Upload
hanguyet
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
57
BAB IV
EVALUASI PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI METODE UNTUK
MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN
(Studi Kasus pada Perum Pegadaian Pusat)
IV.1 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Perum Pegadaian Pusat
Pajak merupakan salah satu beban yang sangat material bagi perusahaan.
Karena itu perencanaan pajak mutlak dilakukan secara matang dan terorganisir
agar semua aspek pengeluaran biaya fiskal dapat ditekan tanpa harus melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Perbedaan
laba komersial dan laba fiskal disebabkan karena adanya perbedaan antara
perlakuan akuntansi dan perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan
beban. Namun sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak
semua beban komersial itu dapat dijadikan beban fiskal. Hal inilah yang
mendorong Perum Pegadaian Pusat untuk melakukan perencanaan pajak yang
efektif dan terbaik untuk meminimalkan beban pajak perusahaan. Selain itu
pelaksanaan perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan
dapat mengefisiensikan penggunaan data perusahaan. Dimana beban-beban
fiskal yang mungkin untuk diminimalkan dapat dialihkan untuk pembayaran
beban-beban lain yang lebih bermanfaat untuk perusahaan
VI. 2. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Saat ini Perum Pegadaian Pusat memiliki jumlah pegawai sebanyak 264
orang dan seluruh karyawan telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
58
Perum Pegadaian Pusat tidak memiliki pegawai kontrak, pegawai honorer dan
pegawai harian. Untuk pemenuhan tenaga pelaksana seperti supir, satpam dan
office boy, pegadaian memakai tenaga outsorcing. Sesuai dengan KEP-
545/PJ/2000 jo. PER 15/PJ/2006 pemberi kerja selaku pihak yang wajib
melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pajak penghasilan
pegawainya dan Perum Pegadaian menanggung semua Pajak Penghasilan 21
yang dikenakan kepada pegawainya.
Perum Pegadaian Pusat dalam kegiatan perpajakannya memberikan sarana-
sarana kepada karyawannya baik dalam bentuk bantuan, natura/ kenikmatan
ataupun berupa tunjangan. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tunjangan Perusahaan
Tunjangan perusahaan ini diberikan kepada seluruh pegawai yang memiliki
prestasi baik dengan harapan agar pegawai tersebut dapat mempertahankan dan
meningkatkan kontribusi dan produktivitasnya dalam meningkatkan kinerja
perusahaan. Besar jumlah tunjangan yang diberikan tergantung dari jabatan,
golongan, koefisien zona dan indeks prestasi pegawai. Pembayaran Tunjangan
Perusahaan (TP) Merit (Indeks Prestasi Pegawai) diperhitungkan berdasarkan
Tunjangan Perusahaan dasar dikali Indeks Prestasi masing-masing pegawai
sesuai koefisien zonanya.
2. Tunjangan Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional dan Keahlian
Tunjangan ini diperuntukkan bagi pegawai tetap di Perum Pegadaian.
Tunjangan Jabatan Struktural diberikan kepada pejabat mulai dari eselon I
59
sampai eselon IIIB. Tunjangan Jabatan Fungsional diberikan bagi pejabat yang
tidak memiliki jabatan struktural, yakni pegawai eselon IIB sampai IIIB
(Pemeriksa Madya sampai kepada Pemeriksa Muda), dan Tunjangan Keahlian
diberikan kepada pegawai Pegadaian mulai dari Penaksir Utama Cabang
Utama/Kelas I sampai ke Pemegang File Kepegawaian di kantor pusat.
3. Tunjangan Istri dan anak
Tunjangan ini diberikan bagi pegawai yang telah menikah. Tunjangan istri
diberikan sebesar 10% dari besar gaji pokok sedangkan untuk tunjangan anak
diberikan sebesar 5% dari gaji pokok dengan jumlah maksimal anak yang
ditanggung 2 orang.
4. Tunjangan Beras
Tunjangan beras itu diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai.
Besarnya tunjangan beras yang diberikan bagi pegawai Perum Pegadaian
ditetapkan sebesar 10 kg/orang dengan maksimal tanggungan 2 orang anak.
5. Tunjangan Cuti
Tunjangan cuti di sini terbagi atas 2 ( dua ) jenis, yakni :
a. Tunjangan cuti besar yang diperuntukkan bagi pegawai yang memiliki
masa kerja 6 ( tahun ) keatas. Tunjangan cuti besar diberikan 5 ( tahun )
sekali dengan besar tunjangan 2 kali gaji pokok.
60
b. Tunjangan uang cuti/tahun diperuntukkan bagi seluruh pegawai Perum
Pegadaian. Besar tunjangan yang diberikan yaitu 1 kali gaji pokok
ditambah 50% tunjangan perusahaan.
6. Tunjangan Pakaian Kerja
Dalam hal ini Perum Pegadaian memberikan sarana kerja bagi pegawai
berupa pakaian kerja seragam untuk menunjukkan identitas perusahaan
(corporate uniform). Pajak penghasilan yang timbul dari biaya pembelian
pakaian kerja menjadi beban perusahaan dan diperhitungkan dalam daftar gaji
bulan berikutnya.
7. Tunjangan Hari Raya Keagamaan
Tunjangan ini diberikan setahun sekali kepada setiap pegawai Perum
Pegadaian.
Beberapa temuan yang diperoleh dari evaluasi yang dilakukan terhadap
pelaksanaan dan perencanaan PPh 21 berdasarkan rekonsiliasi fiskal Perum
Pegadaian :
1. Perusahaan melakukan perencanaan pajak sebagian besar dengan
memberikan tunjangan kepada pegawainya dengan tujuan untuk menghindari
pengenaan perhitungan PPh badan yang lebih besar karena pemberian
tunjangan yang dilakukan perusahaan itu dianggap sebagai penghasilan bagi
pegawai yang merupakan obyek PPh 21 dan bagi perusahaan merupakan
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible
61
expense). Pemberian kenikmatan berupa tunjangan-tunjangan tersebut adalah
salah satu upaya agar pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto perusahaan untuk tujuan perhitungan fiskal
sehingga pada akhirnya akan lebih meminimalkan beban PPh badan yang
terutang.
