Upload
smkn4padalarang
View
478
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
smkn4padalarang
Citation preview
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
BAB VIELEKTRONIKA DIGITAL
KOMPETENSI DASAR : Konsep Elektronika Digital.
TUJUAN PEMBELAJARAN : Setelah pembelajaran, peserta diklat diharapkan dapat:
Memahami konversi Bilangan.
Mengetahui dan memahami macam-macam gerbang
dasar.
Merangkai gerbang dasar.
Memahami persamaan logika dan Aljabar Boole.
Merangkai gerbang dasar untuk menyederhanakan
persamaan Logika
Memahami logika Flip-Flop.
A. Sistem Bilangan
1. Basis atau Radik
Terdapat bermacam-macam sistem bilangan. Masing-masing sistem bilangan
tersebut dibatasi oleh apa yang dinamakan Basis atau Radik (Radix) : yaitu
banyaknya angka atau “ Digit “ yang digunakan. Misalnya sistem bilangan Desimal,
mempunyai sepuluh digit yaitu : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sedangkan bilangan
desimal adalah bilangan yang mempunyai radik (r) = 10.
Nama dari masing-masing sistem bilangan itu pun berasal dari basis atau
radiknya. Misalnya, dinamakan bilangan desimal yang berarti sepuluh atau kelipatan
sepuluh. Oleh karena itu dinamakan juga bilangan puluhan. Sistem bilangan yang
lain misalnya bilangan Oktal, dinamakan demikian karena radiknya adalah delapan
(Oktal : delapan ). Dinamakan bilangan biner, karena radiknya adalah dua ( Bi :
mengandung arti dua ).
Dikarenakan orang sudah biasa berhitung memakai bilangan desimal, maka
tidak banyak mempersoalkan tentang radiknya. Namun untuk mempelajari sistem
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 1 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
bilangan yang lainnya, perhitungan tentang radik adalah sangaat penting karena
radik untuk menentukan nilai ataau bobot bilangan tersebut.
2. Bobot Bilangan
Bobot suatu bilangan tergantung dari radik dan sususan digit-digitnya. Misalnya
bilangan desimal 156 atau ditulis (156)10, mempunyai bobot bilangan sebagai berikut
:
6 : menunjukkan harga satuaan ( = 6 ).
5: menunjukkan harga puluhan ( = 50 ).
1: menunjukkan harga ratusan ( = 100 ).
Sehingga : (156)10 = 6 + 50 + 100.
= (6 X 100) + ( 5 X 101 ) + ( 1 X 102 ).
Bila dari persamaan bobot bilangan desimal tersebut angka-angka atau digit-digitnya
diganti : d.
Dihitung mulai dari angka satuan, digit kesatu :d0
Digit kedua : d1
Digit ketiga : d2
Basis atau radik: 10 = r, bilangan 156 = N, maka akan didapat suatu rumus bobot
bilangan :
( N )r = d0r0 + d1r1 + d2r2 + ……..
Rumus tersebut berlaku secara umum untuk mengetahui nilai desimal (bobot
bilangan) dari berbagai bilangan dengan radik yang lain, dan berlaku untuk bilangan
utuh (bukan pecahan).
3. Bilangan Oktal
Bilangan Oktal hanya menggunakan delapan digit saja, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
dan 7. Sehingga radik bilangan oktal adalah r = 8. Dengan demikian suatu bilangan
oktal tidak pernah mempunyai angka 8 dan 9, kecuali untuk menunjukkan radiknya
tetap dipakai angka 8. Misalnya bilangan oktal 61 atau (61)8, nilainya tidak sama
dengan bilangan desimal 61, melainkan sama dengan bilangan desimal 49 (menjadi
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 2 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
lebih kecil). Cara mengetahui nilai desimalnya dengan menggunakan rumus bobot
bilangan di atas tadi.
( N )r = d0r0 + d1r1
(61)8 = ( 1 X 80 ) + ( 6 X 81 )
= 1 + 48
= ( 49 )10.
Contoh : Berapa nilai desimal dari bilangan oktal 1257 ?
( 1257 )8 = ( 7 X 80 ) + ( 5 X 81 ) + ( 2 X 82 ) + ( 1 X 83 )
= 7 + 40 + 128 + 512
= ( 687 )10
4. Bilangan Duodesimal
Kalau bilangan desimal mempunyai radik sepuluh, bilangan Duodesimal radiknya
lebih dua, r = 12. Digit-digitnya adalah : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A dan B. Huruf A
dan B menggantikan bilangan desimal 10 dan 11, sehingga : A = ( 10 )10.
B = ( 11 )10
Untuk mengetahui nilai desimal dari bilangan duodesimal tetap memakai rumus
bobot bilangan (rumus N).
Contoh : Hitunglah nilai desimal (bobot bilangan) dari bilangan duodesimal 2AB.
( 2AB )12 = ( B X 120 ) + ( A X 121 ) + ( 2 X 122 )
= B + ( 10 X 12 ) + ( 2 X 122 )
= 11 + 120 + 288
= ( 419 )10
5. Bilangan Heksadesimal
Bilangan Heksadesimal mempunyai radik : r = 16. Ke – 16 digit-digitnya yaitu : 0, 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E dan F. Huruf-huruf A sampai F menggantikan
bilangan desimal 10 sampai 15 :
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 3 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A = ( 10 )10
B = ( 11 )10
C = ( 12 )10
D = ( 13 )10
E = ( 14 )10
F = ( 15 )10
Dengan menggunakan rumus N dapat diketahui nilai desimal dari suatu bilangan
heksadesimal.
Contoh : Hitunglah nilai desimal dari ( 1A2B )16
( 1A2B )16 = ( B X 160 ) + ( 2 X 161 ) + ( A X 162 ) + ( 1 X 163 )
= B + 32 + ( 10 X 256 ) + 4096
= 11 + 32 + 2560 + 4096
= ( 6699 )10
6. Bilangan Biner
Bilangan Biner hanya mempunyai dua digit saja, yaitu digit “0“ dan digit “1“.
Sehingga bilangan biner merupakan sistem bilangan yang mempunyai radik paling
kecil, yaitu 2. Dengan menyusun digit-digit 0 dan 1 sesuai kaidah yang berlaku,
orang dapat berhitung seperti bilangan desimal biasa.
Keuntungannya, digit 0 dan 1 dapat diwujudkan oleh besaran elektris yaitu tegangan
(voltage). Sehingga kita dapat dengan mudah mengetahui nilai elektris dari suatu
bilangan desimal biasa, bahkan juga kata-kata yang berrupa perintah ataupun
informasi, setelah semuanya disandi dalam bilangan biner tersebut. Hal itu dilakukan
pada mesin-mesin logika, misalnya Digital Komputer, yaitu komputer yang bekerja
dengan informasi atau data numerik yang dinyatakan dalam bentuk digital.
Dalam besaran listrik, digit 0 berarti tidak ada tegangan (sebenarnya tetap ada, tetapi
kecil sekali yaitu antara 0 – 2,4 V), sedangkan digit 1 berarti ada tegangan (antara
2,4 – 5 V).
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 4 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Bilangan biner dari 0 sampai 15 dapat dilihat pada tabel ini :
Tabel 6.1
Bilangan desimal Bilangan Biner
0 0 0 0 0
1 0 0 0 1
2 0 0 1 0
3 0 0 1 1
4 0 1 0 0
5 0 1 0 1
6 0 1 1 0
7 0 1 1 1
8 1 0 0 0
9 1 0 0 1
10 1 0 1 0
11 1 0 1 1
12 1 1 0 0
13 1 1 0 1
14 1 1 1 0
15 1 1 1 1
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai digit 1 bertambah besar bila
bergeser ke kiri. Sehingga bila menghitung naik (Count – Up), digit 1 harus selalu
digeser ke kiri. Sebaliknya bila menghitung turun (Count – Down), digit 1 harus
digeser ke kanan. Dengan demikian, digit yang paling kanan bernilai yang paling
kecil, digit yang paling kiri bernilai yang paling besar.
Digit yang paling kanan : disebut LSD (Least Significant Digit), yaitu digit
yang mempunyai bobot paling kecil. Digit yang paling kiri : disebut MSD (Most
Significant Digit), yaitu digit yang mempunyai bobot paling besar. Oleh karena
masing-masing digit bilangan biner itu disebut “Bit” (berasal dari : Binary Digit),
maka singkatan atau istilah LSD dapat diganti dengan LSB (Least Significant Bit),
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 5 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Istilah MSD dapat diganti dengan MSB (Most Significant Bit). Kedua istilah
tersebut sangat penting dalam perhitungan bilangan biner selanjutnya.
