Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisis SRC
Analisis SRC yang dilakukan pada 20 sampel tepung terigu menunjukkan
hasil yang beragam sehingga dilakukan pemetaan berdasarkan jumlah hasil yang
memenuhi standar pada masing-masing larutan SRC (Akuades, Sukrosa, Na2CO3,
Asam Laktat) yang digunakan untuk menganalisis sampel. Pemetaan hasil analisis
dibagi dalam 5 kelompok, yaitu hasil % SRC dengan tidak ada yang memenuhi
standar untuk semua larutan, hasil % SRC yang memenuhi 1 standar larutan, hasil
% SRC yang memenuhi 2 standar larutan, hasil % SRC yang memenuhi 3 standar
larutan, dan hasil % SRC yang memenuhi 4 standar atau seluruh standar larutan
yang digunakan. Standar hasil % SRC yang digunakan merupakan standar yang
digunakan PT. XYZ untuk melakukan kontrol kualitas tepung terigu yang khusus
digunakan untuk pembuatan produk biskuit R. Standar % SRC untuk masing-
masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar Persentase SRC Tepung Terigu Produk R
Pelarut %SRC
Akuades 45-55%
Sukrosa 50% 85-100%
Na2CO3 5% 65-75%
Asam Laktat 5% 90-100%
(Sumber: PT. XYZ Indonesia, 2018)
Nilai persentase hasil analisis SRC tepung terigu yang telah
dikelompokkan dibandingkan secara deskriptif dan statistik dengan hasil
pengujian karakteristik biskuit yang diproduksi sesuai dengan batch masing-
31
masing. Parameter karakteristik yang diuji ialah diameter, ketebalan, tekstur, dan
tingkat kecerahan warna biskuit bagian atas dan bawah. Kategori hasil analisis
SRC dan karakteristik biskuit dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.2 Diameter
Hasil analisis SRC tepung terigu diharapkan dapat memprediksi
karakteristik diameter biskuit yang dihasilkan. Menurut Kweon et al., (2011),
analisis SRC terutama pada penggunaan pelarut Na2CO3 dapat memprediksi
karakteristik diameter biskuit. Diameter biskuit penting untuk dikontrol karena
akan berhubungan dengan keseragaman produk dan berdampak terutama pada
proses pengemasan akhir produk. Hasil Uji T untuk masing-masing kelompok
pada karakteristik diameter biskuit dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji T Karakteristik Diameter Biskuit
Keterangan:
A = Memenuhi standar seluruh larutan
B = Memenuhi standar 1 larutan
C = Memenuhi standar 2 larutan
D = Memenuhi standar 3 larutan
E = Tidak memenuhi standar seluruh larutan
Uji T 1 Uji T 2 Uji T 3 Uji T 4
Sampel A B A C A D A E
Diameter
(mm)
47,24 47,40 47,24 47,44 47,24 47,37 47,24 47,71
47,31 47,44 47,31 46,75 47,31 47,33 47,31 47,18
47,68 47,68 47,33 47,68 47,11 47,68 47,28
47,66 47,66 46,55 47,66 46,75 47,66
47,69 46,50
46,9
Rata-rata
(mm) 47,47 47,42 47,47 47,11 47,47 47,01 47,47 47,39
Mean Diff. 0,173 0,362 0,461 0,082
t 0,304 1,488 2,128 0,429
Sig. (2-tailed) 0,777 0,175 0,071 0,686
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
32
Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan, tidak didapatkan perbedaan
signifikan antara diameter biskuit yang dibuat menggunakan tepung terigu yang
nilai SRC-nya memenuhi standar seluruh larutan dengan tepung terigu yang nilai
SRC-nya tidak memenuhi standar atau memenuhi standar dengan jumlah pelarut
tertentu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa secara statistik, dengan nilai analisis
SRC yang tidak memenuhi standar atau memenuhi standar dengan jumlah tertentu
dapat menghasilkan diameter biskuit yang ‗sama‘ dengan tepung terigu yang
mempunyai nilai analisis SRC memenuhi standar untuk seluruh larutan. Kisaran
diameter yang dihasilkan masih sesuai dengan standar kualitas perusahaan PT.
