14
66 BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil 1. Gambaran stunting pada balita di Wilayah Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya Stunting saat ini menjadi fokus perhatian dalam permasalahan balita di Indonesia bahkan di dunia, gambaran stunting pada penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut : skor umur balita paling rendah yaitu 9 bulan dan yang paling tinggi 42 bulan. Rata-rata umur balita adalah 27.73 dan hasil standar deviasi yaitu 8.445, sebagian besar stunting di derita oleh balita laki-laki yaitu sebanyak 53 orang atau (69.7%) dan balita perempuan sebanyak 23 orang atau (30.3%). Berdasarkan kutipan ramli et al (2019) dalam jurnal Mugianti dkk (2018) dikutip bahwa bayi perempuan dapat bertahan hidup dalam jumlah besar dari pada bayi laki-laki di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab ini tidak dijelaskan dalam literatur, namun ada kepercayaan bahwa tumbuh kembang anak laki-laki lebih dipengaruhi oleh tekanan lingkungan dibandingkan dengan anak perempuan, hal ini lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis dalam tumbuh kembang anak. Berdasarkan fakta peneliti beranggapan bahwa tumbuh kembang anak laki-laki mudah terhambat karena masalah psikologis dalam mengontrol emosi. Sedangkan berdasarkan fakta kecenderungan anak - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019 - -

BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

66

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Interpretasi dan diskusi hasil

1. Gambaran stunting pada balita di Wilayah Puskesmas Cibeureum Kota

Tasikmalaya

Stunting saat ini menjadi fokus perhatian dalam permasalahan

balita di Indonesia bahkan di dunia, gambaran stunting pada penelitian ini

diperoleh hasil sebagai berikut : skor umur balita paling rendah yaitu 9

bulan dan yang paling tinggi 42 bulan. Rata-rata umur balita adalah 27.73

dan hasil standar deviasi yaitu 8.445, sebagian besar stunting di derita oleh

balita laki-laki yaitu sebanyak 53 orang atau (69.7%) dan balita perempuan

sebanyak 23 orang atau (30.3%).

Berdasarkan kutipan ramli et al (2019) dalam jurnal Mugianti dkk

(2018) dikutip bahwa bayi perempuan dapat bertahan hidup dalam jumlah

besar dari pada bayi laki-laki di kebanyakan negara berkembang termasuk

Indonesia. Penyebab ini tidak dijelaskan dalam literatur, namun ada

kepercayaan bahwa tumbuh kembang anak laki-laki lebih dipengaruhi oleh

tekanan lingkungan dibandingkan dengan anak perempuan, hal ini

lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis

dalam tumbuh kembang anak.

Berdasarkan fakta peneliti beranggapan bahwa tumbuh kembang

anak laki-laki mudah terhambat karena masalah psikologis dalam

mengontrol emosi. Sedangkan berdasarkan fakta kecenderungan anak

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 2: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

67

perempuan lebih dekat dan diperhatikan oleh ibunya dibandingkan dengan

anak laki-laki, karena anak laki-laki cenderung lebih banyak aktivitas

bermain dilingkungan dibandingkan dengan anak perempuan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ana Vilda (2018) yang

berjudul Kajian stunting berdasarkan umur dan jenis kelamin di Kota

Semarang, dengan hasil masalah stunting banyak diderita oleh anak laki-

laki dengan jumlah 65 orang laki-laki dan 50 orang perempuan, yang

menjadi penyebabnya stunting lebih banyak di derita oleh laki-laki yaitu

karena perkembangan motorik kasar anak laki-laki lebih cepat dan

beragam sehingga membutuhkan energi lebih banyak.

2. Gambaran sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban rumah tangga,

sarana pembuangan air limbah dan sarana pengolahan sampah) di wilayah

Puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya

Gambaran sarana sanitasi dasar yang layak menurut susenas yaitu

apabila fasilitas yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antarai lain

yang dilengkapi sumber air rumah tangga yang bersih yang memenuhi

syarat, jamban dengan menggunkan kloset leher angsa, atau plengsengan

dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic

tank) atau tersedia sistem pembuangan air limbah yang memenuhi syarat

kesehehatan, mempunyai tempat pembuangan sampah sementara yang

memenuhi syarat kesehatan.

