Upload
trinhtram
View
236
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1 Jenis kelamin
Hasil wawancara terhadap 32 responden di Desa Jeruk Manis menunjukkan
bahwa responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Jumlah responden laki-laki sebanyak 23 orang (72%) dan jumlah
responden perempuan sebanyak 9 orang (28%) (Gambar 2). Jumlah responden
laki-laki lebih dominan karena laki-laki di desa ini lebih banyak berperan dalam
mencari, menyediakan serta meramu tumbuhan menjadi minyak oles yang
dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Dua orang belian (dukun)
sebagai responden kunci (key informan) yang mengetahui banyak informasi
tentang pemanfaatan tumbuhan juga berjenis kelamin laki-laki.
Gambar 2 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin.
Pembagian tugas dan kewajiban pada dasarnya tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin. Hanya saja konstruksi di dalam kehidupan masyarakat
luas sejak dahulu menyatakan bahwa laki-laki identik dengan pekerjaan yang
membutuhkan kekuatan fisik sedangkan pekerjaan yang memerlukan ketelitian
dan ketekunan lebih banyak dikerjakan oleh perempuan.
Laki-laki dan perempuan sama-sama berperan dalam mengerjakan kegiatan
masing-masing. Bahkan dari bukti empiris, perempuan di Desa Jeruk Manis pun
turut membantu laki-laki dalam upaya pemenuhan kebutuhan atau meningkatkan
pendapatan keluarganya. Perempuan turut serta membantu laki-laki dalam
Laki-laki
72%
Perempuan
28%
34
memanen padi (Gambar 3a), berladang, atau mencari pakis di hutan (Gambar 3b).
Kegiatan ini dilakukan tanpa mengenyampingkan kewajiban perempuan sebagai
ibu rumah tangga.
(a) (b)
Gambar 3 Perempuan turut membantu laki-laki dalam meningkatkan pendapatan
keluarga: (a) membantu memanen padi; (b) mengambil pakis.
Kegiatan yang dilakukan untuk membantu perekonomian keluarga seperti
ditunjukkan pada Gambar 3 menjadi rutinitas setiap hari perempuan di Desa Jeruk
Manis, tanpa menganggapnya sebagai beban berat. Perempuan juga mencangkul,
merumput, menanam, mencari kayu bakar, menjadi buruh tani dan kegiatan
bertani lainnya sebagai rasa tanggung jawab pada keluarga. Hal tersebut
dijelaskan oleh Sajogyo (1987) bahwa beban kerja bagi perempuan pedesaan
seringkali tidak terlalu dipermasalahkan dan tidak dianggap beban melainkan
sebagai hobi dan didorong rasa tanggung jawab pada keluarga.
Rasa tanggung jawab yang dimaksud adalah perempuan di Desa Jeruk
Manis merasa terpanggil untuk membantu ekonomi keluarga. Keberadaan desa
yang berada di pinggir hutan dangan penghasilan masyarakat yang masih
marjinal, dari kegiatan bertani (mencangkul dan menanam), berladang, mencari
kayu bakar, mengambil pakis di hutan untuk lauk atau dijual, serta kegiatan
lainnya, perempuan dapat turut meningkatkan pendapatan keluarga mereka atau
setidaknya mengurangi biaya ketika memperkerjakan orang lain.
Peran serta perempuan dalam berbagai hal juga menandakan bahwa tidak
ada batasan bagi setiap masyarakat di Desa Jeruk Manis untuk beraktivitas atau
mengerjakan hal-hal tertentu. Akses perempuan memasuki kawasan hutan yang
dianggap keramat dan angker, menjadi pertanda bahwa pemanfaatan sumberdaya
35
hutan tidak hanya dapat dilakukan oleh laki-laki namun juga perempuan. Baik
laki-laki maupun perempuan, keduanya saling bahu membahu bekerja pada taraf
kemampuannya untuk menopang ekonomi keluarga.
5.1.2 Kelompok umur
Pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan, terutama untuk kebutuhan pangan
dan obat-obatan di Desa Jeruk Manis sudah diketahui sejak zaman dahulu yang
diwarisi dari nenek moyang atau orang tua mereka. Hal ini terlihat dari hasil
wawancara yang menunjukkan keberagaman umur responden, mulai dari umur 18
tahun hingga yang tertua umur 82 tahun (Gambar 4).
Gambar 4 Jumlah responden berdasarkan kelompok umur.
Responden dengan kelompok umur 40-49 tahun lebih banyak dari pada
kelompok umur lainnya yakni sebanyak 10 responden. Data ini tidak jauh berbeda
dengan kelompok umur 60 tahun ke atas yakni 9 responden (kelompok umur tua).
Jumlah yang relatif sama ini menunjukkan bahwa ada transfer ilmu pengetahuan
atau kearifan tradisional dari kelompok umur tua (orang tua) kepada anak atau
kelompok umur di bawahnya. Beragamnya kelompok umur ini juga menunjukkan
bahwa masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memiliki regenerasi yang
diharapkan pun dapat menurunkan kearifan tradisional dalam pemanfaatan
tumbuhan pangan dan obat kepada generasi selanjutnya.
Bukti empiris menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam kelompok
umur lebih dari 60 tahun, masih aktif bekerja seperti bertani di sawah ataupun
mengerjakan kegiatan lainnya sendiri, tanpa menyusahkan orang lain.
2
6
10
5
9
0
2
4
6
8
10
12
<30 thn 30-39 thn 40-49 thn 50-59 thn ≥ 60 thn
Ju
mla
h (o
ra
ng
)
Kelompok umur (tahun)
36
Produktivitas usia tua atau usia jompo, tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup dan
kebiasaan pola konsumsi mereka yang tidak mengandung bahan pengawet, lemak
dan manis, kebiasaan lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayuran serta
rutinitas di pagi hari sebelum beraktivitas mengkonsumsi secangkir kopi bubuk.
Minuman kopi mengandung kafein. Menurut Hardinsyah (2008), kafein
sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi
urin. Dalam dosis yang rendah, kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit
stamina dan penghilang rasa sakit. Kandungan kopi inilah yang kemudian menjadi
perangsang bagi masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis termasuk kelompok
umur tua untuk tetap semangat bekerja sehari-hari.
Tidak ada batasan spesifik dalam kebudayaan atau kebiasaan masyarakat
Desa Jeruk Manis mengenai usia produktif dan non produktif karena batasan-
batasan ekonomis atas usia seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Sebagai ilustrasi, seorang anak berumur 10 tahun di Desa Jeruk Manis ternyata
telah bekerja dan secara ekonomis terlibat dalam sistem-sistem produksi seperti
mengambil pakis di hutan yang kemudian mereka jual atau seorang nenek
berumur lebih dari 70 tahun juga masih terlibat dalam kegiatan yang sama
(Gambar 5). Dengan kata lain, nenek tersebut masih menjalankan perilaku
ekonomis meski keadaan biologisnya dikatakan non produktif lagi.
Gambar 5 Seorang nenek menjual pakis yang diambilnya dari kawasan hutan
Resort Kembang Kuning, TNGR.
5.1.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan responden di Desa Jeruk Manis umumnya rendah.
Sebagian besar responden tidak pernah mengenyam pendidikan formal atau hanya
37
sampai pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), itu pun tidak sampai selesai.
Teridentifikasi masing-masing 37% (12 orang) responden tidak pernah sekolah
dan hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar SD, sedangkan sisanya sebanyak
4 orang (13%) lulus sekolah menengah atas (SMA) dan masing-masing sebanyak
2 orang (6%) yang pernah mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama
(SMP) dan mencapai jenjang perguruan tinggi (Sarjana).
Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan oleh minimnya sarana
pendidikan dan lokasi pemukiman di Desa Jeruk Manis yang berada jauh dari
pusat kota. Jarak tempuh desa ini dengan pusat kecamatan mencapai 12 km
dengan kondisi jalan yang sebagian rusak parah. Kondisi ini menyebabkan
masyarakat khususnya anak-anak kesulitan untuk mengikuti proses pendidikan.
Pada saat responden mengenyam pendidikan dasar, sekolah dasar inpres
hanya terdapat di Desa Kembang Kuning dan Desa Kota Raja dengan jarak
tempuh mencapai ± 8 km, sehingga tidaklah mudah untuk dijangkau dengan
hanya berjalan kaki. Sampai saat ini sarana pendidikan yang telah dibangun di
Desa Jeruk Manis adalah dua bangunan SD dan satu bangunan SMP di Dusun
Gawah Buak. Komposisi tingkat pendidikan responden berikut tersaji pada
Gambar 6.
Gambar 6 Komposisi tingkat pendidikan responden.
Keberadaan ekonomi keluarga juga menjadi faktor pembatas responden di
Desa Jeruk Manis untuk dapat terus melanjutkan pendidikannya. Hanya mereka
yang memiliki perekonomian mapan yang mampu menyekolahkan anaknya
2
12
4
2
12
0
2
4
6
8
10
12
14
Sarjana SD SMA SMP/MTS Tidak
Sekolah
Ju
mla
h r
esp
on
den
Tingkat pendidikan
38
sampai pada jenjang perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan juga
disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan. Budaya berladang masyarakat yang lokasinya jauh dari pemukiman
juga menyulitkan proses peningkatan pendidikan bagi anak-anaknya karena anak-
anak tersebut sejak kecil sudah dilibatkan dalam kegiatan berladang. Setidaknya
inilah beberapa faktor yang memperkuat kondisi tingkat pendidikan di desa ini
yang masih rendah.
Kondisi pendidikan responden di Desa Jeruk Manis, tidak berpengaruh
besar terhadap pengetahuan dan penggunaan tumbuhan sebagai bahan pangan dan
obat tradisional. Hal ini karena dasar utama dalam pemenuhan kebutuhan akan
pangan dan obat-obatan tersebut didasarkan pada kebiasaan atau kearifan
tradisional masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
5.1.4 Pekerjaan
Mata pencaharian utama responden di Desa Jeruk Manis adalah bertani dan
berternak. Kegiatan bertani merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat di Desa
Jeruk Manis. Mereka memenuhi kebutuhan akan beras yang merupakan makanan
pokok masyarakat, bukan dari hasil membeli melainkan mengusahakannya sendiri
dengan cara bertani. Warisan nenek moyang berupa lahan dipergunakan secara
turun temurun untuk bertani. Beberapa di antaranya juga dijadikan sebagai ladang
atau kebun yang ditanami tumbuhan pangan seperti kopi, kelapa, mangga,
manggis dan tumbuhan lainnya.
Adapun kebiasaan berternak juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis. Masyarakat di desa ini biasa
memelihara ternak seperti sapi, ayam dan bebek. Kegiatan berternak dianggap
tidak menyusahkan dan dapat berjalan beriringan dengan kegiatan bertani. Ternak
sapi yang dipelihara dipergunakan untuk membantu membajak sawah juga limbah
(kotorannya) dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Setiap pagi hari umumnya responden berangkat menyabit rumput untuk
pakan ternak. Rumput-rumput tersebut ada yang berasal dari dalam kawasan hutan
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), ada juga yang berasal dari pinggiran
hutan, pinggir kebun atau di sekitar sawah masyarakat. Sepulang menyabit
39
rumput, responden yang berprofesi sebagai petani pergi ke sawah atau berladang
sampai dengan sore hari.
Alasan lainnya yang menyebabkan responden di Desa Jeruk Manis
memelihara ternak khususnya sapi karena kesadaran mereka bahwa hasil panen
tidak dapat selalu diandalkan dan tidak dapat dipanen setiap saat, sementara itu
kebutuhan ekonomi terkadang tidak bisa diduga-duga. Terkadang mereka
dihadapkan pada keadaan atau persoalan yang membuat mereka harus
mengeluarkan uang tunai pada saat itu juga, seperti anak yang sakit atau hal tak
terduga lainnya. Ternak yang dipelihara ini, menjadi aset yang dapat dijual kapan
pun untuk memenuhi kebutuhan mendesak tersebut. Terhitung satu ekor sapi
dewasa dapat laku terjual berkisar Rp. 3.000.000,- – Rp. 5.000.000,- tergantung
pada kondisi sapi saat dijual.
Selain bertani dan berternak, mata pencaharian lain responden adalah
sebagai PNS (pegawai kantor desa), wiraswasta (pedagang), penjaga rumah,
pekasih (petugas pengatur air sawah penduduk) dan menjadi belian (dukun).
Penghasilan yang diperoleh dari beberapa profesi ini juga beragam dan cenderung
tidak tentu. Responden yang bekerja sebagai pekasih dan belian mengaku hanya
diupah dengan barang, hasil kebun atau hasil panen berupa gabah dan itu
tergantung pada keikhlasan pemberi. Gambar 7 berikut ini menunjukkan
komposisi pekerjaan responden.
Gambar 7 Komposisi pekerjaan atau mata pencaharian responden.
3
8
2
16
1
1
3
2
0 5 10 15 20
Buru Tani
Ibu Rumah Tangga
Belian (Dukun)
Tani dan Tenak
Tani, Pekasih (Pengatur Air)
Tani, Penjaga Rumah (Vila)
Wiraswasta
PNS
Jumlah responden
Pek
erja
an
ata
u m
ata
pen
ca
ha
ria
n
40
5.2 Tumbuhan Pangan
5.2.1 Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan
digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis mencapai 215
spesies dari 72 famili. Spesies tumbuhan tersebut meliputi spesies liar, spesies
semi budidaya (sebagian sudah mulai ada yang dibudidayakan, namun masih ada
yang liar) dan tanaman budidaya.
Tumbuhan yang digunakan untuk bahan pangan teridentifikasi sebanyak
136 spesies dari 53 famili (Lampiran 1). Sebagian besar spesies tumbuhan yang
digunakan oleh masyarakat untuk pangan dan obat masih berupa tumbuhan liar.
Beberapa spesies yang biasa digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari juga
telah dibudidayakan dengan ditanam di kebun dan di sekitar pemukiman atau
pekarangan rumah. Tumbuhan semi budidaya merupakan tumbuhan yang oleh
sebagian warga masyarakat dianggap penting untuk menunjang kesehatan atau
sebagai sumber pangan tambahan sehingga ada yang dibudidayakan namun juga
beberapa ditemukan tumbuh liar di berbagai tempat. Pengetahuan dan penggunaan
tumbuhan berdasarkan status budidaya (liar, semi budidaya dan budidaya) tersaji
pada Gambar 8.
Gambar 8 Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan berdasarkan status
budidaya.
Selain berfungsi sebagai pangan, ternyata beberapa tumbuhan pangan yang
yang digunakan masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, juga berkhasiat
42%
52%
6%
Budidaya
Liar
Semi Budidaya
41
obat. Istilah ini lebih dikenal dengan sebutan pangan fungsional. Artinya bahan
pangan yang dikonsumsi bukan saja mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampilan dan cita rasanya menarik, tetapi juga memiliki fungsi fisiologis
tertentu bagi tubuh seperti mengobati penyakit-penyakit tertentu.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menjelaskan, sebagaimana
yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI
No. HK 00.05.52.0685 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan
Fungsional, yang dimaksud dengan pangan fungsional adalah pangan olahan yang
mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah
mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan
bermanfaat bagi kesehatan. Terdapat sebanyak 77 spesies tumbuhan pangan
fungsional yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa
Jeruk Manis (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% tumbuhan
pangan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di desa ini,
selain untuk memenuhi kebutuhan pangan, juga berkhasiat obat yang dapat
mengobati berbagai macam penyakit. Daftar rinci tumbuhan pangan fungsional
tersaji pada Lampiran 2.
Gambar 9 Jumlah tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan sebagai bahan
pangan dan obat tradisional.
Tumbuhan Obat Tumbuhan Pangan
59
spesies
77
spesies
79
spesies
Tumbuhan Pangan Fungsional
42
5.2.2 Keanekaragaman famili
Keanekaragaman tumbuhan pangan berdasarkan familinya dikelompokkan
ke dalam 53 famili. Gambar 10 menunjukkan bahwa urutan teratas jumlah spesies
berdasarkan famili adalah famili Fabaceae dengan jumlah 11 spesies.
Gambar 10 Jumlah spesies tumbuhan pangan berdasarkan famili.
Beberapa spesies dari famili Fabaceae seperti antap (Vigna sinensis), bage
(Tamarindus indica), botor (Psophocarpus tetragonolobus), buncis (Phaseolus
vulgaris), kacang tana` (Arachis hypogea), kedelai (Glycine max), ketujur
(Sesbania grandiflora) dan komak (Lablab purpureus) merupakan bahan pangan
yang digunakan sebagai sayur dan ditemukan cukup melimpah. Spesies dari famili
Fabaceae ini khususnya antap, botor, buncis dan komak merupakan spesies yang
telah dibudidayakan oleh masyarakat.
