22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa tepatnya berada pada kisaran kordinat 0°34'44.63"N dan 123° 2'45.56"E, dengan luas Wilayah 2.385 H. Hulawa adalah salah satu desa diwilayah Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Gorontalo melaului batas Sungai Bolango, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pilohayanga dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Luhu. Gambar. 1 Peta Desa Hulawa

BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Hulawa tepatnya berada pada kisaran kordinat 0°34'44.63"N dan 123° 2'45.56"E,

dengan luas Wilayah 2.385 H. Hulawa adalah salah satu desa diwilayah Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo, sebelah Timur berbatasan dengan Kota Gorontalo melaului batas Sungai

Bolango, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pilohayanga dan sebelah Barat berbatasan

dengan Desa Luhu.

Gambar. 1 Peta Desa Hulawa

Page 2: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Desa Hulawa terdiri atas 4 Dusun dengan jumlah penduduk 3.673 jiwa yang terdiri 1796

jiwa Laki-laki dan 1877 jiwa Perempuan, dan terdapat 2.200 Kepala Keluarga.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Kesadaran hukum masyarakat Desa Hulawa dalam mensertifikat hak atas tanah

miliknya

Kepemilikan tanah dewasa ini menjadi masalah yang kompleks dan bahkan

memunculkan banyak peselisihan, mulai dari dominasi pengusaha yang di backup oleh

pemerintah, ada juga karena perebutan hak waris semua itu menjadi fenomena biasa dalam

lingkungan masyarakat. Gorontalo khususnya, masalah sengketa tanah mulai kelihatan,

penyebab utamanya itu karena factor ekonomi masyarakat yang mulai menunjukkan perbaikan

sehingga ada sebagian masyarakat yang memiliki modal berupaya untuk memiliki tanah-tanah

yang potensial. Terlepas dari itu, lebih khusus seperti halnya yang ada di desa Hulawa Kab.

Gorontalo, dalam hasil pengamatan peneliti wilayah administratif tersebut sebagian besar

masyarakatnya belum memiliki sertifikat atau hak kepemilikan tanah yang sah. Hasil

pengamatan yang dilakukan peneliti ini dapat diperjelas dengan data-data hasil yang peroleh

peneliti di lapangan. Untuk lebih jelasnya, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa

pihak yang berhubugan persoalan tanaha. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang pemilik

tanah Hasan Tahir (02 – 12 – 12):

“Sejujurnya saya belum memahami dengan jelas tentang sertifikat tanah. Tapi yang

jelas kami tahu kalau sertifikat tanah bukti kepemilikan atas tanah, hanya begitu

saja.”

Pernyataan tersebut dapat dapat ditafsirkan sebagai bagian dari pengetahuan masyarakat

tentang sertifikat tanah. Jadi, pemahaman tentang sertifikat adalah bentuk bukti resmi bahwa

yang seseorang warga masyarakat memiliki sebidang tanah, sehingga pembuktianya adalah

Page 3: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

sertifikat. Pernyataan yang disampaikan oleh Hasan Tahir tersebut memiliki persamaan

pernyataan dengan beberapa orang warga yang sempat peneliti diskusikan. Berikut kutipan

pernyataan Abdul Wahab Ahmad (02 Desember 2012):

“yang saya tahu, sertifikat itu bukti kepemilikan tanah. Dan kalau tanah so ada

sertifikat sudah jelas tanah itu milikinya seseorang. Jadi kalau mau tanya tentang

sertitifat seperti itu, hanya itu yang saya tahu. Dan kalau saya belum ada sertifikat

tanah, untuk saya punya lahan itu”.

Pernyataan-pernyataan sebagian warga yang sempat peneliti ajak diskusi tentang

kesadaran masyarakat terkait dengan sertifikat tanah. Hampir memiliki jawaban yang sama atau

dengan kata lain semua yang menjadi responden peneliti dalam masalah penelitian memiliki

jawaban yang hampir sama. Disamping itu, ada juga beberapa orang masyarakat yang sejauh ini

mengenal kalau sertifikat tanah itu penting, namun tidak memiliki lahan dan aktivitas sebagian

masyarakat tersebut hanya pembajak tanah yang ada di Desa Hulawa tersebut. Berikut kutipan

pernyataan Rusman Masi dengan beberapa orang masyarakat (02 Desember 2012, pukul 17.15)

kepada peneliti disela-sela diskusi bebas:

“maaf saja Bu, tidak tahu betul itu sertifikat, hanya saya sering dengar-dengar. Saya

belum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya menggarap orang punya

lahan, minta maaf cuma itu”

Pernyataan tersebut bila dilihat menunjukkan tidak ada bebas dan polos. Sehingga yang

terlihat adalah keseriusan seorang petani penggarap tentang aktivitasnya dalam memenuhi

kebutuhan hidup, sehingga masalah-masalah hukum atau seperti legalitas kepemilikan lahan

masih kurang memahami dengan benar. Memang golongan masyarakat tersebut pemahaman

tentang hukum-hukum masih sangat rendah. Kondisi tersebut khususnya di Desa Hulawa relatif

sedikit.

Page 4: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Selanjutnya, peneliti terus mengumpulkan data dengan menginterview beberapa orang

masyarakat yang memiliki lahan yang ada di Desa Hulawa. Dalam pengamatan peneliti serta

didasarkan informasi dari beberapa orang responden yang telah disebutkan di atas, bahwa tanah-

tanah yang ada di Desa Hulawa sebagian besar telah memiliki hak kepemilikan, namun bukan

dalam bentuk sertifikat tetapi dalam bentuk surat keterangan dengan sepengetahuan pimpinan

desa atau kecamatan yang disertai dengan saksi-saksi dari masyarakat sendiri. Untuk

membuktikan informasi dari masyarakat tersebut, peneliti melakukan interview dengan beberapa

orang warga masyarakat yang memiliki lahan Hamid Y. Mahmud (05 Desember 2012):

“sertifikat itu menurut saya bukti kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh

pemerintah. Jadi saya sebaga warga masyarakat di Desa Hulawa ini memiliki tanah

(lahan), dan saat ini saya telah memiliki sertifikat sebagai bukti kepemilikan tanah

saya. Memang sebelumnya saya belum urus, karena masalah biaya, tetapi karena

banyak berita terkait dengan masalah perselisihan tanah, maka saya berusaha

mengurus sertifikatnya tahun 2010 lalu”.