Contoh LSB dan MSB : MSB 1 0 1 1 0 LSB
MSB 1 1 0 1 0 1 LSB
Selanjutnya untuk mengetahui nilai desimal dari bilangan biner, dapat digunakan
rumus N ( rumus bobot bilangan ) seperti yang telah dikerjakan pada sistem bilangan
yang lain. Pelaksanaannya dikerjakan sebagai berikut :
( 1 1 1 0 1 0 1 )2 = ( ………..)10
1 1 1 0 1 0 1 = 1 + 4 + 16 + 32 + 64
26 25 24 23 22 21 20 = (117)
64 32 16 8 4 2 1
Keterangan : dengan r = 2, maka tiap–tiap bit mulai dari LSB mempunyai bobot
kelipatan dari 20, 21 ……, atau deret bilangan 1, 2, 4, 8, 16 …… Sehingga tinggal
menjumlahkan bobot masing-masing digit 1.
Contoh : Hitung nilai desimal dari ( 1010101 )2
1 0 1 0 1 0 1 = 1 + 4 + 16 + 64
64 16 4 1 = (85)10
Kembali pada tabel 1.1 di atas tadi, di sana terlihat bahwa 4 bit bilangan biner yang
penuh berisi digit 1 mempunyai bobot 15. Berarti kemampuan berhitung dari 4 bit
hanya sampai 15, lewat dari itu harus tambah bit.
(15)10 = (1111)2 …………..banyak bit : 4
15 = 16 – 1
15 = 24 – 1 ……………… 2 = radik
Dari persamaan tersebut, bila banyaknya bit = 4 diganti n, radik = r, dan bilangan 15
(nilai tertinggi 4 bit) diganti B, maka didapat suatu rumus :
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 6 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
B = rn - 1
Atau dikatakan, bahwa kemampuan berhitung dari sejumlah bit bilangan biner sama
dengan radik pangkat banyaknya bit, setelah itu dikurangi satu. Misalnya bilangan
biner yang terdiri dari 5 bit, kemampuan berhitung (bobot tertinggi) adalah :
(11111)2 = 25 – 1
= 32 – 1 = (31)2
Dalam tabel dapat dilihat pula, 3 bit penuh : 111 = 7, 2 bit penuh : 11 = 3 sesuai
rumus di atas tadi.
7. Mengubah Bilangan Desimal Menjadi Bilangan Radik Lain
Pada tulisan terdahulu telah diketahui cara mencari bobot bilangan atau nilai
desimal dari suatu sistem bilangan dengan radik yang lain. Kebalikan dari proses
tersebut adalah mengubah dari bilangan desimal menjadi bilangan radik lain,
misalnya menjadi bilangan oktal, menjadi bilangan biner dan sebagainya.
Pada umumnya mengubah bilangan desimal menjadi bilangan radik lain dapat
dilakukan dengan cara pembagian yang terus menerus. Bilangan desimal tersebut
dibagi dengan radik bilangan baru yang dikehendaki secara terus menerus sampai
habis atau sampai hasilnya sama dengan nol. Sisa tiap-tiap pembagian akan menjadi
digit-digit bilangan baru tersebut. Sisa pembagian yang pertama menjadi digit yang
paling kanan atau LSD, berturut-turut sehingga sisa pembagian yang terakhir
menjadi digit yang paling kiri atau MSD. Agar lebih jelas ikuti contoh-contoh di
bawah ini.
a. Mengubah Bilangan Desimal Menjadi Oktal
Contoh : Ubahlah (1675)10 menjadi bilangan Oktal
1675 : 8 = 209 sisa 3 (LSB)
209 : 8 = 26 sisa 1
26 : 8 = 3 sisa 2
3 : 8 = 0 sisa 3 (MSD)
(1675)10 = (3213)8
b. Mengubah Bilangan Desimal Menjadi Bilangan Heksadesimal
Contoh : Buatlah sandi heksadesimal dari bilangan desimal 6699
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 7 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
6699 : 16 = 418 sisa 11 = B (LSB)
418 : 16 = 26 sisa 2
26 : 16 = 1 sisa 10 = A
1 : 16 = 0 sisa 1 (MSB)
(6699)10 = (1A2B)16
c. Mengubah Bilangan Desimal Menjadi Bilangan Biner
Contoh : Buatlah bilangan biner dari (35)10
35 : 2 = 17 sisa 1 (LSB)
17 : 2 = 8 sisa 1
8 : 2 = 4 sisa 0
4 : 2 = 2 sisa 0
2 : 2 = 1 sisa 0
1 : 2 = 0 sisa 1 (MSB)
(35)10 = (100011)2
Mengubah bilangan desimal ke bilangan biner seperti yang dikerjakan
pada contoh di atas kadang kadang terlalu menghabiskan waktu dan tempat,
terutama dalam mengubah bilangan desimal yang besar. Oleh karena itu ada cara
lain yang lebih mudah, yaitu dengan menguraikan bilangna desimal menjadi
beberapa bilangan yang merupakan yang merupakan kelipatan 20,21 ……dan
seterusnya. Untuk pertama kali harus dibuat taabel yang berisi urutan bobot bilangan
biner tersebut.
No. Bit 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Bobot Bilangan 256 128 64 32 16 8 4 2 1
Tabel diatas berguna untuk mengetahui dari bit nomor berapa penguraian
bilangan desimal tersebut dimulai, seterusnya penguraian harus berurutan ke arah
bobot bilangan yang lebih kecil. Misalnya contoh diatas, bilangan 35 lebih kecil dari
64 (bit no. 7), maka penguaraian dimulai dari 32 (bit no. 6).
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 8 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
35 = 32 + 3
= 32 + 2 + 1
Dari penguraian tersebut diketahui bahwa yang berisi digit-digit 1 hanyalah bit-bit
no. 6, no. 2 dan no. 1 saja, sehingga didapat hasiolnya (100011)2
Contoh : Buatlah bilangan biner dari (145)10
145 = 128 +17
= 128 + 16 + 1 (Bit no. : 8, 5, dan 1)
(145)10 = (10010001)2
Contoh : Buatlah bilangan biner dari (451)10
451 = 256 + 195
= 256 + 128 + 67
= 256 + 128 + 64 + 3
= 256 + 128 + 64 + 2 + 1 (Bit no. : 9, 8, 7, 2 dan 1)
(451)10 = (111000011)2
8. Mengubah Bilangan Biner Menjadi Bilangan Oktal
Pada umumnya untuk mengubah bilangan dari radik yang satu ke radik yang
lain dapat dilakukan dengan melalui pengubahan dulu menjadi bilangan desimal.
Setelah menjadi bilangan desimal (diubah dengan rumus N/bobot bilangan), baru
dilakukan pengubahan ke sistem bilangan yang dikehendaki (cara pembagian
dengan rasdik terus menerus sampai habis).
Untuk mengubah bilangan binerr menjadi bilangan oktal ada cara lain yang
lebih mudah yaitu dengan cara pengubahan langsung. Hal itu dilakukan dengan
mengelompokan bit-bit bilangan biner tersebut tiga-tiga dimulai dari LSB.
Masing-masing kelompok itu kemudian dibaca bobot bilangan atau nilai desimalnya.
Susunan bobot bilangan tersebut sudah merupakan bilangan oktalnya.
Contoh : Hitunglah nilai Oktal dari ( 1 1 0 1 0 1 1 1 )2
1 1 0 1 0 1 1 1 = 1 1 0 1 0 1 1 1 = ( 327 )8
LSB 3 2 7
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 9 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
9. MENGUBAH BILANGAN OKTAL MENJADI BILANGAN BINER
Mengubah bilangan octal menjadi bilangan biner dapat dilakukan dengan
mudah, yaitu sebagai kebalikan dari proses yang dilakukan di atas tadi. Dalam hal
ini masing-masing digit octal diubah langsung menjadi biner kelompok tiga bit,
kemudian menyusun kelompok bit tersebut sesuai urutan semula.
Contoh : Ubahlah ( 347 )8 mejadi bilangan biner.
( 3 4 7 )8 = ( 1 1 1 0 0 1 1 1)2
011 100 111
10. MENGUBAH BILANGAN BINER MENJADI BILANGAN HEKSADESIMAL
Mengubah bilangan biner menjadi bilangan heksadesimal dapat dilakukan
dengan mengubah dulu bilangan biner menjadi bilangan decimal biasa, kemudian
diubah menjadi bilangan heksadesimal dengan cara pembagian oleh radik : 16 terus
menerus sampai habis. Tetapi ada cara lain yang lebih mudah, yaitu pengubahan
langsung. Cara pengubahan langsung dilakukan dengan mengelompokan bilangan
biner tersebut masing-masing empat bit dimulai dari LSB. Susunan dari bobot
bilangan masing-masing kelompok sudah merupakan bilangan heksadesimal.