2. Perusahaan menanggung seluruh PPh 21 pegawainya. Dalam hal ini,
karyawan tidak akan dirugikan, namun bagi pihak perusahaan hal tersebut
sangat merugikan karena PPh 21 yang ditanggung perusahaan itu tidak dapat
ditambahkan pada penghasilan pegawai sehingga tidak dapat dijadikan beban
fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku bahwa biaya tersebut
tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto, hal ini dijelaskan
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-
545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 Pasal 17 huruf e, bahwa PPh Pasal
21 yang ditanggung pemberi kerja atau perusahaan termasuk dalam
pengertian kenikmatan dalam bentuk natura tidak diperlakukan sebagai
pengurang penghasilan bruto.
3. Perusahaan menanggung seluruh biaya duka atas pegawainya yang
meninggal dunia. Jadi setiap pegawai tidak mengetahui pasti berapa biaya
yang dikeluarkan perusahaan atas tanggungan tersebut.
4. Perusahaan memberikan bantuan berupa sewa rumah dan bantuan transport.
Besarnya bantuan transport tersebut disesuaikan menurut jabatan tiap
62
pegawai kecuali pejabat eselon I dan eselon II/a mendapat fasilitas mobil dan
bensin. Sedangkan untuk bantuan sewa rumah hanya diberikan kepada
asisten manager sampai pihak direksi. Besar bantuan yang yang diberikan
antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,-/bulan.
5. Untuk biaya TAL ( telepon, air, dan listrik) hanya diberikan kepada pejabat
Perum Pegadaian. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 Surat Keputusan Direksi
Nomor : 30/Sdm.300323/2008 tentang besarnya biaya telepon, air dan listrik
bagi pejabat Perum Pegadaian.
Alternatif yang dapat dilakukan oleh Perum Pegadaian yaitu, dengan
menggunakan penghitungan PPh Pasal 21 melalui metode gross up untuk
menentukan besarnya tunjangan pajak sehingga tunjangan pajak yang diberikan
oleh perusahaan sama besarnya dengan PPh Pasal 21 yang dibayar oleh pegawai.
Metode ini menguntungkan bagi pihak pegawai dan perusahaan karena jumlah
uang yang diterima ( take home pay ) bagi karyawan akan semakin besar tanpa
dipotong pajak. Selain itu tunjangan tersebut dapat dijadikan beban fiskal
(deductible expense) bagi perusahaan.
Menurut Zain (2007), Rumus Gross Up
PKP s.d. Rp 25.000.000 Pajak = 1/228,6 (PKP sebelum Tunjungan
Pajak ( PKPSTP)-0)
PKP di atas Rp 25.000.000 s.d.
Rp 50.000.000
Pajak = 1/108 ( PKPSTP – 12.500.000)
63
PKP di atas Rp 50.000.000 s.d.
Rp 100.000.000
Pajak = 1/204 (3 PKPSTP – 75.000.000)
PKP di atas Rp 100.000.000 s.d.
Rp 200.000.000
Pajak = 1/36 (PKPSTP – 55.000.000)
PKP di atas Rp 200.000.000 Pajak = 10/78 (0.35 PKPSTP – 33.750.000)
*PKPSTP : Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak.
Berdasarkan temuan-temuan diatas, maka penulis menjabarkan perhitungan
PPh pasal 21 dengan menggunakan alternatif berikut ini :
• Alternatif 1 : PPh pasal 21 ditanggung pegawai
• Alternatif 2 : PPh pasal 21 ditanggung pemberi kerja
• Alternatif 3 : PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak
• Alternatif 4 : PPh pasal 21 di gross up
Sebagai contoh penulis mengambil salah satu sampel dari pegawai Perum
Pegadaian dalam menerapkan alternatif perencanaan pajak dalam PPh 21.
Sutarto. SE adalah seorang manajer dana pensiun di Perum Pegadaian Pusat.
Sutarto, SE berstatus menikah dan memiliki dua orang anak yang saat ini berusia
15 tahun dan 12 tahun. Saat ini Sutarto, SE bergolongan IV/a dan sudah bekerja
di Perum Pegadaian selama 21 tahun. Berikut ini adalah data penghasilan
Sutarto, SE setiap bulan:
Gaji Rp 2,279,000 Tunjangan Istri Rp 227,900 Tunjangan Anak Rp 227,900 Tunjangan Perusahaan Rp 3,150,000
64
Tunjangan Jabatan Rp 2,100,000 Tunjangan Beras Rp 300,000 Tunjangan Hari Raya Rp 20,000,000 Biaya TAL Rp 800,000 Bantuan Perumahan Rp 800,000 Biaya Pemeliharaan kendaraan dinas yang dibawa pulang ke rumah Rp 1,470,000 Iuran yang dibayar oleh pemberi kerja Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 2.54% x gaji pokok Iuran Jaminan Hari Tua 3% x gaji pokok
Iuran Pensiun 11.75% x gaji
pokok Premi asuransi kesehatan (bukan Jamsostek) 60% x gaji pokok Iuran dibayar oleh Sutarto,SE Iuran jaminan Hari Tua 2% x gaji pokok Premi asuransi kesehatan (bukan Jamsostek) 40% x gaji pokok Iuran Pensiun yang dibayar sendiri 11.75% x gaji pokok
Tabel 4.1
Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21
Ditanggung Diberikan
dalam Di
Pegawai/pemberibentuk
tunjangan Gross Up Uraian kerja pajak (Rp) (Rp) (Rp)
Gaji 2,279,000 2,279,000
2,279,000
Tunjangan Istri 227,900 227,900
227,900
Tunjangan Anak 227,900
227,900
227,900
65
Tunjangan Perusahaan 3,150,000 3,150,000
3,150,000
Tunjangan Jabatan 2,100,000 2,100,000
2,100,000
Tunjangan Beras 300,000 300,000
300,000
Tunjangan Hari Raya 20,000,000 20,000,000
20,000,000
Tunjangan Pajak - 6,469,938
9,953,750
Premi JKK 57,887 57,887
57,887
Penghasilan Bruto 28,342,687 34,812,625
38,296,437
Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 28,342,687 = 1,417,134 5% x 34,812,625 = 1.740.631
5% x 38,296,437 = 1,914,821 108,000 108,000
108,000
Iuran yang dibayar oleh pegawai
Iuran JHT 45,580 45,580
45,580
