari meniskus menjadi
daerah permukaan artikulasi antara kondil dan eminensia artikularis. Ketika mulut
membuka penuh, kondil berada di bawah daerah anterior meniskus.
Lidah
Lidah adalah alat indera yang berfungsi untuk merasakan rangsangan rasa
dari benda-benda yang masuk ke dalam mulut kita. Lidah dapat merespon
berbagai jenis dan macam rasa seperti rasa manis, rasa pahit, rasa asam dan rasa
asin. Kita dapat menikmati makanan dan minuman karena adanya indra pengecap
ini. Bagian lidah yang depan berguna untuk merasakan rasa asin, bagian yang
sebelah samping untuk rasa asam, bagian tepi depan berfungsi untuk merasakan
rasa manis dan bagian lidah yang belakang untuk rasa pahit.
Lidah berfungsi sebagai indera pengecap. Indera pengecap tersebut
terletak pada bagian permukaan atas terbagi menjadi beberapa daerah yang peka
terhadap rasa yang berbeda-beda (manis, pahit, asin dan masam). Permukaan lidah
juga dapat merasakan panas, dingin, kasar, halus dan nyeri.
Fungsi lidah :
1. Untuk mengatur makanan di dalam mulut agar tercampur dg air liur dan
terkunyah dengan baik.
2. Membantu menelan makanan.
3. Membantu mengucapkan kata-kata.
2.2.3 Mekanisme Menelan, Mengunyah dan Bicara
A. Menelan
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses
memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food
into the body through the mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik
dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut
ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut
disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut
sampai ke lambung.
NEUROFISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
Fase Oral
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk
menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk
ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.
Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Mandibula
Bibir
Mulut & pipi
Lidah
n. V.2 (maksilaris)
n. V.2 (maksilaris)
n.V.2 (maksilaris)
n.V.3 (lingualis)
N.V : m. Temporalis, m. maseter,
m. pterigoid
n. VII : m.orbikularis oris, m.
zigomatikum, m.levator labius
oris, m.depresor labius oris, m.
levator anguli oris, m. depressor
anguli oris
n.VII: m. mentalis, m. risorius,
m.businator
n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera
terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah.
Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian
anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga
bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior
faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas
akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Bibir
Mulut & pipi
Lidah
Uvula
n. V.2 (mandibularis), n.V.3
(lingualis)
n. V.2 (mandibularis)
n.V.3 (lingualis)
n.V.2 (mandibularis)
n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
labius oris, m. depressor labius,
m.mentalis
n.VII: m.zigomatikus,levator anguli
oris, m.depressor anguli oris,
m.risorius. m.businator
n.IX,X,XI : m.palatoglosus
n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII
sebagai serabut efferen (motorik).
Fase Faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula
tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor
faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,
n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi
m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.
Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ Afferen Efferen
Lidah
Palatum
Hyoid
Nasofaring
Faring
Laring
n.V.3
n.V.2, n.V.3
n.Laringeus superior
cab internus (n.X)
n.X
n.X
n.rekuren (n.X)
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
n.V :m.tensor veli palatini
n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,
m.konstriktor faring sup, m.konstriktor
ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
n.IX :m.stilofaring
Esofagus
n.X
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai
serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu
pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus
menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga
lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi
dari m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus
terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas
dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot
longitudinal esofagus bagian superior.
Fase Esofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan
turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara
teratur menuju ke distal esofagus.
PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap:
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam
orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak
(kedua sisi) pada trunkus solitarius di bagian Dorsal (berfungsi utuk
mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg
berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg
berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah
B. Mengunyah (mastikasi)
Mastikasi adalah suatu kompleksitas dari neuromuskular dengan
bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah, bersama-sama dengan
temporomandibular, lidah, Sircumoral muskular, otot-otot mastikasi, dan
gigi. Pemakaian kata fungsi mastikasi yang tepat dalam literatur-
literatur sangat kurang bahkan ‘fungsi mastikasi’ sering digantikan dengan
kata ‘kemampuan mengunyah’, ‘efisiensi mengunyah’, atau ‘performans
mengunyah’. Carlson mendefinisikan kemampuan mengunyah sebagai
suatu kemampuan individu itu sendiri dalam menilai fungsi mastikasi
mereka. Bates et al mendefinisikan performans mastikasi sebagai suatu
ukuran partikel distribusi makanan pada saat dikunyah.
