Upload
haquynh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1 Gambaran Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah perawat
yang sedang menjalankan tugas di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah
seluruh responden dalam penelitian yaitu 32 orang.
Responden yang diteliti memiliki karakteristik
berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja, serta tingkat
pendidikan. Berikut adalah tabel yang mendeskripsikan
karakteristik responden.
Tabel 4.1 Karakteristik responden di ruang instalasi rawat inap RSP dr. Ario Wirawan, Salatiga berdasarkan jenis kelamin, lama bekerja, serta pendidikan.
Karakteristik Responden Jumlah (n:32)
Presentase (%)
Jenis Kelamin : Pria Wanita
13 19
40,6 59,4
Lama bekerja : 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun
14 11 7
43,8 34,4 21,8
Tingkat Pendidikan: D3 S1 (S.Kep) S1+Profesi (S.Kep.Ns)
27 4 1
84,4 12,5 3,1
54
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa untuk
jenis kelamin, mayoritas responden yaitu wanita 19
orang (59,4%) sedangkan pria 13 orang (40,6%).
Mayoritas lama bekerja responden yaitu 1-5 tahun
sebanyak 43.8%, lama bekerja 6-10 tahun sebanyak
34,4%, dan lama bekerja 11-15 tahun sebanyak 15,6%.
Tingkat pendidikan responden mayoritas D3
keperawatan sebanyak 84,4% dan S1 (S.Kep) sebanyak
12,5% dan S1+Profesi (S.Kep Ners) sebanyak 3,1%.
4.1.2 Analisis Univariat
4.1.2.1 Variabel Independen
Distribusi frekuensi variabel independen
disajikan dalam tabel 4.2 dibawah ini:
Table 4.2 Distribusi frekuensi faktor –faktor yang mempengaruhi peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien (n=32)
Variabel Frekuensi (n=32 orang)
Presentase (%)
Konflik
Ada konflik
Tidak ada konflik
23 9
71,87 28,13
Peran
Sesuai peran yang berlebihan
Tidak sesuai peran yang berlebihan
28
4
87,5
12,5
Budaya
Sesuai budaya
Tidak sesuai
23 9
71,87 28,13
55
budaya
Keterlibatan
Ada keterlibatan
Tidak ada keterlibatan
26
6
81,25 18,75
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari
keempat faktor yang mempengaruhi peran
perawat terlihat bahwa faktor peran perawat
dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien
menunjukkan presentasi yang paling tinggi
(87,50%), diikuti oleh faktor keterlibatan dengan
(81,25%), sedangkan faktor konflik dan budaya
mendapatkan presentasi yang sama yaitu
sebesar (71,87%).
4.1.2.2 Variabel Dependen
Distribusi frekuensi variabel dependen
disajikan dalam tabel 4.3 dibawah ini:
Table 4.3 Distribusi frekuensi variabel pemenuhan kebutuhan spiritual pasien (n=32)
Variabel Frekuensi (n=32 orang)
Presentase (%)
Pemenuhan kebutuhan Spiritual
Memenuhi kebutuhan Spiritual
Tidak memenuhi kebutuhan Spiritual
29 3
90,62 9,38
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa
presentase pemenuhan kebutuhan spiritual
56
pasien mencapai (90,62%) sedangkan hanya
(9,38 %) yang tidak memenuhi kebutuhan
spiritual pasien.
4.1.3 Uji Normalitas Data
Analisis pengujian normalitas data pada hasil
penelitian ini menggunakan teknik uji Kolmogorov
Smirnov test (uji K-S). Dikatakan data berdistribusi
normal jika nilai signifikansinya > 0,05. Hasil analisis uji
normalitas variabel konflik, peran, budaya, keterlibatan
dan kebutuhan spiritual dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Variabel konflik,
peran, budaya dan keterlibatan dengan kebutuhan
spiritual di Instalasi Rawat Inap RSP. dr. Ario Wirawan,
Salatiga.
