115
BAB IV ANALISIS LINGKUNGAN PTP NUSANTARA XIII (PERSERO) Lingkungan makro merupakan lingkungan tempat semua organisasi beroperasi, yang terdiri atas: lingkungan Budaya, lingkungan Demografi, lingkungan politik dalam negari, pembangunan Ekonomi, lingkungan Pemerintah, industri dan kebijakan sektoral, lingkungan teknologi informasi, lingkungan politik internasional, keuangan dan kebijakan fiskal, lingkungan alam, lingkungan teknologi proses, ekonomi regional, dan lingkungan sosial. 4.1. Analisis Lingkungan Demografi Demografi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang populasi penduduk baik itu dalam sebuah wilayah maupun dalam suatu ruang lingkup perusahaan. Beberapa variabel demografi adalah usia, jenis kelamin, erhnicity, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan agama dan lain sebagainya, termasuk kepadatan penduduk dalam sebuah wilayah, yang akan mempengaruhi tenaga kerja, tempat bekerja, supply dan demand terhadap barang dan jasa, dan struktur biaya perusahaan. Semua 29

Bab IV (Analisis) GBE

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GBE analisis

Citation preview

Page 1: Bab IV (Analisis) GBE

BAB IV

ANALISIS LINGKUNGAN

PTP NUSANTARA XIII (PERSERO)

Lingkungan makro merupakan lingkungan tempat semua organisasi

beroperasi, yang terdiri atas: lingkungan Budaya, lingkungan Demografi, lingkungan

politik dalam negari, pembangunan Ekonomi, lingkungan Pemerintah, industri dan

kebijakan sektoral, lingkungan teknologi informasi, lingkungan politik internasional,

keuangan dan kebijakan fiskal, lingkungan alam, lingkungan teknologi proses,

ekonomi regional, dan lingkungan sosial.

4.1. Analisis Lingkungan Demografi

Demografi merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang

populasi penduduk baik itu dalam sebuah wilayah maupun dalam suatu ruang lingkup

perusahaan. Beberapa variabel demografi adalah usia, jenis kelamin, erhnicity,

pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan agama dan lain sebagainya, termasuk

kepadatan penduduk dalam sebuah wilayah, yang akan mempengaruhi tenaga kerja,

tempat bekerja, supply dan demand terhadap barang dan jasa, dan struktur biaya

perusahaan. Semua akibat yang telah disebutkan diatas akan mempengaruhi peluang

perusahaan dan tantangan perusahaan dalam menganalisa lingkungan eksternal

mereka.

Pada kesempatan ini akan dijelaskan analisis demografi PTP Nusantara XIII

(Persero) dilihat dari sisi jumlah karyawan (komparatif 2 tahun) dan deskripsi

pengembangan kompetensinya. Pembagian tersebut dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Karyawan Berdasarkan Golongan/Jabatan dan Honorer

Realisasi tenaga kerja sampai dengan 31 Desember 2006 di bawah realisasi

tahun 2005 sebanyak 164 orang atau 1,22%. Hal ini disebabkab adanya karyawan

yang pensiun normal.

29

Page 2: Bab IV (Analisis) GBE

Tabel 4-1: komposisi karyawan berdasarkan Golongan/Jabatan dan Honorer

Sumber: Laporan tahunan 2006, PTPN XIII

2. Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

PTP Nusantara XIII (Persero) mempunyai karyawan dengan tingkat

pendidikan terdiri dari 0,02% tingkat Doktor, 0,14% Master, 2,45% tingkat Sarjana,

1,3% Diploma, 35,69% SMA, 18,50% SMP dan 41,83% SD. Kebanyakan dari

karyawan (SD, SMP, dan SMA) bekerja di lapangan (tenaga panen dan pemeliharaan

kebun, kerani, tukang ketik, dsb) dan di pabrik (operator, kerani, tukang ketik, dsb).

Tabel 4-2: Komposisi Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber: Laporan tahunan 2006, PTPN XIII

30

Page 3: Bab IV (Analisis) GBE

3. Pembinaan dan Pemgembangan Kompetensi Karyawan

Dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pada tahun

2006 telah direalisasi pembinaan dan pengembangan karyawan berupa pelatihan,

kursus dan seminar untuk 2.021 orang, berarti menurun 531 orang dibandingkan

tahun 2005 sebanyak 2.552 orang seperti tabel berikut ini. Penurunan ini disebabkan

adanya Program pengurangan biaya sehingga diklat dilakukan lebih selektif

berdasarka skala prioritas.

Tabel 4-3: Pembinaan dan Pengembangan Kompetensi Karyawan

Sumber: Laporan tahunan 2006, PTPN XIII

4.1.1. Peluang

Adapun peluang-peluang adalah sebagai berikut:

1. Jumlah karyawan yang memiliki pendidikan tinggi jauh lebih sedikit daripada

karyawan yang berpendidikan rendah seperti SD, SMP, SMA dan diploma,

sehingga masih banyak peluang untuk lulusan Sarjana, Magister, dan Doktor.

2. Karena rata-rata karyawan berpendidikan SD, SMP, dan SMA maka modal tetap

tiap bulan yang dikeluarkan oleh PTP Nusantara XIII (Persero) untuk menggaji

karyawan lebih sedikit bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang

mempekerjakan karyawan dengan pendidikan rata-rata Diploma ke atas, sehingga

perusahaan akan memperoleh laba yang besar.

31

Page 4: Bab IV (Analisis) GBE

3. PTP Nusantara XIII (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

agrobisnis dengan arah pengembangan perusahaan secara horizontal (perluasan

lahan), sehingga membuka peluang kerja kepada masyarakat yang barada di

lingkungan PTP Nusantara XIII (Persero).

4.1.2. Ancaman

Adapun ancaman yang dihadapi oleh PTP Nusantara XIII (Persero) adalah

sebagai berikut:

1. PTP Nusantara XIII (Persero) menjadi terancam apabila karyawan merasa kecewa

terhadap perusahaan sehingga melakukan mogok kerja dan demonstrasi, sehingga

berdampak negatif pada proses produksi dan pendapatan perusahaan.

2. Banyak karyawan yang enggan bekerja bahkan berhenti bekerja karena gaji yang

mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan sehingga.

3. Terjadinya cemburu sosial diakibatkan oleh perbedaan tingkat pendidikan antara

atasan dan bawahan dalam suatu perusahaan.

4.1.3. Implikasi Bisnis

Status sosial dan tingkat pendidikan sering kali menyebabkan konflik yang

berkepanjangan baik dalam masyarakat maupun dalam lingkungan perusahaan. Oleh

sebab itu bagi masyarakat yang memiliki status sosial lebih tinggi tentunya

mempunyai rasa sosial tinggi terhadap orang yang memiliki status sosial rendah. Hal

ini harus dimiliki oleh PTP Nusantara XIII (Persero) supaya tidak terjadi konflik dan

kecemburuan sosial antara atasan dengan bawahan.

4.2. Analisis Lingkungan Sosial dan Budaya

Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian, norma,

falsafah, etika, dan cara berpikir. Budaya yang ada di suatu lingkungan, sangat besar

pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi yang berada di dalam lingkungan

tersebut.

32

Page 5: Bab IV (Analisis) GBE

Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek

moyang dan diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi untuk dianut

dan dilestarikan bersama.

Perusahaan adalah sebuah lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang

merupakan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan,

agama, pendidikan, dll. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri

dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda.

Pertanyaannya sekarang adalah, mampukah mereka yang beragam tadi

bersama mencapai satu tujuan perusahaan dengan cara saling memahami, membantu,

dan mengerti satu sama lain? Dengan cara yang tepat, jawabannya pasti bisa.

Perusahaan seperti juga halnya lingkungan tempat tinggal pasti memiliki

budaya yang dirumuskan oleh para pendiri dan manajemen tingkat atas perusahaan

dan dianut oleh setiap komponen perusahaan.

Keahlian, kreativitas, kecerdasan maupun motivasi yang tinggi dari karyawan

memang merupakan unsur kredibilitas yang harus dimiliki oleh karyawan agar

perusahaan dapat mencapai sukses. Namun unsur-unsur tadi menjadi belum maksimal

manfaatnya bila setiap karyawan belum memiliki satu budaya yang sama. Satu

budaya yang sama maksudnya adalah sebuah pola pikir yang membuat mereka

memiliki persepsi yang sama tentang nilai, dan kepercayaan yang dapat membantu

mereka untuk memahami tentang bagaimana seharusnya berperilaku kerja pada

perusahaan dimana mereka bekerja sekarang.

Budaya perusahaan dapat membantu perusahaan mencapai sukses. Untuk

dapat memanfaatkan budaya perusahaan dengan maksimal, maka perusahaan perlu

menanamkan nilai-nilai yang sama pada setiap karyawannya. Kebersamaan dalam

menganut budaya atau nilai-nilai yang sama menciptakan rasa kesatuan dan percaya

dari masing-masing karyawan. Bila hal ini telah terjadi, maka akan tercipta

lingkungan kerja yang baik dan sehat. Lingkungan seperti ini dapat membangun

kreativitas dan komitmen yang tinggi dari para karyawan sehingga pada akhirnya

mereka mampu mengakomodasi perubahan dalam perusahaan ke arah yang positif.

33

Page 6: Bab IV (Analisis) GBE

Pada umumnya perusahaan-perusahaan dunia yang sukses adalah perusahaan

yang memiliki budaya kerja yang kuat. Terlepas dari nilai-nilai positif dan luhur yang

terkandung dalam budaya yang berlaku, maksud budaya kerja yang kuat adalah

seluruh komponen perusahaan mengamalkan nilai atau norma yang telah ditetapkan

bersama sebagai sebuah budaya dengan komitmen yang tinggi, tanpa terkecuali.

Namun ketiadaan kata atau kalimat yang menegaskan mengenai budaya yang

dianut perusahaan, menyulitkan para karyawan memahami budaya perusahaan. Untuk

itu perlu adanya sebuah pernyataan yang merupakan manifestasi dari budaya

perusahaan yang mengungkapkan secara garis besar dalam pengertian spesifik

mengenai tujuan perusahaan, dan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut.

Pengungkapan budaya perusahaan ke dalam sebuah pernyataan dapat

dilakukan melalui perumusan pernyataan visi dan misi. Hanya dengan kalimat

singkat, pernyataan visi dan misi dapat menyiratkan nilai, etika, prinsip, tujuan, dan

strategi perusahaan. Menuliskan pernyataan visi dan misi perusahaan adalah cara

yang paling efektif untuk memastikan bahwa semua karyawan dapat memahami

budaya perusahaan dan mengimplementasikannya ke dalam usaha-usaha pencapaian

tujuan perusahaan.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh pakar Harvard Business School,

yaitu Prof. DR. John Kottler dan Prof. DR. Janes Heskett, ternyata terdapat korelasi

positif di antara penerapan budaya perusahaan dengan prestasi bisnis yang dicapai

oleh perusahaan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Hal ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki peranan penting

dalam membangun prestasi dan produktivitas kerja para karyawan sehingga

mengarahkan perusahaan kepada keberhasilan.

Menyadari adanya tuntuan dalam era globalisasi yang tergambar dalam

perkembangan teknologi yang semakin mutakhir, perubahan–perubahan perilaku

individu sebagai pelaku bisnis, batas-batas ekonomi antar negara yang semakin

samar, telah mendorong kita untuk membangun aspek-aspek unggulan di perusahaan.

34

Page 7: Bab IV (Analisis) GBE

Mau tidak mau transformasi bisnis harus dilakukan jika perusahaan ingin tetap

bertahan dan berkembang, dengan mengedepankan Etika Bisnis dan Etika Kerja

sebagai landasan nilai dalam menyukseskan transformasi tersebut.

Sejalan dengan semangat Penguasaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate

Governance), perusahaan juga harus mewujudkan nilai tambah bagi pemegang saham

dalam jangka panjang dengan memperhatikan dan menyeimbangkan kepentingan

stakeholders serta berlandaskan pada peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai

etika yang berlaku.

Etika Bisnis dan Etika Kerja merupakan salah satu nilai-nilai baru yang

ditetapkan dalam upaya untuk mencapai peningkatan kinerja yang signifikan

(Quantum Leap). Quantum Leap tidak mungkin bisa dicapai manakala tidak

dilakukan “Perubahan Perilaku” untuk mengembangkan budaya yang berkembang di

perusahaan yang mencerminkan Budaya Profesional, Budaya Kewirausahaan,

Budaya Inovasi dan Budaya Global. Untuk mendukung perubahan perilaku perlu

dikembangkan nilai-nilai baru yang telah ditetapkan (Filosofi Perusahaan, Paradigma

Bisnis Baru, Nilai-nilai Perusahaan, Etika Bisnis dan Etika Kerja) dalam Perusahaan

dengan menetapkan Strategi Inisiatif & Perubahan Sistem Kerja.

Proses pewujudan Quantum Leap yang diawali dengan Penetapan Nilai-Nilai

Baru disebut Proses Perubahan Nilai-Nilai yang pada dasarnya terdiri dari dua

tahapan yaitu Hidup dengan Paradigma Baru (Live by New Paradigm) disertai Hidup

dengan Tatanan Nilai (Live by Values). Sedangkan Quantum Leap merupakan hasil

dari suatu Proses Perubahan Nilai-Nilai yaitu Hidup dengan Paradigma Baru (Live by

New Paradigm) dan Hidup dengan Tatanan Nilai (Live by Value). Dengan terbitnya 

Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja di PTP Nusantara XIII, diharapkan lahir sosok

pelaku bisnis yang memiliki kompetensi dan mampu mengekspresikan 

profesionalisme kerja  dan kreativitas disertai integritas moral yang tinggi untuk

meningkatkan kinerja perusahaan.

PTP Nusantara XIII (Persero) telah menyusun dan memberlakukan Etika

Bisnis dan Etika Kerja guna membantu semua individu (Pelaku Bisnis)  di

35

Page 8: Bab IV (Analisis) GBE

perusahaan dalam memahami prinsip-prinsip dan tata tertib yang berkaitan dengan

kepatuhan terhadap perundang-undangan serta peraturan yang  harus ditaati ketika

melaksanakan pekerjaan.

Dengan memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip Etika Bisnis dan Etika

Kerja yang berlaku di PTP Nusantara XIII, diharapkan perusahaan dapat 

mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencapai kinerja perusahaan

kelas dunia.

Menyadari sistem nilai yang berkembang dalam perusahaan kita dewasa ini,

seperti mengutamakan senioritas dan tidak berdasarkan kompetensi personil, berpikir

secara kelompok dan tidak terintegrasi, berlandaskan kepada kebiasaan masa lalu,

tidak menyadari tuntutan perubahan dan lain-lain, telah menyebabkan rusaknya

budaya kerja.

Dalam mewujudkan budaya kerja profesional, kewirausahaan, inovasi, dan

global, maka perlu adanya “sistem nilai” yang dikembangkan dalam organisasi

perusahaan untuk dapat merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk

mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa

depan.  Manfaat lain yang akan muncul seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan

yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan

berkurang, tingkat absensi turun, tumbuhnya kemauan untuk terus belajar, serta rasa

ingin selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

Analisa ini menitikberatkan pada Etika bisnis dan Etika kerja yang akan

dijelaskan lebih lanjut.

4.2.1. Etika Bisnis

Etika Bisnis merupakan sistem nilai yang dijabarkan dari Filosofi Perusahaan,

Paradigma Bisnis, dan Nilai-nilai Bisnis yang dianut oleh PTP Nusantara XIII

sebagai acuan untuk berhubungan dengan lingkungan internal maupun eksternal.

Etika  Bisnis mengatur hubungan antara perusahaan (di dalam pengertian ini adalah

perusahaan sebagai suatu entitas) dengan pelanggan, pemegang saham, individu

36

Page 9: Bab IV (Analisis) GBE

dalam perusahaan, petani plasma, pemasok, kreditur, komunitas (publik), pemerintah,

auditor, media massa, dan pesaing.

Ruang lingkup Etika Bisnis menjelaskan bagaimana perusahaan (sebagai

suatu entitas) beretika, bersikap dan bertindak dalam upaya menyeimbangkan

kepentingan perusahaan dengan seluruh Pemegang Saham (Stakeholder).

Untuk itu perusahaan harus mampu memelihara hubungan dengan seluruh

Pemegang Saham (stakeholder) guna tercapainya tujuan perusahaan dengan

menerapkan prinsip-prinsip Penguasaan Perusahaam yang baik (Good Corporate

Governance) (Kep.Meneg. BUMN No. 117/M-MBU/2002, tanggal 31 Juli 2002 )

yaitu:

1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan

keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan

mengenai perusahaan.

2. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara pro-

fesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana- pun

yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip

korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ

(RUPS, Komisaris dan Direksi) sehingga pengelolaan perusahaan ter- laksana

secara efektif.

4. Pertanggungjawaban, yaitu kese-suaian di dalam pengelolaan perusa-haan

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang

sehat.

5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak

pemegang saham (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4.2.2. Etika Bisnis bertujuan mengatur hal-hal:

1. Hubungan–Hubungan Pelanggan, Pemasok, Pesaing dan pemegang saham

(Stakeholder) lainnya.

37

Page 10: Bab IV (Analisis) GBE

2. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)

3. Penyampaian Informasi Perusahaan

4. Informasi Rahasia

5. Pengelolaan Arsip (Records Management)

6. Perdagangan informasi oleh Orang Dalam (Insider Trading)

7. Kebijakan Lingkungan

8. Aktivitas Politik dan Pemberian Kontribusi

9. Pencatatan Transaksi

4.2.3. Etika Kerja

Etika Kerja merupakan sistem nilai yang mengatur hubungan antar individu

(Dewan Komisaris, Direksi, dan karyawan) dalam perusahaan, hubungan individu

dengan perusahaan, dan hubungan individu dengan pemegang saham (stakeholder)

lainnya.