Adapun fungsi mastikasi adalah memotong dan menggiling
makanan, membantu mencerna sellulosa, memperluas permukaan,
merangsang sekresi saliva, mencampur makanan – saliva, melindungi
mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut.
Proses Mastikasi
Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua
rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari
penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh
struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan
menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah berfungsi mencegah
tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan kunyah,
membantu mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang
halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses bicara
dan membantu proses menelan.
Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1.0 – 1.5
liter/hari, pH 6 – 7.4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan
makanan, menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan,
melembabkan mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi
beberapa stadium antara lain stadium volunter dimana makanan diletakkan
diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu
masuk ke pharynx, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan.
Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke pharynx
dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks antara lain terjadi
gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor pharynx sehingga nafas
berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 – 2 detik dan tidak dipengaruhi oleh
kemauan. Kemudian pada stadium oesophangeal terjadi gelombang
peristaltik primer yang merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik
pharynx dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding
oesophagus sendiri. Proses ini sekitar 5 – 10 detik dan tidak dipengaruhi
oleh kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan.
(Thompson, 2007).
C. BerbicaraSuara bisa ditimbulkan karena adanya pita suara yang berbentuk seperti
lipatan sepanjang dinding lateral laring yang diatur posisinya oleh otot khusus
dalam batas laring.
Gerakan pita suara bergerak ke arah lateral. Getaran ini terjadi apabila pita suara
satu sama lain berdekatan dan dihembuskan udara. Tekanan udara mendorong pita
suara sampai terpisah satu sama lain. Kemudian aliran udara masuk dengan cepat
di celah-celah pita suara sehingga menciptakan suatu ruangan hampa. Parsial
diantara pita suara yang menarik mendekati satu sama lain dan menghentikan
aliran udara. Pita suara terbuka sekali lagi dan meneruskan suatu pola getaran.
Dalam proses bicara atau fonasi terdapat dua bagian besar yaitu artikulasi dan
resinansi.
1. Artikulasi
Dalam hal ini ada organ –organ uang berperan yaitu bibir, lidah dan palatum. Oto-
otot pada organ ini akan membantu dalam proses pengucapan atau artikulasi.
- Otot-otot pada lidah
a. M. Genioglosus
b. M. Hipoglosus
c. M. Chondroglossus
d. M. Stiloglosus
e. M. Palatoglosus
f. M. Longitudinal superior
g. M. Longitudinal inferior
- Otot-otot pada palatum
a. M. Uvula
b. M. Levatior veli palatini
c. M. Tensor palatini
2. Resonansi
Organ yang berpan di resonansi ini yaitu mulut, hidung, laring dan rongga dada.
Dibantu otot-otot pada organ ini membuat getaran yang masuk pada dinding
lateral faring bisa menghasilakn suara.
Otot-otot pada laring
- M. Krikotiroideus
- M. Krikotenoideus
- M. Krikotenoideus lateral
- M. Aritenoideus transversus
- M. Aritenoideus pbligues
- M. Vokalis
- M. Ariepiglotikus
- M. Tyroaritenoideus
- M. Tyroepiglotikus
2.2.4 Gangguan pada Stomatognathi
Penelanan Abnormal (Disfagia)
Penelanan abnormal atau yang sering disebut dengan disfagia yaitu keadaan
dimana pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan
ada dua tahap pertama yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan
dan tahap mengawali refleks menelan makanan . disfagia yang terjadi setelah
tahap mengawali refleks menelan biasanya disebabkan oleh kelainan
neuromuskular dan jarang terjadi, hal ini adanya lesi didalam laringofari dan
esophagus (Andriyani, 2001).