Gambaran sarana air bersih pada kelompok stunting dengan

kategori tidak memenuhi syarat sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 3: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

68

sebesar 52.6% dengan hasil observasi yang didapat, pada kelompok

stunting masih ditemukan air yang tidak jernih sebanyak 12 rumah tangga

(15.8%), air berasa sebanyak 12 rumah tangga (15.8%), masih ada jamban

dalam jarak 10 meter dengan sarana sumber air bersih 26 rumah tangga

(34.2%), ada sumber pencemaran dalam jarak 10 m sekitar sarana sumber

air bersih 10 (13.2%), ada keretakan pada tempat penampungan air 12

(15.8%).

Jamban keluarga pada kelompok stunting dengan kategori tidak

memenuhi syarat sebesar 34.2 % dan yang memenuhi syarat sebesar

65.8% sedangkan kelompok tidak stunting dengan kategori tidak

memenuhi syarat sebesar 13.2% dan yang memenuhi syarat sebesar

86.8%. dengan hasil observasi ditemukan masih ada jarak jamban kurang

dari 15 meter dari sumber air 26 (34.2%), kondisi jamban tidak terawat

sebanyak 25 (32.9%), jenis jamban yang digunakan tidak saniter 14

(18.4%), jamban yang tidak memiliki ventilasi 20 (26.3%), lantai jamban

licin 25 (32.9%), jamban mengkotori area sekitar 24 (31.6%).

Sarana pembuangan air limbah pada kelompok stunting dengan

kategori tidak memenuhi syarat sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat

sebesar 52.6% dan yang tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi

syarat sebesar 22.4% dan yang memenuhi syarat sebesar 77.6%. dengan

hasil observasi yang diperoleh, masih di temukan tempat pembuangan

tidak melalui septic tank 26 (34.2%), tempat pembuangan terbuka 26

(34.2%), tempat pembuangan tidak permanen 26 (34.2%), saluran limbah

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 4: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

69

tidak kedap air 21 (27.6%), jarak pembuangan air limbah dengan sarana

air bersih kurang dari 15 meter 35 (46.1%), tempat pembuangan

mengkotori ruangan / lingkungan 26 (34.2%), pembuangan air limbah

mengeluarkan bau tidak sedap 17 (22.4%), pembuangan air limbah

dikerubuti serangga 13 (17.1%).

Sarana pembuangan sampah pada kelompok stunting dengan

kategori tidak memenuhi syarat sebesar 46.1% dan yang memenuhi syarat

sebesar 53.9%. dan yang tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi

syarat sebesar 31.6% dan yang memenuhi syarat sebesar 68.4%. dengan

hasil observasi masih ditemukan tempat sampah yang digenangi air 16

(21.1%), tempat sampah dikerubuti serangga 44 (57.9%), sampah tidak

dibersihkan setiap hari 29 (38.2%), tempat pembuangan kurang dari 10

meter dari sumber air 10 (13.2%).

Dilihat dari gambaran diatas faktanya di wilayah puskesmas

Cibeureum Kota Tasikmalaya masih banyak ditemukan sarana sanitasi

dasar yang tidak memenuhi syarat, yang dapat menjadi rantai pencetus

penyakit berbasis lingkungan yang secara tidak langsung salah satunya

bisa menyebabkan terjadinya stunting pada balita.

Peneliti berpendapat bahwa sanitasi dasar rumah tangga sangat erat

kaitannya dengan kesehatan masayarakat terutama balita, karena kondisi

lingkungan yang buruk dapat menimbulkan mata rantai penyakit terutama

infeksi yang dapat menyebabkan stunting pada balita, sedangkan sanitasi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 5: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

70

lingkungan yang bersih dan memenuhi syarat dapat meminimalisir

penyebab rantaian penyakit.

3. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi air bersih rumah tangga yang

memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita diwilayah

Puskesmas Cibereum Kota Tasikmalaya

Air merupakan kebutuhan sangat penting bagi kehidupan manusia.

Manusia bisa bertahan hidup dengan kekurangan makanan dibanding

dengan kekurangan air. Dalam tubuh manusia itu sebagian besar terdiri

dari air, kebutuhan air untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar

80%. Kebutuhan manusia akan air sangat penting sekali antara lain untuk

minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan

sebagainya. Adapun sarana air bersih dikatakan bersih jika, air tidak

berasa, berbau dan berwarna, dengan jarak jamban dengan sarana air

bersih kurang lebih berjarak 15 meter.

