34
7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 1/34  HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Good M anufacturing Practice  di Restoran Penerapan Good manufacturing practice oleh restoran dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan  Hygiene Sanitasi Jasaboga. Good manufacturing practice atau GMP merupakan bagian dari proses pemastian mutu guna memastikan produk diproduksi dan diawasi secara konsisten berdasarkan standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan syarat izin edar yang berlaku (WHO, 1997). Penerapan GMP harus memenuhi lima persyaratan utama, yaitu persyaratan umum hygiene, persyaratan khusus golongan, persyaratan hygiene sanitasi makanan,  persyaratan hygiene sanitasi pengolahan makanan, dan persyaratan hygiene sanitasi  penyimpanan makanan. Persyaratan Umum Hygiene  Restoran Persyaratan umum hygiene restoran terdiri atas dua aspek utama, yaitu lokasi serta bangunan dan fasilitas. Lokasi. Lokasi restoran terletak tidak jauh dari pemukiman penduduk dan berbatasan dengan parit besar. Resiko-resiko yang disebabkan oleh parit, secara khusus, menyebabkan penilaian atas lokasi restoran menjadi kurang sempurna. Bangunan dan Fasilitas. Persyaratan untuk bangunan dan fasilitas restoran terdiri atas lima belas aspek yang harus dipenuhi, yaitu halaman, konstruksi, lantai, dinding, langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, ruang pengolahan makanan, fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih,  jamban dan peturasan, kamar mandi, serta tempat sampah. Restoran dinilai telah memenuhi tiga belas dari lima belas aspek yang harus dipenuhi. Beberapa hal yang dinilai masih perlu disempurnakan, yaitu aspek pintu dapur, sistem ventilasi, dan halaman restoran yang masih kurang sempurna. Pintu bagian dapur restoran tidak membuka ke arah luar meski pintu tersebut dibuat tidak bercelah dan dapat menutup sendiri. Sistem ventilasi dapur restoran juga dinilai kurang memenuhi syarat sehingga kondisi dapur menjadi pengap, panas, dan kurang nyaman. Aspek halaman restoran juga dinilai masih perlu mendapat penyempurnaan terkait faktor lokasi restoran yang berbatasan dengan parit.

BAB VI Hasil Dan Pembahasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hasil dan pembahasan haccp mcd

Citation preview

Page 1: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 1/34

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Good Manufactur ing Practice  di Restoran

Penerapan Good manufacturing practice oleh restoran dilakukan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715/MENKES/SK/V/2003

tentang Persyaratan  Hygiene Sanitasi Jasaboga. Good manufacturing practice  atau

GMP merupakan bagian dari proses pemastian mutu guna memastikan produk

diproduksi dan diawasi secara konsisten berdasarkan standar mutu yang sesuai

dengan tujuan penggunaan dan syarat izin edar yang berlaku (WHO, 1997).

Penerapan GMP harus memenuhi lima persyaratan utama, yaitu persyaratan umum

hygiene, persyaratan khusus golongan, persyaratan hygiene  sanitasi makanan,

 persyaratan hygiene  sanitasi pengolahan makanan, dan persyaratan hygiene  sanitasi

 penyimpanan makanan.

Persyaratan Umum Hygiene  Restoran 

Persyaratan umum hygiene restoran terdiri atas dua aspek utama, yaitu lokasi

serta bangunan dan fasilitas.

Lokasi. Lokasi restoran terletak tidak jauh dari pemukiman penduduk dan berbatasan

dengan parit besar. Resiko-resiko yang disebabkan oleh parit, secara khusus,menyebabkan penilaian atas lokasi restoran menjadi kurang sempurna.

Bangunan dan Fasilitas. Persyaratan untuk bangunan dan fasilitas restoran terdiri

atas lima belas aspek yang harus dipenuhi, yaitu halaman, konstruksi, lantai, dinding,

langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, ruang pengolahan makanan,

fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan, tempat cuci tangan, air bersih,

 jamban dan peturasan, kamar mandi, serta tempat sampah. Restoran dinilai telah

memenuhi tiga belas dari lima belas aspek yang harus dipenuhi. Beberapa hal yangdinilai masih perlu disempurnakan, yaitu aspek pintu dapur, sistem ventilasi, dan

halaman restoran yang masih kurang sempurna. Pintu bagian dapur restoran tidak

membuka ke arah luar meski pintu tersebut dibuat tidak bercelah dan dapat menutup

sendiri. Sistem ventilasi dapur restoran juga dinilai kurang memenuhi syarat

sehingga kondisi dapur menjadi pengap, panas, dan kurang nyaman. Aspek halaman

restoran juga dinilai masih perlu mendapat penyempurnaan terkait faktor lokasi

restoran yang berbatasan dengan parit.

Page 2: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 2/34

53

Persyaratan Khusus Golongan Restoran

Restoran ini termasuk ke dalam golongan jasaboga atau restoran A3, karena

melayani kebutuhan masyarakat umum melalui proses pengolahan dengan

menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Restoran golongan

A3 memiliki persyaratan yang lebih kompleks serta diwajibkan untuk memenuhi

 persyaratan restoran golongan A1 dan A2 terlebih dahulu dalam proses

 pelaksanaannya. Restoran ini, sebagai restoran golongan A3, dinilai telah memenuhi

semua persyaratan yang diwajibkan dengan baik, yaitu memiliki ruang pengolahan

makanan yang terpisah dengan bangunan tempat tinggal, chiller  dan  freezer   dalam

 jumlah yang mencukupi, alat pembuang asap dan cerobong asap yang tidak

mengganggu lingkungan, ruang pengolahan makan yang terpisah dengan ruang

 penyajian produk matang, kendaraan dan alat pengangkut makanan khusus dengan

desain tertutup, kedap air, dan mudah dibersihkan, serta mencantumkan nama

 perusahaan, nomor izin usaha, dan laik hygiene  sanitasi pada setiap kemasan

makanan.

Persyaratan Hygiene  Sanitasi Makanan Restoran

Persyaratan hygiene  sanitasi makanan terdiri atas tiga aspek, yaitu bahan

makanan, makanan terolah, dan makanan jadi. Restoran ini dinilai telah memenuhi

ketiga aspek persyaratan hygiene sanitasi makanan dengan baik. Bahan baku utama

restoran adalah daging ayam. Daging ayam yang digunakan harus memiliki kondisi

yang baik, segar, dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa, serta berasal

dari tempat resmi yang diawasi. Kegiatan pengawasan terhadap bahan baku daging

ayam dilakukan oleh perusahaan pemilik restoran secara rutin melalui departemen

Quality Assuarance. Departemen QA menggunakan SNI 01-3924-2009 sebagai

standar mutu acuan untuk bahan baku daging ayam, disamping kriteria kualitas

karkas yang diinginkan oleh perusahaan. Data kriteria kualitas perusahaan untuk

daging ayam dapat dilihat pada Tabel 17. Restoran juga menggunakan bahan baku

selain daging ayam, yaitu kentang,  patty, roti burger , sayuran, beras, dan lain-lain

serta bahan tambahan, seperti bumbu-bumbu, minyak, saos, dan lain-lain. Semua

 bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan restoran berada dalam kondisi yang

 baik dan tidak rusak atau busuk.

Page 3: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 3/34

54

Produk utama dari restoran ini adalah ayam goreng tepung yang terdiri atas

dua jenis, crispy  dan original . Kedua produk ini dapat disajikan untuk disantap

langsung maupun dibawa pulang dengan menggunakan kemasan tertentu. Restoran

ini menyediakan produk ayam goreng yang  fresh  dengan jangka waktu penyajian

yang juga sangat singkat. Restoran juga menggunakan kemasan khusus sekali pakai

yang dilengkapi dengan label, merk, nama restoran, nomor izin usaha, dan laik

hygiene  sanitasi pada setiap kemasan yang digunakan sesuai dengan persyaratan

hygiene restoran.

Tabel 17. Data Kriteria Mutu Karkas Ayam Berdasarkan Standarisasi Perusahaan

Fisik Perlemakan Perdagingan Kulit

  Fisik karkas harusmendekati sempurna.

  Tidak menerima

karkas dengan

kondisi :

1.  Patah tulang,2.  tulang leher >

1,25 cm,

3.  kaki terlalu

 pendek,

4.  dada atau tulang

sobek > 2 cm,

5. 

sobekan olehtangan atau pisau

 pada kulit,

6.  terdapat memar >

2 cm,

7.  folikel bulu berbintik merah >

2 cm,

8.  terkontaminasi

oleh kotoran atau

sisa makanan daritembolok,

9.   bulu halus dan

kasar di permukaan karkas

> 1,25 cm,

10. masih terdapatorgan dalam,

11. terkontaminasi

ingesta > 5 cm.

  Perlemakan sedikit(+ 16%) untuk

setiap potongan

karkas.

  Tidak menerima

karkas denganlemak berlebihan

di daerah dubur

atau leher.

  Daging bersih danmengkilat.

  Daging berbau

aromatis dan tidak

amis.

  Konsistensi daging

kenyal.

  Perdagingan penuh

di seluruh

 permukaan karkas.

  Serabut otot di

sekitar daging

 berwarna pucat.

  Kondisi kulitsempurna.

  Kerusakan kulit

sayap + 1 cm.

  Kulit karkas

 berwarna merah

muda.

  Hanya boleh

memar pada sayap

0,5 cm.

Sumber : Departemen Logistik PT. Fast Food Indonesia, Tbk. dalam Aprido (2005)

Page 4: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 4/34

55

Persyaratan Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan Restoran

Persyaratan hygiene  sanitasi pengolahan makanan terdiri atas tiga aspek,

yaitu karyawan pengolah makanan, peralatan yang kontak dengan makanan, dan cara

 pengolahan makanan. Restoran telah memenuhi aspek kedua dengan baik, akan

tetapi masih perlu mendapat peningkatan dan penyempurnaan dalam pemenuhan

aspek pertama dan ketiga dari persyaratan hygiene  sanitasi pengolahan makanan.