Etika Kerja mengatur individu dalam perusahaan bersikap, berperilaku,

berinteraksi dan melakukan proses kerja dengan pihak-pihak di dalam dan di luar

perusahaan dalam membangun budaya kerja dan budaya perusahaan.

4.2.4. Peluang

Budaya merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Apabila

PTP Nusantara XIII (Persero) ingin maju maka unsur budaya benar-benar menjadi

perhatian khusus. Peluang yang bisa diperoleh dengan adanya penerapan budaya oleh

PTP Nusantara XIII (Persero) adalah:

1. Terwujudnya lingkungan kerja yang kondusif untuk mencapai kinerja perusahaan

kelas dunia.

2. Dengan penerapan budaya kerja yang baik, akan terwujud kompetensi personil,

berpikir secara kelompok.

3. Budaya kerja juga dapat menciptakan Sumber Daya Manusia untuk mencapai

produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.

4. Dengan adanya Budaya Kerja yang baik maka terciptanya Manfaat lain yang akan

muncul seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin

38

Page 11: Bab IV (Analisis) GBE

meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat

absensi turun, tumbuhnya kemauan untuk terus belajar, serta rasa ingin selalu

memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

4.2.5. Ancaman

Penerapan Budaya Kerja yang tidak baik akan menyebabkan kurangnya

disiplin kerja, sehingga berdampak pada penurunan produktivitas, dan menyebabkan

turun efisiensi perusahaan. Budaya Kerja yang tidak baik juga akan menyebabkan

konflik di dalam perusahaan, akan merugikan perusahaan, baik dari sisi pertumbuhan

perusahaan maupun profit yang dihasilkan.

4.2.6. Implikasi Bisnis

Disarankan agar perusahaan mengevaluasi kembali rumusan budaya

perusahaannya serta lebih meningkatkan sosialisasi budaya, konsistensi penerapan

budaya dan penyediaan sarana yang memperlancar pelaksanaan budaya perusahaan

untuk mengikatkan kekuatan budaya perusahaannya. Untuk selanjutnya sebaiknya

dirancang instrumen yang lebih general yang dapat diterapkan pada banyak

perusahaan dengan mempertimbangkan budaya yang adaptif.

Penerapan Etika Bisnis dan Etika Kerja di lingkungan PTP Nusantara XIII

(Persero) merupakan hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Pedoman Etika

Bisnis dan Etika Kerja ini bukan indoktrinasi. Dalam rangka penerapannya perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Membangun komitmen bagi seluruh pelaku bisnis PTP Nusantara XIII (Persero).

2. Mensosialisasikan Etika Bisnis dan Etika Kerja ini dalam  program orientasi

individu dalam perusahaan baru dan penyegaran secara berkala bagi seluruh

individu dalam perusahaan.

3. Mengkaitkan penerapan etika sebagai bagian tidak terlepaskan dari praktek bisnis

dan penilaian karya seluruh individu dalam perusahaan.

4. Mengembangkan Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja yang sudah ada dan

menjabarkannya menjadi berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan.

39

Page 12: Bab IV (Analisis) GBE

5. Melengkapi peraturan perusahaan dengan sanksi atas pelanggaran dan  mem-

bangun sistem untuk memantau penerapan Etika Bisnis dan Etika Kerja ini.

Komitmen dari Direksi dalam penerapan etika memegang peran yang sangat

penting. Komitmen disini dalam tiga bentuk yaitu Komitmen untuk mensosialisasikan

Etika Bisnis ke seluruh karyawan di dalam perusahaan, Komitmen ini memberi

contoh kepada karyawan bagaimana bersikap sesuai dengan etika tersebut, dan

Komitmen untuk memberikan pinalti terhadap pelanggaran etika.

4.3. Analisis Lingkungan Pembangunan Ekonomi

Dalam menjalankan usahanya, PTP Nusantara XIII (Persero) harus

mengantisipasi risiko usaha. Dalam upaya menjaga keseimbangan komunitas dan

lingkungan, PTP Nusantara XIII (Persero) perlu melakukan pembangunan Kebun

Plasma di sekitar wilayah Unit Kerja dengan Pola KKPA (Kredit Koperasi Primer

Untuk Anggotanya). Dana untuk pembangunan Kebun Plasma Pola KKPA yang

semula direncanakan dari pemerintah tidak tersedia karena terjadinya krisis ekonomi

dan penghapusan Kredit Lunak Bank Indonesia (KLBI). Sedangkan perbankkan tidak

bersedia memberikan kredit langsung kepada petani tanpa jaminan. Dalam hal ini

PTP Nusantara XIII (Persero) harus menyediakan dana talangan. Jumlah dana

talangan yang terakumulasi sampai dengan tahun 2003 sebesar Rp205,55 miliar dan

yang telah cair dari Bank sebesar Rp137,81 miliar serta sisa dana talangan sebasar

Rp67,74 miliar dengan rincian terlihat pada tabel 4-4 sebagai berikut:

Sumber: Laporan tahunan PTPN XIII

40

Page 13: Bab IV (Analisis) GBE

Dalam proses pencarian dana dari Bank Agro, PTP Nusantara XIII (Persero)

sebagai avalis sedangkan dalam proses pencairan dana dari Bank Mandiri, PTP

Nusantara XIII (Persero) sebagai debitur yang merupakan risiko usaha bagi PTP

Nusantara XIII (Persero). Apabila manajemen PTP Nusantara XIII (Persero) dapat

membangun dan memelihara kebun tersebut dengan kualitas prima sampai kreditnya

lunas maka risiko usaha ini dapat menjadi peluang yang besar bagi PTP Nusantara

XIII (Persero) untuk meningkatkan kinerjanya. Sebaliknya apabila pembangunan

kebun plasma pola KKPA yang dananya bersumber dari Bank Agro mengalami

kegagalan dan cicilan kredit petani macet, maka Bank Agro akan menyita agunan

pinjaman PTP Nusantara XIII (Persero). Selain itu, apabila Kebun Plasma Pola

KKPA yang pendanaannya bersumber dari pinjaman Bank Mandiri mengalami

kegagalan dan cicilan kredit petani macet, maka Bank Mandiri akan memotong

langsung uang PTP Nusantara XIII (Persero) yang ada di Bank Mandiri.

PTPN 13 ikut aktif secara nyata membangun ekonomi kerakyatan untuk

menjaga keseimbangan sosial dan komunitas di sekitar kebun yang tersebar dalam

remote area pada 4 (empat) provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah). Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

antara lain melalui pembangunan kebun kelapa sawit plasma. Pola pembangunan

ekonomi kerakyatan yang dilakukan PTPN 13 di sekitar wilayah kebun adalah

pembangunan Kebun Plasma pola PIRBUN (PIR Swadana, PIR Berbantuan dan

PIRTRANS), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya), Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan. Dana pembangunan ekonomi kerakyatan ini

disediakan dalam bentuk kredit bersumber dari perbankan dalam dan luar negeri,

perusahaan dan hibah.

PTP Nusantara XIII (Persero) ikut aktif berpartisipafi dalam pembangunan

kebun plasma dengan pola PIRBUN (PIR Swadana, PIR Berbantuan dan

PIRTRANS) sejak tahun 1981 sumber dana kredit Bank Dunia dengan komoditi

kelapa sawit dan karet. Total areal kebun plasma yang telah dibangun sebesar

86.143,26 Ha (65,17% dari total areal) termasuk kebun inti dengan jumlah petani

41

Page 14: Bab IV (Analisis) GBE

sebanyak 43.071 kepala kelurga (KK). Pada saat ini kebun plasma tersebut sedang

berproduksi dan PTP Nusantara XIII (Persero) membeli produksi TBS dari petani

plasma tersebut dengan harga sesuai dengan harga yang dikeluarkan oleh Tim

Penetapan Harga yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi setempat. Pada saat

pembangunan Kebun Plasma pola PIRBUN, peran PTP Nusantara XIII (Persero)

adalah sebagai agen pengembangan (alih teknologi dan pembinaan dalam bidang

kualitas dan kuantitas produksi), membeli produksi sesuai dengan harga yang

ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi setempat melalui Tim Penetapan Harga,

mengolah dan memasarkan produk petani plasma. Setelah konversi yang bertanggung

jawab penuh terhadap produksi adalah petani sendiri. PTP Nusantara XIII (Persero)

membantu instansi terkait melakukan pembinaan petani plasma terutama agar kualitas

produksi bahan baku yang disetor ke pabrik sesuai dengan standart mutu TBS yang

ditetakan Dirjenbun. Untuk persiapan replanting, Pemerintah (Dirjenbun) telah

membentuk program IDAPERTABUN (Iuran Dana Asuransi Perkebunan) dengan

menyisihkan sebagian dari hasil penjualan produksi untuk dana peremajaan dan

ternyata sebagian petani mengikuti program ini.

Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi kerakyatan pola KKPA, PTP

Nusantara XIII (Persero) telah merealisasikan pembangunan Kebun Plasma Pola

KKPA seluas 21.209 Ha dengan melibatkan 10.605 KK disekitar wilayah Unit Usaha

seperti terlihat dari data tabel 4-5 di bawah ini:

Sumber: Laporan tahunan PTPN XIII

Pembangunan dan pemeliharaan kebun sampai kreditnya lunas kepada Bank

tetap dilakukan oleh PTP Nusantara XIII (Persero). Dalam pekerjaan pembangunan

dan pemeliharaan kebun petani diikut sertakan.

42

Page 15: Bab IV (Analisis) GBE

Selain itu PTP Nusantara XIII (Persero) juga aktif dalam pemberdayaan

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dahulu dikenal dengan PUKK (Pembinaan

Usaha Kecil dan Koperasi) di sekitar wilayah kebun (unit kerja) dengan system dana

bergulir dan hibah yang langsung mendukung kegiatan kemitraan. Dana untuk

program kemitraan ini berasal dari pembagian laba (1%) yang disahkan oleh RUPS.

Perkembangan jumlah mitra binaan meningkat dari 179 mitra tahun 2001 menjadi

237 mitra tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 307 mitra tahun 2003. total dana

kemitraan yang telah disalurkan PTP Nusantara XIII (persero) dari tahun 1997

sampai dengan tahun 2003 sebesar Rp3.491.852.000 dalam bentuk pinjaman sebasar

Rp3.375.091.000 dan dalam bentuk hibah sebesar Rp116.761.000. Rincian dana

kemitraan yang dilaksanakan PTP Nusantara XIII (Persero) dapat dilihat dalam tabel

4-6 berikut:

Sumber: Laporan tahunan PTPN XIII

jenis usaha yang didanai oleh Program Kemitraan antara lain; warung sembako,

pandai besi, kerajinan tangan, bengkel motor, vulkanisir, keramba ikan, kios BBM,

rumah makam sederhana, dan lain-lain. Untuk memperoleh informasi tentang

perusahaan, PTP Nusantara XIII (Persero) mengirimkan media PTPN XIII kepada

KUD-KUD yang terbit setiap bulannya.

PTP Nusantara XIII (Persero) ikut aktif dalam Bina Lingkungan yang dahulu

dikenal sebagai pengembangan Lingkungan yang merupakan upaya pembinaan dan

penyaluran bantuan dana hibah kepada masyarakat wilayah sekitar kebun/unit usaha.

Manfaat dari bantuan tersebut langsung dirasakan masyarakat. Sumber dana bina

lingkungan dari pembagian laba (2%) yang disahkan oleh RUPS. Total dana yang

43

Page 16: Bab IV (Analisis) GBE

telah dikeluarkan oleh PTP Nusantara XIII (persero) untuk kegiatan bina lingkungan

dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2003 sebesar Rp2.603.000.401. prioritas

program bina lingkungan yang dijalankan PTP Nusantara XIII (Persero) adalah:

1. membantu meningkatkan/membangun infrastruktur bagi masyarakat disekitar unit

usaha (jalan desa, jembatan, Balai Pertemuan, dan lain-lain)

2. peningkatan kualitas sarana sosial seperti perbaikan gedung sekolah, bantuan

penerangan, sarana air bersih dan rumah ibadah sebagai wujud kepedulian

terhadap masyarakat di sekitar unit usaha.

Realisasi dana bina lingkungan yang telah disalurkan oleh PTP Nusantara XIII

(Persero) terlihat pada tabel 4-7 sebagai berikut:

Sumber: Laporan tahunan PTPN XIII

4.3.1. Kesehatan dan Keamanan

PTP Nusantara XIII (Persero) menyediakan sarana kesehatan seperti:

1. Rumah sakit 2 (Dua) unit yang berada di kebun parindu dan kebun danau

salak.

2. Rumah sakit Pembantu 2 (Dua) unit berada di kebun Gunung Meliau dan

kebun Sungai Dekan.

3. Poliklinik 8 (delapan) unit yang berada di kebun Rimba Belian, kebun

Kembayan, kebun Sintang, kebun Ngabang, kebun Tajati, kebun Tabara dan

kebun Kumai.

44

Page 17: Bab IV (Analisis) GBE

Sarana ini, selain melayani karyawan PTP Nusantara XIII (Persero) juga

melayani masyarakat sekitar dengan tarif yang wajar. Selain itu, PTP Nusantara XIII

(Persero) juga telah melaksanakan Siatem Manajemen Kesehatan dan keselamatan

kerja (SMK3). PTP Nusantara XIII (Persero) juga turut aktif membantu masyarakat

yang ditimpa musibah antara lain: pembagian masket kepada masyarakat pada musim

kabut asap, pembagian Bubuk Abate untuk membasmi jentik nyamuk demam

berdarah dan pembagian bantuan kepada korban banjir.

PTP Nusantara XIII(Persero) juga aktif untuk meningkatkan keamanan di

wilayah maupun di sekitar unit kerja dengan cara:

1. Meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar melalui program KKPA,

PUKK dan CD

2. Melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan tokoh-tokoh masyarakat sekitar

unit kerja.

3. Melakukan koordinasi dengan aparat keamanan.

4. Membentuk Pam Swakarsa.

5. Mengadakan even bersama dengan masyarakat sekitar dan instansi terkait

Hal ini merupakan wujud dan bentuk kepedulian PTP Nusantara XIII

(Persero), sehingga dengan adanya kegiatan atau tindakan yang dilakukan akan

berdampak positif terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat.

4.3.2. Peluang

1. Dengan membentuk program IDAPERTABUN (Iuran Dana Asuransi

Perkebunan), masyarakat mendapatkan kesempatan untuk melakukan

peremajaan kembali tanaman kelapa sawit dengan dana yang telah mereka

sisihkan dari sebagian dari hasil penjualan produksi.

2. Dalam adanya program pembangunan ekonomi kerakyatan pola KKPA,

masyarakat mendapatkan banyak kesempatan karena pola ini merupakan pola

pembangunan dan pemelihara kebun sehingga masa produktif kelapa sawit

menjadi lebih lama.

45

Page 18: Bab IV (Analisis) GBE

3. Dengan adanya program kemitraan, masyarakat mendapat peluang untuk bisa

mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah sehingga ekonomi masyarakat

meningkat.

4. Dengan adanya pembangunan rumah sakit, rumah sakit pembantu, dan

poliklinik yang dilakukan oleh PTP Nusantara XIII (Persero), masyarakat juga

mendapatkan keringanan biaya dalam melakukan perawatan kesehatan dengan

pemotongan biaya produksi, sehingga pemotongan ini tidak terasa dan tidak

memberatkan pasien.

5. Dengan adanya pembangunan ekonomi kerakyatan oleh PTP Nusantara XIII

(Persero), keseimbangan sosial dan komunitas di sekitar kebun tetap terjaga

dan pada akhirnya tercipta kondisi masyarakat dengan perekonomian yang

baik.

6. Apabila manajemen PTP Nusantara XIII (Persero) dapat membangun dan

memelihara kebun tersebut dengan kualitas prima sampai kreditnya lunas

maka risiko usaha ini dapat menjadi peluang yang besar bagi PTP Nusantara

XIII (Persero) untuk meningkatkan kinerjanya.

4.3.3. Ancaman

1. Banyak masyarakat yang menentang Program Bina Lingkungan karena

mereka belum sadar apa arti pentingnya Program Bina Lingkungan ini,

sehingga terjadi pertentangan yang dapat mengarah pada terjadinya konflik.

2. Kurangnya penyuluhan terhadap Program Bina Lingkungan, sehingga

masyarakat tidak mendukung adanya Program bina lingkungan ini.

3. Terjadinya pelanggaran etika dan terjadinya KKN disebabkan oleh tindakan

manusia yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan program ini

sehingga merugikan semua pihak yang terkait.

4.3.4. Implikasi Bisnis

1. PTP Nusantara XIII (Persero) harus tetap mengembangkan Program Bina

Lingkungan dan pengembangan ekonomi kerakyatan.

46

Page 19: Bab IV (Analisis) GBE

2. PTP Nusantara XIII harus bisa menjaga hubungan baik dengan masyarakat

sekitar lingkungan perusahaan supaya tidak terjadi kesalahfahaman dan

cemburu sosial.

PTP Nusantara XIII (Persero) perlu melakukan pembangunan Kebun Plasma di

sekitar wilayah Unit Kerja dengan Pola KKPA (Kredit Koperasi Primer Untuk

Anggotanya) dengan sebaik mungkin demi kelangsungan hidup perusahaan.

4.4. Analisis Lingkungan Teknologi (Teknologi Informasi & Teknologi Proses)

4.4.1. Lingkungan Teknologi Informasi

Teknologi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Tanpa teknologi manusia tidak bisa menunjukkan kehebatannya sebagai manusia

yang maju, berubah dan intelektual. Jadi salah satu kekuatan dalam membentuk

kehidupan manusia adalah teknologi. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi

oleh berapa banyak teknologi baru yang ditemukan. Dapat kita amati dari

perkembangan yang terjadi dalam dunis bisnis sekarang ini. Bahkan salah satu

kriteria suatu perusahaan dikatakan maju atau tidak adalah perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologinya.