Pernyataan Hamid Y. Mahmud tersebut telah memberikan penjelasan yang cukup berarti

bagi seorang pemilik tanah. Artinya yang bersangkutan telah menyadari eksistensi sahnya

memiliki tanah yang dibuktikan dengan sertifikat. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa

tingkat kesadaran masyarakat terhadap hokum masih sangat rendah karena memang keterbatasan

informasi, dan media televisi sebagai social of control sangat efektif dalam memberikan

pendidikan hokum kepada masyarakat, dengan menampilkan kasus-kasus sengketa tanah. Hal ini

sebagaimana ditambahkan oleh Hamid Y. Mahmud dalam memperjelas tentang eksistensi

sertifikat serta sosilisasi pemerintah yang sangat kurang kepada masyarakat.

“Maaf ini yah, sejujurnya dengan sering menonton berita di televisi, itu membuat

saya menyadari bahwa sertifikat tanah itu penting. Banyak kasus itu di televisi lahan

masyarakat digusur karena sudah dimiliki oleh pengusaha tertentu, padalah tanah itu

tanah warisan keluarga. Kami juga masyarakat menyadari, kalau sosialisasi dari

pertanahan itu sampai hari ini tidak ada, serta dari desa pun demikian. Mungkin anda

harus banyak bertanya lagi, masih banyak juga warga yang belum memiliki

Page 5: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

sertifikat, nantilah dicari informasi lagi, dan sebagian dari mereka itu menggunakan

surat keterangan dari desa saja”.

Pernyataan tersebut memberikan kejelasan tentang kesadaran hukum masyarakat

khususnya yang berhubugan dengan hak kepemilikan tanah. Bahkan lebih menarik dari

pernyataan tersebut yakni sumber informasi masyarakat tentang eksistensi kepemilikan sahnya

tanah sangat kurang. Namun demikian, peneliti melakukan interview dengan informan lain.

Berikut kutipan wawancara dengan Abdul Rahman Muhsin (03 Desember 2012):

“saya memang memiliki lahan, dan saat ini telah memiliki sertifikat. Saya menyadari

benar bahwa sertifikat tanah itu penting. Sehingga itu saya mengurusnya, dan

memang proses untuk memilikinya agak lama, karena harus menghadirkan dari pihak

pertanahan untuk melakukan pengukuran, serta pihak desa dan saksi. Dan pada

intinya saya menyadari bahwa sertifikat itu penting”.

Peryataan kedua orang responden tersebut di atas, pada prinsipnya hampir mengalami

kesamaan, tetapi substansinya sama. Artinya, bila seseorang mengurus sertifikat tanah berarti

menyadari konsekuensi hukum bila tidak memiliki sertifikat. Namun untuk terus mendukung

penelitian ini, peneliti terus melakukan wawancara dengan masyarkat lain yang ada di Desa

Hulawa ini. Berikut kutipan wawancara dengan Syukrin Zain (04 Desember 2012):

“terkait dengan pernyataanyaan anda masalah kesadaran hukum. Pada dasarnya saya

sadarlah, buktinya saya memiliki setifikat tanah. Dengan adanya sertifikat tanah ini,

menunjukkan bahwa saya sadar hukum, disamping itu setiap tahun saya taat pajak

kok, karena saya terus membayarkan pajak tanah dan bagunanan rumah saya. Ini

menunjukkan kalau saat ini saya sadar hukum dong. Terkait dengan yang lain belum

memiliki sertifikat tanah, dapat dikatakan seperti itu, tetapi mereka juga bayar pajak

kok. Tapi sekalipun demikian bagi saya adalah saya memegang sertifikat itu yang

terpenting, karena itu bukti pengakuan pemerintah atas tanah yang saya miliki. Bagi

masyarakat lain yang belum memiliki sertifikat, belum bisa juga dikatakan tidak

sadar hukum tetapi kemungkinan karena factor biaya, sehingga mengurusnya agak

terhambat, Karena proses pengurusan sertifikat itu cukup berbelit-belit juga seeh”.

Page 6: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Penjelasan sebagaiman kutipan wawancara dengan Syukrin Zain tersebut, bagi peneliti

mengasumsikan bahwa masyarakat yang telah memiliki sertifikat tanah adalah bentuk kesadaran

hukum sudah baik. Selanjutnya peneliti melakukan interview dengan masyarakat yang memiliki

lahan tetapi tidak memiliki sertifikat atau hanya menggunakan bukti kepemilikan berdasarkan

surat keterangan dari desa.

Berdasarkan dari beberapa informasi yang sifatnya menggantung, bahwa tidak serta

merta masyarakat yang tidak memiliki tanah tidak sadar hukum, bisa saja masyarakat sadar

hukum hanya saja proses untuk mengurus sertifikat mengalami kendala teknis. Untuk

memperjelas hal tersebut, berikut peneliti memaparkan hasil interview dengan masyarakat yang

tidak memiliki sertifikat tanah, Sigar Maia (04 Desember 2012):

“Sebetulnya bu, kami itu tau kalau sertifikat itu begitu penting, tapi mau saya tidak

dapat berbuat banyak, uang terbatas, untuk pengurusan sertifikat jelas perlu uang.

Saya juga ingin punya sertifikat itu, tapi untuk pengurusannya tidak tau bagaimana.