Ada beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh air diantaranya

: penyakit diare, penyakit kecacingan, penyakit saluran pencernaan dan

satunya penyakit infeksi yang bisa mencetuskan terjadinya stunting pada

balita. maka dari itu kualitas air sangat diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari dengan kualitas dan kuantitas yang yang bersih

untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya terutama untuk

kesehatan tubuh kita. (Kementrian Kesehatan RI, 2014)

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi air bersih rumah

tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak ditemukan di

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 6: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

71

kelompok stunting sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat sebesar

52.6% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air bersih

dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 22.4% dan yang

memenuhi syarat sebesar 77.6%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai probabilitas (p value)= 0.002

(<饾浖 0.005) dengan Chi square= 9.386 OR= 3.124, CI 95% 1.547-6.307

sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

ketersediaan sarana sanitasi air bersih rumah tangga dengan balita stunting

pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi air bersih

rumah tangga yang tidak memenuhi lebih beresiko 3.124 kali

dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga yang memenuhi syarat.

Kategori dalam penelitian ini kriteria sarana sanitasi air bersih

rumah tangga yang di kategorikan memenuhi syarat itu yaitu sebagai

berikut : tersedia sarana air bersih di rumah tangga, sumber air terlindungi,

kualitas air jernih, air tidak berasa, air tidak berbau, dan jarak jamban

dengan sumber air lebih dari 15 meter, tidak ada sumber pencemaran di

sekitar sumber air, tempat penampungan air selalu di bersihkan minimal 2

minggu sekali.

Hasil observasi yang dapat pada penelitian ini yaitu pada kelompok

stunting sarana sanitasi air yang menjadi pemicu terjadinya stunting karena

dilihat dari hasil penelitian masih ada beberapa parameter pencemaran

yang ditandai dengan masih adanya jarak jamban dalam 10 meter dengan

sumber air sebanyak (34.2%), adanya sumber pencemaran dalam jarak 10

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 7: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

72

meter sekitar sarana sumber air bersih sebanyak (46.1%) yang bisa

menyebabkan sebagian air di rumah tangga tidak jernih (15.8%), air berasa

(15.8), air berbau (18.4%) yang bisa disebabkan karena kontaminasi antara

jarak sumber air yang tidak sesuai dengan syarat ketentuan kesehatan

(lebih dari 15 meter) hal tersebut bisa menjadi pencetus bagi kesehatan

masyarakat terutama balita yang mempunyai resiko tinggi terkena infeksi

sehingga menimbulkan stunting pada balita.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maya Adiyanti (2010) Di

Indonesia (p=0.001), penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan

antara sanitasi air bersih dengan baduta stunting. Pada hasil ini

menunjukkan bahwa sumber air tidak terlindung meningkatkan resiko

baduta untuk stunting 1.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air

terlindung.

Hasil penelitian penelitian Zairinayati (2019) hubungan sumber air

bersih dengan kejadian stunting pada balita, menunjukkan bahwa sumber

air yang menggunakan air sumur meningkatkan resiko balita untuk

stunting 0.13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sumber air yang sudah

di olah (PAM). Sedangkan hasil dari penelitian Desy Ria (2018) di Desa

Cimarga Kabupaten Sumedang (p=0.007), penelitian tersebut menyatakan

ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian stunting pada

balita dengan resiko yang positif.

Pada penelitian ini peneliti berpendapat bahwa sarana santasi yang

tidak memenuhi syarat sangat beresiko terhadap terjadinya stunting pada

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 8: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

73

balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tangga yang

mempunyai sarana sanitasi air bersih yang memenuhi syarat. Sanitasi dasar

yang tidak memenuhi syarat ini bisa menjadi pencetus atau mempertinggi

suatu rantaian dalam pecetus penyakit, sedangkan sarana sanitasi air bersih

yang memenuhi syarat ini bisa memperkecil terhadap peningkatan

penyakit tersebut.

4. Hubungan ketersediaan sarana jamban keluarga yang memenuhi syarat

dengan kejadian stunting pada balita diwilayah Puskesmas Cibereum Kota

Tasikmalaya

Jamban merupakan tempat pembuangan kotor manusia yang biasa

disebut kakus atau wc dengan atau tanpa kloset yang dilengkapi oleh

penampungan kotoran atau tinja, sehingga tidak menyebabkan penyebaran

penyakit dan mengkotori lingkungan sekitar. Syarat sanitasi jamban rumah

tangga yang memenuhi syarat dalam penelitian ini sebagai berikut :

tersedia jamban keluarga, jamban milik sendiri, jarak jamban dengan

sumber air kurang lebih berjarak 15 meter, jamban terawat, jenis jamban

yang digunakan saniter, jamban memiliki ventilasi, jamban tidak

mengkotori area sekitara atau lingkungan.