Masyarakat di Desa Jeruk Manis membudidayakan sayur-sayuran untuk
pemenuhan kebutuhan hidup atau kebutuhan rumah tangga sendiri. Warga
masyarakat menanam sayur-sayuran tersebut di pekarangan rumah, kebun atau
ladang. Bahkan sisa pematang sawah pun sering digunakan sebagai lahan
menanam sayuran (Gambar 11).
0 2 4 6 8 10 12
Araceae
Arecaceae
Cucurbitaceae
Euphorbiaceae
Fabaceae
Moraceae
Myrtaceae
Poaceae
Rubiaceae
Rutaceae
Solanaceae
Zingiberaceae
4
5
7
6
11
5
6
5
4
5
6
9
Jumlah spesies
Fam
ili
43
(a) (b)
Gambar 11 Sayur yang ditanam di pematang sawah: (a) antap (Vigna sinensis);
(b) botor (Psophocarpus tetragonolobus).
Dominasi spesies dari famili Fabaceae (polong-polongan) yang
dikembangkan dan ditanam oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis karena kondisi
lingkungan wilayah ini. Menurut Wisnu et al. (2004), wilayah Desa Jeruk Manis
yang dulunya berada pada administrasi Desa Kembang Kuning masuk dalam
kategori agroekosistem lahan kering, terletak di daerah pinggiran hutan dengan
sistem pertanian berbasis perkebunan.
Soil Survey Staffs (1998), mendefinisikan lahan kering sebagai hamparan
lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian
besar waktu dalam setahun. Hal ini juga dipertegas oleh Suwardji dan Tejowulan
(2002) yang mendefinisikan lahan kering sebagai hamparan lahan yang
didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman
dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Dengan kata lain struktur tanah,
siklus air, karbon dan hara, kurang menunjang bagi kualitas tanah yang baik
(tingkat kesuburan tanah rendah).
Penanaman spesies polong-polongan (famili Fabaceae) yang dapat
bersimbiosis dengan bakteri nitrogen yakni Rhizobium leguminosarum, maka
akan terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah. Bakteri
ini hidup dalam akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar. Bintil-bintil akar
melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong
44
hidup. Senyawa nitrogen inilah yang dapat menambah kesuburan tanah
(Simanungkalit et al. 2006).
Kearifan tradisional masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis dalam hal
pemilihan spesies polong-polongan, menunjukkan bahwa sekalipun hal yang
mereka kerjakan tidaklah berlandas pada ilmu pengetahuan yang ilmiah, namun
kearifan tradisional tersebut telah membuktikan bahwa apa yang dikerjakan dapat
berhasil dan menjadi pekerjaan sampai dengan saat ini. Kebiasaan masyarakat di
Desa Jeruk Manis dengan menanam spesies polong-polongan ternyata telah
meningkatkan kesuburan tanah setempat.
Spesies lain yang banyak ditanam dan dipelihara oleh masyarakat di Desa
Jeruk Manis adalah spesies dari famili Zingiberaceae. Beberapa spesies dari famili
ini adalah jahe (Zingiber officinale), kunci (Gastrochilus panduratum), kunyit
(Curcuma domestica), kunyit asa (Curcuma xanthorrhiza), lengkuas/laos (Alpinia
galanga) dan sekur (Kaempferia galanga). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
Rostiana et al. (1992) bahwa temulawak, jahe, lengkuas, kencur dan kunyit
merupakan spesies yang telah memasyarakat pembudidayaannya dan banyak
digunakan. Spesies dari famili ini oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis digunakan
sebagai bahan penyedap, perasa atau bumbu masak juga obat tradisional.
Spesies-spesies dari famili Zingiberaceae ini sering menjadi campuran
ramuan pada beberapa jenis penyakit. Salah satu spesies tersebut adalah sekur
(Kaempferia galanga) (Gambar 12). Sekur atau kencur ini digunakan sebagai
campuran (komplementer) untuk mengobati penyakit seperti sariawan, sakit
perut, batuk, panas bahkan kanker.
Gambar 12 Sekur (Kaempferia galanga).
45
Famili terbanyak ketiga yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat
Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah famili Cucurbitaceae. Beberapa spesies
dari famili yang dikenal sebagai suku labu-labuan ini di antaranya adalah
bokar/sondak (Lagenaria leucantha), jebet/jepan (Sechium edule), pria
(Momordica charantia) dan wolu (Cucurbita moschata). Spesies-spesies ini lebih
banyak digunakan sebagai sayur mayur.
5.2.3 Keanekaragaman tipe habitat
Tumbuhan pangan yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku
Sasak di Desa Jeruk Manis berasal dari berbagai tipe habitat, seperti hutan, kebun,
kolam ikan, lapangan bola, pekarangan, pingir jalan dan pinggir kali hingga di
sawah. Komposisi tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat tersaji dalam
Gambar 13 berikut ini.
Gambar 13 Komposisi tumbuhan pangan berdasarkan tipe habitat.
Penemuan tipe habitat atau lokasi tempat tumbuh paling banyak terdapat di
kebun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sebagian besar spesies yang diketahui dan
digunakan tersebut adalah spesies yang sebenarnya telah dibudidayakan di kebun.
Seperti data status budidaya spesies tumbuhan pangan yang diketahui dan
digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis yang menunjukkan
bahwa spesies budidaya lebih banyak dari pada spesies liar ataupun spesies semi
0 20 40 60 80 100
Hutan
Kebun
Kolam ikan
Lapangan bola
Pekarangan
Pinggir jalan
Pinggir kali
Sawah
64
91
2
1
59
10
9
25
Jumlah spesies
Tip
e h
ab
ita
t
46
budidaya (sebagian sudah mulai ada yang dibudidayakan, namun masih ada yang
liar) (Gambar 14).
Gambar 14 Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan pangan berdasarkan status
budidaya.
Pada beberapa spesies tertentu, lokasi tempat tumbuh/tipe habitat yang
ditemukan tidak hanya berada pada satu tipe, tetapi bisa jadi pada beberapa tipe.
Salah satu spesies yang dapat ditemukan melimpah, bahkan tumbuh hampir di
seluruh tipe habitat adalah bebele (Centella asiatica) (Gambar 15a). Kondisi ini
seperti yang diungkapkan Dharmono (2007) bahwa Centella asiatica merupakan
tumbuhan liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, maupun
kebun. Oleh warga masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, spesies ini
digunakan sebagai tumbuhan pangan dan juga obat tradisional.
Bebele (Centella asiatica) sebagai tumbuhan pangan lebih banyak
digunakan sebagai sayuran. Penggunaan paling sederhana dari tumbuhan ini
adalah menjadi lalapan atau diolah dengan cara direbus dan dijadikan urap.
Biasanya bebele tumbuh dan berkembang dengan cara merayap di tanah dengan
daerah sebaran dekat dengan sumber air.
Spesies yang ditemukan di kebun, selain merupakan hasil budidaya, ternyata
terdapat spesies liar. Spesies tersebut adalah umbe atau omba (Piper umbellatum)
(Gambar 15b). Umbe atau omba merupakan tumbuhan liar hutan yang kadang
juga tumbuh di kebun. Warga masyarakat menjadikan spesies ini sebagai sayur.
Biasanya umbe atau omba dapat tumbuh pada tempat-tempat yang lembab atau
dekat dengan sumber air.
57%
35%
8%
Budidaya
Liar
Semi Budidaya
47
(a) (b)
Gambar 15 Tumbuhan liar: (a) bebele (Centella asiatica); (b) umbe atau omba
(Piper umbellatum).
5.2.4 Bagian yang digunakan
Bagian tumbuhan pangan yang digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis terbagi dalam 10 bagian. Bagian tumbuhan pangan yang paling
banyak digunakan adalah buah (54%). Salah satu spesies liar hutan yang
digunakan buahnya adalah terep (Artocarpus elasticus). Buah terep serupa dengan
buah nangka kecil, dengan bau wangi yang kuat. Biasanya buah terep dimakan
dalam keadaan segar atau diolah sebagai kue. Taman Nasional Gunung Rinjani
(TNGR) memasukkan terep sebagai spesies eksotik taman nasional (Gambar 16).
Artinya bahwa spesies ini bukan merupakan spesies asli kawasan hutan Taman
Nasional Gunung Rinjani (TNGR), melainkan hasil introduksi dari tempat
lainnya.
Gambar 16 Spesies eksotik TNGR: terep ((Artocarpus elasticus).
48
Bagian lainnya dari tumbuhan pangan yang juga digunakan oleh masyarakat
Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah daun (17%), umbi (8%),
rimpang/rhizoma (6%), seluruh bagian tumbuhan/herba (5%), batang (4%), umbut
(3%) dan sisanya masing-masing 1% yakni bunga, kulit batang dan tunas.
Selengkapnya jumlah spesies dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan
bagian yang digunakan ditunjukkan oleh Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah spesies dan persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan
No. Bagian Tumbuhan Pangan yang Digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Batang 6 4
2 Buah 80 54
3 Bunga 2 1
4 Daun 25 17
5 Kulit Batang 2 1
6 Rimpang/Rhizoma 8 6
7 Seluruh Bagian Tumbuhan (herba) 8 5
8 Tunas 1 1
9 Umbi 11 8
10 Umbut 4 3
Jumlah 147 100
Spesies lainnya yang juga berasal dari hutan dan digunakan buahnya adalah
blincang (Begonia sp.) (Gambar 17). Karena rasanya yang asam, tumbuhan ini
sering digunakan sebagai bumbu masak pengganti bage (asam). Tidak hanya
buahnya, blincang ini juga digunakan bagian batangnya.
(a) (b)
Gambar 17 Blincang: (a) Begonia isoptera; (b) Begonia grandis.
49
Beberapa spesies tumbuhan pangan yang digunakan bagian daunnya oleh
masyarakat di Desa Jeruk Manis, umumnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sayur mayur. Dominasi terbanyak dari spesies yang digunakan
daunnya ini merupakan spesies liar yang salah satunya tumbuh dan berasal dari
kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR. Beberapa spesies tersebut di
antaranya adalah jaong (Rorippa indica), jukut hutan (Syzygium sp.), kayu pelina
(Ardisia lanceolata) (Gambar 18a), ketepu (Ophiorrhiza neglecta) (Gambar 18b)
dan banyut (Tricalysia singularis).
(a) (b)
Gambar 18 Spesies tumbuhan pangan hutan yang digunakan bagian daunnya: (a)
kayu pelina (Ardisia lanceolata); (b) ketepu (Ophiorrhiza neglecta).
5.2.5 Keanekaragaman habitus
Spesies tumbuhan pangan dibagi dalam 7 kelompok habitus yaitu
epifit/benalu, herba, liana, pakis-pakisan, perdu, pohon dan semak. Jumlah spesies
dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitusnya terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah spesies dan persentase tumbuhan pangan berdasarkan habitusnya
No. Habitus Tumbuhan Pangan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Efipit/benalu 2 2
2 Herba 40 29
3 Liana 20 15
4 Pakis-pakisan 1 1
5 Perdu 25 18
6 Pohon 40 29
7 Semak 8 6
Jumlah 136 100
50
Habitus dengan jumlah spesies terbanyak adalah pohon dan herba yakni
sama-sama 40 spesies atau 29% dari total tumbuhan pangan yakni 136 spesies.
Beberapa spesies tumbuhan pangan yang berhabitus pohon adalah gumitri
(Elaeocarpus sp.), kayu manis (Cinnamomum burmannii), cengkeh (Syzygium
aromaticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), pokat (Persea americana),
durian (Durio zibethinus), randu (Ceiba Pentandra) dan lekong (Aleurites
moluccana).
Spesies-spesies berhabitus pohon di atas merupakan spesies yang berada di
hutan. Bahkan oleh Taman Nasional Gunung Rinjani memasukkan nangka
(Artocarpus heterophyllus), pokat (Persea americana), durian (Durio zibethinus),
randu (Ceiba Pentandra) dan lokong (Aleurites moluccana) sebagai spesies-
spesies eksotik kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.
Habitus yang memiliki jumlah spesies paling sedikit adalah pakis-pakisan (1
spesies). Spesies tersebut adalah pakis/paku bele atau paku manis (Diplazium
esculentum).
5.2.6 Sumber karbohidrat
Padi merupakan makanan pokok dan sumber karbohidrat utama masyarakat
Suku Sasak di Desa Jeruk Manis yang diperoleh dari mata pencaharian mereka
yaitu bertani. Pemenuhan kebutuhan akan karbohidrat lainnya selain padi (Oryza
sativa) terdapat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Pemenuhan kebutuhan karbohidrat selain padi (Oryza sativa)
No. Spesies Tipe habitat
1. Ambon gula (Ipomoea batatas) hutan, Kebun, Pinggir jalan (semi budidaya)
2. Ambon jawa (Manihot utilisima) kebun, pekarangan (budidaya)
3. Biraq (Alocasia 'Portora') hutan, kebun, pekarangan (semi budidaya)
4. Gadung (Dioscorea hispida) hutan, kebun (semi budidaya)
5. Jagung (Zea mays) kebun (budidaya)
6. Loma` (Xanthosoma violaceum) kebun, pekarangan, pinggir kali (semi budidaya)
7. Marus (Maranta arundinacea) pinggir kali (liar)
8. Tongei (Schismatoglottis rupestris) hutan, kebun (liar)
51
Padi yang sering ditanam oleh masyarakat di desa ini terbagi dalam empat
varietas. Keempat varietas tersebut biasa dikenal oleh masyarakat setempat
dengan nama padi bulu, padi gama, padi merah dan padi kombo. Hasil panen padi
biasanya tidak dijual oleh masyarakat melainkan disimpan untuk memenuhi
kebutuhan beras sampai dengan tiba masa panen selanjutnya. Hasil panen yang
disimpan tersebut tidak dalam bentuk beras langsung melainkan gabah kering. Hal
ini dilakukan agar beras yang dimakan tetap bagus dan tidak rusak.
Biasanya masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis menyimpan gabah di
suatu tempat semacam lumbung padi yang diberi nama “pantek bale” (Gambar
19). Struktur bangunan yang menyerupai saung ini berbahan dasar kayu. Bagian
yang digunakan sebagai tempat menyimpan gabah adalah bagian atas. Sementara
bagian bawahnya menjadi tempat peristirahatan atau sekedar untuk duduk dan
bercengkerama dengan keluarga.
Gambar 19 Pantek bale.
Proses pengolahan ambon gula, ambon jawa, biraq, gadung, jagung, loma`,
marus dan tongei dilakukan dengan cara direbus, dikukus atau dibakar. Dalam
pengolahan biraq ada sedikit perbedaan dengan sumber karbohidrat lainnya. Umbi
dari tumbuhan ini tidak sembarangan dapat langsung diolah karena bila salah akan
menimbulkan rasa gatal bagi orang yang memakannya. Kearifan tradisional atau
kebiasaan orang tua terdahulu dalam mengolah tumbuhan ini, menjadi
pengalaman berharga yang tidak ternilai harganya.
52
Biraq yang digunakan umbinya, saat akan diambil atau dipotong
menggunakan parang harus mengikuti arah bawah ke atas. Artinya ayunan parang
yang digunakan harus mengarah ke atas, bukan ke bawah. Kepercayaan ini ada
kaitannya dengan mitos bahwa arahan parang dari bawah ke atas, dapat
menghilangkan rasa gatal tumbuhan ini. Mereka mempercayai seiring dengan
tebasan parang tersebut yang diarahkan ke atas, maka rasa gatal pada tumbuhan
pun ikut pergi atau hilang.
Umbi biraq yang telah diambil juga dikupas lebih tebal dan direndam
beberapa saat agar rasa gatal tersebut semakin hilang. Kebiasaan seperti ini sudah
menjadi cerita dan sering dilakukan oleh beberapa masyarakat yang
mempercayainya ketika akan mengambil atau mengkonsumsi biraq.
Selain biraq, gadung yang dikonsumsi oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis
ini tidak serta merta langsung dapat direbus. Diperlukan perlakuan khusus terlebih
dahulu karena bila salah pengolahannya dapat membuat orang yang memakannya
menjadi pusing atau keracunan. Menurut Kardinan (2002), kandungan yang
terdapat dalam umbi gadung adalah kandungan alkaloid yang dapat menimbulkan
rasa pusing, mual, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis
untuk menghilangkan efek tersebut dengan cara umbi gadung yang telah dikupas,
diiris kecil-kecil kemudian direndam dalam air yang telah dibuburi garam. Dalam
masa perendaman tersebut, gadung diinjak menggunakan lutut kaki. Hal ini
berlangsung selama satu hari. Setelah melewati semua proses tersebut, keesokan
harinya barulah gadung dicuci kembali (bilas) dengan air bersih dan direbus.
Tujuan perendaman adalah untuk menghilangkan zat beracun dalam gadung.