Peralatan pengolahan pangan yang digunakan restoran terbuat dari stainless steel  anti

karat dan kelupas, memiliki permukaan yang utuh dan mudah dibersihkan, memiliki

lapisan permukaan yang tidak terlarut dalam asam, basa, atau garam-garam yang

lazim dijumpai dalam makanan, serta tidak mengeluarkan logam berat beracun yang

membahayakan, seperti timah hitam (Pb), arsenikum (As), tembaga (Cu), seng (Zn),

cadmium (Cd), dan antimon (Stibium) apabila bersentuhan dengan makanan.

Peralatan pengolahan pangan selalu dibersihkan dan disanitasi sebelum dan setelah

digunakan. Peralatan dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan multi purpose sink

detergent   dan air hangat (49  –   54 oC) kemudian disanitasi dengan menggunakan

larutan klorin 100 ppm dan air bersuhu (32  –   38 oC). Kegiatan pembersihan dan

sanitasi peralatan dilakukan guna menjamin setiap peralatan pengolahan pangan

terbebas dari faktor-faktor pencemar.

Restoran perlu melakukan sedikit penyempurnaan agar dapat memenuhi

aspek pertama dan ketiga dengan baik. Penerapan perilaku hygiene dan bersih oleh

karyawan pada saat proses pengolahan pangan merupakan faktor yang dinilai masih

 perlu mendapat penyempurnaan. Sertifikasi hygiene  sanitasi makanan untuk setiap

karyawan dinilai sebagai salah satu cara yang efektif dalam mewujudkan penerapan

 perilaku hygiene. Kegiatan pemantauan terhadap proses produksi juga penting untuk

ditingkatkan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadapSSOP yang telah ditetapkan.

Persyaratan Hygiene  Sanitasi Penyimpanan Makanan Restoran

Persyaratan hygiene sanitasi penyimpanan makanan terdiri atas empat aspek,

yaitu penyimpanan bahan mentah, penyimpanan makanan terolah, penyimpanan

makanan jadi, dan cara penyimpanan makanan. Restoran telah memenuhi semua

aspek persyaratan hygiene  sanitasi penyimpanan makanan dengan cukup baik.

Semua bahan mentah maupun produk makanan terolah disimpan di dalam  freezer  

Page 5: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 5/34

56

dan chiller  bersuhu < 4 oC. Produk matang restoran, khususnya ayam goreng crispy 

dan original , disajikan langsung di dalam display holding cabinet   bersuhu 65 oC

ataupun disimpan di dalam holding cabinet  bersuhu 68 –  82 oC. Proses penyimpanan

dilakukan sesuai persyaratan, yaitu tidak tercampur antara produk matang dengan

 bahan mentah serta tidak menempel pada lantai, dinding, dan langit-langit.

Penerapan Sani tation Standard Operating Procedure  di Restoran

Program Sanitation standard operating procedure  atau SSOP telah

diterapkan oleh pihak restoran dan didokumentasikan dengan baik dalam  standard

library. SSOP merupakan suatu komponen program persyaratan teknis dasar (pre-

requisite programme) yang harus dipenuhi apabila suatu unit usaha akan memulai

suatu proses produksi dan berencana untuk menerapkan HACCP (Mortimore dan

Wallace, 2001). Proses pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur standar sanitasi

dan kebersihan restoran juga dilakukan secara rutin oleh departemen QA melalui

kegiatan audit. Kegiatan audit oleh QA didasarkan pada delapan kunci SSOP dan

dilakukan setiap tiga bulan sekali tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak

restoran.

Keamanan Air

Sumber air bersih restoran berasal dari PDAM kota Bogor dan sumur air

artesis. Air sumur yang akan digunakan telah melewati beberapa tahap penyaringan

terlebih dahulu. Sistem distribusi air sumur juga berbeda dengan air dari PDAM.

Air sumur akan ditampung terlebih dahulu dalam tangki air yang berada di atap

restoran dan kemudian didistribusikan dengan sistem down feed . Pengujian terhadap

kualitas air, khususnya air sumur, dilakukan secara berkala oleh pihak PDAM setiap

tiga bulan sekali, sehingga layak untuk digunakan dan memenuhi standar SNI.

Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan

Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan makanan bergantung pada

 pemeliharaan kebersihan peralatan pengolahan pangan dan karyawan. Pemeliharaan

kebersihan karyawan dilakukan dengan cara mewajibkan karyawan untuk mencuci

tangan sebelum dan sesudah menangani bahan makanan serta menggunakan  gloves.

Pemeliharaan kebersihan peralatan pengolahan pangan dilakukan dengan proses

 pembersihan serta sanitasi sebelum dan setelah digunakan. Peralatan dibersihkan

dengan larutan multi purpose sink detergent  dan air hangat (49  –  54 oC) kemudian

Page 6: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 6/34

57

disanitasi dengan menggunakan larutan klorin 100 ppm dan air bersuhu (32 –  38 oC).

Setiap peralatan pengolahan pangan yang terdapat di restoran terbuat dari  stainless

 steel   sehingga mudah dibersihkan, tidak bereaksi, tahan karat, tidak menyerap, dan

tidak mengandung toksik.

Pencegahan Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang merupakan hal yang perlu mendapat perhatian dan

 pencegahan secara menyeluruh. Bentuk pencegahan terhadap kontaminasi silang

yang dilakukan oleh restoran, yaitu pemisahan tempat penyimpanan antara bahan

mentah dengan produk setengah jadi atau produk jadi, pelaksanaan proses

 pengolahan, penyimpanan, dan penyajian pangan sesuai dengan standar sanitasi,

serta pelaksanaan proses sanitasi ruangan dan peralatan pengolahan pangan secara

 baik dan benar.

Fasilitas Kebersihan

Ketersediaan dan pemeliharaan fasilitas kebersihan merupakan salah satu

aspek penting dalam mewujudkan sanitasi pangan. Penyediaan fasilitas kebersihan

 bagi para pekerja, khususnya fasilitas cuci tangan dan toilet, masih perlu mendapat

 peningkatan dan penyempurnaan. Restoran hanya menyediakan 1 buah fasilitas cuci

tangan dan 1 buah toilet untuk para pekerja. Fasilitas cuci tangan terletak di sebelah

 pintu masuk dapur, sedangkan toilet untuk para pekerja berada di luar bangunan

restoran. Jumlah fasilitas cuci tangan dan toilet dinilai perlu ditambah guna

mendukung penerapan standar operasional sanitasi. Fasilitas cuci tangan modern

yang dilengkapi alat pengering tangan dan sesuai standar sanitasi serta toilet yang

memadai dan mudah dijangkau dinilai efektif dalam mengurangi resiko terjadinya

 pencemaran kembali dan kontaminasi silang (Crammer, 2006). 

Pencegahan Adulterasi

Pencegahan terhadap pencemaran dilakukan untuk menjamin produk pangan,

 bahan pangan, maupun permukaan yang kontak dengan bahan pangan terhindar dari

cemaran fisik, kimia, dan biologi. Restoran telah melakukan kegiatan pencegahan

terhadap pencemaran dengan baik. Bentuk pencegahan terhadap pencemaran yang

dilakukan restoran, yaitu penyimpanan senyawa pembersih dan sanitizer  pada tempat

terpisah dan tertutup, penggunaan tempat sampah yang dapat menutup dengan

sempurna, penempatan gas pada ruangan yang tertutup, serta pemisahan wadah yang

Page 7: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 7/34

58

digunakan untuk bahan makanan atau peralatan dengan wadah untuk pembersih dan

 sanitizer .

Pelabelan dan Penyimpanan Senyawa Berbahaya

Restoran telah melakukan proses pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan,

 baik bahan pangan maupun non pangan, dengan baik. Kegiatan pelabelan bahan

 pangan maupun non pangan dilakukan dengan menggunakan sistem kartu dan

formulir pencatatan yang dilakukan oleh  stock control . Prosedur pencatatan dan

 pemberian label dilakukan untuk mempermudah proses penyimpanan, pengawasan,

dan pemeriksaan serta mencegah terjadinya kesalahan penggunaan yang dapat

menimbulkan pencemaran.

Kesehatan Pekerja

Kesehatan pekerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu

diperhatikan dalam mewujudkan sanitasi pangan. Kegiatan pemantauan dan

 pengelolaan kesehatan pekerja telah dilakukan dengan baik, akan tetapi masih perlu

mendapat penyempurnaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa restoran perlu

memperketat kegiatan pemantauan terhadap kesehatan pekerja guna memperkecil

resiko terjadinya kontaminasi silang.

Pengendalian Hama

Keberadaan hama mutlak tidak dikehendaki dalam mewujudkan sanitasi

 pangan. Kegiatan pengendalian hama yang dilakukan oleh restoran mencakup

 prosedur pencegahan dan penggunaan bahan kimia pembasmi hama. Penerapan

 praktik hygiene, konstruksi restoran, lubang, dan saluran pembuangan dengan desain

khusus dan tertutup, pemeliharaan kebersihan ruang penyimpanan, serta penataan

 penyimpanan merupakan bentuk-bentuk pencegahan hama yang dilakukan oleh

restoran. Restoran juga menggunakan jasa pembasmi hama komersil terminix setiap

dua minggu sekali. Prosedur pembasmian hama oleh terminix  dilakukan dengan

menyemprotkan bahan kimia pembasmi hama pada malam hari. 

HACCP Plan  

Penerapan HACCP plan didasarkan pada ketujuh prinsip HACCP yang telah

dipublikasikan oleh Codex Alimentarius Commission dan tertuang di dalam dua

 belas langkah penerapan HACCP. Kedua belas langkah penerapan sistem HACCP

Page 8: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 8/34

59

tersebut, antara lain pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi rencana

dan tujuan penggunaan produk, penyusunan diagram alir proses produksi, verifikasi

diagram alir proses produksi, identifikasi atau analisis bahaya pada setiap tahapan

 proses produksi, penetapan titik kendali kritis (CCP), penetapan batas kritis untuk

setiap CCP, penetapan prosedur monitoring   pada setiap CCP, penetapan tindakan

koreksi, penetapan prosedur verifikasi sistem HACCP, serta penetapan prosedur

 pencatatan (dokumentasi) dan penyimpanan dokumen hasil pencatatan.