Sebagai bukti sekrang bahwa tanah saya, ada tanda tangan Ayahanda (Kepala Desa)

tahun 1980-an. Jadi bukti itu yang saya pake dan disimpin sebagai hak milik tanah”.

Kutipan wawancara tersebut menjadi bagian dari pengakuan warga tentang hak

kepemilikan tanah. Dengan demikian, masyarakat intinya memahami arti penting keberadaan

sertifikat, dengan demikian kesadaran hukum dimiliki oleh warga masyarkat khususnya yang

memiliki tanah di Desa Hulawa. hal ini dibuktikan dengan beberapa kutipan wawancara peneliti

dengan beberapa orang masyarakat sebagai informan dalam penelitian ini, diantaranya Hamdan

Yusuf (07 Desember 2012)

“saya ini punya tanah, tapi tidak ada sertifikat yang ada hanya surat keterangan

kepemilikan dari desa. Dan setiap tahun saya membayar pajak ke desa”

Hal yang sama sebagaimana pernyataan masayarakat lain yakni, Husain Rajak (07 – 12 -

2012):

“kami ini tidak ada sertifikat, dan kami tau sertifikat itu surat kepemilikan tanah dari

pemerintah. Belum ada uang untuk mengurus sertifikat. Jadi hanya bagitu saya punya

Page 7: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

tanah ini. Sudah banyak juga tanah yang kami sama orang lain, dan mereka langsung

buat sertifikat itu”.

Pernyataan-pernyataan tesebut di atas, menunjukkan ada kesamaan substansi, sehingga

itu dapat dikatakan bahwa masyarakat umumnya mehamahi dan menyadari hukum atas

kepemilikan tanah. Sekalipun saat ini ada sebagian besar masyarakat tidak memiliki lahan, dan

pihak-pihak yang tidak memiliki lahan tersebut secara umum tidak memahami dan belum

sepenuhnya menyadari hukum atas kepemilikan tanah.

Memperjelas beberapa argumentasi yang disampaikan oleh sebagian besar masyarakat

tersebut, peneliti akan melakukan interview dengan pihak pemerintah yang secara administratif

memiliki pandangan yang rasional pada setiap aktivitas masyarakat yang ada di desa. Berikut

kutipan dengan kepala Desa Hulawa Raplin Basiru, S.Sos (10 – 12 – 2012):

“berdasarkan data yang kami miliki, tanah-tanah yang ada di Desa Hulawa ini yang

hanya memiliki sertifikat kurang lebih 150 lahan. Selain itu kepemilikan hanya

berdasarkan surat keterangan dari desa, keterangan jual beli, putusan pengadilan dan

lain sebagainya”.

Penjelasan dari kepala desa tersebut menunjukkan sekaligus memetakan bahwa yang

masyarakat yang sadar dan memahami benar peran sertifikat, tetapi yang patut disesalkan adalah

kesadaran yang masih rendah. Selanjutnya, kepala desa dengan memberikan penjelasan lagi

yaitu sebagai berikut:

“Terkait dengan perntanyaan anda masalah pengetahuan masyarakat, mungkin anda

tahu dan telah bercerita dengan mereka. Secara umum mereka memahami dan

menyadari itu keberadaan sertifikat, tetapi anggapan mereka bahwa surat keterangan

yang mereka miliki itu sudah sah menurut hukum. Jadi kami sebagai pemerintah,

tidak ada kompeten untuk mendikte dan mengintervensi mereka terlalu jauh untuk

mengurus sertifikat, karena hal tersebut berhubungan dengan financial”.

Penjelasan ini semakin menguatkan dari beberapa argumentasi di atas, bahwa

pengetahuan masyarakat sudah baik atas pemahaman tentang sertifikat tanah. Bahkan peran

Page 8: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

pemerintah desa untuk mengintervensi masyarakat sangat terbatas dan tidak memiliki

kewenangan. Memang fakta dilapangan bahwa salah satu factor yang menyebabkan sebagian

masyarakat tidak mengurus sertifikat adalah factor biaya dan birokrasi yang ruwet. Berikut

pengakuan kepala desa terkait dengan kendala-kendala yang dialami oleh sebagian masyarakata

Desa Hulawa, berikut kutipan wawancaranya:

“mungkin jelas yah, hambatan utama mereka itu masalah uang. Kami menyadari

kurang sosialisasi dari pemerintah desa, tetapi yang memiliki kompeten itu adalah

dari pertanahan, karena secara teknis mereka yang memahami, kami hanya

memfasilitasi mereka dengan masyarakat”.

Dengan pernyataan tersebut, semakin mempejelas pula kapasitas dan peran pemerintah

desa dalam hal berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat. Sehingga masalah-masalah

teknis agak sulit untuk diintervensi atau diberikan pemahaman terkait dengan kesadaran hokum

masyarakat. Lebih lanjut kepala desa menjelaskan sebagai berikut:

“berhubungan dengan keterlibatan saya, hanya memfasilitasi dan ikut memberikan

rekomendasi berdasarkan saksi-saksi dan kami pun punya kapasitas untuk bersaksi

bila masyarakat melakukan pengurusan sertifikat. Pihak desa khan turut tanda

tangan, jadi kapasitas saya menjetujui itupun dari atas informasi dari saksi-saksi di

lapangan”.

Peran pemerintah desa hanya sebatas fasilitasi kepentingan masyarakat. Namun terkait

informasi teknis yang berhubungan dengan sertifikat, menjadi kewenangan pihak pertanahan.

Pemerintah desa hanya memberikan informasi yang terbatas sebagai persyaratan teknis.

Dari beberapa penjelasan dan pernyataan responden tersebut di atas, maka dapatlah di

fokuskan masalah penelitian ini. Pada prinsipnya masyarakat telah mengetahui dan menyadari

arti penting sertifikat tanah. Jadi masyarakat yang ada di Desa Hulawa sebagian besar telah

memiliki pengetahuan yang cukup tentang ekistensi sertifikat tanah bagi yang memiliki lahan.