5.2.7 Sumber protein
Sumber protein masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis umumnya
berasal dari tumbuhan polong-polongan seperti antap (Vigna sinensis), bage
(Tamarindus indica), botor (Psophocarpus tetragonolobus), buncis (Phaseolus
vulgaris), kacang tana` (Arachis hypogea), kedelai (Glycine max), ketujur
(Sesbania grandiflora) dan komak (Lablab purpureus). Sumber protein
masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis tersaji pada Tabel 7 berikut ini.
53
Tabel 7 Sumber protein masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis
No. Spesies Tipe habitat
1. Antap (Vigna sinensis) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
2. Bage (Tamarindus indica) kebun (budidaya)
3. Botor (Psophocarpus tetragonolobus) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
4. Buncis (Phaseolus vulgaris) kebun, sawah (budidaya)
5. Kacang tana` (Arachis hypogea) kebun (budidaya)
6. Kedelai (Glycine max) kebun (budidaya)
7. Ketujur (Sesbania grandiflora) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
8. Komak (Lablab purpureus) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
Protein berfungsi sebagai zat gizi/nutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Asupan protein baik hewani maupun nabati sehari-hari dapat
digunakan untuk menyusun jaringan baru guna mengganti jaringan yang telah
rusak dan mati serta untuk menyusun enzim dan hormon yang dibutuhkan. Hal
ini seperti yang dikemukakan McGregor (2003), “When your body breaks down
damaged cells, the nutrients are reused within the body. This protein is available
for cells being rebuilt. Only small amounts of protein are needed for formations of
hormones, enzymes and antibodies”, bahwa ketika sel dalam tubuh dalam keadaan
rusak, protein memiliki kemampuan untuk membangun jaringan sel yang rusak
tersebut juga untuk formasi hormon, enzim dan antibodi.
Menurut Koswara (2010) kacang-kacangan (polong-polongan) mempunyai
keistimewaan yaitu berharga murah, berprotein tinggi, kandungan lemak pada
umumnya baik untuk kesehatan dan mengandung berbagai mineral dalam jumlah
yang cukup banyak. Menurutnya kacang-kacangan (polong-polongan)
memberikan sekitar 135 kkal per 100 gram bagian yang dapat dimakan. Jika
mengkonsumsi kacang-kacangan (polong-polongan) sebanyak 100 gram (1 ons),
maka jumlah itu akan mencukupi sekitar 20% kebutuhan protein dan 20%
kebutuhan serat per hari.
Tumbuhan pangan lainnya yang memiliki kandungan protein nabati di
antaranya adalah jamur-jamuran, rotan dan beberapa varietas talas atau keladi.
Spesies-spesies tersebut merupakan tumbuhan liar yang dominasinya ditemukan
di hutan khususnya di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.
54
5.2.8 Sumber vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral adalah zat gizi yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh
manusia. Kebutuhan akan vitamin dan mineral oleh warga masyarakat yang
tinggal di Desa Jeruk Manis berasal buah-buahan dan sayur-sayuran.
Melimpahnya buah dan sayur, baik liar maupun hasil budidaya membuat
masyarakat di desa ini terbiasa mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran setiap
harinya. Menurut Dalimartha dan Adrian (2011) asupan vitamin dan mineral dapat
terpenuhi dari konsumsi buah dan sayur.
Vitamin dan mineral kadang-kadang disebut bahan gizi mikro. Vitamin dan
mineral dibutuhkan untuk mendukung kinerja sistem metabolisme tubuh (Putri
2012). Tubuh manusia hanya membutuhkan bahan gizi mikro dalam jumlah
sedikit, untuk mendukung reaksi kimia yang diperlukan oleh sel agar dapat hidup.
Manusia memperoleh vitamin dan mineral ini dari makanan atau suplemen,
karena tubuh manusia tidak mampu membuatnya. Berikut ini akan lebih
dijelaskan tentang tumbuhan penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran sebagai
sumber vitamin dan mineral warga masyarakat di Desa Jeruk Manis.
5.2.8.1 Penghasil buah-buahan
Tumbuhan di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR banyak
menyimpan hasil hutan non kayu berupa buah-buahan. Beberapa buah-buahan liar
di kawasan hutan tersebut pun menjadi konsumsi masyarakat di Desa Jeruk
Manis. Beberapa buah yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk
Manis untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral tersaji pada Tabel 8
berikut ini.
Tabel 8 Tumbuhan pangan buah yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa
Jeruk Manis* No. Spesies Tipe habitat
1. Durian (Durio zibethinus) hutan, kebun, pekarangan (budidaya)
2. Gumitri (Elaeocarpus sp.) hutan (liar)
3. Klekes udang (Syzygium sp.) hutan (liar)
4. Nangka (Artocarpus heterophyllus) hutan, kebun, pekarangan (budidaya)
5. Nyambu batu (Psidium guajava) hutan, kebun, pekarangan (budidaya)
6. Pokat (Persea americana) hutan, kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
*Catatan: Buah selengkapnya tersaji pada Lampiran 3
55
Buah durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus heterophyllus),
nyambu batu (Psidium guajava) dan pokat (Persea americana) cukup dominan
ditemukan. Dominannya buah-buahan ini tidak terlepas dari sejarah masa lalu
yakni krisis multi dimensi yang terjadi pada tahun 1998.
Krisis ini dirasakan oleh masyarakat pinggiran hutan sekitar Taman
Nasional Gunung Rinjani. Salah satunya masyarakat di Desa Jeruk Manis.
Berawal dari permasalahan inilah kemudian Departemen Kehutanan memberikan
kebijaksanaan kepada masyarakat di sekitar kawasan TNGR dalam membantu
menangani krisis ekonominya, masyarakat diperbolehkan mengelola jalur hijau
selebar 20 m dari batas luar kawasan dengan menanam tanaman buah-buahan
seperti mangga, durian, alpukat, nangka, jambu dan kepundung.
Buah-buahan yang disebut di atas selain berada di hutan juga di kebun. Pada
saat musim panen tiba, beberapa warga memperoleh untung besar dari penjualan
durian dan manggis yang mereka tanam. Sepanjang jalan menuju kantor Resort
Kembang Kuning, TNGR durian dan manggis melimpah ditemukan.
Kebanyakan dari pemilik kebun menjual durian dan manggisnya pada saat
masih di pohon. Sistem ini dikenal oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis dengan
sebutan “lolo”. Artinya total buah yang ada dalam satu pohon tersebut dinilai satu
lolo. Satu lolo pohon durian (Gambar 20) atau manggis dapat laku terjual jutaan
rupiah, tergantung pada produktifitas buah dan hasil negosiasi dengan pembeli.
Gambar 20 Durian (Durio zibethinus): buah dari hutan yang dijual dengan
sistem lolo.
56
Sebelum masa panen tiba, pohon durian dan manggis di Desa Jeruk Manis
ini biasanya telah laku terjual, atau dengan kata lain dipesan lebih dulu oleh para
tengkulak. Tengkulak ini berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya dari sekitar
Lombok Timur namun ada juga yang berasal dari Kota Mataram. Biasanya warga
masyarakat di desa ini memiliki langganan setiap musim panennya, sehingga
mereka tidak perlu khawatir hasil panennya tidak laku.
Buah lainnya yang banyak dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa
Jeruk Manis adalah pisang (Musa spp.). Masyarakat di Desa ini gemar
mengkonsumsi buah pisang. Hal ini terlihat dari beragamnya varietas pisang yang
ditanam oleh warga. Setidaknya ada 9 spesies pisang atau dalam bahasa lokalnya
punti yang ditanam oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Mulai dari punti
tembaga, punti ketip, punti kredi, punti lumut, punti gedang, punti mas, punti raja,
punti birah dan punti susu. Serupa dengan buah durian dan manggis, selain untuk
dikonsumsi sendiri, hasil dari panen pisang ini pun dijual ke tengkulak atau ke
pasar.
Beberapa dari buah-buahan yang dikonsumsi warga masyarakat Suku Sasak
di Desa Jeruk Manis mempunyai fungsi sekunder sebagai sayur-sayuran, di
antaranya adalah buah dan pucuk daun gedang (Carica papaya), jantung pisang
“kosong” (Musa spp.) dan nangka muda (Artocarpus heterophyllus). Sayur-
sayuran tersebut dapat diolah secara langsung menjadi masakan, terutama
disantan (kla santan).
5.2.8.2 Penghasil sayur-sayuran
Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh warga masyarakat di Desa Jeruk
Manis pada umumnya telah dibudidayakan dengan ditanam di kebun atau di
pekarangan rumah. Selain itu, di antara sayur-sayuran tersebut terdapat juga yang
masih tumbuh liar terutama di kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR.
Beberapa spesies sayur-sayuran yang digunakan oleh warga masyarakat Suku
Sasak di Desa Jeruk Manis untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral
tersaji pada Tabel 9 berikut ini.
57
Tabel 9 Tumbuhan pangan sayur yang digunakan oleh warga masyarakat di Desa
Jeruk Manis* No. Spesies Tipe habitat
1. Bilong (Solanum retroflexum) pekarangan, pinggir jalan, sawah (liar)
2. Emat (Daemonorops sp.) hutan (liar)
3. Jamur ekor (Pleurotus ostreatus) hutan (liar)
4. Jamur kuping (Auricularia auricula-judae) hutan, kebun (liar)
5. Pakis (Diplazium esculentum) hutan, pinggir kali (liar)
6. Pepao (Emilia sonchifolia) hutan, kebun, pinggir jalan, sawah (liar)
*Catatan: Sayuran selengkapnya tersaji pada Lampiran 4
Pakis/paku bele (Diplazium esculentum) merupakan tumbuhan pangan
potensial yang dapat dikembangkan. Spesies ini cukup melimpah dan setiap
harinya diburu oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis. Mulai dari orang tua,
dewasa, remaja, bahkan anak kecil, laki-laki ataupun perempuan sering terlihat
hiruk pikuk memasuki kawasan hutan Resort Kembang Kuning, TNGR hanya
untuk mencari pakis (Gambar 21).
Gambar 21 Warga masyarakat yang mengambil pakis.
Tingginya antusiasme masyarakat Desa Jeruk Manis, memasuki kawasan
hutan untuk mencari pakis, bukan tanpa alasan. Pola konsumsi warga yang
terbiasa mengkonsumsi pakis merupakan alasan utamanya. Mereka menganggap
58
bahwa pakis merupakan sayur yang manis. Hal ini pula kemudian yang menjadi
penyebab pakis ini juga dinamai pakis manis oleh masyarakat setempat.
Menurut Cakradinata (2006), pakis merupakan salah satu potensi hasil hutan
non kayu yang cukup besar dan sampai saat ini belum tersentuh oleh teknologi
seperti dalam bentuk pengolahan atau pengemasannya karena tumbuhan ini tidak
tahan disimpan lama, maksimal hanya 24 jam. Pakis merupakan salah satu bahan
pokok makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat Pulau Lombok bahkan
sampai ke Pulau Sumbawa.
Tingginya tingkat permintaan akan pakis juga membuat beberapa warga
menjadikan komoditi ini sebagai sumber pendapatan finansial. Dari hasil
wawancara, beberapa warga masyarakat menjual pakis dengan harga
Rp. 1.000/ikat. Harga ini dikenakan untuk jumlah sekitar 20-25 batang pakis
dalam satu ikatan. Masyarakat pun menuturukan bahwa dalam satu hari mereka
dapat mendapatkan penghasilan sebesar rata-rata Rp. 20.000,- dari hasil mencari
pakis. Dalam perhitungan kasar, bila pengambilan pakis tersebut rutin dilakukan
setiap harinya selama satu bulan penuh maka terhitung setidaknya terdapat Rp.
600.000,- uang yang diperoleh dari hutan untuk satu komoditi yakni pakis.
Adapun sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis, di antaranya juga terdapat sayuran yang jarang dikonsumsi
yaitu jamur dan rotan atau emat (Gambar 22).
(a) (b)
Gambar 22 Spesies tumbuhan pangan yang jarang dikonsumsi: (a) jamur ekor
(Pleurotus ostreatus); (b) rotan atau emat (Daemonorops sp.).
59
Penyebab jamur jarang dikonsumsi warga adalah keberadaan jamur yang
tidak dapat diperoleh setiap saat. Pada musim-musim tertentu jamur tidak dapat
tumbuh. Biasanya pada musim-musim kering atau kemarau produksi jamur relatif
kecil dan bahkan tidak tumbuh. Hal ini seperti yang disampaikan Istuti dan
Nurbana (2006) bahwa terdapat syarat-syarat tertentu yang menjadi faktor utama
dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur ekor (jamur tiram). Salah satunya
adalah suhu untuk pertumbuhan miselium berkisar antara 200C-30
0C dan
kelembapan 80%-85% (tidak terkena pancaran sinar matahari langsung).
Faktor yang menyebabkan rotan atau emat jarang dikonsusmi karena
ketersediaannya di alam. Keberadaan rotan di kawasan hutan Resort Kembang
Kuning, TNGR banyak ditemukan pada tanah yang miring sehingga menyusahkan
warga untuk mengambilnya. Menurut Kalima (2008), secara ekologis rotan
tumbuh dengan subur di berbagai tempat, terutama di daerah yang lembab seperti
pinggiran sungai. Selain itu penyebab rotan sehingga jarang dikonsumsi ialah cara
pengolahannya yang sulit. Rotan yang oleh masyarakat digunakan bagian
umbutnya (batang muda), tentu tidak mudah diambil karena batang rotan berduri.
5.2.9 Bahan minum
Beberapa spesies tumbuhan juga digunakan untuk bahan minuman. Adapun
spesies tumbuhan yang digunakan untuk bahan minuman oleh warga masyarakat
Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, tersaji pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Spesies tumbuhan yang digunakan untuk bahan minuman oleh warga
masyarakat di Desa Jeruk Manis
No. Spesies Tipe habitat
1. Aren (Arenga pinnata) kebun, pekarangan (budidaya)
2. Kayu sepang (Caesalpinia sappan) hutan (liar)
3. Kedelai (Glycine max) kebun (budidaya)
4. Kopi (Coffea robusta) hutan, kebun, pekarangan (budidaya)
5. Tetandan ginantrum (Uncaria gambir) hutan (liar)
Tetandan ginantrum (Uncaria gambir) biasa digunakan sebagai pengganti
sumber air saat berada di hutan. Dalam kawasan TNGR sumber mata air tidak
dapat ditemukan di setiap tempat, ataupun ada kadang lokasinya sangat sulit
60
dijangkau. Cara penggunaan tetandan ginantrum adalah batang liana tumbuhan ini
yang masih terlihat basah dipotong menyilang (diagonal) pada kedua sisi, setelah
itu batang yang telah terpotong, diarahkan secara vertikal tepat berada di atas
mulut (Gambar 23).
Gambar 23 Cara penggunaan tetandan ginantrum (Uncaria gambir).
Spesies lainnya yang digunakan sebagai bahan minum adalah kayu sepang
(Gambar 24). Spesies ini biasa digunakan oleh masyarakat Desa Jeruk Manis,
sebagai sirup karena kulit batangnya dapat memberikan warna merah pekat ketika
direbus dengan air putih. Tingkat kepekatan warna tersebut tergantung pada
jumlah kulit batang yang dimasukkan ke dalam rebusan air. Bila semakin pekat
warna yang diinginkan, maka jumlah kulit batang kayu sepang yang dimasukkan
juga harus semakin banyak.
(a) (b)
Gambar 24 Kayu sepang (Caesalpinia sappan): (a) kulit batang; (b) hasil olahan
berupa sirup.
61
Bahan minuman lainnya adalah kopi dan kedelai. Kedua spesies ini telah
dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis. Biasanya kopi dan
kedelai diolah terlebih dahulu dengan cara disangrai menggunakan wajan. Setelah
itu ditumbuk sehingga menjadi serbuk halus. Keduanya diminum dengan cara
diseduh dengan air panas.
Kopi merupakan minuman wajib bagi setiap keluarga di Desa Jeruk Manis.
Hampir di setiap rumah menyiapkan minuman ini sebagai suguhan utama mereka
kepada tamu yang datang. Kebiasaan mengkonsumsi kopi juga terbentuk dari
sugesti mereka bahwa kopi sebagai penyemangat kerja. Sehari tidak
mengkonsumsi kopi maka mulut terasa sepet dan kepala bisa pusing. Oleh
karenanya sebelum beraktivitas seperti pergi ke sawah atau dalam keadaan santai,
warga masyarakat di desa ini terbiasa mengkonsumsi kopi terlebih dahulu.
Bahan minuman lainnya adalah air enau atau air aren (Gambar 25). Air enau
atau air aren ini diperoleh dari pelepah pohon enau. Biasanya masyarakat di Desa
Jeruk Manis mengkonsumsi air enau atau air aren dengan membelinya dari Desa
Tete Batu yang memproduksi air enau. Masyarakat percaya bahwa tidak semua
enau atau aren dapat menghasilkan air yang baik. Setiap pohon enau atau aren
yang ingin diambil airnya terlebih dahulu didoakan oleh belian (dukun) agar
pohon enau atau aren tersebut dapat mengeluarkan air setiap saat.