Pembentukan Tim HACCP

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa susunan terbaik tim HACCP yang

tepat untuk restoran siap saji terdiri atas para personal yang berasal dari departemen

quality assurance & research and development , operation administration, dan

marketing . Ketiga departemen tersebut memiliki kaitan yang paling erat dengan

 produk dan kegiatan proses produksi. Sudibyo (2008) mengatakan bahwa susunan

utama tim HACCP harus terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota.

QA dan QC yang berasal dari departemen quality assurance & research and

development  paling sesuai untuk menempati posisi ketua dan sekretaris tim HACCP

yang memerlukan pengetahuan dan pengertian yang baik terhadap sistem HACCP

dan penerapannya serta prosedur pembuatan dokumen manual HACCP (Sudibyo,

2008). Posisi wakil ketua tim HACCP hendaknya berasal dari departemen yang juga

memiliki pengetahuan akan proses produksi dan sistem HACCP. Personal yang

 berasal dari departemen operation administration  paling sesuai untuk menempati

 posisi wakil ketua tim HACCP, karena memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

memadai dalam proses produksi sehingga dapat melengkapi kinerja dari ketua tim.

Anggota tim HACCP dapat berasal dari departemen lain, akan tetapi diharapkan

untuk dapat mengerti tentang penerapan sistem HACCP pada proses produksi.

Personal yang berasal dari departemen marketing  cukup kompeten untuk menempati

 posisi anggota tim HACCP, karena memiliki informasi-informasi penunjang yang

dapat mendukung penerapan sistem HACCP, seperti informasi tentang pemasok

maupun pihak lain yang bekerja sama dengan pihak restoran. Tim HACCP juga

disarankan untuk memiliki pendamping yang bersifat independen dan bertindak

sebagai tenaga ahli luar yang paham terhadap bahaya potensial fisik, kimia, dan

 biologi (Badan Standarisasi Nasional, 1998).

Page 9: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 9/34

60

Deskripsi Produk

Hasil deskripsi produk menunjukkan bahwa produk yang dikaji adalah ayam

goreng yang terdiri atas dua jenis, yaitu  Hot & Crispy Chicken dan Original Recipe

Chicken. Kedua jenis ayam goreng tersebut dimasak dengan metode deep-fat frying  

 pada suhu dan lama penggorengan yang berbeda. Ayam goreng HCC digoreng pada

suhu 171 oC selama 13 menit, sedangkan ayam goreng ORC digoreng pada suhu

141 oC dengan tekanan tertentu selama 14,5 menit. Bahan dasar yang digunakan

 pada dasarnya adalah sama, perbedaannya hanya terletak pada komposisi bumbu

yang digunakan. Hal tersebut menyebabkan kedua jenis produk ayam goreng ini

memiliki masa kadaluarsa yang sama, yaitu 90 menit sejak matang. Perbedaan lain

yang terdapat pada kedua jenis produk ini adalah metode pengemasan. Original

 Recipe Chicken  menggunakan  food paper   khusus dan berlabel, sedangkan  Hot &

Crispy Chicken  hanya dikemas dengan menggunakan  food paper   biasa. Data

deskripsi produk ayam goreng dari restoran siap saji ini selengkapnya dapat dilihat

 pada Tabel 18 dan 19.

Tabel 18. Deskripsi Produk Ayam Goreng Hot & Crispy Chicken Restoran Siap

Saji

Kriteria Deskripsi Keterangan

 Nama Dagang Produk  Hot & Crispy Chicken

Komposisi Utama Daging ayam serta tepung dan bumbu khusus standarrestoran waralaba

Kategori Proses  Deep-fat frying  

Cara Penyajian Produk Digoreng secara deep-fat frying   pada suhu 171 oC

selama 13 menit

Pengemasan Primer : food paper  

Sekunder : kardus makanan

Cara Distribusi  Dine-in : disajikan di atas piring

 Home delivery  : dimasukkan ke dalam kemasan laludimasukkan ke dalam ruang penyimpan makanan yangada di motor

Masa Kadaluarsa 1,5 jam (90 menit)

Kondisi Penyimpanan Di dalam display cabinet  bersuhu 65 –  72 oC

Di dalam holding cabinet  bersuhu 79 –  82 oC

Pelabelan Label halal, label DEPKES, label penunjuk produk,dan logo restoran

Penjualan Langsung kepada konsumen akhir

Target Konsumen Semua umur, khususnya anak-anak dan remaja

Page 10: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 10/34

61

Tabel 19. Deskripsi Produk Ayam Goreng Original Recipe Chicken Restoran Siap

Saji 

Kriteria Deskripsi Keterangan

 Nama Dagang Produk Original Recipe Chicken

Komposisi Utama Daging ayam serta tepung dan bumbu khusus standarrestoran waralaba

Kategori Proses  Deep-fat frying  

Cara Penyajian Produk Digoreng secara deep-fat frying  pada suhu 141 oC dantekanan tertentu selama 14,5 menit

Pengemasan Primer : food paper  khusus bertanda Original Recipe 

Sekunder : kardus makanan

Cara Distribusi  Dine-in : disajikan di atas piring

 Home Delivery  : dimasukkan ke dalam kemasan laludimasukkan ke dalam ruang penyimpan makanan yang

ada di motor

Masa Kadaluarsa 1,5 jam (90 menit)

Kondisi Penyimpanan Di dalam display cabinet   bersuhu 65  –   72 oC atau di

dalam holding cabinet   bersuhu 79  –   82 oC dengan

wadah khusus yang dilengkapi tempat penampungan

air

Pelabelan Label halal, label DEPKES, label penunjuk produk,dan logo restoran

Penjualan Langsung kepada konsumen akhir

Target Konsumen Semua umur, khususnya anak-anak dan remaja

Identifikasi Rencana Penggunaan Produk

Identifikasi rencana dan tujuan penggunaan produk adalah langkah ketiga

dalam penerapan sistem HACCP. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedua

 jenis produk ayam goreng tersebut merupakan produk pangan yang aman, sehat,

utuh, dan halal (ASUH), sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan apabila

dikonsumsi. Restoran menetapkan target penjualan yang seluas-luasnya untuk kedua

 jenis produk ayam goreng tersebut. Target penjualan dari kedua jenis produk ayam

goreng ini juga tidak dibatasi oleh kalangan tertentu dan memiliki batasan umur yang

cukup luas, yaitu mulai dari empat tahun ke atas.

Penyusunan dan Verifikasi Diagram Alir Produk

Penyusunan dan verifikasi diagram alir produk merupakan dua langkah

 penting yang harus dilakukan dalam penerapan sistem HACCP. Diagram alir

 pembuatan ayam goreng Hot & Crispy Chicken (HCC) dan Original Recipe Chicken 

(ORC) dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 11: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 11/34

62

Gambar 6. Diagram Alir Proses Pembuatan Ayam Goreng HCC dan ORC di

Restoran Siap Saji

Penerimaan ayam

 fresh (< 4oC) dan

 frozen (> -4oC)

Penyimpanan di chiller  

(3 –  4oC) dan freezer  

[(-18) –  (-15)oC]

 Dress-up

 Marinating

Penyimpanan di

chiller  (3 –  4oC)

 Breading  dan

Penyusunan

 Deep-fat frying  pada suhu 171oC

selama 13 menit untuk HCC

 Deep-fat frying  pada suhu 141oC

dan tekanan tertentu selama 14,5

menit untuk ORC

 Holding  di dalam holding

cabinet  bersuhu 68 –  82oC

(+ 5 menit)

 Display di dalam display

cabinet  bersuhu 65oC + 3

 oC

hingga masa kadaluarsa (1,5

 jam sejak selesai digoreng)

 Rejecting  saat mencapai

masa kadaluarsa (1,5 jam

sejak selesai digoreng)

Dimasukan ke dalam plastik

dan diletakan di dalam

holding cabinet  untuk

kemudian dilakukan

deboning  untuk side item 

 Repacking

Page 12: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 12/34

63

Penerimaan Bahan Baku. Tahap pertama dari rangkaian proses produksi yang

dilakukan oleh restoran adalah penerimaan bahan baku. Kegiatan penerimaan bahan

 baku dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penerimaan ayam segar (fresh chicken), ayam

 beku (frozen chicken), dan bahan kering (dry goods). Kegiatan-kegiatan tersebut

dilakukan pada waktu yang berbeda-beda. Penerimaan ayam segar (fresh chicken)

dilakukan setiap pukul 10.00 WIB, sedangkan penerimaan ayam beku (frozen

chicken) dilakukan setiap pukul 13.00 WIB. Proses penerimaan tidak terjadi setiap

hari untuk ayam segar maupun ayam beku, tergantung dari jumlah ayam yang

dibutuhkan dan persediaan. Berbeda dengan penerimaan ayam segar dan ayam beku,

 penerimaan bahan kering (dry goods) dilakukan pada hari Selasa dan Jumat setiap

 pukul 16.00 WIB.

Kegiatan penerimaan bahan baku dilakukan oleh  stock control   restoran.

Restoran memiliki tiga orang stock control  yang masing-masing bertugas pada waktu

yang berbeda, yaitu 07.00 –  14.00 WIB, 09.00 –  16.00 WIB, dan 23.00 –  07.00 WIB.

Setiap  stock control   akan menjalani ketiga waktu kerja tersebut, sebab proses

 pertukaran shift  (jam kerja) terjadi setiap seminggu sekali.