XYZ yaitu 46-48 mm. Jika dilihat secara deskriptif, tepung terigu yang
mempunyai hasil SRC memenuhi standar untuk semua pelarut mempunyai rata-
rata nilai diameter paling tinggi (47,47 mm) dibandingkan dengan kategori lain.
Nilai diameter tertinggi kedua ialah dari kelompok hasil SRC memenuhi 1 larutan
(47,42 mm), tidak memenuhi standar (47,39 mm), dan memenuhi 2 larutan (47,11
mm). Rata-rata diameter paling kecil ialah biskuit dengan tepung terigu yang
memenuhi standar untuk 3 larutan (47,01 mm).
Kweon et al., (2011) menyatakan bahwa analisis SRC dapat memprediksi
karakteristik diameter biskuit. Hal tersebut berkaitan dengan kandungan
komponen fungsional damaged starch pada tepung terigu. Komponen fungsional
damaged starch merupakan kandungan pati yang rusak saat proses penggilingan
gandum pada pembuatan tepung terigu. Persentase damaged starch yang
terkandung pada tepung terigu diharapkan berada pada nilai terkecil karena
kandungan amilopektin di dalamnya yang dapat membuat adonan biskuit menjadi
33
lebih kaku sehingga diameter yang dihasilkan lebih kecil. Selain itu, damaged
starch pada tepung terigu juga dapat meningkatkan daya penyerapan air pada
adonan biskuit sehingga meningkatkan viskositasnya dan membuat diameter
biskuit yang dihasilkan lebih kecil (Moiraghi, 2011).
Analisis SRC menggunakan pelarut asam laktat juga dapat memprediksi
karakteristik diameter biskuit. Pasha et al., (2009) menyatakan bahwa semakin
tinggi nilai analisis SRC asam laktat maka diameter yang dihasilkan semakin
kecil. Pernyataan tersebut berkaitan dengan kandungan komponen fungsional
protein berupa glutenin pada tepung terigu. Glutenin yang merupakan salah satu
jenis protein dapat dideteksi oleh larutan asam pada analisis SRC. Kelarutan
protein dapat meningkat jika diberi perlakuan asam karena ion positif pada asam
akan mengubah muatan protein dari netral menjadi positif (Triyono, 2010).
Peningkatan kelarutan protein ini membuat kandungan protein (glutenin) pada
tepung terigu lebih mudah terikat dengan larutan asam laktat 5%.
5.3 Ketebalan
Analisis SRC juga diharapkan dapat memprediksi karakteristik ketebalan
biskuit. Sama seperti diameter, ketebalan biskuit merupakan faktor penting yang
dapat mempengaruhi keseragaman produk saat proses pengemasan berlangsung.
Ketebalan biskuit yang seragam dan sesuai dengan standar akan mempercepat dan
memudahkan proses pengemasan. Menurut Baljeet, Ritika, dan Roshan (2010),
ketebalan biskuit berkaitan dengan diameternya. Semakin tinggi diameter biskuit
maka ketebalan yang dihasilkan semakin kecil, begitupun sebaliknya. Hal tersebut
34
membuat bentuk nilai hasil analisis karakteristik diameter tidak jauh berbeda
dengan ketebalan biskuit. Hasil uji T ketebalan biskuit dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil uji T tidak berpasangan untuk karakteristik ketebalan biskuit tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara ketebalan biskuit yang
dibuat menggunakan tepung terigu yang nilai SRC-nya memenuhi standar seluruh
larutan dengan tepung terigu yang nilai SRC-nya tidak memenuhi standar atau
memenuhi standar dengan jumlah pelarut tertentu. Jika ditinjau dari sisi statistik,
nilai analisis SRC yang tidak memenuhi standar atau memenuhi standar dengan
jumlah tertentu akan menghasilkan ketebalan biskuit yang ‗sama‘ dengan tepung
terigu yang mempunyai nilai analisis SRC memenuhi standar untuk seluruh
larutan.