Page 9: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Bahkan konsekuensi-konsekuensi hukum pun sebagian besar masyarakat telah memahami, hanya

saja yang belum memahami itu adalah golongan masyarakat yang tidak memiliki lahan resmi.

4.2.2 Pengetahuan masyarakat Desa Hulawa mengenai bukti-bukti kepemilikan hak atas

tanah

Banyak hal yang mengakibatkan seseorang atau warga masyarakat belum memamahmi

atau mengetahuai tentang eksistensi sertifikat tanah khususnya di Desa Hulawa. Pada data-data

hasil penelitian di atas, secara umum telah menjelaskan secara singkat tentang kondisi

pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang bukti-bukti kepemilikan tanah. Bukti-bukti

yang dimaksud dalam masalah penelitian ini adalah bukti sebagai dasar hukum untuk

menentukan bahwa seseorang memiliki sebidang tanah, yang didukung oleh pengakuan saksi

serta pemerintah desa setempat atau keterangan-keterangan lain yang berhubungan dengan hak

kepemilikan.

Data hasil penelitian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yakni yang berhubungan

dengan hasil interview peneliti dengan kepala desa. Pada dasarnya bahwa masyarakat selama ini

hanya menggunakan surat ketarangan tertentu dalam pengakuan hak atas tanah yang dimiliki,

dari pada harus memiliki selembar sertifikat. Untuk memperjelas hal tersebut, peneliti

memaparkan kutipan hasil wawancara dengan kepala desa (Raplin Basiru, S.Sos, 13 – 12 - 12):

“maaf yah, kalau saya tidak salah pertanyaan anda telah saya jelaskan waktu lalu.

Tapi baiklah, saya akan jelaskan lebih detail lagi. Khususnya di desa Hulawa, tanah-

tanah milik warga yang saat ini memiliki sertifikat itu sebanyak 150-an bidang tanah,

sisanya (warga) itu ada yang memiliki surat keterangan dari pemerintah desa dengan

saksi-saksi kepemilikan tanah, ada yang menggunakan kwintasi jual beli tanah,

keterangan tanah warisan, ada juga yang memiliki surat keterangan pengadilan atas

penguasaan tanah tersebut. Jadi menurut kami sebagai pemerintah, itu semua legal

sebagai hak miliki, tetapi lagi-lagi alangkah lebih baik bila dibuktikan dengan

sertifikat tanah dari dinas pertanahan”.

Page 10: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Apa yang dijelaskan oleh kepala desa tersebut, pada prinsipnya mengakumulasi semua

fakta lapangan yang ada, sehingga secara implisit memaparkan jenis-jenis surat kesahan

kepemilikan sebidang tanah. Sekalipun secara hukum atau bukti kepemilikan tanah ada dalam

bentuk keterangan-keterangan tersebut, maka yang terpenting adalah pengakuan secara

ketatanegaraan yakni dalam bentuk surat setifikat. Bila warga memiliki surat sertifikat, maka

secara penuh nama dalam sertifikat itu yang memiliki hak sepenuhnya atas tanah.

Selanjutnya peneliti pula melakukan wawancara dengan beberapa responden yang berasal

dari masayarakat yang saat ini belum memiliki sertifikat tanah. Berikut kutipan wawancara dari

(Wawan Tomayahu, 13-12-12):

“benar, saya saat ini tidak memiliki sertifikat tanah sebagaimana orang lain. Saya

sebetulnya memahami fungsi dari sertifikat itu, dan bahkan itu menjadi kewajiban

bagi pemilik tanah sebagai pembuktian kepemilikan tanah. Saya telah merencanakan

itu (untuk buat sertifikat) tetapi karena kesibukan juga sehingga sedikit menghambat

rencana tersebut. Tetapi yang pokok saat ini saya memegang surat pernyataan jual

beli dengan pemilik, serta ada tanda tangan saksi serta pemerintah desa”.

Disamping itupula, peneliti juga terus mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan

bukti-bukti kepemilikan tanah bagi masyarakat. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan

(Ridwan Lihawa, 13-12-12):

“Begini Bu, saya ini punya surat bukti kepemilikan tanah, kalau mau dilihat, saya

punya bukti surat warisan dari orang tua, hanya itu yang saya punya surat tanah”.

Pernyataan Ridwan Lihawa tersebut memberikan kejelasan bahwa, tanah yang dimilikinya

saat ini hanya bentuk warisan dari orang tua. Dan bukti terkait dengan kepemilikan tersebut,

hanya surat warisan yang diberikan kepada yang bersangkutan. Ridwan Lihawa menambahkan

kalau tanah yang dimilikinya saat ini, ada keinginan untuk memperoleh sertifikat, tetapi karena

kekurangpahaman birokrasi sehingga yang bersangkutan mengurungkan niat untuk

mengurusnya. Berikut ringkasan wawancara dengan peneliti:

Page 11: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

“iya, ingin tanah saya punya sertifikat, tapi begitu kan, terlalu rumit cara

pengurusannya, tidak tahu kalau setelah dari ayahanda harus diurus dimana lagi”.

Disamping data-data yang disampaikan oleh sebagian warga yang sempat peneliti

interview khususnya yang berhubungan dengan pemahaman tentang bukti-bukti kepemilikan hak

atas tanah. Banyak informan yang memberikan gambaran baik dari hasil wawancara resmi

dengan responden maupun dengan cara diskusi bebas. Berikut beberapa hasil diskusi dengan

berbagai macam responden yang sebagian besar usia mereka di atas 50 tahun. Berikut ringkasan

hasil diskusi dengan Taufik Lamadilau (14 – 12 -12).

“saya ini Bu, banyak tahu tentang tanah di desa sini. Dan tahun 80-an hampir tidak

ada yang memiliki sertifikat, dan mereka memiliki sertifikat itu nanti tahun 90-an.