Perkembangan teknologi dapat membuat hidup kita lebih mudah dari waktu

ke waktu. Pada industri CPO juga teknologi sangat berperan penting, yang dapat

digunakan untuk optimalisasi, peningkatan kapasitas pabrik, peminimalan losses oleh

memalaui peningkatan pemeliharaan yang efisien, dan pengolahan limbah yang

ramah lingkungan demi pencapaian pelestarian alam.

Informasi manajemen juga dirancang oleh PTP Nusantara XIII (Persero)

menggunakan teknologi informasi Broadband. Yang diaplikasikan dalam bentuk

internet maupun website internet, Local Area Network (LAN) di kantor pusat dan

unit-unit usahaserta mitra bisnis perusahaan.

Investasi PTP Nusantara XIII (Persero) untuk teknologi informasi ini sangat

besar, tetapi manfaat yang diperolah PTP Nusantara XIII (Persero) juga besar,

sebanding dengan investasi yang dikeluarkan. Teknologi informasi yang ada

47

Page 20: Bab IV (Analisis) GBE

digunakan untuk memudahkan komunikasi antar kantor dan karyawan PTP Nusantara

XIII (Persero), dan juga digunakan untuk memudahkan komunikasi antara PTP

Nusantara XIII (Persero) dengan konsumennya.

Selain meggunakan teknologi Broadband yang diaplikasikan dalam bentuk

internet maupun website internet, PTP Nusantara XIII (Persero) juga memiliki dan

menggunakan alat-alat berteknologi canggih untuk melakukan produksi/pengolahan

kelapa sawit menjadi minyak sawit dan inti sawit. Adanya teknologi ini juga tidak

cukup apabila tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia yang handal dan

terpercaya. PTP Nusantara XIII (Persero) juga mengadakan pelatihan bagi karyawan,

oleh sebab itu secara tidak lansung sudah menerapkan teknologi pada saat pelatihan

karyawan baru maupun karyawan yang sudah lama bekerja di PTP Nusantara XIII

(Persero). Di bawah ini dapat dilihat luas areal kebun PTP Nusantara XIII (Persero)

dan alat pendukung terbentuknya teknologi di PTP Nusantara XIII (Persero). Dengan

hal tersebut dibawah maka sempurnalah teknologi yang ada di PTP Nusantara XIII

(Persero), sehingga PTP Nusantara XIII (Persero) dapat menjadi salah satu

perusahaan BUMN yang terkemuka dan diperhitungkan baik di tingkat nasional

maupun global.

Luas areal kebun PTP Nusantara XIII (Persero) sebesar 56.037,54 Ha terdiri

dari kelapa sawit (45.121,90 Ha) dan karet (10.915,64 Ha), sedangkan areal luas

kebun plasma 86.143,26 Ha terdiri dari kelapa sawit (52.955,07 Ha) dan karet

(33.188,19 Ha). Luas areal pembibitan Kelapa Sawit sebesar 243,23 Ha.

Jumlah Pabrik Minyak Sawit (PMS) sebanyak 6 (enam) unit dengan kapasitas

280 To/Jam. Jumlah pabrik karet sebanyak 3 (tiga) unit dengan kapasitas 60 Ton SIR

20/Hari dan 10 Ton RSS/Hari.

Jumlah Instalasi Pengolahan Limbah 9 (sembilan) unit terdiri dari 6 (enam)

unit Instalasi Pengolahan Limbah Pabrik Minyak Sawit dan 3 (tiga) unit Instalasi

Pengolahan Limbah Pabrik Karet.

48

Page 21: Bab IV (Analisis) GBE

Jumlah Laboratorium PTP Nusantara XIII (Persero) ada 10 (sepuluh) unit

terdiri dari; Laboratorium Kandir 1 (satu) unit, Laboratorium Pabrik Minyak Sawit 6

(enam) unit dan Laboratorium Pabrik Karet 3 (tiga) unit.

Instalasi tangki timbun di Pabrik:

1. Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau 3 unit dengan kapasitas 5.250 ton CPO.

2. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Parindu 2 unit dengan kapasitas 4.000 ton CPO.

3. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Ngabang 2 unit dengan kapasitas 3.500 ton CPO.

4. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Semuntai 2 unit dengan kapasitas 4.000 ton CPO.

5. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Long Pinang 3 unit dengan kapasitas 4.750 ton

CPO.

6. Pabrik Minyak Kelapa Sawit Longkali 2 unit dengan kapasitas 4.000 ton CPO.

Tempat pengiriman CPO (Jetty) ada 3 unit:

1. 1 unit di IT3M (Kaltim) dilengkapi dengan 2 unit tangki timbun dengan kapasitas

4.000 ton CPO dan 1 unit Gudang Kernel dengan kapasitas 500 ton Kernel.

2. 1 unit di IPPT (Kalbar) dilengkapi dengan 2 unit Tangki Timbun kapasitas 4.000

ton CPO dan 1 unit Gudang Kernel dengan kapasitas 200 ton kernel.

3. 1 unit di PMS Gunung Meliau.

Pemasangan Hub Broadband Satellite yang dapat menghubungkan kantor

Direksi dengan Unit-unit usaha secara online.

4.4.1.1. Peluang

1. Dengan adanya perkembangan teknologi yang digunakan oleh PT Perkebunan

Nusantara XIII (Persero) dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas, serta dapat

menurunkan biaya produksi

2. Dengan menerapkan teknologi Broadband dan Website Internet dapat

memberikan kemudahan dalam berkomunikasi sesama karyawan maupun pihak

perusahaan dengan pelanggannya, sehingga efisiensi waktu dan biaya.

3. Walaupun dengan adanya penerapan teknologi ini menghabiskan banyak biaya,

hal ini merupakan sarana pendukung dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

49

Page 22: Bab IV (Analisis) GBE

4. Dengan menerapkan teknologi ini, komunikasi menjadi lancar/tidak ada

hambatan, serta menguntungkan bagi pengguna dengan mengenal teknologi baru.

5. Dengan adanya teknologi ini, akan menjadi pancingan munculnya teknologi baru

yang akan masuk ke PTP Nusantara XIII (Persero) dalam mendukung proses

produksi dan perkembangan perusahaan.

4.4.1.2. Ancaman

1. Sebagian besar karyawan memiliki pengetahuan dan pendidikan yang rendah

sehingga tidak dapat memanfaatkan teknologi Broadband dan Web Internet ini.

2. Untuk memperkenalkan dan mengetahui teknologi ini, PTP Nusantara XIII

(Persero) harus mengadakan pelatihan yang akan menghabiskan biaya yang tidak

sedikit.

3. Dengan adanya teknologi ini, akan berdampak negatif terhadap kinerja

perusahaan dan disalahgunakan untuk keperluan individu, bukan keperluan

perusahaan.

4. Kebanyakan karyawan maupun sebagian masyarakat cenderung menjadi pemalas

menggunakan teknologi ini, karena selain belum bisa menggunakannya, fasilitas

yang tersedia tidak mendukung.

4.4.1.3. Implikasi Bisnis

Dengan adanya teknologi Broadband dan Web Internet ini tentunya dapat

mendukung kinerja karyawan untuk mengembangkan perusahaan secara optimal.

Kontrol dari atasan sangat diperlukan terhadap pengguna teknologi ini sehingga tidak

disalahgunakan serta adanya dukungan dan pemeliharaan perangkat lunak agar

teknologi ini dapat bertahan dan dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat.

Sebaiknya teknologi ini selalu dilakukan perubahan ke arah yang lebih baik supaya

selalu update setiap saat apabila diperlukan oleh karyawan maupun oleh pengguna

lainnya.

4.4.2. Lingkungan Teknologi Proses

Kelapa sawit merupakan komoditi utama dan menyumbangkan pendapatan

terbesar bagi negara dan PTP Nusantara XIII (Persero). Di PTP Nusantara XIII

50

Page 23: Bab IV (Analisis) GBE

(Persero) pengolahan kelapa sawit telah diatur secara terencana dan terjadwal dengan

baik.

Ada dua produk komersial yang bisa diperoleh dari buah kelapa sawit, yaitu

minyak sawit (CPO), dan inti sawit (kernel). Kedua produk tersebut berasal dari

tandan buat kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berada dalan sel-sel pada serat-serat

dalam daging buah atau sabut (mesocrap), sedangkan inti sawit terbungkus dalam

batok dari biji buah sawit. Pada umumnya pabrik kelapa sawit hanya mengolah buah

kalapa sawit sehingga menghasilkan minyak (CPO) sedangkan minyak inti sawit

diekstraksi dari intinya dilakukan di pabrik lain. Pabrik kelapa sawit di PTP

Nusantara XIII (Persero) hanya mengolah buah kelapa sawit menjadi minyak (CPO)

dan intinya (kernel) dijual kepada pembeli lain yang hendak diolah lebih lanjut.

Sementara itu serabut dan cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan

bakar ketel uap.

Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui

proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined,

Bleached, Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi

minyak sawit padat (RBD Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk

pembuatan minyak goreng. Sedang RBD Stearin terutama dipergunakan untuk

margarine dan shortening, disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen.

Pemisahan CPO dan Kernel dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari

asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan, proses penyulingan minyak sawit

tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (Palm Fatty Acid

Distillate) dan 0,5% buangan.

4.4.2.1. Arus Proses pengolahan

Pengolahan buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Memeras minyak dari sabut dan kemudian memisahkan atau

membersihkannya dari air kotor.

2. Memecah biji sawit setelah dipisah dari serabut dan memisahkan inti sawit

dari pecahan cangkang dan kotoran lainnya dan kemudian dikeringkan.

51

Page 24: Bab IV (Analisis) GBE

Arus proses dari suatu pabrik sawit secara umum adalah sebagai berikut;

Proses pertama adalah melepaskan dan memisahkan buah sawit dari tandannya.

Tandan buah terlebih dahulu direbus buahnya dalam uap supaya buah mudah

dilepaskan dalam mesin penebah. Buah yang sudah lunak karena direbus kemudian

diremas sampai lumat di dalam ketel remas/digester, hasil peremasan dilepasa dalam

kempa-kempa, hasil pemerasan adalah bagian cairan berupa campuran minyak

dengan air, dan bagian ampas terdiri dari serabut-serabut dan biji sawit. Mulai dari

sini pengolahan dipecah ke dua arah.

Yang pertama adalah memisahkan minyak sawit dari air dan kotoran-kotoran

yang terikut, dimulai dengan saringan (ayakan) getar, dilanjutkan dengan pemisahan

dalam tangki klarifikasi. Minyak sawit yang terkutip (terpisah) kemudian dibersihkan

lagi dengan sentrifus dan terakhir dikeringkan. Hasil minyak jadi terlebih dahulu

ditimbang. Setelah didinginkan, bagian air (drab) yang masih ada sedikit

mengandung minyak setelah melalui pemisahan kotoran dan pasir halus, dilewatkan

lagi pada sentrifus untuk mengutif sebanyak mungkin minyak yang masih tersisa.

Minyak yang terkumpul pada pengurasan dan pencucian tangki-tangki klarifikasi juga

dicoba dikutip. Minyak sawit (CPO) siap dijual.

Yang kedua adalah memecahkan biji serta membersihkan inti dari pecahan

batok dan kotoran lainnya dan kemudian mengeringkannya. Biji dipecahkan dari

serabut secara pneumatik. Ampas serabut kemudian dikirim ke ketel uap untuk bahan

bakar. Biji yang sudah bersih dikeringkan lebih lanjut supaya inti lekang dari

batoknya kemudian biji dipecahkan. Biji kemudian disortir dalam beberapa fraksi

yang homogen (perbedaan ukuran biji terkecil dengan biji terbesar dalam suatu fraksi

dipersempit) untuk mendapatkan efek pemecahan yang baik. Inti sawit yang

diperoleh dari biji yang sudah pecah kemudian dipisahkan dari pecahan cangkang

dalam hidrosiklon. Setelah mengalami proses sterilisasi, untuk mempertahankan mutu

yang baik, inti sawit dikeringkan. Dan dibersihkan dari sisa kotoran sehingga siap

untuk dijual.

52

Page 25: Bab IV (Analisis) GBE

Tandan kosong yang terbuang dari mesin penebah dimanfaatkan sebagai

pupuk kalium setelah terlebih dahulu dibakar menjadi abu untuk mempermudah

penyimpanan dan pengangkutan ke lapangan. Cangkang juga dimanfaatkan sebagai

bahan bakar ketel.

Untuk mempermudah pengawasan dan perawatan, secara umum proses

pengolahan di pabrik minyak sawit (PMS) dibagi ke dalam beberapa stasiun. Setiap

stasiun mempunyai fungsi yang berbeda tetapi berkaitan satu sama lain dengan satu

kesatuan proses. Stasium-stasium tersebut meliputi:

1. Stasium penerimaan buah (Fruit Reception And Storage Station).

2. Stasiun Rebusan (Sterilizing Station)

3. Stasiun Penebah (Threzhing Station)

4. Stasiun Peremasan Buah (Pressing Station)

5. Stasiun Klarifikasi (Oil Clarification Station)

6. Stasiun Pabrik Biji (Kernel Recopery Station)

7. Stasiun Ketel Uap

8. Stasiun Kamar Mesin

9. Stasiun Pengolahan Limbah

Bahan baku utama PTP Nusantara XIII adalah Tandan Buah Segar (TBS)

kelapa sawit. TBS yang dipanen harus dikirim ke Pabrik pada hari itu juga dan tidak

boleh menginap.

4.4.2.2. Proses Pengolahan

semua tandan buah segar (TBS) yang masuk ke pabrik harus ditimbang

dengan teliti. Penimbangan ini untuk mendapatkan angka pengawasan pengolahan

yang meyakinkan, rendemen hasil, dan kapasitas. TBS hasil panen diangkut ke pabrik

dengan menggunakan truk atau alat pengangkutan sejenis lainnya, sebelum diolah

terlebih dahulu ditempatkan di penimbunan.

Pengangkutan dan penimbunan buah tidak boleh dibiarkan terlalu lama, harus

diolah secepatnya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam untuk menghindari

berkurangnya mutu minyak. Perlakuan terhadap tandan juga harus hati-hati. Buah

53

Page 26: Bab IV (Analisis) GBE

tidak boleh terlalu banyak terluka, karena dalam keadaan terluka (rusak) penguraian

minyak dalam buah tersebut menadi asam lemak bebas (ALB) akan berlangsung

secara cepat.

Selain dilakukan penimbangan, sebelum diolah juga dilakukan sortasi

(penyeleksian) panen untuk menilai kematangan buah yang masuk. Tandan yang

mentah akan menghasilkan rendemen minyak yang lebih rendah. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara menyisihkan beberapa lari atau truk contoh panen yang

representatif.

Pada dasarnya proses pengolahan dapat dibagi dalam beberapa tahap yang

meliputi:

1. Pengolahan tandan

2. Pengolahan buah

3. Pengolahan minyak

4. Pengolahan biji dan inti (kernel)

Pengolahan tandan

Pengolahan tandan meliputi proses perebusan buah (sterilisation), penebahan

(threshing), dan proese penggabungan tandan kosong (incenerator). Proses perebusan

dilakukan di stasiu rebusan (Sterilizing Station), proses penebahan terjadi di stasiun

penebah (Threshing Station), dan proses penggabungan tandan kosong (tankos)

dilakukan di incenerator dengan cara dibakar.

Perebusan dicapai dengan memasukkan uap ke dalam tandan buah dalam

rebusan. Tujuan perebusan adalah:

1. Mematikan enzim lipase yang menguraikan minyak menjadi Asam Lemak

Bebas (ALB) dan menghentikan kegiatan lipolisa yang sudah terjadi.

2. Memudahkan pelepasan buah dari tandan pada waktu penebahan.

3. Melunakkan buah sehingga daging buah mudah dilepas dari biji sewaktu

diremas dalam ketel pemanas (digester) dan memudahkan pelepasan minyak

dari sel-selnya pada waktu peremasan tersebut.

54

Page 27: Bab IV (Analisis) GBE

4. Menghidrolisa zat-zat karbohidrat yang berada dalam protoplasma sebagai

koloid menjadi glukosa yang dapat larut dan menghasilkan tekanan otomatis

yang membantu memecahkan dinding-dinding sel sehingga minyaknya

keluar.

5. Mengkoagulasi zat-zat albumin supaya tidak ikut cairan hasil pressan

(kempa), karena albumin dapat membuat campuran minyak dan air menjadi

emulsi sehingga menyulitkan pemisahan minyak pada klarifikasi.

6. Memanaskan dan mulai mengeringkan biji agar inti mulai lekang dari batok

biji.

7. Mengurangi kadar air dalam buah agar perbandingannya terhadap minyak

lebih baik. Jika cairannya terlalu banyak, kempanya mungkin tidak sanggup

memeras untuk mengeluarkan minyak sebanyak mungkin dari ampas kempa.

Setelah selesai perebusan, buah diangkat ke bagian penebahan. Di bagian

penebahan ini diadakan pemisahan buah dari janjangannya. Buah yang terlepas

diangkut ke Stasiun Peremasan Buah (Pressing Station). Sedangkan janjangan

kosong (tankos) diangkut ke incenerator untuk kemudian dibakar menjadi abu dan

abu ini dijadikan pupuk.