Gambar 25 Air enau atau air aren (Arenga pinnata).
62
Biasanya air enau diambil dua kali sehari yakni di pagi hari dan sore hari
menjelang magrib. Selama rentang waktu tersebut, bambu yang telah disiapkan di
pohon enau atau aren digunakan untuk menampung airnya. Air enau dalam satu
bungkus plastik setengah kilogram, dihargai Rp. 2.500,-.
5.2.10 Bahan pelengkap/rempah/perasa
Tumbuhan pangan sebagai bahan pelengkap/rempah/perasa merupakan
bahan pangan tambahan untuk melengkapi bahan pangan pokok pada saat akan
diolah atau dimasak. Bahan pangan pelengkap ini dimaksudkan untuk
memberikan cita rasa lain yang khas dari suatu menu masakan yang dibuat.
Terdapat sebanyak 29 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu
masak (rempah) oleh warga masyarakat Desa Jeruk Manis. Beberapa spesies
tersebut di antaranya terdapat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11 Bahan pelengkap/perasa yang dikonsumsi oleh warga masyarakat di
Desa Jeruk Manis*
No. Spesies Tipe habitat
1. Bawang mira (Allium cepa) kebun, pekarangan (budidaya)
2. Bawang putih (Allium sativum) kebun (budidaya)
3. Cengkeh (Syzygium aromaticum) hutan, kebun, pekarangan (budidaya)
4. Lekong (Aleurites moluccana) hutan, kebun (semi budidaya)
5. Sebek (Canna edulis) hutan, pinggir kali (liar)
6. Sebia (Capsicum frutescens) kebun, pekarangan, sawah (budidaya)
*Catatan: Bahan pelengkap/perasa selengkapnya tersaji pada Lampiran 5
Bawang mira (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum) dan sebia
(Capsicum frutescens) merupakan spesies yang hampir selalu ada dalam setiap
menu masakan. Bisa dikatakan bahwa bumbu masak ini merupakan bumbu masak
dasar (pokok) pada setiap masakannya. Selain dari bumbu masak tersebut,
terdapat bumbu masak lain yang juga selalu ada dalam setiap menu masakan
yakni terasi. Bumbu masak ini terbuat dari olahan udang dan ikan kecil yang
ditumbuk dan diolah sehingga menjadi terasi. Terasi ini berbeda dengan yang
digunakan oleh masyarakat Suku Dayak Kenyah yang terasinya berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti payang aka (Trichosanthes sp.), payang kure` (Aleuritas
63
moluccana), payang kayu (Pangium adule), payang lengu (Ricinus communis) dan
salap (Sumbaviopsis albicans) (Ayu 2012).
Bumbu masak yang digunakan oleh warga masyarakat di desa ini disimpan
di dalam wadah yang diberi nama ceraken (Gambar 26). Ceraken terbuat dari
anyaman lontar yang dibentuk dengan model persegi dengan banyak sekat-sekat
persegi kecil di dalamnya. Penempatan bumbu masak di dalam ceraken ini
dimaksudkan agar bumbu masak tersebut dapat lebih awet dan tidak diserang oleh
serangga seperti kecoa.
Gambar 26 Ceraken: tempat menyimpan bumbu masak.
5.2.11 Cara pengolahan
Sebagian besar tumbuhan pangan diolah oleh Masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis dilakukan dengan cara direbus. Masak atau dalam bahasa sasak
“kla” menjadi kata kunci utama bagi setiap nama menu masakan di desa ini.
Mulai dari nama kla bro (sayur bening), kla pedis, kla santan (sayur santan), kla
siak dan kla siak sebia.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan spesifik di antara setiap menu masakan
tersebut. Semua menu masakan ini diolah dengan campuran utama bawang mira,
bawang putih, sebia, terasi dan garam. Hanya bahan baku utama yag digunakan
umumnya berbeda-beda, tergantung pada selera yang membuatnya. Berikut akan
disajikan bahan yang digunakan pada setiap menu masakan masyarakat Suku
Sasak di Desa Jeruk Manis, seperti tersaji pada Tabel 12 berikut ini.
64
Tabel 12 Bahan yang digunakan pada setiap menu masakan Suku Sasak di Desa
Jeruk Manis
No. Menu Masakan Bahan yang digunakan
1. Kla bro kangkung, terong, lomaq (keladi), bawang merah, bawang putih,
sebia (cabe), terasi, pitsin, sedikit minyak dan tomat
2. Kla pedis terasi, sebia (cabe), bawang merah, bawang putih, pitsin, bage (asam),
kunyit, laos, minyak, pakis atau gedeng ambon (daun singkong)
3. Kla santan hampir sama dengan kla pedis, hanya saja tidak pakai asam
melainkan pakai santan. Utama biasa pakai kosong “jantung pisang”
serta ditambahkan juga merica, sang dan ketumbar
4. Kla siak sebia (cabe), terasi, pitsin, garam dan sayur (Jebet “labu siam”, gegaok, pepaya, bayam, lembayin baqe “bayam hutan”, buncis “antap
ijo”, botor “kecipir”, kelor, sagar, ketujur “turi”). Sayur tersebut
hanya dipilih beberapa saja
5. Kla siak sebia Sebia (cabe), garam, bawang putih, bawang merah, sayur (biji antap
“biji kacang panjang” dan pakis)
Tumbuhan pangan yang akan diolah menjadi menu masakan tertentu lebih
banyak dimasak menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat (Gambar 27).
Bukan berarti warga tidak memiliki kompor melainkan mereka lebih percaya
bahwa hasil yang diperoleh dari memasak menggunakan tungku jauh lebih nikmat
di lidah. Memasak menggunakan tungku tidak memerlukan waktu lama dan lebih
ekonomis dari segi biaya karena keberadaan kayu bakar cukup melimpah.
Gambar 27 Tungku masak di Desa Jeruk Manis.
Menu masakan di desa ini selain direbus, juga ada yang diulak atau
ditumbuk (semacam karedok di Sunda). Menu tersebut bernama lelasuk. Bahan
dasar yang digunakan biasanya adalah antap (kacang panjang), bawang mira
65
(bawang merah), bawang putih, sebia (cabe) dan sedikit terasi. Mula-mula antap
dipotong kecil-kecil, setelah itu semua bahan-bahan tersebut diulak setengah
halus. Beberapa jenis olahan tumbuhan pangan tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Beberapa jenis olahan tumbuhan pangan di Desa Jeruk Manis
No. Olahan Pangan Nama Makanan
Olahan
Spesies Tumbuhan
yang digunakan
Cara mengolah/membuat
1. Berkarbohidrat Nasi, bubur dan
kolak
Pade (Oryza
sativa), ambon jawa
(Manihot utilisima)
Ditanak seperti layaknya
memasak nasi biasa
2. Sayuran Kla bro (seperti
sayur bening),
kla pedis, kla
santan (sayur
santan), kla siak
dan kla siak
sebia
Kangkung
(Ipomoea aquatica
), terong (Solanum
melongena), loma`
(Xanthosoma
violaceum),
jebet/jepan
(Sechium edule),
pepao (Emilia
sonchifolia) dan
lain-lain
Umumnya seluruh bahan
(bumbu) dihaluskan
terlebih dahulu dengan
diulak, lalu ditumis
menggunakan minyak
goreng. Setelah itu
masukkan air dan sayur.
Cara lain , sayur direbus
lalu bahan (bumbu) yang
telah dihaluskan
dimasukkan dalam rebusan
sayur tersebut
3. pelengkap/
perasa
Keripik,
gorengan
Punti (Musa spp.),
sukun (Artocarpus
altilis), kulur
(Artocarpus
camansi), ambon
gula (Ipomoea
batatas) dan lain-
lain
Bahan dipotong sesuai
selera lalu dengan tepung
terigun digoreng
menggunakan minyak
4. Minuman Sirup dan kopi Tetandan ginantrum
(Uncaria gambir),
kopi (Coffea
robusta), kedelai
(Glycine max), aren
(Arenga pinnata)
dan kayu sepang
(Caesalpinia
sappan)
Kayu direbus terlebih
dahulu sampai mendidih
dan berubah warna, lalu
tambahkan gula. Cara lain
bila dalam bentuk serbuk
maka tinggal diseduh
dengan air panas
Berbeda dengan olahan pangan lainnya, minuman kopi dan kedelai diolah
tidak dengan cara direbus melainkan disangrai. Hasil panen kopi dan kedelai
terlebih dahulu dijemur lalu disangrai. Spesies lainnya yakni aren juga tidak
mengalami pengolahan karena air enau atau aren ini dapat langsung dikonsumsi.
66
Gambar 28 Salah satu contoh olahan sayuran: kla pedis.
5.2.12 Pola konsumsi pangan masyarakat
Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis, umumnya memiliki pola
konsumsi yang teratur. Setiap harinya mereka memenuhi kebutahan pangan
dengan makan tiga kali sehari yakni pagi, siang dan malam. Hampir tidak ada
perbedaan menu yang dimakan oleh warga masyarakat di desa ini. Artinya baik
pagi, siang, maupun malam mereka sama mengkonsumsi nasi. Menurut
Hardinsyah (2008) makanan yang baik adalah menu lengkap yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, buah, sayur dan minuman.
Kebiasaan sarapan pagi warga masyarakat di desa ini karena pada umumnya
mereka sebagai pekerja kasar seperti bertani dan berternak. Oleh karenanya
asupan energi yang diperoleh dari sarapan tersebut diharapkan dapat menjadi
cadangan tenaga untuk bekerja. Menurut Silalahi (2011) pada pagi hari, tubuh
membutuhkan asupan energi yang banyak karena pada pagi hari seseorang
melakukan banyak aktivitas. Oleh karena itu, setiap orang sangat disarankan
untuk sarapan pagi agar dapat melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Menu sarapan pagi tidak tentu, namun biasanya adalah sisa dari menu
makan malam sebelumnya. Biasanya juga sebelum berangkat bekerja (sekitar
pukul 07.00 WITA), warga masyarakat di desa ini terlebih dahulu meminum
secangkir kopi dan menghisap rokok. Mereka percaya bahwa rutinitas pola
konsumsi ini menjadi tambahan energi mereka saat bekerja.
Pada waktu makan siang yakni sekitar jam 13.00-15.00 WITA, warga yang
sibuk bekerja di sawah, kebun atau ladang sehingga tidak bisa pulang ke rumah,
biasanya selalu membawa bekal makan siang dari rumahnya. Ataupun tidak,
67
biasanya istri atau sanak saudara lainnya yang menyempatkan diri mengantarkan
menu makan siang tersebut. Sementara itu untuk makan malam biasa dilakukan
sekitar pukul 19.00 WITA, di antara waktu sholat magrib dan isya.
Pola konsumsi yang teratur ini juga ditunjang dari menu masakan dan
asupan nutrisi yang dikonsumsi setiap harinya oleh masyarakat di Desa Jeruk
Manis. Setiap menu masakan yang disajikan hampir memenuhi asupan gizi empat
sehat dari komposisi gizi empat sehat lima sempurna yakni makanan pokok, lauk-
pauk, sayur mayur, buah dan susu.
Pola konsumsi pangan masyarakat juga dapat diukur berdasarkan kebutuhan
energi dan sumber perolehan energi pada tingkat mikro/rumah tangga dan
individu, serta di tingkat makro/nasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa
pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih di bawah kecukupan energi
minimal yaitu 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gr/hari per kapita
(Dephut 2009). Pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan
pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH (pola pangan harapan). Konsumsi
dari kelompok padi-padian (beras, jagung, terigu) masih dominan baik di kota
maupun di desa. Pangsa konsumsi energi seharusnya dari kelompok pangan padi-
padian hanya 50%, namun kenyataannya masih 60,7% di kota dan 63,9% di desa
(Ariani 2005).
Menu masakan yang selalu ada ditemukan pada masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis adalah sayur. Hal ini menunjukkan bahwa selain karena
keberadaan sayur yang melimpah di desa ini, masyarakatnya ternyata gemar
mengkonsumsi sayur, apapun sayurnya.
Selain gemar mengkonsumsi sayur, warga masyarakat di Desa Jeruk Manis
juga gemar mengkonsumsi buah-buahan, di antaranya adalah punti (Musa spp.),
pao (Mangifera indica), buluan (Nephelium lappaceum), manggis (Garcinia
mangostana), durian (Durio zibethinus) serta buah-buahan lainnya. Buah-buahan
ini diperoleh bukan dari hasil membeli melainkan dari hasil budidaya warga di
pekarangan rumah atau di kebun masing-masing.
Pola konsumsi seperti ini dilaksanakan tidak hanya oleh orang dewasa yang
bekerja di sawah, kebun atau ladang, melainkan seluruh kalangan umur kecuali
68
bayi. Bahkan anak berumur dua tahun pun terkadang mengkonsumsi menu yang
sama dengan menu orang tua mereka.
Menurut Hardinsyah (2008) setidaknya terdapat 10 syarat tentang pola
makan yang sehat. Syarat tersebut di antaranya selalu diawali dengan sarapan,
makan pada waktunya, memperhatikan ragam jenis dan jumlah pangan, cukup
karbohidrat dan lauk pauk, batasi gula (manis), lemak (gorengan) dan garam
(asin), banyak mengkonsumsi buah dan sayur, berhenti sebelum kenyang, sesuai
dengan kemampuan, nikmati dan pilih yang aman.
Berdasarkan pada pemahaman syarat pola makan sehat di atas, untuk
mencapai hidup sehat ternyata tidaklah sulit dilaksanakan oleh warga masyarakat
di Desa Jeruk Manis karena pada umumnya masyarakat telah melaksanakan pola
konsumsi tersebut. Hanya saja tentu pola konsumsi yang dilaksanakan oleh
masyarakat sampai dengan saat ini tidak didasarkan pada landasan saintifik gaya
ilmu farmasi barat, melainkan sepenuhnya atas dasar empiris yang teruji melalui
trial and error secara turun temurun.
Melihat pola konsumsi yang ada, terbukti setiap bahan pangan yang
dikonsumsi telah memberikan kesehatan bagi warga masyarakat tanpa tahu
kandungan gizi dari setiap pangan yang dikonsumsinya. Hal ini diperkuat oleh
Zuhud (2011) bahwa bukti empiris bukan suatu hal yang aib atau selalu keliru,
seperti halnya metodologi ilmiah farmasi barat yang belum tentu selalu baik dan
benar.
Berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan oleh masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis serta ketersediaan bahan pangan yang melimpah menunjukkan
bahwa masyarakat di desa ini tidak perlu bergantung terhadap pangan luar.
Tumbuhan pangan lokal yang ada sejak dahulu memainkan peranan penting
dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Cukup dengan ketersedian
tumbuhan pangan lokal yang tumbuh melimpah di desa ini masyarakat dapat
mencapai kesejahteraannya di bidang pangan seperti yang disampaikan Mulvany
(2010) bahwa sesungguhnya masyarakat tradisional sudah sejak lama berdaulat di
bidang pangan (pangan tidak hanya terpenuhi dari segi jumlah dan gizinya
melainkan masyarakat setempat mampu memproduksi sendiri bahan pangan tanpa
bergantung pada sumber luar).
69
5.3 Tumbuhan Obat
5.3.1 Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh
masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis sebanyak 156 spesies dari 62 famili
(Lampiran 6). Jumlah ini lebih banyak dari tumbuhan obat yang diketahui dan
digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Montong Betok, Resort Joben
TNGR yakni 77 spesies dari total potensi kawasan TNGR yakni 239 spesies
(Pramesthi 2008). Jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan
oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis juga lebih banyak dari pada
potensi tumbuhan obat di Resort Santong, TNGR karena hasil inventarisasi
tumbuhan obat di resort ini hanya menemukan 62 spesies tumbuhan (BTNGR
2005).
Beberapa spesies tumbuhan obat di Desa Jeruk Manis tidak hanya
digunakan untuk mengobati warga masyarakat yang sakit, namun juga hewan
ternak yang mereka pelihara. Dominannya warga masyarakat di desa ini yang
berprofesi sebagai peternak sejak dahulu hingga sekarang ternyata juga turut
membangun kearifan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat bagi ternak peliharaan. Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai
obat ternak adalah jejengas (Lantana camara), ketujur (Sesbania grandiflora),
klayu (Syzygium cumini), lekong (Aleurites moluccana) dan srikaya belanda
(Annona muricata). Tumbuhan-tumbuhan ini digunakan untuk penambah tenaga
sapi agar kuat membajak sawah, untuk menambah nafsu makan sapi agar cepat
gemuk serta beberapa fungsi lainnya.
