5
BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN Perikatan yang bersumber pada Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan seterusnya. Buku III KUHPerdata ini terbagi atas 2 (dua) bagian besar, yakni: 1. Bagian Umum Bagian Umum termaktub dalam Bab I - IV yang memuat asas-asas umum yang berlaku dalam Hukum Perjanjian. Yang dimaksud dengan asas-asas yang menyangkut Perikatan seperti tentang: a. Pengertian; b. Syarat sahnya perjanjian; c. Berakhirnya perikatan. 2. Bagian Khusus Bagian Khusus diatur dalam Bab V – XVIII yang mengatur perjanjian- perjanjian yang diberi nama tertentu, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, gadai dan sebagainya. Antara kedua bagian ini terdapat hubungan erat dalam arti bahwa asas- asas umum dalam bagian umum menguasai bagian khusus (perjanjian- perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus). Misalnya asas untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi 4 (empat) syarat, yakni: a. Kata Sepakat; b. Kecakapan; c. Suatu hal tertentu; d. Kausa yang halal. Jika suatu perjanjian memenuhi ke 4 (empat) syarat tersebut, maka perjanjian itu adalah sah. Jadi semua perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus harus memenuhi keempat syarat tersebut. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat kata sepakat dan kecakapan, maka dapat dituntut pembatalannya, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan hal yang tertentu dan kausa yang halal, maka perjanjian batal demi hukum (tidak mempunyai akibat hukum sama sekali). A. Definisi Perjanjian Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi ini kurang lengkap atau tidak secara lengkap menggambarkan tentang suatu perjanjian, karena: 1. Definisi hanya menyangkut Perjanjian sepihak, yakni Perjanjian dimana satu pihak saja yang berkewajiban melaksanakan suatu Prestasi. Jadi definisi tersebut tidak menyinggung tentang Perjanjian Timbal Balik yang merupakan bagian terbesar dari perjanjian-perjanjian yang ada. 2. Istilah “Perbuatan” tersebut terlalu luas, karena disamping menyinggung Perjanjian juga perbuatan-perbuatan lain yang bukan merupakan perjanjian. Lebih baik untuk kata “perbuatan” ini istilahnya diganti dengan “perbuatan hukum”, karena yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah perjanjian sebagai sumber Perikatan.

BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN

  • Upload
    jo-se

  • View
    844

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN

BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN

Perikatan yang bersumber pada Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata dan seterusnya. Buku III KUHPerdata ini terbagi atas 2 (dua) bagian besar, yakni:1. Bagian UmumBagian Umum termaktub dalam Bab I - IV yang memuat asas-asas umum yang berlaku dalam Hukum Perjanjian. Yang dimaksud dengan asas-asas yang menyangkut Perikatan seperti tentang:a. Pengertian;b. Syarat sahnya perjanjian;c. Berakhirnya perikatan.

2. Bagian KhususBagian Khusus diatur dalam Bab V – XVIII yang mengatur perjanjian-perjanjian yang diberi nama tertentu, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, gadai dan sebagainya.

Antara kedua bagian ini terdapat hubungan erat dalam arti bahwa asas-asas umum dalam bagian umum menguasai bagian khusus (perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus). Misalnya asas untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi 4 (empat) syarat, yakni:a. Kata Sepakat;b. Kecakapan;c. Suatu hal tertentu;d. Kausa yang halal.

Jika suatu perjanjian memenuhi ke 4 (empat) syarat tersebut, maka perjanjian itu adalah sah. Jadi semua perjanjian yang diatur dalam Bagian Khusus harus memenuhi keempat syarat tersebut. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat kata sepakat dan kecakapan, maka dapat dituntut pembatalannya, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan hal yang tertentu dan kausa yang halal, maka perjanjian batal demi hukum (tidak mempunyai akibat hukum sama sekali).