Pengolahan Buah

Buah hasil penebahan diangkut dan ditransfer ke dalam digester dan

diaduk/dilumatkan agar gading buah terlepas dari biji. Buah yang masuk ke dalam

digester disebut massa. Tujuan pelumatan ini adalah:

1. Melepaskan minyak dari serabut (Pericarp) dengan melumatkannya.

2. Menaikkan suhu massa untuk mempermudah proses pengempaan (±90oC)

3. Meniriskan minyak bebas sehingga mengurangi volume yang akan dikempa.

Hasil dari pelumatan ini kemudian jatuh ke kempa (Screw Press) dan diperas

(Pressing) sehingga memperoleh pemisahan melalui saringan getar. Minyak mentah

mengalir ke Tangki Minyak Sawit untuk selanjutnya dipompakan ke Stasiun

Klarifikasi dan Press Cake jatuh ke Cake Breaker Conveyor untuk selanjutnya

diproses pada Stasiun Pabrik Biji.

55

Page 28: Bab IV (Analisis) GBE

Pengolahan Minyak

Minyak mentah berupa cairan yang ditiriskan melalui digester dan screw

press terdiri dari campuran minyak, air dan sisa-sisa sel (sludge) serta partikel-

partikel serat dan cangkang halus. Kotoran-kotoran tersebut dipisahkan dengan

ayakan getar. Zat padat yang tersaring dikembalikan ke digester. Minyak hasil

penyaringan dialirkan ke tangki klarifikasi. Sebelum atau pada saat penyaringan

biasanya ditambahkan air panas dengan maksud untuk mengurangi viskositas minyak

mentah sehingga memudahkan pemisahan minyak dari sludge yang berikutnya.

Pada waktu pengempaan, penyaringan dan pemompaan ke Stasiun Klarifikasi,

minyak mentah terjadi kehilangan panas, sehingga perlu/harus dipanaskan lagi

dengan uap langsung pada ruang pertama dari tangki Klarifikasi. Pemisahan secara

statik dalam tangki klarifikasi berlangsung secara kontinyu. Di dalam tangki

klarifikasi terjadi pemisahan secara gravitasi. Minyak mentah yang memiliki massa

jenis yang lebih ringan dari air akan mengapung di atas. Waktu pemisahan dalam

tangki klarifikasi berlangsung selama 1-1 jam, karena dalam jangka waktu

tersebut pemisahan secara gravitasi praktis sudah terjadi.

Bagian minyak yang mengapung dikutip dari sebelah atas melalui sistem

pompa, sedangkan bagian air drab dikeluarkan dari bagian bawah dengan pengaturan

kran. Air drab yang keluar yang masih mengandung minyak dikutip dengan sentrifus

yang berdaya tinggi dan dikembalikan ke tangki klarifikasi. Untuk mendapatkan

minyak dengan kadar air yang seminimal mungkin (0,1%), minyak dikeringkan

dengan pengering vakum. Selanjutnya didinginkan dan dialirkan ke tangki timbun

Pengolahan Biji dan Inti (Kernel)

Ampas kempa yang terdiri dari biji, serabut dan bahan organik lainnya

dibersihkan. Biji dan serabut dipisahkan dengan alat depericarper. Biji dan serabut

dimasukkan ke dalam aliran angin dalam kolam pemisah. Serabut yang ringan

terhisap dan serabut yang masih melekat pada biji dibersihkan dalam drum pemoles

56

Page 29: Bab IV (Analisis) GBE

yang berputar pada bagian bawah kolom pemisah. Biji yang bersih dimasukkan ke

dalam pengering, setelah itu dimasukkan ke dalam mesin pemecah biji. Campuran

yang terdiri dari pecahan cangkang dan biji yang tidak pecah dipisahkan lagi untuk

memperoleh inti yang benar-benar bersih. Inti utuh terangut ke bak pengering. Inti

yang sudah kering diangkut ke kernel siklon untuk pemisahan kotoran dan cangkang

yang masih tertinggal. Selanjutnya inti yang bersih da kering diangkat ke kernel

Storage.

Tujuan dari pengolahan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan minyak dan

inti sawit yang bermutu tinggi dengan hasil produksi dalam jumlah yang maksimum.

Untuk mencapai hal tersebut dilakukan suatu langkah pengawasan mutu (quality

control) yang bagus.

Ada lima hal penting yang terdapat pada bahan baku utama, yaitu:

1. Fraksi Buah

Fraksi buah adalah klasifikasi TBS yang didasarkan pada presentase

berondolan luar yang lepas. Penentuan mutu TBS berdasarkan atas sortasi buah yang

dibagi menurut kriteria fraksi:

a. Fraksi 00 (sangat mentah): 0% buah luar memberondol

b. Fraksi 0 (mentah): 0-12.5% buah luar memberondol

c. Fraksi I (kurang matang): 12.5-25% buah luar memberondol

d. Fraksi II (matang 1): 25-50% buah luar memberondol

e. Fraksi III (matang 2): 50-75% buah luar memberondol

f. Fraksi IV (lewat matang): 75-100% buah luar memberondol

g. Fraksi V (sangat matang): buah dalam ikut memberondol

h. Fraksi VI (tandan kosong): 100% buah luar memberondol

2. Lama Menginap

Lama buah menginap adalah buah yang diserahkan pada pabrik setelah lewat

hari panen buah tersebut. Seharusnya TBS yang dipanen harus diangkut ke Pabrik

hari itu juga dan tidak diperkenankan menginap.

3. Ukuran Panjang Gagang TBS (Tandan Buah Segar)

57

Page 30: Bab IV (Analisis) GBE

Panjang gaggang TBS maksimal 2.5 cm dari pangkal tandannya.

4. Jumlah Mutu dan Berondolan

Matang panen untuk buah yang boleh dipotong adalah jika ada berondolan di

piringan sebanyak 2 (dua) buah lepas/kg TBS. Berondolan yang lepas harus dipungut

dimasukkan ke dalam karung dan diangkat ke Pabrik. Berondolan yang diangkat

harus bersih, tidak bercampur pasir, tanah, dan sampah lainnya.

5. Sortasi Buah

Sortasi buah adalah kegiatan memeriksa (menyortir) tandan buah segar yang

berasal dari lapangan (kebun) yang masuk ke dalam pabrik dan disortir di loading

ramp. Sortir ini bertujuan untuk mengetahui kualitas TBS yang baik. Sortasi mutu

panen TBS di Pabrik dilakukan oleh karyawan pabrik bersama petani.

Pengawasan mutu TBS diperlakukan bagi seluruh TBS baik yang berasal dari

perusahaan (inti), petani (plasma) maupun dari kebun lain. Sortasi silakukan secara

acak (100 tandan / truk)

TBS yang diterima di Pabrik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Jumlah berondolan sekurang-kurangnya 12.5% dari beray TBS keseluruhan.

a. Tandan terdiri dari fraksi 2 dan 3dengan jumlah minimal 60%, fraksi 5

aksimal 5% dan fraksi 00 tidak ada.

b. Tandan tidak boleh bergaggang panjang

c. Tidak terdapat tandan kosong

d. Berondolan dalam karung harus bebas dari sampah, tanah, pasir atau benda

lainnya.

Cara Mengambil Sampel adalah TBS dari kebun disortasi, tiap truk pada pagi

hari diambil 100 tandan danTBS untuk disortasi merupakan TBS yang tidak

menginap.

4.4.2.3. Cara Pelaksanaan Sortasi

a. Truk berisi TBS yang telah ditimbang di jembatan timbang (Weight Bridge)

kemudian dibongkar di loading ramp.

b. Tandan sortasi dikumpulkan oleh petugas sortasi

58

Page 31: Bab IV (Analisis) GBE

c. Berondolan lepas dan yang khusus dikirim dari kebun yang ada dalam sampel,

diambil lalu ditimbang.

d. Hasil sortasi dinilai, dihitung dan dicatat dalam daftar sorasi.

4.4.2.4. Alat-alat Sortasi antara lain:

1. Gancu

2. Timbangan

3. Plastik

4. Sekop, dan

5. ember.

4.4.2.5. Bahan Baku Tambahan

Dalam proses penyediaan air untuk kebutuhan pabrik baik untuk proses

maupun keperluan domestik dilakukan pengolahan terhadap bahan baku air

diinstalasi water treatment, di tempat ini air diolah dengan cara pemberian bahan

kimia yang dilakukan terhadap air baku sebelum dipompakan ke pabrik untuk

kebutuhan domestik dan pemrosesan.

Pada saat pengaliran ini juga disertakan bahan kimia, yaitu: soda abu yang

berfungsi untuk mengatur PH air dan Alum yang berfungsi membersihkan lumpur,

serta Plokulan (P812) untuk mengikat lumpur sehingga terjadi proses Koagulasi

untuk menetralisir muatan, terjadinya pengendapan suspended solid dalam air dengan

cara gravitasi atau yang biasa disebut sedimentasi, kemudaian terjadi proses

pengikatan antar Koagulan sehingga membentuk partikel yang lebih besar dan dapat

mengendap.

Kemudian dilakukan proses Aerasi, dalam proses ini juga dilakukan proses

sedimentasi untuk mengendapkan lumpur. Proses Aerasinyan sendiri dilakukan

dengan sistem pengaliran ke tangki Aerasi untuk mengikat O .

Setelah proses aerasi selesai, dilakukan proses penyaringan (filtarsi),

fungsinya untuk menyaring sisa-sisa kotoran yang masih terdapat dalam air sehingga

air benar-benar bersih.

59

Page 32: Bab IV (Analisis) GBE

Pada penyaringannya menggunakan media berupa pasir, antracite, garvel, dan

karbon aktif. Air yang sudah benar-benar bersih dipompa ke menara tangki dan siap

di distribusikan. Khusus untuk kebutuhan air Boiler dan kebutuhan domestik.

Selain Air, uap juga merupakan salah satu bahan baku yang tidak kalah

pentingnya, mengingat hampir setiap proses memerlukan uap untuk mencapai

temperatur tertentu. Kegunaan Uap adalah terutama untuk yaitu Menggerak Turbin,

Proses dan Memanaskan Minyak (CPO)

Uap ini dihasilkan oleh Boiler, proses pendistribusian uap yang dimulai dari

stasiun boiler yang menghasilkan dan mengirimkan steam rata-rata ke stasiun mesin

di Ruang mesin, Uap digunakan untuk memutar Turbin, kemudian uap tersebut

terexhaust ke back pressure vessel, kemudian didistribusikan ke setiap stasiun yang

memerlukannya. Pendistribusian uap di arahkan ke sterilizer, Stasiun kernel, stasiun

tekan (press dan digesther), stasiun klarifikasi, boiler water, crude oil tank, dan

sisanya terexhaust ke udara bebas.

Stasiun sterilizer merupakan salah satu stasiun yang memiliki kebutuhan uap

yang paling besar dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain.

Proses pengolahan kelapa sawit merupakan suatu proses yang berlangsung

secara teratur mengikuti tahap demi tahap (step by step process). Secara umum

tahapan pengolahan tandan buah kelapa sawit dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan,

yaitu:

a. Tahapan pendahuluan (perebusan TBS dan penebahan).

b. Tahapan pengubahan bentuk dan ciri-ciri (peremasan, pengempaan dan

penyaringan).

c. Tahapan penyelesaian (pemurnian dan penyimpanan minyak).

Dan secara khusus tahapan-tahapan tersebut dapat dibagi dalam beberapa

stasiun yang berbeda dan pada proses pengolahannya berlangsung secara berurutan.

Urutan stasiun-stasiun tersebut meliputi: Penerimaan buah, Pengolahan tandan,

Pengolahan buah, Pengolahan minyak, Pengolahan biji dan Pengolahan inti.

60

Page 33: Bab IV (Analisis) GBE

Tanaman Kelapa Sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20–25 tahun.

Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan

kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada

usia empat samapi enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut

sebagi periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut mulai

menghasilkan buah tandan segar ( Fresh Fruit Bunch). Tanaman kelapa sawit pada

usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah

tandan segar. Dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati.

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah

sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah

menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel

palm). Ekstraksi CPO rata-rata 20% sedangkan PK 2.5%. Sementara itu serta dan

cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Minyak sawit

dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan,

penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized

Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat

(RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein

terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin

terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening, disamping untuk bahan baku

industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia

dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses

penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5%

PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) dan 0.5% buangan. Berikut ini bagan proses

61

Page 34: Bab IV (Analisis) GBE

penyulingan minyak kelapa sawit dan pengolahan kelapa sawit.

Sumber: www.bbj-jfx.com/products.asp?pmo

62

Page 35: Bab IV (Analisis) GBE

Sumber: www.bbj-jfx.com/products.asp?pmo

63

Page 36: Bab IV (Analisis) GBE

4.4.2.6. Peluang

Dengan melihat lingkungan teknologi proses dalam industri baik itu teknologi

proses secara umum maupun teknologi proses di PTP Nusantara XIII (Persero)

diperoleh oeluang adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya proses pengolahan kelapa sawit secara teratur dan dan teliti, akan

menghasilkan Minyak Kelapa Sawit dan inti Kernel dengan kualitas mutu yang

baik, sehingga harga ekspornya akan naik dan dapat bersaing dengan industri

minyak lainnya seperti malaysia.

2. Jika dilihat dari sistem pengolahan air untuk keperluan Pabrik, maka sistemnya

yang digunakan sudah baik. Dengan menggunakan air melalui proses perlakuan

yang baik akan berdampak positif terhadap panjangnya umur alat produksi

sehingga biaya perawatan dan penggantian alat dapat ditekan.

3. Dengan memperhatikan kualitas bahan baku utama maka kerugian proses dapat

ditekan dan efisiensi dapat ditingkatkan sehingga target produksi meningkat.

4. Dengan memperhatikan pengendalian mutu maka didapatkan hasil proses

pengolahan dengan jumlah produksi yang maksimum.

4.4.2.7. Ancaman

Selain peluang yang didapatkan dalam teknologi proses produksi, PTP

Nusantara XIII (Persero) juga akan menemukan ancaman yang dapat merugikan PTP

Nusantara XIII (Persero) terutama terhadap pabrik pengolahan kelapa sawit.

Ancaman tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hasil Produksi menurun dan Efisiensi rendah apabila air yang digunakan oleh

Pabrik tidak sesuai dengan ketentuan industri sehingga berdampak negatif

terhadap umur alat produksi dan akan menyebabkan karatan karena air

mengandung PH asam.

2. Minyak Kelapa Sawit yang dihasilkan akan bermutu rendah, bersifat asam, dan

bahkan tidak laku dipasar ekspor apabila proses produksinya tidak sesuai dengan

standard pengendalian mutu, hal ini diakibatkan karena buah yang dijual oleh

64

Page 37: Bab IV (Analisis) GBE

petani belum benar-benar matang dan busuk serta buah terlalu lama menginap di

tempat penampungan sementara buah.

4.4.2.8. Implikasi Bisnis

Dalam suatu industri atau perusahaan, proses produksi merupakan hal yang

sangat krusial dan penting sekali, proses produksi menghasilkan output yang akan

dijual di pasar sehingga menghasilkan pendapatan oleh sebab itu perusahaan akan

mendapatkan keuntungan. Output yang dihasilkan memiliki mutu yang tinggi apabila

didukung dengan input yang baik dan memadai. Jadi dalam suatu proses produksi

peusahaan harus benar-benar memperhatikan standard mutu produksi.

4.5. Analisis Lingkungan Persaingan Yang Alami

Lingkungan persaingan yang alami merupakan hal yang sangat penting dalam

mendukung pertumbuhan perusahaan. PTP Nusantara XIII (Persero) berkewajiban

menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua individu dalam

perusahaan, serta bagi stakeholder lainnya yang melakukan aktivitas di PTP

Nusantara XIII (Persero). Perusahaan bersamasama pelanggan, pemasok, dan

stakeholder lainnya menjalankan praktek bisnis yang berwawasan lingkungan.

Perusahaan mengintegrasikan aspirasi tentang lingkungan hidup dalam praktek-

praktek bisnis dan bertanggung jawab untuk melindungi lingkunan kerja dan tunduk

pada hukum serta peraturan yang berlaku. Tanggung jawab perusahaan terhadap

lingkungan alam adalah sebagai berikut:  

1. Perusahaan bertanggung jawab dan berpartisipasi aktif dalam program pe-

lestarian lingkungan hidup.  Perusahaan mengoperasikan fasilitas-fasilitasnya se-

suai prosedur yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan

lingkungan hidup.

2. Bagian Sekretaris Korporat bertanggung jawab atas pengembangan dan koordi-

nasi seluruh kebijakan lingkungan hidup. Komite Lingkungan Hidup dalam peru-

sahaan, beranggotakan perwakilan dari seluruh bagian dan unit kerja bertugas

65

Page 38: Bab IV (Analisis) GBE

menjamin bahwa aspek lingkungan hidup berada pada tingkat kelayakan yang

tinggi di masing-masing bagian dan unit kerja.

3. Penemuan kejadian yang meragukan atau mungkin melanggar kebijakan ini harus

segera dilaporkan ke CCO.

4. Setiap Manajer Distrik, Manajer Unit Kerja, dan Kepala  Bagian, bertanggung

jawab atas pelaksanaan kebijakan ini sesuai pedoman yang berlaku, dan

menginformasikan kebijakan ini kepada individu dalam perusahaan.

Hubungan–Hubungan Dengan Pelanggan, Pemasok dan Pesaing dan

Stakeholder lainnya. Perusahaan percaya bahwa dunia usaha dan publik memperoleh

manfaat jika bisnis berlangsung dalam persaingan yang sehat dan akan

memperlakukan pelanggan, rekanan bisnis dan pemasok secara wajar dan tidak akan

terlibat dalam praktek-praktek anti persaingan kepada mereka atau para pesaing

dengan membatasi ekonomi pasar bebas secara hukum.