Daun jejengas sering digunakan sebagai pakan sapi yang mengalami berak
darah, kemudian rebusan daun ketujur sering digunakan sebagai minuman sapi
agar produksi susunya meningkat. Sementara itu, kulit batang klayu dan lekong
sama-sama digunakan untuk meningkatkan nafsu makan sapi dan meningkatkan
tenaga sapi agar kuat membajak sawah. Biasanya kulit batang yang telah
ditumbuk halus direndam dengan air selama sehari, baru kemudian diberikan
sebagai minuman sapi. Sementara itu srikaya belanda digunakan buahnya yang
telah diparut dengan tambahan air dan garam sebagai pakan sapi agar cepat
gemuk.
70
5.3.2 Keanekaragaman famili
Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan familinya dikelompokkan ke
dalam 62 famili. Gambar 29 menunjukkan jumlah spesies tumbuhan obat
berdasarkan familinya. Berdasarkan jumlah spesies, famil Asteraceae lebih
dominan dibandingkan dengan famili lainnya dengan jumlah 12 spesies.
Selanjutnya secara berturut terbanyak kedua dan ketiga adalah famili
Euphorbiaceae dan Zingiberaceae dengan jumlah masing-masing 10 dan 8
spesies. Sementara itu, famili lainnya memiliki jumlah spesies antara 1 sampai 7
spesies tumbuhan dengan total jumlah yaitu 126 spesies dari 59 famili.
Gambar 29 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan famili.
Menurut Pujowati (2006) spesies dari famili Asteraceae adalah spesies yang
tumbuh liar, tersebar di mana-mana. Kebanyakan tumbuh secara liar di halaman,
ladang, kebun dan tepi-tepi jalan. Asteraceae merupakan famili tumbuhan dengan
keanekaragaman spesies yang cukup tinggi. Menurut Cronquist (1980) tumbuhan
famili Asteraceae merupakan kelompok tumbuhan yang terdiri dari 1.100 marga
yang meliputi 20.000 spesies. Lawrence dan George (1951) menyebutkan bahwa
famili ini merupakan famili yang memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom
plantae.
0 2 4 6 8 10 12
Apiaceae
Asteraceae
Cucurbitaceae
Euphorbiaceae
Fabaceae
Poaceae
Rubiaceae
Urticaceae
Verbanaceae
Zingiberaceae
6
12
5
10
7
6
7
5
5
8
Jumlah Spesies
Fa
mil
i
71
Salah satu spesies tumbuhan obat penting dan strategis bagi pembangunan
kesehatan masyarakat yang termasuk famili Asteraceae adalah kesembung
(Elephantopus scaber) (Gambar 30). Kesembung dapat tumbuh liar di berbagai
tempat, tidak hanya di hutan tetapi juga di perkampungan warga. Daun dan akar
tumbuhan ini oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis digunakan untuk
memelihara kesehatan pencernaan masyarakat dan berarti sekaligus dapat
membantu mencegah agar masyarakat terhindar dari penyakit-penyakit lainnya,
karena awal dari semua penyakit adalah bermula dari proses pencernaan yang
terganggu. Pernyataan ini diperkuat oleh Zuhud (2009) bahwa semua penyakit
bermula dari proses pencernaan yang terganggu.
Gambar 30 Kesembung (Elephantopus scaber).
Menurut Balai IPTEKnet (2005) kesembung atau lebih dikenal tapak liman
(Elephantopus scaber) memiliki kandungan kimia epifriedelinol, lupeol,
stiqmasterol, triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetate,
deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin pada daun, kemudian luteolin-7-
glucoside pada bunga. Spesies ini dapat mengobati berbagai macam penyakit di
antaranya adalah influenza, demam, amandel, radang tenggorokan, radang mata,
disentri, diare, gigitan ular, batuk, sakit kuning, busung air, radang ginjal, bisul,
kurang darah, radang rahim dan keputihan. Masyarakat di Desa Jeruk Manis
menggunakan tumbuhan ini dengan cara dikunyah lalu ditelan daunnya. Cara
lainnya, akar tumbuhan ini ditumbuk bersama sekur (Kaempferia galanga) sampai
halus lalu dicampur dengan air matang. Setelah itu disaring sampai setengah gelas
dan diminum
72
Spesies lainnya yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat di Desa
Jeruk Manis adalah spesies dari famili Euphorbiaceae. Tidak kurang dari 151
spesies dari famili Euphorbiaceae yang tercakup dalam 44 marga berpotensi
sebagai obat tradisional (Djarwaningsih 2007). Bahkan menurut Zuhud (2009)
famili Euphorbiaceae merupakan suku terbanyak kedua spesies tumbuhan obat di
hutan tropika Indonesia dengan jumlah mencapai 94 spesies.
Spesies yang ditemukan di hutan dari famili Euphorbiaceae adalah ketumbi
(Phylanthus urinaria) (Gambar 31a) dan lekong (Aleurites moluccana) (Gambar
31b). Kedua spesies ini digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit
malaria, luka dan luka bakar, gatal-gatal serta menghaluskan kulit. Menurut
Djarwaningsih (2007), spesies Phylanthus urinaria dan Aleurites moluccana telah
dilakukan penelitian secara farmakologi dan hasilnya cukup signifikan dengan
pemanfaatannya secara empirik yakni sebagai penyubur rambut, diuretik dan
peluruh batu kandung kemih.
(a) (b)
Gambar 31 Spesies tumbuhan obat di hutan dari famili Euphorbiaceae: (a)
ketumbi (Phylanthus urinaria); (b) lekong (Aleurites moluccana).
5.3.3 Keanekaragaman tipe habitat
Tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku Sasak
di Desa Jeruk Manis untuk mengobati berbagai macam penyakit berasal dari
berbagai tipe habitat. Ada yang tumbuh di hutan, kebun, kolam ikan, lapangan
bola, pekarangan, pingir jalan dan pinggir kali hingga di sawah, seperti tersaji
dalam Gambar 32.
73
Gambar 32 Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipe habitat.
Tipe habitat paling banyak adalah di kebun. Jumlah spesiesnya mencapai
30%. Tipe habitat terbanyak kedua adalah di hutan mencapai 27%. Ada juga yang
tumbuh dan berkembang di pekarangan warga sebanyak 19%, sawah 10% dan
pinggir jalan 9%.
Spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat di
desa ini, baik itu di kebun, pekarangan atau lokasi lainnya yang diindikasikan
sebagai hasil budidaya masyarakat, sebagian besar merupakan spesies liar yang
tumbuh dan berkembang di lokasi-lokasi tersebut. Artinya sekalipun berada di
kebun atau di pekarangan, spesies tumbuhan obat yang tumbuh tidak semua
merupakan hasil budidaya melainkan ada beberapa spesies liar yang tumbuh di
tempat itu.
Adapun spesies tumbuhan obat yang berada di kebun dan dibudidayakan
oleh masyarakat adalah tumbuhan obat yang juga berfungsi sebagai pangan
seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan rempah-rempah atau juga tumbuhan obat
yang kayunya bernilai komersil. Beberapa spesies tersebut di antaranya
bengkoang (Pachyrhizus erosus) yang digunakan untuk mencerahkan muka,
bokar/sondak (Lagenaria leucantha) yang digunakan untuk panas dalam dan
tipus, kunyit (Curcuma domestica) untuk mengobati berbagai jenis penyakit
termasuk pengobatan ibu pasca melahirkan serta mahoni (Swietenia macrophylla)
yang bijinya digunakan sebagai anti nyamuk dan malaria.
Hutan
27%
Kebun
30%
Lapangan
bola
1%
Pinggir
jalan
9%
Pinggir kali
3%
Sawah
10%
Pekarangan
19%Kolam ikan
1%
74
Dominannya spesies liar terutama yang berasal dari hutan dibuktikan dari
data status budidaya spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh
masyarakat seperti tersaji pada Gambar 33 berikut ini.
Gambar 33 Pengetahuan dan penggunaan tumbuhan obat berdasarkan status
budidaya.
Indikasi dominannya spesies liar yang diketahui dan digunakan oleh
masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) khususnya yang
tinggal di Desa Jeruk Manis menunjukkan bahwa intensitas warga masyarakat
untuk memasuki kawasan hutan TNGR kaitannya dengan pengambilan tumbuhan
yang dipercaya berkhasiat obat tersebut juga cukup tinggi. Dari hal ini juga
menunjukkan bahwa masyarakat pinggiran hutan seperti di Desa Jeruk Manis
memiliki ketergantungan yang besar terhadap hutan beserta isinya untuk
memenuhi kebutuhan akan obat-obatan tradisional yang berlangsung sejak dahulu
dari nenek moyang mereka hingga saat ini. Bahkan menurut Zuhud (2011) hutan
telah menyediakan berbagai kebutuhan manusia sejak berabad-abad.
5.3.4 Kelompok penyakit
Penggunaan spesies tumbuhan obat oleh masyarakat di Desa Jeruk Manis
dapat dikelompokkan ke dalam 27 kelompok penyakit. Dilihat dari jumlah spesies
tumbuhan obatnya, kelompok penyakit/penggunaan tertinggi adalah sakit kepala
dan demam (52 spesies tumbuhan obat) dan yang terendah adalah pada kelompok
penyakit/penggunaan perawatan organ tubuh wanita (1 spesies tumbuhan obat).
Adapun kelompok penyakit dan spesies tumbuhan obatnya tersaji pada Tabel 14
berikut ini.
Budidaya
36%
Liar
57%
Semi
budidaya
7%
75
Tabel 14 Kelompok penyakit dan spesies tumbuhan obatnya*
No. Kelompok Penyakit Spesies
1. Gangguan Peredaran Darah Kayu sepang (Caesalpinia sappan), imba (Azadirachta
indica), jati (Tectona grandis)
2. Keluarga Berencana (KB) Kayu banten (Lannea coromandelica), pace (Morinda
citrifolia), memunti (Costus speciosus), punti lumut (Musa
acuminata)
3. Penawar Racun Memunti (Costus speciosus), nyambu batu (Psidium
guajava), nyiur (Cocos nucifera)
4. Penyakit Diabetes Binahong (Anredera cordifolia), kecepok atau klampokan
(Physalis angulata), lembayin jogang (Amaranthus
spinosus), sabo (Manilkara zapota), semet meyong
(Orthosiphon aristatus)
5. Penyakit Gigi Bebembe kuning (Synedrella nodiflora), blungadang
(Euphorbia puicherrima), jarak (Jatropha curcas), kumbi
(Tabernaemontana macrocarpa), lemaq (Ficus septica),
rengga/jarak (Jatropha multifida), tetandan gritik
(Alsomitra macrocarpa)
6. Penyakit Ginjal Belimbing bolo (Averrhoa bilimbi), Kelempui` (Amomum
subulatum), rampang siso (Drymaria cordata), rumput
gegarem (Sporobolus diander)
7. Penyakit Kanker/Tumor Eceng gondok (Eichhornia crassipes), kemutung (Rubus
rosaefolius), lemaq (Ficus septica), srikaya belanda
(Annona muricata)
8. Penyakit Kelamin Re (Imperata cylindrica)
9. Penyakit Kuning Bage (Tamarindus indica), bambu kuning (Bambusa
vulgaris), kelor (Moringa pterygosperma)
10. Penyakit Tulang Adas (Foeniculum vulgare), boro sapa (Erythrina
variegata), jahe (Zingiber officinale), kenderat (Mirabilis
jalapa), ketujur (Sesbania grandiflora), rengga/jarak
(Jatropha multifida), tetandan gritik (Alsomitra
macrocarpa)
*Catatan: Kelompok penyakit dan spesies tumbuhan obat selengkapnya tersaji pada Lampiran 7
Berdasarkan spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh warga masyarakat,
menunjukkan bahwa penyakit yang banyak diidap adalah penyakit panas. Salah
satu spesies tumbuhan obat untuk sakit kepala dan demam yang berpotensi
dikembangkan adalah binahong (Anredera cordifolia) (Gambar 34). Pada
beberapa negara spesies ini sudah lama dikenal sebagai tanaman obat potensial
yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Bahkan di Vietnam tumbuhan ini
merupakan makanan wajib bagi masyarakat. Menurut Manoi (2009) tumbuhan
binahong mempunyai manfaat sangat besar dalam dunia pengobatan, secara
empiris dapat menyembuhkan berbagai penyakit berat.
76
Tumbuhan binahong mengandung beberapa senyawa aktif seperti
flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin. Kemampuan binahong untuk
menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa aktif
yang terkandung di dalamnya seperti flavonoid. Flavonoid dapat berperan
langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi dari mikroorganisme
seperti bakteri dan virus (Manoi 2009).
Gambar 34 Binahong (Anredera cordifolia).
Kelompok penyakit terbanyak kedua adalah penyakit saluran pencernaan.
Warga masyarakat di Desa Jeruk Manis mengaku sering mengidap penyakit
seperti maag, sakit perut, mules, mencret, diare, cacingan, berak darah dan
beberapa penyakit saluran pencernaan lainnya. Dalam pengobatannya warga
masyarakat di desa ini menggunakan tumbuhan atau ramuan yang bermacam-
macam.
Terdapat tidak kurang dari 32 spesies tumbuhan yang digunakan oleh warga
masyarakat di Desa Jeruk Manis untuk mengobati penyakit yang berawal dari
gangguan saluran pencernaan. Beberapa spesies tumbuhan obat tersebut di
antaranya bayam (Amaranthus caudatus), blandengan (Leucaena leucocephala),
sabo (Manilkara zapota), nyambu batu (Psidium guajava) dan jejengas (Lantana
camara).
Nyambu batu merupakan spesies yang lebih sering dan umum digunakan
oleh masyarakat di desa ini untuk mengatasi persoalan yang diakibatkan oleh
gangguan saluran pencernaan. Nyambu batu dianggap ampuh mengobati sakit
77
perut, mules atau mencret. Warga biasa menggunakan nyambu batu dengan cara
dikunyah daun mudanya atau memakan langsung buah mudanya.
Bukti empiris khasiat nyambu batu diperkuat oleh Adina (2012) bahwa daun
nyambu seringkali digunakan untuk pengobatan diare, gastroenteritis dan keluhan-
keluhan lain yang berhubungan dengan pencernaan. Menurutnya daun nyambu
batu kaya akan senyawa flavonoid, khususnya quercetin. Senyawa inilah yang
memiliki aktivitas antibakteri dan berkontribusi terhadap efek antidiare. Ekstrak
dari tanaman ini secara in vitro bersifat toksik terhadap beberapa bakteri penyebab
diare seperti Staphylococcus, Salmonella, Shigella, Bacillus, Escherichia coli,
Clostridium dan Pseudomonas. Sementara itu polifenol yang ditemukan pada
daun diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
Nyambu batu banyak tumbuh di kawasan hutan Resort Kembang Kuning
TNGR, sisa dari program jalur hijau selebar 20 m dari batas luar kawasan pada
tahun 1998. Sebagai tanaman yang potensial untuk lebih dikembangkan, nyambu
batu memiliki banyak manfaat di antaranya merupakan sumber serat pangan
(dietary fiber) yang mampu mencegah penyakit degeneratif seperti kanker usus
besar (kanker kolon), divertikulosis, aterosklerosis, gangguan jantung, Diabetes
melitus, hipertensi dan penyakit batu ginjal. Selain itu tanaman ini memiliki
kandungan vitamin C yang tinggi yang berfungsi bagi sistem kerja tubuh manusia
(Balitbu 2008).
Kelompok penyakit/penggunaan terendah adalah untuk perawatan organ
tubuh wanita. Penyakit yang dimaksud adalah melangsingkan badan. Dari hal ini
dapat dijelaskan bahwa sebenarnya pola makan atau konsumsi yang terbentuk di
Desa Jeruk Manis membuat masyarakat khususnya wanita tidak mengidap
penyakit seperti obesitas atau kegemukan. Maka wajar bila penggunaan atau
pengetahuan mereka terhadap ramuan atau tumbuhan yang digunakan untuk
perawatan organ tubuh seperti melangsingkan badan, lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok penyakit/penggunaan lainnya.
Beberapa di antaranya spesies tumbuhan obat dapat saling menggantikan
satu sama lain untuk mengobati jenis penyakit yang sama (mempunyai nilai
subtitusi). Misalnya untuk pengobatan tunggal, seperti obat panas dapat
menggunakan buluan (Nephelium lappaceum), bunga jepun (Plumeria alba),
78
bluntas (Pluchea indica), adas (Foeniculum vulgare) serta beberapa spesies-
spesies lainnya.
Berdasarkan penemuan yang ada, tidak ada satu pun di antara spesies
tumbuhan yang diketahui dan digunakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk
Manis yang spesifik berdiri sendiri mengobati penyakit tertentu atau dengan kata
lain tidak mempunyai tumbuhan penggantinya (subtitusi). Justru yang ada ialah
beberapa spesies dapat mengobati berbagai macam penyakit bahkan digunakan
sebagai campuran berbagai ramuan pengobatan untuk berbagai jenis penyakit
(komplementer) seperti sekur (Kaempferia galanga).
