Upload
artharini-hutami
View
157
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BAB II_PENGARUH KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PERUSAHAAN ARTHARINI
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Laba dan Pertumbuhan Laba
1. Pengertian dan Karakteristik Laba
Tiap perusahaan memiliki tujuan untuk memaksimumkan
penerimaan laba. Laba merupakan hasil kelebihan dari pendapatan yang
diperoleh selama tahun berjalan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan yang berkaitan dengan menghasikan pendapatan tersebut.
Menurut Sofyan S. Harahap (2008:241), laba merupakan kelebihan
(defisit) penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi. FASB
Statement (Harahap, 2008:241) menyatakan bahwa laba akuntansi sebagai
perubahan dalam ekuitas dari suatu entitas selama satu periode tertentu yang
diakibatkan oleh transaksi dan kejadian atau peristiwa yang berasal bukan
dari pemilik.
Menurut Harahap (2008:296), laba merupakan suatu informasi
penting yang disajikan dengan angka dalam suatu laporan keuangan karena:
sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima negara, menghitung
deviden yang akan dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan di dalam
perusahaan, menjadi pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan
9
10
investasi, menjadi dasar peramalan laba dan kejadian ekonomi di masa
mendatang, menjadi dasar perhitungan dan penilaian efisiensi, menilai
prestasi atau kinerja perusahaan, serta sebagai perhitungan untuk membayar
zakat. Laba yang stabil lebih diminati oleh para investor, karena pada saat
laba stabil menandakan bahwa perusahaan dapat memaksimumkan
pendapatan dan melakukan efisiensi biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan.
Karakteristik laba menurut Belkauli (dalam buku Harahap, 2008:305)
adalah sebagai berikut:
a. Laba didasarkan pada transaksi-transaksi yang benar-benar terjadi, yang
timbul dari hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.
b. Laba didasarkan pada postulat periodisasi yang merupakan prestasi
perusahaan di periode tertentu.
c. Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan batasan
tersendiri mengenai definisi, pengukuran, serta pengakuan pendapatan.
d. Laba memerlukan perhitungan terhadap biaya,dalam bentuk biaya historis
yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil tertentu.
e. Laba didasarkan pada prinsip perbandingan antara pendapatan dan biaya.
11
2. Pertumbuhan Laba
Bagi tiap perusahaan, kenikan tingkat laba yang stabil sangat
diinginkan oleh manajemen karena merupakan suatu indikator dalam
menentukan baik tidaknya suatu perusahaan dalam memaksimalkan faktor
produksinya. Para pemegang saham pun menyukai kenaikan laba yang stabil
daripada laba yang berfluktuasi.
Perbandingan antara pendapatan dan biaya tergambar di dalam
laporan laba komprehensif. Perusahaan akan memaksimumkan pendapatan
dan mengefisiensi pengeluaran biaya agar dapat menghasilkan laba yang
maksimal karena penilaian perusahaan dinilai dari kinerja perusahaan yang
menghasilkan laba yang terus dapat tumbuh tiap periodenya.
Pertumbuhan laba dihitung dari laba periode sekarang dikurang
dengan laba tahun sebelumnya dibagi dengan laba tahun sebelumnya.
∆ Y ¿=Y ¿−Y ¿−1
Y ¿−1
Di mana : ΔYit = pertumbuhan laba pada periode tertentu
Yit = laba perusahaan i pada periode t
Yit-1 = laba perusahaan i pada periode t-1
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba
menurut Angkoso (2006), antara lain:
12
a. Besarnya perusahaan
Semakin besar suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat
pertumbuhan laba yang diharapkan.
b. Umur perusahaan
Perusahaan yang baru berdiri masih kurang memiliki pengalaman
dalam meningkatkan laba sehingga ketepatannya masih rendah.
c. Tingkat leverage
Apabila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka
manajemen cenderung untuk memanipulasi laba sehingga dapat
mengurangi tingkat ketepatan pertumbuhan laba.
d. Tingkat penjualan
Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi memicu peningkatan
penjualan yang tinggi di tahun berikutnya maka semakin tinggi pula
pertumbuhan laba yang diharapkan.
e. Perubahan laba masa lalu
Semakin besar perubahan laba di masa lalu maka semakin tidak pasti
laba yang akan diperoleh di masa mendatang.