Perusahaan berkomitmen untuk sepe-nuhnya menjunjung tinggi seluruh pene-

rapan “antitrust” (Perbaikan efisiensi pasar dan membatasi praktek perda-gangan

yang tidak wajar), pengaturan perdagangan dan hukum–hukum persaingan lainnya di

seluruh dunia. Perilaku yang menentang antitrust merupakan suatu pelanggaran bagi

setiap individu dalam perusahaan dan diberikan sanksi sesuai ketentuan perusahaan

dan hukum yang berlaku. Setiap individu dalam perusahaan yang terlibat dalam

transaksi dimana persaingan dibatasi atau adanya bentuk diskriminasi ekonomi,

diharuskan mencari penasehat hukum. Kelalaian dalam mematuhi hukum-hukum

tersebut memberikan konsekuensi serius terhadap perusahaan dan individu dalam

perusahaan, termasuk dampak sosial, denda, hukum penjara dan hilangnya reputasi.

Perusahaan memiliki berbagai macam hubungan bisnis dengan perusahaan lain

sebagai Pemasok, Pelanggan dan bahkan pesaing. Dalam berbagai situasi, perusahaan

mungkin bersepakat menjadi mitra kerja dalam beraliansi, tetapi bersaing dengan

mitra kerja tersebut dalam situasi yang lain. Oleh karena bervariasinya hubungan

bisnis, penting untuk dimengerti hubungan suatu perusahaan dalam sebuah tatanan

tertentu. Jika perusahaan membeli dari atau menjual produk perusahaan lain,

66

Page 39: Bab IV (Analisis) GBE

mungkin diperlukan negosiasi harga–harga dan syarat-syarat lainnya. Namun tidak

boleh mendiskusikan harga-harga tersebut apabila perusahaan bersaing dengannya.

CCO (Corporate Compliance Officer) bertanggung jawab atas pengembangan,

pencatatan dan koordinasi atas pelaksanaan kebijakan hubungan dengan pelanggan,

pemasok dan pesaing. Jika ditemukan kejadian yang berindikasi pelanggaran atas

kebijakan ini, harus segera dilaporkan ke CCO.

Pelanggan adalah Pembeli produk atau jasa yang diproduksi dan atau

dipasarkan perusahaan. Dalam interaksi dengan pelanggan:  

1. Perusahaan menghormati hak-hak pelanggan sesuai dengan peraturan per-

undangan yang berlaku.

2. Perusahaan memenuhi komitmennya dari segi harga, kualitas, waktu pengiriman,

jaminan produk maupun layanan purna jual sesuai dengan ketentuan perusahaan,

peraturan dan perundangan yang berlaku.

3. Perusahaan memberikan layanan yang sama kepada semua pelanggan.

4. Manajemen perusahaan tidak diperkenankan memberi atau menerima segala

bentuk imbalan baik langsung maupun tidak langsung.

5. Perusahaan menjaga kerahasiaan informasi mengenai pelanggan.

Pemegang saham (Shareholders) adalah Lembaga atau individu yang tercatat

dalam pemegang saham perusahaan. Dalam segala bentuk interaksi dengan pemegang

saham:  

1. Perusahaan memperlakukan pemegang saham sesuai dengan anggaran dasar

perusahaan dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Perusahaan memberikan kinerja yang optimal dan menjaga citra yang baik untuk

meningkatkan nilai bagi pemegang saham.

3. Perusahaan memegang teguh perundang-undangan mengenai informasi orang

dalam (insider information) terhadap permintaan akses atas informasi tertentu

yang sensitif dan atau rahasia.

Individu dalam perusahaan adalah Dewan Komisaris, Direksi, dan seluruh

Karyawan. Dalam berinteraksi, perusahaan menerapkan hal-hal sebagai berikut:

67

Page 40: Bab IV (Analisis) GBE

1. Menghargai setiap individu dalam perusahaan,  menunjukkan sikap sopan santun

serta membangun penghargaan pribadi.

2. Membangun komitmen dan menunjukkan perlakuan yang sama kepada semua

individu dalam perusahaan tanpa melihat ras, warna kulit, agama, asal-usul,

hambatan fisik atau mental, gender dan usia.

3. Meyakinkan para individu dalam perusahaan untuk menyampaikan opininya

tentang kebijakan dan praktek-praktek perusahaan dengan berkomunikasi secara

terbuka.

4. Menyediakan dan memelihara lingkungan dan tempat kerja yang kondusif, sehat

dan teratur.

5. Membuat para individu dalam perusahaan mendapatkan informasi tentang

kebijakan, rencana dan kemajuan perusahaan lewat komunikasi yang teratur.

6. Memberi peluang yang rasional kepada individu dalam perusahaan, konsisten

dengan Misi dan Visi perusahaan untuk mengikuti pelatihan agar menjadi

individu yang kompeten pada pekerjaannya.

7. Mengusahakan promosi yang konsisten dengan kebutuhan perusahaan setiap saat,

sehingga tersedia SDM dengan kualifikasi kompetensi sesuai kebutuhan.

8. Memberikan kompensasi dan manfaat yang jelas  dan  menarik serta memberi

imbalan dan mempertahankan individu yang berkualitas.

9. Tidak boleh memaksa, mempengaruhi dan atau melarang keterlibatan individu

memberikan kontribusi dalam proses politik  selama dilakukan secara wajar serta

tidak bertentangan dengan peraturan perusahaan yang berlaku.  

Petani Plasma adalah masyarakat yang memiliki lahan atau areal tanaman

perkebunan tertentu, berada di wilayah kerja perusahaan, memiliki keabsahan dan

ikatan kerja yang tertuang dalam perjanjian kerjasama. Dalam berinteraksi dengan

petani plasma:

1. Perusahaan memperlakukan petani plasma sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dengan perkembangan bisnis perusahaan.

68

Page 41: Bab IV (Analisis) GBE

2. Perusahaan menuangkan kesepakatan dalam suatu dokumen tertulis dan disusun

berdasarkan itikad baik dan saling menguntungkan.

Pemasok adalah penyedia barang dan jasa  termasuk dalam arti yang sama

dipakai istilah suplier, kontraktor, konsultan dan leveransir. Dalam pengadaan barang

dan jasa:  

1. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan dengan melibatkan calon pemasok yang mempunyai

reputasi dan catatan kerja/prestasi (track record) yang baik sesuai dengan

ketentuan perusahaan.

2. Perusahaan menghindari pemasok yang mempunyai  hubungan keluarga dengan

pengambil keputusan dan atau dengan yang memiliki benturan kepentingan.

3. Manajemen perusahaan tidak diperkenankan memberi atau menerima imbalan

dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung.

4. Perusahaan menuangkan kesepakatan dalam suatu dokumen tertulis yang disusun

berdasarkan itikad baik dan saling menguntungkan.

Kreditur adalah badan usaha atau perorangan yang telah memberikan kredit,

dan pemilik uang. Dalam menjalin  kerjasama dengan kreditur:  

1. Perusahaan mendasarkan pada persamaan, kesetaraan dan saling percaya.

2. Perusahaan berpedoman pada perundang-undangan yang berlaku.

3. Perusahaan tidak mempunyai benturan kepentingan.

4. Kesepakatan dituangkan dalam suatu dokumen tertulis yang disusun berdasarkan

itikad baik dan saling menguntungkan.

5. Pemilihannya berdasarkan pada profe-sionalisme, prinsip keselarasan nilai-nilai

antara internal dengan eksternal.

Publik adalah individu atau kelompok di luar perusahaan yang mempunyai

hubungan langsung maupun tidak langsung dengan  kegiatan perusahaan seperti

penerima bantuan Community Development, Mitra binaan PUKK,  Petani Plasma,

dan lain-lain. Dalam berinteraksi dengan masyarakat:

69

Page 42: Bab IV (Analisis) GBE

1. Perusahaan turut memelihara lingkungan hidup yang bersih dan sehat di sekitar

perusahaan.

2. Perusahaan beserta unit-unit kerjanya membangun dan membina hubungan yang

serasi dan harmonis serta berupaya memberi manfaat melalui program pem-

berdayaan.

3. Perusahaan menghormati hak asasi manusia, serta aspek sosial, budaya, adat

istiadat dan agama. 

Pesaing adalah perusahaan lain dan pihak luar perusahaan, yang memproduksi

dan atau memasarkan barang dan jasa yang sama. Dalam menghadapi pesaing:  

1. Perusahaan menjaga terciptanya persaingan yang adil, sehat dan transparan sesuai

dengan ketentuan perusahaan dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Perusahaan tidak dibenarkan untuk mengembangkan kerjasama dengan pesaing

yang dapat merugikan pelanggan.

3. Perusahaan tidak dibenarkan mendiskreditkan pesaing.

4. Perusahaan dapat mencari informasi mengenai pesaing sejauh tidak melanggar

perundangan yang berlaku.

5. Seluruh individu dalam perusahaan tidak diperkenankan untuk ikut serta baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam kepemilikan dan kepengurusan

perusahaan pesaing.

Pemerintah sebagai Regulator adalah Institusi beserta aparaturnya pelaksana

kenegaraan yang meliputi legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga lainnya, baik

tingkat pusat maupun daerah. Dalam berinteraksi dengan pemerintah:  

1. Perusahaan menjalin hubungan yang baik dan konstruktif atas dasar kejujuran dan

saling menghormati.

2. Perusahaan berupaya mendukung program nasional maupun regional khususnya

di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya.

Auditor dalam hal ini adalah Auditor Independen yang menyediakan jasanya

kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit (laporan keuangan, kepatuhan

dan operasional). Dalam berinteraksi dengan auditor:  

70

Page 43: Bab IV (Analisis) GBE

1. Perusahaan tidak boleh menyembunyikan informasi yang diperlukan untuk proses

audit.

2. Perusahaan dilarang memberi aneka hadiah, uang, pelayanan atau kesenangan lain

untuk mempengaruhi hasil audit.

3. Perusahaan dilarang membuat kesepakatan untuk melakukan kebohongan publik.

4. Perusahaan harus menghargai kode etik Auditor.

Media Massa adalah institusi media komunikasi massa yang meliput media

cetak dan elektronik yang berfungsi memberikan informasi, pendidikan (edukasi),

promosi, kontrol  sosial dan hiburan. Dalam berinteraksi dengan media massa:  

1. Perusahaan berpegang pada kebenaran dan keterbukaan informasi sesuai kode

etik jurnalistik dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Perusahaan menempatkan media massa sebagai mitra kerja yang sejajar, karena

itu perlu dibangun kerja sama yang positif, saling menghargai dan saling

menguntungkan.

3. Manajemen perusahaan tidak diperkenankan memberi atau menerima imbalan

dalam bentuk apapun baik langsung ataupun tidak langsung.

Perusahaan akan berjalan dengan baik apabila seluruh stakeholders

mendapatkan manfaat yang seimbang dan setiap individu di dalamnya setia pada misi

dan kepentingan perusahaan dan oleh karena itu perusahaan tidak membenarkan

setiap individu dalam perusahaan terlibat dalam konflik kepentingan dengan

perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu:

1. Kebijakan ini berlaku bagi individu dalam perusahaan, batihnya, atau

keluarganya.

2. Setiap individu yang menjumpai keraguan atas kewajaran dari setiap kepentingan

atau kegiatannya di luar Perusahaan bisa memperoleh kejelasan setiap saat

dengan mengajukan permohonan tertulis melalui atasannya. Semua kepentingan

atau kegiatan di luar yang telah diberitahukan kepada Perusahaan secara lengkap

dan mendapat persetujuan, baik pada saat awal bergabung dengan perusahaan

maupun sesudahnya, boleh dilanjutkan dengan cara sebagaimana disetujui kecuali

71

Page 44: Bab IV (Analisis) GBE

di-nyatakan sebaliknya. Setiap aktivitas pribadi atau kepentingan individu yang

dapat berpengaruh negatif terhadap penilaian, keputusan dan tindakan individu

dalam perusahaan harus disampaikan ke atasannya, Bagian PSDM dan CCO yang

akan menentukan apakah terdapat konflik dan bagaimana mengatasinya tanpa

bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Pengungkapan  yang sebenarnya

tanpa disembunyikan adalah langkah pertama menuju identifikasi dan pemecahan

atas masalah-masalah potensial.

3. Manajer Distrik, Manajer Unit Kerja, dan Kepala Bagian bertanggung jawab pada

operasi di bagian/unit kerja di bawahnya dalam hubungannya dengan kebijakan

ini dan meyakinkan diri bahwa individu dalam perusahaan telah mengetahui serta

mempedomaninya ke dalam maupun ke luar perusahaan.

4.5.1. Peluang

1. Kerjasama yang baik tentunya akan menguntungkan baik bagi perusahaan,

pemasok, Stakeholder, maupun berbagai pihak yang menjalin kerjasama,

sehingga terciptanya lingkungan bisnis yang kondusif. Hal ini akan menjadi

peluang besar untuk perkembangan dan kemajuan secara bersama-sama.

2. Persaingan yang sehat akan menghasilkan struktur kerja sesuai dengan yang

diinginkan, sehingga diperoleh output yang optimal.

3. Kepatuhan terhadap hukum merupakan hal yang positif supaya tindakan bisnis

yang dilakukan tidak keluar dari jalur bisnis yang sebenarnya agar pelanggaran

etik bias lebih ditekankan.

4.5.2. Ancaman

Apabila terjadi ketidakharmonisan antara perusahaan dengan pihak yang lain

dalam melakukan kerjasama, akan berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup

perusahaan secara keseluruhan.

4.5.3. Implikasi Bisnis

Setiap perusahaan menginginkan lingkungan persaingan yang alami. Dengan

adanya Lingkungan Persaingan yang Alami dalam suatu perusahaan, maka aktivitas

72

Page 45: Bab IV (Analisis) GBE

bisnis dapat berjalan lancar sehingga kelangsungan bisnis dapat secara terus-menerus

ditingkatkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan hubungan yang baik antar

karyawan dalam satu perusahaan maupun antar perusahaan dengan pelanggan.

4.6. Analisis Lingkungan Ekonomi Regional

Kemajuan sebuah perusahaan tidak saja dinilai dari pertumbuhan di laporan

keuangannya saja. Lebih penting lagi adalah bagaimana kehadiran perusahaan dalam

mendorong kemajuan ekonomi regional. PTP Nusantara XIII sebagai BUMN yang

bergerak di bidang Agroindustri menyikapinya dengan mendorang ekonomi rakyat

sekitar. Di samping juga menggalakkan upaya-upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

Keberadaan perusahaan-perusahaan di daerah harus mampu memberikan nilai

tambah terhadap daerah. Setidaknya mampu menjadi katalis pertumbuhan ekonomi

daerah, mampu menciptakan lapangan kerja, dan mendorong kemajuan ekonomi

kerakyatan. Dari sini nanti akan timbul respek dari rakyat lokal yang ujung-ujungnya

akan berimbas pada suasana kondusif yang dapat memacu kinerja. Meski tidak semua

perusahaan memahami kredo tersebut, sebab masih banyak perusahaan yang

memandang tanggung jawab sosial perusahaan dianggap sebagai aktifitas sia-sia yang

hanya membuang-buang biaya.

Anggapan ini yang kemudian kerap menjadikan adanya ketidaksamaan

persepsi antara masyarakat dengan perusahaan dalam memandang eksistensi sebuah

unit usaha.

Akibatnya, tidak semua proyek bisa diterima masyarakat dengan mulus.

Padahal, perusahaan seharusnya memposisikan kegiatan community development

(comdev) sebagai sarana yang efektif untuk melakukan pendekatan terhadap

masyarakat agar dapat menerima eksistensi perusahaan. Kiat-kiat yang efektif untuk

menegosiasikan persoalan tersebut. Pada intinya, bagaimana mengelola sebuah

program Coorporate Social Responsibilities (CSR) agar bisa efektif adalah kuncinya.

PTP Nusantara XIII adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada

73

Page 46: Bab IV (Analisis) GBE

bidang usaha agroindustri. Komoditas utama yang dikelola PTP Nusantara XIII

adalah Kelapa Sawit dan Karet.

Arah pengembangan Kelapa Sawit dilakukan melalui usaha horisontal dan

vertikal. Pengembangan horisontal melalui perluasan areal terutama Kebun Plasma.

Sedang pengembangan yang bersifat vertikal merupakan strategi membangun Down

Stream Industry dimana di dalamnya terdapat Industri Fraksinasi, Refinery, Oleo

Kimia, Biodiesel dan Industri Pemanfaatan Sisa Olahan. Bagi PTP Nusantara XIII

dengan kegiatan operasi yang lebih banyak di kawasan remote area, kegiatan comdev

harus memiliki azas manfaat.

Dengan kata lain kontribusi yang diberikan pada masyarakat setempat tidak

semata memberikan sumbangan dalam bentuk kepedulian belaka, melainkan harus

diberikan manfaat yang kongkrit terhadap masyarakat. Dalam kaitan hal itu PTP

Nusantara XIII ikut aktif secara nyata membangun ekonomi kerakyatan untuk

menjaga keseimbangan sosial dan komunitas di sekitar kebun yang tersebar dalam

remote area pada empat provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan

Selatan dan Kalteng). Pola pembangunan ekonomi kerakyatan yang dilakukan

PTPN13 di sekitar wilayah kebun adalah pembangunan Kebun Plasma pola PIRBUN

(PIR Swadana, PIR Berbantuan dan PIRTRANS), KKPA (Kredit Koperasi Primer

untuk Anggotanya). Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

Dana pembangunan ekonomi kerakyatan ini disediakan dalam bentuk kredit

bersumber dari perbankan dalam dan luar negeri, perusahaan dan hibah. Pada

dasarnya PTP Nusantara XIII mengelola dua areal tanaman, yaitu kebun sendiri dan

kebun plasma pola PIRBUN dan Pola KKPA. Kebun sendiri merupakan areal yang

seluruhnya dimiliki oleh PTP Nusantara XIII, sedangkan kebun plasma merupakan

areal milik petani. Produk dari Plasma dibeli, diolah dan dipasarkan oleh PTP

Nusantara XIII sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada masa mendatang luas

areal kebun sendiri diprogramkan tetap, sedangkan areal kebun plasma semakin luas

sehingga pembangunan ekonomi kerakyatan semakin nyata.