5.3.5 Bagian yang digunakan
Berdasarkan bagian yang digunakan, spesies tumbuhan obat dapat
dikelompokkan ke dalam 13 macam yaitu akar, batang, biji, buah, bunga, daun,
getah, kulit batang, lendir pada pakis, rimpang/rhizoma, seluruh bagian tumbuhan
(herba), tunas dan umbi. Secara keseluruhan dilihat dari bagian tumbuhan yang
digunakan tersebut, daun merupakan bagian yang paling banyak digunakan yaitu
sebanyak 89 spesies (38%). Jumlah dan persentase bagian tumbuhan yang
digunakan untuk pengobatan suatu jenis penyakit tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah spesies dan persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan
No. Bagian tumbuhan obat yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Akar 22 10
2 Batang 18 8
3 Biji 13 6
4 Buah 22 10
5 Bunga 17 7
6 Daun 89 38
7 Getah 8 3
8 Kulit batang 9 4
9 Lendir pada pakis 1 1
10 Rimpang/Rhizoma 9 4
11 Seluruh bagian tumbuhan (herba) 12 5
12 Tunas 2 1
13 Umbi 6 3
Jumlah 228 100
79
Dominasi bagian daun yang digunakan, menjadi pertanda bahwa kearifan
tradisional dari nenek moyang masyarakat di Desa Jeruk Manis telah menjunjung
tinggi nilai-nilai konservasi. Hal ini karena dilihat dari aspek kelestarian
pemanfaatan spesies tumbuhan obat pada bagian daun tidak begitu berdampak
terhadap regenerasi tumbuhan. Berbeda halnya bila pemanfaatan spesies
tumbuhan obat tersebut pada bagian akar dan batang yang dilakukan secara
berlebihan dikhawatirkan akan berdampak terhadap regenerasi tumbuhan
berikutnya, khususnya yang berhabitus pohon.
Pemanfaatan bagian daun ini menjadi bukti bahwa kearifan tradisional dapat
dijelaskan secara ilmiah karena daun mengandung berbagai macam zat mineral.
Daun merupakan organ tumbuhan yang penting, karena pada daun terdapat
komponen dan sekaligus tempat berlangsungnya proses fotosintesis, respirasi dan
transpirasi (Santoso & Hariyadi 2008).
5.3.6 Keanekaragaman habitus
Spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat Suku
Sasak di Desa Jeruk Manis dikelompokkan juga berdasarkan habitusnya.
Berdasarkan habitusnya tersebut, spesies tumbuhan obat dibagi dalam 7 kelompok
habitus yaitu epifit/benalu, herba, liana, pakis-pakisan, perdu, pohon dan semak.
Jumlah spesies dan persentase tumbuhan obat berdasarkan habitusnya terdapat
pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16 Jumlah spesies dan persentase tumbuhan obat berdasarkan habitus
No Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Epifit/benalu 2 1
2 Herba 60 39
3 Liana 19 12
4 Pakis-pakisan 2 1
5 Perdu 29 19
6 Pohon 35 22
7 Semak 9 6
Jumlah 156 100
Habitus dengan jumlah spesies terbanyak adalah herba yakni sebanyak 60
spesies (39%). Beberapa contoh spesies tumbuhan obat yang berhabitus herba
80
adalah blincang 1 (Begonia grandis), blincang 2 (Begonia isoptera), punti (Musa
spp.), ketepu (Ophiorrhiza neglecta), jahe (Zingiber officinale) dan sempol
(Hedychium coronarium). Spesies-spesies ini merupakan tumbuhan dari famili
Begoniaceae, Musaceae, Rubiaceae dan Zingiberaceae. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh Mackinnon et al. (2000) bahwa banyak suku tumbuhan yang
memberikan sumbangan bagi lapisan herba, termasuk Monocotiledone seperti
jahe-jahean, pisang liar, begonia, Gesneriaceae, Melastomataceae, Rubiaceae,
berbagai spesies paku dan anggrek.
Spesies berhabitus herba memiliki daya adaptasi yang tinggi. Hal ini seperti
yang dijelaskan oleh Hutasuhut (2011) bahwa spesies herba memiliki daya saing
yang kuat dan adaptasi yang tinggi terhadap tumbuhan di sekitarnya (seperti
semak, perdu, bahkan pohon) sehingga mampu tumbuh di tempat yang kosong.
Herba berperan penting dalam siklus hara tahunan. Serasah herba yang
dikembalikan pada tanah mengandung unsur-unsur hara yang cukup tinggi.
Menurut Soeriaadmadja (1997), herba berfungsi sebagai penutup tanah yang
berperan penting dalam mencegah rintikan air hujan dengan tekanan keras yang
langsung jatuh ke permukaan tanah, sehinggga akan mencegah hilangnya humus
oleh air.
Habitus lainnya yang juga dominan digunakan adalah pohon. Banyaknya
pohon yang dimanfaatkan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk Manis,
mengungkapkan bahwa upaya konservasi tumbuhan obat juga harus didukung
dengan upaya konservasi ekosistem hutan yang tersusun atas berbagai struktur
vegetasi terutama pohon. Hal ini seperti yang dijelaskan Zuhud (2009) bahwa
konservasi keanekaragaman tumbuhan obat Indonesia mutlak memerlukan
ekosistem hutan yang alami dengan struktur vegetasi pohon dari berbagai spesies
dengan konstruksi strata tajuk yang berlapis-lapis.
5.3.7 Bentuk ramuan
Berdasarkan bentuk ramuannya, setidaknya ada 48 jenis penyakit dengan 86
bentuk ramuan tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di
Desa Jeruk Manis baik itu yang tumbuh liar, semi budidaya, maupun hasil
budidaya. Ramuan-ramuan tersebut berasal dari 75 spesies tumbuhan. Hal ini
81
menunjukkan dari total tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh warga
masyarakat yakni 156 spesies tumbuhan, maka terdapat 81 spesies tumbuhan
dalam bentuk obat tunggal. Beberapa bentuk ramuan tersaji pada Tabel 17 berikut
ini.
Tabel 17 Bentuk ramuan berdasarkan jenis penyakit atau penggunaannya*
No. Jenis
Penyakit atau Penggunaan
Ramuan Cara
Pengolahan
Cara
Pemakaian
1. Cacar Daun Beberas + Rimpang Sekur Dikuyah Disemprotin
2. Sihir atau
Guna-guna
Daun dan Batang Muda Kelor + Kapur Dikuyah Disemprotin
3. Kedinginan Rimpang Bujak + Rimpang Jahe Diparut Diminum
4. Membatasi
Kehamilan
Kulit Kayu Banten + Buah Nanas + Tape
+ Gula Merah
Diparut Diminum
5. Gatal-Gatal Daun Buaq + Daun Sirih Direbus Air Mandi
6. Kencing
Manis
Umbi Binahong + 7-11 Daun Sirih Direbus Diminum
7. Keputihan 1 Lembar Daun Pepaya + Akar Alang-
alang +Adas
Direbus Diminum
8 Keracunan 7 Lembar Daun Nyambu + Bebembe Putih Direbus Diminum
9. Letih dan
Lesu
Daun Cengkeh + Daun Laos + Daun Jarak
Pagar + Daun Pisang + Daun Merica
Direbus Air Mandi
*Catatan: Bentuk ramuan berdasarkan jenis penyakit atau penggunaannya, selengkapnya tersaji
pada Lampiran 8
Sebagian besar ramuan obat untuk mengobati penyakit menggunakan
campuran sekur (Kaempferia galanga). Beberapa juga ada yang menggunakan
bawang mira (Allium cepa), adas (Foeniculum vulgare) serta spesies-spesies
lainnya. Terkadang pada beberapa ramuan ditambahkan kapur, madu atau garam
untuk mempercepat proses penyembuhan.
Dominannya penggunaan sekur di berbagai ramuan obat, menjadi pertanda
bahwa khasiat dari tumbuhan ini sangat besar. Menurut Balai IPTEKnet (2005),
dalam rimpang kencur mengandung pati (4,14%), mineral (13,73%) dan minyak
atsiri (0,02%) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, ethyl aster, asam
sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom.
Sekur dapat mengobati berbagai macam penyakit. Menurut Wirapati (2008)
dalam kencur terdapat beberapa senyawa aktif saponin, flavonoid, polifenoid dan
alkaloid yang dalam jumlah sedikit mempunyai peranan pada proses metabolisme.
82
Artinya perananan tumbuhan sekur bagi pencernaan yang mengatur metabolisme
manusia sangatlah penting.
Saluran pencernaan merupakan sumber awal dari berbagai jenis penyakit.
Seperti yang disebutkan oleh Zuhud (2009) bahwa awal dari semua penyakit
adalah bermula dari proses pencernaan yang terganggu. Hal ini menunjukkan akan
peranan penting sekur sebagai komplementer ramuan yang dapat mengobati
berbagai macam penyakit.
5.3.8 Cara pengolahan
Terdapat sebanyak 21 cara pengolahan tumbuhan obat baik pada
penggunaan bentuk ramuan maupun obat tunggal. Pengolahan yang paling banyak
adalah dengan cara ditumbuk dan direbus seperti tersaji pada Tabel 18 berikut ini.
Tabel 18 Jumlah spesies tumbuhan obat dilihat dari cara pengolahannya
No. Cara Pengolahan Jumlah Spesies
Tunggal Ramuan
1 Dibakar lalu diparut 1 -
2 Dikeringkan 1 -
3 Dikunyah 2 2
4 Dipanaskan 3 -
5 Diparut lalu disaring 17 2
6 Diparut lalu direbus 2 -
7 Diremas lalu diseduh 1 -
8 Direbus 54 16
9 Direbus lalu ditumbuk 1 -
10 Diremas 12 14
11 Direndam 2 -
12 Disangrai lalu ditumbuk 2 -
13 Diseduh 2 -
14 Diteteskan dalam air 2 -
16 Ditumbuk 49 35
17 Ditumbuk lalu dijemur - 1
18 Ditumbuk lalu direbus - 2
19 Ditumbuk lalu direndam 1 1
20 Ditumbuk lalu diseduh 2 -
21 Langsung digunakan 33 2
Jumlah 187 75
83
Pengolahan tumbuhan obat dengan cara ditumbuk dapat dilihat saat
pengobatan luka dan patah tulang. Dalam mengobati luka dan patah tulang
tersebut, masyarakat Desa Jeruk Manis biasa menggunakan adas (Foeniculum
vulgare) dan sekur (Kaempferia galanga) yang ditumbuk lalu ditempelkan pada
bagian yang sakit. Pengolahan lainnya yang dilakukan dengan cara ditumbuk
adalah untuk mengobati sakit pada bagian sendi lutut yang menggunakan daun re
(Imperata cylindrica).
Adapun spesies yang pengolahannya dengan cara direbus adalah kecepok
(Physalis angulata). Rebusan herba tumbuhan ini dapat mengobati kencing manis,
panas dalam dan malaria. Selain itu mengkudu (Morinda citrifolia) yang
digunakan untuk mencegah kehamilan juga pengolahannya dilakukan dengan cara
direbus yakni satu buah mengkudu dan rimpang memunti (Costus speciosus)
secukupnya.
Biasanya obat yang ditumbuk digunakan untuk pemakaian obat luar yaitu
dengan cara ditempel atau dioles. Sementara itu tumbuhan yang diolah dengan
cara direbus, digunakan sebagai obat dalam dengan cara diminum. Dalam
mengolah tumbuhan obat, umumnya takaran yang digunakan untuk bahan yang
ditumbuk dan direbus adalah bagian tumbuhan yang berjumlah ganjil seperti tujuh
lembar daun. Hal ini karena masyarakat di Desa Jeruk Manis mempercayai bahwa
angka ganjil tersebut merupakan angka yang baik untuk pengobatan dan mereka
mempercayai bahwa Sang Khalik menyukai angka ganjil.
Adapun takaran yang digunakan saat merebus air umumnya adalah dari tiga
gelas air sampai bersisa kira-kira tinggal satu gelas. Tumbuhan obat yang direbus
ini bisa digunakan dua sampai tiga kali sehari yakni pagi dan sore atau pagi, siang
dan malam hari.
Selain cara pengolahan tumbuhan obat di atas, terdapat pula tumbuhan obat
yang tidak mengalami proses pengolahan atau dengan kata lain langsung
digunakan. Jumlah tumbuhan obat yang langsung digunakan adalah 33 spesies
untuk penggunaan tunggal dan 2 spesies tumbuhan berupa ramuan. Misalnya,
untuk obat malaria dapat menggunakan biji buah mahoni (Swietenia macrophylla)
dengan cara dimakan atau langsung ditelan. Daun nyambu batu (Psidium guajava)
yang masih muda ± 3-5 lembar dapat dimakan langsung untuk mengobati sakit
84
perut atau mencret. Sakit gigi dapat menggunakan getah kumbi
(Tabernaemontana macrocarpa) dengan cara diteteskan langsung pada gigi yang
sakit. Sedangkan untuk menghaluskan kulit dapat langsung menggunakan daun
lekong (Aleurites moluccana) yang telah gugur atau menguning dengan
digosokkan pada bagian kulit.
Spesies tumbuhan dalam bentuk ramuan yang langsung digunakan (tanpa
pengolahan) adalah lemaq (Ficus Septica) dan nyiur (Cocos nucifera). Dengan
campuran kapur, lemaq dioleskan pada bagian kulit yang terkena kutil.
Sebelumnya bagian kulit yang terkena kutil tersebut dilukai terlebih dahulu.
Sementara itu nyiur digunakan sebagai obat kuat dengan cara meminum airnya
yang telah dicampur dengan bubuk lada/merica (Piper nigrum).
Selain cara pengolahan direbus dan ditumbuk, tumbuhan obat juga ada yang
diparut lalu disaring. Biasanya spesies-spesies yang diolah dengan cara diparut ini
adalah spesies yang memiliki umbi atau rimpang seperti famili Zingiberaceae.
Misalnya, kunyit (Curcuma domestica) dengan cara diparut digunakan untuk sakit
pada bagian payudara ibu yang baru melahirkan (Gambar 35).
Gambar 35 Kunyit (Curcuma domestica) yang diparut.
Pengolahan tumbuhan obat dengan cara diparut di desa ini, relatif berbeda
dengan desa atau tempat lainnya. Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis
dalam hal pengobatan lebih menggunakan “elong pari” (ekor pari) untuk memarut
tumbuhan obat. Mereka mempercayai bahwa penggunaan “elong pari” akan
membawa khasiat lebih baik untuk penyembuhan dibandingkan dengan
menggunakan alat parut biasa.
85
Cara pengolahan tumbuhan obat lainnya adalah ditumbuk lalu direbus atau
sebaliknya direbus baru ditumbuk. Masing-masing dapat dicontohkan dengan
spesies yang berbeda. Cara pengolahan ditumbuk lalu direbus adalah ketumbi
(Phylanthus urinaria) untuk mengobati luka bakar. 3-7 batang ketumbi lengkap
(akar, batang, daun dan bunga) dicampur dengan 1 rimpang sekur (Kaempferia
galanga), 3 buah cengkeh kering (Syzygium aromaticum) dan 1 potong kayu
manis (Cinnamomum burmannii). Ketumbi ditumbuk halus dan sekur diiris tipis-
tipis. Setelah itu semua bahan direbus dalam 3 gelas air sampai mendidih. Saring
dan setelah hangat diminum.
Pengolahan yang dilakukan dengan cara direbus lalu ditumbuk adalah
taruna semalam (Arthrophyllum javanicum). Buah dari tumbuhan ini direbus lalu
ditumbuk. Buat menyerupai pil dan diminum. Penggunaan tumbuhan ini untuk
obat kuat.
5.3.9 Cara pemakaian
Terdapat sebanyak 21 cara pemakaian tumbuhan obat baik pada penggunaan
bentuk ramuan maupun obat tunggal. Cara pemakaian yang paling banyak
digunakan adalah dengan diminum, yaitu 80 spesies obat tunggal dan 36 spesies
ramuan. Jumlah spesies tumbuhan obat dilihat dari cara pemakaiannya terdapat
pada Tabel 19.
Obat yang diminum ini diperoleh dari proses perebusan, peremasan,
ditumbuk, diseduh, diparut maupun kombinasi dari beberapa cara pengolahan.
Tumbuhan yang direbus contohnya adalah putri malu (Mimosa pudica). Semua
olahan tumbuhan ini dilakukan dengan cara direbus lalu diminum baik itu untuk
mengobati batuk berdahak, sulit tidur, menurunkan tekanan darah maupun
rematik.
Tumbuhan obat yang diremas contohnya adalah empet-empet (Ophiorrhiza
japonica). Untuk mengobati sakit panas dan anak bayi yang terus menerus
menangis dapat menggunakan daun empet-empet yang diremas dalam air lalu
airnya diminum.