Kegiatan penerimaan bahan baku, khususnya ayam segar (fresh chicken) dan

ayam beku (frozen chicken) merupakan kegiatan pertama dari rangkaian proses

 produksi ayam goreng di restoran. Penerimaan ayam segar dan beku dilakukan pada

 bagian belakang dapur yang memiliki pintu keluar. Daging ayam yang dibawa oleh

 pemasok (supplier) dengan menggunakan truk berpendingin diturunkan dari truk,

ditempatkan ke dalam palet, lalu didistribusikan ke dalam chiller  (fresh chicken) atau

 freezer   (frozen chicken). Sebelum proses distribusi dilakukan, daging ayam harus

melewati pemeriksaan suhu terlebih dahulu. Pemeriksaan suhu dilakukan dengan

menggunakan termometer oleh  stock control   yang sedang bertugas pada saat itu.Suhu ayam yang diperoleh kemudian dicatat di dalam buku laporan penerimaan

 barang. Data suhu ayam pada saat penerimaan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7,

8, 9, dan 10.

Proses penerimaan ayam, baik segar maupun beku, tidak selalu bebas dari

kendala. Kendala yang paling sering dihadapi dalam proses penerimaan ayam adalah

 proses serah terima yang terkadang kurang memperhatikan standar higienitas

Page 13: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 13/34

64

sehingga menyebabkan persentase tingkat kontaminasi pada daging ayam menjadi

lebih tinggi. Kendala tersebut sebagian besar disebabkan oleh human error .

Penyimpanan. Proses penerimaan ayam diikuti oleh proses pendistribusian dan

 penyimpanan ayam ke dalam chiller   (fresh chicken) dan  freezer   (frozen chicken).

Proses penyimpanan dilakukan untuk menjaga suhu ayam berada pada kisaran 1  –  5

oC untuk ayam segar dan (-23)  –   (-12) oC untuk ayam beku selama belum diolah.

Suhu chiller  dan freezer  yang digunakan harus dijaga pada kisaran 3 –  4 oC dan (-18)

 –  (-15) oC. Pemantauan terhadap suhu chiller  dan freezer  dilakukan tiga kali sehari,

yaitu pada pukul 07.00, 15.00, dan 23.00 WIB. Data hasil pemantauan suhu

kemudian dicatat pada lembar yang telah disiapkan. Data hasil pemantauan suhu

dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4.

Dress-up.  Dress-up merupakan proses persiapan terhadap daging ayam yang harus

dilakukan sebelum proses marinating .  Dress-up  memiliki tiga fungsi utama, yaitu

mengurangi lemak-lemak yang menempel pada kulit, menghilangkan jeroan pada

 paha atas, dan mematahkan persendian paha atas. Proses dress-up  diawali dengan

mengeluarkan ayam dari dalam chiller   (ayam segar) atau bak thawing  (ayam beku)

dan menempatkannya di dalam wadah. Daging ayam kemudian dikeluarkan dari

kemasan, dipersiapkan (dress-up), dan ditempatkan ke dalam wadah lainnya sebelum

akhirnya dilakukan proses marinating . Penerapan proses dress-up  sangat erat

hubungannya dengan proses marinating , oleh sebab itu dalam kesehariannya, proses

dress-up dan marinating  merupakan suatu kesatuan proses.

Marinating. Ayam yang telah melewati proses dress-up  akan memasuki proses

marinating . Ayam yang telah selesai dipersiapkan (dress-up) kemudian dimasukkan

ke dalam marinator bersama larutan bumbu marinade  untuk selanjutnya dilakukan

marinating   selama 15 menit. Proses marinating   untuk ayam ORC tidak boleh

disatukan dengan ayam HCC, sebab bumbu marinade  yang digunakan berbeda.

Proses marinating   ayam ORC harus dilakukan terlebih dahulu, karena bumbu

marinade  untuk ayam HCC lebih pedas dibandingkan ayam ORC. Kegiatan

marinating   dilakukan dengan menggunakan mesin marinator putar (rolling

marinator). Restoran lebih menyukai proses marinating  yang dilakukan dengan cara

diputar daripada direndam. Proses marinating  dengan cara diputar akan memberikan

Page 14: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 14/34

65

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses rendam, sebab bumbu marinade 

akan meresap dengan lebih merata (Chen, 1982).

Repacking. Setelah proses marinating  selesai, daging ayam ditempatkan ke dalam

suatu wadah khusus untuk kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengemasan ke

dalam plastik harus dipisah antara ayam ORC dan HCC serta dilakukan dengan

menggunakan hand gloves. Satu plastik harus berisi 9 potong daging ayam yang

terdiri atas 1 buah dada daging, 2 buah dada rusuk, 2 buah paha atas, 2 buah paha

 bawah (drum stick), dan 2 buah sayap (wing). Jumlah daging ayam yang dikemas

harus sesuai dengan jumlah daging ayam yang dikeluarkan. Satuan yang digunakan

untuk potongan daging ayam tersebut adalah head . Satu head  mewakili 1 ekor ayam

yang akan menghasilkan 9 potongan komersial. Jumlah daging ayam yang

dikeluarkan untuk diproses (dress-up dan marinating) bervariasi, tergantung pada

kebutuhan dan persediaan daging ayam marinade. Daging ayam marinade  yang

telah dikemas selanjutnya akan dimasukkan kembali ke dalam chiller  selama 24 jam

sebelum diolah pada tahap berikutnya.

Breading. Proses pengolahan berikutnya adalah breading   (pembalutan dengan

tepung). Proses breading   dilakukan oleh karyawan cook . Proses breading   harus

dilakukan sebelum daging ayam digoreng. Proses ini juga harus dilakukan dengan

 perhitungan yang pas, sebab daging ayam yang telah dibalut tepung hanya boleh

 berada pada keadaan terbuka selama sekitar lima menit. Daging ayam breading  yang

 berada pada keadaan terbuka dalam waktu lama tidak layak untuk digoreng, karena

akan menghasilkan ayam goreng yang sangat kering. Proses breading  hanya boleh

dilakukan pada daging ayam marinade yang telah terlebih dahulu disimpan di dalam

chiller  selama 24 jam.

Proses breading  diawali dengan mengeluarkan ayam marinade siap breading  

dari dalam chiller   dan ditempatkan di dalam wadah yang sudah disiapkan

sebelumnya di atas meja breading . Sama seperti proses marinating , proses breading  

kedua jenis ayam tersebut tidak boleh disatukan. Hal ini disebabkan karena tepung

yang digunakan untuk breading  ayam ORC memiliki campuran khusus dan berbeda

dari tepung yang digunakan untuk breading  ayam HCC. Restoran menyediakan dua

 buah meja breading   (breading table) agar proses breading   dapat dilakukan secara

Page 15: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 15/34

66

terpisah. Proses breading   harus dilakukan dengan metode tertentu sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan oleh restoran.

Penggorengan. Daging ayam yang telah melewati proses breading   harus segera

digoreng. Metode penggorengan yang digunakan oleh restoran adalah deep-fat

 frying .  Deep-fat frying  merupakan salah satu metode penggorengan yang dilakukan

dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak, sehingga bahan pangan

yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng (Muchtadi, 2008).

Proses penggorengan kedua jenis ayam dilakukan pada penggorengan yang berbeda

dengan waktu dan suhu yang berbeda pula. Ayam HCC digoreng pada open fryer  

dengan suhu 171 oC selama 13 menit, sedangkan ayam ORC digoreng pada  pressure

 fryer  dengan suhu 141 oC selama 14,5 menit.

Holding. Proses penggorengan akan dilanjutkan dengan proses penyimpanan di

dalam holding cabinet . Restoran memiliki dua jenis holding cabinet  yang digunakan

untuk menyimpan ayam dan produk lainnya, yaitu upright holding cabinet   dan

holding cabinet flip up door . Kedua jenis holding cabinet   tersebut memiliki fungsi

yang sama, yaitu sebagai tempat penyimpanan produk sementara sebelum

dipasarkan. Suhu di dalam holding cabinet   harus berada pada kisaran 68  –   82 oC.

Penyimpanan di dalam holding cabinet   tidak harus terjadi.  Holding cabinet  

umumnya digunakan apabila produk yang dipasarkan belum habis terjual, sedangkan

 produk yang baru telah selesai dimasak (telah matang). Penyimpanan di dalam

holding cabinet  bertujuan untuk menjaga agar produk tetap hangat, akan tetapi tidak

 boleh terlalu lama (+ 5 menit) agar produk tidak kering.

Prosedur penyimpanan yang dilakukan juga sedikit berbeda antara ayam

goreng HCC dan ORC. Ayam goreng HCC disimpan di dalam holding cabinet  

dengan menggunakan nampan biasa, sedangkan ayam goreng ORC menggunakan

nampan yang dilengkapi dengan wadah penampungan air. Hal tersebut dilakukan

agar ayam goreng ORC tetap memiliki tekstur yang empuk dan basah. Proses

 penyimpanan yang dilakukan di dalam holding cabinet   tidak boleh terlalu lama,

sebab suhu internal holding cabinet  yang cukup tinggi akan menyebabkan terjadinya

evaporasi pada ayam goreng, baik HCC maupun ORC, sehingga ayam goreng akan

menjadi kering dan keras. Perhitungan yang matang sejak dari proses breading  

Page 16: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 16/34

67

hingga penyajian sangat diperlukan guna memastikan produk ayam goreng tidak

terlalu lama disimpan di dalam holding cabinet .

Pemasaran dan Rejecting . Ayam yang telah digoreng dapat juga langsung

dipasarkan di dalam display holding cabinet . Suhu di dalam display holding cabinet  

dijaga pada suhu 65 oC + 3 oC. Bagian display holding cabinet   yang digunakan

untuk menyimpan ayam ORC juga dilengkapi dengan nampan berisi wadah

 penampung air. Ayam yang telah matang, baik HCC maupun ORC, hanya memiliki

waktu penyajian selama 90 menit dari saat matang sebelum akhirnya ayam tersebut

ditarik dari display holding cabinet  (reject) dan dijadikan bahan baku pembuatan side

item (perkedel, cream soup, dan chicken soup).