Tabel 5. Hasil Uji T Karakteristik Ketebalan Biskuit
Keterangan:
A = Memenuhi standar seluruh larutan
B = Memenuhi standar 1 larutan
C = Memenuhi standar 2 larutan
D = Memenuhi standar 3 larutan
E = Tidak memenuhi standar seluruh larutan
Uji T 1 Uji T 2 Uji T 3 Uji T 4
Sampel A B A C A D A E
Ketebalan
(mm)
54,25 54,58 54,25 55,32 54,25 54,54 54,25 55,52
54,91 53,17 54,91 54,03 54,91 54,50 54,91 55,34
55,37 55,37 54,31 55,37 54,81 55,37 55,86
55,16 55,16 54,34 55,16 55,72 55,16
56 55,08
53,24
Rata-rata
(mm) 54,92 53,87 54,92 54,54 54,92 54,93 54,92 55,57
Mean Diff. 1,048 0,383 -0,008 -0,65
t 1,854 0,715 -0,023 -2,069
Sig. (2-tailed) 0,137 0,495 0,983 0,093
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
35
Tepung terigu yang mempunyai nilai SRC memenuhi standar untuk 3
larutan mempunyai karakteristik ketebalan biskuit yang tinggi, yaitu dengan rata-
rata 54,93 mm dan bernilai tidak berbeda jauh dengan ketebalan biskuit yang
menggunakan tepung terigu dengan SRC memenuhi 4 larutan, yaitu 54,92 mm.
Sedangkan ketebalan biskuit yang dibuat menggunakan tepung terigu dengan hasil
SRC meemnuhi standar 2 dan 1 larutan mempunyai nilai 54,54 dan 53, 87 mm.
Hasil analisis SRC yang tidak memenuhi standar untuk seluruh larutan
mempunyai karakteristik ketebalan biskuit yang paling tinggi, yaitu 55,57 mm.
Namun nilai tersebut terlampau tidak sesuai dan melebihi standar ketebalan
biskuit yang diinginkan PT. XYZ, yaitu maksimal 55 mm.
Ketebalan biskuit dapat diprediksi menggunakan analisis SRC karena
berkaitan dengan kandungan komponen fungsional pentosan pada tepung terigu
yang dapat dianalisis menggunakan pelarut sukrosa 50% (Kweon et al., 2011).
Semakin tinggi nilai analisis SRC pelarut sukrosa, maka kandungan komponen
fungsional pentosan pada tepung terigu cenderung lebih tinggi. Kandungan
pentosan yang terlalu tinggi tidak diinginkan dalam produksi biskuit karena akan
mempengaruhi rasio kelebaran dan ketebalan produk akhir biskuit (spread factor)
menjadi tidak stabil. Spread factor yang stabil diharapkan dalam pembuatan
biskuit karena akan menghasilkan produk yang lebih kokoh dan tidak mudah
hancur atau retak pada saat proses pemanggangan (baking) berlangsung.
Menurut Nakamura, Taira, dan Ito (2010), pentosan merupakan salah satu
kandungan gandum dalam kategori non-starch polysaccharide (NSP) atau
polisakarida bukan pati dengan jumlah sekitar 61g/kg bahan kering (BK).