Sebelum itu, tanah-tanah ini tidak ada yang bukti hak kepemelikan, tetapi karena

kepercayaan dan masyarakat masih menunjung tinggi kejujuran, sehingga tidak ada

yang berasalah dengan tanah”.

Pernyataan salah seorang tokoh masyarakat tersebut memberikan kejelasan atas

kepemilikan lahan oleh masyarakat yang ada di Desa Hulawa. selanjutnya, Taufik Lamadilau

menambahkan bahwa saat ini sebagian besar atau mayoritas masyarakat yang memiliki lahan

tidak memiliki sertifikat, dan yang ada hanya berupa surat-surat keterangan dari pemerintah

desa. Berikut kutipan sambungan hasil diskusi dengan peneliti:

“iya, saya melihat pengetahuan masyarakat terkait dengan dengan bukti-bukti

kepemilikan itu sudah ada, hanya saja kesadaran penuh masih relative kurang.

Sehingga surat-surat keterangan yang mereka miliki atas kepemilikan lahan itu hanya

menggunakan surat keterangan, surat pengadilan, surat keterangan jual beli, dan

bahkan ada yang menggunakan surat warisan”.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya tidak buta dengan surat-

surat keterangan itu, karena hanya 5 % masyarakat yang tidak memiliki surat-surat, dan 95 %

masyarkaat memiliki surat keterangan sah kepemilikan, sekalipun bukan dari sertifikat semua,

Page 12: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

tetapi dari desa dan pengadilan. Hal ini sebagaimana penjelasan kepala desa hulawa dalam

wawancara dengan peneliti (Raplin Basairu, S.Sos 13 – 12 – 12):

“kami menyadari memang, bahwa kalau dirata-ratakan, masyarakat yang memiliki

surat keterangan resmi kepemilikan lahan baik dari pertanahan, desa maupun

pengadilan sebesar 95 % dan yang tidak memiliki surat keterangan sama sekali

sebesar 5%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat

sudah memahami dan mengetahui eksistensi hukum atas kepemilikan lahan di Desa

Hulawa ini”.

Penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Desa Hulawa tersebut, memberikan kejelasan

secara administratif dan rasional dalam mendukung pernyataan dari beberapa responden dalam

penelitian ini. Yang intinya bahwa dalam penelitian itu masyarakat secara umum telah

memahami dan mengetahui dengan baik tentang kepemilikan tanah, baik resiko hukum maupun

administratif. Dan bila dilihat dari sisi kewajiban, masyarakat terus memenuhi kewajiban pajak

pada setiap tahun. Berikut beberapa kutipan hasil wawancara peneliti dengan responden (Raflin

Hipi, 07-12-12):

“kami sadar, sebetulnya resiko tidak memiliki keterangan sah tidak nya kepemilikan

tanah secara pribadi saya mengerti. Tetapi yang perlu diingat pula bahwa kami setiap

tahun memenuhi kewajiban pajak sebagaimana ditetapkan dalam undang-undangan.

Jadi kondisi ini menurut saya menjadi sesuatu yang wajar, hanya saja kedepan

dengan semakin tingginya permintaan tanah, maka sertifikat perlu dimiliki bagi

setiap orang yang memiliki lahan disini”.

Pernyataan-pernyataan sebagaimana data hasil penelitian tersebut di atas, menjadi

kenyataan. Sesungguhnya masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang keberadaan hak

kepemilikan tanah yang dibuktikan dengan surat-surat tertentu yang dianggap resmi oleh

masyarakat. Seperti halnya pernyataan dari kepala desa, dimana sertifikat tanah, surat keterangan

kepemilikan dari desa, surat warisan, keterangan pengadilan, dan surat ketarangan jual beli

Page 13: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

tanah. Semua itu adalah bagian dari bentuk surat-surat yang menjadi dasar atau dianggap legal

oleh masyarakat atas kepemilikan tanah.

Mengacu pada temuan tersebut di atas, maka peneliti beranggapan bahwa pengetahuan

terhadap masalah-masalah hukum, khususnya yang berhubungan dengan kepemilikan tanah bagi

masyarakat yang ada di desa Hulawa sudah baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan

dimana hampir semua masyarakat memiliki surat keterangan kepemilikan lahan, serta

pengakuan-pengakuan atas beberapa responden baik dari unsur pemerintah maupun tokoh

masyarakat. Disamping itu, bentuk-bentuk surat-surat kesahnya surat kepemilikan tersebut

dibuktikan dengan keterangan dari pemerintah desa setempat.

4.2.3 Pengetahuan masyarakat Desa Hulawa tentang tata cara pensertifikat hak atas

tanah

Prosedur pengurusan sebuah surat keterangan atau hal-hal yang berhubungan dengan

administrasi, sudah menjadi fenomena baru dalam system pelayanan yang ada di lingkungan

pemerintahan saat ini, proses yang birokratis dapat mempengaruhi psikologi masyarakat atau

user untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan yang dimaksud. System otonomi daerah

belum secara tuntas dilaksanakan dengan baik, karena salah satu tujuannya adalah meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. Banyak penelitian yang mengupayakan pelayanan berbasis

kepuasan kepada masyarakat, tetapi ketika hal tersebut diimplementasikan dilapangan,

sepenuhnya konsep pelayanan dimaksud hanya sebuah wacana bagi penyelengara pemerintah.

Hal ini dikaitkan dengan masalah dalam penelitian ini yakni pengetahuan masyarakat tentang

tata cara atau proses sertifikat tanah. Dalam beberapa pernyataan responden di atas, dapat

dikemukakan bahwa proses pengurusan yang tidak dipahami dan dimengerti benar oleh

masyarakat, sehingga kesan birokratis kelihatan dalam pelayanan administrasi dimaksud.