74

Page 47: Bab IV (Analisis) GBE

Petani Plasma sebagai pemilik kebun sangat berperan dalam meningkatkan

produktivitas sekaligus pendapatannya sendiri. PTP Nusantara XIII aktif membangun

Kebun Plasma dengan Pola PIRBUN (PIR Swadana. PIR Berbantuan dan

PIRTRANS) sejak tahun 1981 dengan sumber dana Kredit Bank Dunia dengan

komoditi Kelapa Sawit dan Karet. Total areal Kebun Plasma yang telah dibangun

sebesar 86.494 Ha (58.92 % dari total areal) termasuk Kebun Inti dengan jumlah

petani sebanyak 43.247 Kepala Keluarga (KK). Pada saat ini Kebun Plasma tersebut

sedang berproduksi dan PTP Nusantara XIII membeli produksi TBS (tandan buah

segar) dari petani Plasma tersebut dengan harga sesuai dengan Harga yang

dikeluarkan oleh Tim Penetapan Harga yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi

setempat. Pada saat pembangunan Kebun Plasma Pola PIRBUN, peranan PTP

Nusantara XIII adalah sebagai agen pengembangan pembinaan dalam bidang kualitas

dan kuantitas produksi, dan membeli produksi sesuai dengan harga yang ditetapkan

oleh Pemerintah Propinsi setempat melalui Tim Penetapan Harga, mengolah dan

memasarkan produk Petani Plasma. Setelah konversi yang bertanggung jawab penuh

terhadap produksi adalah Petani sendiri sebagai pemilik kebun. PTP Nusantara XIII

membantu instansi terkait melakukan pembinaan Petani Plasma terutama agar

kualitas produksi bahan baku yang disetor ke pabrik sesuai dengan standar mutu TBS

yang ditetapkan Dirjenbun, untuk persiapan replanting.

Pemerintah (Dirjenbun) telah membentuk program IDAPERTABUN (luran

Dana Asuransi Perkebunan) dengan menyisihkan sebagian dari hasil penjualan

produksi untuk dana peremajaan. Kenyataannya, kebanyakan petani mengambil

kembali uangnya untuk keperluan lain yang mendesak seperti bayar uang sekolah

anak dan sebagainya. Di samping dengan pola PIRBUN, PTP Nusantara XIII juga

mengaplikasikan pembangunan kerakyatan dengna pola KKPA (Kredit Koperasi

Primer untuk Anggotanya).

Melalui pola pembangunan ekonomi kerakyatan pola KKPA, PTP Nusantara

XIII telah merealisasikan pembangunan Kebun Plasma Pola KKPA seluas 24.220,88

Ha dengan melibatkan 12.110 KK di sekitar wilayah Unit Usaha. Pembangunan dan

75

Page 48: Bab IV (Analisis) GBE

pemeliharaan kebun sampai kreditnya lunas kepada Bank tetap dilakukan oleh PTP

Nusantara XIII.

Dalam pekerjaan pembangunan dan pemeliharaan kebun, petani

diikutsertakan. Dengan mengadaptasi pola ini PTP Nusantara XIII telah

mengeluarkan dana talangan sebesar Rp97,77 Milyar per 31 Desember 2006, dengan

alokasi dana talangan pembangunan Rp25,88 Milyar; dana talangan dibayar Rp60.90

Milyar; dana talangan Tanaman & ndash; Rp10,99 Milyar sehingga total menjadi

Rp97,77 Milyar. Segmen usaha yang dikelola PTP Nusantara XIII yaitu Kelapa Sawit

dan Karet.

Dalam hubungan ini PTP Nusantara XIII memiliki kompetensi dalam bidang

pengolahan kelapa sawit menjadi Minyak Sawit (MS) dan Inti Sawit (IS) serta

pengolahan karet menjadi Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan Standard Indonesian

Rubber (SIR-20). Produk MS atau yang lebih dikenal dengan CPO (Crude Palm Oil)

dan IS disebut juga kernel yang dihasilkan PTP Nusantara XIII sepenuhnya

dipasarkan untuk memenuhi konsumsi industri minyak nabati di Indonesia. Sekitar

30% produk olahan karet berupa RSS dan SIR-20 dialokasikan untuk pasar domestik

dan 70% dialokasikan untuk pasar global seperti India, Pakistan, Turki, Cina, Jerman

dan Argentina. Upaya Mendorong Kesejahteraan di samping mengedepankan

pembangunan ekonomi kerakyatan yang pada akhirnya mendorong eknomi daerah,

PTP Nusantara XIII juga tidak menutup mata dengan kondisi riil warga di sekitar

kebun.

Tingkat kesejahteraan warga yang ada di kebun-kebun terutama di kawasan

remote area, membuat warga tidak semata mata membutuhkan kail saja. Karena

dalam kondisi tertentu mereka juga memerlukan kepedulian untuk mengangkat

kesejahterannya. disamping itu, PTP Nusantara XIII pun tidak menafikkan

pelaksanaan program bina lingkungan yang bersifat filantropis yang diharapkan

mampu mendorong kesejahteraan warga sekitar. Setidaknya bisa memberikan

motifasi. Bentuk kepeduliannya adalah memberikan fasilitas belajar mengajar,

76

Page 49: Bab IV (Analisis) GBE

menyediakan infrastruktur sekolah, pelatihan organisasi, pelatihan keterampilan dan

kewirausahaan, bantuan bea siswa dan lainnya.

Dalam hal pembinaan kewirausahaan, PTP Nusantara XIII aktif dalam

pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dahulu dikenal dengan

PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi) disekitar wilayah kebun (unit kerja)

dengan sistem dana bergulir dan hibah yang langsung mendukung kegiatan

kemitraan. Dana untuk program kemitraan ini berasal dari pembagian laba yang

disahkan oleh RUPS. Jumlah mitra binaan sampai dengan tahun 2006 sebanyak 616

mitra.

Total dana kemitraan yang telah disalurkan PTP Nusantara XIII sampai

dengan tahun 2006 sebesar Rp7.934.091.000 dan dalam bentuk hibah sebesar

Rp197.061.837. Jenis Usaha yang didanai oleh Program Kemitraan antara lain:

warung sembako, pandai besi, kerajinan tangan, bengkel motor, vulkanisir, keramba

ikan, kios BBM, rumah makan sederhana, dan lain-lain. Kemudian kepedulian dalam

bentuk infrastruktur; Seperti pengembangan sarana dan prasarana umum, meliputi

perbaikan jalan dan sebaginya. Upaya-upaya nyata yang telah dilakukan diantaranya,

membantu meningkatkan/membangun infrastruktur bagi masyarakat di sekitar unit

usaha (Jalan desa, Jembatan, Balai Pertemuan dan lain-lain), peningkatan kualitas

sarana sosial seperti perbaikan gedung sekolah, bantuan penerangan, sarana air bersih

dan rumah ibadah sebagai wujud kepedulian terhadap masyarakat di sekitar unit

usaha. PTP Nusantara XIII juga memiliki kepedulian yang berimbang untuk menjaga

kelestarian lingkungan, kesehatan dan keamanan.

Dalam hal ini perusahaan menyediakan sarana kesehatan seperti Rumah Sakit

dua unit yang berada di Kebun Parindu dan Kebun Danau Salak, Rumah Sakit

Pembantu dua unit berada di Kebun Gunung Meliau dan Kebun Sungai Dekan, serta

poliklinik delapan unit yang berada di Kebun Rimba Belian, Kebun Kembayan,

Kebun Sintang, Kebun Ngabang, Kebun Tajati, Kebun Tabara dan Kebun Kumai.

Dalam rangka menunjang aktivitas sosial kemasyarakatan warga sekitar unit usaha,

PTP Nusantara XIII ikut aktif dalam Program Bina Lingkungan.

77

Page 50: Bab IV (Analisis) GBE

Program ini merupakan upaya pembinaan dan penyaluran bantuan dana hibah

kepada masyarakat wilayah sekitar kebun/unit usaha. Sumber dana Bina Lingkungan

dari pembagian laba yang disahkan oleh RUPS. Pada tahun 2006 PTP Nusantara XIII

merealisasikan permohonan bantuan sebanyak 159 Proposal. Total dana yang telah

dikeluarkan PTP Nusantara XIII untuk program Bina Lingkungan sampai dengan

tahun 2006 sebesar Rp7.824.306.499. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PTP

Nusantara XIII ini direspons positif oleh masyarakat. Warga di sekitar unit-unit usaha

PTP Nusantara XIII merasakan perubahan yang signifikan berkat keberadaan

perusahaan. Perekonomian pun menjadi tergenerasi dengan baik.

Apresiasi nyata yang diterima oleh PTP Nusantara XIII adalah mendapat

Piagam Penghargaan atas peran serta PTP Nusantara XIII dalam pembangunan

Kalimantan Barat melalui Sumbangan/Partisipasi Pihak Ketiga. Setidaknya dari

gambaran yang dilakukan menunjukkan bahwa comdev atau CSR secara umum

bukanlah sebuah kegiatan cost center yang tidak bermanfaat bagi perusahaan.

Sebaliknya, jika CSR ini dilaksanakan dengan efektif dan efisien serta didukung

dengan perencanaan yang matang, maka biaya yang dikeluarkan bisa direduksi.

Sementara manfaat yang diperoleh perusahaan pun menjadi signifikan.

4.6.1. Peluang

1. Tindakan Pengembangan Komoditas dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

yang dilakukan PTP Nusantara XIII merupakan wujud dari investasi masa depan,

sehingga kelangsungan hidup perusahaan akan menjadi baik, hubungan dengan

masyarakat akan tenteram.

2. Selain mewujudkan Tanggung Jawab Perusahaan dengan membangun Rumah

Sakit besar, Rumah Sakit cabang dan poliklinik, PTP Nusantara XIII (Persero)

juga akan mendapatkan penghasilan tambahan dari Rumah sakit tersebut.

3. Dengan terciptanya peluang kerja, maka mengurangi angka pengangguran

masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat disekitar perusahaan pada

khususnya.

78

Page 51: Bab IV (Analisis) GBE

4. Adanya penghargaan karena ikut membangun Kalimantan Barat dengan program

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, PTP Nusantara XIII (Persero) akan

mendapat image baik sehingga dapat menarik investor dari luar.

4.6.2. Ancaman

1. Resiko terjadinya perselisihan sangat besar yang diakibatkan oleh kecemburuan

sosial dan kesalahfahaman antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

2. Apabila keberadaan perusahaan tidak mampu memberikan nilai tambah terhadap

ekonomi masyarakat setempat, dalam waktu singkat perusahaan akan teramcam

keberadaannya.

4.6.3. Implikasi Bisnis

Kemajuan sebuah perusahaan tidak saja dinilai dari pertumbuhan di laporan

keuangannya saja. Oleh sebab itu hal penting yang harus dilakukan oleh PTP

Nusantara XIII (Persero) adalah bagaimana kehadirannya dalam mendorong

kemajuan ekonomi regional. PTP Nusantara XIII (Persero) sebagai BUMN yang

bergerak di bidang Agroindustri wajib menyikapinya dengan mendorang ekonomi

rakyat sekitar. Di samping juga menggalakkan upaya-upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat, keberadaan PTP Nusantara XIII (Persero) di daerah harus

mampu memberikan nilai tambah terhadap daerah. Setidaknya mampu menjadi

katalis pertumbuhan ekonomi daerah, mampu menciptakan lapangan kerja, dan

mendorong kemajuan ekonomi kerakyatan.

4.7. Analisis Lingkungan Kebijakan Industri & Kebijakan Sektoral

Pada dasarnya PTP Nusantara XIII (Persero) mengelola dua areal tanaman,

yaitu kebun sendiri dan kebun plasma pola PIRBUN dan pola KKPA. Kebun sendiri

merupakan areal yang seluruhnya dimiliki oleh PTP Nusantara XIII (Persero),

sedangkan kebun plasma merupakan areal milik petani. Produk dari Plasma dibeli,

diolah dan dipasarkan oleh PTP Nusantara XIII (Persero) sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Pada masa mendatang laus areal kebun sendiri diprogramkan tetap,

sedangkan areal kebun plasma semakin luas sehingga membangun ekonomi

79

Page 52: Bab IV (Analisis) GBE

kerakyatan semakin nyata. Petani plasma sebagai pemilik kebun sangant berperan

dalam meningkatkan produktivitas sekaligus pendapatan sendiri. Sedangkan PTP

Nusantara XIII (Persero) berperan sebagai pembina, pengolah serta menjadi penjual

dari produk yang dihasilkan.

Segmen usaha yang dikelola oleh PTP Nusantara XIII (Persero) yaitu Kelapa

Sawit dan Karet. Dalam hubungan ini PTP Nusantara XIII (Persero) memiliki

kompetensi dalam bidang pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit (MS) dan

Inti Sawit (IS) serta pengolahan karet menjadi Rubbed Smoked Sheet (RSS) dan

Standard Indonesian Rubber (SIR-20). Produk MS atau yang lebih dikenal dengan

CPO (Crude Palm Oil) dan IS disebut juga kernel yang dihasilkan PTP Nusantara

XIII (Persero) sepenuhnya dipasarkan untuk memenuhi konsumsi industri minyak

nabati di Indonesia. Sekitar 30% produk olahan karet berupa RSS dan SIR-20

dialokasikan untuk pasar domestik dan 70% dialokasikan untuk pasar global seperti

India, Pakistan, Turki, Cina, Jerman, dan Argentia.

Sampai dengan akhir tahun 2003, kontribusi PTP Nusantara XIII (Persero)

terhadap produksi CPO dunia sebasar 0,78% (207 ribu ton dari 26.417 ribu ton)

sedangkan terhadap produksi CPO di indonesia sebesar 2,14% (207 ribu ton dari

9.653 ribu ton), dengan pertumbuhan produksi rata-rata pertahun sebesar 3,13% sejak

tahun 1999. untuk produksi karet, kontribusi PTP Nusantara XIII (Persero) terhadap

produksi karet Dunia sebesar 0,38% (28 ribu ton dari 7.450 ribu ton) sedangkan

terhadap produksi karet di Indonesia sebesar 1,75% (28 ribu ton dari 1.598 ribu ton).

Jika mencermati informasi di atas, tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun untuk

produksi di Indonesia dan Dunia lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat

pertumbuhan konsumsi rata-rata pertahun di Indonesia dan Dunia. Untuk waktu-

waktu yang akan datang atmosfir persaingan akan semakin ketat, sebagaimana

tergambar pada tabel 4-8 di bawah ini:

80

Page 53: Bab IV (Analisis) GBE

Sumber: Laporan tahunan 2006, PTP Nusantara XIII

Kondisi lingkungan persaingan lainnya muncul karena CPO, Kernel, RSS dan SIR-20

bukan merupakan produk yang spesifik, dan produsen untuk keempat produk tersebut

yang merupakan pesaing bagi PTP Nusantara XIII (Persero) jumlahnya cukup

banyak.

Disamping itu, khusus untuk produk CPO dan Kernel, volume permintaan dan

harga yang berlaku di pasar juga dipengaruhi oleh ketersediaan produk-produk

substitusi seperti minyak kedelai, minyak bumi matahari dan minyak lobak yang

banyak dihasilkan oleh negara-negara Amerika Latin. Dalam menghadapi kondisi

persaingan tersebut.

faktor-faktor keunggulan penting yang dimiliki oleh PTP Nusantara XIII

(persero) adalah:

1. Luas areal tamanan memadai.

2. Areal cadangan masih cukup luas.

3. Varietas tanaman memiliki potensi produksi yang tinggi.

4. Umur tanaman sebahagian besar masih dalam tarap produktif.

5. Program peremajaan sudah menggunakan varietas baru dengan potensi produksi

yang lebih tinggi.

6. Fasilitas pengolahan cukup memadai.

7. Hubungan dengan pelanggan sangat baik.

8. Kondisi keuangan perusahaan cukup kondusif.

9. Teknologi informasi sudah memadai.

10. Dan lain-lain

4.7.1. Areal Kebun Sendiri

81

Page 54: Bab IV (Analisis) GBE

Selama 5 tahun terakhir (2002-2006), rata-rata peningkatan areal kebun

sendiri 0,76%. Pada tahun 2006 luas areal tanaman kebun kelapa sawit kebun sendiri

sebesar 48.565 Ha dan jika dibandingkan dengan luas areal pada tahun 2005 sebesar

48.007 Ha, terjadi peningkatan luas areal sebesar 557 Ha atau 1,16% karena adanya

penanaman tanaman baru.

Tabel 4-9: Komposisi luas areal tanaman kebun sendiri tahun 2006 sebagai berikut:

Sumber: Laporan Tahunan 2006 PTPN XIII (Persero)

Grafik areal kebun sendiri (2002-2006):

Komposisi tanaman Kelapa Sawit menunjukkan luas areal tanaman tua mancapai

34,14%. PTP Nusantara XIII (Persero) telah melakukan peremajaan sejak tahun 2005

dengan sistem suntik mempergunakan bahan kimia glyphosate.

4.7.2. Areal Kebun Plasma

Selama lima tahun terakhir (2002-2006), rata-rata peningkatan luas areal

kebun plasma 4,16%. Pada tahun 2006 luas areal tanaman kebun plasma sebesar

82

Page 55: Bab IV (Analisis) GBE

55.469 Ha. Jika dibandingkan dengan luas areal pada tahun 2005 sebesar 54.963 Ha

maka terjadi penambahan luas areal sebesar 506 Ha atau sebesar 0,92%.