Contoh : Ubahlah ( 10111000111)2 menjadi heksadesimal.
1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 = 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1
LSB 5 12 7
C
= ( 5C7 )16
11. Mengubah Bilangan Heksadesimal Menjadi Bilangan Biner
Mengubah bilangan heksadisimal menjadi bilangan biner dilakukan sebagai
kebalikan dari proses diatas, yaitu dengan mengubah langsung masing-masing digit
bilangan heksadesimal menjadi bilangan biner empat bit. Setelah itu disusun urutan
semula.
Contoh : Ubahlah ( 493 )16 menjadi bilangan biner.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 10 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
( 4 9 3 )16 = ( 10010010011 )2
0100 1001 0011
12. Bilangan Pecahan
Pada uraian terdahulu telah diketahui cara menghitung bobot bilangan dari
bermacam-macam system bilangan, yaitu dengan menggunakan rumus (N)r = d0r0 +
d1r1 + d2r2 + …. Dan seterusnya. Rumus tersebut hanya berlaku untuk atau bilangan
yang tidak mengandung pecahan. Untuk mencari bobot bilangan pecahan dilakuakn
sebagai berikut
Misalnya bilangan pecahan (0,75)10, bobotnya adalah :
0,75 = 75
100
= 7 + 5
10 100
= ( 7 X 10-1 ) + ( 5 X 10-2 )
Bila digit diganti dengan : d-1, digit 5 diganti : d-2 dan radik 10 = r, dimasukkan
dalam persamaan diatas, maka didapat rumus bobot bilangan pecahan : d-1r-1 + d-2r-2
+ ….dan seterusnya.
Bila rumus tersebut digabungkan dengan rumus bobot bilangan utuh, mendapatkan
rumus umum bobot bilangan sebagai berikut :
( N )r = dnrn + dn-1rn-1 + d2r2 + d1r1 + d0r0 + d-1r-1 + d-2r-2 + d-nr-n
Dimana :
n : menunjukkan digit yang keberapa dihitung dari satuan/ d0
d : digit yang dipergunakan.
R : radik atau basis bilangan
Dengan rumus tersebut dapat dihitung bobot bilangan dari berbagai system bilangan,
baik utuh maupun yang mengandung pecahan. Di bawah ini diberikan beberapa
contoh :
(35,27)8 = (3 X 81) + (5 X 80) + (2 X 8-1) + (7 X 8-2)
(4,3A)12 = (4 X 120) + (3 X 12-1) + (A X 12-2)
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 11 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
(7,BC)16 = (7 X 160) + (B X 16-1) + (C X 16-2)
(11,11)2 = (1 X 21) + (1 X 20) + (1 X 2-1) + (1 X 2-2)
Untuk mengubah bilangan decimal yang mengandung pecahan menjadi bilangan
radik lain, masing-masing bagian yang utuh dan yang pecahan dikerjakan sendiri-
sendiri. Bilangan yang utuh diubah dengan cara pembagian oleh radik terus menerus
sampai habis. Bilangan pecahan diubah dengan cara : mengalikan berturut-turut
dengan radik baru yang dikehendaki. Tiap-tiap hasil perkalian yang utuh (bukan
pecahan), menjadi digit-digit pecahan bilangan baru tersebut.
Selanjutnya dibawah ini diberikan contoh pengubahan bilangan decimal yang
mengandung pecahan ke bilangan biner, misalnya dari bilangan decimal 23,375 :
Bagian yang utuh Bagian yang pecahan
23 : 2 = 11 sisa :1
11 : 2 = 5 sisa :1
5 : 2 = 2 sisa : 1
2 : 2 = 1 sisa :0
1 : 2 = 0 sisa :1 ….(MSB)
0,375 X 2 = 0,750
0,750 X 2 = 1,500
0,500 X 2 = 1,00
LSB
Setelah disusun dari MSB ke LSB, hasilnya : 23,375 = (10111,011)2
Table 6.2 PERSAMAAN BILANGAN
Sistem Biner Oktal Desimal Duodesimal Heksadesimal
Radik 2 8 10 12 16
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 12 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
10
11
100
101
110
111
1000
1001
1010
1011
1100
1101
1110
1111
10000
10001
10010
10011
10100
10101
10110
10111
11000
11001
11010
11011
11100
11101
11110
11111
100000
2
3
4
5
6
7
10
11
12
13
14
15
16
17
20
21
22
23
24
25
26
27
30
31
32
33
34
35
36
37
40
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
B
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
1A
1B
20
21
22
23
24
25
26
27
2
3
4
5
6
7
8
9
A
B
C
D
E
F
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
1A
1B
1C
1D
1E
1F
20
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 13 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
B. Rangkaian Logika
Seperti telah diketahui dalam Aljabar Boole digunakan dua konstanta yaitu logika “0”
dan logika “1”. Dua kontanta tersebut bila diterapkan pada rangkaian logika akan berupa
taraf tegangan dan pada rangkaian logika digunakan dua taraf tegangan, yaitu taraf
tegangan rendah (Low Level : L) dan taraf tegangan tinggi (High Level) : H.
Jika taraf tegangan tinggi (H) dinyatakan sebagai logika “1” dan taraf tegangan
rendah dinyatakan sebagai logika “0”, maka disebut suatu penerapan “ Logika Positip”.
Jadi yang dimaksud “Logika Positip” adalah suatu penerapan tegangan pada
rangkaian logika, dimana tegangan yang lebih positip dinyatakan dengan logika “1”,
tegangan yang lebih negatip dinyatakan dengan logika “0”
00
0
0
t
1
00
OUTPUT
0
0
1
11
0 1
0
Sebaliknya bila taraf tegangan tinggi dinyatakan dengan logika “0” sebagai taraf
tegangan rendah (L) dinyatakan dengan logika “1”, maka disebut suatu penerapan
“Logika Negatip”. Jadi yang dimaksud dengan “Logika Negatip” adalah suatu
penerapan tegangan pada rangkaian logika, dimana tegangan yang lebih positip
dinyatakan dengabn logika “0”, tegangan yang lebih negatip dinyatakan dengan logika
“1”
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 14 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
11
1
1
t
0
11
OUTPUT
1
1
0
00
1 0
1
Oleh karena itu bila suatu rangkaian logika (Penerapan “logika Positip”) mempunyai
output “0”, maka nilainya menjadi “1” pada penerapan “Logika Negatip”. Dengan kata
lain, konstante “0” pada penerapan Logika Positip sama dengan Konstante “1” pada
penerapan Logika Negatip, demikian juga sebaliknya. Sehingga dapat dinyatakan :
Logika Positip = NOT Logika Negatip
Logika Negatip = NOT Logika Positip
1. PINTU NOT ( NOT GATE )
Pintu NOT ( NOT Gate) atau sering disebut “Inverter” adalah suatu rangkaian
logika yang berfungsi sebagai “Pembalik”. Bila pada rangkaian ini dimasukkan
konstate “1” (input), maka keluarannya (Output) adalah konstante “0”. Atau bila
dimasukkan variable A, maka keluarnnya adalah A , demikian juga sebaliknya.
Simbol atau tanda gambar pintu NOT ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
1
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 15 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Pintu NOT dapat disamakan dengan rangkaian Saklar, seperti dibawah ini.
F
A
---
S
RELAY
Pada gambar diatas :
Saklar A = “1” bila On (menutup)
Saklar A = “0” bila Off (membuka)
Lampu F = “1” bila menyala
Lampu F = “0” bila padam
Oleh karena itu bila A adalah input dan F adalah output : A = “1” (On) akibatnya
lampu padam atau F = “0”. Hal ini disebabkan karena pada waktu saklar A On
(menutup), maka relay akan bekerja dan menarik saklar S, sehingga arus listrik yang
menuju ke lampu F terputus.
Sebaliknya bila A = “0” (Off) maka relay tidak bekerja sehingga lampu F akan
menyala atau : F = “1”. Dari uraian diatas dapat dinyatakan :
Input A = “1”, maka outputnya F = “0” = A.
Input A = “0”, maka outputnya F = “1” = A.
2. PINTU AND (AND GATE)
Pintu AND (AND Gate) atau dapat pula disebut pintu Dan, adalah suatu
rangkaian logika yang mempunyai beberapa jalan masuk (Input) dan hanya
mempunyai satu jalan keluar (Output). Symbol atau tanda gambarnya ditunjukkan
pada gambar dibawah ini.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 16 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
&
Tabel Kebenaran:
F = A . B
A B F
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa output pintu AND merupakan fungsi
perkalian logika dari variable inputnya. Output F = “1” hanya bila A = “1” dan
“B” = “1” (lihat table kebenaran). Ada pula pintu AND yang menggunakan tiga
variable input A, B, dan C, sehingga akan menghasilkan delapan kombinasi variable
input. Dalam hal ini, table kebenarannya dapat dibuat dengan mudah sesuai
ketentuan dalam dua variable input, yaitu F = “1” hanya bila A = “1” dan B = “1”
dan C = “1”. Bila salah satu saja mempunyai nilai “0” maka output F = “0”.