Page 14: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Menjawab semua perosalan itu, peneliti mengumpulkan data hasil penelitian dari

berbagai sumber atau informan yang dianggap pantas dan layak untuk dimintai tanggapannya

terhadap materi atau permasalahan dalam penelitian ini. Berikut kutipan wawancara peneliti

dengan salah seorang tokoh masyarkaat di Desa Hulawa (Taufik Lamadilau, 13 – 12 – 12):

“benar itu, masyarakat saat ini kurang informasi dalam mengurus sertifikat itu.

Disamping itu, prosesnya yang tidak dimengerti sehingga rasa ingin tahu untuk

mengurus setifikat tersebut tidak dilakukan lagi. Dan ada anggapan dari beberapa

orang masayarakat bahwa sulitnya mengurus sertifikat tanah, karena banyak kantor

dan pintu untuk dilewati”.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa, fenomena pada level pemerintahan saat ini adalah

sulit untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sebagaimana yang diharapakan oleh penyelenggaran

otonomi daerah. Pernyataan tersebut ada benarnya, karena dalam pengamatan peneliti disaat

pelaksanaan penelitian ini. Orang yang berurusan dengan pertanahan cukup banyak khususnya

pada unit pelayanan sertifikat. Proses pelayanan yang lambat, mengharuskan masyarakat atau

user merasa bosan dengan pelayanan yang ada. Dalam suasana pengamatan tersebut, peneliti

melakukan interview dengan beberapa masyarakat yang memang berurusan dengan sertifikat

tanah (Sukarman Yusuf, 15-12-12), berikut kutipan wawancaranya:

“jujur saja, kami ini tidak tau untuk mengurus sertifikat tanah, dengar-dengar itu ada

rekomendasi dari desa, selanjutnya ke pertanahan. Bo itu yang saya tahu. Kebetulan

saya lagi ada rencana mau mengurus”.

Apa yang dikatakan oleh Sukarman Yusuf tersebut, menjadi bentuk gambaran bahwa

secara teknis prosedur pengurusan sertifikat bagi masyarakat belum sepenuhnya dipahami

dengan baik. Terkait dengan itu, peneliti juga mengutip hasil wawancara dengan salah seorang

warga yang belum memiliki sertifikat tanah sebagaimana orang lain. Berikut hasil wawancaranya

dengan Risman Lamusu (16-12-12):

Page 15: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

“saya ini belum ada sertifikat tanah, jadi bulum tahu bagaimana itu proses

pengurusan sertifikat. Soalnya di desa hanya memberitahu untuk mengurus, tapi cara

mengurusnya mereka tidak sampaikan, jadi bingung juga”.

Pernyataan Risman Lamusu tersebut adalah bentuk kebingungan bagi sebagian

masyarakat yang belum secara langsung bersentuhan dengan pelayanan di pemerintahan. Dengan

demikian, pengakuan-pengakuan dari beberapa responden tersebut dapat ditafsirkan sebagai

bentuk belum optimalnya peran pemerintah dalam memberikan pemahaman terhadap

masyarakat. Rata-rata masyarakat yang belum memahami benar proses pengurusan sertifikat

tanah, menjadi warga mayoritas yang ada di Desa Hulawa. Hal ini seiring dengan pernyataan

yang disampaikan oleh Kepala Desa Raplin Basiru, S.Sos berikut kutipan wawancaranya:

“kami dari pemerintah mengakui bahwa sosialisasi terkait dengan pertanahan ini

reatif kurang, namun demikian bukan berarti saya (pemerintah desa) tidak

menginformasikan kepada masyarakat, tetapi yang terjadi adalah masyarakat

terkesan terlalu ‘enteng’ dengan keberadaan sertifikat tanah ini. Alasannya adalah,

ada sertifikat dan tidak ada tetap juga bayar pajak dan tidak ada konsekuensi dari

pemerintah bila tidak memiliki sertifikat”.

Pernyataan tersebut terkesan menghindar dari tanggungjawab, namun secara pikiran

rasional ada benarnya, karena memang kurangnya sangsi bagi yang punya tanah. Biasanya upaya

pengurusan sertifikat tanah itu terjadi karena tanah digusur untuk jalan, atau menjadi objek

proyek pemerintah. Bila kondisi itu terjadi, maka dalam bayang masyarakat adalah dapat

menjual tananya kepada pihak lain, dengan harga yang relative menguntungkan. Karena niat

menjual tanah, yang terjadi adalah pengurusan sertitifikat tanah. Hal ini dikutip dari ringkasan

diskusi yang tidak terbatas dengan pihak dinas pertanahan, berikut ringkasan hasil diskusi (14-

12-12):

“proses pengurusan sertifikat tanah itu, biasanya yang saya alami dan amati warga

disini adalah karena adanya upaya untuk menjual tanah mereka kepada pihak ke tiga

dengan harga yang menguntungkan. Kondisi ini memang menjadi hal bisa di

Page 16: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

lingkungan masyarakat, dan jelas ini yang melukan proses pengurusan sertifikat

menjadi hal nyata”.

Pernyataan ini pula diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh kepala desa Hulawa

(Raplin Basiru, S.Sos 12-12-12):

“saya melihat trend pengurusan sertifikat tanah itu terjadi apabila sudah ada tanah

yang dijual, dan yang mengurus itu orang yang membeli. Namun demikian,

sebetulnya proses pengurussan itu tidak berbelit-sebagaimana yang dipikirkan, kalau

memang itu benar-benar hak kepemelikan ada, tinggal meminta pengantar dari desa,

dan selanjutnya di bawah ke dinas pertahanan. Selanjutnya pihak pertanahan akan

turun di lokasi untuk melakukan pengukuran yang disaksikan pemerintah desa dan

masyarakat, baru selanjutnya sambil menungu informasi dari dinas pertanahan”.