Variabel Uji Kolmogorov -Smirnov
Uji Shapiro-Wilk
df P value df P value
Konflik
Peran yang
berlebihan
Budaya
Keterlibatan
32
32
32
32
0,152
0,066
0,104
0,200
32
32
32
32
0,231
0,079
0,426
0,233
57
Kebutuhan
Spiritual
32
0,064
32
0,190
Dalam uji normalitas pada tabel 4.4 dengan
menggunakan kolmogorov smirnov test (uji K-S),
diperoleh signifikansi untuk variabel konflik dengan P > α
= P (0,152) > α (0,05) dan untuk variable peran dengan
P > α = P (0,066) > α (0,05) untuk variabel budaya P > α
= P (0,104) > α (0,05) untuk variable keterlibatan dengan
P > α = P (0,200) > α (0,05) dan untuk variabel
kebutuhan spiritual dengan P > α = P (0,064) > α (0,05)
dengan ketentuan jika signifikansi < 0,05 maka distribusi
normal ditolak dan apabila signifikansi > 0,05 maka
distribusi normal diterima. Oleh karena itu data variabel
konflik, peran, budaya, keterlibatan dan kebutuhan
spiritual merupakan data yang normal karena
signifikansi > 0,05.
4.1.4. Uji linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah
dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau
tidak secara signifikan. Analisis pengujian linearitas data
dengan menggunakan test for linearity. Hasil analisis
pengujian linearitas antara variabel konflik, peran,
58
budaya dan keterlibatan dengan kebutuhan spiritual
dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 4.5 Hasil Uji Linearitas Variabel konflik, peran,
budaya dan keterlibatan dengan kebutuhan spiritual di
Instalasi Rawat Inap RSP. dr. Ario Wirawan, Salatiga.
Variabel df Mean F p-value
Konflik* pemenuhan kebutuhan Spiritual
32
0,432
0,034
0,858
Peran yang berlebihan* pemenuhan kebutuhan spiritual
32
47,323
5,187
0,034
Budaya* pemenuhan kebutuhan spiritual
32
173,828
25,274
0,000
Keterlibatan* pemenuhan kebutuhan spiritual
32
0,186
0,015
0,904
Berdasarkan hasil uji linearitas pada variabel
konflik, peran, budaya dan keterlibatan dengan
kebutuhan spiritual dapat diketahui bahwa nilai (p <
0,05), maka disimpulkan bahwa tidak terdapat linearitas
hubungan antara variabel konflik dengan kebutuhan
spiritual karena p (0,858) > α (0,05), terdapat linearitas
antara variabel peran dengan kebutuhan spiritual karena
59
p (0,034) < α (0,05), terdapat linearitas hubungan antara
variabel budaya dengan kebutuhan spiritual karena p
(0,00) < α (0,05) dan tidak terdapat linearitas hubungan
antara variabel keterlibatan dengan kebutuhan spiritual
karena p (0,94) > α (0,05).
4.1.5 Analisa Bivariat
Analisis korelasi sederhana digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara 2 variabel atau
lebih dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi.
Koefisiensi korelasi sederhana menunjukkan seberapa
besar hubungan yang terjadi antara dua variabel.
Metode yang digunakan dalam uji analisis sederhana
adalah Pearson Correlation atau Product Moment
Pearson. Hasil analisis korelasi sederhana antara
variabel konflik, peran, budaya dan keterlibatan dengan
kebutuhan spiritual dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil analisis korelasi sederhana antara
Variabel konflik, peran, budaya dan keterlibata dengan
kebutuhan spiritual di Instalasi Rawat Inap RSP. dr. Ario
Wirawan, Salatiga.
Variabel p-value
N Pearson Correlation
Konflik 0,850
32 -0,035
Peran yang berlebihan
0,041
32 -0,363
60
Budaya 0,000
32 0,696
Keterlibatan 0,902
32 0,023
Berdasarkan hasil analisa korelasi didapat
koefisiensi korelasi antara konflik dan kebutuhan
spiritual adalah -0,035 karena nilai r berada antara 0,000
– 0,199 maka dapat dikatakan bahwa konflik dan
pemenuhan kebutuhan spiritual memiliki korelasi yang
sangat rendah. Terdapat tanda minus (-) didepan angka
0,035 pada tabel menunjukan bahwa korelasi memiliki
pola negatif atau tidak searah sehingga dapat diartikan
bahwa, semakin rendah konflik maka pemenuhan
kebutuhan spiritual kepada pasien semakin baik.
Koefisiensi korelasi antara peran yang berlebihan
dan kebutuhan spiritual adalah -0,363 karena nilai r
berada antara 0,200 – 0,399 maka dapat dikatakan
bahwa peran dan pemenuhan kebutuhan spiritual
memiliki korelasi yang rendah. Terdapat tanda minus (-)
didepan angka 0.363 pada tabel menunjukan bahwa
korelasi memiliki pola negatif atau tidak searah,
sehingga dapat diartikan bahwa, semakin rendah peran
61
yang berlebihan maka pemenuhan kebutuhan spiritual
kepada pasien semakin baik.