Beberapa penyebab lain terjadinya disfagia antara lain pernha dilaporkan
oleh gankroger (1993), yaitu disfagia karena trauma akut benda asing yang masuk
kedalam faring dan menyebabkan spasma dan abses pada otot-otot faring dan
laring, disertai rasa sakit yang hebat sehingga penderita mengalami kesulitan
menelan makanan. Schlie-phake dan kawan-kawan (1998) juga melaporkan
bahwa pasien yang mmengalami operasi pengambilan karsinoma sel skuamosa
didasar mulut, akan mengalami kesulitan dalam menggerakan lidah karena
perubahan bentuk otot-otot lidah, selain itu juga akan mengalami perubahan
kualitas suara yaitu suara akan terdengar lebih besar dan lebih berat (Andriyani,
2001).
Bruxism
Bruxism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan atau
mengertakkan gigi geligi serta menekan kuat gigi geligi tanpa fungsi. Keadaan ini
sering terjadi dalam keadaan tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat
sedang tidur. Keadaan ini menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capek pada
otot saat bangun pagi, rahang terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit
pada daerah sendi rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, lidah atau
bibir.selain itu gigi akan cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan
dan penelanan makanan (Andriyani, 2001).
Bruxism bisa juga disebabkan oleh karena emosi atau stres dan kontak gigi
geligi yang prematur atau bad bite. Pada pasien dengan keadaan seperti ini, otot-
otot pengunyahan akan bersifat protektif menjauhi kontak prematur selama proses
menelan. Hal ini akan menyebabkan oto tegang dan akhirnya menjadi sakit.
Perwatan bruksim dilakukan dengan berbagai cara seperti mengasah permukaan
okklusal gigi geligi dan perwatan dengan memakai alat splint. Dianjurkan untuk
mengasah permukaan gigi karena tonus otot yang tinggi waktu mengkerot-
kerotkan gigi akan mempersukar penemuan oklusi yang benar (Andriyani, 2001).
Tersedak
Tersedak menyebabkan tersumbatnya saluran pernafasan disekitar
tenggorokan (laring) / saluran pernafasan (trakea). Aliran udara menuju paru-paru
pun terhambat sehingga aliran darah yang menuju ke otak dan organ tubuh lain
terputus (Carpenita, 2009).
Tersedak adalah masuknya benda asing ke arah paru-paru , tersumbatnya
trakea seseorang oleh benda asing dan masuknya benda lain ke dalam
kerongkongan (Carpenita, 2009).
Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah,
darah atau cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat.
Tersedak juga bisa terjadi jika adaya benda asing disaluran nafas yang
menghalangi udara masuk keparu-paru. Tersedak mungkin disebabkan oleh
kelainan otot-otot volunter dalam proses menelan khususnya pada klien dengan
penyakit-penyakit (otot rangka) atau persarafan yaitu penderita adermatomiiositis,
miastenia grafis, distrofi otot, polio, kelumpuhan pseudobular dan kelainan otak
dan sum-sum tulang belakang seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral
amiotropik. Tersedak merupakan salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi
bila ada problem dari bagian proses menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau
lidah yang menyebabkan kesukaran untuk memindahkan makanan ke sekeliling
mulut untuk dikunyah. Makan yang ukurannya sangat besar utuk ditelan akan
masuk ke tenggorokkan dan menutup jalan nafas. Kedua, karena ketidak
mampuan untuk memulai reflek menelan yang merupakan suatu rangsangan
sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat melewati faring dengan aman,
seperti adanya gangguan stroke, atau gangguan syaraf lain sehingga terjadi
ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat memindahkan
makanan-makan dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot faring
sehingga terjadi ketidak mampuan memindahkan keseluruhan makan ke lambung
akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau tertarik kedalam saluran nafas
(trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad, 2008).
Tersedak biasanya terjadi karena makanan yang kurang dikunyah dengan
baik “memasuki saluran yang salah”. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, bisa
berakibat fatal (Arsyad, 2008).
Tersedak menyebabkan tersumbatnya saluran pernapasan di sekitar
tenggorokan (laring) atau saluran pernapasan (trakea). Aliran udara menuju paru-
paru pun terhambat sehingga aliran darah yang menuju otak dan organ tubuh lain
terputus. Karena itu perlu dilakukan tindakan pertama yang efektif untuk
menyelamatkan nyawa dengan tindakan Heimlich (Arsyad, 2008).