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi jamban rumah

tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak ditemukan di

kelompok stunting sebesar 34.2 % dan yang memenuhi syarat sebesar

65.8% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air bersih

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 9: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

74

dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 13.2% dan yang

memenuhi syarat sebesar 86.8%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)=

0.004 (<饾浖 0.005) dengan Chi square= 9.190 OR= 3.432, CI 95% 1.517-

7.766 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

ketersediaan sarana sanitasi jamban rumah tangga dengan kejadian

stunting pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana sanitasi

jamban rumah tangga yang tidak memenuhi lebih beresiko 3.432 kali

dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil observasi peneliti, didapatkan hasil pada

kelompok stunting sebagian menggunakan sarana sanitasi jamban rumah

tangga sebagai berikut : masih ditemukan jarak jamban yang kurang dari

dari 15 meter (34.2), kondisi jamban tidak terawat (32.9%), jamban yang

tidak memiliki ventilasi (26.3%), lantai jamban yang licin (32.9%) dan

jamban yang mengkotori area sekitar (31.6%). Faktanya resiko timbulnya

mata rantai penyakit dan terkena infeksi tinggi, karena rendahnya

penggunaaan yang memenuhi syarat dapat berpengaruh terhadap angka

kesakitan dan pencemaran penyakit berbasis lingkungan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maya Adiyanti (2010) Di

Indonesia (p=0.000) Hubungan yang bermakna antara jenis jamban dengan

kejadian stunting pada baduta, hasil penelitiannya menunjukkan nilai OR

bahwa keluarga yang menggunakan jamban yang tidak layak, badutanya

mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 10: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

75

dibandingkan dengan baduta dari keluarga yang menggunakan fasilitas

jamban rumah tangga yang layak. Sedangkan berdasarkan penelitian

Zairinayati (2019) didapatkan hasil (p value= 0.000) hubungan yang

bermakna antara jenis jamban dengan kejadian stunting pada balita. Pada

analisis ini diperoleh hasil jamban yang tidak layah (bukan leher angsa)

mempunyai kecenderungan untuk menderita stunting 0.3 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan balita yang mempunyai jamban yang layak.

Peneliti berpendapat bahwa sarana sanititasi jamban keluarga yang

tidak memenuhi syarat beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan rumah

tangga yang memenuhi syarat terhadap balita stunting. Karena pada fase

oral balita belum bisa mengontrol kadang tidak terontrol oleh orang tuanya

saat balita sedang dijamban rendahnya penggunaan jamban yang sehat

dapat menimbulkan berbagai pencemaran penyakit terutama penyakit

berbasis lingkungan, yang dapat menimbulkan terjadinya stunting.

5. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi pembuangan air limbah yang

memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita, pada penelitian ini

didapatkan data sarana sanitasi pembuangan air limbah

Air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang

berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (dosmetic)

maupun industry (industrial). Air limbah banyak mengandung bibit

peyakit, terutama jika air limbah dengan pembuangan yang terbuka, itu

sangat berpotensi untuk menjadi pencemaran linkungan dan pencetus

berbagai bibit penyakit, maka penting sekali pengolahan air limbah yang

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 11: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

76

memenuhi syarat kesehatan di miliki oleh setiap rumah tangga untuk

mengurangi berbagai macam penyakit, yang salah satunya menjadi

pencetus terjadinya stunting pada balita.

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana sanitasi pembuangan air

limbah rumah tangga dengan kategori yang tidak memenuhi syarat banyak

ditemukan di kelompok stunting sebesar 47.4% dan yang memenuhi syarat

sebesar 52.6% sedangkan pada kelompok tidak stunting sarana sanitasi air

bersih dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 22.4% dan yang

memenuhi syarat sebesar 77.6%.

Hasil analisa statistik didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)=

0.002 (<饾浖 0.005) dengan Chi square= 9.386 OR= 3.124, CI 95% 1.547-

6.307 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

ketersediaan sarana sanitasi pembuangan air limbah rumah tangga dengan

kejadian stunting pada balita, rumah tangga yang mempunyai sarana

sanitasi pembuangan air limbah rumah tangga yang tidak memenuhi lebih

beresiko 3.124 kali dibandingkan dengan sarana sanitasi rumah tangga

yang memenuhi syarat.