Selanjutnya rangkaian ekivalen pintu AND dapat dilihat dibawah inni.
F---
BA
Lampu F akan menyala ( F = “1”) bila kedua saklar A dan B menutup (A = “1” dan
B = “1”). Bila salah satu atau kedua saklar tersebut membuka (A = “0”, B = “0”)
maka lampu F akan padam (F = “0”).
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 17 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
3. PINTU OR (OR GATE)
Pintu OR (OR Gate) atau dapat disebut pintu ATAU, adalah suatu rangkaian
logika yang mempunyai beberapa jalan masuk (Input) dan hanya mempunyai satu
jalan keluar (Output). Simbol pintu OR dapat dilihat dibawah ini.
1
Tabel Kebenaran
F = A + B
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1
Output pintu OR adalah “1” bila salah satu atau semua inputnya adalah “1”. Hal
itu ditunjukkan sesuai table kebenaran yang ada di gambar tersebut. Bila semua
inputnya adalah “0”, maka output F = “0”.
Rangkaian ekivalen pintu OR dapat dilihat dibawah.
F--- B
A
Lampu F akan menyala (F = “1”)bila salah satu atau kedua saklar A dan B menutup
(A = “1” atau B = “1”). Bila kedua saklar A dan B terbuka (A = “0” dan B = “0”)
maka lampu F akan padam.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 18 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
4. PINTU NAND (NAND GATE)
Pintu NAND (NAND Gate) adalah gabungan pintu AND dengan pintu NOT, atau
pintu AND yang mempunyai Inverter pada outputnya. Oleh karena itu pengaruhnya
tehadap hasil output adalah merupakan fungsi NOT dari pintu AND.
Simbol pintu NAND dapat dilihat dibawah ini.
&
Tabel Kebenaran
F = A.B
A B F
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Sesuai gambar dan table kebenaran di atas, output pintu NAND akan ada (F = “1”)
bila salah satu atau kedua variable inputnya adalah “0’. Bila semua variable input
bernilai “1”, maka output F = “0”.
Untuk jelasnya lihat rangkaian ekivalen NAND di bawah ini.
A
L A M P
R E L A Y
B
---
B A TTE R Y
Bila kedua saklar A dan B terbuka (A = “0” dan B = “0”), atau salah satu saja yang
terbuka, maka relay tidak bekerja sehingga lampu F akan menyala (F = “1”). Bila
kedua saklar A dan B menutup (A = “1” dan B = “1”), maka relay akan aktif dan
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 19 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
menarik saklar S, sehingga hubungan ke lampu terputus dan lampu F akan padam
(F= “0”).
5. PINTU NOR (NOR GATE)
Pintu NOR (NOR Gate) adalah gabungan dari pintu OR dengan pintu NOT,
atau pintu OR yang mempunyai Inverter pada outputnya. Sehingga outputnya
merupakan fungsi NOT dari hasil output pintu OR.
Simbol pintu OR dapat dilihat dibawah ini.
A+B
A
A+BBA
BA+B
1
Tabel Kebenaran :
F = A + B
A B F
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0
Output pintu NOR akan ada ( F = “1”) hanya bila semua variable inputnya
adalah “0” (A = “0” dan B = “0”, lihat table kebenaran). Bila salah satu atau kedua
variable input adalah “1”,maka output F = “0”.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 20 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A
R E L A Y
---
B A TTE R YL A M P
B
Bila kedua saklar A dan B terbuka (“0”), maka relay aktif dan akan menariksaklar S
sehingga hubungan ke lampu terputus, lampu F akan padam (F = “0”).
6. PINTU EXCLUSIVE – OR (EXCLUSIVE – OR GATE)
Pintu Exclusive – OR atau disingkat Ex – OR gate adalah suatu rangkaian logika
yang merupakan kombinasi dari pintu-pintu NOT, AND, dan OR. Pintu ini
mempunyai beberapa jalan masuk (Input) dan hanya satu jalan keluaran (Outout).
Output akan ada atau : F = “1” hanya bila salah satu inputnya = “1”.
Diagram logika pintu Ex – OR dan simbolnya dapat dilihat dibawah ini.
F=A.B+A.B
A.B
A.B
A.B+A.B
BB
AA
=1
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 21 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Pada gambar diatas menggunakan dua variable input dan outputnya adalah : F
= A B + A B. Pintu Ex – OR yang menggunakan tiga variable input, outputnya
adalah : F = A B C + A B C + A B C.
Selanjutnya di bawah ini dapat dilihat table Kebenaran dua variable input dan tiga
variable input suatu pintu Ex – OR.
Tabel Kebenaran
F = A B + A B.
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Tabel Kebenaran
F = A B C + A B C + A B C.
A B C F
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 0
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1
Keterangan :
Output akan ada F = “1”, hanya bila input satu berjumlah ganjil.
7. PINTU EXCLUSIVE – NOR (EXCLUSIVE – NOR GATE)
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 22 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Pintu Exclusive – NOR atau disingkat Ex – NOR sering disebut Pintu
Komparator (Comparator Gate) atau dapat dinamakan pintu “Pembanding” adalah
rangkaian logika yang juga merupakan kombinasi dari pintu-pintu NOT, AND, dan
OR. Dinamakan Komparator atau Pembanding, karena rangkaian tersebut berguna
untuk membandingkan dua atau beberapa sinyal input, apakah sama atau tidak. Bila
semua inputnya sama (semuanya “0” atau semuanya “1”), maka outputnya akan ada
atau F = “1”. Sebaliknya bila inputnya tidak sama nilainya (ada yang “0” dan ada
yang “1”), maka outputnya adalah F = “0”.
Diagram logika dan simbolnya dapat dilihat dibawah ini.
A.B+A.B A.B+A.BBA
=1
Dari gambar diatas diketahui bahwa pintu komparator untuk dua variable input
adalah : F = A B + A B. Hasil output tersebut merupakan fungsi NOT dari Output
pintu Ex – OR, dapat dilihat dari penyerderhanaan pernyataan di bawah ini :
Fungsi NOT output pintu Ex – OR : F= A B + A B
= A B . A B
= ( A + B ) . ( A + B )
= A A + A B + A B + B B
= A B + A B
Tabel Kebenaran
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 23 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
F = A B + A B
A B F
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 1
Keterangan :
Output akan ada : F = “1”, bila kedua inputnya sama (semua “0” atau semua
“1”).
Tabel Kebenaran
F = A B C + A B C
A B C F
0 0 0 1
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 1
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 0
Keterangan :
Output akan ada : F = “1”, bila jumlah input “1” nya genap.
8. MEMBANGUN PINTU : NOT, AND dan OR dari PINTU NAND
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 24 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Dengan menggunakan dua variable input A dan B, output pintu NAND : F = A.B,
untuk tiga variable input, outputnya menjadi : F = A.B.C. Berdasarkan teori Van de
Morgan, kedua pernyataan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
F = A.B = A + B
F = A.B.C = A + B + C
Dari uraian di atas akan mudah dimengerti, bahwa bila variable inputnya
hanya satu : A, maka output pintu NAND adalah : F = A. Dan pernyataan tersebut
tidak lain adalah output dari suatu pintu Not. Jadi suatu pintu NOT dapat dibangun
dari pintu NAND dengan hanya menggunakan satu variable input lihat gambar di
bawah ini.
A
AA
A1
Pintu NAND mempunyai beberapa jalan masuk. Bila hanya satu yang digunakan,
maka jalan masuk lainnya harus diberi logika “1”.
Output pintu NAND : F = A.B adalah merupakan output pintu AND yang
diberi Inverter pada ujungnya (Pintu NAND = pintu AND + pintu NOT). Oleh
karena itu bila output pintu NAND tersebut disambungkan lagi pada pintu NOT,
hasilnya akan merupakan output pintu AND lagi. Pintu AND = pintu NAND + pintu
NOT. Lihat gambar dibawah ini.
A
A.B A.BB
A.B A.B
A
B
Selanjutnya perhatikan pernyataan Aljabar Boole di bawah ini : F = A + B,
bila diuraikan menurut De Morgan akan di dapat persamaan sebagai berikut :
A + B = A.B
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 25 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A + B = A . B
Karena F = A + B adalah funsi output dari pintu OR, maka dengan mengambarkan
Diagram Logika pernyataan F = A . B memakai pintu NAND, berarti membangun
pintu OR dari pintu NAND. Lihat gambar dibawah ini.