A. Definisi PerjanjianPersetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi ini kurang lengkap atau tidak secara lengkap menggambarkan tentang suatu perjanjian, karena:1. Definisi hanya menyangkut Perjanjian sepihak, yakni Perjanjian dimana satu pihak saja yang berkewajiban melaksanakan suatu Prestasi. Jadi definisi tersebut tidak menyinggung tentang Perjanjian Timbal Balik yang merupakan bagian terbesar dari perjanjian-perjanjian yang ada.2. Istilah “Perbuatan” tersebut terlalu luas, karena disamping menyinggung Perjanjian juga perbuatan-perbuatan lain yang bukan merupakan perjanjian. Lebih baik untuk kata “perbuatan” ini istilahnya diganti dengan “perbuatan hukum”, karena yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah perjanjian sebagai sumber Perikatan.3. Tidak dipenuhinya syarat “kata sepakat”, padahal syarat tersebut merupakan intisari suatu perjanjian.

Pengertian perjanjian tidak hanya terdapat dalam Buku III, tetapi ada juga dalam Buku I, dimana antara lain yang merupakan suatu perjanjian yakni Perjanjian Perkawinan, dimana calon suami isteri memperjanjikan apa yang akan diperbuat dengan harta mereka yang dibawa dalam Perkawinan. Akan tetapi Perjanjian yang dimaksud dalam Buku III adalah perjanjian yang diatur dalam bidang hukum kekayaan, yakni bidang kebendaan dan bidang hukum perikatan.

B. Macam-macam Perjanjian1. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil1. Perjanjian KonsensualPerjanjian yang tercipta jika telah tercapai suatu kata sepakat (consensus) antara 2 (dua) pihak yang membuat perjanjian.

2. Perjanjian RiilPerjanjian yang tercipta jika di samping kata sepakat, juga telah terjadi pelaksanaan dari Prestasi yang diperjanjikan. Contoh: Hibah.

Page 2: BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN

2. Perjanjian Prinsipal dan Perjanjian Accesoir1. Perjanjian PrinsipalPerjanjian yang bersifat pokok.

2. Perjanjian AccesoirPerjanjian yang bergantung pada perjanjian pokok. Contohnya: Perjanjian pinjam meminjam dengan jaminan. Perjanjian pinjam meminjam merupakan perjanjian pokok sedangkan perjanjian accesoir-nya berupa jaminan dalam bentuk gadai atau hipotik.

3. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Zakelijk1. Perjanjian ObligatoirPerjanjian yang menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan Prestasi yang diperjanjikan.

2. Perjanjian ZakelijkPerjanjian yang bermaksud untuk melaksanakan Prestasi yang diperjanjikan. Contoh: perjanjian jual beli mobil. Secara Obligatoir, perjanjian ini menimbulkan kewajiban bagi si penjual untuk menyerahkan mobil dan bagi si pembali untuk menyerahkan harga mobil;Secara Zakelijk, pelaksanaan penyerahan mobil dan penyerahan harga mobil yang dijual.

4. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Liboratoir1. Perjanjian ObligatoirPerjanjian yang menimbulkan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.

2. Perjanjian LiboratoirPerjanjian yang menghapuskan suatu kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.

C. Bentuk Dan Isi Perjanjian1. Bentuk PerjanjianKUHPerdata tidak menentukan suatu bentuk tertentu bagi pembuatan suatu perjanjian. Jadi memberikan kebebasan bagi para pihak yang berkepentingan untuk menuangkan perjanjian dalam bentuk yang mereka kehendaki. Bentuk tersebut dapat secara lisan (perjanjian lisan) akan tetapi dapat juga dalam bentuk tulisan. Hal ini bergantung pada kemauan para pihak yang bersangkutan. Akan tetapi, kadang-kadang UU menentukan bahwa suatu perjanjian harus dituangkan dalam bentuk tulisan. Misalnya:a. Perjanjian Hibah b. Perjanjian PerdamaianKeduanya harus dituangkan dalam bentuk tulisan.

Dalam hubungan ini dapat timbul permasalahan: apa fungsi dari tlisan tersebut?

Apakah tulisan itu merupakan syarat sahnya suatu perjanjian atau merupakan alat bukti semata-mata?

Pada umumnya dianut pendapat bahwa tulisan tersebut dianggap sebagai alat bukti yang paling sempurna.