Tabel 4-10 Komposisi luas areal tanaman kebun plasma pada 2006 sebagai berikut:

Sumber: Laporan tahunan 2006, PTP Nusantara XIII (Persero)

Grafik areal kebun plasma (2002-2006):

Komposisi tanaman Kelapa Sawit menunjukkan bahwa luas areal tanaman tua

mencapai 17,67% diprogramkan untuk diremajakan melalui dana program revitalisasi

perkebunan. Perbandingan luas areal Kelapa Sawit Kebun Sendiri dengan Kebun

Plasma 2006 seperti dalam grafik PIE (%) di bawah ini:

83

Page 56: Bab IV (Analisis) GBE

(Sumber: Laporan tahunan 2006, PTPN XIII (Persero)

4.7.3. Peluang

PTP Nusantara XIII (Persero) memiliki kompetensi dalam bidang pengolahan

kelapa sawit menjadi minyak sawit (MS) dan Inti Sawit (IS) serta pengolahan karet

menjadi Rubbed Smoked Sheet (RSS) dan Standard Indonesian Rubber (SIR-20).

Sekitar 30% produk olahan karet berupa RSS dan SIR-20 dialokasikan untuk

pasar domestik dan 70% dialokasikan untuk pasar global seperti India, Pakistan,

Turki, Cina, Jerman, dan Argentia, serta PTP Nusantara XIII (Persero) memiliki

beberapa keungulan antara lain luas areal cukup luas, fasilitas pengolahan memadai,

dan lain-lain sehingga memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan perusahaan

perkebunan lainnya.

4.7.4. Ancaman

Luas areal tanah yang diserahkan oleh masyarakat kepada perusahaan cukup

luas, sehingga masyarakat menjadi kehilangan tanah. Tanah akan menjadi tandus

apabila masa tanaman kelapa sawit telah habis, sehingga tanah tidak dapat

dimanfaatkan lagi apabila tidak diberi pupuk/penyubur.

4.7.5. Implikasi Bisnis

Dengan melihat besarnya kontribusi PTP Nusantara XIII (Persero) terhadap

supplai minyak kelapa sawit dan karet, maka diharapkan kepada PTP Nusantara XIII

(Persero) tidak hanya mempertahankan, malainkan secara terus-menerus untuk

84

Page 57: Bab IV (Analisis) GBE

meningkatkan kinerjanya sehingga dengan kinerja yang baik didapatkan mutu minyak

yang baik pula.

4.8. Analisis Lingkungan Politik

4.8.1. Lingkungan Politik Dalam Negeri

Politik dalam negeri merupakan hal yang sangat krusial terhadap

perkembangan kemajuan suatu perusahaan. Sebagaimana kita ketahui, upaya untuk

memulihkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah dilakukan walaupun

hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya

bebagai permasalahan secara beruntun dan berkesinambungan.

Krisis multidimensi serta segala dampak yang belum sepenuhnya dapat

diatasi. Belum pulihnya peran sektor perbankkan untuk mendukung sektor riil, masih

terjadi konflik sosial dan gangguan keamana di beberapa daerah, rendahnya

kepercayaan dunia usaha luar negeri terhadap Indonesia, membengkaknya hutang

pemerintah dan dunia usaha, adalah contoh-contoh masih dari terjadinya krisis. Selain

itu, dampak dari krisis tersebut telah menyebabkan turunnya daya saing global

Indonesia.

Sementara dampak krisis yang belum dapat dipulihkan maka upaya untuk

menata ulang kehidupan berbangsa dan bernegara melalui reformasi, meskipun sudah

berjalan namun hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Reformasi hukum dan

kelembagaan, meskipin prosesnya sudah berjalan cukup jauh namun hasilnya masih

jauh dari sempurna.

Dari berbagai permasalahan yang terjadi serta dampak negatifnya merupakan

tantangan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia dalam mempertahankan

perekonomian, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan perolehan

devisa yang sekaligus menghemat dalam penggunaannya.

Pembangunan industri dan perdagangan dihadapkan pada tantangan yang

berasal dari dalam negeri, yaitu antara lain masih perlunya penyempurnaan dan

pembaharuan beberapa perangkat hukum. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 5

85

Page 58: Bab IV (Analisis) GBE

Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat diharapkan akan

tercipta demokrasi dalam bidang ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan

yang sama bagi setiap warga Negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi

dan pemasaran barang dan atau jasa dalam iklim usaha yang kondusif, sehingga

mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.

Sementara itu, penetapan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dimaksudkan untuk medukung tumbuhnya dunia usaha agar mampu

menghasilkan beraneka barang dan atau jasa yang memiliki kandungan teknologi

yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus

mendapatkan kepastian atas barang dan atau jasa yang diperoleh dari perdagangan

tanpa mengakibatkan kerugian untuk konsumen. Namun demikian masih ada

perangkat hukum dan peraturan yang masih harus disempurnakan atau dibuat, antara

lain, sampai dengan saat ini kita belum mempunyai aturan tentang “safeguard”.

Dengan demikian kita tidak bisa memanfaatkan salah satu “trade remedy” tersebut

untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan impor, yang seringkali

dilakukan secara tidak “fair”. Permasalahan lainnya di sektor industri adalah belum

meratanya persebaran industri yang ada di Inodnesia, hal ini terutama disebabkan

kurangnya dukungan infrastruktur di luar Jawa, termasuk di Kalimantan dimana

berdirinya PTP Nusantara XIII (Persero).

Tantangan tersebut harus dihadapi dengan kebijakan, strategi, dan program

yang tepat. Pada saat ini telah disusun Kebijakan Revitalisasi dan Pengembangan

Industri dan Perdagangan. Melalui kebijakan ini diharapkan pembangunan Industri,

perdagangan dalam negeri, dan perdagangan luar negeri diupayakan untuk dipulihkan

kinerjanya dan sekaligus diupayakan untuk dikembangkan sehingga mempunyai

kerangka landasan yang lebih baik.

Revitalisasi dan Pengembangan Industri meliputi revitalisasi industri dan

pengembangan industri. Revitalisasi indurti difokuskan pada cabang-cabang industri

yang banyak menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa, seperti Tekstil dan

Produk Tekstil, Elektronika, Alas Kaki, Pengolahan Kayu, Serta Pulp dan Kertas,

86

Page 59: Bab IV (Analisis) GBE

agar kinerjanya cepat pulih kembali. Sedangkan penganbangan industri difokuskan

pada beberapa cabang industri yang diharapkan akan mengembangkan kemampuan

lebih lanjut dalam menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa serta sekaligus

akan memperkuat struktur industri nasional. Cabang-cabang industri tersebut adalah:

Kulit dan Produk kulit, Pengolahan Ikan, Pengolahan CPO, Pupuk dan Alat

Pertanian, Makanan, Software, serta Perhiasan dan Kerajinan. Selanjutnya, kokohnya

struktur industri nasional juga memerlukan pengembangan industri-industri

pendukung, yang meliputi: Industri Barang Modal, dan Industri Penghasil

Komponen, terutama komponen permesinan, Elektronika, dan Otomotif, serta

industri pendukung lainnya seperti penyamakan kulit dan penghasil asesoris. Di

samping merevitalisasi industri yang telah ada, suksesnya revitalisasi dan

pengembangan industri ini akan sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam

meningkatkan kinerja investasi, baik penanaman modal asing maupun penenaman

modal dalam negeri.

Berkurangnya peran impor untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri,

merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat diabaikan. Penguasaan

pasar dala Negeri diharapkan memberikan kesempatan yang lebih baik kepada

produk dalam negeri untuk lebih berkembang, sehingga daya saingnya di pasar

Internasional dalam hal harga, mutu, dan penyerahan dapat ditingkatkan. Kebijakan

dan strategi tersebut di atas, dalam operasionalnya memerlukan programp-program

yang jelas serta terukur keberhasilannya. Oleh karena itu, di samping terus

melanjutkan program-program lainnya, yang telah dijabarkan dalam rangka

revitalisasi dan pengembangan industri dan perdagangan maka Depperindag akan

lebih memfokuskan pada Program Pemberdayaan Produk Dalam Negeri yang antara

lain, terdiri dari:

1. mengoptimalkan kemampuan industri dalam negeri. Hal ini dilakukan melalui:

optimalisasi kemampuan industri dalam negeri dalam rangka pengadaan

pemerintah/BUMN, termasuk pada PTP Nusantara XIII (Persero) sehingga

tercipta kesempatan yang lebih besar bagi industri dalam negeri untuk tumbuh

87

Page 60: Bab IV (Analisis) GBE

dan berkembang. Revisi terhadap Keppres No. 18 Tahun 2000 perlu dilakukan,

termasuk untuk mengharuskan pembelian omport oleh pemerintah/BUMN

dikaitkan dengan imbal dagang. Demikian pula terbentuknya Tim Optimalisasi

Pemberdayaan Kemampuan Industri Dalam Negeri perlu difasilitasi.

2. Memberantas Uncer-invoicing dan mewujutkan transparansi dalam importasi. Hal

ini dilakukan melalui penerapan Pre Shipment nspection (PSI) yang secara

bertahap mengarah pada MRTI (manajemen Resiko Transaksi Impor), dengan

tidak membebani anggaran pemerintah serta tidak mengurangi kewenangan

Direktirat Jenderal Bea dan Cukai; agar tercipta mekanisme kontrol antara ”pre –

audit” dan post-audit” di mana sistem ini akan menunjukkan komitmen

pemerintah untuk mewujudkan transparansi dan pemberantasan KKN.

3. Memberantas penyelundupan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan koordinasi

antar instansi untuk menjamin efektivitas upaya nasional dalam menanggulangi

penyelundupan sehingga terwujut perdagangan dalam Negeri yang adil sekaligus

mencegah pencurian sumber daya nasional.

4. Mengupayakan stabilitasi harga komoditas pertanian. Hal ini dilakukan melalui

penyediaan skema pembiayaan untuk menyangga harga yang turun dalam masa

panen serta membangun dan mengembangkan sistem resi guddang Warehouse

Receipt System (WRS) sehinga posisi tawar petani dapat ditingkatkan.

5. Mengembangkan skema pembiayaan dalam negeri. Hal ini dilakukan melalui

dukungan pembiayaan oleh perbankkan dan lembaga keuangan non-bank yang

lebih memadai bagi sektor riil, sehingga dicapai peningkatan penguasaan pasar

dengan barang modal dan konpinen hasil produksi dalam negeri.

6. Meningkatkan peran perpajakkan untuk meningkatkan daya saing. Hal ini

dilakukan melalui: penangguhan PPN komoditas strategis serta mempermudah

dan mempercepat restitusi PPN ekspor, agar beban modal kerja dapat dikurangi

sehingga daya saing dapat ditingkatkan.

7. Membangun nasionalisme dalam dalam memberdayakan produk dalam negeri.

Hal ini dilakukan memalui pencanangan tahun 2003 sebagai tahun Pemberdayaan

88

Page 61: Bab IV (Analisis) GBE

Produk Dalam Negeri (P2DN) oleh Ibu Presiden R.I, yang diikuti dengan

penyelenggaraan Pameran Produksi Indonesia tahun 2003 (PPI-2003) di Jakarta

serta kampanye P2DN melalui jalur pendidikan.

Aspek lainnya dalam kebijakan revitalisasi perdagangan dalam negeri adalah

pertama, pengembangna sistem distribusi nasional dalam kesatuan pasar nasional

untuk meningkatkan efisiensi dan kelancaran distribusi yang dilakukan melalui

peningkatan koordinasi dan penataan pola distribusi secara efektif, pengembangan

jalur distribusi alternatif apabila terjadi gangguan distribusi dan kelangkaan barang,

peningkatan akses pasar dan informasi, peningkatan fasilitas distribusi dengan

membangun terminal dan sub-sub terminal, serta pengurangan hambatan perdagangan

regional akibat diterbitkannya berbagai aturan yang berkaitan dengan tata niaga.

Kedua, penguatan usaha dan kelembagaan perdagangan yang dilakukan melalui

pemberian legalitas usaha, pelayanan informasi dan upaya pengembangan SDM,

peningkatan penyelanggaraan pendaftaran perusahaan, pengembangan jaringan dan

kelembagaan informasi yang sinergis, peningkatan pelayanan pasar dalam negeri

yang meliputi pembangunan dan penerapan sistem pengawasan barang beredar dan

jasa, serta peningkatan tertib ukur. Ketiga, koordinasi penyelanggaraan perlindungan

konsumen. Hal ini dilakukan melalui penguatan lembaga independen dan dukungan

kepada LSM perlindungan konsumensebagai mitra dalam pengawasan perlindungan

konsumen. Keempat, adalah revitalisasi dan pengembangan perdagangan Berjangka

Komoditi yang dilakukan antara lain melalui: peningkatan kemampuan keuangan

penyelenggaraan dengan meningatkan efisiensi operasional, menambah anggota

bursa/kliring, menambah pemegang saham/tambahan modal, serta meningkatkan

likuiditas pasar dengan memperbaiki dan menambah kontrak, serta menambah market

maker.

4.8.i.1. Peluang

Dengan dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat diharapkan akan tercipta demokrasi dalam

bidang ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga

89

Page 62: Bab IV (Analisis) GBE

Negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau

jasa dalam iklim usaha yang kondusif, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi

dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.

4.8.i.2. Ancaman

1. Dampak dari krisis Indonesia yang berkepanjangan telah menyebabkan turunnya

daya saing global Indonesia, sehingga menyebabkab PTP Nusantara XIII

(Persero) tidak dapat bertindak secara lebih jauh dalam keterlibatannya demi

kemajuan ekonomi rakyat Indonesia.

2. PTP Nusantara XIII (Persero) dihadapkan pada tantangan yang berasal dari dalam

negeri, yaitu antara lain masih perlunya penyempurnaan dan pembaharuan

beberapa perangkat hukum.

3. Permasalahan lainnya di sektor industri adalah belum meratanya persebaran

industri yang ada di Indonesia, hal ini terutama disebabkan kurangnya dukungan

infrastruktur di luar Jawa, termasuk di Kalimantan dimana berdirinya PTP

Nusantara XIII (Persero).

4.8.i.3. Implikasi Bisnis

PTP Nusantara harus mendukung penetapan UU Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk medukung tumbuhnya dunia

usaha agar mampu menghasilkan beraneka barang dan atau jasa yang memiliki

kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan

sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan atau jasa yang diperoleh dari

perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian untuk konsumen

4.8.2. Lingkungan Politik Luar Negeri

Dalam era globalisasi, setiap pelaku ekonomi diharuskan meningkatkan

kemampuannya untuk bersaing, baik dalam memproduksikan dan memasarkan suatu

produk maupun menerobos pasar yang batas-batasnya tidak jelas, atau dengan

perkataan lain harus mampu bersaing dalam perekonomian kompetitif. Hal ini

disebabkan dalam era globalisasi kemampuan produksi dan pemasaran dilandaskan

90

Page 63: Bab IV (Analisis) GBE

pada kemampuan menciptakan barang/jasa yang laku di selurun dunia dalam arti

mampu bersaing dalam secara global dan mampu memanfaatkan perkembangan

teknologi.

Perkembangan dunia akhir-akhir ini dalam memerangi terorisme, terutama

pasca tragedi 11 September 2001, nampaknya semakin menyudutkan Indonesia

sehingga menambh kompleknya permasalahan. Tudingan adanya terorisme

Internasional di Indonesia seakan-akan terbukti dengan terjadinya peledakan bom di

Legian Kuta Bali dan Manado pada hari Sabtu tanggal 12 Oktober 2002 yang baru

lalu. Hal ini dikhawatirkan akan memicu berbagai kesulitan baru dalam hubungan di

bidang ekonomi. Apabila hal ini terjadi, kinerja pembangunan ekonomi yang belum

sepenuhnya pulih akan kembali melemah. Belum pulihnya kinerja ekonomi nasional

tercermin dari masih rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan semakin ketatnya tingkat persaingan di pasar luar negeri telah

menyebabkan kembalinya kecenderungan ”liberalism” negara maju untuk

menyelesaikan masalah sengkata dagang melalui forum liberal dan regional yang

dapat merugikan kepentingan negara berkembang termasuk Indonesia yang pada

umumnya berada dalam posisi yang lemah. Dalam era globalisasi ini, tidak dapat

dihindarkan kecenderungan makin terdorongnya pasar domestik menjadi bagian

integral dari pasar dunia. Oleh karena itu dalam rangka revitalisasidan pengembangan

perdagangan luar negeri diperlukan persamaan persepsi dalam menghadapi

perdagangan dunia yang semakin bebas. Sebagai anggota masyarakat dunia, bangsa

indonesia dituntut untuk tetap berpegang pada komitmennya sebagai anggota WTO

dan tetap konsisten dalam melaksanakan berbagai perjanjian dan keepakatan

internasional yang telah disetujui. Namun, dalam implementasinya kita harus lebih

mengutamakan kepentingan nasional. Keharmonisan antara kominten untuk

berkiprah dalam perdagangan bebas dengan komitmen untuk mengamankan

kepentingan nasional senantiasa perlu diupayakan secara bijaksana dan berdasarkan

visi jauh ke depan. Dalam kaitan ini, keseimbangan antara kepentingan produsen

dengan kepantingan konsumen perlu dijaga, demikian pula keseimbangan antara

91

Page 64: Bab IV (Analisis) GBE

kepentingan produsen dan konsumen antar generasi serta kelestarian alam dan

terwujudnya pembangunan berkelanjutan perlu diamankan. Oleh karena itu aspek

pertama dalam Revitalisasi dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri adalah

perlunya harmonisasi kebijakan perdagangan di seluruh wilayah tanah air dengan

berbagai kmitmen Internasional. Hal ini dilakukan terutama melalui optimalisasi

pemanfaatan ketentuan WTO serta ketentuan-ketentuan perdagangan Internasional

lainnya.