36
Pentosan pada gandum disebut juga dengan arabinoxylan (Leeson & Summers,
2005). Larutan sukrosa 50% pada analisis SRC mempunyai pH yang netral dan
dapat meningkatkan daya pembengkakan dari jaringan arabinoxylan (pentosan),
karena larutan ini dapat menunjukkan kompatibilitas yang baik dengan tulang
bekalang xylan (xylan backbone) dari arabinoxylan tepung terigu (Kweon et al.,
2011). Adapun hubungan antara karakteristik ketebalan dan diameter biskuit,
dimana semakin besar diameter maka biskuit akan mempunyai ketebalan yang
lebih rendah (Baljeet, Ritika dan Roshan, 2010)
5.4 Tekstur
Analisis karakteristik tekstur pada biskuit dilakukan mengingat tekstur
yang pas (tidak teralu keras maupun lembek) merupakan salah satu target yang
diinginkan oleh customer produk biskuit. Tekstur yang seragam antar produk akan
meningkatkan kualitas dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan. Analisis tekstur menggunakan uji sensori dari PT. XYZ dari masing-
masing kelompok hasil SRC juga dibandingkan untuk melihat ada atau tidaknya
pengaruh analisis SRC terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Hasil uji T tekstur
biskuit dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil uji T tidak berpasangan untuk karakteristik tekstur biskuit
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara tekstur biskuit yang
dibuat menggunakan tepung terigu dengan hasil SRC memenuhi standar 1 larutan,
2 larutan, dan 3 larutan dengan tepung terigu yang memenuhi standar SRC untuk
seluruh larutan. Di samping itu, terdapat perbedaan nyata antara tekstur biskuit
37
yang diproduksi menggunakan tepung terigu dengan hasil SRC yang tidak
memenuhi standar dengan tepung terigu yang memenuhi standar SRC untuk 4
larutan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dengan memenuhi standar
SRC untuk minimal 1 larutan saja, tepung terigu akan menghasilkan tekstur
biskuit yang sudah baik dan memenuhi standar. Sedangkan apabila tepung terigu
yang digunakan mempunyai hasil analisis SRC yang tidak memenuhi standar
untuk seluruh larutan akan menghasilkan tekstur yang belum memenuhi standar.
Tabel 6. Hasil Uji T Karakteristik Tekstur Biskuit
Keterangan:
A = Memenuhi standar seluruh larutan
B = Memenuhi standar 1 larutan
C = Memenuhi standar 2 larutan
D = Memenuhi standar 3 larutan
E = Tidak memenuhi standar seluruh larutan
Perbedaan tekstur biskuit yang dihasilkan dapat disebabkan oleh
kandungan komponen fungsional dari tepung terigu. Semakin tinggi kandungan
amilopektin dalam tepung terigu, maka akan menghasilkan kemampuan merekat
yang lebih tinggi, sehingga struktur biskuit menjadi lebih kokoh dan keras
Uji T 1 Uji T 2 Uji T 3 Uji T 4
Sampel A B A C A D A E
Tekstur
9 8 9 9 9 8 9 7
9 9 9 9 9 8 9 8
8 8 9 8 9 8 8
9 9 9 9 7 9
9 9
8
Rata-rata
(mm) 8,75 8,50 8,75 8,83 8,75 8,20 8,75 7,67
Mean Diff. 0,25 -0,083 0,55 1,083
t 0,516 -0,29 1,151 2,665
Sig. (2-tailed) 0,633 0,779 0,287 0,045
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Signifikan
Berbeda
38
(Harzau dan Estiasih, 2013). Kandungan amilopektin di dalam tepung terigu dapat
terindikasi melalui komponen fungsional damaged starch. Dalam analisis SRC,
komponen fungsional damaged starch diuji menggunakan pelarut Na2CO3 5%
(Niu et al., 2017). Kweon et al., (2011) menyatakan bahwa larutan Na2CO3 5%
mempunyai pH 12. Larutan basa kuat ini mempunyai pH di atas pK dari gugus
hidroksil pati. Kondisi tersebut akan menyebabkan pati yang rusak (damaged
starch) dapat dengan mudah dilarutkan dengan larutan Na2CO3 dan kemudian
akan menghasilkan pembengkakan yang terlihat jelas. Pembengkakan yang terjadi
akan menunjukkan perbedaan antara pati yang rusak maupun belum tergelatinisasi
dengan pati alami yang masih mentah dan tidak mengalami kerusakan.
5.5 Kecerahan Warna
Warna biskuit juga termasuk karakteristik yang harus dikontrol
kualitasnya agar selalu konsisten dan seragam. Warna yang terlalu gelap dapat
mengindikasikan produk overbaked atau terlalu lama dipanggang, sedangkan
warna yang terlalu terang akan memberikan kesan bahwa biskuit kurang matang
sempurna pada saat proses pemanggangan.pada penelitian ini dilakukan
perbandingan tingkat kecerahan warna bagian atas dan bawah biskuit yang
diproduksi menggunakan tepung terigu dengan hasil kelompok analisis SRC yang
berbeda. Analisis ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh antara
hasil analisis SRC tepung terigu dengan karakteristik tingkat kecerahan biskuit
yang dihasilkan. Hasil Uji T untuk karakteristik tingkat kecerahan warna bagian
atas dan bawah biskuit dapat dilihat pada Tabel 7a dan 7b.