Tiap perusahaan menginginkan pertumbuhan laba yang stabil. Kenaikan
pada margin laba akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
dana internal. Menurut Stephan A. Ross, Radolph W. Westerfield, dan Bradford
13
D.Jordan (2009:152) salah satu faktor kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan pertumbuhan secara eksplisit yaitu kebijakan deviden karena
penurunan persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai deviden akan
meningkatkan rasio retensi. Hal ini dapat meningkatkan ekuitas yang dihasilkan
secara internal sehingga mengakibatkan pertumbuhan laba meningkat.
B. Ruang Lingkup Deviden Perusahaan
Kebijakan deviden yang optimal sebuah perusahaan harus mencapai
sebuah keseimbangan di antara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa depan
sehingga dapat memaksimalkan harga saham.
Salah satu alasan investor lebih menyukai pembayaran deviden rendah
daripada pembayaran deviden yang tinggi pada teori preferensi pajak adalah
pertumbuhan laba mungkin akan mengarah pada kenaikan harga saham, dan pada
akhirnya keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan deviden
yang pajaknya lebih tinggi.
1. Pengertian Kebijakan Deviden
Kebijakan deviden bagi seorang manajer di sebuah perusahaan
merupakan salah satu fungsi utama dalam membuat suatu kebijakan
14
mengenai keputusan keuangan perusahaan. Berikut ini adalah beberapa
definisi dari kebijakan deviden menurut para ahli, yaitu:
Menurut Sheridan Titman, Arthur J. Keown, dan Jhon D. Martin
(2011:537):
“A firm’s dividend policy determines how much cash it will distribute
to it’s shareholders and when these distribution will be made”. (Kebijakan
dividen suatu perusahaan menentukan berapa banyak kas yang akan
dibagikan kepada pemegang saham itu dan ketika pembagian ini akan
diberikan).
Menurut Weston dan Copeland (1997:657):
“Dividend policy determines the divisions of earning between payment
to stockholder and reinvestment in the firm. Retained earning are one of the
most significant sources of funds for financing cooperate growth, but
dividend constitute the cash flows thatoccure to stockholder”. (Kebijakan
deviden menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang
saham dan investasi kembali perusahaan. Saldo laba merupakan salah satu
sumber dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan sebuah
perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas yang disisihkan untuk
pemegang saham).
Dalam kamus istilah Pasar Modal ditulis bahwa :
15
“Deviden adalah bagian keuntungan perusahaan yang diberikan
kepada pemegang saham”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan deviden
merupakan suatu kebijakan yang menetapkan bagian dari laba bersih yang
akan dibagikan kepada para pemegang saham sebagai deviden dan seberapa
besar dari laba bersih yang akan ditanamkan kembali untuk reinvestasi
dalam bentuk laba.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden
Terdapat beberapa faktor kebijakan deviden untuk menentukan
seberapa besar deviden yang dibagikan kepada para investor. Menurut
Weston dan Copeland, faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang
Undang-undang menetapkan bahwa deviden harus dibayar dari
laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu laba ditahan di
dalam neraca.
b. Proses Likuiditas
Perusahaan dalam menjalankan usaha, laba ditahan biasanya
diinvestasikan dalam bentuk aktiva untuk memaksimalkan faktor
16
produksinya, namun tidak disimpan dalam bentuk kas. Kondisi tersebut
membuat perusahaan mungkin tidak dapat membayar tunai deviden
meskipun memiliki catatan atas laba yang diperoleh.