BB
A
A+B
AA
A
B
A
=A+B
F=A.B
9. MEMBANGUN PINTU: NOT, AND dan OR dari PINTU NOR
Seperti pada waktu membuat pintu NOT dari pintu NAND, membangun pintu
NOT dari pintu NOR juga dilakukan dengan hanya menggunakan satu jalan
masukan saja. Hal ini dapat dimengerti dengan membandingkan output pintu NOR
bila menggunakan dua atau tiga jalan ‘masukan’ seperti yang ditunjukkan pada
persamaan dibawah ini :
F = A + B + C = A . B . C
F = A + B = A . B
Untuk satu variable input A, outputnya : F = A. Lihat gambar dibawah ini.
A
BA0
A
Pintu NOR mempunyai beberapa jalan masukan, bila hanya satu yang digunakan
maka jalan masuk lainnya harus disambungkan dengan logika “0”
Pintu NOR = pintu OR + pintu NOT, atau dikatakan bahwa pintu NOR
dibangun dari pintu OR yang disambungkan Inverter pada outputnya oleh karenaitu
untuk membangun pintu OR dari pintu NOR adalah dengan menghubungkanoutput
pintu NOR tersebgut dengan pintu NOT lagi.
Pintu OR = pintu NOR + pintu NOT
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 26 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Lihat gambar dibawah ini :
BF=A+BA+BA
Untuk membangun pintu AND dari pintu NOR, diterapkan teori de Morgan
pada pernyataan Aljabar Boole dibawah ini :
A . B = A + B
A . B = A + B
Karena F = A + B adalah fungsi output pintu AND, maka dengan
menggambarkan diagram logika F = A + B memakai pintu NOR, berarti
membangun pintu AND dari pintu NOR. Diagram Logikanya dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
F=A+B
B
AA
B =A.B
10. Aljabar Boole Dan Peta Karnaugh
Aljabar Boole dan Petra Karnaugh merupakan sarana yang digunakan untuk
melakukan transformasi dari tabel kebenaran menjadi rangkaian logika praktis.
a. Hubungan-hubungan Boole
Bagian berikut akan membahas hubungan-hubungan dasar dalam aljabar
Boole. Banyak di antaranya yang telah kita kenal dalam aljabar biasa, dan itu
memudahkan kita untuk mengingatnya kembali.
Hukum-hukum Komutatif, asosiatif dan Distribusi.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 27 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Pada gerbang OR 2 input tertentu, kita dapat mengubah urutan sinyal-sinyal input
tanpa mengubah outputnya(lihat gambar 1a). Persamaannya Boolean yang
bersangkutan adalah
A + B = B + A (1)
Begitu pula, kita dapat mengubah urutan sinyal-sinyal input gerbang AND 2
input tanpa mempengaruhi sinyal outputnya (gambar 1b).
=
=
=
=
=
A
AA
AA
AA
AA
A
B
BB
BB
BB
B
B
B
YY
YY
YY
YY
YY
C
CC
(e)
(d)
(c)
(b)
(a)
C
C C
Gambar 6.1. Hukum-hukum komjutatif, asosiatif dan distributive
Persamaan aljabar Boole yang bersangkutan adalah :
AB = BA (2)
Kedua persamaan di atas disebut Hukum komutatif
Kaidah berikut adalah yang disebut hukum asosiatif. Hukum asosiatif untuk
operasi OR adalah :
A + (B + C) = (A + B) + C (3)
Gambar 1c memperjelas hukum ini. Idenya adalah bahwa cara pengelompokan
variabel dalam suatu operasi Or itu tidak berpengaruh pada outpitnya. Untuk
kedua susunan gerbang pada gambar 1c, output tetap sama dengan :
Y = A + B + C
Hukum asosiatif untuk operasi AND diungkapkan oleh
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 28 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A(BC) = (AB)C (4)
Ilustrasi aturan ini disajikan dalam gambar 1d. Jadi, cara pengelompokkan
variabel dalam operasi AND yang tidak mempengaruhi outputnya. Output kedua
gerbang dari gambar 1d adalah :
Y = ABC
Hukum distribusi menyatakan bahwa :
A(B + C) = AB + AC (5)
Hukum ini mudah diingat karena identik dengan aljabar biasa. Gambar 1e
memperlihatkan susunan gerbang yang memenuhi persamaan 5.
Operasi OR
(d)
(c)
(b)
(a)
10
000
dan0
AA
1
00
dan1
0A
11
A
dan110
111 1
A
10
dan0
1A
11
A1
1
A
Gambar 6.2. Hubungan-hubungan OR.
Keempat persamaan Boole yang berikut terkait dengan operasi OR. Persamaan
pertama adalah :
A + 0 = A (6)
Persamaan ini menyatakan bahwa sebuah variabel yang dikenakan operasi OR
dengan 0 menghasilkan kembali variabel semula. Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik terhadap gagasan ini, kita amati gambar 2a. (Tanda
panah besar melambangkan arti ‘ini mempunyai implikasi”). Jadi, dua operasi di
sebelah kiri mempunyai implikasi operasi di sebelah kanan. Dengan kata lain,
jika variabelnya 0, maka outputnya juga 0 (gerbang kiri); jika variabel 1, maka
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 29 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
outputnya adalah 1 (gerbang tengah); karena itu, sebuah variabel yang dikenakan
operasi OR dengan 0 sama dengan variabel itu sendiri (gerbang kanan).
Hubungan Boole yang lain adalah :
A + A = A (7)
Ilustrasinya diberikan oleh gambar 2b. Kita dapat melihat apa yang terjadi. Jika A
adalah 0, maka output 0; jika A sama dengan 1, outputnya 1. Jadi, operasi OR
dari sebuah variabel dengan dirinya sendiri menghasilkan variabel semula.
Gambar 2c menjelaskan kaidah Boole yang berikut, yaitu :
A + 1 = 1 (8)
Secara singkat, jika satu input gerbang Or sama dengan 1, maka outputnya 1
apapun nilaio input lain.
Kaidah terakhir adalah :
A + A = 1 (9)
Ini ditunjukkan oleh gambar 2d. dalam hal in, kita lihat bahwa suatu variabel
yang di OR kan komplemennya menghasilkan output 1.
Operasi AND
(d)
(c)
(b)
(a)
11
010
dan1
AA
1
00
dan1
0A
11
A
dan100
010 0
A
10
dan0
1A
01
A0
0
A
Gambar 6.3. Hubungan-hubungan AND.
Hubungan AND yang pertama adalah
A.1 = A (10)
Ilistrasinya diberikan dalam gambar 3a : Jika A berharga 0, maka outputnya
adalah 0; jika A berharga 1, outputnya 1. dengan demikian, hasil operasi AND
dari sebuah variabel dengan 1 adalah variabel semula.
Hubungan yang lain adalah
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 30 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A . A = A (11)
Dari gambar 3b terlihat bahwa sebuah variabel yang di AND kan dengan dirinya
sendiri tidak akan mengubah variabel tesebut.
Gambar 3c melukiskan hubungan :
A . 0 = 0 (12)
Aturan ini sudah jelas, yaitu jika salah satu input dari gerbang AND bernilai 0,
outputnya akan menjadi 0 berapun nilai input yang lain.
Aturan operasi AND yang terakhir adalah :
A . A = 0 (13)
Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3d, bahwa operasi AND pada suatu
variabel dengan komplennya mengahsilkan output 0.
b. Inversi Ganda dan Teorema De Morgan
Aturan inverse ganda menyatakan :
A = A (14)
Yaitu bahwa komplemen ganda dari suatu variabel sama dengan variabel itu
sendiri. Akhirnya perlu dicantumkan dalil-dalil (teorema) De Morgan yang
dibahas sebelumnya, yaitu :
A + B = A . B (15)
AB = A + B (16)
Kalian harus mengingat dengan baik persamaan 1 sampai 16, karena hubungan-
hubungan tersebut akan sering dipakai dalam perancangan system logika.
c. Teorema Dualitas
Teorema dualitas akan dibahs di sini tanpa disertai pembuktiannya. Bermula dari
sebuah persamaan Boole dapat diturunkan persamaan Boole yang lain melalui
langkah sebagai berikut :
Gantikan setiap tanda OR dengan sebuah tanda AND.
Gantikan setiap tanda AND dengan sebuah tanda OR.
Setiap 0 dan 1 diganti dengan komplemennya.