Iuran Pensiun 267,783 267,783
267,783
Jumlah Pengurangan 421,363 421,363
421,363
Penghasilan Neto sebulan 27,921,324 34,391,262
37,875,074
Penghasilan neto setahun 335,055,889 412,695,145
454,500,889
PTKP
WP Sendiri 13,200,000 13,200,000
13,200,000
Tambahan WP kawin 1,200,000 1,200,000
1,200,000
Tanggungan (2 orang) 2,400,000 2,400,000
2,400,000
Jumlah PTKP 16,800,000 16,800,000
16,800,000
PKP setahun 318,255,889
395,895,145
437,700,889
PKP setahun dibulatkan 318,255,000 395,895,000 437,700,000
66
PPh Pasal 21 Setahun 77,639,250 104,813,250
119,445,000
PPh Pasal 21 Sebulan: 1/12 x 77,639,250 6,469,938
1/12 x 104,813,250 8,734,438
1/12 x 80,928,550 9,953,750
Tunjangan Pajak 6,469,938
9,953,750
PPh Pasal 21 yang harus disetor/
dipotong dari penghasilan pegawai 6,469,938 2,264,500 -
*) atau pph yang ditanggung pemberi kerja
Tabel 4.2
Tarif Progresif Perhitungan PPh pasal 21
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 PPh pasal 21 Ditanggung Diberikan dalam Di Pegawai/pemberi bentuk tunjangan Gross Up Uraian kerja pajak * PPh Pasal 21 Setahun 5% x 25,000,000 1,250,000 1,250,000 1,250,000 10% x 25,000,000 2,500,000 2,500,000 2,500,000 15% x 50,000,000 7,500,000 7,500,000 7,500,000 25% x 100,000,000 25,000,000 25,000,000 25,000,000 35% x 118,255,000 41,389,250 35% x 195,895,000 68,563,250 35% x 237,700,000 83,195,000 Jumlah 77,639,250 104,813,250 119,445,000
67
Oleh karena penghasilan kena pajak sebelum tunjangan pajak berjumlah Rp
318.255.000 yang berada pada kelompok penghasilan diatas Rp 200.000.000,
maka perhitungan tunjangan pajaknya akan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pajak = 10/78 (0.35 PKPSTP – 33.750.000)
Atau dengan angka-angka menjadi sebagai berikut :
Pajak = 10/78 (0,35 x 318.255.000 -33.750.000)
=10/78 x 77.639.250
= 9.953.750*
Perbandingan antara gaji dibawa pulang (take home pay), biaya komersial
dan biaya fiskal atas pembayaran gaji Sutarto,SE, merupakan faktor –faktor yang
mejadi pertimbangan dalam rangka pemilihan alternatif tersebut.
Tabel 4.3
Perbandingan Alternatif Perhitungan PPh pasal 21 dengan metode Gross Profit
Uraian Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Take Home Pay
Gaji & Tunjangan 8,284,800 8,284,800 8,950,488 9,067,963
Dikurangi :
Iuran JHT 45,580 45,580 45,580 45,580
Premi JKK 57,887 57,887 57,887 57,887
Iuran Pensiun 267,783 267,783 267,783 267,783
Biaya PPh 21 terutang 665,688 - 765,550 783,163
68
setahun
Jumlah Biaya Fiskal 7,247,862 7,913,550 7,813,688 7,913,550
Penghasilan Bruto 8,342,687 8,342,687 9,008,375 9,125,849
Ditambah:
Iuran pensiun 267,783 267,783 267,783 267,783
Biaya TAL 800,000 800,000 800,000 800,000
Bantuan Perumahan 800,000 800,000 800,000 800,000
Biaya Pemeliharaan
kendaraan dinas yang
dibawa pulang ke rumah 1,470,000 1,470,000 1,470,000 1,470,000
Jumlah Biaya Fiskal 11,680,470 11,680,470 10,876,158 12,463,632
Biaya komersial
Biaya Fiskal 11,680,470 11,680,470 10,876,158 12,463,632
Ditambah :
Iuran JHT 45,580 45,580 45,580 45,580
Biaya TAL 800,000 800,000 800,000 800,000
Bantuan Perumahan 800,000 800,000 800,000 800,000
Biaya Pemeliharaan
kendaraan dinas yang
dibawa pulang kerumah 1,470,000 1,470,000 1,470,000 1,470,000
PPh Pasal 21 - 665,688 - -
Jumlah Biaya Komersial 14,796,050 15,461,738 13,991,738 15,579,212
Selisih biaya Fiskal &
Komersial 3,115,580 3,781,268 3,115,580 3,115,580
69
Ikhtisar dari take home pay, pada biaya komersial dan biaya fiskal serta
selisihnya merupakan faktor-faktor penentuan pemilihan alternatif seperti berikut
ini :
Tabel 4.4
Ikhtisar take home pay pada biaya komersial dan biaya fiskal
Dari berbagai pilihan alternatif – alternatif tersebut tersebut, maka
pilihan dijatuhkan pilihan pada :
1). Altenatif ke-4. Sebab dari sudut pandang pegawai gaji yang dibawa pulang
merupakan yang terbesar Rp 7.913.550, dan di lain pihak perusahaan akan
menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak
berbeda dengan alternatif lainnya Rp 3.115.580, sedang pada alternatif ke-2
yang menunjukkan take home pay yang sama Rp 7.913.550 tidak dipilih,
Uraian
Take Home
Pay
(Rp)
Biaya Fiskal
(Rp)
Biaya
Komersial
(Rp)
Selisih Biaya
Fiskal &
komersial (Rp)
PPh Pasal 21
Ditanggung pegawai 7,247,862 11,680,470 14,796,050 3,115,580
Ditanggung pemberi
kerja 7,913,550 11,680,470 15,461,738 3,781,268
Diberikan dalam bentuk
tunjangan pajak 7,813,688 10,876,158 13,991,738 3,115,580
Di Gross Up 7,913,550 12,463,632 15,579,212 3,115,580
70
sebab selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal merupakan selisih
terbesar, yaitu Rp 3.781.268.
2) Selisih terbesar yang dapat pada alternatif ke-2 tersebut, disebabkan oleh
adanya kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja sebesar Rp
665.688 ditambah dengan iuran Jaminan Hari Tua, biaya TAL, bantuan
perumahan dan pemeliharaan kendaraan dinas yang dibawa pulang kerumah
yang berjumlah Rp 3.115.580 sehingga seluruhnya akan berjumlah Rp
3.781.268. Alternatif ke-2 ini merupakan alternatif yang disarankan untuk
tidak digunakan, karena akan menimbulkan koreksi fiskal sebesar Rp
3.781.268 yang berarti ada tambahan Pajak Penghasilan sekitar 15% x Rp
3.781.268 = Rp 567.190.