Hasil observasi yang di dapat pada penelitian ini yaitu sebagai

berikut : masih ditemukan sarana pembuangan air limbah yang terbuka

sebanyak (34.2%), saluran limbah tidak kedap air (27.6), jarak

pembuangan air limbah yang kurang dari 15 meter sebanyak (46.1%),

tempat pembuangan mengkotori ruangan atau lingkungan (34.2),

pembuangan air limbah mengeluarkan bau tidak sedap (22.4%),

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 12: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

77

pembuangan air limbah dikerubuti oleh serangga (17.1%). Dilihat dari

hasil tersebut dapat menimbulkan perkembangbiakan vector penyebar

penyakit berbasis lingkungan.

Peneliti berpendapat bahwa sarana pembuangan air limbah yang

tidak memenuhi syarat bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit

karena, binatang-binatang semacam serangga bisa hidup di tempat yang

kotor ada genangan-genangan air, sehingga dapat menjadi pencemaran

pada lingkungan dan menjadi pencetus berbagai penyakit dan salah satu

penyakit berbasis lingkungan salah satunya yaitu stunting.

6. Hubungan ketersediaan sarana sanitasi pembuangan sampah rumah tangga

yang memenuhi syarat dengan kejadian stunting pada balita diwilayah

Puskesmas Cibereum Kota Tasikmalaya

Hasil penelitian ini diperoleh data sarana pembuangan sampah

rumah tangga pada kelompok stunting dengan kategori tidak memenuhi

syarat sebesar 46.1% dan yang memenuhi syarat sebesar 53.9%. dan yang

tidak stunting dengan kategori tidak memenuhi syarat sebesar 31.6% dan

yang memenuhi syarat sebesar 68.4%.

Hasil analisa statistic didapatkan nilai nilai probabilitas (p value)=

0.096 dengan Chi square= 1.850 OR= 1.850, CI 95% 0.955-3.583 yang

menunjukkan tidak terdapat hubungan antara ketersediaan sarana sanitasi

dasar pembuangan sampah yang memenuhi syarat dengan kejadian

stunting pada balita.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 13: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

78

Syarat sanitasi pembuangan sampah yang memenuhi syarat pada

penelitian ini meliputi: tersedianya tempat pembuangan sampah sementara,

tempat sampah yang mempunyai tutup yang mudah dibuka dan tidak

mengotori tangan, tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat dan kedap

air, tempat sampah yang tidak digenangi oleh air, tempat sampah tidak

dikerubuti oleh serangga, jarak tempat pembuangan sampah kurang dari 10

meter dari sumber air, tempat pembuangan tidak ketempat terbuka (sungai,

kolam, pekarangan rumah dll), pembuangan sampah diangkut ke TPA

dengan pengangkutan minimal 3x24 jam.

Hasil observasi masih ditemukan tempat sampah yang tidak

mempunyai tutup yang mudah dibuka dan tidak mengkotori tangan, tempat

sampah terbuat dari bahan yang tidak kedap air, tempat sampah yang di

kerubuti oleh serangga, jarak pembuangan masih kurang dari 10 meterdari

sumber air.

Peneliti berpendapat bahwa sumber infeksi yang bisa menimbulkan

pada sarana pembuangan sampah yaitu melalui serangga atau lalat yang

hinggap ke makanan terbuka, namun masyarakat yang di wilayah

puskesmas Cibeureum Kota Tasikmalaya banyak ditemukan masyarakat

yang menutup makanannya dengan menggunakan tutup saji, sehingga

dalam penelitian ini dikatan tidak adanya hubungan yang signifikan antara

pembuangan sampah dengan kejadian stunting pada balita.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

Page 14: BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi dan diskusi hasil

79

B. Keterbatasan Penelitian

1. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengobservasi sarana sanitasi dasar

secara visual saja, tidak dengan cara mengkaji menggunakan

laboratorium.

2. Variabel pengganggu yang diteliti hanya sarana sanitasi dasar saja,

sedangkan masih banyak faktor pengganggu lainnya yang dapat

mempengaruhi balita stunting, seperti perilaku perorangan dalam

pemanfaatan sarana, sosial ekonomi, asupan nutrisi atau pola makan,

pola asuh, pendidikan ibu dan sosial budaya.

3. Peneliti hanya menggunakan rekamedik dari puskesmas untuk megambil

sampel pada kelompok kasus dan kelompok kontrol, peneliti tidak

melakukan cross check pengukuran tinggi badan pada balita.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--