Sebagai contoh, lihat kembali persamaan 6 :
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 31 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
A + 0 = A
Hubungan dualnya adalah :
A . 1 = A
Hubungna inni diperoleh dengan mengganti tanda OR dengan tanda AND dan
mengantikan 0 dengan komplemennya 1.
Teorema dualitas berguna untuk meghasilkan hubungan Boole yang baru.
Sebagai contoh, perhatikan pers. 5 :
A (B + C) = AB + AC
Dengan menukar setiap operasi OR dan AND, kita dapatkan hubungan dual
sebagai berikut :
A + BC = (A + B).(A + C)
Ini merupakan hubungan Boole baru yang belum pernah kita bahas sebelumnya
(jika anda berminat membuktikannya, susunlah tabel kebenaran masing-masing
untuk opersi di sebelah kiri dan operasi di sebelah kanan. Anda akan
mendapatkan bahwa kedua tabel kebenaran tersebut identik).
Ikhitisar
Untuk keperluan referansi kelak telah didaftarkan beberapa hubungan Boole dan
hubungan dualnya sebagai berikut :
A + B = B + A AB = BA
A + (B + C) = (A + B) + C A(BC) = (AB)C
A(B + C) = AB + AC A + BC = (A + B).(A + C)
A + 0 = A A . 1 = A
A + 1 = 1 A . 0 = 0
A + A = A A.A = A
A + A = 1 A . A = 0
A = A A = A
A + B = A . B AB = A + B
A + AB = A A(A + B) = A
A + A . B = A + B A(A + B) = AB
C. Penahan
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 32 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Oleh karena FF RS mudah terkena keadaan pacu, kita akan melakukan modifikasi
desainnya untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya keadaan tersebut. Hasilnya
adalah FF jenis baru yang dikenal sebagai Penahan D (D Latch).
RDQ
SQ
Gambar 6.4. Penahan D
1. Jenis Tanpa Sinyal Pendetak.
Satu cara membangun penahan D ditunjukkan oleh gambar 6.4 di atas. Dengan
meggunakan sebuah pembalik, bit data D memberikan masukan S kepada gerbang
NAND dan komplemen D menggerakkan masukan R. dengan ini, penahan akan
diset jikaD rendah. Operasi ini dirangkum oleh tabel 6.3. Yang penting sekali disini
ada lagi keadaan pacu. Inverter akan selalu menjamin supaya masukan S dan R
berada pada keadaan yang berlawanan, sehingga tidak mungkin akan terjadi
keadaan pacu.
Penahan D seperti pada gambar 1 tidak menggunakan sinyal pendetak. Rangkaian
akan diset atau direset pada saat D menjadi tinggi atau rendah. FF jenis ini hamper
tidak pernah dipakai.
Tabel 6.3
Penahan D tanpa sinyal pendetak.
D Q
0 0
1 1
Gambar 6.5a memperlihatkan rangkaian penahan D yang diatur oleh tingkat logika
dari sinyal detak. CLK yang rendah akan membuat gerbang masukan tak aktif dan
mencegah perubahan keadaan pada penahan. Dengan kata lain, pada waktu CLK
rendah, penahan berada pada keadaaan tak aktif dan rangkaian dikatakan sedang
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 33 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
menyimpan atau mengingat. Dipihak lain, bila CLK tinggi, masukan D
mengendalilkan keluaran. Dalam keadaan ini penahan akan diset oleh D yang
tinggi, dan direset oleh D yang rendah.
Tabel 6.4.
Penahan dengan sinyal pendetak
CLK D Q
0 X NC
1 0 0
1 1 1
Tabel 6.4 merangkum hasil-hasil operasi tersebut. Tanda X menyatakan keadaan
yang tak peduli, boleh 0 atau 1. Selama CLK berada dalam keadaan rendah,
keluaran tidak mengalami perubahan, lepas dari keadaan masukan D. Akan tetapi
jika CLK tinggi, keadaan keluaran sam adengan masukan :
Q = D
Q
QD
(a)
CLK
CLK
(b)
Q
D
Gambar 6.5. Penahan D dengan sinyal pendetak.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 34 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Diagram pewaktuan (timing) yang mengambarkan proses ini disajikan oleh gambar
6.5b. Jika sinyal detak rendah, rangkaian ditahan pada keadaan semula dan keluaran
Q tidak dapat diubah. Namun selama sinyal pendetak berada pada tingkat logika
tinggi, keluaran Q sama dengan D; bila D tinggi, Q menjadi tinggi; dan bila D
rendah, Q menjadi rendah. Dalam keadaan ini, penahan bersifat “tembus cahaya”
atau transparan, artinya keluaran mengikuti nilai masukan D sewaktu sinyal detak
dalam keadaan tinggi.
2. Kerugian
Oleh karena penahan D merupakan penahan yang diatur oleh tingkat logika sinyal
pendetak, rangkaian inni memiliki kekurangan yang serius. Keluaran mengikuti
nilai masukan d pada saat sinyal pendetak tinggi. Penahan-penahan yang
transparan, mungkin dapat bekerja dengan baik dalam beberapa kasus penerapan,
tetapi tidak untuk rangkaian computer yang akan kita bahas kemudian. Untuk
berfungsi sebagai rangkaian yang benar-benar berguna, rangkaian dari gambar 6.5a
masih memerlukan sedikit perbaikan.
D. FF D Dengan Pemicuan Tepi
Sekarang kita telah siap untuk membicarakan jenis paling umum dari FF D. apa yang
dibutuhkan oleh sebuah computer praktis adalah FF D yang dapat mencuplik bit data
pada waktu yang khusus.
Gambar 6.6. FF D dengan pemicuan tepi
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 35 dari 46
Q
QD
(a)
CLK
CLK
(b)
Q
D
+
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
1. Pemicuan Tepi
Gambar 6.6a memperlihatkan sebuah rangkaian RC pada bagian masukan dari
sebuah FF D. Rangkaian tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga konstanta
waktu RC jauh lebih kecil daripada lebar pulsa sinyal lonceng. Karena itu, kapasitor
dapat mengisi muatan sepenuhnya sewaktu CLK bertransisinaik. Pengisian muatan
secara eksponensial ini menghasilkan paku atau sentakan (spike) tegangan positip
yang tajam pada tahanan. Di pihak lain, tepi ekor dari pulsa detak (ketika bertransisi
turun) memberikan sentakan tegangan negatip.
Tegangan positip yang tajam mengaktifkan gerbang-gerbang masukan untuk
waktu singkat; sementara paku tegangan negatip tidak menimbulkan perubahan
apapun. Gerbang-gerbang masukan yang diaktifkan selama waktu singkat ini akan
mencuplik nilai masukan D selama waktu tersebut. Dalam selang waktu yang
khusus ini, masukan D dan komplemennya tiba pada masukan FF, dan mendorong
keluaran Q menjadi set atau reset.
Operasi yang demikian disebut pemicuan tepi (edge triggering), karena FF
bereaksi hanya pada saat pewaktu berubah keadaan. Pemicuan pada gambar 3a
terjadi pada tepi positp (awal pulsa naik) dari sinyal detak, karena itu proses ini
disebut pemicuan tepi positip.
Gambar 6.6b melukiskan operasi tersebut di atas. Pokok pengertian dari
penjelasan ini adalah bahwa perubahan keadaan keluaran hanya terjadi pada tepi
naik dari sinyal detak. Atau dalam pernyataan lain, data tersimpan hanya pada tepi
positip.
Tanda-tanda panah keatas dan ke bawah menyatakan tepi-tepi naik dan turun
dari sinyal detak. Tiga baris pertama menunjukkan tidak terdapatnya perubahan
pada keluaran ketika sinyal detak dalam tingkat logika rendah, tinggi, atau pun pada
tepi transisi negatip. Sedangkan dua baris terakhir menunjukkan perubahan keluaran
pada tepi positip dari sinyal detak. Jadi, data masukkan D disimpan hanya selama
tepi transisi positip dari sinyal detak.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 36 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
2. Pemicuan Tepi Lawan Pendetakan tingkat Logika
Pada rangkaian pemicuan tepi, keluaran hanya dapat berubah pada tepi naik (atau
turun) dari sinyal detak. Akan tetapi dengan pengaturan detak oleh tingkat logika,
keluaran dapat berubah selama sinyal detak berada dalam tingkat logika tinggi (atau
rendah). Dengan pemicuan tepi, keluaran dapat berubah hanya dalam waktu sesaat
dari siklus detak; sebaliknya, dengan pendetakan tingkat logika, keluaran dapat
berubah dalam selang waktu sepanjang setengah siklus penuh dari sinyal detak.