Koefisiensi korelasi antara budaya dan
kebutuhan spiritual adalah 0,696 karena nilai r berada
antara 0,600 – 0,799 maka dapat dikatakan bahwa
budaya dan pemenuhan kebutuhan spiritual memiliki
korelasi yang kuat. Tidak terdapat tanda minus (-)
didepan angka 0,696 pada tabel menunjukan bahwa
korelasi memiliki pola positif atau searah, sehingga
dapat diartikan bahwa, semakin tinggi faktor budaya
maka pemenuhan kebutuhan spiritual kepada pasien
semakin baik.
Koefisiensi korelasi antara keterlibatan dan
kebutuhan spiritual adalah 0,023 karena nilai r berada
antara 0,000 – 0,199 maka dapat dikatakan bahwa
konflik dan pemenuhan kebutuhan spiritual memiliki
korelasi yang sangat rendah. Tidak terdapat tanda
minus (-) didepan angka 0,023 pada tabel menunjukkan
bahwa korelasi memiliki pola positif atau searah,
sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi
keterlibatan maka pemenuhan kebutuhan spiritual
kepada pasien semakin baik.
62
4.2 PEMBAHASAN
Setiap individu memiliki pemahaman tersendiri
mengenai spiritualitas karena masing-masing memiliki
cara pandang yang berbeda mengenai hal tersebut.
Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas dipengaruhi
oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup
seseorang, serta persepsi mereka tentang hidup dan
kehidupan. Menurut Farran (dalam Potter Perry, 2005)
pengaruh tersebut nantinya dapat mengubah
pandangan seseorang mengenai konsep spiritulitas
dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia miliki
dan keyakinan yang ia pegang teguh. Hal serupa juga
diungkapkan Wiramihardjo (2009), bahwa spiritualitas
adalah kekuatan-kekuatan yang bersangkutan dan nilai
(value) dan makna (meaning). Nilai dari sesuatu dan
makna apa yang terdapat dalam suatu situasi itu
merupakan dorongan utama yang melahirkan suatu
perilaku. Taylor dan Craven (dalam Dwidiyanti 2008),
juga mengungkapkan bahwa spiritualitas dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu, tahap perkembangan
seseorang, keluarga, latar belakang etnik dan budaya,
pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan,
63
terpisah dari ikatan spiritual, serta isu moral terkait
dengan terapi.
Berdasarkan gambaran distribusi frekuensi setiap
faktor yang mempengaruhi peran perawat dalam
memenuhi kebutuhan spiritual pasien yang telah
dibahas sebelumnya, dapat diketahui bahwa faktor
peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual
pasien menunjukkan presentasi yang paling tinggi
(87,50%), diikuti oleh faktor keterlibatan (81,25%),
sedangkan faktor konflik dan budaya mendapatkan
presentasi yang sama yaitu sebesar (71,87%).
Sedangkan berdasarkan hasil analisa korelasi,
faktor budaya memperoleh hubungan yang paling kuat
dengan nilai r = 0,696, diikuti oleh faktor peran yang
berlebihan dengan nilai r = -0,363, dilanjutkan dengan
faktor konflik dengan nilai r = -0,035 dan yang
memperoleh hubungan yang paling paling rendah
adalah faktor keterlibatan dengan r = 0,023
4.2.1 Fakor Keterlibatan
64
Berdasarkan hasil analisa univariat pada
faktor keterlibatan, dari 32 responden perawat,
hanya terdapat 6 orang responden (18,75%)
yang tidak ada faktor keterlibatan, sedangkan 26
orang responden (81,25%) mempunyai faktor
keterlibatan. Sedangkan dari hasil analisa
bivariat didapatkan hasil koefisiensi korelasi
antara keterlibatan dan kebutuhan spiritual
adalah 0,023 karena nilai r berada antara 0,000–
0,199 maka dapat dikatakan bahwa konflik dan
pemenuhan kebutuhan spiritual memiliki korelasi
yang sangat rendah. Faktor keterlibatan
merupakan kemampuan untuk merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain, menjadi bagian
dari orang lain dan mampu merefleksikan secara
objektif perasaan orang lain (Narayanasamy,
2009).