3). Ditinjau dari segi komersialnya, biaya fiskal yang besar tersebut tampaknya
seperti suatu pemborosan, namun harus pula diperhatikan bahwa akibat biaya
fiskal yang besar tersebut akan berdampak kepada laba sebelum pajaknya
akan menjadi lebih kecil. Selanjutnya pajak penghasilan terutang pun akan
menjadi lebih kecil, dengan catatan bahwa penyusunan strategi perpajakan
jangan sampai menghambat strategi komersial lainnya dan malahan harus
saling mendukung satu sama lainnya.
VI.3 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah PPh yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
berasal dari modal penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan
71
pemerintah atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk
Usaha Tetap dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Berdasarkan Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 23 ayat 1 huruf
c, perusahaan sebgai wajib pajak dalam negeri wajib melakukan pemotongan,
penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23. Dalam hal ini pihak Perum Pegadaian
sebagai pemotong antara lain :
1. Jasa Teknik
2. Jasa Konsultan Manajemen
3. Jasa Konsultan Hukum/Legal
Atas pemakaian jasa-jasa tersebut, menimbulkan kewajiban bagi Perum
Pegadaian sebagai pihak pemotong untuk melakukan pemotongan, penyetoran
dan melaporkan PPh pasal 23. Pemotongan PPh pasal 23 tersebut dilakukan pada
saat penghasilan dibayarkan oleh pemberi penghasilan. PPh pasal 23 yang
dipotong disetorkan ke bank persepsi atau ke kantor pos dan giro dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan dalam SPT Masa PPh pasal 23
harus melampirkan SSP PPh pasal 23, daftar bukti pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 23, bukti pemotongan Pajak Penghasilan dan fotokopi surat
keterangan domisili yang masih berlaku. Wajib pajak diberikan kesempatan
untuk menyetorkan pajaknya paling lambat tanggal 10 atau 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
Pelaporan PPh pasal 23 dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
perusahaan terdaftar sebagai wajib pajak sebelum batas akhir pelaporan yaitu
tanggal 20 bulan berikutnya disertai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan
Masa (SPT Masa). Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu likuiditas
72
perusahaan karena apabila perusahaan tidak melakukan pemotongan, maka
perusahaan beresiko untuk terkena sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan maksimal selama 24 bulan, selain itu perusahaan juga memiliki resiko
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%. Pengenaan sanksi
ini diatur dalam pasal 13 UU No.16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Hal ini tentu akan sangat mengganggu likuiditas kas
perusahaan karena non deductible expense perusahaan akan bertambah.
Sedangkan jika perusahaan terlambat untuk menyampaikan SPT Masa maka
akan terkena sanksi administrasi sebesar Rp 50.000; sesuai dengan UU KUP
pasal 7 No.16 tahun 2000.
Beberapa temuan yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara
pada Perum Pagadaian Pusat berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan dan
perencanaan PPh pasal 23 adalah :
1. Dalam mengurus perijinan tiap unit usahanya, Perum pegadaian
menggunakan jasa konsultan hukum/ legal sebesar Rp 392.162.935. Dalam
hal ini perusahaan sudah melakukan pemotongan pajak atas jasa konsultan
tersebut dan sudah melakukan penyetoran atas PPh pasal 23.
2. Aktiva perusahaan berupa kendaraan, penyejuk udara, gedung, dan aktiva
lainnya, perusahaan menggunakan jasa konsultan teknik. Dalam dalam hal ini
konsultan hanya bertindak sebagai pemberi advis dan tidak terlibat langsung
dalam melakukan kegiatan pemeliharaan/ perawatan/ perbaikan. Untuk jasa
konsultan teknik perusahaan juga sudah melakukan pemotongan atas pajak
penghasilan yang bersangkutan.
73
3. Jasa konsultan manajemen merupakan pemberian advis profesional di bidang
manajemen dimana tenaga ahi tersebut tidak terlibat langsung dalam
pelaksanaan manajemen klien perusahaan perum pegadaian. Tujuannya
adalah sebagai pemberi advis manajemen dalam perum pegadaian sehingga
dapat mencapai tujuan perusahaan yang optimal. Dalam hal ini pihak perun
pegadaian juga telah melakukan pemotongan atas PPh pasal 23 yang
bersangkutan.
Dari Evaluasi yang telah dilakukan, perum pegadaian telah melakukan
perencanaan PPh pasal 23 yang tepat, dimana perusahaan sebagai pemotong
telah memenuhi kewajiban perpajakannya dengan selalu berusaha melakukan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pemakaian jasa-jasa tersebut setiap
bulan sebelum batas akhir pelaporan yang dilengkapi dengan tanda bukti
pemotongan serta menyampaikan SPT Masa sebelum masa pajak berakhir ke
Kantor Palayanan Pajak dimana perusahaan tersebut terdaftar sebagai wajib
pajak sehingga perusahaan dapat terhindar dari resiko sanksi perpajakan yang
dapat mengganggu likuiditas kas perusahaan.
Dalam hal ini perencanaan pajak yang dapat dilakukan berkaitan dengan PPh
pasal 23 adalah sebaiknya perusahaan melakukan penyetoran PPh pasal 23
tersebut tidak terlalu awal dan juga tidak melewati batas waktu, hal ini
dimaksudkan agar perusahaan dapat mengatur aliran kas (cash flow) dan
mengestimasi kebutuhan kas sehingga dapat menyusun anggaran kas secara lebih
74
akurat, dimana aliran kas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembayaran lain
yang lebih bermanfaat bagi perusahaan.
VI.4 Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 25
Berdasarkan laporan rekonsiliasi laba rugi fiskal Perum Pegadaian,
perusahaan belum melakukan perencanaan pajak yang efektif karena masih
terdapat beberapa koreksi positif atas beban-beban komersial yang dapat
menyebabkan rugi lebih kecil atau laba dan pajak penghasilan perusahaan
menjadi lebih besar. Karena itu pada bagian ini akan dilakukan evaluasi dan
alternatif-alternatif perencanaan pajak yang efektif yang tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku untuk
meminimalkan beban pajak.