Pernyataan ini menjelaskan teknis pengurusan sertifikat tanah, oleh karena ini penting,

maka mestinya menjadi bagian dari kegiatan sosialisasi dari pemerintah desa itu sendiri. Disisi

lain, ketika diskusi dengan pihak yang memahami teknis pengurusan sertifikat tanah yakni dinas

pertahanan (Dwi Deddy Tristanto, S.H 14-12-12) berikut ringkasan diskusinya:

“kami menyadari memang, tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat,

jadi sesungguhnya peran kami yang mesti dibantu dengan pihak desa dan masyarakat

untuk terus mengkapanyekan sertifikat. Saya kira ini bentuk tanggungjawab

pemerintah kepada rakyatnya, memang idealnya seperti itu”.

Sangat jelas memang peran pemerintah, tetapi jarang dilaksanakan bahkan tidak ada

sosialisasi dari pemerintah. Maka tidak mengherankan masyarakat masih terkesan awam dengan

proses pengurusan sertifikat. Hasil-hasil interview di atas menjelaskan bahwa masyarakat Desa

Hulawa pengetahuan masyarakat terkait dengan proses pengurusan sertifikat masih rendah. Ini

dibuktikan dengan beberapa pernyataan dari pihak pemerintah desa yang secara langsung

menangani masyarakat untuk berurusan dengan sertifikat, serta yang memberikan penjelasan-

penjelasan teknis pengurusan. Disini juga peran sosialisasi dinas pertanahan tidak pernah

dilakukan, sehingga berakibat kurangnya pengetahuan masyarakat dan kemauan untuk mengurus

sertifikat sangat rendah.

Page 17: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

4.3 Pembahasan

Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang sering menjadi bahan diskusi dan perdebatan

dikalangan masyarakat. Masih terasa sulit untuk mengukur tingkat kesadaran hukum apalagi

pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Sebetulnya, masalah-masalah klasik di

masyarakat ini dapat teratasi kalau semua elemen baik pemerintah, yudikatif serta masyarakat itu

terlibat secara langsung dalam proses pendidikan hukum bagi masyarakat. Media televisi

menjadi media yang efektif untuk memberikan pembelajaran hukum kepada masyarakat.

Sebagai perbandingan bahwa tulisan Rawls (1995) tentang teori keadilan, dimana Rawl

dapat memberikan spirit bagi kalangan pemerhati hukum, bahwa untuk mencapai keadilan dalam

penyelenggaraan hukum harus terbebas dari kepentingan baik kepentingan politik dan dari sisi

kekeluargaan serta dari sisi kepentingan usaha. Dalam realitasnya tiga masalah klasik ini yang

dapat memporak-porandakan penyelenggaraan hukum dinegara-negara berkembang seperti

halnya Indonesia. Sesungguhnya, apa yang dikakatan oleh Rawls tersebut menjadi pembelajaran

penting, artinya penerapan keadilan hukum sebagaimana diharapkan maka harus menjauhkannya

dari kepentingan politik, usaha dan kekeluargaan. Bila dikaitkan dengan penelitian ini, sangat

relevan, biasanya dalam proses pengurusan administrasi tertentu, bila seseorang yang memiliki

jaringan atau keluarga di lembaga pengurusan sertifikat tanah seperti dinas pertahanan maka

proses pengurusan sertifikat akan berjalan mulus bahkan lebih cepat dari apa yang seharusnya,

sebaliknya bagi orang yang tidak ada keluarga atau kenalan, jelas akan mengalami pelayanan

yang cukup birokratis serta membutuhkan waktu yang relatif lama. Intinya bahwa proses

pengurusan sertifikat sebagaimana yang diharapkan adalah untuk mencapati keadilan, maka

argumentasi Rawls di atas sangat mempengaruhi proses pengurusan sertifikat yang ada di Desa

Page 18: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Hulawa. Hal inipun sejalan dengan pandangan Ujan (2009) lahirnya hukum karena ada

fenomena dimasyarkat yang pantas dan patut dan diterima umum. Ujan bahkan menjelaskan hal-

hal manusiawi menjadi pertimbangan dalam hukum, dalam kasus atau pembahasan tentang

sertifikat tanah sebagaimana dalam penelitian ini, proses pengurusan sertifikat sebagaimana

tersebut bila tidak mengedepankan keadilan dalam pelaksanaannya, maka yang terjadi adalah

masyarakat tidak akan memberikan penilaian negatif terhadap pengelola Negara, karena dalam

urusan-urusan pengurusan sertifikat berjalan sesuai dengan prosedur yang sebenarnya.

Dari penjelasan teoritis tersebut di atas, maka dapatlah dilihat dalam koteks masalah

penelitian ini yakni bahwa kesadaran hukum masyarakat Desa Hulawa dalam mensertifikat hak

atas tanah miliknya sudah berjalan sebagaiman mestinya atau dapat dikatakan baik, artinya

masyarakat telah memiliki pengetahuan yang cukup terkait dengan masalah sertifikat.

Pengetahuan yang dimaksud adalah masyarakat secara umum telah menyadari bahwa keberadaan

sertifikat tanah atas kepemilikan lahan menjadi kewajiban, dan sertifikat tanah menjadi bukti dari

pemerintah bahwa bidang tanah tertentu adalah benar-benar memiliki kepemilikan sah dan resmi,

dan segala kebijakan yang akan berakibat pada hak atas kepemilikan tanah tersebut, memiliki

konsekuensi hukum sebagaimana diatur dalam UU. Hal ini berarti bahwa, bila tanah digunakan

oleh pemerintah atau pihak lain untuk kepentingan umum, maka tanah tersebut memiliki

konsekuensi hukum bagi pihak yang menggunakannya. Dan sebaliknya, bila tidak memiliki

dokumen jelas atas kepemilikan tanah, maka pemerintah berhak menggunakan kewenangannya

tanpa harus mempertimbangkan konsekunsi hukum, karena ketidak adaan sertifikat tanah

sebagai pertimbangan utama. Pada titik pengetahuan inilah yang dapat digambarkan oleh peneliti

terkait kesedaran masyarakat pada kepemilikan sertifikat tanah. Dengan demikian, masyarakat

secara umum memahami dan mengetahui dengan jelas masalah-masalah klasik tersebut,

Page 19: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

sehingga itu keinginan untuk mengurus sertifikat resmi dari Pertahanan sangat tinggi, hal ini

terlihat dari antusiasme masyarakat terhadap hak atas kepemilikan tanah, namun karena system

dan biaya menjadi kendala utama dalam memenuhi kewajiban tersebut.