Dengan adanya organisasi perdagangan dunia (WTO), liberalisasi

perdagangan dan investasi dalam APEC, serta skema CEPT dalam rangka AFTA-

ASEAN pada tahun 2002, maka gerak perdagangan dunia akan semakin dinamis dan

cepat. Ini berarti setiap negara harus dapat menciptakan tingkat efisiensi yang paling

optimum, sehingga mempunyai daya saing yang tinggi di pasar global. Sejak

berdirinya WTO, cukup banyak kasus sengketa perdagangan yang diadukan karena

tidak sesuai dengan ketentuan GATT/WTO. Kasus yang banyak dipersengkatekan

adalah masalah pembatasan impor, pelanggaran HAKI, sunsidi, diskriminasi pasar

domestik, dan diskriminasi standard barang. Selain masalah dalam ketentuan dan

eraturan GATT/WTO tersebut, terdapat kecenderungan pada negara-negara tertentu,

terutama negara maju menggunakan kebijaksanaan unilateral dan praktek-praktek

perdagangan yang bersifat anti persaingan dalam menghambat impor dan melakukan

proteksi domestik secara tidak wajar. Hal ini dilakukan dengan mengkaitkan antara

perdagangan dengan masalah lain, seperti: keharusan pemenuhan standard (ISO

9000), ketentuan karantina (holding orders), dumpung, subsidi, safeguard atau kaitan

dengan isu-isu kesehatan, lingkungan (ISO 14000), dan bahkan Hak Azasi Manusia.

Dikhawatirkan bahwa masalah tersebut dapat menjadi penghambat bagi

ekspor Indonesia. Beberapa permasalahan yang dihadapi produk ekspor Indonesia di

pasar luar negeri antara lain adalah sistem penerapan quoto oleh Cina dan India pada

produk CPO.

Volume ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia akan mengalami gangguan

penurunan pada tahun ini. Hal ini merupakan akibat Cina melakukan kebijakan

92

Page 65: Bab IV (Analisis) GBE

penurunan impor atas komoditas itu sekitar 50% dari rata-rata impornya sebesar

200.000 ton per bulan. Importir Cina mengatakan bahwa terjadi pengetatan likuiditas

di negaranya merencanakan bahkan mulai melakukan pengurangan pembelian CPO

di pasar Internasional termasuk produksi asal Indonesia. Tidak hanya itu, tetapi juga

akan mengurangi impor sekitar 50% atau menjadi 100.000 ton per bulan dari rata-rata

impornya sebanyak 200.000 ton per bulan, importir Cina itu disebut-sebut sudah

mengajukan permintaan penundaan ekspor pesanan mereka kepada eksportir

mitranya di negara-negara produsen termasuk Indonesia.

Dalam hal ekspor menurun tidak wajar, hal ini dilakukan dalam mewujudkan

kebersamaan antar negara tetangga atau antar negara penghasil barang sejenis dalam

merumuskan kiat untuk meningkatkan harga, seperti yang telah dilakukan untuk

komoditas CPO antara Indonesia dan Malaysia. Dalam hal harga impor yang

menurun sehingga menekan harga komoditas yang sejenis di dalam negeri, di

samping perlunya dikaji terjadinya Injury dalam kaitan dengan kemungkinan

terjadinya harga dumping, juga perlu diantisipasi dengan memberlakukan tata-niaga

impor apabila diyakini bahwa petani atau produsen dalam negeri dalam hal ini PTP

Nusantara XIII (Persero) dirugikan secara tidak wajar.

Dengan adanya lembaga-lembaga di atas yang memberikan kontrol terhadap

perdagangan di seluruh dunia, PTP Nusantara XIII (Persero) sebagai eksportir CPO

dapat memperoleh keuntungan dari pihak-pihak tersebut. Tetapi juga PTP Nusantara

XIII (Persero) harus lebih memahami tentang organisasi-orgabisasi yang ada karena

ada juga organisasi yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri.

4.8.2.1. Peluang

4. Dengan adanya organisasi perdagangan dunia (WTO), liberalisasi perdagangan

dan investasi dalam APEC, serta skema CEPT dalam rangka AFTA-ASEAN pada

tahun 2002, maka gerak perdagangan dunia akan semakin dinamis dan cepat. Ini

berarti setiap negara harus dapat menciptakan tingkat efisiensi yang paling

optimum, sehingga mempunyai daya saing yang tinggi di pasar global.

93

Page 66: Bab IV (Analisis) GBE

5. Dengan adanya Revitalisasi dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri maka

perlunya harmonisasi kebijakan perdagangan di seluruh wilayah tanah air dengan

berbagai kmitmen Internasional

4.8.2.2. Ancaman

1. Dengan adanya Kebijakan penurunan impor atas komoditas sekitar 50% yang

dilakukan oleh Cina dari rata-rata impornya sebesar 200.000 ton per bulan

manjadi 100.000, maka ekspor Indonesia akan mengalami penurunan, hal ini akan

mengancam pangsa pasar Indonesia di pasar luar negeri

2. Indonesia akan kehilangan pendapatan dari Cina terutama dibidang ekspor CPO

karena Importir Cina mengatakan bahwa terjadi pengetatan likuiditas di

negaranya.

3. importir Cina itu mengajukan permintaan penundaan ekspor pesanan mereka

kepada eksportir mitranya di negara-negara produsen termasuk Indonesia.

4.8.2.3. Implikasi Bisnis

Dalam hal harga impor yang menurun sehingga menekan harga komoditas

yang sejenis di dalam negeri, di samping perlunya dikaji terjadinya Injury dalam

kaitan dengan kemungkinan terjadinya harga dumping, juga perlu diantisipasi dengan

memberlakukan tata-niaga impor apabila diyakini bahwa petani atau produsen dalam

negeri dalam hal ini PTP Nusantara XIII (Persero) dirugikan secara tidak wajar.

Dengan adanya lembaga-lembaga yang memberi kontrol terhadap

perdagangan di seluruh dunia, PTP Nusantara XIII (Persero) sebagai eksportir CPO

dapat memperoleh keuntungan dari pihak-pihak tersebut. Tetapi juga PTP Nusantara

XIII (Persero) harus lebih memahami tentang organisasi-orgabisasi yang ada karena

ada juga organisasi yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri.

4.9. Analisis Lingkungan Atononi Regional

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pembangunan dapat berjalan

dengan baik dan merata di seluruh pelosok tanah air. Otonomi daerah merupakan hal

94

Page 67: Bab IV (Analisis) GBE

penting dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Ekonomi di suatu

daerah dikatakan baik apabila infrastruktur daerah tersebut maju.

Pelaksanaan otonomi daerah yang sementara ini masih banyak menimbulkan

tambahan beban bagi dunia usaha, masih belum berhasilnya pemberantasan KKN,

terjadinya euphoria reformasi di banyak bidang, adalah contoh-contoh yang

menunjukkan belum berhasilnya gerakan reformasi.

Sejalan dengan implementasi otonomi daerah, perlu kita sadari bersama

bahwa iklim untuk meningkatkan investasi akan lebih banyak ditentukan oleh

pemerintah dan masyarakat di daerah, meskipun dukugan pemerintah pusat tetap

diperlukan. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, tidak dapat dihindarkan akan

terjadinya persaingan antar daerah dalam menarik investasi.

Meskipun dalam jangka pendek implementasi otonomi daerah cenderung

diwarnai oleh persaingan dalam menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) secara

”instant” namum diyakini bahwa dalam jangka menengah dan panjang akan tumbuh

dan berkembang kesadaran daerah untuk meningkatkan PAD secara lebih struktural,

yaitu melalui berkembangnya ekonomi yang diawali dari kegiatan investasi. Apabila

kondisi ini dapat terwujud dalam waktu yang tidak lama, maka diharapkan struktur

industri nasional akan makin kokoh karena benar-benar berakar dari potensi daerah

yang didukung oleh iklim investasi yang kondusif. Untuk mendukung kebijakan

tersebut di atas, maka perlu dikembangkan kawasan-kawasan industri yang

diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong pertumbuhan sektor industri yang

lebih terarah, terpadu dan memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah

dimana kawasan industri tersebut berada. Beberapa aspek penting yang manjadi dasar

konsep pengembangan kawasan industri antara lain adalah efisiensi, tata ruang dan

lingkungan hidup. Melalui pembangunan kawasan industri, maka diharapkan investor

pengguna kapling industri akan mendapat lokasi kegiatan industri yang strategis

dengan mendapatkan beberapa fasilitas seperti bantuan proses perijinan, ketersediaan

infrastruktur yang lengkap, keamanan dan kepastian tempat usaha yang sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Daerah. Sedangkan dari sisi pemerintah daerah, dengan konsep

95

Page 68: Bab IV (Analisis) GBE

pemgembangan industri, berbagai jaringan infrastruktur yang disediakan ke kawasan

industri akan manjadi lebih efisien karena dalam perencanaan infrastruktur

kepastiannya sudah disesuaikan dengan kegiatan industri yang berada di kawasan

industri.

Dengan adanya kawasan industri diharapkan akan mempermudah pengaturan

tata ruang daerah yang lebih baik sehingga dapat menghindari konflik penggunaan

lahan. Dengan demikian kegiatan industri dapat diarahkan sesuai dengan lokasi

peruntukkannya. Selain itu, dengan adanya kawasan industri dapat mendukung

peningkatan kualitas lingkungan daerah secara menyeluruh.

Diharapkan kondisi iklim investasi yang baik akan terwujud dalam waktu

yang tidak terlalu lama sehingga pembangunan industri, khususnya agro-industri

yang berakar pada sumber daya alam nasional dapat diwujudkan sebagai tulang

punggung dalam menggerakkan perekonomian nasional, terutama perekonomian

rakyat banyak. Pulihnya kinerja, terutama dalam menyerap tenaga kerja dan

menghasilkan devisa, serta makin kokonya struktur industri, diharapkan dibarengi

dengan kemampuan untuk mendorong usaha kecil dan menengah agar lebih berperan,

mendorong pembangunan dan hasil-hasilnya agar lebih merata, mendorong

kemampuan bersaing dipasar dimestik, dan ekspor agar lebih bertumpu pada

keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif, mendorong penguasaan

dan pemgembangan teknologi agar pembangunan dapat dilakukan dengan lebih

mandiri, serta mendorng penciptaan nilai tambah agar makin panjang mata rantai

prosesnya di dalam negeri.

4.9.1. Peluang

1. Dengan program otonomi daerah cenderung adanya persaingan dalam

menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) secara ”instant” namum

diyakini bahwa dalam jangka menengah dan panjang akan tumbuh dan

berkembang kesadaran daerah untuk meningkatkan PAD secara lebih

struktural, yaitu melalui berkembangnya ekonomi yang diawali dari kegiatan

investasi.

96

Page 69: Bab IV (Analisis) GBE

2. Apabila program otonomi daerah dapat terwujud dalam waktu yang tidak

lama, maka diharapkan struktur industri nasional akan makin kokoh karena

benar-benar berakar dari potensi daerah yang didukung oleh iklim investasi

yang kondusif.

4.9.2. Ancaman

Dalam jangka pendek implementasi otonomi daerah cenderung diwarnai oleh

persaingan dalam menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) secara ”instant”.

Yang ditakutkan adanya persaingan yang tidak sehat sehingga menyebabkan konflik,

oleh sebab itu tujuan otonomi yang sebenarnya menjadi gagal untuk diwujudkan.

4.9.3. Implikasi Bisnis

Lingkungan otonomi regional merupakan lingkungan dimana daerah secara

regional dituntut untuk berkembang secara sendiri, membiayai pembangunannya

sendiri, mendapatkan Pendapatan Hasil Daerah (PHD) secara ”instant”, dan untuk

kemajuan daerah masing-masing. Untuk mendukung kebijakan tersebut di atas, maka

perlu dikembangkan kawasan-kawasan industri yang diharapkan dapat menjadi salah

satu pendorong pertumbuhan sektor industri yang lebih terarah, terpadu dan

memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah dimana kawasan industri

tersebut berada. Beberapa aspek penting yang manjadi dasar konsep pengembangan

kawasan industri antara lain adalah efisiensi, tata ruang dan lingkungan hidup. PTP

Nusantara XIII (Persero) harus melakukan hal tersebut di atas supaya investor

mendapatkan tempat yang layak untuk mengembangkan modalnya. Dengan

banyaknya investor yang datang maka secara otomatis ekonomi daerah tersebut akan

menjadi maju.

4.10. Analisis Lingkungan Alam

Dampak negatif dari pembangunan pabrik adalah adanya limbah cair dari

pengolahan yang dapat menimbulkan persepsi negatif pada masyarakat. Karena, bila

limbah cair tersebut tidak dikelola secara baik, sungai yang banyak dimanfaatkan

penduduk untuk MCK (Mandi, cuci dan kakus) akan tercemari. Oleh karena itu,

97

Page 70: Bab IV (Analisis) GBE

dampak lingkungan yang ditimbulkan akan diupayakan seminimal mungkin. Karena,

pengelolaan limbah cair yang kurang sempurna akibat kegagalan sistem atau

pemeliharaan akan mencemari lingkungan secara fisik. Sehingga, hal itu akan

menimbulkan dampak sekunder berupa gangguan di bagian hilir dan gangguan bagi

keberadaan biota air. Dampak turnan lain seperti terganggunya ekosistem perairan

akibat tergganggunya keberadaan biota air dan terganggunya kesehatan masyarakat

juga akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kegiatan PKS.

Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia, termasuk juga

produk andalan dari PTP Nusantara XIII (Persero), yang perkembangannya demikian

pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah

pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri

dari tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit

berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan pembuangan

dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung

bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.

Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu

limbah yang berasal dari proses pengolahan dan berasal dari basis pengolahan limbah

cair. Limbah padat yang berasal daro proses pengolahan berupa Tandan Kosong

Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau

lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau

busuk, tempat bersarangnya serangga, lalat, dan potensial menghasilkan air lindi

(leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur

aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.

Tandan kosong sawit dan pelepah sawit sampai saat ini menjadi masalah yang

cukup serius dalam pengolahan CPO, tetapi sebagian pabrik minyak kelapa sawit

membangun incenerator sebagai media pembakar tandan buah kosong (tankos),

limbah tersebut dapat digunakan sebagai bahan kertas koran, kardus atau medium

density fiberboard. Limbah olahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit sanggat

bermanfaat, karena limbah tersebut bisa diolah menjadi pupuk alternatif dan

98

Page 71: Bab IV (Analisis) GBE

memberikan keuntungan ganda. Pengendali limbah cair pengolahan kelapa sawit

bertujuan untuk mengurangi kandungan limbah yang membahayakan bagi kesehatan

agar tidak menimbulkan kerugian lingkungan di tempat pembuangan. Secara

ekonomis gangguan pupuk organik sebagai penyubur tanaman lebih efisien karena

mempunyai fungsi ganda.

Limbah cair CPO yang lazim disebut sebagai CPO parit, juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar seperti solar. Selama ini limbah cair CPO tersebut

sangat terbatas pemanfaatannya, bahkan sering dijual murah kenegara tetangga. CPO

parit merupakan turunan produksi dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa

sawit. TBS yang diolah di Pabrik Minyak Sawit menghasilkan CPO, Kernel, CPO

Parit dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (PKKS).

Sementara seorang peneliti limbah sawit, PI Tobing mengatakan, data tahun

2002 jumlah pabrik kelapa sawit yang mengolah TBS menjadi minyak mentah atau

CPO di Indonesia tercatat 221 unit dengan kapasitas 9.166 TBS/jam. Kapasitas setiap

unnit PKS berkisar 15-60 ton TBS/jam.

Pengendalian limbah cair pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk mengurangi

kandungan limbah yang membahayakan bagi kesehatan agar tidak menimbulkan

kerugian lingkungan tempat pembuangan.

4.10.1. Peluang

1. Dapat dikembangkan usaha dari limbah yang dihasilkan menjadi produk yang

dapat mendapatkan profit.

2. Limbah padat seperti cangkatng dan serat dapat digunakan untuk bahan bakar

generator uap sehingga kesulitan dalam mencari bahan bakar, dan limbah ini

dapat juga digunakan untuk penimbunan jalan lumpur.

4.10.2. Ancaman

1. Untuk pengolahan limbah yang memerlukan mesin, harga mesin tersebut mahal.

2. Limbah sisa hasil produksi dialirkan ke sungai dan mencemari lingkungan sungai,

sehingga mengancam nyawa manusia.

99

Page 72: Bab IV (Analisis) GBE

3. Dalam jangka panjang jika tidak diolah maka limbah cair akan meluap dan

mencemari lingkungan sekitar dengan polusi bau.

4.10.3. Implikasi Bisnis

Implikasi yang dapat diberikan untuk penanganan limbah adalah sebagai

berikut:

1. Perlu adanya penanganan limbah secara baik supaya tidak mencemari lingkungan

sekitar dan membahayakan nyawa manusia.

2. pembuat tempat penampungan yang jauh dari pabrik dan lingkungan masyarakat

sehingga tidak menyebabkan polusi bau bagi pekerja.

3. Dan tentunya limbah yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit harus

diolah menjadi sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan sehingga menjadi

nilai plus bagi pabrik minyak kelapa sawit.

4.11. Analisis Kebijakan Keuangan & Kebijakan Fiskal

Kebijakan Keuangan dan Kebijakan Fiskal tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap kelangsungan hidup PTP Nusantara XIII (Persero). Oleh sebab itu

pembahasan mengenai Kebijakan Keuangan dan Kebijakan Fiskal tidak dimasukkan

dalam pembahasan ini. Oleh karena PTP Nusantara XIII (Persero) merupakan Badan

Usaha Milik Negara (BUMN), untuk mendapatkan dana bantuan, PTP Nusantara XIII

(Persero) melakukan kerjasama dengan PT Bank mandiri dan Bank Dunia.

100