Ada pula tumbuhan yang digunakan merupakan kombinasi dua cara
pemakaian seperti diminum dan dioleskan atau diusapkan pada seluruh badan.
86
Masyarakat Desa Jeruk Manis mempercayai bahwa penggunaan cara dalam
dengan diminum juga cara luar seperti dioleskan atau diusapkan ke badan dapat
mempercepat kesembuhan penyakit yang diidap.
Tabel 19 Jumlah spesies tumbuhan obat dilihat dari cara pemakaian
No. Cara Pemakaian Jumlah Spesies
Tunggal Ramuan
1 Air Mandi 3 2
2 Berkumur 2 -
3 Dibakar 1 -
4 Digantungkan 1 -
5 Digosok 2 -
6 Diinjak 1 -
7 Dikompres 2 -
8 Dikucek 2 1
9 Dimakan/Dikunyah 19 1
10 Diminum 80 36
11 Diminum dan Dioleskan 3 12
12 Diminum dan Disiram 1 -
13 Dioleskan/Lumuri/Diusapkan 13 7
14 Disemprotkan 1 2
15 Disiram 1 -
16 Ditelan 3 -
17 Ditempel 29 6
18 Diteteskan 10 1
19 Hisap Seperti Rokok 1 -
20 Kaki Direndam 1 1
21 Keramas Rambut 11 6
Jumlah 187 75
Punti (Musa spp.) merupakan salah satu spesies yang digunakan dengan
memadukan dua cara pemakaian. Punti digunakan untuk mengobati sakit panas
dan mencret. Dengan tunas punti bersama dengan bawang mira (Allium cepa),
keduanya diremas dalam piring yang telah berisi air. Air tersebut lalu diminum,
sisanya diusapkan pada seluruh bagian badan.
Selain punti, spesies yang diminum dan dioleskan adalah pade (Oryza
sativa). Tidak hanya berfungsi sebagai sumber karbohidrat, tanaman ini berfungsi
sebagai obat panas, badan yang tidak bisa gemuk serta batuk pada anak kecil.
Dengan ramuan berupa campuran sekur (Kaempferia galanga), adas (Foeniculum
87
vulgare), empet-empet (Ophiorrhiza japonica), iyu-iyu (Ophioglossum
reticulatum) dan rampang siso (Drymaria cordata), tumbuhan ini ditumbuk halus,
lalu dibentuk menyerupai pil kecil-kecil. Pil tersebut lalu dijemur agar kering dan
mengeras. Pil yang sudah mengering dan keras tersebut dikenal dengan nama
bubus (Gambar 36). Cara pemakaiannya adalah meminum bubus yang telah
dilarutkan dalam satu gelas air. Air tersebut tidak semuanya diminum melainkan
¼ nya digunakan untuk dioleskan atau diusapakan di badan.
Gambar 36 Bubus: ramuan obat yang terbuat dari bahan dasar padi (Oryza sativa)
Kombinasi lainnya adalah diminum dan disiram. Spesies yang diminum dan
disiram ini salah satunya adalah kayu putih (Melaleuca leucadendra) yang
digunakan untuk mengatasi masalah gatal-gatal pada kulit. Cara pemakaiannya
adalah hasil rebusan daun kayu putih sebanyak 1 panci (±3 genggam daun segar
kayu putih) diminum segelas. Sisanya disiram pada seluruh permukaan kulit.
Pemakaian dengan cara keramas, merupakan cara pemakaian khusus bagi
tumbuhan yang digunakan untuk kesehatan rambut seperti menghitamkan rambut,
mengilangkan ketombe, bau rambut, kutu rambut serta beberapa permasalahan
lainnya yang berkaitan dengan rambut. Beberapa contoh tumbuhan yang
digunakan untuk kesehatan rambut adalah pepait (Tagetes erecta), pakis lendir
(Pteris tripartita), nyiur (Cocos nucifera), lidah buaya (Aloe vera) serta spesies-
spesies lainnya.
88
Pemakaian tumbuhan obat dengan cara diteteskan, misalnya untuk
mengobati luka, sakit gigi atau sakit mata. Umumnya tumbuhan obat yang
digunakan ini diambil bagian getahnya atau air yang terdapat dalam tumbuhan
tersebut dan langsung diteteskan pada bagian yang sakit. Adapun pemakaian
tumbuhan obat dengan cara mengunyah, misalnya untuk sakit perut dan diare,
cukup dengan mengunyah daun nyambu batu (Psidium guajava) 3-5 lembar.
Pemakaian dengan cara dikunyah atau dimakan, umumnya merupakan spesies
tumbuhan obat yang juga digunakan sebagai bahan pangan sehingga aman untuk
dikonsumsi langsung (tanpa melewati proses pengolahan terlebih dahulu).
Pemakaian tumbuhan obat dengan cara ditelan, umumnya berbentuk biji
yang terasa pahit bila dikunyah. Misalnya, biji buah mahoni (Swietenia
macrophylla) yang digunakan untuk obat malaria dan anti nyamuk. Selanjutnya,
pemakaian tumbuhan obat dengan cara dikucek adalah tumbuhan obat yang
digunakan untuk mengobati sakit mata seperti mata merah atau terdapat kerikil di
dalam mata, seperti jamplung (Calophyllum inophyllum).
Adapun yang dipakai sebagai air mandi adalah tumbuhan obat yang biasa
digunakan untuk menghilangkan rasa pegal di badan sehabis kerja atau juga untuk
mengatasi permasalah kulit atau penyakit kulit seperti gatal-gatal (genit), kulit
kemerah-merahan (tiwang) dan borok (selamaq). Salah satu spesies tumbuhan
obat untuk mengatasi permasalahan kulit tersebut adalah dengan rebusan air daun
sirih monyet (Piper betle).
Pemakaian tumbuhan obat dengan cara merendam kaki umumnya
digunakan untuk mengobati penyakit rematik. Tumbuhan yang digunakan adalah
ketujur (Sesbania grandiflora) dan pace (Morinda citrifolia). Rebusan dari daun
tumbuhan ini, digunakan untuk merendam kaki yang terkena penyakit rematik.
Cara pemakaian dengan dihisap seperti rokok adalah spesies tumbuhan yang
digunakan sebagai obat penenang. Tumbuhan tersebut adalah kecubung (Datura
suaveolens). Bunga tumbuhan ini yang telah diiris layaknya tembakau,
dikeringkan lalu pintir menjadi batang rokok dan dihisap. Sedangkan tumbuhan
yang dipakai dengan hanya digantungkan adalah lombos (Amorphophallus
variabilis). Warga masyarakat Desa Jeruk Manis mempercayai dengan
89
menggantungkan batang dan daun tumbuhan ini di sekitar rumah, maka nyamuk
tidak akan datang.
Serupa dengan lombos yang digunakan untuk mengusir nyamuk, terep
(Artocarpus elasticus) juga memiliki fungsi yang sama, hanya saja cara
pemakaiannya yang berbeda. Cara pemakaian terep adalah dengan membakar
bunga yang telah kering dari tumbuhan ini di sekitar rumah. Bau yang dihasilkan
dari pembakaran bunga terep, diyakini oleh masyarakat menjadi racun yang dapat
mematikan nyamuk ketika menghirup baunya.
5.4 Kondisi Kesehatan Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis
Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memandang arti sehat apabila
badan terasa segar, makan terasa enak, kerja penuh semangat, tidak sakit atau
mengidap penyakit yang menjadi penghalang untuk beraktivitas (badan terasa
sakit, panas atau makan terasa pahit). Menurut UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Berdasarkan definisi yakni keadaan sejahtera dari badan dan tidak mengidap
penyakit maka dapat dijelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Desa Jeruk
Manis tidak memiliki riwayat penyakit yang berat. Penyakit yang umum diidap
masyarakat adalah penyakit ringan. Kelompok penyakit yang sering diidap warga
masyarakat adalah sakit kepala dan demam seperti panas dan demam atau
penyakit saluran pencernaan seperti maag, sakit perut, mules, mencret, diare,
cacingan, berak darah dan beberapa penyakit saluran pencernaan lainnya.
Kajian etnobotani tumbuhan obat yang dilakukan pun menunjukkan hal
yang sama. Dari 156 spesies tumbuhan obat yang diketahui dan digunakan oleh
warga masyarakat di Desa Jeruk Manis, menunjukkan hasil bahwa sebagian besar
penggunaan tumbuhan adalah untuk mengobati penyakit panas, demam atau
kelompok penyakit yang berkaitan dengan saluran pencernaan.
Penyakit yang banyak diidap oleh masyarakat ini tidak bisa dilepaskan dari
pekerjaan atau aktivitas warga masyarakat setiap harinya yakni didominasi oleh
pekerjaan bertani dan berternak. Profesi ini bukanlah pekerjaan yang mudah.
90
Diperlukan fisik yang kuat dan tenaga ekstra untuk menjadi seorang petani atau
peternak.
Aktivitas yang tidak mengenal waktu, mulai pagi sampai sore atau bekerja
di terik matahari merupakan awal penyebab warga masyarakat mudah terserang
penyakit. Menurut Supardi dan Notosiswoyo (2005) penyebab sakit demam atau
panas adalah udara kotor, menghisap debu kotor, pergantian cuaca, kondisi badan
lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama dan keletihan. Semua indikasi penyebab
ini, sangat mungkin dialami oleh warga yang bekerja sebagai petani dan peternak.
Oleh karenanya wajar bila warga masyarakat banyak yang terserang penyakit
panas dan demam. Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan Soejoeti (2008)
bahwa lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya
(dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Selain dari aktivitas, pola konsumsi atau asupan nutrisi makanan juga dapat
menjadi faktor penting terhadap kondisi kesehatan seseorang. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Soejoeti (2008) bahwa secara naturalistik seseorang menderita
sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup,
ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga masuk angin dan penyakit
bawaan. Sekalipun warga masyarakat di Desa Jeruk Manis memiliki pola
konsumsi yang teratur juga asupan nutrisi yang cukup baik, namun bila tidak
diimbangi dengan aktivitas atau kalori yang keluar maka juga dapat menjadi awal
penyebab munculnya penyakit.
Pendidikan juga dapat menjadi indikator penting dalam menilai tingkat
kesehatan masyarakat karena dengan pendidikan yang rendah maka
kemampuannya dalam menangkap informasi untuk meningkatkan kualitas gizi
keluarga pun akan lemah. Hal ini diperkuat dangan pernyataan Hanani (2009)
bahwa buta huruf menjadi indikator penting bagi rendahnya kualitas gizi keluarga.
Kondisi ini berbeda jauh dengan yang terjadi di Desa Jeruk Manis. Tidak
ada relevansi yang nyata antara tingkat pendidikan dengan kondisi kesehatan
masyarakat di Desa Jeruk Manis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengobatan
terhadap penyakit yang sering menyerang warga masyarakat merupakan hasil dari
fakta empiris nenek moyang yang teruji melalui trial and error mampu mengobati
suatu penyakit tertentu.
91
5.5 Kearifan tradisional Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis
Kearifan tradisional yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat Suku
Sasak di Desa Jeruk Manis, terbungkus oleh aturan-aturan yang lebih dikenal oleh
masyarakat setempat dengan nama awig-awig. Menurut Sartini (2004) kearifan
tradisional merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat,
tumbuh dan berkembang secara terus menerus dalam kesadaran masyarakat,
berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan
dengan kehidupan yang sakral sampai yang profan.
Kearifan tradisional ini erat kaitannya dengan upaya mendukung konservasi
khususnya kelestarian kawasan karena sebagian besar kearifan tradisional tersebut
tumbuh dan berkembang pada masyarakat pelosok, pinggiran hutan yang jauh dari
pengaruh luar atau global. Menurut Suhartini (2009) dalam perkembangannya
masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan mengembangkan
suatu kearifan yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan
norma adat dan nilai budaya.
Keberagaman bentuk adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam
satu komunitas masyarakat merupakan warisan secara turun temurun yang
kemudian menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungannya. Bentuk adaptasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kearifan
tradisional. Pentingnya mempelajari kearifan tradisional merupakan wujud
penghormatan pada leluhur terdahulu juga menjaga keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup.
Khusus untuk masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis tradisi/kearifan
tradisional tersebut tidaklah tertulis dan penerapannya pun tidak sekental
masyarakat yang masih memegang teguh ritual tradisi adat seperti yang
berlangsung di Desa Adat Senaru atau Desa Bayan. Masyarakat di desa ini
memahami awig-awig sebagai sebuah kepercayaan atau kebiasaan sosial yang
baik untuk diikuti namun tidak harus semua dilaksanakan. Adapun
kebiasaan/kearifan tradisional tersebut di antaranya adalah cara memperlakukan
padi dengan mengadakan upacara atau syukuran sebelum dan sesudah panen dan
sikap menghargai lingkungan.
92
5.5.1 Cara memperlakukan padi
Masyarakat Suku Sasak khususnya yang tinggal di wilayah Lombok Timur
seperti di Desa Jeruk Manis dalam hidupnya terkait sistem ketahanan pangan,
melakukan pola tanam pada waktu-waktu tertentu, biasanya pada waktu ton
(musim hujan). Tumbuhan yang ditanam tersebut seperti padi (Oryza sativa),
jagung (Zea mays) dan tanaman lain sebagai bahan makanan utama.
Salah satu tradisi Suku Sasak yang kini mungkin nyaris punah adalah
prosesi tanam (bercocok tanam) dan panen padi yang sarat dengan pesan dan
makna serta kearifan kearifan tradisional yang ada di dalamnya. Biasanya padi
yang digunakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis adalah jenis
padi bulu (Javonica). Masyarakat di desa ini juga mengenal beberapa nama padi
lainnya seperti padi gama, padi merah dan padi kombo.
Para petani di Desa Jeruk Manis masih percaya dengan adanya rezeki yang
berlimpah asalkan mau bekerja. Tuhan akan selalu merestui dan memberkati
umat-Nya kalau mau bekerja keras. Berdasarkan dalil dan kepercayaan ini, para
petani di Desa Jeruk Manis tidak mau berdiam diri. Mereka sadar bahwa rezeki
yang diberikan Tuhan harus dicari.
Berdasarkan dalil dan kepercayaan ini juga para petani tidak membiarkan
istri-istri mereka berdiam diri. Saat menanam padi, para istri turut dilibatkan
(Gambar 37). Selanjutnya pada saat panen dan syukuran atau selamatan, para ibu-
ibu memegang peranan yang sangat vital. Biasanya, mereka memasak makanan
untuk disuguhkan kepada para toaq lokaq (orang yang dituakan) dan juga para
keluarga.
Gambar 37 Para istri dilibatkan dalam kegiatan mencabut bibit padi (reas).
93
5.5.1.1 Upacara bercocok tanam
Masyarakat Lombok Timur khususnya di Desa Jeruk Manis sejak dahulu
kala bermata pencaharian dari bercocok tanam (bertani). Dalam budaya Sasak
sebelum menanam padi di sawah, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan:
a. Mempersiapkan bibit yang terbaik dari hasil panen tahun lalu yang
ditempatkan pada bagian atas lumbung (pantek bale), hal ini dimaksudkan
supaya bibit tetap terpelihara dengan baik dan tidak dimakan hama.
b. Jika musim hujan diperkirakan akan tiba para petani mempersiapkan diri
menurunkan bibit dengan menyiapkan daun bikan, sejenis rumput, daun
jeringo yang akan digunakan sebagai bubus, selanjutnya air rendaman empit
(kerak nasi).
c. Acara penanaman bibit dengan do'a dan harapan agar padi yang ditanam putih
seperti air beras. Baru kemudian bibit siap untuk ditanam.
d. Setelah tiba waktunya, bibit dicabut untuk ditanam secara bergotong royong,
tua muda, laki dan perempuan. Acara gotong royong sesuai jadwal yang
ditetapkan oleh pekasih (petugas pengatur air sawah penduduk). Disetiap sudut
petakan sawah juga ditempatkan tanaman bage (Tamarindus indica) sebagai
tanda gedeng nao (agar hama tidak masuk menyerang padi yang baru ditanam).
5.5.1.2 Upacara tong-tong suit (panen padi)
Upacara ini dilakukan apabila tanaman di sawah sudah waktunya dipanen.
Pemilik sawah kemudian mencari toaq lokaq (orang yang dituakan), ahli agama
(ustadz, ulama atau tuan guru), juga para tetangga untuk mengadakan upacara
syukuran atau selamatan. Prosesinya adalah:
a. Menyiapkan ancak yaitu anyaman dari bambu yang berbentuk segi empat yang
digunakan sebagai pengganti nare (dulang).
b. Ancak diisi dengan nasi sebatok (seperiuk kecil) dengan dialasi dengan
dedaunan. Selain dari tradisi ini, ada pula yang menggunakan seserahan
ketupat saat syukuran atau selamatan.
c. Di atas nasi atau ketupat diletakkan lekoq lekes yang terdiri dari daun
sirih, buah pinang, tembakau dan rokok.