Selanjutnya untuk masalah penelitian yang berhubungan dengan bukti-bukti kepemilikan

hak atas tanah. Pada dasarnya masyarakat yang memiliki lahan atau sebidang tanah di Desa

Hulawa Kabupaten Gorontalo telah memiliki bukti kepemilikan tanah, namun bukti kepemilikan

yang dimaksud hanya bias digunakan dan diakui pada tingkat desa atau masyarakat desa, tetapi

dalam hukum pertanahan yang tidak memiliki sertifikat tanah resmi tidak mendapat pengakuan

dari pemerintah. Dalam penelitian ini, bentuk-bentuk bukti kepemilikan tanah masyarakat berupa

surat keterangan dari desa, surat keterangan warisan, putusan pengadilan, keterangan jual beli

tanah menjadi pegangan masyarkat, dan bukti-bukti tersebut dinilai telah diakui oleh pemerintah

sekalipun tidak memiliki sertifikat tanah sebagaimana yang dimaksud. Surat-surat bukti

kepemilikan tanah tersebut, bila dikaji secara administrasi, maka tingkat pengakuan administratif

kepemilikan tanah adalah hanya pada tingkat masyarakat di desa, atau dengan kata lain surat-

surat bukti kepemilikan tersebut dapat digunakan sebagai persyaratan penting dan menjadi

pelengkap dalam proses pengurusan sertifikat tanah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang

menerangkan bahwa bukti-bukti kepemilikan hak atas tanah oleh masyarakat sebagaiman telah

dijelaskan tersebut, belum dapat diakui sepenuhnya oleh lembaga pertanahan atas kepemilikan

tanah, karena salah satu bentuk pengakuan kepemilikan oleh Negara adalah telah memiliki

nomor registrasi dari lembaga pertanahan. Bukti registrasi dimaksud tercantum dalam sertifikat

tanah yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanahan setempat. Dengan demikian, bila seseorang tidak

memiliki sertifikat tanah, maka kepemilikan hak atas tanah belum di akui oleh Negara. Karena

pentingnya hal tersebut, maka peran serta pemerintah setempat baik dari Pemerintah Desa

Page 20: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

maupun dari Dinas Pertanahan untuk terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat atas

eksistensi sertifikat tanah bagi masyarakat yang saat ini belum memiliki sertifikat.

Terkait dengan masalah di atas, tentunya masyarakat berkeinginan untuk mengurus

sertifikat tanah dimaksud. Dalam penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan oleh beberapa

informan dari masyarakat bahwa masalah teknis yang dialami oleh masyarakat terkait dengan

pengurusan sertifikat tanah adalah masalah yang cukup birokratis serta membutuhkan waktu

yang lama dalam proses pengurusaanya, dan yang terpenting adalah ketidaktahuan masyarakat

atas proses pengurusan tersebut. Pernyataan-pernyataan yang rasional dari masyarakat tersebut

setidaknya memberikan gambaran bahwa proses pengurusan sertifikat membutuhkan waktu dan

tenaga. Pada tahap ini, pemerintah dan dinas yang terkait dengan itu memerlukan keikutsertaan

untuk memberikan penyadaran dan pengetahuan kepada masyarakat. Untuk mengurus satu

sertifikat, maka salah satu prosedur yang dilewati adalah bukti-bukti kepemelikan tanah

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnnya, disamping itu dinas pertanahan yang akan

melakukan pengukuran luas tanah yang menjadi objek sertifikat.

Proses teknis ini yang menjadi dilemma ditingkatan masyarakat, karena bila dinas

pertanahan melakukan pengukuran, beban psikologi dari masyarakat untuk memfasilitasi proses

pengukuran tersebut dan pasti membutuhkan biaya yang besar. Animo inilah yang secara

psikologi dirasakan oleh masyarakat. Pada tahap ini, masyarakat tidak memiliki kemampuan

untuk memfasilitasi pihak pertanahan karena keterbatasan biaya dan himpitan ekonomi sehingga

keinginan memiliki sertifikat hanya menjadi sebuah mimpi. Dan informasi itu hanya

berkembang dari tingkatan masyarakat, dan belum pernah mengurus administrasi yang

dimaksud. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai masalah klasik dan terjadi pada masyarakat yang

memiliki keterbatasan dari sisi ekonomi, sehingga perlu keterlibatan Pemerintah Daerah dan

Page 21: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya

Pertanahan untuk terus memberikan penjelasan dan gambaran yang jelas dalam proses

pengurusan sertifikat tanah. Jadi inilah fakta lapangan yang memang selama ini menjadi titik

lemah dan ketidak berdayaan masyarakat untuk sadar hukum atas kepemilikan tanah. Disisi lain

juga, tata cara pengurusan sertifikat yang masih kabur ditingkatan masyarakat, sehingga terjadi

miss komunication antara dinas pertanahan dengan masyarakat berakibat pada ketidaksiapan

mental masyarakat untuk melalui proses pengurusan sertifikat tanah dimaksud, dan menjadi

bukti bahwa masyarakat kurang peduli atas aspek-aspek hukum, sekalipun Negara ini adalah

Negara hukum.

Page 22: BAB IV 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Hulawa ...eprints.ung.ac.id/3456/8/2013-1-87205-221406042-bab4-02082013121118.pdfbelum pernah liat itu model sefirikat, soalnya saya hanya