Identifikasi atau Analisis Bahaya

Identifikasi atau analisis bahaya adalah langkah penerapan sistem HACCP

keenam sekaligus merupakan prinsip HACCP pertama. Kedua jenis produk ayam

goreng dinilai memiliki tingkat resiko bahaya yang tinggi, karena berbahan baku

daging ayam (Departemen ITP, 2007). Produk-produk ayam goreng ini juga

termasuk ke dalam kelompok bahan pangan dengan kategori bahaya III, karena

memiliki karakteristik resiko bahaya B, D, dan E. Produk dengan karakteristik

 bahaya B merupakan kelompok bahan pangan yang sensitif terhadap bahaya biologi,

fisik, dan kimia. Bahaya ini sangat mungkin terjadi pada setiap tahapan karena

 produk ayam goreng kaya akan kandungan nutrisi. Bahaya D menunjukkan adanya

kemungkinan produk dapat terkontaminasi kembali setelah pengolahan sebelum

 pengemasan. Bahaya E merupakan karakteristik bahaya yang dapat terjadi selama

 proses penanganan, distribusi, dan pemasaran (National Advisory Committee on

Microbiological Criteria for Foods, 1990; Pierson dan Corlett, 1992).

Proses analisis bahaya diawali pada tahap penerimaan ayam. Data hasil

 pengamatan pada proses penerimaan daging ayam, baik ayam segar maupun ayam

 beku, dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21. Standar suhu penerimaan daging ayam

yang telah ditetapkan oleh restoran adalah maksimum 4 oC untuk ayam segar dan

maksimum -4 oC untuk ayam beku. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa

tingkat kesesuaian suhu penerimaan di lapangan dengan standar suhu penerimaan

restoran sangat rendah untuk ayam segar (fresh chicken) dan sangat tinggi untuk

ayam beku (frozen chicken) pada bulan Januari 2011. Perilaku pekerja yang kurang

Page 17: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 17/34

68

sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat proses penerimaan daging ayam

segar dinilai sebagai penyebab rendahnya tingkat kesesuaian antara suhu penerimaan

di lapangan dengan standar suhu penerimaan restoran. Tingkat kesesuaian suhu

 penerimaan di lapangan dengan standar suhu penerimaan restoran mengalami

 peningkatan yang positif untuk kedua jenis daging ayam pada bulan Februari dan

Maret 2011.

Tabel 20. Data Persentase Kesesuaian Suhu Penerimaan Fresh Chicken dan Fresh 

Wing  dengan Standar Restoran Selama Bulan Januari hingga Maret 2011

 No. Bulan Sesuai Tidak Sesuai

1. Januari 29,03 % 70,97 %

2. Februari 75 % 25 %

3. Maret 67,74 % 32,26 %

Tabel 21. Data Persentase Kesesuaian Suhu Penerimaan Frozen Chicken dan Frozen 

Wing  dengan Standar Restoran Selama Bulan Januari hingga Maret 2011

 No. Bulan Sesuai Tidak Sesuai

1. Januari 100 % 0 %

2. Februari 96,43 % 3,57 %

3. Maret 100 % 0 %

Data hasil pengamatan pada tahap penerimaan juga menunjukkan bahwa

kegiatan penerimaan daging ayam berpotensi cukup besar untuk terkontaminasi

 bahaya fisik, kimia, dan biologi apabila tidak dilakukan dengan baik. Bahaya fisik

yang mengancam kegiatan penerimaan ayam berasal dari lingkungan, yaitu debu,

rambut, dan serangga. Hal ini dapat terjadi, karena kegiatan penerimaan ayam

dilakukan di tempat yang kurang tertutup, sehingga memungkinkan faktor-faktor

fisik untuk mengontaminasi produk apabila proses penerimaan tidak dilakukan

dengan baik dan benar. Residu asap kendaraan dan residu antibiotik merupakan dua

faktor pencemar kimiawi yang berpotensi mencemari produk pada tahap ini apabila

Page 18: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 18/34

69

 proses penerimaan yang dilakukan kurang memperhatikan standar hygiene  dan

sanitasi. Selain bahaya fisik dan kimiawi, bahaya biologi juga berpotensi mencemari

 produk pada proses ini. Mead (2004) menyatakan bahwa Salmonella  dan

Campylobacter   sp. merupakan dua sumber pencemar biologi yang paling banyak

ditemukan pada daging ayam. Clostridium perfringens,  Listeria monocytogenes,

 Arcobacter sp., dan E. Coli O157:H7  adalah beberapa jenis mikroorganisme lainnya

yang juga berpotensi mencemari daging ayam (Mead, 2004; Baran dan Gulmez,

2000; Doyle dan Schoeni, 1987). Mikroorganisme-mikroorganisme di atas termasuk

ke dalam kelompok pencemar biologi dengan potensi bahaya sedang dan tingkat

 penyebaran yang cukup luas (International Commission of Microbiological

Specification for Foods, 1992).

Tahap berikutnya adalah penyimpanan di dalam chiller   dan  freezer . Suhu

 penyimpanan di dalam chiller  dan freezer  secara berurutan adalah 3 –  4 oC dan (-18)

 –  (-15) oC. Penyimpanan di dalam chiller  dan freezer  dilakukan untuk menjaga suhu

daging ayam berada pada kisaran 1 –  5 oC pada ayam segar dan (-23) –  (-12) oC pada

ayam beku. Hasil pengamatan terhadap data suhu chiller   dan  freezer   dapat dilihat

 pada Tabel 22 dan 23.

Tabel 22. Data Persentase Kesesuaian Suhu Chiller  dengan Standar Restoran

Selama Bulan Februari dan Maret 2011

 No. Bulan Sesuai Tidak Sesuai

1. Februari 92,86 % 7,14 %

2. Maret 91,40 % 8,60 %

Tabel 23. Data Persentase Kesesuaian Suhu Freezer  dengan Standar Restoran

Selama Bulan Februari dan Maret 2011

 No. Bulan Sesuai Tidak Sesuai

1. Februari 70,24 % 29,76 %

2. Maret 78,49 % 21,51 %

Page 19: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 19/34

70

Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses penyimpanan

masih perlu mendapat penyempurnaan, khususnya pada  freezer . Persentase

ketidaksesuaian suhu di dalam  freezer   dengan standar suhu yang ditetapkan lebih

 besar dibandingkan dengan persentase ketidaksesuaian suhu di dalam chiller .

Frekuensi buka tutup yang terlalu sering dan perilaku pekerja yang terkadang sedikit

kurang sesuai dengan standar hygiene  dan sanitasi pada saat melakukan

 penyimpanan ke dalam chiller   dan  freezer   diduga menjadi penyebab terjadinya

 penyimpangan pada tahap penyimpanan. Fluktuasi suhu dan perilaku pekerja yang

sedikit kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi dinilai berkorelasi positif

dengan resiko bahaya biologi yang berpotensi mencemari produk pada tahap ini.

Salmonella,  E. Coli O157:H7 , dan  Listeria monocytogenes  adalah faktor pencemar

 biologi pada tahap ini. Ketiga bakteri tersebut dapat hidup dan tumbuh pada suhu

rendah hingga 5 oC (Luning et al., 2006).  Listeria monocytogenes  bahkan dapat

 bertahan hidup pada suhu -18 oC sehingga berpotensi mencemari ayam beku (Davies

dan Adams, 1994).

Tahap berikutnya adalah dress-up, marinating , dan repacking   yang saling

 berhubungan dan harus dilakukan secara berkelanjutan. Data hasil pengamatan

menunjukkan bahwa bahaya fisik dan biologi berpotensi mencemari produk pada

 proses dress-up, marinating , dan repacking  yang dilakukan di dapur apabila proses

 pelaksanaannya kurang sesuai dengan standar hygiene  dan sanitasi yang telah

ditetapkan. Data hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa ketiga proses ini

terkadang dilakukan oleh pekerja yang berada dalam kondisi fisik yang kurang

 prima. Kondisi fisik yang sedikit kurang prima berdampak pada kurangnya

konsentrasi pada saat bekerja, sehingga berpotensi untuk melakukan kegiatan yang

kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi pada saat melakukan ketiga prosestersebut. Faktor fisik yang berpotensi mencemari adalah rambut, debu, dan serangga,

sedangkan faktor biologi yang berpotensi adalah Salmonella, Campylobacter   sp.,

Clostridium perfringens,  Listeria monocytogenes,  Arcobacter sp., dan  E. Coli

O157:H7  (Mead, 2004; Baran dan Gulmez, 2000; Doyle dan Schoeni, 1987).

Tahap selanjutnya adalah penyimpanan ayam marinade  di dalam chiller .

Tahap ini hampir sama dengan tahap penyimpanan pada chiller   atau  freezer .

Frekuensi buka tutup chiller  dan perilaku pekerja yang sedikit kurang sesuai dengan

Page 20: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 20/34

71

standar hygiene  dan sanitasi pada saat melakukan penyimpanan ke dalam chiller  

menjadi hal yang perlu diperhatikan guna memperkecil resiko bahaya biologi yang

 berpotensi mencemari produk pada tahap ini.  E. coli O157:H7   dan  Listeria

monocytogenes dinilai sebagai faktor pencemar biologi pada tahap ini. Kedua jenis

 bakteri ini dapat bertahan hidup pada kondisi yang tidak memadai. Salmonella tidak

dapat bertahan pada tahap ini karena memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi

terhadap garam (Luning et al., 2006).

Proses penyimpanan di chiller  diikuti oleh proses breading  dan penyusunan.