Perawat yang memiliki keterlibatan
dengan pasien atau menjadi bagian dari diri
pasien, akan mampu untuk berempati dan
membangun hubungan yang baik dengan pasien
seperti yang dikemukakan oleh Baron (2007)
65
bahwa kemampuan individu untuk memahami
perasaan orang lain akan mendorong individu
untuk bersikap empati (memahami dan mengerti
perasaan orang lain) dan mampu membangun
hubungan yang memuaskan diri sendiri dan
orang lain.
Kemampuan perawat untuk terlibat dan
memahami serta mendukung pasien akan
mendorong terciptanya hubungan perawat-
pasien yang terbuka, saling percaya, dan saling
menghargai. Pengembangkan hubungan saling
percaya dan saling membantu antara perawat
dan pasien merupakan hal yang sangat penting
dalam transpersonal caring (Watson, 2005).
Berdasarkan hasil diatas peneliti
berpendapat bahwa dengan kemampuan
perawat untuk terlibat atau menjadi bagian dari
diri pasien maka diharapkan perawat akan
mampu untuk berempati dan mengerti perasaan
pasien agar tercipta hubungan yang terbuka dan
saling percaya dan pemenuhan kebutuhan
spiritual pun dapat tercipta.
66
4.2.2 Faktor Budaya
Berdasarkan hasil analisa univariat pada
faktor budaya, dari 32 responden perawat,
terdapat 9 orang responden (28,13%) yang tidak
sesuai faktor budaya, sedangkan 23 orang
responden (71,25%) sesuai faktor budaya.
Sedangkan dari hasil analisa bivariat didapatkan
hasil koefisiensi korelasi antara budaya dan
kebutuhan spiritual adalah 0,696 karena nilai r
berada antara 0,600–0,799 maka dapat
dikatakan bahwa budaya dan pemenuhan
kebutuhan spiritual memiliki korelasi yang kuat.
Faktor budaya merupakan salah satu dari
perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata
sebagai manusia yang bersifat sosial
(Narayanasamy, 2006). Budaya yang berupa
norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku
manusia dalam kehidupan dengan orang yang
lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama
dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat
manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.
Keberlangsungaan terus–menerus dan lama
67
merupakan proses internalisasi dari suatu nilai–
nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter,
pola pikir, pola interaksi perilaku yang
kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada
pendekatan intervensi keperawatan. Dapat
dikatakan juga dengan kata lain pembentukan
karakter, pola pikir dan perilaku dibentuk dari
budaya (Leininger, 2002).
Norma yang dimaksud adalah seperti yang
diklasifikasikan ANA yaitu menghormati pasien
sebagai pribadi yang unik, menghormati hak
pasien untuk penentuan nasib sendiri,
menghormati privasi dan kerahasiaan pasien,
tanggung jawab kompetensi seseorang,
penilaian, dan tindakan, dan tanggung jawab
untuk mempromosikan tindakan yang lebih baik
untuk memenuhi kebutuhan pasien, keluarga,
dan kelompok. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian Carnevale Franco A (2009) yang
menemukan bahwa perawat yang menjalankan
norma-norma akan mampu mencapai tujuan
keperawatan, tidak hanya bisa meningkatkan
68
perlakuan hormat kepada pasien, tetapi dapat
membantu untuk mencegah hasil yang
merugikan.
Berdasarkan hasil diatas peneliti
berpendapat bahwa budaya merupakan hasil
interaksi-interaksi manusia yang dilakukan
secara terus-menerus dan dijadikan norma yang
mempengaruhi perilaku dan pola pikir seseorang.
Perawat yang menjalankan tugas sesuai norma
akan mampu untuk menghormati hak pasien,
menghargai keyakinan pasien serta mampu
melaksanakan intervensi yang lebih baik untuk
memenuhi kebutuhan pasien yang holistik.
4.2.3 Faktor Konflik
Berdasarkan hasil analisa univariat pada
faktor konflik, dari 32 responden perawat,
terdapat 23 orang responden (71,87%) yang
memilik faktor konflik, sedangkan 9 orang
responden (28,13%) tidak memliki faktor konflik.
Sedangkan dari hasil analisa bivariat didapatkan
hasil koefisiensi korelasi antara konflik dan
kebutuhan spiritual adalah -0,035 karena nilai r
69
berada antara 0,000–0,199 maka dapat
dikatakan bahwa konflik dan pemenuhan
kebutuhan spiritual memiliki korelasi yang sangat
rendah. Faktor konflik merupakan pertentangan
dalam diri perawat yang membuat perawat
merasa antara mampu dan tidak menjalankan
tanggung jawabnya (Narayanasamy, 2009).