c. Kebutuhan untuk Melunasi Hutang
Perusahaan yang memilih hutang untuk membiayai ekspansi
berkeputusan untuk membayar hutang tersebut, maka akan dilakukan
penahanan laba sehingga deviden yang dibagikan menjadi lebih kecil.
d. Pembatasan dalam Perjanjian Hutang
Perjanjian hutang, khususnya apabila merupakan hutang jangka
panjang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar
deviden tunai. Larangan yang dibuat untuk melindungi kedudukan
pemberi pinjaman menyatakan bahwa :
(1) Deviden di masa yang akan datang hanya dapat dibayarkan dari laba
yang diperoleh sesudah penandatanganan perjanjian hutang, sehingga
tidak dapat dibayarkan dari laba tahun sebelumnya.
(2) Deviden tidak dapat dibayarkan apabila modal bersih berada di suatu
jumlah yang telah ditentukan.
e. Tingkat ekspansi Aktiva
17
Semakin cepat pertumbuhan suatu perusahaan berkembang,
maka semakin besar kebutuhan untuk membiayai ekspansi aktivanya,
sehingga perusahaan akan cenderung untuk menahan laba daripada
membayarkannya.
f. Tingkat laba dan Stabilitasi Laba
Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan
pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk deviden
kepada pemegang saham atau digunakan di dalam perusahaan tersebut.
Suatu perusahaan yang memiliki laba stabil seringkali dapat
memperkirakan berapa besar laba di masa yang akan datang sehingga
cenderung membayar deviden dengan persentase lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki laba stabil.
g. Peluang ke Pasar Modal
Kemampuan perusahaan untuk menaikkan modal atau dana
pinjaman dari pasar modal akan terbatas, dan perusahaan seperti ini
akan lebih banyak menahan laba untuk membiayai operasionalnya.
h. Posisi Pemegang Saham Sebagai Pembayar Pajak
Posisi pemilik perusahaan sebagai pembayar pajak sangat
mempengaruhi keinginan untuk memperoleh deviden.
i. Pajak atas Laba yang Diakumulasi Secara Salah
18
Untuk mencegah pemegang saham hanya menggunakan
perusahaan sebagai suatu “perusahaan penyimpan uang” yang dapat
digunakan untuk menghindari tarif penghasilan pribadi yang tinggi,
peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan
khusus terhadap penghasilan yang diakumulasikan secara tidak benar.
3. Jenis-Jenis Kebijakan Deviden
Secara umum ada tiga dasar dari kebijakan deviden (Dewi Astuti,
2004:146), yaitu:
a. Kebijakan deviden dengan presentase tetap pembayaran deviden tunai
Kebijkan ini dikenal dengan nama constan – payout – ratio
dividend policy. Rumus dividend – payout – ratio policy atau DPR yaitu:
DPR= Deviden tunai per lembar sa h amlaba per lembar sah am
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan tergantung kepada laba
per lembar saham dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
untuk dibagikan berupa deviden. Oleh karena iu, perusahaan kurang
dapat memperkirakan pembagian deviden yang akan dilakukan tiap
periode. Jumlah pembayaran deviden dengan persentase tetap EPS akan
mempengaruhi besarnya posisi harga saham.
b. Kebijakan deviden biasa (Regular Dividend Policy)
19
Perusahaan membayar deviden per lembar saham dalam jumlah
rupiah yang tetap tiap periode. Kebijakan ini meniadakan keraguan
pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan masih
dalam keadaan yang baik dan lancar.
c. Kebijakan deviden rendah plus ekstra (Low Regular and Extra Dividend
Policy)
Pada kebijakan ini, perusahaan membayar rutin deviden tunai
tiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah. Jika perusahaan dalam
keadaan baik, maka perusahaan dapat membayarkan deviden ekstra
kepada pemegang saham. Hal ini akan menentramkan perusahaan karena
laba yang akan dibagikan rendah dan memberi rasa aman kepada
pemegang saham karena akan merasakan kepastian dalam pembayaran
deviden.