Sebelum melakukan koreksi fiskal, harus dilakukan analisis terhadap objek
Pajak Penghasilan dan biaya-biaya pada laporan laba rugi Perum Pegadaian,
dimana biaya-biaya yang dianalisis merupakan biaya-biaya yang memiliki
potensial untuk dilakukan koreksi fiskal. Dari hasil evaluasi terhadap Laporan
Laba Rugi Perum Pegadaian, biaya-biaya yang harus dilakukan koreksi ialah:
1. Perum Pegadaian harus melakukan koreksi positif atas PPh Pasal 21 sebesar
Rp 32,192,790,061,-. Koreksi ini dilakukan karena Perum Pegadaian
menanggung PPh Pasal 21 pegawainya. Dimana beban ini memang harus
dikoreksi karena PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja bukan merupakan
pengurang (non deductible expense ) sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf h
Undang-Undang No 17 Tahun 2000 Tentang PPh dan KEP-545/PJ/2000.
75
2. Biaya Pengobatan dan bantuan kacamata, biaya ini merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bagian dari bentuk kepedulian
perusahaan terhadap kesehatan para karyawannya. Pemberian pengobatan ini
diberikan secara cuma-cuma oleh pihak perusahaan. Sesuai dengan UU PPh
No. 17 pasal 9 ayat 1 huruf e, Kedua biaya ini tidak termasuk dalam
deductible expense karena perpajakan menganggap hal ini sebagai
natura/kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Karenanya pihak perusahaan harus
melakukan koreksi sebesar positif sebesar Rp 3.158.504.294.-.
3. Biaya Imbalan kerja karyawan lainnya, biaya ini meliputi biaya bantuan
kesehatan dan bantuan kacamata untuk seluruh karyawam Perum Pegadaian.
Pada keterangan koreksi fiskal No. 2 diatas sudah dijelaskan mengenai biaya
kesehatan ini, perusahaan menanggung pengobatan seluruh karyawannya
yang menderita sakit, baik itu sakit ringan ataupun yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit. Sedangkan biaya bantuan kacamata merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka memberikan biaya
bantuan kacamata kepada seluruh pegawainya, baik bagi pegawai yang sudah
memiliki kacamata maupun yang belum berkacamata (pihak perusahaan
mengantisipasi bila sewaktu-waktu pegawainya membutuhkan kacamata).
Kedua biaya ini tidak termasuk dalam deductible expense karena perpajakan
menganggap hal ini sebagai natura/kenikmatan yang diberikan oleh
perusahaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawainya, sesuai
dengan UU PPh No. 17 pasal 9 ayat 1 huruf e. Perum Pegadaian mengoreksi
76
selisih biaya yang telah dikeluarkan pada periode sekarang dengan periode
sebelumnya. Dalam hal ini perusahaan melakukan koreksi positif sebesar
Rp 20.713.529.416.
4. Biaya rumah tangga, biaya ini terjadi karena adanya pembelian alat-alat
rumah tangga misalnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan rumah
tangga perusahaan seperti koran, majalah, pengharum ruangan, alat-alat
pembersih, pembelian sabun, tissu gulung, air mineral galon untuk para
pegawai dan snak untuk rapat. Biaya ini termasuk grey area yang memiliki
potensi untuk dilakukan koreksi positif, karena adanya kemungkinan bahwa
biaya tersebut merupakan biaya yang tidak dapat mengurangi penghasilan
bruto sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang PPh Pasal 9
ayat 1 huruf i.
5. Biaya Promosi, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dalam rangka melakukan promosi atas produk-produk
perusahaan. Kegiatan promosi tersebut dilakukan oleh pihak ketiga tidak
dilakukan oleh perusahaan sendiri. Pembuatan brosur maupun spanduk
merupakan salah satu kegiatannya. Biaya ini dapat dijadikan pengurang
penghasilan bruto, apabila tidak mengandung unsur sumbangan dan biaya
promosi tersebut didukung oleh bukti-bukti berupa dokumen pembayaran
kepada pihak ketiga atas promosi yang dilakukan. Artinya hanya biaya yang
benar-benar dikeluarkan untuk biaya promosi yang boleh dikurangkan dari
77
penghasilan bruto. Hal ini berdasarkan pada UU PPh No. 17 tahun 2000
pasal 6 ayat 1 huruf a.
6. Biaya Sponsor dan Entertainment, biaya ini merupakan biaya yang
dikeluarkan oleh pihak perum pegadaaian dalam rangka ikut mengambil
bagian dalam suatu event dan membiayai event tersebut. Atas biaya ini pihak
perum pegadaian harus membuat daftar nominatif yang jelas agar biaya
tersebut dapat dibiayakan. Hal ini berdasarkan pada SE-27/PJ.22/1986.
Namun pada hasil observasi penulis dilapangan pihak perum pegadaian tidak
membuat daftar nominatif yang jelas berkaitan dengan kegiatan tersebut.
7. Biaya Representasi, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menjamu mitra bisnis sehubungan dengan pemasaran
produk perusahaan. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986, representasi, jamuan
tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat
dibuatkan daftar nominatif . Maka dari itu, Perum Pegadaian harus
melakukan koreksi positif atas biaya representasi sebesar Rp 546,988,916.
Hal ini dikarenakan Perum Pegadaian tidak membuat daftar nominatif
sehingga tidak dapat membuktikan bahwa biaya tersebut formal.
8. Biaya Sumbangan, Sebagai bentuk kepedulian perum pegadaian terhadap
sesama dengan ini pihak perum pegadaian memberikan bantuan sosial secara
rutin kepada anak-anak yatim piatu. Atas transaksi tersebut perusahaan
78
seharusnya melakukan koreksi positif sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf g, yaitu ”
harta hibahan, bantuan atau sumbangan , dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan
yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama
islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah.
9. Biaya Ulang Tahun Pegadaian dan Ulang Tahun RI, Pada tanggal 1 April
2007 merupakan hari ulang tahun Perum pegadaian, dalam hal ini perusahaan
merayakan dan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memeriahkan hal
tersebut. Begitu juga pada saat perayaan 17 Agustus yang merupakan hari
kemerdekaan RI. Atas biaya ulang tahun ini pihak pegadaian tidak membuat
daftar nominatif sedangkan berdasarkan SE-27/PJ.22/1986, biaya
entertaiment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif. Karena itu pihak perum
Pegadaian harus melakukan koreksi positif sebesar Rp 523.117.381,- dan
untuk Ulang Tahun RI melakukan koreksi positif sebesar Rp 262.711.600,-
10. Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan taman rumah. Biaya ini
dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka meninggkatkan kesejahteraan
pejabat perum pegadaian. Atas biaya ini perusahaan harus mengkoreksi
sebesar Rp 1.251.172.990.- karena sesuai dengan UU PPh No. 17 tahun 2000
79
pasal 9 ayat 1 huruf i, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
11. Biaya BBM dan Pelumas, merupakan pengeluaran atas bensin dan pelumas
yang penggunaannya berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Pihak Perum
Pegadaian menggunakan kendaraan jenis minibus dalam memperlancar
kegiatannya. Namun pada rincian beban umum termasuk didalamnya
digunakan untuk kendaraan sedan yang digunakan oleh pejabat eselon I dan
II/a. Maka atas beban tersebut sesuai dengan KEP-220/PJ./2002 dilakukan
koreksi positif 50% yaitu sebesar Rp 6.363.310.005.-.