94
d. Setelah selesai barulah tuan guru (ulama) memberikan do'a (memutah). Hal ini
sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Khalik karena masih diberikan rezeki
memanen padi. Selanjutnya, perlengkapan dibawah ke sawah untuk dipasang
atau digantung di tempat saluran air pertama yang masuk ke sawah. Pamong
desa mulai panen dengan membuat inaq pade (induk padi) yang diletakkan di
atas ancak. Setelah itu panen bisa dilaksanakan.
Lumbung penyimpan beras (pantek bale) dalam kehidupan sehari-hari tidak
boleh dalam keadaan kosong. Padi/gabah diambil dari lumbung pada saat
persedian beras yang ada sudah hampir habis atau bila ada upacara tertentu atau
keadaan darurat.
Begitulah cara masyarakat di Desa Jeruk Manis memperlakukan padi
sebagai sumber pangan dan mengelola ketahanan pangan secara tradisional. Jika
kearifan tradisional ini tetap dipertahankan, maka ketersediaan pangan yang
tersimpan dalam lumbung padi (pantek bale) dan kelestarian varietas padi yang
digunakan akan selalu terjaga. Hal ini menjadi ketahanan pangan tersendiri bagi
masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis dalam menghadapi isu permasalahan
pangan saat ini.
5.4.2 Sikap menghargai lingkungan
Sebelum memasuki kawasan hutan, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang
sering dilaksanakan oleh masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis. Mereka
mempercayai bahwa kawasan hutan TNGR merupakan rumah bagi makhluk
lainnya yang kasat mata. Bukan berarti syirik melainkan saling mengormati
sesama ciptaan Tuhan. Hal ini pula yang kemudian menentukan sikap dan tingkah
laku warga masyarakat di Desa Jeruk Manis sejak dahulu hingga sekarang yang
sangat menghargai lingkungan alam (hutan).
Saat ingin masuk hutan dengan tujuan tertentu seperti berburu atau mencari
ramuan tumbuhan obat biasanya warga masyarakat menempatkan daun muda
yang telah diiris lalu ditempatkan pada pohon yang besar. Biasanya pohon yang
dituju adalah pohon yang berada di sekitar mata air di dalam kawasan hutan
TNGR. Penempatan daun muda di pohon besar tersebut dimaksudkan sebagai
penyawiq atau pemberitahuan bahwa mereka ingin masuk hutan.
95
Selain itu, masyarakat di Desa Jeruk Manis juga terbiasa tidak menebang
pohon di dalam hutan. Bahkan di lahan milik pribadi, satu pohon yang ditebang
harus digantikan oleh sepuluh bibit pohon yang sama. Kebiasaan ini juga terlihat
saat masyarakat di Desa Jeruk Manis mengambil bahan dari hutan untuk dijadikan
ramuan obat.
Tumbuhan obat yang diambil dari hutan hanya digunakan untuk keperluan
pada saat sakit itu saja (pemanfaatan lestari). Beberapa tumbuhan obat yang
bernilai fungsional juga telah dibudidayakan oleh warga masyarakat di Desa Jeruk
Manis untuk mengurangi pengambilan langsung dari hutan. Hal ini mereka
lakukan untuk menjaga kelestarian hutan tersebut.
Menjaga kelestarian hutan merupakan wujud kesadaran warga di Desa Jeruk
Manis akan arti pentingnya hutan. Masyarakat di desa ini meyakini bahwa
kelestarian hutan akan sangat menentukan ketersedian mata air bagi desa mereka.
Air sangatlah penting bagi masyarakat di desa ini karena sebagian besar
masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan keberdaan air sangat penting bagi
pengairan sawah mereka.
Masyarakat juga dilarang membuang sampah dan membakar di dalam
hutan, termasuk membuang sampah atau limbah rumah tangga di sungai, got atau
selokan. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hutan dan kebersihan ini
tanpaknya karena ada rasa kebersamaan dan senasib sepenanggungan antara
warga.
Selain kepedulian warga terhadap lingkungan fisik, warga Desa Jeruk Manis
juga sangat peduli terhadap lingkungan sosialnya. Budaya gotong royong atau
saling tolong menolong (siru balas) masih kental terlihat di desa ini. Saat
menghadapi warga yang terkena musibah kematian atau saat mengadakan hajatan
tertentu, seperti pembangunan rumah, pesta perkawinan, sunatan, aqiqah dan lain
sebagainya, warga masyarakat turut berpartisipasi, baik dengan tenaga, barang
atau dengan uang.
Setiap yang membantu biasanya diberi makan sebagai bentuk ucapan terima
kasih. Hal ini sudah biasa berlangsung di Desa Jeruk Manis. Bahkan pada warga
yang tertimpah musibah atau terlihat kurang mampu setiap warga yang membantu
tersebut justru tidak ingin merepotkan dan cukup makan di rumah masing-masing.
96
5.6 Sintesis Pengembangan Tumbuhan Pangan dan Obat Potensial
Salah satu yang menjadi akar permasalahan konservasi adalah
ketidakberlanjutan pengetahuan lokal atau estafet local and tradisional
knowledge. Proses konservasi menjadi sulit ketika proses dari masa lalu tidak
bersambung ke masa kini. Pengalaman-pengalaman atau kearifan tradisional yang
diterapkan oleh nenek moyang terdahulu, kini banyak ditinggalkan dan dianggap
kuno. Budaya lokal nenek moyang kini telah banyak berganti dengan budaya
modern.
Kondisi umum budaya bangsa Indonesia juga diperparah dengan
dimanjanya bangsa Indoensia akan keanekaragaman hayati hutan tropika
Indonesia yang tinggi atau melimpah. Banyaknya pilihan yang dapat
dimanfaatkan dari hutan menjadi faktor yang mempengaruhi dan melonggarkan
daya juang serta semangat masyarakat untuk menggali, mengembangkan dan
memelihara pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati
tersebut.
Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang juga memiliki
potensi keanekaragaman hayati yang tinggi juga seharusnya mampu
dimaksimalkan pemanfaatannya guna menunjang kesejahteraan masyarakat
sekitar. Salah satu masyarakat desa sekitar hutan yang masih memiliki kearifan
tradisional dalam hal pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan dari kawasan TNGR
adalah masyarakat Suku Sasak yang tinggal di Desa Jeruk Manis.
Masyarakat Suku Sasak di Desa Jeruk Manis memiliki kearifan tradisional
dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pangan dan obat. Hanya saja, saat ini
pengetahuan akan pemanfaatan tersebut belum menyebar merata di antara warga
masyarakat serta cenderung mulai ditinggalkan. Beberapa spesies potensial yang
banyak digunakan oleh industri jamu atau telah diteliti memiliki banyak
kandungan dan manfaat, belum banyak diketahui oleh masyarakat di desa ini.
Beberapa spesies tumbuhan yang potensial untuk dikembangkan oleh
masyarakat di Desa Jeruk Manis di antaranya pakis (Diplazium esculentum),
bebele (Centella asiatica), kayu sepang (Caesalpinia sappan) dan terong totok
(Solonum torvum). Dengan pengembangan spesies-spesies ini selain dapat
97
menjadi alternatif bagi terwujudnya kemandirian masyarakat lokal setempat juga
meningkatnya kesejahteraan mereka.
Pakis merupakan salah satu bahan makanan yang banyak di konsumsi
masyarakat di Pulau Lombok bahkan sampai ke Pulau Sumbawa. Permintaan
(demand) akan pakis pun begitu besar. Pakis ini banyak tumbuh di dalam kawasan
TNGR.
Saat ini masyarakat di Desa Jeruk Manis hanya memanen pakis dari dalam
kawasan hutan TNGR. Tidak hanya untuk dikonsumsi, pakis oleh masyarakat di
desa ini juga diperjualbelikan. Terhitung masyarakat dapat memperoleh
penghasilan tidak kurang Rp. 20.000,-/hari dari hasil mengambil pakis.
Tantangannya adalah sampai saat ini pakis belum tersentuh oleh teknologi seperti
dalam bentuk pengolahan atau pengemasannya karena spesies ini tidak tahan
disimpan lama maksimal hanya 24 jam.
Bebele merupakan tumbuhan liar yang melimpah tumbuh di Desa Jeruk
Manis. Selain berfungsi sebagai bahan pangan, secara empiris maupun ilmiah
tumbuhan ini dengan kandungannya terbukti mampu mengatasi berbagai macam
penyakit di antaranya kandungan triterpenoid saponin yaitu asiatic acid berfungsi
untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Triterpenoids merupakan antioksidan
sebagai penangkap radikal bebas dan merevitalisasi pembuluh darah. Asiaticoside
dan senyawa sejenis juga berperan sebagai anti lepra (kusta).
Secara umum, bebele berkasiat sebagai hepatoprotektor yaitu melindungi sel
hati dari berbagai kerusakan akibat racun dan zat berbahaya. Bebele juga
mengandung beberapa macam vitamin yaitu A, B, E, G dan K, serta mengandung
nilai nutrisi yang membantu vitalitas tubuh dan berfungsi sedatif (Adina 2012).
Kayu sepang memiliki sebaran yang relatif kecil di kawasan sekitar TNGR.
Spesies ini dapat digunakan sebagai bahan minuman berupa sirup. Selain itu dari
bukti empiris tumbuhan ini telah lama digunakan oleh bangsawan Jawa untuk
mengobati berbagai macam penyakit khususnya penyakit yang berhubungan
dengan saluran pencernaan. Bahkan kayu sepang telah digunakan oleh beberapa
industri jamu ternama seperti PT. Bintang Toedjoe.
Terong totok selain berfungsi sebagai pemenuhan pangan berupa lalapan,
tumbuhan ini juga ternyata berfungsi sebagai antikanker, pengobatan penyakit
98
lambung, pinggang kaku dan bengkak terpukul, batuk kronis, bisul atau koreng,
jantung berdebar maupun nyeri jantung dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Buah dan daun tumbuhan ini mengandung alkaloid steroid yaitu jenis
solasodin 0,84%, sedangkan kandungan buah kuning mengandung solasonin
0,1%, buah mentah mengandung chlorogenin, sisologenenone, torvogenin,
vitamin A dan mengandung neo-chlorogenine, panicolugenine dan akarnya
mengandung jurubine. Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman obat ini
mampu bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari
efek negatif radikal bebas. Terong totok memiliki aktivitas pembersih superoksida
yang tinggi yakni di atas 70% (Sirait 2009).
Spesies-spesies yang dijelaskan di atas dengan potensi yang ada perlu
didomestikasi dan dikembangkan lebih lanjut. Dengan konsep agro-forestry serta
pendekatan agro-industri skala rumah tangga yang tentunya dengan dukungan
IPTEK maka akan menjadikan komoditi di atas dapat langsung berimplikasi lebih
besar terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Tentunya hal ini juga dapat tercapai bila ada pendampingan yang bertahap
dan berkelanjutan dari pihak pengelola taman nasional serta perguruan tinggi
sebagai sumber ilmu dalam hal merancang serta memberikan pencerahan kepada
masyarakat akan pengembangan spesies-spesies potensial tersebut sehingga
manfaat atau dampak positif dapat dioptimalkan serta dampak negatif menjadi
minimal, height output internal and low input external.
Penerapan konkrit yang dapat diberikan sebagai upaya pengembangan
tumbuhan pangan dan obat antara lain:
1. Bentuk pengolahan atau pengemasan pakis yang ditunjang dengan teknologi
sehingga nilai jual pakis dapat lebih meningkat. Kemudian pengolahan lebih
lanjut dari komoditi bebele, kayu sepang dan terong totok sehingga menjadi
komoditi yang siap di jual seperti teh jamu bebele, sirup kayu sepang, simplisia
obat terong totok serta bentuk produk lainnya. Upaya domestikasi di kebun
terhadap spesies-spesies potensial merupakan wujud budidaya tumbuhan
menggunakan konsep agro-ferestry, juga perlu dilakukan khususnya tanaman
kayu sepang yang saat ini sebarannya relatif kecil di sekitar kawasan TNGR.
99
2. Pemanfaatan kembali kotoran sapi yang melimpah di Desa Jeruk Manis juga
perlu dilakukan. Fakta bahwa sebagian besar masyarakat di desa ini sebagai
petani dan peternak dengan produktifitas hasil pertanian yang masih kecil
karena tingkat kesuburan tanah yang rendah dan pengelolaan lahan pertanian
belum maksimal, dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan limbah kotoran sapi
menjadi pupuk organik dan sumber energi. Dengan sistem pertanian terpadu
atau terintegrasi (Integrated Farming System) pemanfaatan limbah ternak sapi
menjadi sangat potensial. Oleh karenanya perlu didirikan pabrik olahan limbah
ternak serta dibuatkan aturan atau regulasi sebagai upaya pengoptimalan
pemanfaatan limbah ternak tersebut.
3. Pengembangan kapasitas SDM juga perlu dilakukan. Desain perencanaan
pengembangan tumbuhan pangan dan obat menggunakan teknologi untuk
meningkatkan nilai jual komoditi, mutlak ditunjang dengan SDM yang
mempuni. Pemberdayaan masyarakat Desa Jeruk Manis khususnya mereka
yang tergabung dalam kelompok masyarakat peduli hutan (KMPH) Kembang
Kuning perlu dilanjutkan karena rencana taman nasional dalam pengolahan
hutan bersama masyarakat seluas 2 Ha untuk menyabit rumput di sebelah barat
Resort Kembang Kuning, dikemudian hari menjadi lahan yang sangat potensial
untuk dijadikan tempat budidaya atau pengembangan spesies penting di atas.
4. Membangun program kampung konservasi pangan dan obat keluarga (POGA)
sebagai wadah yang mengorganisir masyarakat desa dalam pengoptimalan
pemanfaatan sumberdaya hutan setempat serta pengembangan kapasitas SDM.
Dari program ini juga dengan sendirinya akan terwujud konservasi hutan
Taman Nasional Gunung Rinjani.
5. Sistem pendidikan yang dijalankan bagi anak-anak di desa ini seharusnya tidak
hanya menitikberatkan pada kurikulum umum tapi juga merancang kurikulum
yang terintegrasi dengan kompetensi dan karakteristik sumberdaya alam serta
budaya masyarakat Desa Jeruk Manis. Fakta bahwa masyarakat Desa Jeruk
Manis sudah lama berinteraksi dan bergantung hidupnya dengan sumberdaya
hutan, tidak boleh dipisahkan dengan kurikulum saat ini yang cendrung
sekuler. Memadukan karakteristik sumberdaya alam dan budaya masyarakat
Desa Jeruk Manis dengan pendidikan yang dikembangkan dengan memberikan
100
materi seperti pendidikan tentang konservasi tumbuhan, pendidikan peramuan
tumbuhan obat atau aspek-aspek kajian lainnya yang mendukung
pengembangan pelestarian pemanfaatan tumbuhan bagi kesejahteraan dan
perekonomian masyarakat Desa Jeruk Manis.
Program peningkatan kapasitas SDM dan sistem pendidikan yang
ditawarkan di atas pada akhirnya diharapkan akan membentuk pilar Tri- Stimulus
Amar Konservasi yakni stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus relegius-
rela. Menurut Zuhud (2007) stimulus amar konservasi diharapkan menimbulkan 3
sikap konservasi yakni: 1) Cognitive (persepsi, pengetahuan, pengalaman,
pandangan dan keyakinan), 2) Affective (emosi, senang, benci, dendam, sayang,
cinta dan lain-lain), 3) Overt actions (kecenderungan bertindak). Ketiga sikap
konservasi tersebut diharapkan mengarah pada sikap yang positif dan akhirnya
menuju perilaku pro konservasi, hingga pada akhirnya konservasi dapat terwujud
di dunia nyata (Gambar 38).
Gambar 38 Diagram alir tri stimulus amar mewujudkan konservasi.
Ketika kekayaan sumber daya alam yang ada telah dimanfaatkan secara
maksimal dan menimbulkan kesadaran bahwa ternyata alam tersebut memiliki
nilai manfaat khususnya ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat, maka stimulus
rela akan dengan sendirinya mengikuti.
Warga masyarakat akan menjaga kelestarian sumber daya alam yang
mereka miliki demi keberlangsungan pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
Sikap dan perilaku pro konservasi secara tidak langsung akan terbentuk karena
masyarakat sadar akan nilai manfaat kekayaan sumber daya alam yang ada. Pada
akhirnya sikap dan perilaku ini menjadi jalan bagi terwujudnya konservasi di
dunia nyata.
Tri stimulus amar
Stimulus alamiah: kekayaan
sumber daya alam
Stimulus manfaat: nilai ekonomi
Stimulus relegius-rela
Sikap dan perilaku
pro konservasi
Konservasi
terwujud di
dunia nyata