4. Kebijakan Deviden pada Perusahaan BUMN
Perusahaan milik negara atau yang disebut dengan BUMN dimiliki
dan dikelola oleh pemerintah untuk memberikan sumbangan kepada
perekonomian nasional pada umumnya dan memperoleh keuntungan sebagai
salah satu pendapatan negara pada khususnya sesuai dengan UU no 19 tahun
2003 tentang BUMN. Pendapatan utama negara berasal dari pajak dan
20
pendapatan lain selain pajak. Sumbangan BUMN kepada negara salah
satunya dalam bentuk deviden dan masuk ke dalam Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP). Pembayaran deviden dilakukan jika perusahaan tidak
memiliki kerugian, dan atau memiliki akumulasi rugi tahun sebelumnya.
Pembagian deviden kepada negara cukup memberatkan perusahaan
BUMN karena akan memperkecil laba ditahan, sehingga perusahaan kurang
berinovasi dan menghambat pertumbuhan laba. Pertimbangan utama
pemerintah dan DPR adalah untuk optimalisasi PNBP terkadang kurang
sejalan dengan upaya BUMN dalam menciptakan pertumbuhan laba.
Penetapan pembayaran deviden dalam penerimaan APBN ditetapkan oleh
pemerintah dan DPR tidak hanya melihat besar kecilnya deviden, melainkan
juga memperhitungkan besarnya modal ditahan untuk pertumbuhan
perusahaan.
C. Gambaran Umum Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari proses pencatatan dan
transaksi-transaksi yang terjadi selama satu periode akuntansi atau selama satu
tahun buku. Menurut Standar Akuntansi Keuangan No.1 (revisi 2009), laporan
keuangan merupakan laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Tujuan Laporan KeuanganAPBN No.4
Tujuan KhususMenyajikan Laporan
Posisi KeuanganHasil usaha
Perubahan posisi keuangan secarawajar
Karakteristik KualitatifRelevance
UnderstandabilityVerifiabilityNeutralityTimeliness
Comparabilitycompleteness
Tujuan UmumMemberikan informasi
Sumber EkonomiKewajiban
Kekayaan bersihProyeksi laba
Perubahan harta dan kewajiban
Informasi relevan
Laporan Keuangan
21
Tujuan dari laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan no.1
(revisi 2009) adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga
menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka.
Laporan keuangan dapat dinilai baik jika dapat memenuhi beberapa
karakterisik kualitatif laporan keuangan. Karakteristik kualitatif ini yang
merupakan ciri khas yang dapat menjadikan laporan keuangan berguna bagi
pemakai.
Gambar 2.1Tujuan dan Karakteristik Laporan Keuangan
22
Diolah dari Sumber: Sofyan S. Harahap, Teori Akuntansi Ed. Revisi
Laporan keuangan perusahaan menggambarkan hasil aktivitas manajemen
sebuah perusahaan dalam mengelola sumber daya yang ada. Menurut Standar
Akuntansi Keuangan No.1 (revisi 2009) Laporan keuangan yang lengkap adalah
laporan yang terdiri dari:
a. Laporan Posisi Keuangan
Laporan ini mengambarkan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu.
b. Laba Komprehensif
Laporan laba komprehensif menggambarkan kinerja perusahaan dalam
bentuk pendapatan dan beban perusahaan pada periode tertentu.
c. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan ini menunjukkan penyebab perubahan modal pada awal tahun
menjadi modal pada akhir tahun.
d. Laporan Perubahan Posisi Keuangan Arus Kas
Laporan ini menujukkan arus kas dana dan perubhan posisi keuangan selama
periode tertentu.
e. Laporan posisi Keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika
entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau
membuat penyajian kembali pos-pos dalam laporan keuangannya.