39
Tabel 7a. Hasil Uji T Karakteristik Kecerahan Biskuit Bagian Atas
Tabel 7b. Hasil Uji T Karakteristik Kecerahan Biskuit Bagian Bawah
Keterangan:
A = Memenuhi standar seluruh larutan
B = Memenuhi standar 1 larutan
C = Memenuhi standar 2 larutan
D = Memenuhi standar 3 larutan
E = Tidak memenuhi standar seluruh larutan
Hasil uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan antara kecerahan warna atas maupun bawah biskuit yang dibuat
Uji T 1 Uji T 2 Uji T 3 Uji T 4
Sampel A B A C A D A E
Tingkat
Kecerahan
Atas (L)
65,66 67,62 65,66 68,71 65,66 68,55 65,66 68,07
67,80 70,16 67,80 67,69 67,80 67,23 67,80 65,87
65,37 65,37 69,70 65,37 66,45 65,37 67,33
69,56 69,56 69,54 69,56 69,13 69,56
68,10 68,93
66,30
Rata-rata
(mm) 67,10 68,89 67,10 68,34 67,10 68,06 67,10 67,09
Mean Diff. -1,793 -1,243 -0,960 0,008
t -1,075 -1,227 -0,918 0,006
Sig. (2-tailed) 0,343 0,255 0,389 0,996
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Uji T 1 Uji T 2 Uji T 3 Uji T 4
Sampel A B A C A D A E
Tingkat
Kecerahan
Bawah (L)
67,20 68,86 67,20 66,53 67,20 68,73 67,20 68,51
67,27 66,38 67,27 65,68 67,27 67,69 67,27 66,78
64,77 64,77 66,48 64,77 66,45 64,77 65,37
67,85 67,85 64,99 67,85 69,13 67,85
66,43 68,93
66,90
Rata-rata
(mm) 66,77 67,62 66,77 66,17 66,77 68,06 66,77 66,89
Mean Diff. -0,848 0,604 -0,580 -0,114
t -0,664 0,932 -0,740 -0,103
Sig. (2-tailed) 0,543 0,378 0,484 0,922
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
40
menggunakan tepung terigu yang mempunyai hasil SRC tidak memenuhi standar,
memenuhi standar 1 larutan, 2 larutan, atau 3 larutan dengan tepung terigu yang
memenuhi standar untuk seluruh larutan. Hal tersebut menyatakan bahwa analisis
SRC tepung terigu tidak dapat memprediksi tingkat kecerahan warna biskuit.
Tingkat kecerahan warna pada biskuit dapat dipengaruhi oleh penggunaan
jenis dan banyaknya tepung yang digunakan. Biskuit yang digunakan pada
penelitian ini dibuat dengan tepung terigu berprotein rendah (soft wheat). Tepung
jenis ini mempunyai kandungan protein sebesar 8-9%. Karakteristiknya ialah
mempunyai daya serap rendah, sulit diuleni, serta daya pengembangan yang
rendah (Rustandi, 2011). Menurut penelitian oleh Pradipta (2016), semakin tinggi
substitusi tepung biji rambutan di dalam tepung terigu, maka tingkat kecerahan
biskuit garut semakin rendah atau lebih gelap. Pada penelitian ini, produk biskuit
dibuat menggunakan jenis dan jumlah tepung terigu yang sama sehingga tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kecerahan warna dari produk
biskuit. Kecerahan warna biskuit juga dapat disebabkan oleh reaksi maillard yang
menyebabkan produk berwarna lebih coklat atau gelap, namun reaksi ini biasa
terjadi pada saat proses baking atau pemanggangan berlangsung (Winarno, 2008).