Bahaya fisik, kimia, dan biologi berpotensi mengontaminasi produk pada tahap ini

apabila tidak dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku. Bahaya fisik pada tahap

ini berasal dari rambut, serangga, dan debu. Proses breading  dan penyusunan yang

dilakukan di dapur tanpa dilengkapi dengan wadah penutup dinilai akan

mempermudah faktor-faktor fisik dalam mengontaminasi produk. Bahaya biologi

 juga beresiko mengontaminasi produk pada tahap ini melalui medium air. Sumber

air yang digunakan pada proses breading   perlu dijaga kualitasnya secara berkala

guna memperkecil dan bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya pencemaran

melalui air yang dilakukan oleh  E. coli O157:H7   dan  Listeria monocytogenes 

(Luning et al., 2006). Selain bahaya fisik dan biologi, bahaya kimia juga berpotensi

mencemari produk pada tahap breading   dan penyusunan. Potensi pencemaran oleh

 bahaya kimia berasal dari perilaku pekerja yang terkadang kurang cermat dan

 bijaksana dalam mengelola remah-remah tepung hasil sisa proses breading , sehingga

kurang sesuai dengan standar hygiene dan sanitasi yang telah ditetapkan. Sisa-sisa

tepung hasil proses breading   yang berserakan di sekitar meja breading   dinilai

 berpotensi terkontaminasi residu klorin yang digunakan pada proses pembersihan

 peralatan breading .Tahap selanjutnya adalah proses penggorengan. Proses penggorengan

dilakukan pada suhu 171 oC untuk ayam HCC dan 141 oC untuk ayam ORC. Proses

 penggorengan dinilai terbebas dari resiko bahaya biologi, akan tetapi berpotensi

tercemar bahaya kimia. Suhu penggorengan yang sangat tinggi tidak memungkinkan

mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup, akan tetapi berpotensi menghasilkan

senyawa-senyawa kimia yang tidak diinginkan, meskipun dalam jumlah dan

kemungkinan yang kecil.  Heterocyclic amines, acrylamide, 3-monochloropropane-

Page 21: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 21/34

72

1,2-diol (3-MCPD), dan senyawa radikal bebas adalah senyawa-senyawa kimia yang

 berpotensi terbentuk pada saat proses pengolahan bahan pangan kaya protein hewani.

Produk samping hasil reaksi Maillard pada proses penggorengan dinilai berkaitan

erat dengan produksi senyawa heterocyclic amines  dan acrylamide. Proses

 penggorengan juga berkaitan erat dengan produksi senyawa 3-MCPD. Senyawa 3-

MCPD dihasilkan dari proses penggorengan bahan pangan yang mengandung

acylglycerols, gliserol, dan natrium klorida pada suhu 100  –  230 oC, seperti daging

dan serealia. Kegiatan penggorengan yang dilakukan pada keadaan terbuka juga

memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan oksigen. Minyak

yang bersentuhan dengan oksigen pada saat proses penggorengan akan mengalami

reaksi oksidasi sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan

memungkinkan terjadinya pembentukan senyawa radikal bebas yang bersifat

karsinogen. Kegiatan pencegahan dan pengendalian sangat diperlukan pada tahap ini

guna memperkecil resiko kontaminasi bahaya kimia (Brown, 2000; Luning et al.,

2006; Wasowicz et al ., 2004; Svejkovska et al., 2006).

Beberapa tahapan selanjutnya setelah proses penggorengan adalah holding ,

 pemasaran atau display, dan rejecting . Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa

 proses holding , display, dan rejecting   dinilai tidak memiliki resiko bahaya fisik,

kimia, maupun biologi. Proses penanganan produk matang pada ketiga tahapan

 proses tersebut dilakukan dengan menggunakan penjepit khusus serta sesuai dengan

standar hygiene  dan sanitasi. Produk matang yang telah selesai digoreng akan

langsung didistribusikan ke dalam holding cabinet   atau display cabinet . Produk

ayam goreng yang telah melewati batas penyajian, 90 menit sejak selesai digoreng,

akan langsung ditarik dari display cabinet   untuk disimpan sementara di dalam

holding cabinet  secara terpisah sebelum dijadikan bahan baku pembuatan side item.Proses analisis atau identifikasi bahaya dilakukan pada setiap tahapan proses

 produksi dan dapat dilihat pada Tabel 24. Jenis bahaya pada tahap penerimaan

 bahan baku ditetapkan berdasarkan kegiatan pengamatan di lapangan dan hasil

analisis laboratorium yang dilakukan oleh pihak perusahaan pemilik restoran.

Berbeda dengan jenis bahaya pada saat penerimaan bahan baku, jenis bahaya pada

tahapan proses produksi ditetapkan hanya berdasarkan hasil observasi dan

 pengamatan di lapangan.

Page 22: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 22/34

73

Tabel 24. Tabel Identifikasi atau Analisis Bahaya

ANALISIS BAHAYA

 No Tahap Proses Jenis Bahaya Penyebab Bahaya

Signifikansi

JustifikasiTindakan

PencegahanKegawatan PeluangFaktorResiko

1 Penerimaan

ayam

Fisik : debu,

rambut, serangga

Kimia : residu

antibiotik, residu

asap kendaraan

Biologi :

Salmonella,Clostridium

 perfringens,

 E.coli O157:H7, Arcobacter sp.,

 Listeria

monocytogenes,

Campylobacter

 sp. 

Prosedur penerimaan

yang sedikit kurang

sesuai dengan standarhygiene dan sanitasi

Proses penerimaandilakukan pada tempat

yang kurang tertutup

Suhu penerimaan yang

kurang sesuai dengan

standar suhu yang telahditetapkan

Kontaminasi yang sudahterjadi sejak berada pada

 pihak pemasok

T S T Kotoran, bakteri,

dan residu

kimiawi dapatmenyebabkan

terjadinyakontaminasi

 pada produk

Proses

 penerimaan

dilakukansecara cepat

Proses penerimaan

dilakukan di

dalam mobil

 supplier  yang

kemudianlangsung

dimasukkan ke

dalam chiller  

Pemantauan

rutin terhadap pemasok

2 Penyimpanan di

dalam chiller  atau freezer  

Biologi :

Salmonella, E.coli O157:H7 ,

 Listeria

monocytogenes 

Fluktuasi suhu chiller  

dan freezer  

Perilaku pekerja yang

terkadang sedikit kurang

sesuai dengan standarhygiene dan sanitasi

 pada saat melakukan penyimpanan ke dalam

chiller  dan freezer  

R R R Fluktuasi suhu

dan perilaku pekerja yangkurang sesuai

dengan standarsanitasi dapat

mencemari

 produk di dalamchiller  dan

 freezer  

Pengurangan

frekuensi bukatutup chiller  dan freezer  

Harus lebihmemperhatikan

standar sanitasi pada saat proses

 penyimpanan

Page 23: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 23/34

74

ANALISIS BAHAYA

 NoTahap

ProsesJenis Bahaya Penyebab Bahaya

Signifikansi

Justifikasi Tindakan PencegahanKegawatan Peluang

Faktor

Resiko

3  Dress-up Fisik : rambut,

serangga, debu

Biologi :

 E.coli O157:H7 ,

 Arcobacter sp., Salmonella,

Clostridium perfringens,

 Listeria

monocytogenes,Campylobacter

 sp. 

Dilakukan pada

tempat yang kurangtertutup

Kondisi fisik

 pekerja terkadangkurang prima

sehingga berpotensimelakukan kegiatan

yang kurang sesuai

dengan standarhygiene dan

sanitasi

S T T Tahap ini

memilikitingkat

kontaminasi

fisik dan biologi yang

tinggi, akantetapi dapat

ditanggulangi

 pada tahap penggorengan

Selalu menggunakan hand

 gloves dan masker saatmelakukan dress-up 

Tidak berbicara dan harus

selalu cuci tangan sebelummelakukan proses dress-up 

Melakukan proses dress-up dengan cepat

Dilakukan pada tempat yanglebih tertutup

Pekerja yang kurang prima

tidak diizinkan untuk bekerja

4  Marinating Fisik : rambut,

serangga, debu

Biologi :

 E.coli O157:H7 , Arcobacter sp., 

Salmonella,

Clostridium perfringens,

 Listeria

monocytogenes,Campylobacter

 sp. 

Dilakukan pada

tempat yang kurangtertutup

Kondisi fisik pekerja terkadang

kurang prima

sehingga berpotensimelakukan kegiatan

yang kurang sesuai

dengan standarhygiene dan

sanitasi

S R S Tahap ini

memilikitingkat

kontaminasi

fisik dan biologi yang

tinggi, akan

tetapi dapatditanggulangi

 pada tahap penggorengan

Selalu menggunakan hand

 gloves dan masker saatmemasukkan ayam ke dalam

marinator

Tidak berbicara dan harus

selalu cuci tangan sebelum

memasukkan ayam ke dalammarinator

Memasukkan ayam ke dalam

marinator dengan cepat

Pekerja yang kurang prima

tidak diizinkan bekerja

Page 24: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 24/34

75

ANALISIS BAHAYA

 No Tahap Proses Jenis Bahaya Penyebab Bahaya

Signifikansi

Justifikasi Tindakan PencegahanKegawatan Peluang

Faktor

Resiko

5  Repacking Fisik : rambut,

serangga, debu

Biologi :

 E.coli O157:H7 ,

 Arcobacter sp., Salmonella,

Clostridium perfringens,

 Listeria

monocytogenes,Campylobacter

 sp. 