2. Isi PerjanjianMengenai Isi perjanjian, para pihak yang berkepentingan diberi kebebasan seluruhnya berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Mengenai isi perjanjian ada 3 (tiga) hal yang dapat dimaksukkan dalam perjanjian, yakni:a. Essensialiab. Accidentaliac. Naturalia

a. EssensialiaIsi perjanjian yang harus dimasukkan kedalam perjanjian adalah menyangkut syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, dan jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dapat dituntut pembatalannya.

b. AccidentaliaSuatu isi perjanjian yang tidak perlu dimasukkan dalam perjanjian, akan tetapi dapat dimasukkan jika

Page 3: BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN

dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan.c. NaturaliaMerupakan suatu isi perjanjian yang lazimnya termasuk didalamnya kecuali jika diperjanjikan lain. Misalnya: seorang penjual berkewajiban untuk menjamin kepada pembeli, terhadap cacat-cacat barang-barang yang diperjual belikan. Akan tetapi para pihak yang berkepentingan dapat memperjanjikan bahwa penjual tidak perlu menjamin .

D. Perjanjian CampuranAsas kebebasan berkontrak juga memungkinkan para pihak yang bersangkutan untuk membuat perjanjian yang bersifat campuran (memuat unsur-unsur lebih dari satu perjanjian). Misalnya Perjanjian Sewa-beli. Dalam perjanjian ini tercantum 2 (dua) unsur perjanjian yang berlainan yakni: Unsur sewa dan Unsur Beli yang tercakup dalam satu perjanjian.

Dalam melaksanakan perjanjian campuran ini dapat timbul persoalan, yakni: jika 2 (dua) pertauran yang tercakup dalam perjanjian tersebut saling bertentangan, maka peraturan mana yang harus diperlakukan atas perselisihan tersebut? Apakah peraturan Perjanjian yang satu atau yang lainnya?

Bagaimana hal itu harus diselesaikan?

UU dalam hal ini tidak menentukan cara untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dan karena tidak ditentukan, maka penyelesaiannya diusahakan oleh Teori Hukum.Ada 3 (tiga) Teori Hukum yang mencoba memberi penjelasan, yakni:1. Teori Sui GenerisTeori ini mengatakan bahwa penyelesaian persoalan yang bersangkutan harus diselesaikan berdasarkan peraturan tentang Perjanjian dalam Bab V-XVIII, dan penerapannya adalah secara analogis.

2. Teori AbsorbsiTeori mengatakan bahwa dalam permasalahan tersebut harus dicari unsur-unsur mana yang menonjol, apakah unsur sewanya atau unsur belinya (dalam perjanjian sewa beli). Penyelesaiannya harus dicari berdasarkan peraturan yang menguasai unsur yang menonjol tersebut. Jadi, jika unsur sewa yang menonjol maka persoalan harus diselesaikan berdasarkan peraturan sewa.

3. Teori KombinasiTeori ini mengatakan bahwa untuk mencari penyelesaian harus diterapkan peraturan-peraturan yang menguasai perjanjian-perjanjian yang mencakup perjanjian campuran. Jadi, jika perjanjian-perjanjian Sewa Beli, maka harus diterapkan peraturan sewa maupun peraturan belinya (campuran).

E. Syarat Sahnya PerjanjianMasalah syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320-1327 KUHPerdata. Ada 4 (empat) syarat mengenai syarat sahnya perjanjian ini, yakni:1. Kata Sepakat2. Kecakapan3. Hal Tertentu4. Causa yang halal

1. Kata SepakatBerarti bahwa antara kedua pihak sudah saling menyetujui segala sesuatu yang diperjanjikan. Namun dalam membuat perjanjian adakalanya terjadi gangguan yang dapat menjadikan kata sepakat tersebut terganggu (dalam arti menjadi tidak sempurna). Sempurna artinya bebas dari segala pengaruh orang ketiga: Gangguan dapat berupa : paksaan, kekhilafan, penipuan. Dalam hal itu maka perjanjian dapat dituntut pembatalanya.

a. Syarat Kata SepakatUU tidak membuat suatu ukuran mengenai hal ini. Maka diusahakan oleh Teori Hukum ukuran tersebut. Ada 2 (dua) teori yang mencoba menyelesaikan permasalahan ini, sebagai berikut:a.1. Teori Kehendak (Wiljl Theorie)Yang mengatakan bahwa tercapai kata sepakat jikalau tercapai persesuaian kehendak.

Page 4: BAB IV PERIKATAN YANG BERSUMBER PADA PERJANJIAN