3. Preset dan Clear
CLEAR
PRESET
Q
QD
CLK +
Gambar 6.7. FF D pemicuan tepi dengan preset dan clear
Pada waktu catu tegangan baru dinyalakan, FF akan menempati keadaan yang
rambang. Penekanan tombol reset induk harus dilakuikan pada saat kita mengawali
operasi sebuah computer. Dengan ini akan dikirimkan sinyal clear (reset) kepada
semua FF. Di samping itu, pada beberapa computer dibutuhkan pula sinyal preset
( set) untuk mengaktifkan FF tertentu sebelum bekerja.
Pada gambar 6.7 disajikan cara memasukkan kedua fungsi tersebut dalam
sebuah FF D. Pemicuan tepi yang dioperasikan di sinni serupa dengan yang telah
dibahas. Di samping itu, gerbang-gerbang AND telah disediakan untuk pemasukkan
sinyal PRESET rendah atau CLEAR rendah menurut keperluan. PRESET yang
rendah akan menyebabkan keluaran Q bernilai 1; dan CLEAR yang rendah akan
mereset Q ke O.
Operasi selengkapnya dirangkum oleh tabel 6.5 . Bila PRESET dan CLEAR
sama-sama rendah kita akan menjumpai keadaaan pacu. Karena itu, dalam keadaan
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 37 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
tak aktif PRESET dan CLEAR harus dalam tingkat logika tinggi. Bila PRESET
dibuat rendah sendirian, maka FF akan di set; dan bila CLEAR yang menjadi
rendah, maka FF akan di reset. Baris-baris lainnya dalam tabel kebenaran
menunjukkan terjadinya perubahan keluaran pada tepo transisi positip dari sinyal
detak.
Preset kadang-kadang disebut pula set langsung ( direct set), sedangkan clear
kadang-kadang disebut reset langsung (direct reset). Kata “langsung” berarti tanpa
adanya kendali sinyal detak. Misalnya, sinyal clear dapat berasal dari sebuah tombol
tekan. Jadi, lepas dari keadaan detak yang sedang bekerja, keluaran akann langsung
di reset bilamana operator menekan tombol clear.
Masukan-masukan PRESET dan CLEAR mengesampingkan (mengalahkan)
masukan-masukan yang lain; mereka memiliki prioritas pertama.
Tabel 6.5
FF D dengan Preset dan Clear
PRESET CLEAR CLK D Q
0 0 X X *
0 1 X X 1
1 0 X X 0
1 1 0 X NC
1 1 1 X NC
1 1 ↓ X NC
1 1 0 0
1 1 1 1
Misalnya, bila PRESET menjadi rendah, keluaran Q akan menjadi tinggi dan tetap
bertahan dalam keadaan ini tanpa mempedulikan apa yang sedang terjadi pada
masukan-masukan D dan CLK. Keluaran akan tetap tinggi selama PRESET rendah.
Dengan demikian, prosedur normal dalam melakukan preset adalah membuat
PRESET rendah untuk sementara waktu, lalu mengembalikannya kepada keadaaan
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 38 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
tinggi. Dengan cara serupa, untuk melaksanakan fungsi clear : CLEAR dibuat
rendah sesaat untuk mereset FF, kemudian kembalikannya kepada keadaan tinggi
untuk memungkinkan operasi rangkaian.
4. FF D Pemicuan Tepi Gandengan Langsung
Gambar 6.8. FF D pemicuan tepi gandengan langsung
FF D terpadu tidak menggunakan rangkaian RC dalam membangkitkan sentakan
tegangan oleh karena sukar menyediakan kapasitas dalam suatu serpihan.
Sebaliknya, suatu variasi desain gandengan langsung yang digunakan dalam hal ini.
Sebagai contoh pada gambar 6.8 dilukiskan sebuah FF D pemicuan tepi positip.
Rangkaian tergandeng langsung ini hanya mengandung gerbang-gerbang NAND,
tidak memiliki kapasitor. Analisis rangkaian tersebut sangat panjang dan rumit
untuk diberikan di sini, namun gagasan pokoknya tetap sama sebagaimana telah kita
bahas. Rangkaian hanya menanggapi sinyal masukan untuk beberapa saat selama
sinyal detak bertransisi dari keadaaan rendah ke keadaaan tinggi. Bit data D
disimpan hanya pada waktu transisi naiknya sinyal detak.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 39 dari 46
PRESET
Q
Q
CLK
D
CLEAR
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
5. Simbol Logika
Gambar 6.9. Simbol logika FF D pemicuan tepi
Gambar 6.9 merupakan symbol logika FF D Pemicuan Tepi Positip. Pada masukan
CLK terdapat tanda segi tiga kecil untuk mengingatkan operasi pemicuan tepi. Bila
anda melihat symbol skematik ini, ingatlah pengertian berikut: masukan D
disimpanh pada tepi transisi naik dari sinyal detak.
Dalam gambar 6.9 terdapat pula masukan-masukan preset (PR) dan clear
(CLR). Tanda lingkaran kecil menyatakan keadan aktif yang rendah (active low
state). Ini berarti masukan-masukan preset dan clear dalam logika tinggi bilamana
FF tak aktif. Untuk melaksanakan preset pada FF, masukan preset harus dibuat
rendah sejenak dan kemudian dikembalikan kepada keadaaan tinggi. Begitu pula,
untuk mereset FF, masukan clear harus dibuat rendah sejenak, kemudian
dikembalikan kepada keadaan tinggi.
Jalan pikiran yang sama dapat diterapkan pada rangkaian-rangkaian yang akan
dibahas kemudian. Tanda lingkaran kecil pada bagian masukan mewakili suatu
keadaan aktif rendah: artinya hanya masukan rendah yang akan ditanggapi oleh
rangkaian. Bila tidak ada tanda lingkaran kecil tersebut, maka hanya masukan tinggi
yang dapat menimbulkan pengaruh pada keluaran.
6. Waktu Tunda Propagasi
Diode-diode dan transistor-transistor tidak dapat bertukar beralih keadaan secara
sesaat. Diperlukan sedikit waktu untuk menyalakan atau mematikan sebuah diode.
Demikian pula diperlukan waktu untuk mengubah keadaan sebuah transistor dari
kejenuhan menjadi terpancung atau sebaliknya. Bagi diode dan transistor bipolar ,
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 40 dari 46
D
C L K
Q
Q
PR
CL
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
waktu penyaklaran (switching time) yang diperlukan itu berukuran dalam orde
nanodetik.
Waktu penyaklaran adalah sebab utama dari waktu tunda propagasi tp. Waktu
tp merupakan selang waktu yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan
keadaan pada keluaran suatu gerbang atau FF. Misalnya, jika lembaran data dari
sebuah FFD menunjukkan harga tp 10 ns, imi berarti dibutuhkan waktu sekitar 10 ns
bagi keluaran Q untuk menguabah keadaannya sesudah masukan D dicuplik oleh
tepi sinyal detak.
Waktu tunda propagasi berukuran demikian kecilnya sehingga dalam banyak
kasus penerapan, parameter ini dapat diabaikan. Akan tetapi dalam rangkaian-
rangkaian yang berkecepatan tinggi, waktu tunda propagasi harus diperhitungkan.
Jika sebuah FF mempunyai tp 10 ns, inni berarti kita harus menunggu selama 10 ns
sebelum keluaran dapat memicu rangkian yang lain.
7. Waktu Siap
Kapasitas sesat liar (stray capacitance) yang terjadi pada masukan D (dan factor-
faktor lain) mengharuskan bit data D berada pada masukan sebelum tepi sinyal CLK
tiba. Waktu siap (setup time) tsetup adalah selang waktu minimum bagi kehadiran bit
data pada masukan sebelum tepi sinyal CLK memicu.
Sebagai contoh, jika pada lembaran data sebuah FF D dicantumkan harga tsetup
sebesar 15 ns, maka bit data yang akan disimpan harus sudah berada pada masukan
D minimum 15 ns sebelum tepi sinyal CLK masuk; jika tidak, pabrik IC yang
bersangkutan tidak dapat menjamin ketepatan operasi pencuplikan dan
penyompanan data dari IC tersebut.
8. Waktu Tahan
Lebih lanjut, bit data D harus ditahan dalam selang waktu yang cukup panjang bagi
transistor-transistor internal untuk beralih keadaaan. Bit data D hanya diperbolehkan
berubah setelah transisi selesai terlaksana secara mantap. Waktu tahan (hold time)
thold didefinisikan sebagai selantg waktu minimum selama bit data bertahan sesudah
tepi sinyal CLK memicu FF.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 41 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Sebagai contoh, jika diketahui tsetup 15 ns dan thold 5 ns, maka ini berarti bit data
harus sudah siap di masukan D minimum 15 ns sebelumtepi sinyal CLK sampai,
dan bit data tersebut harus bertahan di situ paling tidak 5 ns sesudah tepi sinyal
CLK berlalu.