Dilakukan pada

tempat yang kurangtertutup

Kondisi fisik pekerja

terkadang kurang prima sehingga

 berpotensimelakukan kegiatan

yang kurang sesuai

dengan standarhygiene dan sanitasi

T T T Tahap ini

memiliki tingkatkontaminasi

fisik dan biologi

yang tinggi,akan tetapi

dapatditanggulangi

 pada tahap

 penggorengan

Selalu menggunakan

masker pada saatmelakukan proses

repacking  

Tidak berbicara danharus selalu cuci

tangan sebelummelakukan proses

repacking  

Melakukan proses

repacking  dengan

cepat

Pekerja yang kurang

 prima tidak diizinkan bekerja

6 Penyimpanan

di dalamchiller  

Biologi :

 E.coli O157:H7 , Listeria

monocytogenes 

Fluktuasi suhu

chiller  

Perilaku pekerja

yang terkadangsedikit kurang sesuai

dengan standar

hygiene dan sanitasi pada saat melakukan

 penyimpanan ke

dalam chiller  

R R R Fluktuasi suhu

dan perilaku pekerja yang

kurang sesuai

dengan standarsanitasi dapat

mencemari produk di dalam

chiller  

Pengurangan frekuensi

 buka tutup chiller  

Pelaksanaan proses

 penyimpanan di dalamchiller  harus lebih

memperhatikan

standar sanitasi

Page 25: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 25/34

76

ANALISIS BAHAYA

 No Tahap Proses Jenis Bahaya Penyebab Bahaya

Signifikansi

Justifikasi Tindakan PencegahanKegawatan Peluang

FaktorResiko

7  Breading  dan penyusunan

Fisik : rambut,serangga, debu

Kimia : residuklorin

Biologi :

 E.coli O157:H7 , Listeria

monocytogenes 

Dilakukan di tempatyang kurang tertutup

Perilaku pekerja yangterkadang sedikit kurang

sesuai dengan standar

hygiene dan sanitasi pada saat melakukan

 proses breading  

Pekerja terkadang

kurang bijaksana dalam

mengelola sisa tepung

hasil proses breading  

T T T Faktor fisik, kimia,dan biologi dapat

menyebabkan

terjadinyakontaminasi pada

 produk

Selalu menggunakanmasker dan mencuci

tangan sebelum

melakukan prosesbreading  

Proses breading  harusdilakukan secara cepat

Sisa-sisa tepung haruslangsung dipisahkan

dan dibuang

Selalu menggunakan air bersih untuk proses

breading  

8 Penggorengan Kimia :

heterocyclic

amines,

acrylamide,

senyawa hasilreaksi oksidasi 

Sering terjadi overcooking capacity 

S R S Proses penggorengan yang

melebihi kapasitas

maksimum dapat

menyebabkan

terjadinyakontaminasi kimia

Proses penggorengantidak boleh melebihi

kapasitas menggoreng

maksimum

Pemantauan terhadap proses penggorenganharus sering dilakukan

9  Holding - - - - - - -

10  Display - - - - - - -

11  Rejecting - - - - - - -

Page 26: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 26/34

77

Penetapan Titik Kendali Kritis

Langkah penerapan sistem HACCP ketujuh yang juga merupakan prinsip

HACCP kedua adalah penetapan titik kendali kritis (critical control point). Proses

 penentuan critical control point   (CCP) dilakukan dengan menggunakan “diagram

 pohon penentuan titik kendali kritis“  yang dapat dilihat pada Tabel 25. Diagram

 pohon yang digunakan pada proses penentuan CCP kali ini adalah diagram pohon

untuk bahan baku dan tahapan proses yang dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20.

Proses penentuan CCP dengan bantuan diagram pohon menghasilkan

keputusan bahwa titik kendali kritis pada proses produksi kedua jenis ayam goreng

tersebut hanya terletak pada tahap penggorengan (frying). Proses penggorengan

dinilai memiliki resiko bahaya kimia apabila pelaksanaannya tidak mendapat

 perhatian khusus. Bahaya kimia yang mungkin terjadi pada tahap penggorengan

dinilai perlu mendapat pengendalian di dalam rencana HACCP.

Tahapan penerimaan bahan baku (ayam segar dan beku) juga dinilai

 berpotensi menjadi CCP, akan tetapi, mengacu pada panduan penetapan langkah

 pengendalian yang tercantum dalam SNI 01-4852-1998, yaitu berdasarkan dampak

langkah pengendalian pada setiap tingkat pengendalian bahaya atau frekuensi

kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan konsumen, dan kebutuhan untuk

 pemantauan (monitoring), maka bahaya kimia (residu antibiotik dan asap kendaraan)

yang terdapat pada proses penerimaan bahan baku (ayam segar dan beku) tidak perlu

dikendalikan dalam rencana HACCP, tetapi dikendalikan sebagai control point  (CP)

di dalam penerapan GMP dan SSOP. Hal ini disebabkan karena, saat ini, proses

 produksi kedua jenis ayam goreng yang diterapkan oleh restoran tidak mendesain

suatu metode tertentu yang dikhususkan untuk menghilangkan residu antibiotik dan

asap kendaraan. Terkait proses pengendalian residu antibiotik, restoran harusmenetapkan spesifikasi bahan baku dengan benar yang mengacu pada regulasi

 pemerintah dan melakukan pemeriksaan kesesuaian antara sertifikat hasil pengujian

(certificate of analysis) dengan standar yang sudah ditetapkan pada setiap proses

 penerimaan bahan baku (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Proses pengendalian

residu asap kendaraan juga dapat ditanggulangi dengan menerapkan prosedur SSOP

yang baik dan benar. Residu asap kendaraan berasal dari proses serah terima yang

tidak dilakukan dengan baik dan berada tepat di belakang kendaraan yang masih

Page 27: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 27/34

78

Tabel 25. Tabel Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)

PENETAPAN TITIK KENDALI KRITIS (CCP)

 No Tahap Proses Bahaya Signifikan P1 P2 P3 P4 CCP / CP

1 Penerimaan ayamFisik

KimiaBiologi

Ya Tidak - - CP

2 Penyimpanan dichiller  atau freezer  

Biologi Tidak Tidak - - ≠ 

3  Dress-upFisik

BiologiYa Tidak Tidak - ≠ 

4  MarinatingFisikBiologi

Ya Tidak Tidak - ≠ 

5  RepackingFisik

BiologiYa Tidak Tidak - ≠ 

6Penyimpanan dichiller  

Biologi Tidak Tidak - - ≠ 

7 Breading  dan penyusunan

Fisik

Kimia

Biologi

Ya Tidak Tidak - ≠ 

8Penggorengan

(frying)Kimia Ya Ya - - CCP

Keterangan :P : Tahap

CP : Control Point  

CCP : Critical Control Point

Page 28: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 28/34

79

menyala. Proses serah terima yang kurang baik tersebut menyebabkan kemasan

 pembungkus ayam menjadi terbuka, sehingga bahan baku akan langsung terpapar

asap kendaraan.

Penetapan Batas Kritis untuk Setiap CCP

Penetapan batas kritis adalah langkah penerapan sistem HACCP kedelapan

sekaligus merupakan prinsip HACCP ketiga. Kegiatan penetapan batas kritis pada

titik kendali kritis yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 26. Proses penetapan batas

kritis untuk bahaya kimiawi pada proses penggorengan dilakukan berdasarkan hasil

 pengamatan, standar ketentuan perusahaan pemilik restoran, serta beberapa acuan

 publikasi ilmiah dan pustaka, seperti SNI 01-4852-1998, SNI 01-6366-2000, SNI 01-

7388-2009, Thaheer (2005), dan Luning et al . (2006). Indikator yang digunakan

dalam penetapan batas kritis pada tahap penggorengan adalah kapasitas menggoreng

maksimum pada setiap periode penggorengan. Kapasitas menggoreng maksimum

adalah jumlah maksimum potongan daging ayam yang dapat digoreng pada suatu

alat tertentu dengan menggunakan satuan volume minyak goreng tertentu pada setiap

 periode penggorengan. Kapasitas menggoreng maksimum ditentukan berdasarkan

hasil pengujian yang dilakukan terlebih dahulu oleh perusahaan pemilik restoran.

Data hasil pengujian yang diperoleh kemudian dijadikan sebagai standar acuan

dalam kegiatan operasional sehari-hari. Penetapan kapasitas menggoreng maksimum

oleh restoran bertujuan untuk memperkecil dan mengendalikan resiko bahaya kimia

 pada proses penggorengan. Resiko bahaya kimiawi dinilai akan semakin tinggi

apabila proses penggorengan telah melewati kapasitas maksimum yang telah

ditetapkan.

Restoran juga memiliki standar tertentu pada proses penggorengan. Kegiatan

 penggorengan dilakukan pada alat yang disebut open fryer  dan pressure fryer . Open

 fryer  adalah alat yang digunakan untuk menggoreng ayam HCC pada suhu 171 oC

selama 13 menit, sedangkan  pressure fryer   adalah alat yang digunakan untuk

menggoreng ayam ORC pada suhu 141 oC dengan tekanan tertentu selama 14,5

menit. Restoran memiliki tiga buah open fryer   dan dua buah  pressure fryer   yang

digunakan pada proses produksi ayam goreng HCC dan ORC.

Open fryer   memerlukan 36 kg minyak goreng pada setiap periode

 penggorengan, sedangkan  pressure fryer   memerlukan 27 kg minyak goreng pada

Page 29: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 29/34

80

Tabel 26. Tabel Lembar Kerja Pengendalian Mutu

Sumber : (*) Badan Standarisasi Nasional (2000)(**) Badan Standarisasi Nasional (2009)

LEMBAR KERJA PENGENDALIAN MUTU (CCP)

 No.

CCPProses Jenis Bahaya Batas Kritis

MonitoringTindakan

Koreksi

Verifikasi

DokumentasiMetode Frekuensi P. Jawab Metode

P.

Jawab

1. Penerimaan

ayam

(CP)

Fisik :

debu

rambutserangga

Kimia :

residu antibiotik

residu asapkendaraan

Biologi : 

Salmonella,

Clostridium

 perfringens, 

 E.coli O157:H7,

 Arcobacter sp.,

 Listeria

monocytogenes,

Campylobacter sp. 

Fisik :

debu : -

rambut : -serangga : -

Kimia :

Residu antibiotik (*) :

0,05 mg/kg

Residu asap kendaraan : -

Biologi (*):

Salmonella (**) : -

 Arcobacter   sp. : -

C. perfringens : - 

 E.coli  O157:H7  (**)

 :1.101 cfu/g

Campylobacter sp. : -

 Listeria

monocytogenes : -

Suhu penerimaan :

maksimum 4oC

Uji

Mikrobiologi

UjiOrganoleptik

Uji residukimia

Pemeriksaan

suhu denganmenggunakan

termometer

yang telah

dikalibrasi

Satu bulan

sekali di

tempat supplier  

terkait

Saat proses

 penerimaan

ayam

dilakukan

 Asst.