12. Biaya Perbaikan dan suku cadang, Biaya ini diperuntukkan untuk
kendaraan pejabat Perum Pagadaian, yaitu khusus untuk pejabat eselon I dan
eselon II/a. Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat 3 huruf ’d’
yang menyatakan bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang maka
penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan
mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan
objek pajak. Kecuali yang diatur khusus seperti makan dan minum yang
diberikan kepada seluruh karyawan di tempat kerja dan kendaraan dinas yang
digunakan untuk pegawai karena pekerjaannya atau jabatannya boleh
dibiayakan (deductible-non taxable). Sesuai dengan KEP-220/PJ./2002, biaya
kendaraan dinasyang dikuasai oleh karyawan hanya diakui sebesar 50%.
80
Karena itu jumlah biaya yang harus dikoreksi adalah sebesar Rp
528.009.466,-
Hasil perhitungan didapat dari :
50 % x Biaya Pemeliharaan = Koreksi
50 % x Rp. 1.056.018.931 = Rp. 528.009.466
13. Biaya Air, Listrik, Telepon rumah jabatan, berdasarkan UU PPh No. 17
Pasal 9 ayat 1 huruf ’i’, maka biaya untuk keperluan pribadi wajib pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan
penggunaan penghasilan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Karena itu
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Maka jumlah
yang harus dikoreksi sebesar Rp 246.174.461,-.
14. Biaya Pengganti Transport, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan kepada seluruh pegawai dan pejabatnya dengan tujuan agar
pegawai dan pejabat lebih bertanggung jawab atas kehadirannya dalam
bekerja. Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 huruf ’e’ ,
bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang maka penggantian atau
imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah, fasilitas
pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan objek pajak. Namun
karena penggantian tersebut berupa uang maka boleh dijadikan sebagai objek
81
pajak. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan koreksi positif sebesar Rp
23.759.532.715.-
15. Biaya Pindah Anak Sekolah, biaya ini di berikan bagi pegawai Perum
Pegadaian yang masih memiliki tanggungan anak sekolah, untuk
meringankan beban pegawainya dalam membiayai sekolah anaknya baik
yang mau mendaftar atau pun yang akan pindah sekolah. Namun,
berdasarkan UU PPh No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’i’, maka biaya untuk
keperluan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada
hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh wajib pajak yang
bersangkutan. Karena itu tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan. Maka jumlah yang harus dikoreksi sebesar Rp 69.472.000,-
16. Biaya Administrasi Pajak, Hal ini sudah jelas harus dikoreksi karena sesuai
dengan UU PPh No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’k’ yaitu, sanksi administrasi
berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
tidak boleh jadi pengurang penghasilan bruto yaitu sebesar Rp 98.209.711.
17. Biaya Penyusutan, pembebanan biaya penyusutan kepada bangunan,
inventaris kantor, dan kendaraan dilakukan berdasarkan harga perolehan.
Metode penyusutan yang diterapkan adalah garis lurus (straight line method).
Kebijakan perusahaan telah menetapkan bahwa umur produktif untuk
bangunan 20 tahun, mesin kantor 8 tahun, kendaraan dan inventaris kantor 4
82
tahun. Dalam penghitungan penyusutan, Perum Pegadaian sebagian besar
telah melaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan. Sesuai dengan KEP-
220/PJ./2002, kendaraan perusahaan yang dibawa pulang dan dikuasai
pegawai harus dibiayakan sebesar 50%. Berikut ini rincian biaya penyusutan
aktiva tetap yang dikoreksi:
1. Biaya penyusutan gedung, pagar dan taman rumah : Rp 1.271.176.006
2. Biaya penyusutan instalasi TAL rumah : Rp 2.196.950
3. Biaya penyusutan meubel air rumah : Rp 171.011.571
4. Biaya penyusutan non meubel air rumah : Rp 22.385.327
5. Biaya penyusutan mobil ( koreksi 50%) : Rp 2.327.449.714
6. Biaya penyusutan motor ( koreksi 50%) : Rp 291.749.851
Total biaya yang dikoreksi Rp4.085.969.419
18. Biaya Penyisihan Piutang, biaya ini merupakan biaya penyisihan atas
piutang yang sewaktu-waktu tidak dapat ditagih. Berdasarkan UU PPh No.17
Pasal 9 ayat 1 huruf ’c’, pembentukan atau pemupukan dana cadangan
kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya
reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan. Dalam hal ini Perum
Pegadaian mengkoreksi sebesar Rp 652.478.660.
19. Pada Pendapatan lain-lain meliputi diantaranya Pendapatan Sewa dan
pendapatan jasa giro. Perum Pegadaian memiliki aktiva berupa gedung
83
Langenpalikrama yang dapat disewakan baik untuk resepsi pernikahan
ataupun sebagai gedung pertemuan. Atas sewa gedung tersebut perusahaan
sudah memotong PPh pasal 23. Berdasarkan hal tersebut perusahaan
melakukan koreksi negatif sebesar Rp. 1.133.370.938,-. Sedangkan pada
Pendapatan Jasa Giro, atas jasa giro Perum Pegadaian menanggung beban
bunga yang dipotong oleh pihak bank. Pajak ini merupakan PPh final yang
tidak dapat dijadikan sebagai beban perusahaan. Karena itu pihak Perum
Pegadaian melakukan koreksi negatif atas pendapatan jasa giro sebesar
Rp.1.346.411.402.-. Dilakukannya koreksi atas pendapatan jasa giro
bertujuan untuk menghindari pembayaran pajak berganda yang dilakukan
oleh perusahaan. Jadi total biaya yang harus dilakukan koreksi negatif adalah
sebesar Rp 2.479.782.304.-.