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat
dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Tetapi yang menjadi persoalan adalah
bukan bagaimana meredam konflik, tapi
bagaimana menanganinya secara tepat sehingga
tidak merusak hubungan diri sendiri, antarpribadi
bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik
dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam
organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal
yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu
hal konstruktif untuk membangun organisasi
tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan
kinerja organisasi (Myers, 2003). Konflik dalam
diri perawat tidak selamanya dianggap buruk, tapi
dapat dijadikan pembelajaran, seperti yang
70
dikatakan oleh (Stewart & Logan, 1993) bahwa
konflik dapat menjadi sarana pembelajaran
dalam memanajemen diri sendiri, suatu kelompok
atau organisasi. Konflik tidak selamanya
membawa dampak buruk, tetapi juga
memberikan pelajaran dan hikmah di balik
adanya perseteruan.
Berdasarkan uraian hasil uji univariat diatas
terlihat bahwa terdapat 23 orang responden
(71,87%) orang yang memiliki konflik artinya
cukup banyak perawat yang merasa ada
pertentangan dalam dirinya yang bisa berdampak
buruk pada pelayanan yang diberikan. Hal ini
terlihat dari jawaban respoden yang menyatakan
bahwa mereka merasa tidak menjalankan peran
masing-masing dengan baik, dan mereka merasa
gagal dalam menjalankan peran. Hal ini bukan
hanya saja dapat mengganggu tujuan pribadi,
tapi juga dapat mengganggu tujuan kelompok.
Terlepas dari itu, peneliti berpendapat bahwa
konflik tidak selalu berkonotasi buruk, tergantung
bagaimana cara memanajemen konflik. Konflik
71
sangat dibutuhkan dalam diri perawat untuk
proses pembelajaran dan hikmah menuju
pemberian pelayanan kesehatan kearah yang
lebih baik.
4.2.4 Faktor peran yang berlebihan
Berdasarkan hasil analisa univariat pada
faktor peran yang berlebihan, dari 32 responden
perawat, terdapat 28 orang responden (87,5%)
yang sesuai faktor peran yang berlebihan,
sedangkan 4 orang responden (12,5%) tidak
sesuai faktor peran yang berlebihan. Sedangkan
dari hasil analisa bivariat didapatkan hasil
koefisiensi korelasi antara peran yang berlebihan
dan kebutuhan spiritual adalah -0,363 karena
nilai r berada antara 0,200–0,399 maka dapat
dikatakan bahwa peran dan pemenuhan
kebutuhan spiritual memiliki korelasi yang
rendah. Faktor peran yang belebihan merupakan
merupakan serangkain keadaan yang
mengakibatkan individu tidak mampu
menjalankan perannya sesuai dengan harapan
(Narayanasamy, 2009).
72
Perawat dengan tingkat peran yang
berlebihan tinggi akan mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dan bertindak dengan cara yang
tepat. Seperti yang dikemukakan oleh
Narayanasamy (2009), bahwa perawat yang
mampu memahami perannya, lebih mampu untuk
berkomunikasi dan bertindak dengan cara yang
tepat. Selain itu juga peran yang berlebihan akan
membuat seorang perawat kurang peka
terhadap kebutuhan pasien. Narayanasamy
(2009) menyatakan perawat yang peka akan
lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan pasien
yang tak terucap sekalipun.
Berdasarkan hasil uji univariat, ditemukan 28 orang responden
(87,5%) sesuai peran yang berlebihan. Ini berarti bahwa ada
serangkaian keadaan atau kondisi yang berpengaruh, sehingga
perawat tidak mampu menjalankan peran sesuai harapan. Hal
ini dapat terjadi karena dari hasil jawaban responden,
responden merasa tidak nyaman dalam memberikan pelayanan
khususnya dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien, ada
pula jawaban yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
spiritual bukan merupakan tugas mereka, itu seharusnya
73
dilakukan oleh pemuka agama, dan ada juga jawaban yang
menyatakan bahwa pendidikan mereka tidak cukup untuk
melaksanankan pemenuhan kebutuhan spiritual, ada pula yang
jawaban yang menyatakan bahwa waktu yang mereka punya
terbatas untuk bisa melakukan pemenuhan kebutuhan spiritual.
Berdasarkan gambaran diatas peneliti berpendapat bahwa
perawat memiliki batas kemampuan baik dari segi
pengetahuan, tenaga, dan waktu sehingga jika peran yang
diberikan melebihi batas kemampuan perawat, maka peran
yang diemban tidak akan dapat dijalankan secara optimal.