 Manager

Kondisi daging

ayam yang

 berada di luar batas kritis pada

saat penerimaan berhak untuk

dikembalikan

(reject)

Penerimaandaging ayam

dilakukan di

dalam mobil pengantar secara

cepat sehinggaterhindar dari

asap kendaraan

Melakukan

kegiatan

 pemantauansecara rutin

QA Berkas

 pencatatan QA

Page 30: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 30/34

81

LEMBAR KERJA PENGENDALIAN MUTU (CCP)

 No.

CCPProses Jenis Bahaya Batas Kritis

MonitoringTindakan

Koreksi

Verifikasi

DokumentasiMetode Frekuensi P. Jawab Metode

P.

Jawab

2. Penggorengan(frying)

(CCP)

Kimia :

Senyawa

heterocyclic

amines

Senyawa

acrylamide 

Kapasitasmaksimum

 penggorengan :

1000 ekor (head)

HCC

500 ekor (head)

OCC

Pencatatan jumlah ayam

goreng HCC

dan OCC yang

digoreng padasetiap proses

 penggorengan

Setiap hari  Asst.

 Manager

Melakukan penghitungan

kembali

terhadap jumlah

 penggorenganayam goreng

HCC dan OCCyang terjadi

setiap hari

Melakukankegiatan

 pemantauan

dokumen

setiap bulandan lapangan

(audit) setiap 3 bulan sekali

secara rutin

QA Berkas

 pencatatan QA

Page 31: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 31/34

82

setiap periode penggorengan. Kedua jenis alat tersebut juga mempunyai kapasitas

menggoreng yang berbeda satu sama lain pada setiap periode penggorengan. Open

 fryer  memiliki kapasitas menggoreng maksimum sebanyak 1000 head  (1 head terdiri

atas 9 potongan daging ayam), sedangkan  pressure fryer   memiliki kapasitas

menggoreng maksimum sebanyak 500 head . Penggantian minyak akan dilakukan

apabila kapasitas menggoreng maksimum pada masing-masing alat telah tercapai.

Kapasitas menggoreng maksimum masing-masing alat digunakan sebagai

indikator penetapan batas kritis pada tahap penggorengan. Data hasil pengamatan

terhadap kapasitas maksimum penggorengan selama bulan Februari dan Maret 2011

dapat dilihat pada Tabel 27. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses

 penggorengan yang dilakukan pada open fryer  dan pressure fryer  melebihi kapasitas

menggoreng yang diizinkan. Proses penggorengan yang melebihi kapasitas

maksimum dinilai memiliki resiko bahaya kimiawi yang cukup tinggi. Senyawa

radikal bebas adalah senyawa yang paling mudah terbentuk pada tahap ini. Proses

 penggorengan yang dilakukan pada keadaan terbuka memungkinkan terjadinya

kontak antara oksigen dan minyak. Minyak yang bersentuhan dengan oksigen akan

mengalami reaksi oksidasi yang terjadi dalam tiga tahap, yaitu inisiasi (initiation),

 perambatan (propagation), pembentukan cabang (branching), dan penghentian

(termination). Tahap inisiasi (initiation) diawali dengan terjadinya pelepasan

hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal

alkil karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam, dan cahaya). Radikal alkil

kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (propagation) yang

selanjutnya akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh membentuk hidroproksida

dan radikal alkil. Radikal alkil yang baru kemudian akan bereaksi dengan oksigen.

Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk dari reaksi oksidasi sangattidak stabil dan mudah mengalami pemecahan menjadi berbagai senyawa flavor dan

 produk nonvolatil (branching). Dekomposisi hidroperoksida akan menyebabkan

terjadinya pemutusan gugus -OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal

hidroksi. Radikal alkoksi kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C

sehingga terbentuk aldehid dan radikal alkil yang bersifat karsinogen (termination).

Proses pengendalian lebih lanjut sangat diperlukan guna menghasilkan produk

 pangan yang aman untuk dikonsumsi (Luning et al., 2006; Svejkovska et al., 2006).

Page 32: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 32/34

83

Tabel 27. Data Jumlah Ayam Total yang Digoreng pada Setiap Periode Penggantian Minyak Selama Bulan Februari dan Maret 2011

Penggantian ke- Volume

Minyak RataanStandar

Deviasi

(+)

1 2 3 4 5

(ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) liter

OF 1 & 2 1.031,18 1.123,68 1.010,54 1.022,51 1.007,99 36 1.039,18 48,154

OF 3 1.003,56 1.048,15 - - - 36 1.025,86 31,530

PF 1 504 532 508 494 - 27 509,5 16,114

PF 2 534 506 520 500 542 27 520,4 17,855

Keterangan :

OF : Open Fryer  (1000 ekor)

PF : Pressure Fryer  (500 ekor)

Page 33: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 33/34

84

Penetapan Tindakan Monitoring  untuk Setiap CCP

Penetapan tindakan monitoring   untuk setiap CCP adalah prinsip HACCP

keempat dan langkah penerapan HACCP kesembilan. Kegiatan yang dilakukan oleh

 pihak restoran pada tahap monitoring  adalah pencatatan jumlah ayam yang digoreng

 pada setiap proses penggorengan. Pencatatan jumlah ayam yang digoreng untuk

setiap proses penggorengan dilakukan pada selembar kertas berukuran besar yang

ditempel pada bagian samping holding cabinet   yang berada dekat open fryer   dan

 pressure fryer . Proses pencatatan dilakukan untuk menghindari kemungkinan

terjadinya kelebihan kapasitas menggoreng (over cooking capacity), baik pada ayam

goreng HCC maupun ayam goreng ORC. Proses pencatatan dilakukan tepat setelah

 proses penggorengan selesai dilakukan oleh karyawan bagian cook   yang sedang

 bertugas.  Asisstant restaurant manager   adalah pihak yang bertanggung jawab

terhadap keabsahan dari data pencatatan jumlah penggorengan yang dilakukan.

 Asisstant restaurant manager  juga harus melakukan proses pemantauan secara rutin

dan berkala terhadap proses pencatatan data penggorengan guna memperkecil

kemungkinan terjadinya kesalahan pada proses pencatatan. 

Penetapan Tindakan Koreksi 

Penetapan tindakan koreksi adalah prinsip HACCP kelima dan langkah

 penerapan HACCP kesepuluh. Tindakan koreksi, pada tahap penggorengan selaku

CCP, yang dilakukan oleh pihak restoran adalah menerapkan prosedur penghitungan

kembali terhadap data hasil pencatatan jumlah penggorengan setiap harinya. Stock

control  adalah pihak yang bertugas melakukan prosedur penghitungan kembali data

hasil pencatatan jumlah penggorengan. Prosedur penghitungan kembali umumnya

dilakukan pada malam hari. Prosedur penghitungan kembali, selaku tindakan

koreksi, bertujuan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan

 perhitungan maupun pencatatan pada data jumlah penggorenggan setiap harinya,

sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya over cooking capacity.

Penetapan Prosedur Verifikasi

Penetapan prosedur verifikasi adalah prinsip HACCP keenam dan langkah

 penerapan HACCP kesebelas. Prosedur verifikasi yang dilakukan pada restoran ini

terdiri dari dua jenis, yaitu verifikasi dokumen dan verifikasi kegiatan operasional

yang dapat dilihat pada Tabel 26. Prosedur verifikasi dokumen dilakukan setiap

Page 34: BAB VI Hasil Dan Pembahasan

7/21/2019 BAB VI Hasil Dan Pembahasan

http://slidepdf.com/reader/full/bab-vi-hasil-dan-pembahasan-56d9e7f9cf74c 34/34

 bulan melalui pemeriksaan kembali terhadap berkas-berkas pencatatan harian hasil

dari kegiatan operasional pada bulan tersebut, sedangkan prosedur verifikasi kegiatan

operasional dilakukan setiap tiga bulan sekali melalui proses audit terhadap kegiatan

operasional restoran. Prosedur verifikasi dokumen umumnya dilakukan setiap akhir

 bulan, sedangkan prosedur verifikasi kegiatan operasional dilakukan secara tiba-tiba

dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak restoran. Kedua prosedur

verifikasi tersebut dilakukan oleh pihak quality assurance secara langsung. Quality

assurance juga bertindak sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh atas prosedur

verifikasi yang dilakukan.

Penetapan Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Dokumen

Penetapan prosedur pencatatan dan penyimpanan dokumen adalah prinsip

HACCP ketujuh dan langkah penerapan HACCP terakhir. Penerapan sistem

HACCP pada proses produksi ayam goreng HCC dan ORC di restoran harus diakhiri

atau ditutup dengan prosedur pencatatan (dokumentasi) mengenai penerapan sistem

HACCP dan penyimpanan dokumen hasil pencatatan. Prosedur dokumentasi dan

 penyimpanan dokumen hasil pencatatan dilakukan oleh departemen quality

assurance & research and development   di bawah pengawasan seorang quality

assurance. Prosedur dokumentasi dan penyimpanan dokumen dilakukan dengan

cara mengumpulkan berkas-berkas pencatatan hasil dari kegiatan operasional harian

untuk kemudian dilakukan proses rekapitulasi hingga diperoleh data pencatatan

 bulanan. Dokumen-dokumen hasil proses dokumentasi dan rekapitulasi tersebut

 berfungsi sebagai pedoman atau acuan sekaligus bukti otentik dari penerapan sistem

HACCP yang dilakukan oleh restoran. Prosedur ini diharapkan dapat menjamin

 bahwa program tersebut terlaksana dengan baik, dapat diperiksa kembali, dan

dipertahankan selama periode tertentu (Sudibyo, 2008).