23
Laporan keuangan berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam
mengambil sebuah keputusan. Pengguna laporan keuangan terdiri dari pengguna
internal dan eksternal. Pengguna internal perusahaan yaitu pemilik perusahaan
atau pemegang saham, manajemen perusahaan, dan karyawan. Sedangkan
pengguna laporan keuangan dari eksternal yaitu kreditur, pemerintah, analis,
akademis, dan pusat data bisnis.
D. Karakteristik Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI
Kata manufaktur berasal dari bahasa latin manus factus yang artinya
dibuat dengan tangan. Manufaktur merupakan proses mengubah bahan baku
menjadi barang jadi yang siap digunakan atau dijual kepada masyarakat.
Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang kegiatannya membeli bahan
baku dan diolah menjadi barang jadi yang dijual di perusahaan.
Karakteristik dari perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut:
1. Produk yang dihasilkan berwujud dan dapat dilihat dengan kasat mata.
2. Konsumen tidak memiliki peran dalam proses produksi sebuah perusahaan
manufaktur.
3. Konsumen dapat menilai suatu produk saat belum menggunakan produk
tersebut atau setelah menggunakan produk tersebut.
24
4. Proses penyampaian kepada konsumen bisa dilakukan tanpa memerlukan
kontak fisik.
5. Produsen memiliki kewenangan mutlak untuk menyediakan jumlah barang
di pasaran.
E. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat dihubungkan dengan
variabel-variabel independen. Diantaranya penelitian Ou (1990) yang berjudul
“The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as arnings
Predictors” dengan metode penelitian Logit Model yang menyertakan sampel 637
perusahaan di Amerika sejak tahun 1978-1983. Variabel penelitian yang
digunakan adalah inventory to total assets (GWINVN), net sales to total assets
(GWSALE), dividend per share (CHGDPS), depresiation expense (GWDEP),
capital expenditure to total asset (GWCPX1), GWCPX1: with one year lag
(GWCPX2), income before extraordinary item (ROR), relative to the previous
year's ROR (ROR). Variabel dependennya merupakan pertumbuhan laba. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya ROR & GWSALE yang
berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba, dan variabel lainnya
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba, salah satunya adalah CHGDPS
(dividend per share).
25
Asyik dan Soelistyo (2000) meneliti tentang “Kemampuan Rasio
Keuangan dalam Memprediksi Laba” selama periode 1995-1996 pada 50
perusahaan manufaktur yang terdaftardi BEJ. Variabel independen yang
digunakan di dalam penelitian ini berjumlah 21 rasio keuangan dan variabel
dependennya pertumbuhan laba. Dari hasil discriminant analysis ini menyatakan
bahwa hanya terdapat lima rasio yang signifikan berpengaruh terhadap
pertumbuhan laba. Sales to Total Asset (S/TA), Long Term Debt to Total Asset
(LTD/TA), Net Income to Sales (NI/S) yang berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan laba. Sedangkan Dividend to Net Income (DIV/NI) dan
Plant&Equipment to Total Uses (INPPE/TU) berpengaruh negatif signifikan
terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan.
Pada penelitian Epri (2007) yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan
Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba” pada 42 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dari tahun 2001-2005 dengan menggunakan metode Analisis
Regresi Berganda. Variabel yang digunakan yaitu Working Capital to Total Asset
(WCTA), Current Liabilities to Inventory (CLI), Operating Income to Total Asset
(OITL), Total Asset Turnover (TAT),Net profit margin (NPM),dan Gross profit
margin (GPM). Serta variabel dependennya adalah pertumbuhan laba. Dari hasil
analisis regresi berganda yang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
26
pertumbuhan laba yaitu TAT, NPM, dan GPM. Sedangkan WCTA, CLI, OITL
tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba tahun berikutnya.
Mahfoedz (1994) meneliti tentang “Financial Ratio Analysis and The
Prediction of Earnings Change in Indonesia”. Sampel yang digunakan sebanyak
68 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ selama periode 1989-1992.