E. JK FF PEMICUAN TEPI
Kalau bicara tentang rangkaian yang dapat mencacah, maka FF JK merupakan elemen
memori yang ideal untuk digunakan.
Rangkaian+
K
J
CLK
Q
Q
(a)
CLK
(b)
Q
K
J
Gambar 6.10. (a) FF JK pemicuan tepi; (b) diagram pewaktuan.
Gambar 6.10a memperlihatkan suatu cara menyusun sebuah FF JK. Seperti sebelumnya
sebuah rangkaian RC dengan konstanta waktu yang singkat akan mengubah pulsa CLK
yang persegi menjadi paku-paku tegangan yang berbentuk tajam. Karena adanya
inverse ganda melalui gerbang-gerbang NAND, rangkaian ini merupakan rangkaian
pemicuan tepi positif. Dalam kata lain, gerbang-gerbang input diaktifkan hanya pada
tepi naik dari sinyal detak.
1. Tak-Aktif
Input-input J dan K merupakan sinyal-sinyal kendali, yang mengatur apa yang
dilakukan rangkaian pada tepi positif dari sinyal detak. Bila J dan K rendah, kedua
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 42 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
gerbang input menjadi tak aktif dan rangkaian tidak berfungsi sepanjang waktu itu,
dan termasuk selama tepi dari sinyal detak.
2. Reset
Bila J rendah dan K tinggi, gerbang bagian atas tak berfungsi sehingga FF tidak
dapat diset. Satu-satunya langkah yang mungkin diambil adalah melakukan reset.
Bila Q tinggi, gerbang bagian bahwa akan melewatkan sebuah sinyal pemicu reset
segera setibanya tepi positif dari
sinyal detak. Ini akan menyebabkan Q menjadi rendah. Karena itu, J = 0 dan K = 1
berarti reset FF oleh tepi naik dari sinyal detak.
3. Set
Bila J tinggi dan K rendah, gerbang bagian bawah tidak berfungsi, dan tidak
mungkin melakukan reset terhadap FF. Akan tetapi FF dapat diset sebagai berikut.
Ketika Q rendah, Q menjadi tinggi. Karena itu, gerbang bagian atas akan
melewatkan sebuah sinyal pemicu set pada tepi positif dari sinyal detak. Keadaan
ini akan menghasilkan output Q yang tinggi. Jadi, J = 1 dan K = 0 berarti FF diset
oleh tepi positif dari sinyal detak berikutnya.
4. Toggle
Bila kedua masukkan J dan K dalam tingkat logika tinggi, FF dapat diset atau
direset, bergantung pada keadaan arus dari keluaran. Jika Q tinggi, gerbang bagian
bawah akan melewatkan sebuah pemicu reset pada saat tibanya tepi sinyal detak
positif yang berikut. Di pihak lain, ketika Q rendah, gerbang bagian atas yang akan
meloloskan sebuah pemicu set pada waktu tibanya tepi positif sinyal detak
berikutnya. Dalam kedua kasus ini, Q berubah menjadi harga komplemen dari
keadaan sebelumnya. Jadi, J = 1 dan K = 1 berarti bahwa FF akan togel (toggle)
pada tepi positif dari sinyal detak berikutnya ( Toggle berarti beralih kepada
keadaan yang berlawanan).
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 43 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
5. Diagram Pewaktuan
Diagram pewaktuan dari gambar 6.10b merupakan rangkuman visual dari operasi
diatas. Ketika J tinggi dan K rendah, tepi naik dari sinyal detak menghasilkan Q
yang tinggi (operasi set). Di pihak lain, ketika J rendah dan K tinggi, tepi naik dari
sinyal detak mereset Q menjadi rendah. Dan bila J dan K tinggi secara serentak,
output akan togel pada saat tibanya setiap tepi naik dari sinyal detak.
Tabel Kebenaran
Tabel 6.6. FF JK Pemicuan tepi positif
CLK J K Q
0 X X NC
1 X X NC
↓ X X NC
X 0 0 NC
0 1 0
1 0 1
1 1 Toggle
Rangkaian operasi yang diuraikan di atas disajikan dalam tabel 6.6. Rangkaian
menjadi tak aktif, bila mana sinyal detak berada pada tingkat logika rendah, tinggi,
atau pada transisi turun. Begitu pula, kondisi tak aktif terjadi pada saat J dan K
sama-sama rendah. Perubahan kondisi output hanya terjadi pada saat sinyal detak
bertransisi naik, seperti ditunjukkan oleh tiga baris terakhir dari tabel kebenaran
tersebut. Dalam kasus-kasus ini, keluarannya berupa hasil reset, set, atau togel.
6. Pemacuan
FF JK dari gambar 5.10a harus dijalankan dengan pemicuan tepi untuk menghindari
osilasi. Mengapa ? Andaikan rangkaian bekerja dengan sinyal detak berupa tingkat
logika. Atau dengan kata lain, andaikan bahwa rangkaian RC di bagian input
dilepaskan dan sinyal detak dimasukkan langsung ke dalam gerbang. Dengan J, K
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 44 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
dan CLK yang tinggi semuanya, output akan togel. Output ini kemudian
diumpanbalikkan ke gerbang-gerbang input. Setelah dua selang waktu propagasi
(melalui gerbang-gerbang input dan output), output nya akan togel kembali. Dan
sekali lagi, output yang baru ini dikembalikan ke gerbang-gerbang input. Dengan
cara demikian, output dapat bertogel secara berulang-ulang selama sinyal detak
tetap tinggi. Dengan kita dapatkan osilasi selama setengah siklus dari sinyal detak.
Toggle lebih dari sekali selama satu siklus sinyal detak disebut pemacuan (racing).
Sekarang andaikan bahwa rangkaian RC kita pasang kembali untuk
melaksanakan pemicuan tepi. Waktu tunda propagasi akan melindungi FF JK dari
pemacuan. Alasannya adalah sebagai berikut. Perhatikan gambar 5.10a, output
berubah keadaaan setelah tepi positif sinyal detak masuk. Pada saat sinyal Q dan Q
yang baru dikembalikan ke gerbang-gerbang input, paku tegangan positif sudah
meluruh menuju nol. Inilah kita hanya memperoleh satu togel pada setiap siklus
sinyal detak.
Misalkan waktu tunda propagasi total dari input sampai output adalah sebesar
20 ns, maka output akan berubah keadaan kira-kira 20 ns sesudah tibanya tepi naik
dari sinyal detak. Bila paku tegangan lebih sempit dari 20 ns, maka Q dan Q yang
diumpanbalikkan ke gerbang-gerbang Input akan tiba terlambat untuk menyebabkan
pemicuan yang keliru.
7. Simbol
J
C L K
K
Q
Q
PR
CL
J
C L K
K
Q
Q
J
C L K
K
Q
Q
PR
CL
(c)(a) (b)
Gambar 6.11. (a) Pemicuan tepi positif; (b) preset dan clear aktif rendah (c) pemicuan tepi
negatif; (d) diagram pewaktuan.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 45 dari 46
Penerapan Konsep Dasar Listrik dan Elektronika untuk Kelas X
Seperti disinggul dalam uraian yang lalu,kapasitor-kapasitor sulit dibuat pada suatu
serpihan. Karena alas an ini, pabrik pembuat IC lebih senang memilih desain
gandengan langsung bagi FF JK pemicuan tepi. Desain semacam ini sangat rumit
dibicarakan di sinni, akan tetapi anda dapat menemukannya dalam buku-buku data
IC dari perusahaan-perusahaan yang memproduksinya.
Gambar 6.11a memperilhatkan symbol baku bagi sebuah FF JK pemicuan tepi
positif dari desain yang manapun.
Gambar 6.11b merupakan symbol bagi sebuah FF JK dengan fungsi preset dan
clear. Seperti biasa, PR dan CLR mempunyai keadaan aktif yang berupa keadaan
rendah. Inni berarti bahwa dalam keadaan normal keduanya harus bertingkat logika
tinggi dan dapat dibuat rendah sejenak untuk melakukan preset atau clear terhadap
rangkaian.
Gambar 6.11c menunjukkan FF JK lain yang tersedia secara komersial.
Lingkaran kecil pada input sinyal detak merupakan cara baku untuk menunjukkan
pemicuan tepi negative. Dalam tabel 6.7 ditunjukkan bahwa output dapat berubah
hanya pada saat tibanya tepi turun dari sinyal detak. Diagram pewaktuan dari
gambar 6.11d memperjelas pemicuan tepi negative ini.
Dadan Juansah, S.Pd. SST. Halaman 46 dari 46