20. Perusahaan menanggung beban atas pajak final yang dipotong bank. Pajak
atas jasa giro merupakan PPh final dan tidak bisa dijadikan beban dalam
laporan laba rugi fiskal. Untuk itu harus dilakukan koreksi positif sebesar
20% dari pendapatan jasa giro , yaitu sebesar Rp 269.282.280 jumlah
tersebut didapat dari:
20% x Pendapatan jasa giro = Koreksi positif
20% x Rp 1.346.411.402 = Rp 269.282.280
VI.5 Perencanaan Pajak Yang Dapat Diterapkan Pada Perum Pegadaian Pusat
Perum Pegadaian Pusat belum melaksanakan perencanaan pajak yang efektif,
hal ini dilihat dari rekonsiliasi laba rugi fiskal Perum Pegadaian Pusat, dimana
84
banyak terdapat koreksi positif atas beban-beban komersial yang menyebabkan
laba perusahaan menjadi besar. Untuk itu, Perum Pegadaian Pusat harus
melakukan perencanaan pajak yang efektif dengan tujuan untuk dapat
meminimalkan laba sebelum pajak. Perencanaan-perencanaan yang mungkin
dapat diterapkan dalam perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
Perum Pegadaian Pusat dapat melakukan perencanaan pajak atas PPh pasal
21 dengan menggunakan metode gross up dengan memberikan sejumlah
tunjangan pajak penghasilan kepada karyawan yang dapat dijadikan beban
fiskal. Beban PPh pasal 21 sebelum perencanaan pajak adalah sebesar Rp
32.192.790.061,- dan dilakukan koreksi positif. Setelah perencanaan pajak,
tunjangan pajak penghasilan akan diberikan kepada karyawan sebesar Rp
32.192.790.061,-. Dengan ini beban perusahaan akan bertambah sebesar
tunjangan PPh pasal 21 yang akan diberikan kepada karyawan.
2. Biaya pengganti transport yang diberikan kepada karyawan sebaiknya diganti
dengan memberikan tunjangan transportasi kepada karyawan sehingga akan
menjadi penghasilan bagi karyawan dan dapat dijadikan sebagai objek pajak
PPh Pasal 21. Atas pemberian tunjangan tersebut, dapat dijadikan biaya
pengurang penghasilan bruto perusahaan, sehingga dapat meminimalkan laba
perusahaan.
3. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya sponsor dan promosi
adalah pihak perum pegadaian harus melengkapi semua dokumen- dokumen
85
dan bukti-bukti pendukung yang sah atas semua transaksi yang dilakukan
sehingga pihak perum pegadaian dapat membiayakan biaya tersebut.
4. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986, biaya entertaiment,representasi,jamuan tamu
dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar
nominatif. Maka dari itu, sebaiknya perusahaan memberikan daftar nominatif
sebagai bukti pelaksanaan representasi, sehingga beban tersebut dapat
menjadi beban fiskal. Daftar nominatif tersebut paling tidak memuat:
a) Nomor urut
b) Tanggal diberikan
c) Nama/ tempat entertainment / representasi diberikan
d) Alamat entertainment
e) Jenis entertainment
f) Jumlah
g) Relasi, nama, posisi, nama perusahan, jenis usaha
5. Perencanaan pajak atas biaya rumah tangga pada Perum Pegadaian Pusat
yaitu perusahaan harus melakukan perincian atas biaya rumah tangga dan
didukung oleh dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti atas transaksi.
Hal ini dilakukan karena biaya ini sangat memiliki resiko untuk dilakukan
koreksi ( grey area), sepanjang biaya ini bisa dibuktikan dan didukung
dengan bukti-bukti yang sah, maka biaya ini dapat dijadikan pengurang
penghasilan bruto, namun jika biaya ini tidak bisa dibuktikan, maka biaya ini
86
memiliki resiko koreksi fiskal. Hal ini akan merugikan perusahaan karena
akan memperbesar laba perusahaan.
6. Didalam biaya rumah tangga terdapat biaya untuk membeli alat-alat
kebersihan yang akan digunakan oleh perusahaan, dalam hal ini sebaiknya
perusahaan melakukan kerjasama oleh pihak ketiga untuk menjaga
kebersihan perusahaan, misalnya menggunakan jasa cleaning service. Atas
jasa kebersihan yang diberikan oleh pihak ketiga, perusahaan melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa tersebut. Selanjutnya pemotongan
tersebut dapat dijadikan kredit pajak bagi pihak pemberi jasa yang
bersangkutan.
7. Biaya bantuan pengobatan dan bantuan kacamata sesuai dengan pasal 9 ayat
1 huruf b UU PPh No.17 tahun 2000 merupakan pemberian natura dan
kenikmatan yang diterima karyawan sehingga tidak dapat dijadikan biaya
bagi perusahaan. Karenanya perencanaan pajak yang dapat diterapkan oleh
perum pegadaian dengan mengganti atau mengalokasikan biaya tersebut
menjadi tunjangan pajak.
8. Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto sesuai dengan Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000
pasal 9 ayat 1 huruf g, karena sumbangan tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha. Sumbangan yang boleh dijadikan pengurang
penghasilan oleh pajak adalah sumbangan untuk GNOTA/ sumbangan
87
korban bencana alam antara lain tsunami Nangroe Aceh Darussalam atau
Sumatera Utara hal ini diatur antara lain dalam keputusan Menteri Keuangan
No. 609/KMK.03/2004 tentang perlakuan PPh atas bantuan kemanusiaan
bencana alam di NAD dan Sumatera Utara.
9. Untuk biaya BBM dan Pelumas. Pihak perum pegadaian harus dapat
menerapkan mata anggaran yang jelas. Mata anggaran BBM dan perumas
untuk pejabat eselon I dan direksi harus dipisah dengan mata anggaran BBM
untuk kegiatan operasional perusahaan.
10. Untuk meningkatkan kredibilitas karyawan sebaiknya Perum Pegadaian
Pusat memberikan pelatihan-pelatihan/ kursus perpajakan seperti mengikuti
brevet pajak, memberikan seminar perpajakan secara rutin, memberikan
majalah/software perpajakan. Hal ini dilakukan, agar karyawan dapat selalu
mengikuti perkembangan tentang peraturan pajak. Dengan mengikuti
perkembangan peraturan pajak dapat memudahkan perusahaan dalam
melakukan perencanaan pajak dengan memanfaatkan undang-undang
perpajakan terbaru secara legal. Atas biaya pelatihan karyawan dapat
dijadikan pengurang penghasilan bruto.