Variabel yang digunakan berjumlah 47 rasio keuangan untuk memprediksi
pertumbuhan laba perusahaan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa Cash
Flow to Current Liabilities (CFCL), Net Worth and Long Term Debt to Fixed
Assets (NWTLFA), Gross Profit to Sales (GPS), Operating Income to Sales
(OIS), Net Income to Sales (NIS), Net Income to Net Worth (NINW), Quick
Assets to Inventory (QAI), dan Operating income to total liabilities (OITL)
berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan yang
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba yaitu Net Worth to Sales (NWS),
Current Liabilities to Inventory (CLI), Net Income to Total Liabilities (NITL),
Current Liabilities to Net Worth (CLNW), dan Net Worth to Total Liabilities
(NWTL).
Penelitian Juliana & Sulardi (2003) mengenai “Manfaat Rasio Keuangan
dalam Memprediksi Perubahan Laba” selama periode 1998-2000 pada 52
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Variabel independen yang
digunakan untuk meneliti perubahan laba adalah CR, GPM, NPM, TAT, ROI,
27
ROE, (Operating Profit Margin) OPM, (Leverage Ratio) LR. Hasil dari analisis
regresi berganda menunjukkan bahwa GPM dan OPM berpengaruh positif
signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan TAT dan NPM tidak berpengaruh
signifikan terhadap perubahan laba.
Penelitian Ediningsih (2004) yang berjudul “Rasio Keuangan dan
Prediksi Pertumbuhan Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ”
periode 1993-1999 mengambil sampel sebanyak 30 perusahaan. Variabel
independennya adalah Operating Income To Sales (OIS), Operating Income to
net Income Before Tax (OINBT), Earnings Before Tax, (EBTS), Quick Asset To
Inventory (QAI), Sales To Total Asset (STA), Current Asset To Total Asset
(CATA), Operating income to total liabilities (OITL), Current Liabilities To
Current Assets (TLCA), Current Assets To Sales (CAS), Net Worth To Sales
(NWS) dan Sales To Fixed Assets (SFA). Hasil dari analisis regresi berganda ini
menyatakan bahwa yang berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba
adalah OIS, EBTS, dan OITL. Sedangkan CLI, TLCA, dan NWS berpengaruh
negatif signifikan terhadap perubahan laba.
Tabel 2.1Penelitian terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis
Hasil Analisis
Ou (1994) The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as arnings Predictors
Logit Model ROR & GWSALE berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba, dan
28
CHGDPS (dividend per share) dan variabel lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.
Epri (2007) Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba
Regresi Berganda
TAT, NPM, dan GPM memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan WCTA, CLI, OITL tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba tahun berikutnya
Asyik & Soelistyo (2000)
Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba
Discriminant Analysis
Dividend to Net Income (DIV/NI) dan Plant&Equipment to Total Uses (INPPE/TU) berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan
Ediningsih (2004) Rasio Keuangan dan Prediksi Pertumbuhan Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ
Regresi Linier Berganda
OIS, EBTS, dan OITL berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba adalah. Sedangkan CLI, TLCA, dan NWS berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan laba
Juliana & Sulardi (2003)
Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba
Regresi Linier Berganda
GPM dan OPM berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba, sedangkan TAT dan NPM tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.
29
Mahfoedz (1994) Financial Ratio Analysis and The Prediction of Earnings Change in Indonesia
Analisis Regresi CFCL, NWTLFA, GPS, OIS, NIS, NINW, QAI, dan OITL berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba yaitu NWS, CLI, NITL, CLNW, NWTL.