11. Selama ini pihak perum pegadaian tidak pernah terlambat dalam
menyetorkan pajak dan menyampaikan SPT. Hal ini harus terus dilakukan
perusahaan karena hal ini termasuk dalam perencanaan pajak. Dalam
melakukan perencanaan pajak tidak hanya mencari loopholes melalui
88
peraturan perpajakan, namun menghindari kesalahan yang akan
menimbulkan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana juga
merupakan salah satu cara perencanaan pajak.
VI.6 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak.
Laporan keuangan suatu perusahaan yang akan digunakan untuk laporan
keuangan pajak, harus diubah terlebih dahulu menjadi laporan fiskal. Proses ini
yang disebut dengan rekonsiliasi. Tujuan utama dilakukan rekonsiliasi ini adalah
untuk membuat laporan keuangan komersial sesuai dengan peraturan perpajakan
sehingga dapat digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan Badan.
Perencanaan pajak yang efektif akan membuat suatu perusahaan mampu
meminimalkan beban-beban yang dapat mengurangi penghasilan bruto. Dengan
meminimalkan beban-beban tersebut akan mengakibatkan laba fiskal tidak jauh
berbeda dengan laba komersial. Hal ini dapat dilakukan dengan perencanaan
pajak yang efektif atas beban-beban yang tidak dapat mengurangi penghasilan
bruto dalam laporan keuangan fiskal. Hasil akhir yang akan dicapai oleh
perusahaan adalah penghematan pajak dari selisih rugi komersial dan fiskal yang
dapat dijadikan kompensasi untuk tahun berikutnya.
Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi komersial dan perlakuan pajak
dalam pengakuan pendapatan dan beban. Perbedaan inilah yang menyebabkan
adanya rekonsiliasi fiskal atas laba rugi perusahaan. Hal ini disebabkan karena
tidak semua beban yang diakui dalam laporan laba rugi komersial dapat menjadi
beban dalam laporan rugi fiskal. Dengan rekonsiliasi sebelum dan sesudah
perencanaan pajak, dapat terlihat adanya perbedaan laba sebelum pajak baik
89
secara komersial maupun secara fiskal. Dimana perubahan laba sebelum
perencanaan dengan sesudah perencanaan tersebut akan mempengaruhi besarnya
pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan.
Perhitungan perbandingan laba sebelum pajak sebelum dan sesudah
perencanaan dapat dilihat dari tabel berikut ini :
94
Tabel 4.6
Perhitungan Besarnya Persentase Penghematan Pajak
(dalam ribuan)
Sebelum
Perencanaan Setelah
Perencanaan Persentase
Penghematan Pajak (Rp.) Pajak (Rp.) % Penghasilan Kena Pajak 799.645.756 729.466.688 8,8% Pajak Penghasilan Badan
10% 5,000,000 5000.000 15% 7,500,000 7.500.000 30% 799.545.756 729.366.688
239.876.226 218.822.506 8.8%
Dari hasil rekonsiliasi fiskal sebelum dan setelah perencanaan pajak, dapat
dilihat bahwa sebelum perencanaan pajak, Perum Pegadaian memperoleh laba
sebelum pajak sebesar Rp 799.645.756. Namun setelah dilakukan perencanaan
pajak, laba sebelum pajak penghasilan perusahaan berubah menjadi Rp
729.466.688 dengan perencanaan pajak tersebut, Perum Pegadaian dapat
menghasilkan penghematan Penghasilan Kena Pajak dengan Presentase 8,8%.
Artinya setiap penurunan laba sebesar 1%, pihak perum pegadaian menghemat
pajak sebesar Rp 7.974.894.
Usulan perencanaan pajak yang menghasilkan optimalisasi beban pada
Perum Pegadaian pada tabel rekonsiliasi sebelum dan setelah perencanaan pajak
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21
Beban PPh Pasal 21 sebelum perencanaan pajak adalah sebesar Rp
32.192.790.061 dan dilakukan koreksi positif. Setelah perencanaan pajak,
perusahaan memberikan tunjangan pajak dengan menggunakan metode gross
95
profit yang diberikan kepada karyawan sebesar Rp 32.192.790.061.-. Dengan
ini beban perusahaan akan bertambah sebesar tunjangan PPh Pasal 21 yang
diberikan kepada karyawan.
2. Biaya Pengobatan dan Bantuan kacamata
Sebelum dilakukan perencanaan pajak, perusahaan memberikan fasilitas ini
secara cuma-cuma dimana dalam hal tersebut perusahaan tidak dapat
membiayakan biaya pengobatan tersebut. Sesuai dengan ketentuan UU PPh
pasal 9 huruf e. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan fasilitas tersebut dalam bentuk tunjangan pajak ataupun dalam
bentuk penggantian pengobatan.
3. Biaya Rumah Tangga
Setelah dilakukan perencanaan pajak, maka biaya rumah tangga yang
sebelum perencanaan pajak tidak dapat dijadikan sebagai pengurang, setelah
perencanaan pajak biaya tersebut dapat menjadi pengurang, yaitu sebesar Rp
96.791.632.
4. Biaya Representasi
Sebelum perencanaan pajak, biaya representasi harus dilakukan koreksi
positif karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif atas biaya tersebut.
Perencanaan pajak atas biaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat
daftar nominatif dan dapat dilampirkan dalam SPT Tahunan perusahaan.
Dengan demikian beban perusahaan akan bertambah sebesar Rp 546.988.916
96
5. Biaya Entertainment
Sebelum perencanaan pajak, biaya entertaiment harus dilakukan koreksi
positif karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif atas biaya tersebut.
Perencanaan pajak atas biaya tersebut adalah dengan membuat daftar
nominatif dan dapat dilampirkan dalam SPT Tahunan perusahaan. Dengan
demikian beban perusahaan akan bertambah sebesar Rp 1.354.805.404.
6. Biaya Promosi
Sebelum perencanaan pajak, biaya promosi harus dilakukan koreksi positif
karena perusahaan tidak memiliki dokumen-dokumen atau bukti- bukti
pendukung transaksi yang sah. Perencanaan yang dapat dilakukan adalah
dengan melengkapi setiap bukti-bukti tersebut dengan demikian beban
perusahaan akan bertambah sebesar Rp 8.822.329.107.