F. Hubungan antar Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
1. Hubungan Kebijakan Deviden terhadap Pertumbuhan Laba
Kebijakan deviden menjadi variabel utama yang akan dibahas di dalam
penelitian ini. Apabila jumlah deviden yang dibagikan oleh perusahaan
semakin besar, berarti bahwa semakin kecil laba yang ditahan, sehingga
dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan. Sebaliknya, apabila
perusahaan ingin menahan sebagian besar laba bersih yang dihasilkan untuk
pertumbuhan, maka deviden yang dibagikan akan sedikit, sehingga tujuan
perusahaan untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham tidak dapat
terwujud. Merton Miller dan Franco Modigliani berpendapat bahwa kenaikan
deviden yang lebih tinggi daripada yang diharapkan menandakan bahwa
manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik, begitu pula
sebaliknya (Brigham & Houston, 2006). Asyik dan Soelistyo (2000) dan Ou
30
(1990) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa deviden berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan.
Dari pemikiran di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
Ha1 : terdapat pengaruh negatif kebijakan deviden terhadap pertumbuhan
laba
2. Hubungan Leverage terhadap Pertumbuhan Laba
Selain variabel utama, terdapat beberapa variabel moderator yang juga
mempengaruhi pertumbuhan laba perusahaan. Salah satunya adalah tingkat
leverage. Operating income to total liabilities (OITL) merupakan rasio
solvabilitas/leverage.
Kenaikan OITL menyebabkan adanya kenaikan laba yang diperoleh
dari kegiatan penjualan sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan
mampu membayar hutang-hutangnya karena kegiatan operasionalnya lancar.
Hal ini didukung oleh penelitian Ediningsih (2004) yang menyatakan OITL
berpengaruh positif dalam memprediksi pertumbuhan laba. Sedangkan
menurut Epri (2007), OITL tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan
laba.
Dari pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
31
Ha2 : terdapat pengaruh positif OITL sebagai variabel moderator terhadap
pertimbuhan laba
3. Hubungan Tingkat Penjualan terhadap Pertumbuhan Laba
Variabel moderator lain dalam penelitian ini adalah tingkat penjualan.
Kegiatan utama perusahaan manufaktur adalah penjualan untuk menghasikan
pendapatan dan menutupi biaya operasionalnya. Beberapa rasio profitabilitas
yang mengindikasikan tingkat penjualan adalah Gross Profi Margin (GPM)
dan Net profit margin (NPM). GPM adalah tingkat pengembalian laba kotor
terhadap penjualan bersih. Saat pendapatan yang diperoleh meningkat dan
merupakan suatu sinyal bahwa perusahaan dalam keadaan sehat. Pada
penelitian Juliana dan Sulardi (2003) serta Epri (2007) menghasilkan GPM
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba perusahaan.
Sedangkan NPM mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan pendapatan bersih terhadap total penjualan bersihnya. Semakin
besar NPM yang dihasilkan maka semakin pula laba bersih yang dihasilkan.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mahfoedz (1994), Asyik &
Soelistyo (2000), dan Epri (2007). Mereka sepakat menyatakan bahwa NPM
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.
Oleh karena itu dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
32
Ha3 : NPM berpengaruh positif sebagai variabel moderator terhadap
pertumbuhan laba
Ha4 : GPM berpengaruh positif sebagai variabel moderator terhadap
pertumbuhan laba
4. Hubungan Jenis Perusahaan Terhadap Pertumbuhan Laba
Perusahaan yang dikelola oleh negara memiliki peraturan dalam
pengelolaannya menurut undang-undang mengenai BUMN sehingga
ketentuan-ketentuan dalam mengelola laba bersih antara perusahaan BUMN
dengan perusahaan swasta berbeda, sehingga dapat menimbulkan pengaruh
yang berbeda pula antara BUMN dan swasta terhadap pertumbuhan laba
perusahaan.
Oleh karena itu dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
Ha5 : Jenis perusahaan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
laba
X : Deviden
M1 : OITL
M2 : NPMY : Pertumbuhan Laba
(Laba)
M3 : GPM
DJP3 : DJP
33
Gambar 2.2Kerangka Konseptual